LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Peran Orangtua (Ayah dan Ibu)
a. Pengertian Peran Orangtua
Kata “peran” diambil dari istilah teater dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kelompok-kelompok masyarakat. Arti peran adalah bagian yang
kita mainkan pada setiap keadaan dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan
diri kita dengan keadaan. Peranan (role) merupakan aspek yang dinamis dari
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.
Definisi Peran menurut Gross, Masson dan McEachern (1995) Peran
sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang
menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan
imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karna itu dapat dikatan bahwa
peraturan peran itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat.
Maksudnya, kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh
“masyarakat” di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peran-
peran lainnya. Kadang- kadang para ahli sosiologi menggambarkan peran-peran
dalam arti apa yang diharapkan dan dituntut oleh masyarakat. Talcoot Parsons
membedakan apa yang diharapkan oleh masyarakat Amerika terhadap para
pengusaha (Wirotomo. 2003:106).
Peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peran. Jadi peran menurut Soerjono Soekanto yaitu aspek
dinamis dari kedudukan (status) yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan
sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang apabila seseorang
melakukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan kedudukannya,
maka ia menjalankan suatu fungsi. Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan
9
10
sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan
tertentu. Kepribadian seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus
dijalankan (Soekanto, 2004:243)
Pengertian orangtua, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena
orangtua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian telah tergantikan oleh
keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
Orangtua atau ibu dan bapak memegang peran yang penting dan amat
berpengaruh atas pendidikan anak-anak. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah
yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya dan
biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan
tugasnya dengan baik dan penuh kasih sayang. Ibu merupakan orang yang mula-
mula dikenal anak yang menjadi temanya dan yang pertama untuk
dipercayainya.
Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan
membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang
menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat, sedangkan
pengertian orangtua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena
orangtua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan
oleh keluarga inti yang terdir dari ayah, ibu dan anak-anak. Menurut Gunarsa
dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua individu yang memainkan
peran penting yaitu peran ayah dan peran ibu, secara umum peran kedua
individu tersebut adalah :
2) Authoritarian;
Mengandung demanding dan unresponsive. Dicirikan dengan orangtua
yang selalu menuntut anak tanpa memberi kesempatan pada anak untuk
mengemukakan pendapatnya, tanpa disertai dengan komunikasi terbuka antara
orangtua dan anak juga kehangatan dari orangtua.
3) Permissive
Mengandung undemanding dan responsive. Dicirikan dengan orangtua
yang terlalu membebaskan anak dalam segala hal tanpa adanya tuntutan ataupun
kontrol, anak dibolehkan untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
4) Uninvolved;
Mengandung undemanding dan unresponsive. Dicirikan dengan orangtua
yang bersikap mengabaikan dan lebih mengutamakan kebutuhan dan keinginan
orangtua daripada kebutuhan dan keinginan anak, tidak adanya tuntutan,
larangan ataupun komunikasi terbuka antara orangtua dan anak. Untuk setiap
orangtua, penerapan pola asuhnya dapat berbeda-beda (Marini & Adriani,
2005:50)
Sedangkan pola asuh menurut Stewart dan Koch (1983) terdiri dari tiga
kecenderungan pola asuh orangtua yaitu :
1) Pola Asuh Otoriter
Orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri antara lain:
kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik. Orangtua
memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba
membentuk tingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung
mengekang keinginan anak.
Orangtua tidak mendorong serta member kesempatan kepada anak untuk
mandiri dan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung
jawab seperti anak dewasa. Orangtua yang otoriter cenderung memberi hukuman
terutama hukuman fisik. Orangtua yang otoriter amat berkuasa terhadap anak,
memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintah-
perintahnya. Dengan berbagai cara, segala tingkah laku anak dikontrol dengan
ketat.
14
According to the Imam Ghazali, the child was the message for the person
who still was holy like the jewel, child's good and bad points depended on the
management that was given by the person to them (Syamsul Yusuf, 2003:34).
"Menurut Imam Al Ghazali, anak merupakan amanah orangtua yang masih
suci laksana permata, baik buruknya anak tergantung pada pembinaan yang
diberikan orangtua kepada mereka" (Syamsul Yusuf, 2003:34).
Ahmad D. Marimba (1980), mengartikan Pendidikan Islam sebagai
bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Kepribadian utama disini dimaksudkan sebagai kepribadian yang di dalamnya
terkarakter nilai-nilai Islam yang akan muncul setiap saat, sewaktu berpikir,
bersikap dan berperilaku. Dengan pendidikan Islam, orangtua berusaha secara
sadar memimpin dan mendidik anak diarahkan kepada perkembangan jasmani
dan rohani sehingga mampu membentuk kepribadian yang utama yang sesuai
dengan ajaran agama. Dari beberapa pendapat di atas, dalam skripsi ini penulis
memfokuskan pada pendidikan ibadah wudhu, shalat dan membaca Al Qur‟an.
(Mustaqim & Wahid, 2010: 16)
Aspek sosial dalam pendidikan sangat berperan pada pendidikan begitu
pun dengan aspek budaya dalam pendidikan. Malah dapat dikatakan tidak ada
pendidikan yang tidak dimasuki unsur budaya. Materi yang dipelajari anak-anak
adalah budaya, cara belajar mereka adalah budaya, begitu pula kegiatan-kegiatan
mereka dan bentuk-bentuk yang dikerjakan juga budaya. Secara sosiologi,
pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi ke generasi, agar
kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat itu tetap
terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling dekat
dengan kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas
dari unsur sosial budaya.
Orangtua merupakan sumber yang paling penting dari pengetahuan tentang
pengelolaan pribadi keuangan, yang berarti orangtua harus memberi contoh
kepada responden dalam manajemen keuangan pribadi. Oleh karena itu,
orangtua harus aktif memberikan keuangan pendidikan anak-anak mereka dan
19
matang, atau seseorang yang telah memiliki penghasilan saja. Namun bisa juga
diterapkan di segala usia, mulai dari usia dini pada anak-anak, usia remaja,
kehidupan orang yang yang telah berumah tangga, maupun untuk yang sedang
menikmati masa pensiun.
Disamping masalah status sosial ekonomi orangtua, ada hal lain yang
mempunyai pengaruh dalam perilaku konsumsi siswa yaitu pergaulan dengan
teman sebaya. Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat
menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam
persahabatan serta keikutsertaan dalam kelompok untuk mengkonsumsi suatu
produk terbaru yang dapat mengurangi intensitas dalam menerapkan sikap hidup
hemat. Sedangkan faktor yang menyebabkan tingginya perilaku konsumtif pada
remaja adalah hadirnya sebuah iklan, konformitas dan gaya hidup (Suyasa &
Fransiska, 2005).
Hubungan konformitas dengan perilaku kosumtif juga terjadi pada remaja
dengan cara mengikuti penampilan kelompok ataupun karena ingin diterima oleh
kelompok, misalnya merk ponsel yang sama atau tipe kendaraan yang sama.
Konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain
karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk konform pada kawan-
kawan sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja (Santrock, 2003:10).
Beberapa kendala yang menjadi penghambat orang tua dalam
menumbuhkan aktivitas keagamaan pada remaja diantaranya yaitu:
1) Adanya (gejala-gejala) perselisihan atau pertentangan antara
anak, terutama yang telah menginjak dewasa atau remaja, dengan
orang tuanya sehingga anak dikatakan tak patuh terhadap orang
tua, sedangkan orang tua dianggap tak dapat memahami tingkah laku si
anak. Sering terjadi perbedaan pendapat antara orang tua dan anak,
pilihan orang tua dengan anaknya berbeda, merupakan beberapa
contoh hal-hal yang menyebabkan pertentangan diantara anak dan
orang tua. Disini peran orang tua haruslah menyesuaikan dengan
kemauan sang anak, jika itu baik dan benar baginya.
21
d. Fungsi orangtua
Fungsi orangtua (keluarga) adalah lading terbaik dalam memberikan nilai-
nilai agama. Orangtua memiliki peranan startegis dalam mentradisi ritual
keagamaan sehingga nilai-nilai agama dapat ditanamkan kedalam jiwa anak.
Kebiasaan dalammenjalankan ibadah misalnya puasa, shalat, infaq, shodaqoh
menjadi suri tauladan anak untuk mengikutinya. Fungsi keluarga disini berkaitan
langsung dengan aspek-aspek keagaaan, budaya, cinta, kasih, melindungi
reproduksi, sosialisasi, pendidikan, ekonomi dan membinaan keluarga (Djamrah,
2014: 22).
Menurut Berns (2004) fungsi keluarga dapat diklasifikasikan kedalam
fungsi-fungsi berikut:
22
1) Fungsi Biologis
Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas,
kesepakatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi
kebutuhan dasar biologisnya. Kebutuhan itu meliputi: sandang, pangan,
papan,hubungan seksual suami istri dan reproduksi atau pengembangan
keturunan. Dalam memenuhi kebutuhan pangan, perlu diperhtikan tentang
kaidah “Halalan thoyyiban” (halal dan bergizi)
2) Fungsi Ekonomi
Keluarga (dalam hal ini ayah) mempunyai kewajibanuntuk menafkahi
anggota keluarganya (anak, istri) harus berusaha guna mencapai
kesejahteraan, karena kesejahteraan keluarga sangat dibutuhkan agar
terbina suatu keluarga yang bahagia. Kesejahteraan keluarga tidak bisa
tercapai apabila orangtua tidak memenuhi kewajibannya, dalam bidang
ekonomi meliputi segala aspek keperluan anak seperti sandang pangan,
tempat tinggal yang baik serta biaya pendidikan, dalam keluarga harus
adakesadaran dan kerja sama yang baik antara ayah dan ibu, yaitu ayah
seelu sadar akan kewajiban untuk mencari dan memberi nafkah kepada
keluarganya dan seorang ibu atau istri harus selalau membanu suainya,
kesejahteraan ekonomi keluarga harus di jaga dengan baik, dan orangtua
sebagai penanggung jawab.
3) Fungsi Pendidikan
Menurut Hurlock(1956) dan pervin (1970) Keluraga merupakan
lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi
sebagai “transmeter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak.
Menurut UU No. 2 tahun 1989 Bab IV pasa 10 ayat 4: “Pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama,
nilai budaya, nilai nmoral dan keterampilan”. Berdasarkan pendapat dan
diktum undang-undang tersebut, maka fungsi keluraga dalam pendidikan
adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasaan nilai
agama, budaya dn keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.
23
4) Fungsi Sosialisasi
Keluarga merupakan penyemaian bagai masa depan, dan lingkungan
keluarga merupakan faktor penentu yang sangat mempengaruhi kualitas
generasiyang akan datang. Keluarga berfungsi sebgai miniatur masyarakat
yang mensosialisasikan nilai-nilai hidup dalam masyarakat yang harus di
laksanakanoleh para anggotanya. Keluarga merupkan lembaga yng
mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk disiplin dan mau
bekerja ama dengan orang lain, bersikap toleran, menghargai pendapat
orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan
yangheterogen.
5) Fungsi Perlindungan
Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagipara anggotanya gangguan,
ancaman atau yang menimbulkan ketidak nyamanan para anggotanya.
6) Fungsi Rekreatif
Untuk melakukan fungsi ini, keluarga harus diciptakan
sebagailingkungan yang memberikan kenyamanan keceriaan, kehangatan
dan penuh semanagat bagi anggotanya sehubungan dengan halite, maka
keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasi
rumah, hubungan komunikasi yang baik, makan bersama, berengkrama
dengan penuh suasana humor dan sebagainya.
7) Fungsi Agama
Keluarga berfungsi sebagai peranan nilai-nilai agama kepada anak agar
mereka memiliki pedoman hidup hidup yang benar. Peranan agama sangat
penting dalam pengembangan mental yang sehat, maka sepatutnyalah
dalam keluarga diciptakan situasi kehidupan yang agamis, seperti
memasang aksesoris rumah dengan kaligrafi atau lukisan yang bernuansa
keagamaan, shalat berjamah, membaca kitab suci, dan berakhlakul
karimah (Djamrah, 2014: 21).
Orang tua harus mengetahui fungsinya sebagai orang tua dalam
membentuk kepribadian dan tingkah laku anak-anaknya. Menurut ajaran Islam
orang tua fungsinya yaitu :
24
secara tidak langsung mereka akan menjadi penyebab kerusakan umat, karena
orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya.
Perilaku sosial merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
dikembangkan karena sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak.
Pengembangan perilaku sosial pada anak merupakan salah satu aspek yang
sangat mendukung perkembangan anak khusunya perkembangan sosial. Perilaku
sosial adalah perilaku yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,
mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana
individu berada. Individu dengan perilaku sosial adalah individu yang
perilakunya mencerminkan tiga proses sosialisasi, sehingga mereka cocok
dengan kelompok teman mereka menggabungkan diri dan diterima sebagai
anggota kelompok. Adapun tiga proses sosialisasi yaitu belajar berprilaku yang
dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima dan
perkembangan sikap sosial.
Bila perilaku sosial anak, seperti yang dinilai berdasarkan standar
kelompoknya, memenuhi harapan kelompok, maka akan menjadi anggota yang
akan diterima kelompok. Anak yang menyesuaikan diri dengan baik terhadap
berbagai kelompok baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang
dewasa, secara sosial dianggap sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik. Anak harus menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap
orang lain, terhadap partisipasi sosial, dan terhadap perannya dalam kelompok
sosial, bila ingin dinilai sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan
baik secara sosial.
Belajar berprilaku yang dapat diterima secara sosial terkait dengan standar
dari setiap kelompok sosial tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat
bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima,
tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat
diterima. Memainkan peran sosial yang dapat diterima, dimana pola kebiasaan
setiap kelompok sosial yang telah ditentukan harus juga dapat dipatuhi oleh
anggotanya. Sedangkan perkembangan sikap sosial, berarti anak yang bergaul
harus menyukai orang dan aktivitas sosial yang ada di kelompok tersebut,
sehingga mereka dapat berhasil dalam penyesuaiann sosial dan dapat diterima
sebagai anggota kelompok tempat mereka menggabungkan diri.
31
b) Kehendakakan keamanan
Kehendak ini didasarkan pada rasa takut akan kemungkinan terjadinya
cidera ataukematian yang terwujud dalam rasa malu atau keinginan untuk
melarikan diri. Individu yang dikuasai kehendak akan kemanan, biasanya
bersikap hati-hati, cenderung pada keadaan yang umum, pekerja sistematis.
c) Kehendak untuk ditanggapi
Kehendak ini timbul dari kecenderungan mencintai menghendaki
penghargaan, dan memberikan apresiasi. Perwujudan seperti kasih sayang ibu
terhadap anak akan tanggapan anak terhadap kasih sayang.
d) Kehendak untuk diakui
Kehendak ini terwujud dalam perjuangan untuk mendapatkan kedudukan
yang terpengaruh dalam kelompok sosial itu disebut sebagai keinginan pada
kedudukan sosial. Seseorang akan berusaha untuk mendaptkan tanggapan dan
pengakuan dengan cara berpura-pura sakit dan sebagainya. Motif-motif yang
dikaitkan dengan keinginan untuk diakui melalui kepentingan yang terpusat pada
diri sendiri yang disebut dengan kesobongan.
2) Kepentingan
Kepentingan dalam artiluas merupakan pasangansikap. Menuut R.M.
Maclever dalam bukunya yang berjudul Society: A textbook of Sociology
(1937) sikap merupakan keadaan subjektif jiwa yang menyangkut
kecenderungan untuk bertindak dengan car tertentu apabila ada stimulus. Sikap-
skap tersebut adalah rasa iri, kebencian, pengalaman, pemujaan, kepercayaan,
ketidak percayaan, dan sebagainya. Semua sikap berisikan objeksikap tersebut,
namun yang diberi arti sikap bukanlah objeknya, melainkan keadaan jiwa. Jika
pusat perhatian dialihkan dari subjek ke objek, maka yang dibicarakan
merupakan suatu objek kepentingan banyak orang.
Salah satu kondisi bagi pertumbuhan aktivitas yang teratur dan organisasi
diri adalah penciptaan kepentingan jangka panjang.munculnya perilaku yang
tidak sama sekali menyangkut kepentingan apapun dalam masyarakat
merupakan masalah yang penting setiap saat dihadapi oleh manusia itu terjadi
33
karena terdapat jarak yang cukup panjang antara saat orang melakukan aktivitas
pertama dengan langkah terakhir kegiatan itu (Winangsih 2012: 109)
(2) Norma Kesusilaan ialah peraturan hidup yang berasal dari suara hati
sanubari manusia. Pelanggaran norma kesusilaan ialah pelanggaran
perasaan yang berakibat penyesalan. Norma kesusilaan bersifat umum dan
universal, dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
(3) Norma Kesopanan ialah peraturan hidup yang timbul dalam pergaulan
antar manusia dalam masyarakat. Akibat dari pelanggaran terhadap norma
ini ialah dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan
masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan, kepatutan, atau kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat. Norma kesopanan sering disebut sopan
santun, tata krama atau adat istiadat. Norma kesopanan tidak berlaku bagi
seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dan setempat
(regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja.
Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi
masyarakat lain tidak demikian.
(4) Norma Hukum ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh
lembaga kekuasaan negara. Isinya mengikat setiap orang dan
pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat
negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan,
yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama.
Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa,
sanksinya berupa ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap
pelanggaran peraturan-peraturan hukum bersifat heteronom, artinya dapat
dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara.
d) Kepercayaan
Seseorang yang mempunyaiatau meyakini sesuatu kepercayaan tertentu
akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang akan
berpengaruh terhadap keseatannya.
35
e) persepsi
persepsi merupakan proses yang menyatu dalam individu terhadap
stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian,
penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau
individu sehingga merupakan sesuatu yang berart dan merupakan respon yang
menyeluruh dalam diri individu. Oleh karena itu dalam pengindraan yang akan
mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan
dengan objek. Persepsi pada individu akan menyadari tentang keadaan
sekitarnya dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik
tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang
dimilikinya.
2) Faktor pendukung ( enabling factors )
Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus
menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan
perubahan lingkungan yang baik. Faktor pendukung (enebling factor) mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku,
sehingga desebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.
3) Faktor pendorong ( reinforcement factors )
Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat terhadap
timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu
pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan motivasi, sebaliknya hukuman
dan pandangan negative seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya
perilaku (Notoatmodjo ,2005).
terlihat jelas diantara anggota yang lainnya. Perilaku sosial dapat dilihat melalui
sifat – sifat dan pola respon antar pribadi, yaitu :
1) Kecenderungan perilaku peran
a) Sifat pemberani dan pengecut secara sosial
Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial biasanya dia suka
mempertahankan dan membela haknya, tidak malu – malu atau tidak segan
melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai norma di masyarakat dalam
mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan sifat
pengecut menunjukan perilaku atau keadaan sebaliknya, seperti kurang suka
mempertahankan haknya, malu dan segan berbuat untuk mengedepankan
kepentingannya.
b) Sifat berkuasa dan sifat patuh
Orang yang memiliki sifat sok berkuasa dalam perilaku sosial biasanya
ditunjukan oleh perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi kepada
kekuatan, percaya diri, berkemauan keras, suka memberi perintah dan
memimpin langsung. Sedangkan sifat patuh atau penyerah menunjukan sifat
sebaliknya, misalnya kurang tegas dalam bertindak, tidak suka memberi
perintah dan tidak berorientasi kepada kekuatan dan kekerasan.
c) Sifat inisiatif secara sosial dan pasif
Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka menorganisasi
kelompok, tidak suka mempersoalkan latar belakang, suka memberi
masukan atau saran – saran dalam berbagai pertemuan, biasanya suka
mengambil alih kepemimpinan. Sedangkan sifat orang yang pasif secara
sosial ditunjukan oleh perilaku yang bertentangan dengan sifat orang yang
aktif misalnya perilakunya yang dominan diam, kurang berinisiatif , tidak
suka memberi saran atau masukan.
2) Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial
a) Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain
Orang yang memiliki sifat dapat diterima oleh orang lain
biasanya tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, loyal, dipercaya,
pemaaf dan tulus menghargai kelebihan orang lain. Sementara sifat orang
37
2) Proses kognitif
Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan
pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan
berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Misalnya seorang calon pelatih
yang terus berpikir agar kelak di kemudian hari menjadi pelatih yang baik,
menjadi idola bagi atletnya dan orang lain akan terus berupaya dan
berproses mengembangkan dan memperbaiki dirinya dalam perilaku
sosialnya.
3) Faktor lingkungan
Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial
seseorang. Misalnya orang yang berasal dari daerah pantai atau
pegunungan yang terbiasa berkata dengan keras, maka perilaku sosialnya
seolah keras pula, ketika berada di lingkungan masyarakat yang terbiasa
lembut dan halus dalam bertutur kata.
4) Latar budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial
Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin
akan terasa berprilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan
masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda. Dalam konteks
pembelajaran pendidikan jasmani yang terpenting adalah saling
menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak (Winangsih, 2012)
Lingkungan mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk dan
menentukan perubahan sikap dan perilaku seseorang, terutama pada generasi
muda dan anak-anak. Misalnya, tidak dapat diabaikan pengaruh lingkungan
pergaulannya. Seseorang menjadi muslim atau nasrani atau agama lainnya
adalah karena lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosialnya Islam maka
seseorang bisa menjadi Islam dan apabila lingkungan sosialnya nasrani, maka
seseorang bisa menjadi nasrani pula, demikian seterusnya (Syureich, 1990: 37)
Lebih jauh lagi dapat dikatakan, bahwa lingkungan pergaulan sehari-hari
di masyarakat dapat menjadikan seseorang itu menjadi orang yang beriman atau
menjadi kafir. Demikian kuatnya pengaruh lingkungan pergaulan itu pada diri
seseorang, sehingga anak yang dididik baik-baik di rumah keluarganya bisa
40
menjadi anak yang anakal (brutal), yang membuat keresahan hidup bagi orang
tuanya.
Oleh karena itu orang tua harus selalu mengawasi lingkungan pergaulan
anak, terutama orang tua harus mampu memerhatikan teman-teman anaknya,
karena anak-anak sejak berumur kurang lebih 4 tahun sudah dapat bergaul
dengan orang-orang di luar lingkungan keluarganya. Dengan bergaul ini mereka
bisa mengembangkan kemampuan sosial dan kebutuhan berhubungan dengan
orang lain. Untuk itu orang tua wajib menaruh perhatian dengan siapa mereka
bergaul. Karena teman bergaul dapat memberikan pengaruh pada kepribadian
anak-anaknya. Oleh karena itu, sejak dini orang tua harus memberikan
bimbingan kepada anak-anaknya, bahkan jika mungkin kepada teman
bergaulnya. Sebab tidak jarang kita temukan anak-anak di rumah kita didik
dengan kejujuran, berbicara dengan sopan, bertingkahlaku hormat kepada orang
tuanya, tetapi setelah bergaul dengan teman-teman ternyata pulang membawa
kata-kata kotor dan berbau porno sehingga orang tua sering terkejut
mendengarkan kata-kata yang diucapkan anaknya di luar itu (Thalib, 1995: 97-
99).
Sebagai orang tua tidak dapat melepaskan anak begitu saja kepada
lingkungan sesuka dia. Pola hidup, budaya, perilaku serta sosial kita pertaruhi di
sini. Oleh sebab itu arahkanlah kepada lingkungan yang kondusif terhadap misi
pembinaan. Perhatikanlah lingkungan bermain, lingkungan sekolahnya,
lingkungan pergaulannya (Nasution, 2005: 75)
Berbagai dalil naqli mendorong kepada umat Islam untuk meciptakan
lingkungan yang indah, menarik dan menyenangkan yang kesemuanya itu baik
langsung atau tidak langsung berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan
Islam. Karena sesungguhnya pendidikan Islam itu dapat berlangsung dalam 3
kategori lingkungan, yaitu keluarga (rumah), sekolah dan masyarakat.
1) Rumah
Rumah adalah tempat pendidikan pertama kali bagi seorang anak dan
merupakan tempat yang paling berpengaruh terhadap pola hidup seorang
anak. Anak yang hidup di tengah keluarga yang harmonis, yang selalu
41
2) Sekolah
Lingkungan sekolah pun besar sekali pengaruhnya terhadap
pembentukan dan perkembangan pribadi anak. Menurut Al-Ghazali (1957)
bukan saja orang yang tidak punya cacat budi pekertinya yang bisa
dibentuk dan dikembangkan, anak yang berakhlak buruk pun bisa diubah
melalui pendidikan. Sehubungan dengan hal ini ia menunjukkan suatu cara
memperbaiki akhlak anak yang buruk melalui pendidikan di dalam Ihya
„Ulumuddin ia mengatakan:
“Anak-anak yang disia-siakan pada awal pertumbuhannya,
akhlaknya buruk, pendusta, pendengki, pencuri, peminta-minta, suka
berkata yang sia-sia, suka tertawa tidak pada tempatnya, penipu dan
banyak senda gurau. Sesungguhnya yang demikian itu dapat dijaga
dengan pendidikan. Masukkan ia ke madrasah, di sana ia akan
mempelajari Al-Quran dan hadits yang mengandung cerita-cerita dan
riwayat tentang seorang yang baik-baik. Supaya tertanam dalam
pikirannya kecintaan kepada orang-orang yang shaleh.”
3) Masyarakat
Lingkungan masyarakat pun demikian, akan turut mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Ia menunjukkan cara untuk
mengetahui kekurangan-kekurangan yang demikian seseorang terjun
langsung ke tengah-tengah masyarakat, bergaul dengan mereka. Di sana ia
akan melihat bermacam-macam perangai baik yang buruk maupun yang
berbudi baik.
Al-Ghazali (1957) mengungkapkan bahwa:“…ia bercampur baur dengan
manusia. Semua yang dilihatnya tercela di antara orang banyak itu, maka
hendaklah dicari pada dirinya sendiri dan disandarkannya padanya.
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu cermin mukmin yang lain.”
Kedua ungkapannya di atas tersirat di dalamnya pengaruh baik sekolah
maupun masyarakat terhadap pembentukan pribadi seseorang. Anak yang
bejat sekalipun selama anak itu mau mengintegrasikan dirinya ke tengah-
tengah masyarakat yang mayoritas berakhlak baik maka si anak berangsur-
44
Babakan Kecamatan Cirebon terdapat korelasi yang positif, hal ini terlihat
dari perhitungan korelasi yang mencapai nilai 0,16 (korelasi yang sangat
rendah ) perbedan penelitian ini adalah pada metode penelitiannya, Hesti
Intan menggunakan metode penelitian kuantitatif dimana tenik
penelitiannya menggunakan angket, sedangkan objek penelitiannya yaitu
anak SMA sedangkan metode penelitian yang saya gunakan adalah
kualitatif deskriptif dan objek penelitiannya yaitu anak dalam status
keluarga. Berdasarkan penelitian di atas yang telah dilakukan sangat
membantu dan bermanfaat bagi penelitian ini dalam cara penulisan sebagai
sumber yang dapat digunakan dalam penelitian ini.
Kelebihan penelitian yang penulis miliki Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian studi kasus yaitu salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial.
Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan
longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang
disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis
dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan
pelaporan hasilnya.
Dari kedua penelitian ini sebelumnya jelas tidak ada kesamaan 100%
dengan peneliatain yang saya lakukan hanya salah satu variabelnya
terdapat kesamaan. Hal itu bertujuan sebagai gambarran penelitian yang
akan diteliti, karena penelitian ini tidak memiliki kesamaan secara
keseluruhan dengan penelitian sebelumnya.
C. Kerangka Pikir
Keluarga merupakan lembaga sosialisasi yang pertama dan utama untuk
seorang anak. Melalui keluarga anak dapat belajar berbagai hal agar kelak dapat
melakukan penyesuaian diri dengan budaya di lingkungan tempat tinggalnya.
Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga.
Hubungan orangtua dan anak dibangun sejak usia dini, pada masa awal
kehidupannya anak mengembangkan hubungan emosi yang mendalam dengan
orangtua yang secara teratur merawat, melindungi memberikan kasih sayang,
47
Masalah :
Lingkungan Masyarakat
Gambar : 2.1 Kerangka Pikir
1. Membiasakan gotong royong.
2. Membiasakan anak tidak
membuang sampah dan meludah di
jalan, merusak atau mencoret
fasilitas umum.
3. menegur anak yang melakukan
perbuatan tidak baik.
49