Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Peranan Orang Tua


2.1.1 Pengertian Peranan
Secara umum peranan adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang terkait
oleh kedudukannya dalam struktur sosial atau kelompok sosial di masyarakat, artinya
setiap orang memiliki peranan masing-masing sesuai dengan kedudukan yang ia
miliki.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Peran berarti perangkat tingkah
atau karakter yang diharapkan atau dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam
masyarakat, sedangkan peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam
suatu peristiwa”.
Menurut Livinson dalam Soerjono Soekanto (2007:213) menyebutkan bahwa
peranan mencakup tiga hal, yaitu : Pertama : Peranan meliputi norma-norma yang
diungkapkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam
arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan masyarakat. Kedua : Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat
dilakukan oleh individu masyarakat sebagai individu. Ketiga : Peranan juga dapat
dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur sosial masyarakat.

2.1.2 Pengertian Orang Tua


Orang tua berperan dalam pendidikan anak untuk menjadikan generasi muda
berkedudukan. Menurut Abu Ahmadi dalam Hendi Suhendi dan Ramdani Wahtu
(2001 : 4), penjelasan tentang orang tua dalam pendidikan sebagai berikut, Setelah
sebuah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada didalamnya memiliki tugas
masing-masing. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga
inilah yang disebut fungsi. Jadi fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas
yang harus dilakukan didalam atau diluar keluarga. Fungsi disini mengacu pada
peranan individu dalam mengetahui, yang pada akhirnya mewujudkan hak dan
kewajiban.
Didalam lingkungan keluarga orang tualah yang bertanggung jawab dalam
suatu keluarga atau rumah tangga, dan sudah layaknya apabila orang tua mencurahkan
perhatian dan bimbingan untuk mendidik anak agar supaya anak tersebut memperoleh

1
dasar - dasar dan pola pergaulan hidup pendidikan yang baik dan benar, melalui
penanaman disiplin dan kebebasan secara serasi.
Menurut Miami dalam Zaldy Munir ( 2010 : 2 ) dikemukakan bahwa “Orang
tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk
memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak - anak yang dilahirkannya”.
Sedangkan menurut Widnaningsih dalam Indah Pertiwi ( 2010 : 15 ) menyatakan
bahwa “orang tua merupakan seorang atau dua orang ayah - ibu yang bertanggung
jawab pada keturunannya semenjak terbentuknya hasil pembuahan atau zigot baik
berupa tubuh maupun sifat - sifat moral dan spiritual”. Berdasarkan beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab
yang berat dalam memberikan bimbingan kepada anak - anaknya, tokoh ayah dan ibu
sebagai pengisi hati nurani yang pertama harus melakukan tugas yang pertama adalah
membentuk kepribadian anak dengan penuh tanggung jawab dalam suasana kasih
sayang antara orang tua dengan anak.

2.1.3 Peran Orang Tua Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak


Banyak pendapat yang dikemukakan oleh ahli mengenai konsep pengertian
orang tua, yaitu menurut Miami yang dikutip oleh Kartini Kartono, dikemukakan
“Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia
untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang
dilahirkannya.“ .Menurut Thamrin Nasution, Orang tua adalah setiap orang yang
bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam
kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.Ahli psikologi lainnya yaitu Ny.
Singgih D Gunarsa dalam bukunya psikologi untuk keluarga menga takan, “Orang tua
adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa
pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan sehari-hari.
Setiap pengalaman yang dilakui anak, baik melalui penglihatan, pendengaran,
maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.
Setiap orang tua tentunya menginginkan memiliki anak yang sehat baik jasmani
maupun rohani, untuk mencapai hal tersebut tentunya perlu dilatih dan didik sehingga
tercapai apa yang diinginkan
Orang tua harus bisa mendengar dan memahami perasaan anak, dan hindari
untuk memojokkan anak jika ia melakukan kesalahan, Orangtua juga harus dapat
memberikan batasan terhadap keinginan anak. "Dan jika ingin memenuhi keinginan

2
anak, sebisanya orang tua memberi persyaratan untuk memacu anak berusaha,
menunda keinginan anak, bukan berarti harus menghalangi semua keinginannya, tapi
menentukan prioritas kebutuhannya. Biasakan orangtua mengajak anak untuk
berdialog dalam upaya menyelesaikan masalah seraya menunjukkan kerugian dari
rasa amarah yang berlebihan. Orangtua yang mampu menahan dan mengelola
amarahnya dapat menjadi teladan bagi anak, sehingga anak juga dapat menahan rasa
amarah mereka jika menemui masalah yang bertentangan dengan kehendaknya.
Orang tua hendaknya mengajarkan anak untuk mendengar aktif sehingga ia
terbiasa memahami perasaan orang lain. "Ini penting, karena setiap orang pasti ingin
didengar perasaannya. Rasa empati wajib diajarkan kepada anak dengan
mempergunakan berbagai kesempatan untuk melihat orang lain dalam beragam
keadaan. "Memelihara binatang kesayangan juga dapat memotivasi anak memahami
perasaannya dan ini dapat menjadi bekal baginya untuk belajar memahami orang lain.

2.1.4 Mengembangkan Potensi dan Kreativitas Anak.


Orang tua mendukung pertumbuhan intelektual anak, pendidikan merupakan
proses seumur hidup yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Masa usia 0-5 tahun merupakan masa di mana anak belajar lebih cepat
dibandingkan dengan tahap usia selanjutnya.
Sumbangan yang termasuk paling penting dari orang tua terhadap
perkembangan anak adalah menjamin dan menyakinkan bahwa anak mendapat
kesempatan untuk memperoleh banyak pengalaman yang beragam. Mereka perlu
menyadari bahwa setiap individu mempunyai profil kemampuan dan kecerdasan
yang berbeda-beda.
Semua anak mempunyai bakatnya masing-masing, sebagian berhasil
mengembangkannya, sedangkan yang lain tidak menyadari bakat yang mereka
miliki. Ada yang pandai bernyanyi, memasak, melukis, menulis. Setiap potensi
membutuhkan tempat untuk mengekspresikannya.dan masa kanak-kanak adalah
masa yang tepat untuk memunculkan bakat-bakat itu. Jika anak didukung sejalan
dengan kecenderungan alaminya, dia akan mengembangkan bakatnya itu dan
menjadi orang yang berhasil.
Orang tua sebaiknya mampu melihat beberapa kelebihan pada anaknya baik
yang tampak secara kasat mata maupun berupa bakat terpendam. Orang tua

3
hendaknya lebih memfokuskan perhatian pada kelebihan yang dimiliki anak dan
mengarahkannya ke arah yang tepat.
Menurut Shapiro (Arya, 2008) peran orang tua dalam memotivasi bakat dan
minat anak antara lain dapat dilakukan dengan cara : Pertama : Mengajarkan anak
untuk mengharapkan keberhasilan. Kedua : Sesuaikan pendidikan anak dengan
minat dan gaya belajarnya. Ketiga : Anak harus belajar bahwa diperlukan keuletan
untuk mencapai keberhasilan.Keempat : Anak harus belajar bertanggung jawab dan
belajar menghadapi kegagalan.

2.1.5 Orang tua sebagai model


Semua orang dewasa dapat menjadi model bagi anak: guru, anggota
keluarga, teman orantua, atau kakek-nenek, tetapi model yang paling penting
adalah orang tua yang kreatif yang memusatkan perhatian terhadap bidang
minatnya yang menunjukkan keahlian dan displin diri dalam bekerja, semangat
dan motivasi internal. Contoh, Albert Einstein mulai membaca buku sains populer
ketika masih kecil karena seorang mahasiswa kedokteran yang seminggu sekali
berkunjung ke rumahnya memberikan buku-buku itu.
Orang tua dapat membantu anak menemukan potensi dan minat-minat
mereka yang paling mendalam dengan mendorong anak melakukan kegiatan
beragam. Orang tua hendaknya dapat menghargai minat intrinsik anak, dan
menunjukkan perhatian dengan melibatkan diri secara intelektual dengan anak,
mendiskusikan masalah, mempertanyakan, menjajaki dan mengkaji.
Potensi dan kreativitas anak akan berkembang baik jika orang dewasa
maupun anak mempunyai kebiasaan-kebiasaan kreatif. Misalnya, kebiasaan
mempertanyakan apa yang dilihat, mempunyai pandangan baru, menemukan cara
lain untuk melakukan sesuatu, dan bersibuk diri secara kreatif sebanyak mungkin.

2.1.6 Faktor penentu sikap orang tua dan dampaknya terhadap perkembangan anak.
Beberapa faktor penentu bagaimana sikap orang tua secara langsung yang
mempengaruhi perkembangan anaknya adalah : Pertama : Kebebasan, orangtua
yang percaya untuk memberikan kebebasan kepada anak cenderung mempunyai
anak kreatif. Tidak otoriter, tidak membatasi kegiatan anak dan mereka tidak
cemas mengenai anak mereka. Kedua : Respek, biasanya anak yang cerdas dan
kreatif mempunyai orangtua yangmenghormati mereka sebagai individu, percaya

4
akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan anak. Anak-anak ini secara
alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu yang
original. Ketiga : Kedekatan emosi yang sedang, kreativitas anak dapat dihambat
dengan suasana emosi yang mencerminkan rasa permusuhan, penolakan, atau rasa
terpisah. Tetapi keterikatan emosi yang berlebih juga tidak menunjang
pengembangan kreativitas anak. Anak perlu merasa bahwa ia diterima dan
disayangi tetapi seyogyanya tidak menjadi terlalu tergantung kepada orangtua.
Keempat : Prestasi, bukan angka, orang tua menghargai prestasi anak, mereka
mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karya - karya
yang baik. Bagi mereka mencapai angka tertinggi kurang penting dibandingkan
imajinasi dan kejujuran. Kelima : Orang tua aktif dan mandiri, sikap orangtua
terhadap diri sendiri amat penting, karena orang tua menjadi model utama bagi
anak. Orang tua merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak mempedulikan
status social, dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial. Keenam :
Menghargai kreativitas, anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari
orangtua untuk melakukan hal-hal yang kreatif. Charles Dickens, penulis buku
cerita anak yang ternama, sering mengunjungi teater ketika ia masih anak; ayahnya
sering bercerita kepadanya, dan pengasuhnya sering menceritakan cerita yang
seram sebelum tidur.

2.1.7 Sikap orangtua yang menunjang pengembangan potensi anak.


Dari berbagai penelitian diperoleh hasil bahwa sikap orang tua yang memupuk
potensi anak adalah : Pertama : Menghargai pendapat anak dan mendorongnya
untuk mengungkapkannya. Kedua : Memberi waktu kepada anak untuk berpikir,
merenung, dan berkhayal. Ketiga : Membolehkan anak untuk mengambil
keputusan sendiri. Keempat : Mendorong anak untuk banyak bertanya. Kelima :
Menyakinkan anak bahwa orangtua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan
dan dihasilkan. Keenam : Menunjang dan mendorong kegiatan anak. Ketujuh :
Menikmati keberadaannya bersama anak. Kedelapan : Memberi pijian yang
sungguh-sungguh kepada anak. Kesembilan : Mendorong kemandirian anak dalam
bekerja. Kesepuluh : Menjalin hubungan kerja sama yang baik dengan anak.

5
2.1.8 Sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan potensi anak.
Sikap orang tua yang tidak menunjang pengembangan potensi anak, adalah :
Pertama : Mengatakan kepada anak bahwa ia dihukum jika berbuat salah. Kedua :
Tidak memperbolehkan anak marah kepada orang tua. Ketiga : Tidak boleh
mempertanyakan keputusan orang tua. Keempat : Tidak memperbolehkan anak
bermain dengan anak lain yang mempunyai pandangan dan nilai yang berbeda
dari keluarga anak. Kelima : Anak tidak boleh berisik. Keenam : Orang tua ketat
mengawasi kegiatan anak. Ketujuh : Orangtua tidak memberi saran-saran yang
spesifik tentang penyelesaian tugas. Kedelapan : Orangtua kritis terhadap anak
dan menolak gagasan anak. Kesembilan : Orangtua tidak sabar dengan anak.
Kesepuluh : Orangtua dengan anak adu kekuasaan. Kesebelas : Orangtua menekan
dan memaksa anak untuk menyelesaikan tugas.

2.2 Konsep Perkembangan Kecerdasan Emosional

2.2.1 Perkembangan Anak

Dalam masa perkembangannya anak usia 0 - 5 tahun merupakan usia emas,


dimana pada masa ini proses perkembangan anak harus mendapat perhatian yang
maksimal. Perkembangan anak terjadi mulai aspek sosial, emosional, dan intelektual
yang berkembang pesat saat anak memasuki usia prasekolah. Pada usia emas ini, jika
anak mendapat perhatian yang maksimal akan mampu mewujudkan kesejahteraan
dimasa mendatang. Jika orang tua kurang memahami apa yang terjadi pada anak dan
kurang memberi stimulus yang tepat, maka yang terjadi adalah perkembangan yang
kurang optimal. Pada usia ini umumnya seorang anak disebut juga sebagai usia
prasekolah, karena dalam rentang perkembangan usia ini seorang anak umumnya di
ikut sertakan oleh orang tua dalam program pendidikan prasekolah baik itu formal
maupun non formal (Nugraha, 2003). Pada masa ini anak juga akan optimal dan
berlatih pengalamannya dimasa mendatang ataupun di jenjang pendidikan selanjutnya.
Oleh karena itu pendidikan anak usia dini dapat menjadi pondasi yang kuat bagi
perkembangan anak dalam segala aspek perkembangannya.
Perkembangan (development) menurut Caplin (2002) (dalam Desmita, 2010)
mengartikan perkembangan sebagai perubahan yang berkesinambungan dan progresif
dalam organisme dari lahir sampai mati, serta perubahan dalam bentuk dan dalam
integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional. Secara lebih

6
rinci Mubin dan Cahyadi (2006) menyatakan anak pada usia 2-3 tahun memiliki
beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya yaitu : Pertama : Secara
fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat serta Mempelajari keterampilan
motorik. Kedua : Perkembangan kognitif yang meliputi tahapan sensorimotor, tahapan
pra operasional, tahapan konkret operasional dan formal operasional. Tahapan-tahapan
tersebut berkaitan dengan pertumbuhan kematangan dan pengalaman anak. Ketiga :
mengembangkan keterampilan bicara melalui percakapan yang dapat memikat orang
lain.
Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 - 3 tahun antara lain :
Pertama : Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya ia
memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa.
Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda apa saja yang ditemui merupakan
proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati
grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari
lingkungannya. Kedua : Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan
emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia, karena emosi
bukan ditentukan oleh bawaan, namun banyak pada lingkungan.

2.2.2 Perkembangan Emosional


Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak.
Masing-masing anak menunjukkan ekspresi yang berbeda sesuai dengan suasana hati
dan dipengaruhi oleh pengalaman yang diperoleh sepanjang perkembangannya.
Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang sebagai reaksi psikologis-
fisiologis dan surut dalam waktu singkat. Emosi bersifat subyektif. Emosi ada yang
bersifat positif dan ada yang negatif. Para psikolog mengkaji emosi dengan memberi
perhatian yang sesuai dengan urgensinya dalam kehidupan manusia. Emosi punya
pengaruh terhadap kesehatan mental dan fisik manusia, serta pengaruh terhadap
perilaku pribadi dan sosial. Emosi, dengan pengertian ini, berpengaruh terhadap segala
aspek kepribadian individu, luar, dan dalam. Emosi dirasakan secara psiko-fisik karena
terkait langsung dengan jiwa dan fisik.
Perkembangan emosi pada usia 2 - 4 tahun seperti area perkembangan yang
lain, pada usia ini ada beberapa hal dari perkembangan emosinya, yaitu: menunjukkan
sikap mandiri dalam memilih kegiatannya, mau berbagi, menolong dan membantu
teman, menunjukkan antusiasme dalam melakukan permainan kompetitif secara positif,

7
Menyatakan perasaan terhadap anak lain (suka dengan teman karena baik hati, tidak
suka karena nakal, dll), mentaati aturan yang berlaku dalam suatu permainan,
menunjukkan rasa percaya diri dan menghargai orang lain. pada periode ini anak juga
mengalami perubahan dalam aspek social emosi. Identitasnya mulai tampak, ia
memiliki karakter kepribadian sendiri. Sudah mulai tampak kekuatan dan kelemahan
kemampuannya, serta pola hubungannya. Ia pun sudah menunjukkan kemandiriannya
dan berusaha mengatur dirinya sendiri. Beberapa area utama dari perubahan aspek
emosi yang berlangsung pada diri anak adalah : Pertama : Pertemanan, anak ingin
disukai oleh teman-temannya, iaingin bisa bermain dengan banyak teman. Anak mulai
memahami bahwa fungsi pertemanan termasuk didalamnya aturan untuk berbagi,
member dukungan, bergantian, dan sebagainya. Kedua : Kemandirian, anak
meningkatkan usaha agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan
kegiatannya sehari-hari. Peran ibu dan bapak sebagai orangtua sangat penting. Anak
membutuhkan kesempatan untuk berlatih mandiri agar pekerjaannya menjadi lebih
baik. Ketiga : Moralitas, anak mulai mengenali yang salah dan benar. Ia mulai
memahami tentang berbohong dan mengapa ia tidak boleh berbohong. Meski beberapa
kali anak masih berusaha untuk menyelamatkan dirinya dengan berbohong. Karakter
yang ditampilkan oleh anak pada rentang usia ini membuat ibu dan bapak dapat melihat
tipe kepribadian anak. Tantangan yang dihadapi adalah bukanlah untuk mengubah.

2.2.3 Kecerdasan Emosional Anak


Kecerdasan anak dimulai sejak usia dini, jauh di bawah usia sekolah.
Hasil penelitian Depdiknas menyebutkan pada usia 4 tahun, kecerdasan anak
mencapai 50 persen. Sedangkan pada usia 8 tahun kapasitas kecerdasan anak yang
sudah terbangun mencapai 80 persen. Tetapi kecerdasan baru mencapai kesempurnaan
ketika anak berusia 18 tahun.
Selain kecerdasan intelektual yang pada mulanya sangat diunggulkan, ternyata
manusia memiliki juga kecerdasan emosional yang turut menentukan keberhasilan
seseorang dalam hidupnya. Daniel Goleman adalah tokoh yang mempopulerkan
keberadaan kecerdasan emosional
Mengembangkan kecerdasan emosional anak, sangat perlu, pendidikan anak
dini usia merupakan investasi untuk menyiapkan generasi penerus yang sehat, cerdas,
dan ceria. Betapa pentingya pendidikan prasekolah tetapi nampaknya pendidikan usia
dini justru belum banyak mendapat perhatian dari berbagai pihak. Dari aspek

8
pendidikan, stimulan dini sangat diperlukan guna memberikan rangsangan terhadap
seluruh aspek perkembangan anak termasuk kecerdasan emosional anak.

Menurut Gardner semua manusia memiliki kecerdasan intelektual dan


kecerdasan emosional, tapi tidak ada dua orang yang sama, walau kembar sekalipun,
dan ini terjadi berkat pengaruh genetik dan lingkungan yang berbeda pada setiap
orang. Walaupun begitu, anak yang cerdas tidak hanya ditandai dengan cerdas
kognitif (IQ). Tanpa kecerdasan emosional (EQ), anak sulit mengembangkan
kepribadiannya. Anak dengan kecerdasan emosional yang tinggi adalah anak-anak
yang bahagia, percaya diri, memiliki kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri,
empati. Mereka lebih mampu menguasai gejolak emosinya, menjalin hubungan yang
manis dengan orang lain, bisa mengatasi stres, dan memiliki kesehatan mental yang
baik. kecerdasan emosional diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah dalam
hidup ini dan menjadi dasar untuk menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.

Kecerdasan Emosional adalah kemampuan seseorang untuk memahami dan


mengelola perasaannya sendiri dan orang lain, dan menggunakan informasi tersebut
sebagai pedoman untuk mempersiapkan kepada yang lebih baik, membuat keputusan
yang lebih baik, berpikir lebih kreatif, memotivasi diri sendiri dan orang lain, dan
menikmati kesehatan yang lebih baik, hubungan yang lebih baik dan kehidupan yang
lebih bahagia. Emotional Intelligence (EI) sering diukur sebagai Emotional
Intelligence Quotient (EQ). Social and emotional learning (SEL) adalah proses belajar
untuk mencapai kecerdasan emosional yang lebih tinggi. Studi menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional adalah alat prediksi terbaik dari prestasi masa depan anak; lebih
baik daripada faktor apa pun. Sebagian orang mengatakan bahwa kecerdasan
emosional adalah alat prediksi yang lebih baik atas kesuksesan daripada IQ atau
kombinasi keterampilan tekhnis.

Steiner menjelaskan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan yang


dapat mengerti emosi diri sendiri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi
diri sendiri terekspresikan untuk meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan
pribadi. Senada dengan definisi tersebut, Mayer dan Solovey dalam Goleman,
mengungkapkan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan perasaan-perasaan
itu untuk memadu pikiran dan tindakan.

9
Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional adalah seseorang yang
menyadari emosinya sendiri dan emosi orang lain dan menyesuaikan perilakunya
berdasarkan pengetahuannya.Tentang kecerdasan emosional tersebut, Dulewicz dan
Higgs. McCluskey juga menyatakan bahwa kecerdasan emosional berkaitan dengan
keterampilan emosi, ada enam keterampilan emosi yang esensial, yaitu memahami
diri sendiri (selfawareness), mengelola emosi (managing emotions), empati
(emphaty), komunikasi (communicating), kerjasama (co-operation), mengatasi konflik
(resolving conflicts). Sampai saat ini belum ada paper and pencil test yang sudah
tervalidasi dengan baik untuk mengukur kecerdasan emosional sebagaimana halnya
IQ.

Ada beberapa dimensi dari kecerdasan emosional menurut Mayer & Salovey
lebih dikenal dengan sebutan four branch model of emotional intelligence. Pertama :
Persepsi Emosi (Emotional Perception) artinya adalah kemampuan individu untuk
mengenali emosi, baik yang dirasakan oleh diri sendiri maupun oleh orang lain.
Kedua : Integrasi Emosi (Emotional Integration) artinya adalah kemampuan individu
dalam memanfaatkan sensasi emosi yang dirasakan untuk menghadapi
masalahmasalah yang berkenaan dengan sistem kognisi. Ketiga : Pemahaman Emosi
(Emotional Understanding) artinya adalah kemampuan individu untuk memahami
emosi yang dirasakan dan dapat menggunakan pengetahuan mengenai emosi yang
dirasakan untuk mengetahui bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat : Pengaturan Emosi (Emotional Management) yang artinya adalah
kemampuan individu dalam memadukan data-data mengenai emosi yang dirasakan
oleh diri sendiri maupun orang lain untuk menentukan tingkah laku yang paling
efektif yang akan ditampilkan pada saat berinteraksi dengan orang lain.

2.3 Konsep Anak Usia Prasekolah


2.3.1 Definisi Anak Usia Prasekolah
Anak diartikan seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam
masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus, baik kebutuhan fisik, psokologis,
sosial, dan spiriual (Hidayat, 2005). Anak adalah antara usia 0–14 tahun karena diusia
inilah risiko cenderung menjadi besar (WHO, 2003 dalam Nursalam, 2007).

10
Anak prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 6 tahun yang mempunyai
berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu di rangsang dan dikembangkan agar
pribadi anak tesebut berkembang secara optimal (Supartini,2004).

2.3.2 Ciri-ciri Anak Prasekolah


Kartono (2007), mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah meliputi aspek fisik,
sosial, emosi dan kognitif anak.
Pertama : Ciri Fisik : Penampilan atau gerak-gerik prasekolah mudah di
bedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Anak prasekolah
umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki penguasaan (kontrol) terhadap
tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan-kegiatan yang dapay di lakukan sendiri.
Berikan kesempatan pada anak untuk lari, memanjat, dan melompat. Usahakan
kegiatan tersebut sebanyak mungkin sesuai dengan kebutuhan anak dan selalu di
bawah pengawasan. Walaupun anak laki-laki lebih besar, namun anak perempuan
lebih terampil dalam tugas yang bersifat pratis, khususnya dalam tugas motorik halus,
tetapi sebaiknya jangan mengeritik anak laki-laki apabila tidak terampil.
Ciri fisik pada anak usia 4-6 tahun tinggi badan bertambah rata-rata 6,25-7,5
cm pertahun, tinggi rata-rata anak usia 4 tahun adalah 2,3 kg per tahun. Berat badan
anak usi 4-6 tahun rata-rata 2-3 kh pertahun, berat badan rata-rata anak usia 4 tahun
adalah16,8 kg (Muscari,2005).
Kedua : Ciri Sosial : Anak prasekolah biasanya juga mudah bersosialisasi
dengan orang sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua
sahabat yang cepat berganti. Mereka umumnya dapat menyesuaikan diri secara sosial,
mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang biasa di pilih yang sama jenis
kelaminnya, tetapi kemudian berkembang menjadi sahabat yang terdiri dari jenis
kelamin berbeda.
Pada usia 4-6 tahun anak sudah memiliki keterikan selain dengan orang tua,
termasuk kakek nenek, saudara kandung, dan guru sekolah, anak memerlukan
interaksi yang yang teratur untuk membantu mengembangkan keterampilan sosialnya
(Muscari, 2005).
Ketiga : Ciri Emosional : Anak prasekolah cenderung mengekspresikan
emosinya dengan bebas dan terbuka, sikap marah, iri hati pada anak prasekolah sering
terjadi. Mereka sering kali memperebutkan perhatian guru dan orang sekitar.

11
Keempat : Ciri Kognitif : Anak prasekolah umumya sudah terampil berbahasa,
sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya pada kelompoknya. Sebaiknya
anak di beri kesempatan untuk menjadi pendengar yang baik.
Pada usia 2-4 tahun anak sudah dapat menghubungkan satu kejadian dengan
kejadian yang simultan dan anak mampu menampilkan pemikirn yang egosentrik,
pada usia 4-7 tahun anak mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan, dan
menghubungkan objek-objek anak mulai menunjukkan proses berfikir intuifif (anak
menyadari bahwa sesuatu adalah benar tetapi dia tidak dapat mengatakan alasanya ),
anak menggunakan banyak kata yang sesuai tetapi kurang memahami makna
sebenarnya serta anak tidak mampu untuk melihat sudut pandang oran lain ( Muscari,
2005 ).

2.3.3 Tingkat Perkembangan Anak Usia Prasekolah


Menurut Whalley dan Wong (2008), perembangan anak prasekolah di bagi
atas perkembangan kepribadian dan perkembangan fungsi mental. Pertama :
Perkembangan kepribadian : Perkembangan kepribadian terdiri dari perkembangan
psikososial, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan mental. a. Perkembangan
Psikososial : Menurut Nursalam (2005), masalah psikososial, mengatakan krisis yang
dihadapi anak pada usia 3 dan 6 tahun di sebut “inisiatif versus rasa bersalah”.
Dimana orang terdekat anak usia prasekolah adalah keluarga, anak normal telah
menguasai perasaan otonomi, anak mengembangan rasa bersalah ketika orang tua
membuat anak merasa bahwa imajinasinya dan aktivitasnya tida dapat menoleransi
penindaan kepuasan dalam periode pertama.
Rasa takut pada anak usia 4-6 tahun biasanya lebih menakutkan dibandingkan
usia lainya, rasa takut yang umunya terjadi seperti takut kegelapan, ditinggal sendiri
terutama pada saat menjelang tidur, perasaan takut anak prasekolah muncul dan
berasal dari tindakan dan penilaian orang tua. Menghadapkan anak dengan objek yang
membuatnya takut dalam lingkungan yang terkendali, dan memberikan anak
kesempatan untuk menurunkan rasa takutnya ( Muscari, 2005).

2.3.4 Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah


Pertama : Perkembangan Fisik : Pada pertumbuhan masa prasekolah pada anak
pertumbuhan fisiknya khususnya berat badan mengalami kenaikan pertahunya rata-
rata 2 kg, kelihatan kurus akan tetapi aktivitas motorik tinggi, dimana sistem tubuh

12
sudah mencapai kematangan seperti berjalan, melompat, dan lai-lain. Pada
pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan anak akan bertambah rata-rata 6,75-7,5
centimeter setiap tahunnya (Hidayat, 2005).
Kedua : Perkembangan Motorik : Perkembangan motorik meliputi
perkembangan motorik kasar dan halus. Motorik halus adalah pengorganisasian
penggunaan sekelompok otot - otot kecil seperti jari-jemari dan tangan yang sering
menumbuhkan kecermatan dan koordinasi dengan tangan, keterampilan yang
mencakup pemamfaatan menggunakan alat-alat untuk menggunakan suatu objek.
Motorik kasar merupakan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan
oordinasi antar anggota tubuh, dengan menggunakan otot-otot besar, sebagian atau
seluruh anggota tubuh. Perkembangan motorik kasar adalah perkembangan gerak
tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota
tubuh yang di pengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri (Nursalam, 2007).
Keterampilan motorik kasar pada anak usia 3-6 tahun sudah dapat melompat
dengan satu kaki, melompat dan berlari lebih lancar, mengembangkan kekmampuan
olah raga seperti meluncur dan berenang anak usia prasekolah dapat mengendarai
sepeda roda 3, menaiki tangga dengan kaki bergantian berdiri satu kaki selama
beberapa menit, melompat dengan satu kaki, menuruni tangga dengan kaki bergantian
pada usia 4 tahun melompati tali, dan berdiri seimbang dengan satu kaki dan mata
tertututp pada usia 5 tahun. Keterampilan motorik halus dapat merekatkan sepatu,
dapat membuat jembatan dengan 3 balok, menggambar tanda silang, mengancingkan
baju sendiri, makan sendiri, dapat makan dengan menggunakan sendok dan garpu,
mengoleskan selai ke roti dengan menggunakan pisau, menuangkan air minum ke
dalam gelas, mandi sendiri, menggunakan gayung saat mandi, dan dapat ke toilet
sendiri, (Muscari, 2005).
Sedangkan menurut Hidayat (2005), perkembangan motorik kasar pada anak
usia 3-4 tahun yaitu, anak dapat melompat, berjalan mundur, menendang bola.
Sedangkan motorik halus anak sudah daot mencoret-coret dengan satu tangan,
mengambil pinsil, belajar menghitung, dapat ke toilet sendiri, dapat mengontrol buang
air besar dan buang air kecil, meletakan gelas di atas meja, memasukkan kaki ke
dalam sepatu. Pada usia 4-5 tahun perkembangan motorik kasar yang di capai adalah
dapat menuruni tangga dengan cepat, seimbang berjalan saat mundur, melempar dan
menangkap bola, melambungkan bola. Sedangkan untuk perkembangan motorik halus
anak sudah dapat mengikat sepatu sendiri, mengguting dengan cukup baik, mencuci

13
tangan sendiri, dapat membersihkan area genital setelah buang air besar dan buang air
kecil, dapat makan sendiri, membawakan gelas tanpa tumpah, mandi sendiri, memakai
baju sendiri, mandi sendiri, membuka pakaian sendiri.
Anak dapat menggosok gigi pada usia 2 tahun hal ini dapat diajarkan sejak usia
hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan pada gigi, radang gusi, dan penyakit
lainya. Dengan cara selalu mengajarkan menggosok gigi ingatkan untuk anak
menggosok minimal 2 kali dalam sehari terutama setelah makan dan sebelum tidur
(Roper, 2002).
Anak sudah dapat ke toilet sendiri pada usia 2-3 tahun, anak mulai terbiasa pada
usia 3-4 tahun untuk membersihkan kotoran setelah buang air besar dan buang air
kecil dan tidak lupa untuk mencuci tangan setelah buang air besar dan buang air kecil
(Iwang, 2008).
Usia 4-5 tahun anak mulai memegang peralatan makan dengan benar inilah
saatnya belajar makan dengan memberikan sendok dan garpu yang tidak mudah
pecah, anak mampu memasukan makanan dalam mulut meskipun masih berantakan.
Anak usia 5 tahun mengikuti kebiasaan makan orang lain antara lain percakapan di
meja makan, sikap di meja makan dan kemauan untuk mencoba makanan baru,
mengambil makanan sendiri dari tempat saji ke tempat makannya, serta membantu
menyiapkan dan membersihkan makanan (Muscari, 2005).
Ketiga : Perkembangan Bahasa Anak Prasekolah : Perkembangan bahasa
mampu menyebutkan hingga empat gambar, hingga empat warna, menyebutkan
kegunaan benda, menghitung, menggunakan bunyi untuk mengidentifiasi objek, orang
dan aktivitas, meniru berbagai bunyi kata, memahami arti larangan, berespon terhadap
panggilan dan orang-orang anggota keluarga terdekat (Hidayat, 2005).
Rata-rata anak usia 3 tahun mengucapkan 900 kata, berbicara kalimat dengan 3-
4 kata dan berbicara terus menerus. Rata-rata usia anak 4 tahun mengucapkan 1500
kata, mengatakan cerita yang berlebih lebihan, dan bernyanyi yang sederhana. Rata-
rata usia 5 tahun dapat mengucapkan 2100, mengetahui 4 warna atau lebihdan dapat
menamakan hari-hari dalam 1 minggu dan bulan (Muscari, 2005).
Keempat : Perkembangan Adaptasi Sosial : Perkembangan adaptasi sosial dapat
bermain dengan permainan sederhana. Menangis jika di marahi, membuat permainan
sederhana, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh, menunjukan
peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, mengenali anggota keluarga (Hidayat,
2005).

14
15

Anda mungkin juga menyukai