Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orang Tua

2.1.1 Pengertian Orang Tua


Orangtua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap
sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang
dilahirkannya. Orangtua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup
bersama dengan membawa pandangan, kebiasaan sehari-hari. Orangtua adalah
setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga
yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu (Sulastri & Ahmad
Tarmizi, 2017). Orang tua (bapak dan Ibu) adalah pendidik kodrati, pendidik bagi
anak-anaknya karena secara kodrati ibu dan bapak diberi anugerah oleh tugas
berupa naluri orang tua. Orang tua adalah guru yang paling utama dan yang pertama
memberikan pendidikan kepada anaknya dan bertanggung jawab penuh terhadap
proses pertumbuhan (Dan et al., 2019).

Orang tua merupakan penanggung jawab utama dalam pendidikan


anakanaknya. Dimanapun anak tersebut menjalani pendidikan, baik dilembaga
formal, informal maupun non formal orang tua tetap berperan dalam menentukan
masa depan pendidikan anak-anaknya.(Munirwan umar, 2015). Seorang anak
sangatlah membutuhkan bimbingan dari orang tuanya sehingga kelak bisa
menjalani kehidupannya sendiri, dalam hal ini terutama bagi remaja putri yang
kelak juga akan menjadi ibu yang akan membimbing anaknya kelak, begitu
pentingnya peran orang tua yang menjadi sentral pendidikan baik moral maupun
emosi anaknya, menjadikan karekter dan kepribadi an orang tua juga berpengaruh
dalam mendidik anaknya terutama remaja putrinya. Ketika anak mengalami
kesulitan apapun, maka akan selalu meminta bantuan kepada orang tuanya; ketika
sedang berbicara dengan kawan sebayanya, anak-anak selalu mem banggakan
orang tuanya masing- masing. Itulah orang tua bagi seorang anak(Yusuf, 2009).
Sedangkan peran orang tua mengungkapkan bahwa peran orang tua mencakup
Covey (Yusuf, 2012): Terdapat 2 prinsip peran keluarga atau orang tua, antara lain:

4
5

a. Sebagai modelling

Definisi role model adalah seseorang yang memberikan teladan dan


berperilaku yang bisa diikuti oleh orang lain. Role model bisa diartikan juga dengan
seseorang yang terhormat, kelompok, atau membayangkan bahwa seseorang
mencoba meniru dalam menghadapi kehidupan. Peniruan atau meniru
sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan
sekedar meniru atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain),
tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkahlaku
seseorang yang telah diamati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus,
melibatkan proses kognitif. Orang yang diamati disebut model, dan proses belajar
observasional ini juga dikenal dengan “modelling” (pemodelan) (Pervin, dkk.,
2015)

b. Sebagai mentoring

Orang tua adalah mentor pertama bagi anak yang menjalin hubungan,
memberikan kasih sayang secara mendalam baik secara positif maupun negatif,
memberikan perlindungan sehingga mendorong anak untuk bersikap terbuka dan
mau menerima pengajaran. Selain itu orang tua menjadi sumber pertama dalam
perkembangan perasaan anak yaitu rasa aman atau tidak aman, dicintai atau dibenci
(Jember, 2005).

2.2.2 Peran Orang Tua


Peran orang tua adalah sebagai guru yang mempunyai tanggung jawab
mendorong, mengawasi, membimbing, mengajarkan anak-anaknya tentang nilai-
nilai spiritual, moral dan sosial serta mengajarkan prinsip-prinsip kehidupan
sehingga anak memahami dan melaksanakannya. Anak merupakan tanggung jawab
orang tua, maka dari itu orang tua harus berusaha untuk memberikan yang terbaik
untuk anak-anak mereka. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam
pendidikan anak, karena keluargalah terutama orang tua adalah lingkungan serta
orang yang pertama kali dikenal oleh anak, sehingga pendidikan dasar merupakan
tanggung jawab orang tua.(Dan et al., 2019).
6

Orangtua berperan sebagai pendidik sebab dalam pekerjaannya tidak


hannya mengajar, tetapi juga melatih ketrampilan anak, terutama sekali melatih
sikap mental anak12. Maka dalam hal ini, orang tua harus dan mampu bertanggung
jawab untuk menemukan bakat dan minat anak, sehingga anak diasuh dan dididik,
baik langsung oleh orangtua atau melalui bantuan orang lain, seperti guru, sesuai
dengan bakat dan minat anak sendiri, sehingga anak dapat memperoleh prestasi
belajar secara lebih optimal. Bukan karena keegoisan orang tua, yang justru
“memenjarakan” anak dengan kondisi yang diinginkan orang tua.(Munirwan umar,
2015).

Peran orang tua sangatlah penting dalam pembinaan akhlak anak, sebab
orang tua adalah pendidik yang pertama bagi anak dalam pendidikan keluarga,
maka dari itu kendala orang tua harus selalu berupaya menyelesaikan semaksimal
mungkin untuk membina akhlak anak, salah satu upaya tersebut adalah
bermusayawarah dalam membina akhlak anak (Fallis, 2013).

2.2 Definisi Pola Asuh Orang Tua


Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, pola asuh berarti model atau
sistem yang digunakan dalam mengasuh, merawat, menjaga dan mendidik anak
agar anak dapat berdiri sendiri (Sari & Ariani, 2019). Istilah pola asuh terdiri dari
dua suku kata yaitu pola dan asuh. Pola adalah model dan istilah asuh diartikan
menjaga, merawat dan mendidik anak atau diartikan memimpin, membina, melatih
anak supaya bisa mandiri dan berdiri sendiri. Webster’s mengemukakan bahwa
istilah asuh dalam bahasa Inggris diartikan dengan nurtureyang memiliki
pengertian: “ The sum of the influences modifying the expression of the genetic
potentialities of organism” artinya sejumlah perubahan ekspresi yang dapat
mempengaruhi potensi genetic yang melekat pada diri individu. Istilah asuh
diartikan membimbing atau membantu (Siti Anisah, 2011). Pola asuh merupakan
sikap orang tua dalam berinteraksi,membimbing, membina, dan mendidik anak-
anaknya dalam kehidupan sehari-haridengan harapan menjadikan anak sukses
menjalani kehidupan ini. Pola asuh dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan
orang tua dalam mendidik dan merawat anak, kemampuan orang tua dalam
mengolah emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain dan pola asuh yang
7

tepat merupakan hasil darisebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat
membentuk keluarga yang memiliki kecerdasan sosial- emosional yang baik
(Majid, n.d.).

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,
karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian
bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua
dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan
untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang
tua menjadi dasar bagi perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari.(Sari
& Ariani, 2019). Secara teoritis, pola asuh yang dilakukan orang tua memiliki 3
jenis yang terdiri dari pola asuh otoriter, permisif dan otoritatif. Ketiga pola asuh
itu memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian anak, untuk itu
pola asuh orang tua sangat menentukan watak, sikap dan prilaku anak. Di sinilah
pentingnya pendidikan keluarga, dalam pendidikan keluarga seyogyanya
dibutuhkan aturan yang benar dan memiliki kekuatan sehingga bisa mengikat para
anggota keluarga untuk mematuhi dan melaksanakannya.(Siti Anisah, 2011).

Beberapa bentuk ekspresi (pola asuh) orang tua dalam mengasuh atau
memelihara anak-anaknya bisa dalam bentuk sikap atau tindakan verbal maupun
non verbal secara substansial sangat berpengaruh terhadap potensi diri anak dalam
aspek intelektual, emosional maupun kepribadian, perkembangan social dan aspek
psikis lainnya. Semua orang tua pasti menghendaki anak-anaknya sesuai dengan
kehendak orang tuanya, untuk itulah sejumlah ekspresi atau sejumlah bentuk
asuhan, didikan dan bimbingan dilakukan orang tua semaksimal mungkin agar anak
kelak sesuai dengan harapan mereka. Sadar atau tidak, dalam praksisnya berbagai
ekspresi (pola asuh) itu sering terjadi penyimpangan atau bahkan terjadi kontradiksi
antara harapan dan kenyataan sehingga bisa berdampak pada perkembangan
kepribadian anak yang positif maupun negative.(Sari & Ariani, 2019). Pola asuh
demokratis akan menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, kooperatif, mampu
mengontrol diri dengan baik, minat tinggi, sedangkan pola asuh otoriter
menghasilkan anak yang berkepribadian introvert dan pola asuh permisif
menghasilkan anak yang impulsif, agresif manja dan egois (Sari & Ariani, 2019).
8

Perilaku sosial dapat didefenisikan sebagai perilaku dari dua orang atau
lebih yang saling terkait atau bersama dalam kaitan dengan sebuah lingkungan
bersama. Pola perilaku sosial anak dapat dilihat dari empat dimensi,yaitu:

1) anak dapat bekerjasama (cooperating) dengan teman,

2) anak mampu menghargai (altruism) teman, baik dalam hal menghargai milik,
pendapat, hasil karya teman,

3) anak mampu berbagi (sharing) kepada teman,

4) anak mampu membatu (helping others) orang lain ”.

Dasar untuk sosialisasi diletakkan dengan meningkatnya hubungan antara anak


dengan teman-teman sebayanya dari tahun ke tahun. Anak tidak hanya lebih banyak
bermain dengan anak-anak lain tetapi juga lebih banyak berbicara”. Banyak anak
yang belum memahami pentingnya berinteraksi sosial dengan teman sebayanya
dilingkungan sekolah.Anak yang kurang rasa percaya diri, anak yang tidak dapat
berinteraksi dengan baik dilingkungannya dapat menyebabkan anak tersebut akan
dikucilkan, dijauhi oleh lingkungan dan sulit untuk mendapatkan teman sebaya
dalam bermain maupun kelompok. Tetapi jika anak tersebut mempunyai
kemampuan interaksi yang baik, maka anak tersebut memiliki teman yang banyak
dan dapat berinteraksi dengan baik. Tinggi rendahnya perilaku sosial yang dimiliki
anak sangat bergantung terhadap sikap yang diterapkan oleh orang tua dirumah.
Semakin otoriter sikap yang diterapkan orang tua, maka akan semakin menurun
perilaku sosial yang dimiliki anak di sekolah. (Putri, Umari, & Rosmawati, 2017)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua


adalah proses interaksi orangtua dengan anak dimana orangtua mencerminkan sikap
dan perilakunya dalam menuntun dan mengarahkan perkembangan anak serta
menjadi teladan dalam menanamkan perilaku (Khon Mu’tadin 2002).

2.3 Pengalaman Orang Tua


Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami, dijalani
maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja terjadi (Mapp dalam
Saparwati,2012). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu
memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami
9

individu pada waktu dan tempat tertantu, yang berfungsi sebagai referensi
otobiografi (Bapistaet al,dalam Saparwati, 2012). Pengalaman adalah pengamatan
yang merupakan kombinasi pengelihatan, penciuman, pendengaran serta
pengalaman masa lalu (Notoatmojo dalam Saparwati, 2012).
Pengalaman ibu yang memiliki bayi kembar yang merupakan sebuah
pengalaman yang sangat dalam yang membuat orang tua terutama ibu mengalami
kecemasan yang mendalam . Perawatan bayi kembar menimbulkan krisis bagi para
ibu dan menganggap pengalaman tersebut merupakan hal yang menyedihkan dan
menimbulkan kecemasan (Zuhrina, Jamaris, & Irmawita, 2018)

2.4 Perasaan Orang Tua


Ayah dan ibu memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan anaknya
yang meliputi, pengasuhan, agama, psikologi, makan, minum dan sebagainya.
Kualitas pengasuhan yang diberikan ibu sebagai pengasuh utama mempunyai
peranan penting bagi perkembangan anak. Salah satu pengasuhan yang dilakukan
ibu di rumah adalah pola asuh psikososial. Pola asuh psikososial meliputi reaksi
emosi, dorongan positif, suasana yang nyaman, kasih sayang yang ditunjukkan
orang tua, sarana tumbuh kembang dan belajar . Pemberian pengasuhan yang baik
kepada anak, terutama pengasuhan psikososial berhubungan signifikan dengan
karakteristik keluarga dan karakteristik anak yang terdiri atas lama pendidikan ibu
dan usia anak. Pola asuh psikososial berupa pemberian stimulasi akan memengaruhi
perkembangan anak. Pola asuh dengan memberikan stimulus psikosoial kepada
anak akan mampu meningkatkan perkembangan motorik, kognitif, sosial emosi dan
moral/karakter pada anak. Hal ini menunjukkan bahwa peran ibu sebagai pengasuh
utama mampu mempengaruhi tingkat perkembangan anak (Setyowati, Krisnatuti,
& Hastuti, 2017).

Setiap orang tua memeliki perasaan yang berbeda-beda ketika memiliki


seorang anak kembar. Banyak orang berkata bahwa memiliki seorang anak saja
sudah repot apalagi memliki anak kembar dan tidak mempunyai baby sister. Afeksi
adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai yang mencakup watak perilaku
seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Dengan begitu perasaan yang di
10

rasakan ibu pasa saat mengasuh anak kembar ada suka dan ada susah (Fajar, Franz,
& Kahija, 2015).

2.5 Definisi Anak Kembar


Kembar adalah anggota dari pasangan dari keturunan yang dihasilkan pada
satu kelahiran, kembar itu bisa fraternal twins (dizygotic), dari jenis kelamin yang
sama atau berbeda dan biasanya tidak lebih mungkin daripada dua anak dari
keluarga yang sama, atau identical twins (monozygotic), dari jenis kelamin yang
sama dan sangat mirip dalam semua ciri-ciri. Karakteristik anak kembar sebagai
berikut:

a) Ketinggalan perkembangan.

Kembar cenderung tertinggal dalam perkembangan fisik, motorik, kecerdasan, dan


bicara selama 6 tahun pertama kehidupan dan kemudian menge- jarnya, paling
sedikit untuk sebagian sampai normal. Ketinggalan ini disebabkan banyak faktor,
terutama jika lahir prematur, perlindungan orang tua yang berlebihan, dan saling
ketergantungan.

b) Perkembangan fisik.

Karena kembar biasanya prematur mereka cenderung berada di bawah ukuran


bentuk normalnya selama beberapa tahun dan kadang-kadang menderita kerusakan
otak atau gangguan lainnya.

c) Perkembangan kecerdasan.

Kesamaan mental seperti terungkap melalui tes kecerdasan dan prestasi pendidikan,
juga lebih nyata pada kembar identik daripada kembar non identik. Pada kembar
yang berasal dari satu sel telur dan memiliki jenis kelamin sama biasanya mereka
memiliki intelegensi yang sama atau tidak jauh berbeda apabila mereka dibesarkan
pada tempat, kondisi lingkungan yang sama. Karena sejak lahir mereka memiliki
gen yang sama maka kecerdasan mereka akan cenderung setara. Sedangkan kembar
fraternal yang berjenis kelamin berbeda cenderung tumbuh menjadi anak yang
memiliki kecerdasan berbeda karena jenis kelamin akan mempengaruhi pola asuh
11

orang tua, kondisi tersebut akan membentuk anak menjadi sepasang kembar yang
berbeda tingkat kecerdasannya.

d) Kemampuan khusus.

Dalam kemampuan khusus, misalnya kemampuan musik atau atletik kesamaan


antara kembar identik umum terjadi. Kesamaan ini mungkin sama biasanya mereka
memiliki intelegensi yang sama atau tidak jauh berbeda apabila mereka dibesarkan
pada tempat, kondisi lingkungan yang sama. Karena sejak lahir mereka memiliki
gen yang sama maka kecerdasan mereka akan cenderung setara. Sedangkan kembar
fraternal yang berjenis kelamin berbeda cenderung tumbuh menjadi anak yang
memiliki kecerdasan berbeda karena jenis kelamin akan mempengaruhi pola asuh
orang tua, kondisi tersebut akan membentuk anak menjadi sepasang kembar yang
berbeda tingkat kecerdasannya.

e) Perilaku sosial.

Selama tahun-tahun pra sekolah, anak kembar saling bersaing untuk mendapatkan
perhatian orang dewasa, saling meniru, dan menunjukkan perasaan yang sama
terhadap orang lain. Mereka senang berinteraksi dengan orang lain selama
bertahun-tahun pra sekolah. Tetapi interaksi ini meningkat dengan bertambahnya
usia mereka.

f) Perkembangan kepribadian.

Saling ketergantungan menghalangi perkembangan individu. Akan tetapi rasa


perkembangan dan antagonisme meninggalkan bekasnya dan salah satu anak
biasanya yang bertubuh lebih besar dan kuat menjadi lebih menguasai.

g) Masalah perilaku.

Masalah perilaku yang kurang baik telah dilaporkan lebih umum terjadi diantara
anak kembar daripada anak tunggal dengan usia yang sama. Akan tetapi, juga telah
dinyatakan bahwa per- bedaan ini terjadi karena cara perlakuan terhadap anak
kembar, baik diluar maupun di dalam rumah. Masalah perilaku juga dilaporkan
lebih umum diantara kembar non-identik daripada kembar identik, walaupun
hingga sekarang tidak ada keterangan yang membuktikan perbedaan ini. Seiring
12

perkembangannya anak kembar akan memasuki masa remaja, walaupun masa


remaja banyak resiko kebanyakan remaja dapat melewati masa ini dengan matang,
memiliki tubuh yang sehat, dan bersemangat dalam menjalani hidup.
Perkembangan kognitif mereka juga terusberlanjut. Walaupun cara berfikir mereka
belum matang dalam beberapa hal, banyak yang mampu untuk berfikir secara
abstrak dan memiliki penilaian moral yang canggih serta dapat merencanakan masa
depan secara lebih realistis.(Aji & Uyun, 2010)

2.6 Pola Asuh Anak Kembar


Orang tua harus paham dan tau tentang karakter dari masing-masing individu
anaknya. Agar orang tua mampu memberikan pola asuh yang tepat terhadap kedua
anak kembarnya sesuai kebutuhan yang mereka butuhkan. Dalam mengasuh anak
kembar orang tua perlu belajar lebih banyak tentang karakteristik anak masing-
masing. Orang tua juga perlu memilih dan menerapkan pola asuh mana yang terbaik
untuk keduan anaknya atau anak kembar tersebut. Dalam mengasuh anak kembar
orang tua juga harus mempersiapkan mental yang kuat, karena mengasuh anak
kembar tidak semudah seperti orang tua pada umumnya yang mengasuh satu anak
saja.

Pola asuh yang berbeda antara kedua orangtua akan menyebabkan anak
mengembangkan perilaku sebagaimana yang dikehendakinya sendiri karena tidak
ada aturan yang pasti yang harus dia jalankan. Akibat dari pola asuh yang berbeda
ini pula anak akan lebih dekat pada satu pihak yang lebih menjadi sumber pemuasan
baginya daripada pada pihak yang dianggapnya kurang menguntungkannya. Akibat
lain dari cara pendekatan yang berbeda ini pula, anak kemudian tidak mampu
mengembangkan rasa tanggung jawab karena tidak ada aturan yang jelas untuk
diikuti.(Mada, 2000)

2.7 Kendala Pola Asuh


Kendala saat mengasuh anak kembar adalah saat anak berfikir dengan pola
pikir yang berbeda, menginginkan sesuatu yang berbeda,mempunyai perilaku yang
13

berbeda. Kendala orang tua adalah untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Status
sosial terdiri dari tiga hal utama namun saling berkaitan yaitu tingkat pendidikan
orangtua, status pekerjaan orangtua, dan pendapatan keluarga. Ketiga hal tersebut
berpengaruh terhadap cara membesarkan anak, interaksi keluarga dan anak,
dukungan orangtua dalam perkembangan bahasa dan pembelajaran, jenis dan
jumlah disiplin yang digunakan, jenis dan jangkauan rencana masa depan yang
menyangkut pendidikan anak dan pekerjaan (Sulastri & Ahmad Tarmizi, 2017).
Kendala yang biasa dialami yakni kendala ekonomi, kendala psikologis, kendala
lingkungan.

a. coping ekonomi
coping ekonomi yang biasa dilakukan oleh kelraga yakni
mengontrol pengeluaran yang tidak penting atau yang kurang perlu demi
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apabila suami belum menerima gaji, istri
harus pintar-pintar mengelola keunagn untuk keluarga apalagi keluarga
yang memeliki anak kembar yang segala sesuatu kebutuhan anak harus
dilipat gandakan. (Silitonga, Puspitawati, & Muflikhati, 2018)
b. psikologis
psikologis yang dialami oleh ibu umumnya adalah stres ketika
sedang mengasuh anaknya, akan menimbulkan dampak yang buruk untuk
anaknya ketika ibu mengalami stress misalnya, mencubit anaknya,
memukul, membentak dan lain sebagainya. Hal tersebut sangat
mempengaruhi psikologis anak, anak jadi mengalami trauma dan bisa juga
anak jadi membantah pada ibunya. Baiknya apabila ibu mengalami stres
atau kecapekan saat mengurus anak, baiknya istirahat terlebih dahulu
menenangkan fikiran agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak di
inginkan atau merugikan. (Silitonga et al., 2018).
a. lingkungan

lingkungan juga perlu diperhatikan pada saat orangtua memiliki


anak kecil, anak kecil cenderung selalu meniru atau mengikuti apa yang dia
lihat. Apabila disekitar lingkungannya dia melihat kekerasan, bullying,
14

perilaku orang- orang yang tidak baik itu dapat memberikan efek yang
negatif bagi anak. Anak bisa saja meniru apa yang dia lihat, maka disitu
orangtua harus membatasi anak untuk bermain dengan teman-temannya
yang memiliki oerilaku yang kurang baik. Lingkungan yang berhaya juga
disebabkan oleh banyak faktor yakni seperti jurang, sungai, rel kereta, jalan
raya dll. Tempat seperti itu harus dihindarkan dari anak kecil,karena hal
tersebut dapat membahayakan anak dan merugikan keluarga.(Nindya,
2012)

2.8 Cara Mengatasi Kendala


a. kendala ekonomi

Krisis hadir dalam hidup dari mana dan kapan saja. Bahkan seiring
berjalannya waktu, permasalahan menjadi terakumulasi dan menyebabkan situasi
menjadi makin parah. Secara alami, sebuah krisis akan memaksa manusia untuk
mencari jalan keluar. Jika tidak mendapatkan orang lain untuk menolong keluar dari
krisis pada diri sendiri, maka harus memaksa diri sendiri untuk mengatasinya.

Pertama adalah menetapkan kebutuhan. Manusia harus memiliki


kemampuan untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan, tidak
mencampuradukkan. Buatlah pula kebutuhan menjadi lebih sederhana, karena jika
mengikuti keinginan pasti hancur. Keinginan harus disingkirkan, jangan masuk
dalam zona abu-abu karena berbahaya. Kedua adalah mendapatkan hanya hal-hal
yang dibutuhkan. Sebaiknya ketika akan membeli suatu aset, harus dipastikan
sesuai kebutuhan bukan keinginan. Ketika krisis melanda, tidaklah mudah untuk
melepas aset. Oleh karena itu, membeli sesuatu yang benar-benar dibutuhkan.
Sehingga aset cair yang berupa uang dapat disimpan agar dapat dipergunakan setiap
saat. Ketiga adalah tidak hidup melampaui kemampuan. Manusia seharusnya
menjalani hidup sesuai dengan kemampuan, jangan melewatinya karena akan
menjadi magnet bagi krisis. Hidup sesuai kemampuan dan bertanggung jawab
untuk melakukan yang telah diputuskan. Jauhkanlah kesombongan daripada
menjadi miskin. Keempat, menarik diri dari hal-hal yang tidak penting. Ketika
sudah mampu membedakan kebutuhan dan keinginan, selanjutnya manusia perlu
menarik diri dari hal-hal yang tidak penting. Pemenuhan kebutuhan yang tidak
15

penting sama halnya menarik diri dari hal berkorban kepada orang lain. Tidak
melakukan pemborosan yang akan membawa pada krisis keuangan sehingga tidak
dapat membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan. Orang yang menabur
sedikit, akan menuai sedikit juga; dan orang yang menabur banyak, akan menuai
banyak juga.(Peter, n.d.)

c. psikologi

Masalah psikologi yang dialami ibu pada saat mengasuh anak kembar yakni,
stress, kelelahan, bingung. Untuk cara menangani masalah tersebut sebagian besar
ibu-ibu melakukan kegiatan lain yang sekiranya membuat fikiran seorang ibu tidak
negatif terus menerus. Kebanyakan ibu ibu rumah tangga ketika mengalami
masalah pada keluarga lebih ingin berdiam diri dan memendam emosi. Berbeda
dengan orangtua laki yang kebanyakan main fisik ketika orang tua laki tidak dapat
mengontrol masalah tersebut. (Maisya, Susilowati, Upaya, Masyarakat, &
Kesehatan, 2017)

d. Lingkungan

Lingkungan keluarga penanggung jawab utama terhadap pertumbuhan jasmani


dan rohani anaknya yakni melalui ilmu mendidik dan membimbing putra-putrinya.
Berhasil tidaknya pendidikan seorang anak dapat dihubungkan dengan
perkembangan sikap dan pribadi orangtuanya serta hubungan komunikasi dan role
model dalam keluarganya. Lingkungan keluarga dapat berperan penuh terhadap
perkembangan keluarganya untuk memberikan system pendidikan secara
komprehensif, saling berkesinambungan, mulai dari anak tumbuh dari masa
perkembangan, sampai masuk kedewasaan dan masuk pada pernikahan, namun
dewasa ini banyak orang tua yang sibuk dengan tugas pekerjaannya, sehingga tugas
pokoknya memperhatikan perkembangan anaknya, waktu keluarga habis dengan
aktivitasnya di luar rumah sehingga perhatiannya dalam keluarga tersita, maka
waktunya yang harus terarah kepada keluarganya dengan baik terus diabaikan,
dengan demikian keadaan keluarga yang sibuk di luar rumah, sulit memperhatikan
perkembangan anaknya yang mengakibatkan banyak anak sekarang mengalami
problem dan mengalami gangguan psikologis, kebanyakan anak yang mengalami
16

masalah itu, justru sangat besar pengaruhnya dari masalah lingkungan keluarga
(Anak, n.d.2015).

2.9 Stres Mengasuh Anak Kembar


2.9.1 Pengertian Stres
Istilah "Stres" mengacu pada pengalaman emosional negatif disertai dengan
perubahan fisiologis, kognitif, dan perilaku yang dapat diprediksi, yang mengarah
pada perubahan dalam memahami situasi dan kemampuan yang menekan untuk
dihadapi (Bawalsah, 2016). Definisi ini berimplikasi pada persepsi individu
terhadap stres tergantung pada penjelasan pribadi dari situasi tersebut, yaitu stress
muncul dari proses kognitif oleh individu untuk mengevaluasi potensi pribadinya
untuk menentukan apakah mereka cukup untuk menghadapi tuntutan situasi stres
(Bawalsah,2016) dalam (Rahmawati, 2019)

Menjadi orangtua dapat membuat stres sebagian besar pasangan dan


kebanyakan merasa lebih sulit dari yang mereka bayangkan. Salah satu tanggung
jawab orangtua yaitu mengasuh anak, mengajarkan mereka mengenai perilaku yang
sesuai dalam berinteraksi di masyarakat, mempersiapkan mereka untuk
berpartisipasi dalam masyarakat ketika mereka sudah beranjak dewasa, serta
memenuhi semua kebutuhan dasar mereka (Olson & DeFrain, 2003). Dalam
memenuhi tanggung jawabnya, orangtua melakukan cara yang berbeda untuk
mengasuh anak mereka. Pengasuhan orangtua (parenting) secara umum dapat
didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh orangtua dan bertujuan untuk
memastikan kelangsungan hidup dan juga perkembangan anak. (Hoghughi, 2004)
dalam (Lestari & Widyawati, 2018b)

Anak kembar juga merupakan salah satu karakteristik anak yang unik,
dimana orangtua harus mengasuh lebih dari satu anak secara bersamaan, dengan
tahapan perkembangan yang sama. Mengingat bahwa mengasuh seorang anak saja
merupakan sebuah tantangan yang besar dan dapat menyebabkan stres pada
orangtua (parenting stress), maka mengasuh anak kembar membutuhkan usaha,
energi, dan juga biaya (TaubmanBen-Ari, dkk 2008). Apabila orangtua merasa
kesulitan dalam mengasuh dua anak sekaligus dan juga membagi perhatian bagi
kedua anak mereka, maka hal ini dapat mengakibatkan stres pada orangtua. Stres
17

dapat terjadi ketika tuntutan yang diberikan kepada seseorang melampaui dan
melebihi kemampuan mereka (Vig & Jaswal, 2008) dalam (Lestari & Widyawati,
2018)

2.9.2 Faktor-faktor penyebab stres


Faktor utamanya yaitu “tuntutan” dimana stres itu muncul karena
dihadapkan dengan berbagai tuntutan yang berasal dari berbagai faktor diantaranya
masalah kesehatan, masalah emosional anak, perawatan, perilaku anak, masalah
disekolah dan sebagainya. Perilaku anak juga dapat mempengaruhi parenting stress
dimana tingkah laku anak yang belum bisa dikendalikan oleh dirinya sendiri dan
perlu adanya pengawasan dari orangtua.Orangtua yang mengalami stres dalam
proses pengasuhan atau biasa disebut parenting stress yang merupakan serangkaian
proses yang membawa pada kondisi psikologis yang tidak disukai dan reaksi
psikologis yang muncul dalam upaya beradaptasi dengan tuntutan peran sebagai
orangtua (Lestari, 2016). Stres pada orangtua itu selalu berkepanjangan. Selama di
dalam keluarga terdapat seorang anak, pemicu stress pada orangtua pasti ada karena
pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak diperlukan adanya figure seperti
orangtua. (Rahmawati, 2019). Selain itu, fenomena yang terjadi ketika ibu
mengalami parenting stress terdapat dalam surat kabar diantaranya bahwa ada ibu
yang menyiksa anaknya seperti menyeret anaknya yang meringkuk di trotoar
menggunakan tali. Kondisis anak tersebut parah dan emosinya sangat tidak labil
sehingga kekerasanlah yang dilakukan ibunya tersebut (Febrida, 2017) dalam
(Rahmawati, 2019).

Faktor kedua yaitu “kemampuan internal” ini mengacu pada kemampuan


coping yang dimiliki oleh orangtua khusunya ibu. Ketika ibu tidak mampu
mengatasi kesulitan yang dialaminya dalam proses pengasuhan, maka ibu akan
merasa bahwa dirinya belum kompeten dan hal tersebut akan membuat orangtua
kebingungan dan stress. Faktor lain yang dapat memicu stres orangtua adalah
kemampuan eksternal sebagai contoh kurang adanya dukungan dari orang lain baik
itu dari saudara ataupun pemerintah. Orangtua yang memiliki anak kembar perlu
adanya dukungan yang positif dari orang orang disekitarnya untuk mampu
menjalani kehidupan dalam mengasuh anak mereka.
18

Faktor terakhir yang dapat memicu stress orangtua adalah “Subjective


appraisal” dimana orangtua yang khusunya ibu membuat penilai subjektif tentang
status kehidupan mereka dan persepsi mereka tentang tantangan kehidupan mereka
dengan mengasuh anak kembar. Para ibu mempersepsikan kehidupan yang mereka
yakini dapat mengakibatkan tingkat stress yang tinggi, intensitas emosi negatif
(Weiss, Wingsiong and Lunsky, 2014). Orangtua menggambarkan kesulitan dalam
kehidupan mereka seperti pekerjaan, kesehatan, kematian, gangguan perkawinan,
dan keuangan tetapi dengan penekanan pada emosi mereka dari pada kejadian itu
sendiri. Stress orangtua alami seperti perasaan frustrasi, ketidakstabilan emosi,
apati, kecemasan, dan kepanikan.

2.9.3 Cara mengatasi stres


Strategi untuk menghadapi stres dibedakan menjadi dua, yaitu coping
strategi yang berfokus pada masalah atau emosi (problemand emotionfocused
coping) dan coping strategy dengan cara mendekati atau menghindari stress
(approach vs. Avoidant coping) (Lestari, 2016). Problem Focused Coping
merupakan usaha untuk melakukan apa yang dipercaya individu yang dapat
mempengaruhi stress atau situasi yang menekan seperti evaluasi, interpretasi.
Emotion Focused Coping merupakan usaha untuk mengatur emosi yang dihasilkan
dari situasi yang menekan atau stres seperti perasaan tidak mampu mengubah
situasi, kemarahan, kecemasan, keputusaan dan sebagainya (Bawalsah, 2016)
dalam (Rahmawati, 2019).

Sifat situasi yang menegangkan dapat menentukan jenis strategi yang


digunakan untuk mengatasi, yaitu individu cenderung menggunakan strategi yang
berfokus pada emosi dalam situasi di mana mereka tidak mampu memberikan
upaya langsung untuk menangani situasi ini seperti masalah kesehatan, sementara
mereka cenderung menggunakan strategi yang berfokus pada masalah dalam situasi
dimana mereka dapat menangani dan mengendalikan, seperti konflik keluarga.
Faktor usia juga mempengaruhi strategi coping dimana semakin tinggi usia maka
semakin tinggi pula kemampuan orangtua dalammemenuhi tuntutan kehidupan
(kusuma, 2019).
19

Selain itu faktor jenis kelamin juga mempengaruhi penggunaan strategi


coping dimana pria dan wanita memiliki caranya sendiri dalam menghadapi
permasalahan. Pria lebih rasional dan tenang daripada wanita yang lebih
menggunakan perasaan dalam menghadapi masalah. Status sosial dan pendidikan
juga mempengaruhi strategi coping. Status sosial yang tinggi lebih menggunakan
strategi coping yang adaptif Status pendidikan yang tinggi cenderung menggunakan
problem focused coping (Andi S, 2019).

Anda mungkin juga menyukai