Anda di halaman 1dari 41

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Peran Orangtua (Ayah dan Ibu)
a. Pengertian Peran Orangtua
Kata “peran” diambil dari istilah teater dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kelompok-kelompok masyarakat. Arti peran adalah bagian yang
kita mainkan pada setiap keadaan dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan
diri kita dengan keadaan. Peranan (role) merupakan aspek yang dinamis dari
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.
Definisi Peran menurut Gross, Masson dan McEachern (1995) Peran
sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang
menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan
imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karna itu dapat dikatan bahwa
peraturan peran itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat.
Maksudnya, kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh
“masyarakat” di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peran-
peran lainnya. Kadang- kadang para ahli sosiologi menggambarkan peran-peran
dalam arti apa yang diharapkan dan dituntut oleh masyarakat. Talcoot Parsons
membedakan apa yang diharapkan oleh masyarakat Amerika terhadap para
pengusaha (Wirotomo. 2003:106).
Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peran. Jadi peran menurut Soerjono Soekanto yaitu aspek
dinamis dari kedudukan (status) yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan
sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang apabila seseorang
melakukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukannya,
maka ia menjalankan suatu fungsi. Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan

9
10

sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan
tertentu. Kepribadian seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus
dijalankan (Soekanto, 2004:243)
Pengertian orangtua, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena
orangtua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian telah tergantikan oleh
keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
Orangtua atau ibu dan bapak memegang peran yang penting dan amat
berpengaruh atas pendidikan anak-anak. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah
yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan
biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan
tugasnya dengan baik dan penuh kasih sayang. Ibu merupakan orang yang mula-
mula dikenal anak yang menjadi temanya dan yang pertama untuk
dipercayainya.
Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan
membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang
menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat, sedangkan
pengertian orangtua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena
orangtua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan
oleh keluarga inti yang terdir dari ayah, ibu dan anak-anak. Menurut Gunarsa
dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua individu yang memainkan
peran penting yaitu peran ayah dan peran ibu, secara umum peran kedua
individu tersebut adalah :

1) Peran ibu adalah :


a) Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik
Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, kasih sayang dan
konsisten
b) Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak
c) menjadi contoh dan teladan bagi anak
11

2) Peran ayah adalah :


a) Ayah sebagai pencari nafkah
b) Ayah sebagai suami yang penuh pengertian dan memberirasa aman
c) Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak
d) Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, mengasihi
keluarga (Soekanto, 2004)
Jadi, orangtua atau ibu dan bapak memegang peranan penting dan amat
berpengaruh atas pendidikan anak – anaknya. Orangtua merupakan pendidik
utama dan pertama bagi anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula
menerima pendidikan, dengan demikan bentuk pertama dari pendidikan dalam
kehidupan keluarga.
Macam-macam peran orangtua terhadap anaknya dalam islam antara lain,
pertama, mendidiknya dengan baik, yang dimaksud adalah mengenai
kesehatan sejak lahir hingga dewasa, baik berupa pemilihan menu
makanan, pengobatan, maupun tindakan pencegahan lainnya. Juga dengan
menempa badan mereka dengan olahraga yang bermanfaat dan perilaku yang
lurus.
Kedua, menyusui, menyusui anakbayi merupakan kewajiban syar‟iatas
kedua orang tuanya. Hal itu dalam tempo yang cukup untuk pertumbuhan
daging dan kekuatan tulang.
Ketiga,mencukur rambutnya pada minggu pertama kelahirannya,
disunnahkan mencukurrambut bayi, baik lelaki maupun wanita, pada hari
ke tujuh dari kelahirannya dan bersedekah sebesar berat rambutnya dalam
timbangan perak kepada kaum fakir miskin.
Keempat, mendidik akhlaknya, yang dimaksud dengan pembinaan
akhlak adalah mendidik anak untuk mencintai hal-hal yang mulia dan
tinggi, serta membenci hal yang rendah. Semua itu dalam bingkai ajaran
agama dan prinsipnya.
12

Kelima, mendidik agamanya, menjadi kewajiban orang tua


mengajarkan pokok-pokok agama kepada anak-anaknya sejak kecil. Jadi,
ketika mereka mulai belajar berbicara, orang tua mengajari mereka kalimat
tauhid.
Tujuan mendidik dalam islam berorientasi pada ukhrawi dan duniawi,
maksud dari ukhrawi yaitu membentuk seorang hamba agar melakukan
kewajiban kepada Allah, sedangkan maksud dari duniawi yaitu
membentuk manusia yang mampu menghadapi segalabentuk kebutuhan
dan tantangan kehidupan, agar hidupnya lebih layakdan bermanfaat bagi
orang lain (Umar, 2010:61).
Pentingnya peranan adalah bahwa hal itu mengatur perikelakuan seseorang
atau lembaga dan juga menyebabkan seseorang atau lembaga pada batas-batas
tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain, sehingga orang atau
lembaga yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perikelakuan sendiri
dengan perikelakuan orang-orang sekelompoknya. Peranan tersebut diatur oleh
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Peranan lebih banyak
menunjukan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi
tepatnya adalah bahwa seseorang (lembaga) menduduki suatu posisi atau tempat
dalam masyarakat serta manjalankan suatu peranan.

b. Pola asuh orangtua


Baumrind menyatakan bahwa terdapat 4 jenis pola asuh orangtua yaitu :
1) Authoritative
Mengandung demanding dan responsive. Dicirikan dengan adanya
tuntutan dari orangtua yang disertai dengan komunikasi terbuka antara orangtua
dan anak, mengharapkan kematangan perilaku pada anak disertai dengan adanya
kehangatan dari orangtua.
13

2) Authoritarian;
Mengandung demanding dan unresponsive. Dicirikan dengan orangtua
yang selalu menuntut anak tanpa memberi kesempatan pada anak untuk
mengemukakan pendapatnya, tanpa disertai dengan komunikasi terbuka antara
orangtua dan anak juga kehangatan dari orangtua.
3) Permissive
Mengandung undemanding dan responsive. Dicirikan dengan orangtua
yang terlalu membebaskan anak dalam segala hal tanpa adanya tuntutan ataupun
kontrol, anak dibolehkan untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
4) Uninvolved;
Mengandung undemanding dan unresponsive. Dicirikan dengan orangtua
yang bersikap mengabaikan dan lebih mengutamakan kebutuhan dan keinginan
orangtua daripada kebutuhan dan keinginan anak, tidak adanya tuntutan,
larangan ataupun komunikasi terbuka antara orangtua dan anak. Untuk setiap
orangtua, penerapan pola asuhnya dapat berbeda-beda (Marini & Adriani,
2005:50)
Sedangkan pola asuh menurut Stewart dan Koch (1983) terdiri dari tiga
kecenderungan pola asuh orangtua yaitu :
1) Pola Asuh Otoriter
Orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri antara lain:
kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik. Orangtua
memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba
membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung
mengekang keinginan anak.
Orangtua tidak mendorong serta member kesempatan kepada anak untuk
mandiri dan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung
jawab seperti anak dewasa. Orangtua yang otoriter cenderung memberi hukuman
terutama hukuman fisik. Orangtua yang otoriter amat berkuasa terhadap anak,
memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintah-
perintahnya. Dengan berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan
ketat.
14

Sutari Imam Barnadib (1986) mengatakan bahwa orangtua yang otoriter


tidak memberikan hak anaknya untuk mengemukakan pendapat serta
mengutarakan perasaan-perasaannya, sehingga pola asuh otoriter berpeluang
untuk memunculkan perilaku agresi.
2) Pola Asuh Demokratis
Baumrind & Black (1986) dari hasil penelitiannya menemukan bahwa
teknik-teknik asuhan orangtua demokratis yang menumbuhkan keyakinan dan
kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan mandiri membuat
keputusan sendiri akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang
bertanggung jawab.
Stewart dan Koch (1983) menyatakan bahwa orangtua yang demokratis
memandang sama kewajiban dan hak antara orangtua dan anak. Secara bertahap
orangtua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala
sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu
berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu
mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak,
mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling
membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh
pengertian.
Menurut Hurlock (1986) pola asuhan demokratik ditandai dengan ciri-
ciri bahwa anak-anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan
kontrol internalnya, anak diakui keberadaannya oleh orangtua, anak dilibatkan
dalam pengambilan keputusan.
Sutari Imam Barnadib mengatakan bahwa orangtua yang demokratis
selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar mampu
memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhankeluhan
anak berkaitan dengan persoalan-persoalannya. Pola asuhan demokratik
memungkinkan semua keputusan merupakan keputusan anak dan orangtua. Di
samping itu, remaja yang orangtuanya menggunakan pola asuh demokratis
memiliki hubungan yang lebih harmonis antara anak dengan anak dan dengan
orangtua.
15

3) Pola Asuh Permisif


Tipe orangtua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu
memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali. Anak
sedikit sekali dituntut untuk suatu tangung jawab, tetapi mempunyai hak yang
sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya
sendiri dan orangtua tidak banyak mengatur anaknya.
Ciri pola asuh ini adalah semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak
daripada orangtuanya. Sutari Imam Banadib menyatakan bahwa orangtua yang
permisif, kurang tegas dalam menerapkan peraturanperaturan yang ada, dan anak
diberikan kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi
keinginannya. (Aisyah, 2010:4)
Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat macam pola,
yaitu :
1) Kasar dan tegas
Orangtua yang mengurus keluarganya menurut skema neurotik
menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan di ubah dan mereka
membina suatu hubungan majikan-pembantu antara mereka sendiri dan anak-
anak mereka.
2) Baik hati dan tidak tegas
Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal
yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat kekanak-
kanakan secara emosional.
3) Kasar dan tidak tegas
Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut biasanya
diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berprilaku buruk
dan ia bisa memperbaikinya bila ia mempunyai kemauan untuk itu.
4) Baik hati dan tegas
Orangtua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka
tindakan yang mereka tidak setujui. Namun dalam melakukan ini, mereka
membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri, tidak
pernah si anak atau pribadinya (Yusniyah, 2008:23)
16

Menurut Baumrind (1997) dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan


orangtua menggunakan kombinasi dari ke semua pola asuh yang ada, akan tetapi
satu jenis pola asuh akan terlihat lebih dominan daripada pola asuh lainnya dan
sifatnya hampir stabil sepanjang waktu (Marini & Andriani, 2005)
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa
terdapat tiga jenis pola asuh orangtua yaitu pola asuh otoriter, pola asuh
permisif, serta pola asuh demokratis. Pola asuh yang terbaik adalah pola asuh
demokratis karena akan menjadikan anak mandiri dan bertanggung jawab.
Sedangkan pola asuh otoriter menjadikaan anak agresif dan pola asuh permisif
menjadikan anak manja.

c. Bentuk-Bentuk Peran Orangtua


Bentuk peran orangtua sebenarnya sama dengan bentuk peran yang
diberikan guru di sekoah. Bentuk-bentuk peran peran orangtua tersebut antara
lain:
1) Orangtua sebagai motivator
Orangtua mempunyai tugas untuk memotivasi dalam mempelajari segala
hal. Motivasi yang diberikan bisa dalam bentuk memfasilitasi kebutuhan-
kebutuhan disekolah, pemberian spirit dalam bentuk pujian atau hadiah
attas prestasi yan diraih. Sekecil apapun hadiah itu sangat berharga uat
mereka karena dapat membuat mereka lebih bersemangat dan senang
dalam belajar, atau bisa juga menjadi pendamping mereka dalam belajar.
2) Orangtua sebagai Guru
Orangtua sebagai guru memiliki tugas mendidik dan mengajar anak-
anaknya. Oleh karena itu orangtua dituntut untuk bersikap lebih sabar
dalam membimbing dan mengarahkan mereka sebagaimana tugas guru di
sekolah sehingga saling melengkapi dan sangat membantu memecahkan
masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak-anak baik di
sekolah maupun di rumah.
17

3) Orangtua sebagai penegak disiplin


Orangtua bertugas menanamkan dan menegakkan kedisiplinan.
Pendisiplinan terhadap anak sangat penting, namun bukan berarti
pendisiplinan yang kaku. Anak perlu dibiasakan dalam hidup keteraturan.
Hubungannya dengan usaha meningkatan prestasi, orangtua dapat
membuatkan jadwal pembagian tugas dirumah dan jadwal belajar mereka.
Penerapan pendisiplinan secara teratur lama kelamaan akan dirasakan
anak, sehingga ia tidak merasa terikat oleh peraturan, namun akan
menjalaninya dengan rutin atas dasar kesadaran.
4) Orangtua sebagai pengontrol
Orangtua hendaknya selalu mengikuti perkembangan prestasi anak serta
mengontrol perilakunya yang baik di rumah maupun di sekolah dengan
melakukan pendekatn informasi dan kelompok informasi dan kelompok
musyawaroh antara guru dan orangtua. Dengan demikian orangtua dapat
mengetahui sebab-sebab dari maju mundurnya prestasi anak serta dapat
menyikapi problem yang dihadapi anak secara bijak
(www.jejakpendidikan.com).
Penanaman peranan orangtua yang diberikan terhadap anak, maka
orangtua juga harus berpedoman pada nilai-nilai budaya yang terdapat di dalam
masyarakat. Karena nilai budaya dalam masyrakat merupakan dasar segala
norma atau aturan yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga adapt istiadat ini
juga dapat mengikat anak dalam berprilaku dalam masyarakat. Dalam keluarga
inilah, nilai budaya menuntun pasangan suami istri ke dalam kehidupan keluarga
yang harmonis. Pada kehidupan keluarga, orangtua pada umunya mengharapkan
supaya anaknya tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik dan berbudi
pekerti luhur. Anak diharapkan tidak terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan
yang buruk, yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain, seperti
mabuk-mabukan, mencuri, berbuat asusila yang kesemuanya merupakan
tindakan amoral dan melanggar norma-norma yang berlaku dimasyarakat, hal
ini yang tidak diinginkan orangtua terjadi pada anak-anak mereka.
18

According to the Imam Ghazali, the child was the message for the person
who still was holy like the jewel, child's good and bad points depended on the
management that was given by the person to them (Syamsul Yusuf, 2003:34).
"Menurut Imam Al Ghazali, anak merupakan amanah orangtua yang masih
suci laksana permata, baik buruknya anak tergantung pada pembinaan yang
diberikan orangtua kepada mereka" (Syamsul Yusuf, 2003:34).
Ahmad D. Marimba (1980), mengartikan Pendidikan Islam sebagai
bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Kepribadian utama disini dimaksudkan sebagai kepribadian yang di dalamnya
terkarakter nilai-nilai Islam yang akan muncul setiap saat, sewaktu berpikir,
bersikap dan berperilaku. Dengan pendidikan Islam, orangtua berusaha secara
sadar memimpin dan mendidik anak diarahkan kepada perkembangan jasmani
dan rohani sehingga mampu membentuk kepribadian yang utama yang sesuai
dengan ajaran agama. Dari beberapa pendapat di atas, dalam skripsi ini penulis
memfokuskan pada pendidikan ibadah wudhu, shalat dan membaca Al Qur‟an.
(Mustaqim & Wahid, 2010: 16)
Aspek sosial dalam pendidikan sangat berperan pada pendidikan begitu
pun dengan aspek budaya dalam pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada
pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak
adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan
mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Secara sosiologi,
pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar
kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap
terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat
dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas
dari unsur sosial budaya.
Orangtua merupakan sumber yang paling penting dari pengetahuan tentang
pengelolaan pribadi keuangan, yang berarti orangtua harus memberi contoh
kepada responden dalam manajemen keuangan pribadi. Oleh karena itu,
orangtua harus aktif memberikan keuangan pendidikan anak-anak mereka dan
19

orangtua harus mengetahui dan memahami perkembangan produk dan jasa


keuangan. Orangtua perlu sadar bahwa perannya dalam pembelajaran keuangan
pada mengelola uang merupakan salah satu penentu kesuksesan anak di masa
mendatang, dimana dalam konteks keuangan anak dapat menjadi pribadi yang
mandiri.
Banyak orang setuju bahwa hidup hemat itu baik untuk dilakukan oleh
karena itu ketika sejak di bangku sekolah dan mungkin dalam keluarga, anak
perlu dididik untuk hidup dengan hemat. Ketika anak sudah menjalankan dan
tahu semua manfaat yang disebabkan dengan cara hidup berhemat kemudian
menyadari betapa besar manfaat ini, maka dengan sendirinya anak akan
menanamkan prinsip hidup hemat di dalam pola keseharian. Pola hidup hemat
menjadikan pribadi yang lebih matang dalam berfikir dan lebih berhati-hati
dalam bertindak atau mengambil keputusan ekonomi.
Sikap hidup hemat mengajarkan untuk lebih bijak dalam mengatur serta
mengelola keuangan. Tentunya tidak hanya itu, masih banyak lagi manfaat
dalam menjalani sikap hidup hemat, hingga anak dapat membagi manfaat hidup
hemat ke dalam tiga bagian besar berdasarkan orang yang menerima
keuntungannya. Manfaat untuk pribadi terbebas dari perasaan khawatir dengan
masalah keuangan, sikap hemat menunjukkan pribadi yang lebih bertanggung
jawab, lebih percaya diri dalam menghadapi masa depan, menjadi teladan yang
baik untuk keluarga dan sekitarnya.
Jika ingin mengelolah masalah keuangan menjadi lebih baik, maka perlu
menerapkan sikap hidup hemat. Menjadi lebih baik disini adalah dimana
keadaan keuangan lebih tertata dalam menggunakannya, sesuai dengan
kebutuhan yang urgent, serta pengaturan dana investasi keuangan sesuai dengan
yang diinginkan. Sikap hidup hemat perlu di terapkan sejak dini, dapat pula
ajarkan kepada anak sejak masih usia belia, misalnya dengan sikap hidup
menabung dan tidak menghabiskan keseluruhan uang jajan. Hal kecil semacam
itu dapat membentuk pribadi dan sifat hemat anak secara tidak langsung dan
akan terus berlanjut sampai pada saat anak sudah dewasa nanti. Sikap hidup
hemat tidak hanya bisa diterapkan pada orang dewasa atau usia yang sudah
20

matang, atau seseorang yang telah memiliki penghasilan saja. Namun bisa juga
diterapkan di segala usia, mulai dari usia dini pada anak-anak, usia remaja,
kehidupan orang yang yang telah berumah tangga, maupun untuk yang sedang
menikmati masa pensiun.
Disamping masalah status sosial ekonomi orangtua, ada hal lain yang
mempunyai pengaruh dalam perilaku konsumsi siswa yaitu pergaulan dengan
teman sebaya. Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat
menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam
persahabatan serta keikutsertaan dalam kelompok untuk mengkonsumsi suatu
produk terbaru yang dapat mengurangi intensitas dalam menerapkan sikap hidup
hemat. Sedangkan faktor yang menyebabkan tingginya perilaku konsumtif pada
remaja adalah hadirnya sebuah iklan, konformitas dan gaya hidup (Suyasa &
Fransiska, 2005).
Hubungan konformitas dengan perilaku kosumtif juga terjadi pada remaja
dengan cara mengikuti penampilan kelompok ataupun karena ingin diterima oleh
kelompok, misalnya merk ponsel yang sama atau tipe kendaraan yang sama.
Konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain
karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk konform pada kawan-
kawan sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja (Santrock, 2003:10).
Beberapa kendala yang menjadi penghambat orang tua dalam
menumbuhkan aktivitas keagamaan pada remaja diantaranya yaitu:
1) Adanya (gejala-gejala) perselisihan atau pertentangan antara
anak, terutama yang telah menginjak dewasa atau remaja, dengan
orang tuanya sehingga anak dikatakan tak patuh terhadap orang
tua, sedangkan orang tua dianggap tak dapat memahami tingkah laku si
anak. Sering terjadi perbedaan pendapat antara orang tua dan anak,
pilihan orang tua dengan anaknya berbeda, merupakan beberapa
contoh hal-hal yang menyebabkan pertentangan diantara anak dan
orang tua. Disini peran orang tua haruslah menyesuaikan dengan
kemauan sang anak, jika itu baik dan benar baginya.
21

2) Kurang terpenuhinya secara memadai kebutuhan-kebutuhan dan


perlengkapan-perlengkapan bagi pembinaan pertumbuhan dan
perkembangan di lingkungan keluarga, baik dari segi fisik, biologis
maupun dari sosial, psikologis, dan spiritual.
Kebutuhan remaja tentulah banyak, lingkungan sosial remaja yang
mempengaruhi kebutuhannya, contohnya motor, dewasa ini, remaja
menggunakan motor sebagai barang atau alat untuk bergaya dan
pamer, tanpa adanya keahlian khusus dalam berkendara dan surat-surat
berkendara, keadaan sosiallah yang menuntutnya memiliki dan
menaiki motor agar dirinya dipandang dalam lingkungan sosialnya.
3) Kebiasaan-kebiasaan tradisonal dan konvesional, terutama pada
keluarga-keluarga di lingkungan masyarakat daerah pedesaan,
seperti tradisi perkawinan usia muda, anak-anak disuruh kerja untuk
mendapatkan nafkah tambahan bagi keluarganya, dan sebagainya,
yang dalam batas tertentu merupakan kekangan serta hambatan bagi
pertumbuhan dan perkembangan generasi muda (Muhibbin Syah ,2014:19)

d. Fungsi orangtua
Fungsi orangtua (keluarga) adalah lading terbaik dalam memberikan nilai-
nilai agama. Orangtua memiliki peranan startegis dalam mentradisi ritual
keagamaan sehingga nilai-nilai agama dapat ditanamkan kedalam jiwa anak.
Kebiasaan dalammenjalankan ibadah misalnya puasa, shalat, infaq, shodaqoh
menjadi suri tauladan anak untuk mengikutinya. Fungsi keluarga disini berkaitan
langsung dengan aspek-aspek keagaaan, budaya, cinta, kasih, melindungi
reproduksi, sosialisasi, pendidikan, ekonomi dan membinaan keluarga (Djamrah,
2014: 22).
Menurut Berns (2004) fungsi keluarga dapat diklasifikasikan kedalam
fungsi-fungsi berikut:
22

1) Fungsi Biologis
Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas,
kesepakatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi
kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi: sandang, pangan,
papan,hubungan seksual suami istri dan reproduksi atau pengembangan
keturunan. Dalam memenuhi kebutuhan pangan, perlu diperhtikan tentang
kaidah “Halalan thoyyiban” (halal dan bergizi)
2) Fungsi Ekonomi
Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai kewajibanuntuk menafkahi
anggota keluarganya (anak, istri) harus berusaha guna mencapai
kesejahteraan, karena kesejahteraan keluarga sangat dibutuhkan agar
terbina suatu keluarga yang bahagia. Kesejahteraan keluarga tidak bisa
tercapai apabila orangtua tidak memenuhi kewajibannya, dalam bidang
ekonomi meliputi segala aspek keperluan anak seperti sandang pangan,
tempat tinggal yang baik serta biaya pendidikan, dalam keluarga harus
adakesadaran dan kerja sama yang baik antara ayah dan ibu, yaitu ayah
seelu sadar akan kewajiban untuk mencari dan memberi nafkah kepada
keluarganya dan seorang ibu atau istri harus selalau membanu suainya,
kesejahteraan ekonomi keluarga harus di jaga dengan baik, dan orangtua
sebagai penanggung jawab.
3) Fungsi Pendidikan
Menurut Hurlock(1956) dan pervin (1970) Keluraga merupakan
lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi
sebagai “transmeter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak.
Menurut UU No. 2 tahun 1989 Bab IV pasa 10 ayat 4: “Pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama,
nilai budaya, nilai nmoral dan keterampilan”. Berdasarkan pendapat dan
diktum undang-undang tersebut, maka fungsi keluraga dalam pendidikan
adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasaan nilai
agama, budaya dn keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.
23

4) Fungsi Sosialisasi
Keluarga merupakan penyemaian bagai masa depan, dan lingkungan
keluarga merupakan faktor penentu yang sangat mempengaruhi kualitas
generasiyang akan datang. Keluarga berfungsi sebgai miniatur masyarakat
yang mensosialisasikan nilai-nilai hidup dalam masyarakat yang harus di
laksanakanoleh para anggotanya. Keluarga merupkan lembaga yng
mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk disiplin dan mau
bekerja ama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat
orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan
yangheterogen.
5) Fungsi Perlindungan
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagipara anggotanya gangguan,
ancaman atau yang menimbulkan ketidak nyamanan para anggotanya.
6) Fungsi Rekreatif
Untuk melakukan fungsi ini, keluarga harus diciptakan
sebagailingkungan yang memberikan kenyamanan keceriaan, kehangatan
dan penuh semanagat bagi anggotanya sehubungan dengan halite, maka
keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi
rumah, hubungan komunikasi yang baik, makan bersama, berengkrama
dengan penuh suasana humor dan sebagainya.
7) Fungsi Agama
Keluarga berfungsi sebagai peranan nilai-nilai agama kepada anak agar
mereka memiliki pedoman hidup hidup yang benar. Peranan agama sangat
penting dalam pengembangan mental yang sehat, maka sepatutnyalah
dalam keluarga diciptakan situasi kehidupan yang agamis, seperti
memasang aksesoris rumah dengan kaligrafi atau lukisan yang bernuansa
keagamaan, shalat berjamah, membaca kitab suci, dan berakhlakul
karimah (Djamrah, 2014: 21).
Orang tua harus mengetahui fungsinya sebagai orang tua dalam
membentuk kepribadian dan tingkah laku anak-anaknya. Menurut ajaran Islam
orang tua fungsinya yaitu :
24

1) Orang tua sebagai pendidik keluarga


2) Orang tua sebagai pemelihara serta pelindung keluarga.
Bentuk peranan orang tua yang di berikan terhadap pendidikan anak
adalah : memberikan perhatian dengan cara mengikuti perkembangan anak dan
memberikan pengawasan tetapi tidak berarti membatasi kebebasan anak.
Diantara tugas orang tua adalah memelihara dan mendidik anaknya
hingga dewasa serta mengembangkan potensi kemampuan anak agar memiliki
kecakapan agar memproleh kesejahteraan hidup mereka.
Di kemukakan Syahminan Zaini (1989) bahwa “Anak sebagai rahmat
dan amanah-Nya kepada orang tua, orang tua bertanggung jawab terhadap
anaknya dengan bersyukur dan memeliharanya dalam arti luas”.
Dalam ajaran Islam sebagai mana hal ini telah di kemukakan dalam
sebuah hadits sebagai berikut :
ٌْ َ ‫ َح ُّق ْان َٕ ِنذَ َعهَٗ َٔا ِن ِذ ِِ ا‬.‫و‬.‫س ْٕ ُل هللاِ ص‬
ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ض هللاُ َع ُُّْ قَا َل‬
ِ ‫َع ٍْ اَبِٗ ُْ َري َْرة َ َر‬
)‫يُّحْ سٍَِ اِ ْس ًُُّ َٔيُزَ ّ ِٔ َجُّ اِرَا اَد َْركَ َٔيُعَ ِهّ ًُُّ ْان ِكت َابَُّ ( رٔاِ ابٕ َعيى‬
Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rosululloh Saw bersabda :
Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah membaguskan namanya,
mengawinkannya bila sudah berkehendak dan mengajarkan baca tulis”.
( HR Abi Na‟im)
Berdasarkan Hadits di atas maka dapat pahami bahwa orang tua memiliki
kewajiban terhadap anaknya di antaranya :
a) Membaguskan namanya, dimana nama tersebut merupakan salah satu
ciri-ciri dari sifat-sifat pribadi anak dan juga merupakan salah satu unsur
do‟a terhadap anaknya. Oleh karena itu kewajiban membaguskan namanya
adalah kewajiban yang harus di kerjakan oleh orang tua. Membaguskan
nama juga scara implikasi mengandung agar orang tua dapat mendidik
anak sifat pribadi yang baik yaitu membantu budi perkerti terhadap anak-
anak agar memiliki sifat yang mulia sesuai dengan tuntunan ajaran agama
Islam.
25

b) Mengawinkannya jika sudah berkehendak, Merupakan kewajiban orang


tua, supaya dengan perkawinan itu anak dapat terhindar dari kemaksiatan
dan dapat mencapai ketentraman hidup berumah tangga melalui
perkawinan, maka orang tua yang menuliskan sejarah hidup karena dari
perkawinan itulah anak akan mendapatkan ketujuan yang syah sebagai
penerus perjuangan orang tua dan menegakan ajaran agama Allah SWT.
c) Mengajarkan baca tulis, merupakan kewajiban orang tua supaya anaknya
memproleh ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk menjalankan kehidupan
di masa depan. Melalui baca tulis itulah potnsi anak dapat di kembangkan
sehingga menjadi orang yang pintar untuk memecahkan berbagai problema
hidupnya secara wajar.
Selain itu menurut Ulwan diantara tanggung jawab lain yang di pikul
diatas pundak para pendidik termasuk ayah ibu adalah “tanggung jawab
pendidikan fisik. Hal ini di maksudkan agar anak-anak tumbuh dewasa dengan
kondisdisi fisik yang kuat, sehat, bergairah, dan bersemangat.
Orang tua bertanggung jawab penuh dalam segala hal , Tanggung jawab
disini meliputi :
1) Memelihara dan mengembangkan kemanusiaan anak
2) Memenuhi keinginan Islam anak
3) Mengerahkan anak agar mempunyai arti bagi orang tuanya.
Secara jelas bahawa orang tua memeng memiliki kewajiban terhadap
anaknya ‫ل‬yaitu memelihara supaya anaknya kelak berguna bagi orabg tua,
bangsa dan negara.
Orang tua mempunyai tugas yang paling berat di dalam mengawasi atau
memperhatikan belajar anak dirumah sebab waktu terbanyak bagi anak berada di
rumah dekat dengan orangtuanya dan hanya sebagaian waktu saja anak berada di
rumah saja anak berada di sekolah berada pdalam pengawasan gurunya dan
selain itu semua menjadi tanggung jawab orang tua.
Dalam halm ini ulwan menyatakan :” Jika oarang tua meremehkan
kewajiban akan pendidikan anak-anak karena sibuk dengan karir dan seringnya
keluar rumah maka barang tentu pendidikan anak akan terbengkalai bahkan
26

secara tidak langsung mereka akan menjadi penyebab kerusakan umat, karena
orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya.

2. Perilaku Sosial Anak


a. Pengertian Perilaku Sosial Anak
Menurut Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena
perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori
“S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon (Notoatmodjo, 2005:113).
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2005, 114).
Sedangkan menurut Bandura, suatu formulasi mengenai perilaku dan
sekaligus dapat memberikan informasi bagaimana peran perilaku itu terhadap
lingkungan dan terhadap individu atau organisme yang bersangkutan. Formulasi
Bandura berwujud B= behavior. E=environment, P=person, atau organisme.
Perilaku lingkungan dan individu itu sendiri saling berinteraksi satu sama lain.
Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu sendiri,
disamping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan. Demikian pula
lingkungan, dapat mempengaruhi individu (Walgito, 2003).
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang
merupkan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia (Ibrahim, 2001).
Perilaku sosial merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
dikembangkan karena sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak
khususnya anak usia taman kanak-kanak. Pengembangan perilaku sosial pada
anak usai taman kanak-kanak merupakan salah satu aspek yang sangat
mendukung perkembangan anak khususnya perkembangan sosial.
27

Pada dasarnya penyesuaian diri anak memiliki dua aspek yaitu:


penyesuaian pribadi dan penyesuain sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek
tersebut akan diuraikan sebagai berikut :
a) Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan anak untuk menerima dirinya
sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan
lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa
kelebihan dan kekurangan dan mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi
dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya
rasa benci, lari dari kenyataan atau taggungjawab, dongkol, kecewa atau tidak
percaya pada kondisi dirinya.
Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan
atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa
kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan
penyesuaina pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan,
ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat
adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan.
Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud
dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus
melakukan penyesuaian diri.
b) Penyesuaian Sosial
Setiap anak hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut
terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses
tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan jumlah
aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu
psikologi sosial, proses ini dikenal dengan peroses penyesuaian sosial.
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup
dan berintraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup
hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah,
masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat
28

sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap


berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas
(masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang
individu (Enung, 2008: 208).
Apa yang diserap atau dipelajari anak dalam proses interaksi dengan
masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial
yang memungkinkan anak untuk mencapai penyesuian pribadi dan sosial dengan
cukup baik. Proses selanjutnya yang dilakuakn anak dalam penyesuaian sosial
adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial
kemasyarakatan.
Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan jumlah
ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu
dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial anak mulai berkenalan
dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya
sehingga menjadi perbaikan dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan
menjadi pola tingkah laku kelompok (Sarwono, 2008: 84).
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan anak
dalam rangka penyesuain sosial untuk menahan dan mengendalikan diri.
Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial,
berfungsi seperti pengawasan yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan.
Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang
berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan
kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh
masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh
masyarakat (Enung, 2008: 208).
Ahli lain berpendapat bahwa Aspek-aspek penyesuaian diri anak meliputi :
(1) Aspek afektif emosional meliputi: perasaan aman, percaya diri,
semangat, perhatian, tidak menghindar, mampu memberi dan menerima
cinta, berani.
29

(2) Aspek perkembangan intelektual atau kognitif, meliputi: kemampuan


memahami diri dan orang lain, kemampuan berkominikasi dan
kemampuan melihat kenyataan hidup.
(3) Aspek perkembangan sosial meliputi: mengembangkan potensi,
mandiri, fleksibel, partisifatip, dan bekerja sama (Zainun, 2002: 6).
Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari
perkawinan antar seorang perempuan dengan seorang laki – laki dengan tidak
menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak
pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. Anak juga merupakan cikal
bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita – cita
perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak
adalah aset bangsa. Masa depan bangsa dan negara dimasa yang akan datang
berada ditangan anak. Semakin baik kepribadian seorang anak maka semakin
baik pula kehidupan masa depan bangsa. Begitupun sebaliknya, apabila
kepribadian anak tersebut buruk maka akan bobrok pula kehidupan bangsa yang
akan datang.
Unicef mendefiniskan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0
sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum
berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan undang – undang perkawinan
menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006 : 19).
Definisi anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keturunan
kedua, yang menurut hukum mempunyai usia tertentu hingga hak dan
kewajibanya dianggap terbatas. Dalam hal ini yang dimaksud dengan anak disini
adalah anggota dalam suatu keluarga yang berasal dari keturunan orangtua
mereka yang keberadaanya merupakan bagian terpenting dalam memfokuskan
dalam pemberian bimbingan, arahan dan pemberian pendidikan serta tanggung
jawab orangtua lainnya. Selanjutnya dalam hukum perubahan pasal 1 (1)
Undang-Undang Pokok Perubahan (Undang-Undang No. 12 tahun 1948)
mendefinisikan anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 tahun
kebawah (Darwan 2003:3).
30

Perilaku sosial merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
dikembangkan karena sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak.
Pengembangan perilaku sosial pada anak merupakan salah satu aspek yang
sangat mendukung perkembangan anak khusunya perkembangan sosial. Perilaku
sosial adalah perilaku yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,
mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana
individu berada. Individu dengan perilaku sosial adalah individu yang
perilakunya mencerminkan tiga proses sosialisasi, sehingga mereka cocok
dengan kelompok teman mereka menggabungkan diri dan diterima sebagai
anggota kelompok. Adapun tiga proses sosialisasi yaitu belajar berprilaku yang
dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima dan
perkembangan sikap sosial.
Bila perilaku sosial anak, seperti yang dinilai berdasarkan standar
kelompoknya, memenuhi harapan kelompok, maka akan menjadi anggota yang
akan diterima kelompok. Anak yang menyesuaikan diri dengan baik terhadap
berbagai kelompok baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang
dewasa, secara sosial dianggap sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik. Anak harus menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap
orang lain, terhadap partisipasi sosial, dan terhadap perannya dalam kelompok
sosial, bila ingin dinilai sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan
baik secara sosial.
Belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial terkait dengan standar
dari setiap kelompok sosial tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat
bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima,
tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat
diterima. Memainkan peran sosial yang dapat diterima, dimana pola kebiasaan
setiap kelompok sosial yang telah ditentukan harus juga dapat dipatuhi oleh
anggotanya. Sedangkan perkembangan sikap sosial, berarti anak yang bergaul
harus menyukai orang dan aktivitas sosial yang ada di kelompok tersebut,
sehingga mereka dapat berhasil dalam penyesuaiann sosial dan dapat diterima
sebagai anggota kelompok tempat mereka menggabungkan diri.
31

Bila perilaku sosial anak, seperti yang dinilai berdasarkan standar


kelompoknya memenuhi harapan kelompok, maka akan menjadi anggota yang
akan diterima kelompok. Anak yang menyesuaikan diri dengan baik terhadap
berbagai kelompok, baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang
dewasa, secara sosial dianggap sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik. Anak harus menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap
orang lain, terhadap partisipasi sosial dan terhadap peranannya dalam kelompok
sosial, bila ingin dinilai sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan
baik secara sosial.

b. Jenis-jenis Perilaku Sosial


Jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya merupakan karakter atau ciri
kepribadian yang dapat teramati ketika seseorang berinteraksi denganorang lain.
Mislanya dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan berperilaku sosial
seseorang dalam berkelompok akan terlihat jelas diantara anggota kelompok
yang lain ( Soekanto 2004: 64-75).
Perilaku sosial terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Kehendak
Menurut W.I Thomas seseorang sosiologi dan psikologi sosial Amerika,
yang menggunakan suatu tipe kelompok yang disebutnya empat kehendak.jika
objek yang ingin diteliti seluk beluk suatu kelompok tertentu, maka yang
diselidiki tidak hanya aktifitas dan penyesuaiannya, tetapi juga perubahan yang
terjadi pada kehidupan bathiniahnya, baik siakap, kehenak, maupun
perasaannya.dengan demikian, diperlukan suatu klasifikasi kemana orang-orang
akan dimasukan, apakah pada suatu tipe atau berbagai tipe. Thomas mengakui
bahwa kehendak manusia sangat bervariasi bentuknya, namun ia mencoba untu
mengkalsifikasikannya, yaitu:
a) Kehendak untuk memiliki pengalaman
Menurut Thomas pengalaman menjadi ciri kehidupan awal manusia.
Dalam keadaanitu terjadi transformasi yang lambat dari araf asli ke yang rumit.
Keadaan demikian disebut pola mengejar kepentingan.
32

b) Kehendakakan keamanan
Kehendak ini didasarkan pada rasa takut akan kemungkinan terjadinya
cidera ataukematian yang terwujud dalam rasa malu atau keinginan untuk
melarikan diri. Individu yang dikuasai kehendak akan kemanan, biasanya
bersikap hati-hati, cenderung pada keadaan yang umum, pekerja sistematis.
c) Kehendak untuk ditanggapi
Kehendak ini timbul dari kecenderungan mencintai menghendaki
penghargaan, dan memberikan apresiasi. Perwujudan seperti kasih sayang ibu
terhadap anak akan tanggapan anak terhadap kasih sayang.
d) Kehendak untuk diakui
Kehendak ini terwujud dalam perjuangan untuk mendapatkan kedudukan
yang terpengaruh dalam kelompok sosial itu disebut sebagai keinginan pada
kedudukan sosial. Seseorang akan berusaha untuk mendaptkan tanggapan dan
pengakuan dengan cara berpura-pura sakit dan sebagainya. Motif-motif yang
dikaitkan dengan keinginan untuk diakui melalui kepentingan yang terpusat pada
diri sendiri yang disebut dengan kesobongan.
2) Kepentingan
Kepentingan dalam artiluas merupakan pasangansikap. Menuut R.M.
Maclever dalam bukunya yang berjudul Society: A textbook of Sociology
(1937) sikap merupakan keadaan subjektif jiwa yang menyangkut
kecenderungan untuk bertindak dengan car tertentu apabila ada stimulus. Sikap-
skap tersebut adalah rasa iri, kebencian, pengalaman, pemujaan, kepercayaan,
ketidak percayaan, dan sebagainya. Semua sikap berisikan objeksikap tersebut,
namun yang diberi arti sikap bukanlah objeknya, melainkan keadaan jiwa. Jika
pusat perhatian dialihkan dari subjek ke objek, maka yang dibicarakan
merupakan suatu objek kepentingan banyak orang.
Salah satu kondisi bagi pertumbuhan aktivitas yang teratur dan organisasi
diri adalah penciptaan kepentingan jangka panjang.munculnya perilaku yang
tidak sama sekali menyangkut kepentingan apapun dalam masyarakat
merupakan masalah yang penting setiap saat dihadapi oleh manusia itu terjadi
33

karena terdapat jarak yang cukup panjang antara saat orang melakukan aktivitas
pertama dengan langkah terakhir kegiatan itu (Winangsih 2012: 109)

c. Pembentukan Perilaku Sosial


Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukkan oleh sikap
sosialnya. Sikap adalah “suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang tertentu.
Perilaku seseorang dapat dibentuk atau dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya (Azhari, 2004:161)
Sedangkan menurut Lowrence Green (1980), perilaku ditentukan atau
terbentuk dari tiga faktor :
1) Faktor predisposisi ( predis posing factors ) terwujud dalam
a) pengetahuan
pengetahuan adalah hasiladari tahu yang terjadi melalui peroses sensori
khusus mata dan telinga terhadap obyek tertentu pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt
behavior). Perilaku yang dasari pegetahuan umumnya bersifat langgeng .
b) Sikap
sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek
baik yang bersifat intern maupun ekstren sehingga manifestasinya tidak dapat
langsung dilihat. Tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku
yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukan adanya kesesuaian
respon terhadapstimulus tertentu.
c) Nilai
nilai atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang.
Nilai atau norma yang telah dikenal luas ada empat, yaitu:
(1) Norma Agama ialah peraturan hidup yang harus diterima manusia
sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaran-ajaran yang
bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini
akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa” kelak
di akhirat.
34

(2) Norma Kesusilaan ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati
sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran
perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan
universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
(3) Norma Kesopanan ialah peraturan hidup yang timbul dalam pergaulan
antar manusia dalam masyarakat. Akibat dari pelanggaran terhadap norma
ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan
masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan
santun, tata krama atau adat istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi
seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat
(regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja.
Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi
masyarakat lain tidak demikian.
(4) Norma Hukum ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh
lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan
pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat
negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan,
yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama.
Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa,
sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap
pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat
dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara.
d) Kepercayaan
Seseorang yang mempunyaiatau meyakini sesuatu kepercayaan tertentu
akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang akan
berpengaruh terhadap keseatannya.
35

e) persepsi
persepsi merupakan proses yang menyatu dalam individu terhadap
stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau
individu sehingga merupakan sesuatu yang berart dan merupakan respon yang
menyeluruh dalam diri individu. Oleh karena itu dalam pengindraan yang akan
mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan
dengan objek. Persepsi pada individu akan menyadari tentang keadaan
sekitarnya dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik
tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang
dimilikinya.
2) Faktor pendukung ( enabling factors )
Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus
menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan
perubahan lingkungan yang baik. Faktor pendukung (enebling factor) mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku,
sehingga desebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.
3) Faktor pendorong ( reinforcement factors )
Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat terhadap
timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu
pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan motivasi, sebaliknya hukuman
dan pandangan negative seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya
perilaku (Notoatmodjo ,2005).

d. Bentuk – bentuk Perilaku Sosial


Berbagai bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang pada dasarnya
merupakan karakter atau ciri kepribadian yang dapat teramati ketika seseorang
berinteraksi dengan orang lain. Seperti dalam kehidupan berkelompok,
kecenderungan perilaku sosial seseorang yang menjadi anggota kelompok akan
36

terlihat jelas diantara anggota yang lainnya. Perilaku sosial dapat dilihat melalui
sifat – sifat dan pola respon antar pribadi, yaitu :
1) Kecenderungan perilaku peran
a) Sifat pemberani dan pengecut secara sosial
Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial biasanya dia suka
mempertahankan dan membela haknya, tidak malu – malu atau tidak segan
melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai norma di masyarakat dalam
mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan sifat
pengecut menunjukan perilaku atau keadaan sebaliknya, seperti kurang suka
mempertahankan haknya, malu dan segan berbuat untuk mengedepankan
kepentingannya.
b) Sifat berkuasa dan sifat patuh
Orang yang memiliki sifat sok berkuasa dalam perilaku sosial biasanya
ditunjukan oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi kepada
kekuatan, percaya diri, berkemauan keras, suka memberi perintah dan
memimpin langsung. Sedangkan sifat patuh atau penyerah menunjukan sifat
sebaliknya, misalnya kurang tegas dalam bertindak, tidak suka memberi
perintah dan tidak berorientasi kepada kekuatan dan kekerasan.
c) Sifat inisiatif secara sosial dan pasif
Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka menorganisasi
kelompok, tidak suka mempersoalkan latar belakang, suka memberi
masukan atau saran – saran dalam berbagai pertemuan, biasanya suka
mengambil alih kepemimpinan. Sedangkan sifat orang yang pasif secara
sosial ditunjukan oleh perilaku yang bertentangan dengan sifat orang yang
aktif misalnya perilakunya yang dominan diam, kurang berinisiatif , tidak
suka memberi saran atau masukan.
2) Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial
a) Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain
Orang yang memiliki sifat dapat diterima oleh orang lain
biasanya tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, loyal, dipercaya,
pemaaf dan tulus menghargai kelebihan orang lain. Sementara sifat orang
37

yang ditolak biasanya suak mencari kesalahan dan tidak mengakui


kelebihan orang lain.
b) Suka bergaul dan tidak suka bergaul
Orang yang suka bergaul biasanya memiliki hubungan sosial yang
baik, senang bersama dengan yang lain dan senang bepergian. Sedangkan
orang yang tidak suak bergaul menunjukkan sifat dan perilaku yang
sebaliknya.
c) Sifat ramah dan tidak ramah
Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka, mudah didekati
orang,dan suka bersosialisasi. Sedang orang yang tidak ramah cenderung
bersifat sebaliknya.
d) Simpatik atau tidak simpatik
Orang yang memiliki sifat simpatik biasanya peduli terhadap perasaan
dan keinginan orang lain, murah hati dan suka membela orang
tertindas.Sedangkan orang yang tidak simpatik menunjukkna sifat-sifat
yang sebaliknya.
3) Kecenderungan perilaku ekspresif
a) Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka bersaing (suka
bekerjasama)
Orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan sosial
sebagai perlombaan, lawan adalah saingan yang harus dikalahkan,
memperkaya dirisendiri. Sedangkan orang yang tidak suka bersaing
menunjukkan sifat-sifat yang sebaliknya.
b) Sifat agresif dan tidak agresif
Orang yang agresif biasanya suka menyerang orang lain baik
langsungataupun tidak langsung, pendendam, menentang atau tidak
patuh padapenguasa, suka bertengkar dan suka menyangkal. Sifat orang
yang tidak agresif menunjukkan perilaku yang sebaliknya.
38

c) Sifat kalem atau tenang secara sosial


Orang yang kalem biasanya tidak nyaman jika berbeda dengan orang
lain, mengalami kegugupan, malu, ragu-ragu, dan merasa terganggu jika
ditontonorang.
d) Sifat suka pamer atau menonjolkan diri
Orang yang suka pamer biasanya berperilaku berlebihan, suka mencari
pengakuan, berperilaku aneh untuk mencari perhatian orang lain.

e. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku Sosial Anak


Perilaku pada individu itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai
akibat dari stimulus yang diterima oleh seseorang baik eksternal maupun
internal. Namun berdasarkan temuan para ahli psikologi sosial perilaku
seseorang banyak disebabkan oleh pengaruh eksternal.
Meskipun perilaku dipengaruhi oleh stimulus dari luar, sesungguhnya
dalam diri seseorang ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang
diambilnya. Hubungan stimulus dan respons tidak berlangsung secara otomatis,
tetapi individu mengambil peran dalam menentukan perilakunya.
Menurut Baron & Byrne ada empat kategori utama yang dapat membentuk
perilaku sosial seseorang, yaitu:
1) Perilaku dan karakteristik orang lain
Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang
memiliki karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berprilaku
seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan
pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter
sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu. Pada aspek
ini, guru memegang peran penting sebagai sosok yang akan dapat
mempengaruhi pembentukan perilaku sosial siswa.
39

2) Proses kognitif
Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan
pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan
berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Misalnya seorang calon pelatih
yang terus berpikir agar kelak di kemudian hari menjadi pelatih yang baik,
menjadi idola bagi atletnya dan orang lain akan terus berupaya dan
berproses mengembangkan dan memperbaiki dirinya dalam perilaku
sosialnya.
3) Faktor lingkungan
Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial
seseorang. Misalnya orang yang berasal dari daerah pantai atau
pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras, maka perilaku sosialnya
seolah keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang terbiasa
lembut dan halus dalam bertutur kata.
4) Latar budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial
Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin
akan terasa berprilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan
masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda. Dalam konteks
pembelajaran pendidikan jasmani yang terpenting adalah saling
menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak (Winangsih, 2012)
Lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan
menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi
muda dan anak-anak. Misalnya, tidak dapat diabaikan pengaruh lingkungan
pergaulannya. Seseorang menjadi muslim atau nasrani atau agama lainnya
adalah karena lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosialnya Islam maka
seseorang bisa menjadi Islam dan apabila lingkungan sosialnya nasrani, maka
seseorang bisa menjadi nasrani pula, demikian seterusnya (Syureich, 1990: 37)
Lebih jauh lagi dapat dikatakan, bahwa lingkungan pergaulan sehari-hari
di masyarakat dapat menjadikan seseorang itu menjadi orang yang beriman atau
menjadi kafir. Demikian kuatnya pengaruh lingkungan pergaulan itu pada diri
seseorang, sehingga anak yang dididik baik-baik di rumah keluarganya bisa
40

menjadi anak yang anakal (brutal), yang membuat keresahan hidup bagi orang
tuanya.
Oleh karena itu orang tua harus selalu mengawasi lingkungan pergaulan
anak, terutama orang tua harus mampu memerhatikan teman-teman anaknya,
karena anak-anak sejak berumur kurang lebih 4 tahun sudah dapat bergaul
dengan orang-orang di luar lingkungan keluarganya. Dengan bergaul ini mereka
bisa mengembangkan kemampuan sosial dan kebutuhan berhubungan dengan
orang lain. Untuk itu orang tua wajib menaruh perhatian dengan siapa mereka
bergaul. Karena teman bergaul dapat memberikan pengaruh pada kepribadian
anak-anaknya. Oleh karena itu, sejak dini orang tua harus memberikan
bimbingan kepada anak-anaknya, bahkan jika mungkin kepada teman
bergaulnya. Sebab tidak jarang kita temukan anak-anak di rumah kita didik
dengan kejujuran, berbicara dengan sopan, bertingkahlaku hormat kepada orang
tuanya, tetapi setelah bergaul dengan teman-teman ternyata pulang membawa
kata-kata kotor dan berbau porno sehingga orang tua sering terkejut
mendengarkan kata-kata yang diucapkan anaknya di luar itu (Thalib, 1995: 97-
99).
Sebagai orang tua tidak dapat melepaskan anak begitu saja kepada
lingkungan sesuka dia. Pola hidup, budaya, perilaku serta sosial kita pertaruhi di
sini. Oleh sebab itu arahkanlah kepada lingkungan yang kondusif terhadap misi
pembinaan. Perhatikanlah lingkungan bermain, lingkungan sekolahnya,
lingkungan pergaulannya (Nasution, 2005: 75)
Berbagai dalil naqli mendorong kepada umat Islam untuk meciptakan
lingkungan yang indah, menarik dan menyenangkan yang kesemuanya itu baik
langsung atau tidak langsung berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan
Islam. Karena sesungguhnya pendidikan Islam itu dapat berlangsung dalam 3
kategori lingkungan, yaitu keluarga (rumah), sekolah dan masyarakat.
1) Rumah
Rumah adalah tempat pendidikan pertama kali bagi seorang anak dan
merupakan tempat yang paling berpengaruh terhadap pola hidup seorang
anak. Anak yang hidup di tengah keluarga yang harmonis, yang selalu
41

melakukan ketaatan kepada Allah SWT, sunnah-sunnah Rasulullah SAW


ditegakkan dan terjaga dari kemunkaran, maka ia akan tumbuh menjadi
anak yang taat dan pemberani. Oleh karena itu, setiap orang tua muslim
harus memperhatikan kondisi rumahnya. Ciptakan suasana yang islami,
tegakkan sunnah, dan hindarkan dari kemunkaran. Mohonlah pertolongan
kepada Allah agar anak-anak kita menjadi anak-anak yang bertauhid,
berakhlak dan beramal sesuai dengan sunnah Rasulullah serta mengikuti
jejak para salafush-shalih.
Di dalam Ihya „Ulumuddin (1957) tentang cara melatih anak pada budi
pekerti yang baik ia menyatakan:
“Ketahuilah, bahwa cara melatih anak itu sangat penting dan perlu
sekali. Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hati yang suci
adalah mutiara yang amat berharga, halus dan bersih dari ukiran dan
gambaran. Ia menerima semua yang dipengaruhkan kepadanya.”
Dari ungkapan di atas, jelas tergambar betapa besar pengaruh orang tua
(institusi keluarga) dalam membentuk pribadi anak, orang tua bisa
mewarnai anaknya dengan rupa apapun, sesuai dengan yang
dikehendakinya. Namun demikian ia bukanlah ujung dari adanya fitrah,
bahwa manusia iu mempunyai fitrah (sifat yang dibawa sejak lahir),
namun di dalam kehidupannya di dunia ini manusia dihadapkan kepada
hal-hal yang datang dari luar diri (eksternal) manusia itu sendiri yang bisa
mempngaruhi kecenderungan hatinya. (Syar‟I, 2005: 83)
Al-Ghazali (1957) lebih jauh mengungkapkan tentang pengaruh
lingkungan yang bukan hanya sebatas pada unsur manusia yang
mempengaruhi, tetapi unsur makanannya pun bisa mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Menanggapi hal ini, beliau
menyatakan bahwa anak hendaklah diawasi dari sejak awal kelahirannya,
jangan diserahkan kepada wanita yang sembarangan (tidak shaleh) untuk
mengasuh dan menyusuinya, anak harus diserahkan kepada wanita yang
shaleh, beragama dan makan dengan makanan yang halal untuk diasuh dan
disusui (Syar‟I, 2005: 83).
42

Menurut Mahjubah (1992: 13) bahwa masa kanak-kanak merupakan


periode yang menentukan dalam pembentukan kepribadian manusia, sebab
selama masa tersebut peranan keluarga bersifat mencakup segala hal.
Maka dari itu orang tua bertugas mendidik anak, dan dalam proses ini
agama Islam telah menegaskan peranan yang penting bagi para orang tua.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat At Tahrim ayat 6:
ً َ‫س ُك ْم َوأَ ْه ِلي ُك ْم ن‬
‫ارا‬ َ ُ‫قُوا أَ ْنف‬
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka”. [Q.S. At
Tahrim 66.6]
Sebagai orang tua yang proaktif kita harus memperhatikan benar hal-hal
yang berkenaan dengan perkembangan sang buah hati, amanah Allah.
Rasulullah juga memeberitahu betapa pentingnya
/ Urgensimendidikanaksejakdini, dalam hadits Rasulullah SAW :
ْ ‫ ُك ُّم َي ْٕنُ ْٕ ٍد ي ُْٕنَذ ُ َعهَٗ اْن ِف‬:‫س ْٕ ُل هللاِ ص‬
ِّ َِ‫ط َرةِ فَاَبَ َٕاُِ يُ َٓ ّٕدَا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫َع ٍْ اَبِٗ ْ َُري َْرة َ رض قَال‬
:2 ٖ‫ انبخار‬.‫ ْ َْم ت ََرٖ فِ ْي َٓا َجذْ َعا َء‬،َ‫ َك ًَث َ ِم اْنبَ ِٓ ْي ًَ ِت ت ُ ُْت َ ُج اْنبَ ِٓ ْي ًَت‬،ِّ َِ‫سا‬
َ ‫ص َراَِ ِّ ا َ ْٔ يُ ًَ ّج‬
ّ َُُ‫اَ ْٔ ي‬
401
“Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka hanya
kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya seorang yahudi
atau seorang nasrani atau seorang majusi”. [HR. Al-Bukhari juz 2,
hal. 104]
Dari hadits di atas jelaslah bahwa setiap bani adam yang terlahirkan di
dunia ini dalam keadaan fitrah (dalam keadaan islam), karena
sesungguhnya setiap bani adam sebelum ia terlahirkan ke dunia (masih
dalam kandungan), ia sudah berikrar dengan kalimat syahadat yaitu
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah
Subhanallahu wa Ta‟ala dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah
Subhanallahu wa Ta‟ala. Sedangkan yang menjadikan anak itu menjadi
seorang yahudi, nasrani, dan majusi melainkan itu semua karena peranan
dari kedua orangtuanya.

Oleh karena itulah orang tua harus berperan dalam pendidikan,


keamanan, dan pengawasan anak mereka. Pendidikan Islam merupakan
satu jaminan terhadap berbagai penyimpangan dan keburukan.
43

2) Sekolah
Lingkungan sekolah pun besar sekali pengaruhnya terhadap
pembentukan dan perkembangan pribadi anak. Menurut Al-Ghazali (1957)
bukan saja orang yang tidak punya cacat budi pekertinya yang bisa
dibentuk dan dikembangkan, anak yang berakhlak buruk pun bisa diubah
melalui pendidikan. Sehubungan dengan hal ini ia menunjukkan suatu cara
memperbaiki akhlak anak yang buruk melalui pendidikan di dalam Ihya
„Ulumuddin ia mengatakan:
“Anak-anak yang disia-siakan pada awal pertumbuhannya,
akhlaknya buruk, pendusta, pendengki, pencuri, peminta-minta, suka
berkata yang sia-sia, suka tertawa tidak pada tempatnya, penipu dan
banyak senda gurau. Sesungguhnya yang demikian itu dapat dijaga
dengan pendidikan. Masukkan ia ke madrasah, di sana ia akan
mempelajari Al-Quran dan hadits yang mengandung cerita-cerita dan
riwayat tentang seorang yang baik-baik. Supaya tertanam dalam
pikirannya kecintaan kepada orang-orang yang shaleh.”
3) Masyarakat
Lingkungan masyarakat pun demikian, akan turut mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Ia menunjukkan cara untuk
mengetahui kekurangan-kekurangan yang demikian seseorang terjun
langsung ke tengah-tengah masyarakat, bergaul dengan mereka. Di sana ia
akan melihat bermacam-macam perangai baik yang buruk maupun yang
berbudi baik.
Al-Ghazali (1957) mengungkapkan bahwa:“…ia bercampur baur dengan
manusia. Semua yang dilihatnya tercela di antara orang banyak itu, maka
hendaklah dicari pada dirinya sendiri dan disandarkannya padanya.
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu cermin mukmin yang lain.”
Kedua ungkapannya di atas tersirat di dalamnya pengaruh baik sekolah
maupun masyarakat terhadap pembentukan pribadi seseorang. Anak yang
bejat sekalipun selama anak itu mau mengintegrasikan dirinya ke tengah-
tengah masyarakat yang mayoritas berakhlak baik maka si anak berangsur-
44

angsur berubah sesuai dengan lingkungan di mana ia berada.


Mencermati pengaruh lingkungan pergaulan terhadap perilaku dan
pendidikan anak dalam pendidikan islam anak merupakan anugerah,
karena dan nikmat Allah yang terbesar yang harus dipelihara, sehingga
tidak terkontaminasi dengan lingkungan. Oleh karena itu, sebagai orang
tua, maka wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk
Allah dan rasul-Nya, dan menjauhkan anak-anak dari pengaruh buruk
lingkungan dan pergaulan. Wajib mencarikan lingkungan yang bagus dan
teman-teman yang istiqamah. Keluarga adalah lingkungan pertama dan
mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar dalam pendidikan
anak. Karena keluarga merupakan tempat pertama kali bagi tumbuh
kembangnya anak, baik jasmani maupun rohani. Keluarga sangat
berpengaruh dalam membentuk akidah, mental, spiriual dan kepribadian,
serta pola pikir anak. Yang kita tanamkan kewajiban yang diperintahkan
Allah, dan kesabaran dalam meninggalkan apa yang dilarang Allah.
Jangan biarkan anak-anak kita terpengauh oleh tingkah laku dan perangai
orang-orang yang rusak dan jahat; yang dengan sengaja membuat strategi
dan tipu daya untukmenghancurkan generasi umat Islam.
Orang tua seharusnya mengerti tujuan pendidikan keimanan bagi anak-
anaknya yang masih kecil itu, agar mereka tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang shaleh, yang memiliki iman dan takwa. Karena hanya
iman dan takwa yang kuatlah yang akan mampu mengendalikan diri
seseorang sehingga sanggup melakukan yang baik dan meninggalkan yang
buruk. Dengan demikian pendidikan agama sangat penting bagi manusia
(Tafsir, 2005: 65).

B. Kajian Penelitian Yang Relevan


1. Rina tahun 2016 yang berjudul “Partisipasi Orangtua terhadap
pembentukan perilaku sosial remaja di RW 01 Desa Kaliwulu Kecamatan
Plered Kabupaten Cirebon. Interaksi sosial remaja di RW 01 Desa
Kaliwulu Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon rata-rata sebesar 59,33
45

(cukup) artinya siswa cukup banyak berinteraksi dengan remaja yang


tergolong memiliki perilaku negative. Perilaku sosial di RW 01 Desa
Kaliwuluh Kecamatan Plered Kabupaten Cirebon rata-rata 50%, artinya
meski banyak siswa yang berinterkasi dengan remaja yang melakukan
tindakan negative, mereka hanya terpengaruh oleh perbuatan tersebut.
Pengaruh interaksi antara sosial remaja RW 01 Desa Kaliwulu Kecamatan
Plered Kabupaten Cirebon terhadap perilaku sosial sangat signifikan
sebesar (0,88%) artinya koefisien korelasi antara interaksi sosial remaja
terbilang sangat tinggi. Perbedaan dari penelitian yang saya kerjakan
dengan penelitian yang Rina kerjakan yaitu : Perilaku sosial pada anak.
Anak disini dapat diartikan anak dalam status keluarga dan umurnya juga
tidak dibatasi sedangkan pada penelitian yang Rina kerjakan yaitu perilaku
sosial pada remaja, dan terdapat batasan umur yaitu 13-17 tahun..
Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Rina dengan penelitian ini
yaitu pada metode yang digunakan dan teknik pengumpulan datanya.
Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan teknik
pengumpulan datanya dengan wawancara dan studi dokumentasi yang
terkait dengan permasalahan. Pada penelitian ini , penelitian yang telah
dilakukan Rina sangat membantu dan bermanfaat sebagai sumber
referensi.
2. Hesti Intan tahun 2006 yang berjudul “Upaya Ilmu Pendidikan Sosial
Terhadap Pemberontakan Perilaku Sosial Siswa (Studi Kasus di SMA
PGRI Babakan Kelas XI IPS Kabupaten Cirebon”. Upaya pembentukan
pembinaan guru ilmu pengetahuan sosial dalam menanggulangi perilaku
sosial siswa di SMK PGRI Babakan Kelas XI IPS Kabupaten Cirebon, ini
sudah dilakukan dan diterapkan di sekolah oleh guru tersebut , ini jelas
terlihat dengan jenis yang diperoleh adalah 69.75% (cukup) dan respon
siswa di SMA PGRI Babakan kurang menapatkan hasil yang maksimal ,
dengan hasil yang diperoleh sebanyak 36,82% (kurang baik). Jadi
hubungan antara upaya bentuk pembinaan guru ilmu pendidikan sosial dan
respon siswa terhadap pembentukan perilaku sosial ssiwa di SMA PGRI
46

Babakan Kecamatan Cirebon terdapat korelasi yang positif, hal ini terlihat
dari perhitungan korelasi yang mencapai nilai 0,16 (korelasi yang sangat
rendah ) perbedan penelitian ini adalah pada metode penelitiannya, Hesti
Intan menggunakan metode penelitian kuantitatif dimana tenik
penelitiannya menggunakan angket, sedangkan objek penelitiannya yaitu
anak SMA sedangkan metode penelitian yang saya gunakan adalah
kualitatif deskriptif dan objek penelitiannya yaitu anak dalam status
keluarga. Berdasarkan penelitian di atas yang telah dilakukan sangat
membantu dan bermanfaat bagi penelitian ini dalam cara penulisan sebagai
sumber yang dapat digunakan dalam penelitian ini.
Kelebihan penelitian yang penulis miliki Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian studi kasus yaitu salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial.
Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan
longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang
disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis
dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan
pelaporan hasilnya.
Dari kedua penelitian ini sebelumnya jelas tidak ada kesamaan 100%
dengan peneliatain yang saya lakukan hanya salah satu variabelnya
terdapat kesamaan. Hal itu bertujuan sebagai gambarran penelitian yang
akan diteliti, karena penelitian ini tidak memiliki kesamaan secara
keseluruhan dengan penelitian sebelumnya.

C. Kerangka Pikir
Keluarga merupakan lembaga sosialisasi yang pertama dan utama untuk
seorang anak. Melalui keluarga anak dapat belajar berbagai hal agar kelak dapat
melakukan penyesuaian diri dengan budaya di lingkungan tempat tinggalnya.
Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga.
Hubungan orangtua dan anak dibangun sejak usia dini, pada masa awal
kehidupannya anak mengembangkan hubungan emosi yang mendalam dengan
orangtua yang secara teratur merawat, melindungi memberikan kasih sayang,
47

memberikan pendidikan, memberikan rasa aman terhadap anak-anaknya agar


tumbuh dan berkembang dengan baik. Bahwa perkembangan kehidupan seorang
anak salah satunya ditentukan oleh orangtua, maka tanggung jawab orangtua
terhadap anak sangatlah penting bagi masa depan anak, karena seorang anak
bertumbuh kembang bersama orangtua.
Begitu pula dengan perilaku sosial di masyarakat, orangtua memiliki peran
penting untuk mendidik anak dalam berprilaku dan kehidupan individu dapat
berubah baik dari aspek fisik, psikis dan sosialnya begitu juga dengan anak,
seiring dengan berjalannya waktu. Struktur aspek aspek itu makin membentuk
jaringan struktur yang makin komplek, tidak terkecuali pada kehidupan anak.
Anak sering kali menunjukan susah diatur, mudah terangsang perasaanya dan
cenderung suka mencoba hal baru dan hal yang menantang bagi dirinya.
Sedangkan kepribadiannya belum amat matang atau dewasa. Menghadapi anak
ini dibutuhkan kesabaran dan pengarahan
Melalui pendidikan di rumah yaitu keluarga dan pendidikan di sekolah
maka akan terbentuklah kepribadian seseorang boleh dikatakan hampir seluruh
perilaku individu lainnya bersosialisasi sehingga tidak menuntut kemungkinan
akan menimbulkan gejala sosial yang terbentuk perilaku sosial yang
menyimpang dan kemudian akan menjadi suatu maslah sosial.
Hubungan perilaku sosial anak di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari,
manusia dituntut untuk berperilaku mulia, bahkan satu dengan yang lainnya
saling menasehati dan saling memberi petunjuk atau pertolongan dengan cara
yang dimilikinya.
48

Masalah :

Orangtua 1. Membangkang perintah orangtua.


2. Saling mengejek.
3. Merokok.
4. Berprilaku tidak jujur.

Pembentukan Ada 3 lingkungan:


Perilaku sosial anak :
Lingkungan keluarga
1. Berbakti kepada 1. Memberikan nasihat kepada anak.
orangtua. 2. Memberikan pendidikan.
3. Memberikan contoh kepada anak.
2. Menghormati / 4. Mengontrol anak.
Menghargai. 5. Memberikan hukuman kepada
3. Tidak merokok / anak.
Berhenti merokok. 6. Memberikan reward kepada anak.

4. Berprilaku jujur. Lingkungan sekolah


1. Membiasakan berbudaya senyum,
salam, sapa.
2. Membiasakan berbicara yang baik
dan sopan.
3. Mendidik siswa duduk dengan
sopan di kelas
Indikaator
4. Mendidik siswa makan sabil duduk
Berhasil / di tempat yang telah disediakan.
Tidak berhasil 5.Membimbing dan membiasakan
siswa sholat duha dan sholat dzuhur
berjamaah di sekolah.

Lingkungan Masyarakat
Gambar : 2.1 Kerangka Pikir
1. Membiasakan gotong royong.
2. Membiasakan anak tidak
membuang sampah dan meludah di
jalan, merusak atau mencoret
fasilitas umum.
3. menegur anak yang melakukan
perbuatan tidak baik.
49

Anda mungkin juga menyukai