Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejak anak dilahirkan dan mengenal kehidupan di sekelilingnya,
orangtualah yang sangat berperan besardan bertanggung jawab dalam
memperhatikan tumbuh kembang anak, sehingga orangtua harus dapat
mengetahui dan memenuhi kebutuhan fisik-biologis, kasih sayang dan emosi
anak sebagai kebutuhan dasar. Pemenuhan kebutuhan ini harus berjalan
beriringan, agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal.Dengan
demikian anak memerlukan keluarga untuk tempat bernaung, mewujudkan
fisik yang sehat, dan memberi keamanan psikologis. Anak juga memerlukan
aktualisasi diri yang dapat diperoleh diantaranya melalui sekolah.
Oleh karena di sekolah tersedia kesempatan bagi anak mengembangkan
potensi dirinya menjadi kemampuan yang nyata. Di sekolah, anak dapat pula
memenuhi kebutuhannya mencapai prestasi.Selain itu, anak akan mengikuti
proses pembelajaran dan serangkaian kegiatan yang memungkinkan terjadinya
perubahan struktur atau pola tingkah laku dalam kemampuan kognitif, afektif,
dan keterampilan yang selaras, seimbang, demi masa depan anak sendiri.
Kebutuhan dasar anak lainnya akan diperoleh dari lingkungan masyarakat,
karena dalam masyarakat anak dapat mengembangkan potensi sosialnya
sebagai kebutuhan untuk memiliki hubungan interpersonal dan interaksi
sosial. Dengan demikian keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat disebut
sebagai tri pusat pendidikan.
Namun menurut Unicef (2009) diantara ke tiga lingkungan tersebut,
keluargalah yang lebih dominan dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak
(60 persen).Karena lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi
seorang anak adalah keluarga, karena anak sejak pertama lahir bahkan saat
masih di dalam kandungan telah memperoleh pendidikan dari orangtuanya
(khususnya ibu). Pendidikan dalam keluarga lebih dahulu diperoleh anak
sebelum ia mengenal lingkungan pendidikan lainnya. Pendidikan keluarga
disebut sebagai pendidikan utama, karena di dalam lingkungan ini segenap
potensi yang dimiliki anak terbentuk dan dikembangkan.
William Bennett juga menyatakan bahwa keluarga merupakan wahana
pertama dan utama bagi penanaman nilai-nilai karakter anak. Apabila keluarga
gagal melakukan internalisasi nilai-nilai karakter pada anak, maka akan sulit
bagi institusi-institusi di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk
memperbaikinya. Sebab salah satu fungsi dari keluarga adalah menanamkan
dasar pendidikan moral dan sosial, seperti nilai-nilai perilaku baik/positif.
Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak melalui pembiasaan dan

1
pemberian tauladan oleh orangtua, sehingga akan mempengaruhi
pembentukan karakter (kepribadian) anak.
Orangtua adalah pendidik terpenting dalam menentukan bagaimana anak
tumbuh dan berkembang, meskipun mereka paling sering tidak disiapkan
sebagai pendidik. Karenanya kita harus bersiap untuk menjadi orangtua, agar
bisa menjalankan peranan sebagai pendidik (Anies Baswedan, 2015) karena
Pola asuh orangtua yang kurang baik ini, dapat pula menyebabkan perilaku
negatif di kalangan anak-anak.
Secara sederhana, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lainnya, tabi’at
dan watak (KBBI, 1990). Karakter juga menyangkut bagian dari ciri
kepribadian seseorang. Menurut Morison, kepribadian adalah apa yang dicapai seseorang
individu dengan menampilkan hasil-hasil kultural dan evolusi sosial.
Sementara C. H. Judd menyatakan, bahwa kepribadian adalah hasil lengkap,
serta merupakan hasil keseluruhan dari peoses perkembangan yang telah
dilalui individu.1
Berbagai paparan di atas mengisaratkan adanya keterkaitan yang
signifikan antara penanaman nilai-nilai karakter yang dilakukan orangtua
terhadap anak dengan karakter anak sesungguhnya dimasa depan. Artinya,
bagaimana model penanaman nilai yang dilakukan terhadap orangtua terhadap
anak akan memengaruhi bagaiman karakter individu.
Perlakuan keluarga terhadap anak ternyata memiliki dampak yang besar
bagi pembentukan kepribadian anak. Keluarga merupakan lembaga pertama
dalam kehidupan anak, tempat pertama bagi anak untuk belajar dan
berkembang sebagai manusia yang utuh dan makhluk sosial. Orangtua adalah
pihak yang seringkali bersinggungan dengan seorang anak dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan demikian keluarga menyediakan hubungan sosial dan
lingkungan yang penting demi kebutuhan permelajaran pertama anak
mengenai manusia, situasi, dan keterampilan yang kelak akan digunakan
sepanjang hayatnya.2
Oleh karena itu, keluarga sebagai lingkungan pembentukan karakter
pertama dan utama mestilah diperdayakan kembali. Penanam karakter terpuji,
seperti jujur, berani, disiplin, kerja sama, tegas, ramah, sabar, mandiri,
tanggung jawab, kasih sayang, dan peduli akan terwujud dalam keluarga
sakinah. Hal itu disebabkan orangtua dalam keluarga sakinah diasumsikan
dapat melaksanakan pendidikan karakter terhadap anak secara baik sejak dini.
1
Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Rosdakarya 2012),
hlm. 202.
2
Wuri Prasetyawati, Hubungan persepsi terhadap pola Asuh orangtua dengan penyesuaian diri
pada mahasiswa Universitas Indonesia. Skripsi strata satu Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.

2
Penanaman karakter mulai tidak bisa dilakukan secara singkat, akan tetapi
melalui proses yang terus-menerus sejak dini hingga mencapai taraf
kedewaaan atau kematangan. Karenanya maka dalam keluarga perlu adanya
penataan reformasi sistem manajemen pendidikan keluarga.
Manajemen pendidikan pada hakikatnya adalah usaha-usaha yang
berhubungan dengan aktivitas pendidkan yang didalamnya terjadi proses
mempengaruhi, memotivasi kreatifitas anak dengan prasarana yang diperlukan
dalam melaksanakan pendidikan.
Manajemen pendidikan keluarga ini seharusnya di arahkan pada
pembinaan karakter anak karena pendidikan karakter saat ini menjadi urgen
mengingat canggihnya teknologi zaman sekarang yang banyak menyebabkan
bobrolnya moral anak bangsa.
Tujuan manajemen pendidikan karakter dalam keluarga secara khusus
adalah membina dan mengrahkan anak-anak agar memiliki karakter yang baik
atau akhlak yang terpuji, sedangkan secara umum bertujuan untuk
menyiapkan anak agar dapat hidup optimal dan bermanfaat, baik bagi dirinya,
keluarganya, masyarkat, maupun agam dan bangsanya.3
Menyadari hal tersebut, Masyarakat Desa Banuaju Barat Batang-Batang
Sumenep telah berupaya semaksimal mungkin untuk menekankan pendidikan
keluarga yang mengarah pada pembentukan karakter anak. Di antara upayanya
adalah melakukan manajemen pendidikan keluarga. Sebagaimana dipahami
bahwa pendidikan dalam keluaraga seringkali terabaikan di masyarakat
khususnya masyarakat di pedesaan.Untuk itu perlu adanya suatu sistem
manajemen pendidikan keluarga yang baik agar anak-anak memiliki karakter
yang baik dan prestasi yang memuaskan.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang manajemen pendidikan keluarga dalam upaya pembinaan
karakter anak dengan judul: “Manajemen Pendidikan Keluarga dalam Upaya
Pembinaan Karakter Anak di Desa Banuaju Barat Batang-Batang Sumenep”.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimanakah konsep manajemen pendidikan keluarga dalam upaya
pembinaan karakter anak?
1.2.2. Bagaimanakah dampak manajemen pendidikan keluarga dalam upaya
pembinaan karakter anak?

1.3. Tujuan Penelitian

3
Amirullah Syarbini, Pendidikan KarakterBerbasis Keluarga,( Jogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2016),
hlm.112.

3
1.3.1. Mengetahui dan mendiskripsikan konsep manajemen pendidikan
keluarga dalam upaya pembinaan karakter anak.
1.3.2. Mengetahui dan mendiskripsikan dampak manajemen pendidikan
keluarga dalam upaya pembinaan karakter anak.

Anda mungkin juga menyukai