Anda di halaman 1dari 17

PENTINGNYA PERAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Ujian Akhir Semester Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Nisa Afifah, S.S.,M.Hum.

Disusun Oleh:
Ipung Setianingsih / 63010180041 / 2B

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan sejatinya merupakan hak manusia yang wajib diberikan. Pada
zaman modern ini orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh karena itu tidak
mengeherankan semakin banyak orang tua yang merasa perlu memasukkan
anaknya ke sekolah sejak usia dini.
Pendidikan yang utama tentu berada dalam lingkungan keluarga, yaitu sejak
dalam kandungan. Pendidikan orang tua terhadap anak akan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan kreativitas anak. Anak yang memiliki bakat tertentu, jika
tidak diberikan motivasi dan dukungan dari orang tua dan lingkungannya, tidak
akan mampu memlihara, apalagi mengembangkan bakatnya.
Di bidang pendidikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan orang
tua dalam memberikan alat permainan yang sesuai dengan anak, dan pemberian
stimulasi yang bervariasi dalam aktivitas keseharian menjadi pemicu terhadap IQ
anak.
Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia telah mengalami perkembangan yang
sangat baik dengan semakin banyakya pihak yang berpartisipasi dalam upaya
mendidik anak usia dini di berbagai lapisan masyarakat. Dengan demikian, anak
Indonesia diharapkan akan tumbuh dan berkembang dengan identitas diri yang
kuat, dalam arti memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri, bahwa dirinya
sebaik dan setara dengan orang lain.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep pendidikan anak usia dini?
2. Bagaimana peran orang tua bagi pendidikan anak sebagai lembaga pendidikan
pertama?
3. Bagaimana Peran Orang Tua dalam memotivasi Anak?
4. Bagaimana Bentuk-Bentuk Dukungan Orang Tua Di Rumah?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan anak usia dini
2. Untuk mengetahui peran orang tua bagi pendidikan anak sebagai lembaga
pendidikan pertama
3. Untuk mengetahui bagaimana peran orang tua dalam memotivasi anak
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dukungan orang tua di rumah
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI INDONESIA
1. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalu pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No.20 Th 2003 Ttg
Sisdiknas).
Masa usia dini disebutkan para ahli (Montessori) sebagai “masa peka”,
yang merupakan masa munculnya berbagai potensi tersembunyi atau suatu
kondisi dimana suatu fungsi jiwa membutuhkan rangsangan tertentu untuk
berkembang. Pertumbuhan sel-sel syaraf dan masa peka diperjelas dengan
munculnya masa eksplorasi.
2. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
a. Memberikan pengaruh positif yang diharapkan akan menjadi kerangka
dasar (fundasi) bagi anak untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya serta bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
b. Intervensi dini dengan memberikan rangsangan edukasi sehingga
menumbuhkan potensi-potensi yang tersembunyi serta mengembangkan
potensi tampak yang terdapat pada diri anak.
c. Melakukan diteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi anak.
3. Fungsi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
a. Fungsi Adaptasi, yakni berperan dalam membantu anak melakukan
penyesuaian diri dengan berbagai kondisi lingkungan serta
menyesuaikan dengan keadaan dalam dirinya.
b. Fungsi Pengembangan, yakni berkaitan dengan pendidikan anak usia
dini dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki oleh anak.
c. Fungsi Bermain, yakni peran pendidikan anak usia dini dalam
memberikan kesempatan pada anak untuk bermain.
B. PENTINGNYA PERAN ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN ANAK
SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN PERTAMA
1. Orang Tua Sebagai Guru Pertama Anak
Benyamin S.Bloom, profesor pendidikan dari Univeritas Chicago,
menemukan fakta yang cukup mengejutkan ternyata 50% dari semua potensi
idup manusia terbentuk ketika kita berada dalam kandungan sampai usia 4
tahun. Lalu 30% potensi berikutnya terbentuk pada usia 4-8 tahun, ini berarti
80% potensi dasar manusia terbentuk sebagian besar dirumah, sebelum mulai
masuk sekolah.
Sehingga, seperti apa kemampuan, nilai-nilai hidup, kebiasaan,
kepribadian dan sikap seseorang 80% tergantung pada hasil pendidikan orang
tuanya. Baik dibentuk secara sengaja atau pun tidak sengaja. Artinya, akan jadi
siapa anak kita, bagaimana berpikir dan bersikapnya ditentukan sepenuhnya
oleh informasi dan pengetahuan apa yang tersimpan diotaknya.
Semua bahasa komunikasi anak (dalam bentuk gerakan, tangisan, dan
kerewelan) adalah alat-alat ia dalam belajar. Hal pertama yang langsung kita
sadari adalah sebagai ayah dan ibu, kita adalah guru pertama dari anak-anak
kita. Adapun semua tempat dapat digunakan sebagai media dan wahana belajar
bagi si anak itu sendiri. Bukanlah menjadi alasan bagi si anak untuk tidak
belajar. Pasalnya proses belajar anak adalah di saat dia melihat dan merasakan
apa yang dia dapati. Artinya, berangkat dari pengalaman yang mereka lihat dan
mereka temukan dihadapannya merupakan proses belajar seorang anak.
Menurut dr. Ariani (2009), ketika anak di antara usia 3-4 tahun anak
sedang mengembangkan pemahaman tentang informasi yang diberikan masing-
masing indra. Pemahaman tersebut amat berguna, antara lain:
 Pertama, membantu memecahkan masalah. Anak dapat memecahkan
masalah secara tepat dan cepat. Misalnya jika anak paham penciuman
hidunglah yang memberitahu aneka bau, maka ia bisa segera menutup
hidung ketika ada bau tidak sedap, sebelum ia ingin muntah.
 Kedua, mempermudah eksplorasi. Anak bisaa mengeksplorasi
lingkungan lebih cepat. Begitu diberi tahu “bunga melati kecil, warna
putih, dan baunya wangi” anak bisa cepat menemukan melati di antara
aneka bunga. Ia tidak bingung mencarinya, karena sudah paham bahwa
ia hanya perlu mengandalkan indra penciuman dan penglihatan.
Jika anak kita dibiasakan untuk berbuat baik, maka ia akan menjadi baik
dan kedua orang tuanya juga ikut merasakan kebaikan yang telah mereka
ajarkan. Sebaliknya, apabila anak terbiasa berbuat buruk maka tak pelak lagi ia
akan tumbuh dengan kebiasaan yang buruk pula, dan sudah barang tentu orang
tua pun akan turut merasakan akibat buruknya juga.

Setidaknya ada tiga program layanan yang harus dilakukan keluarga


dalam program orang tua sebagai guru pertama, yaitu:

1. Layanan pertama, yaitu kunjungan ke rumah setiap bulan. Pada


setiap kunjungannya tersebut pendidik atau orang tua membawa
berbagai permainan dan buku yang sesuai dengan fase pertumbuhan
anak, mendiskusikan apa saja yang diharapkan oleh orang tua, dan
tak lupa memberikan kiat-kiat untuk menstimulasi guna merangsang
minat anak pada tahap tersebut.
2. Layanan kedua, yaitu melakukan pertemuan kelompok, di mana
dalam pertemuan itu memungkinkan orang tua berjumpa dengan
keluarga lain yang memiliki anak yang sebaya atau seusia.
Pertemuan tersebut dapat berupa aktivitas orang tua anak, atau bisa
juga saling mendengarkan dan bertukar saran. Mengkonsultasikan
tentang pertumbuhan anak, atau dapat pula curhat tentang masalah
cara mengasuh anak,dan lain-lain.
3. Layanan ketiga, layanan kunci berupa pemeriksaan yang meliputi
perkembangan bahasa, perkembangan secara umum, pendengaran,
dan penglihatan.

Menurut Charles A. Smith, Ph.D. Metode-metode sederhana yang dapat


diterapkan dalam mendidik anak dengan lebih arif, diantaranya yaitu:

1. Ciptakan berbagai pengalaman. Ajaklah anak bersama-sama


menyiapkan dan mencicipi aneka makanan, mengendus bau enak
dan tidak enak, dan lain-lain.
2. Jadikan kegiatan jalan-jalan sebagai penjelajahan indrawi.
Sepanjang aman dan memungkinkan, ajaklah anak-anak menyentuh
permukaan tanah, bebatuan dan batang pohon, mencium wangi
daun, dan lain-lain.
3. Kurangi bertanya perbanyak menyerap. Ketika anak sedang asik
menjelajah panca indranya, usahakan tidak mengusik mereka
dengan berbagai pertanyaan. Jika anak bicara, arahkan kembali
untuk mengamati, mencicipi, membaui, menyimak dan meraba.
4. Menyerap dulu baru berpikir dan bercerita. Setelah anak menjelajah
panca indranya, doronglah ia memikirkan dan mengungkapkan
temuannya.
5. Ajarkan perbedaan kadar rangsangan indrawi. Warna dan tekstur
bergradasi. Bau dan rasa bertingkat-tingkat ketajamannya, dan lain-
lain.
2. Bentuk Keterlibatan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Menurut Morrison (1988) keterlibatan orang tua adalah suatu proses
dimana orang tua menggunakan segala kemampuan mereka, guna
keuntungan mereka sendiri, anak-anaknya, dan program yang dijalankan
anak itu sendiri.
Morrison mengemukakan tiga kemungkinan keterlibatan orang tua,
yaitu:
a. Orientasi pada tugas
Orientasi ini paling sering dilakukan oleh pihak sekolah, yaitu
harapan keterlibatan orang tua dalam membantu program sekolah.
Bentuk partisipasi lain yang masih termasuk orientasi pada tugas
yaitu orang tua membantu anak dalam mengerjakan tugas-tugas
sekolah.
b. Orientasi pada proses
Partisipasi orang tua didorong untuk mau berpartisipasi dalam
kegiatan yang berhubungan dengan proses pendidikan. Orientasi
proses ini jarang dilaksanakan, karena sekolah seringkali
mengangap bahwa umumnya orang tua tidak memiliki keterampilan
untuk melaksanakannya.
c. Orientasi pada perkembangan
Orientasi ini membantu para orang tua untuk mengembangkan
keterampilan yang berguna bagi mereka sendiri, anak-anaknya,
sekolah, guru, keluarga dan pada waktu yang bersamaan
meningkatkan keterlibatan orang tua.
3. Menjaga Interaksi Antara Orang Tua dan Anak
Jalan yang paling baik untuk bisa dipertahankan dalam keluarga adalah
komunikasi. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam
keluarga karena komunikasi berfungsi sebagai perekat keluarga.
Komunikasi antara orang tua dan anak adalah sebuah proses pengiriman
pesan, di mana pesan yang diterima sama dengan pesan yang dikirim.
Artinya, komunikasi dengan cara kekerasan dalam penyampaian pesan
yang itu adalah negatif. Misalnya orang tua menggunakan bahaa yang tidak
indah, membentak, penggunaan kata-kata kasar dengan menyebut nama
binatan atau kata hinaan lainnya.
Seakan perlahan tapi pasti, komunikasi dengan cara kekerasan cepat
atau lambat akan merusak fitrah kesucian yang dimiliki anak berupa
kelembutan. Jika sudah demikian, inilah penyebab yang menjadikan
interaksi antara anak dan orang tua menjadi renggang. Pada hakikatnya,
anak dilahirkan dalam keadaan yang suci serta menjadi apa dan dibentuk
yang bagaimana semua tergantung pada orang tua yang diamanatkannya.
Ada dua bentuk komunikasi dalam berinteraksi terhadap anak, yaitu
melalui verbal (bahasa) dan non verbal (bahasa tubuh). Artinya, saat orang
tua berbicara kepada anak, bukan hanya kata-kata saja yang ditangkap,
tetapi juga gerak dari anggota tubuhnya. Misalnya, seorang ibu mengatakan
pada anaknya, “Ibu itu sebenarnya sayang sekali sama anaknya.” Akan
tetapi, kata-kata ini intonasinya tinggi sambil mencubit anak dan tidak salah
bila anak akan berpikir, “Oh, sayang itu artinya sama dengan mencubit ya?”
Padahal menyapaikan rasa sayang seharusnya di iringi dengan pelukan
dan suara yang lembut agar anak mampu menangkap pesan yang
disampaikan dengan benar. Terkadang memang kita sering menjumpai
sebuah interaksi (komunikasi) antara orang tua terhadap anak dengan cara
kekerasan, menjadikan banyak anak menjadi keterbelakangan. Imbas atau
dampak dari komunikasi dengan cara kekerasan yaitu hilangnya fitrah
kelembutan. Anak yang terbiasa dengan kekerasan, sejak kecil sudah
terlihat. Sang anak biasanya selalu berbuat kasar. Komunikasi dengan
kekerasan juga akan membuat anak tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4. Cara Memperbaiki Komunikasi Dengan Anak
 Gunakan Bahasa Cinta Anak
Ketika kita sungguh-sungguh mencintai anak kita, tetapi apabila
menasihainya tidak melalui bahasa cintanya, bisa saja si anak menerima
nasihat kita itu sebagai ekspresi kebencian kita kepada si anak.
Menurut Gary Chapman, setiap anak (juga setiap orang dewasa)
memiliki lima bahasa cinta, yaitu:
a. Kata Penegasan, pujian yang tidak menimbulkan kesombongan,
tetapi rasa optimis.
b. Hadiah, tidak perlu mahal namun pantas disebut hadiah.
c. Waktu yang berkualitas, kebersamaan, bicara hati ke hati, dan
berjalan bersama.
d. Pelayanan, anak diambilkan kertas, pensil, dsb.
e. Sentuhan fisik, belaian, kasih sayang orang tua ke anak.
 Kenali Tipe Kepribadian Anak
a. Anak Sanguin ( Si Tukang Bicara)
 Suka bersenang-senang dan supel.
 Suka mencari perhatian
 Tidak teratur, emosional, dan sangat sensitif.

Cara berkomunikasi dengan anak bertipe sanguin, menurut Ariesandi


Setyono yaitu:

 Menciptakan suasana hangat, bersahabat dan humor.


 Dengan sabar bantu mereka mengubah ucapan menjadi tindakan
nyata.
 Hargai prestasi mereka di depan orang banyak walaupun
tampaknya mereka kurang suka namun dalam hati, mereka suka.
 Beri kesempatan anak untuk mengungkapkan pikiran-perasaan
mereka.
 Buat kegiatan-kegiatan jangka pendek disertai dengan hadiah
kecil.
b. Anak Koleris (Si Pelaksana)
 Selalu ingin berprestasi, memimpin dan mengorganisasi.
 Berusaha mengendalikan dan mengharapkan pengakuan
terhadap prestasinya.
 Merasa benar sendiri, keras kepala, tidak peka terhadap perasaan
orang lain

Berkomunikasi dengan anak tipe koleris menurut Ariesandi Setyono


yaitu:

 Singkat, langsung ke pokok masalah dan masuk akal.


 Tunjukkan kesabaran, karena mereka sangat mencintai
kedamaian terutama saat kita menjelaskan hal-hal yang sifatnya
detail.
 Berikan waktu untuk menyesuaikan diri secara bertahap yang
menyangkut perubahan-perubahan.
 Yakinkan tentang sumbangan dan peranan mereka yang
berharga kalau mereka berhasil mengerjakan sesuatu
c. Anak melankolis (Si Pemikir)
 Cenderung diam dan berfikir
 Butuh ruang dan ketenangan
 Berorientasi pada tugas, sangat berhati-hati dan suka keteraturan

Berkomunikasi dengan anak melankolis, menurut Ariesandi Setyono,


yaitu:

 Berbicara dengan data dan fakta yang jelas dan akurat.


 Tipe berfikir kritis dan butuh jawaban yang bermutu.
 Hindari kejutad dan perubahan yang mendadak.
 Jelaskan sisi positif dan negatif secara seimbang.
d. Anak Phlegmatis (Si Pengamat)
 Seimbang, stabil, merasa diri sudah cukup
 Tidak suka mempersoalkan hal-hal sepele
 Tidak suka resiko atau tantangan
Cara berkomunikasi dengan anak phlegmatis, menurut Ariesandi
Setyono, yaitu:

 Tunjukkan kesabaran, karena mereka sangat mencintai


kedamaian terutama pada saat kita menjelaskan hal-hal yang
sifatnya detail.
 Setujuilah dan jangan bersikap mendesak
 Yakinkan tentang sumbangan dan peranan mereka yang
berharga kalau mereka berhasil mengerjakan sesuatu.
 Pengalaman Meluluhkan Hati Anak
Sebagai orang tua, kita bisa mengingat ucapan atau tindakan apa saja yang
bisa “meluluhkan hati” anak.
Misalnya, “kalau anak saya yang pertama, dia akan mau belajar kalau saya
nasihati dari hati ke hati. Tapi anak kedua saya, mesti dikasih iming-iming
hadiah”.
C. PERAN ORANG TUA DALAM MEMOTIVASI ANAK
Orang tua dan guru sering memberi motivasi ke anak, tetapi memotivasi
dengan cara yang keliru. Ini bisa berakibat mucul emosi negatif pada diri anak.
Misalnya orang tua yang mengatakan, “kamu itu malas, seperti teman kamu itu
rajin belajar.” Hal ini merupakan perbuatan mempermalukan anak. Padahal rasa
malu menduduki tingkatan terendah dari energi perasaan. Rasa malu merupakan
salah satu perasaan yang bisa membuat orang mengambul keputusan yang fatal.
Rasa takut, juga perasaan negatif. Rasa takut mengakibatkan anak tidak
kreatif. Perasaan takut muncul, kalau anak dimarahi atau suasana yang membuat
rasa takut. Sebagai orang tua harus bisa menciptakan suasana dirumah
sebaiknya jangan sampai menghasilkan emosi negatif pada diri anak, yakni rasa
malu, rasa bersalah, rasa sedih, rasa takut, keinginan yang menggebu, rasa
amarah dan rasa bangga diri (sombong).
Suasana yang harusnya diciptakan yaitu suasana yang bisa
menghasilkan emosi positif pada anak, yakni rasa optimis, menerima keadaan,
memaafkan, rasa cinta, rasa damai, rasa bahagia dan menghasilkan pencerahan.
CARA MEMOTIVASI ANAK YANG BAIK

1. Minat anak pintu masuk proses belajar


Pada saat anak belajar, ada tiga pertanyaan yang sebenarnya ada
dibenaknya:
 Apa saja daya tariknya yang dia pelajari itu?
 Apa saja relevansinya bagi dirinya?
 Apa saja hasil yang didapat setelah mempelajari sesuatu itu?

Pertanyaan inilah yang menunjukkan bahwa seseorang mau belajar dengan


suka rela, jika sesuatu yang tengah dipelajarinya itu menarik minatnya.

2. Gunakan selalu kata-kata positif


Cara ini paling praktis, namun memiliki dampak yang besar terhadap
emosi anak. Sebelum mengucapkan sesuatu pada anak, sebaiknya orang tua
menata dulu kata-kata yang akan diucapkan. Ekspresikan kata-kata positif
itu dengan hati ikhlas. Kata-kata yang keluar dari hati yang penuh
keikhlasan akan mampu menembus hati si anak.
Salah satu kiat Finlandia menjadi negara terbaik di dalam dunia
pendidikan adalah bahwa guru dan orang tua dilarang mengucapkan ke
anak, “Kamu salah!”.
3. Kaitkan pelajaran dengan kehidupan nyata
Sesungguhnya dibenak anak selalu muncul pertanyaan, “apakah ini
bermanfaat bagi saya?” Istilah “bermanfaat” adalah apabila apa yang
dipelajarinya benar-benar sesuai dengan apa yang dialaminya dalam
kehidupan sehari-hari.
Materi pelajaran yang cenderung sangat teoritik dan abstrak, akan
membuat anak cepat merasa bosan, tidak termotivasi dan susah paham.
Karena sesungguhnya kita menyerap pengetahuan dari 10% apa yang kita
baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari
apa yang kia lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa
yang kita katakan dan kita coba.
Mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari akan
memotivasi belajar dan berarti akan lebih mudah dipahami oleh anak.
D. BENTUK-BENTUK DUKUNGAN ORANG TUA DI RUMAH
Banyak sekali hal yang dapat dilakukan orang tua di rumah untuk
mendukung tumbuh kembang anak. Cara-cara yang baik tentu perlu terus
dilanjutkan. Namun, cara yang tidak sesuai dengan perkembangan anak dan
perkembangan zaman harus diubah. Oleh sebab itu, orang tua tentu perlu terus
belajar. Niat baik harus dilakukan dengan cara-cara yang baik pula. Bentuk-
bentuk dukungan orang tua di rumah antara lain:
1. Menumbuhkan Budi Pekerti Pada Anak
 Mengajarkan pada anak untuk senyum, salam, dan sapa terhadap
orang lain.
 Membiasakan anak membawa barangnya sendiri. Dengan hal ini
akan bermanfaat untuk menimbulkan rasa kebanggan dan
percaya diri.
 Membiasakan anak untuk berperilaku sopan dan santun dan
selalu minta maaf ketika mempunyai kesalahan terhadap orang
lain.
 Membiasakan anak untuk selalu berpamitan ketika ingin pergi.
Dengan berpamitan bisa mengajarkan pada anak mempererat
hubungan emosional diantara anggota keluarga.
 Membiasakan menjalankan perintah agama. Nilai-nilai agama
merupakan nilai utama dalam penumbuhan budi pekerti dan
bersifat universal.
2. Menciptakan Lingkungan Rumah Yang Aman Dan Menyenangkan
Anak usia dini sangat membutuhkan suasana keluarga yang nyaman
karena akan sangat mendukung perkembangannya. Cara menciptakan
lingkungan rumah yang ramah, aman dan menyenangkan, yaitu:
 Membiasakan anak untuk membaca buku. Dengan hal ini anak
akan lebih banyak mendapatkan kosakata dan literasi membaca
buku yang banyak.
 Mengatur jam dan program tv yang boleh ditonton anak. Hal ini
akan mendorong anak untuk aktif, paham dengan aturan , dan
belajar dari program yang ditontonnya.
 Memberi kesempatan anak untuk bermain dengan kakak, adik,
dan tetangga. Karena dengan hal ini anak akan belajar
bekerjasama, menyepakati dan menaati aturan, menghargai
perbedaan, membantu dan menerima bantuan dari teman dan
juga belajar berempati pada teman yang sedang dalam kondisi
tertentu (sakit dan anak berkebutuhan khusus).
 Bangun komunikasi yang efektif pada anak. Dengan komunikasi
yang efektif pada anak akan membuat semua keluarga dengan
mudah menyampaikan pendapat, pikiran dan perasaan mereka.
3. Mencegah Dan Menanggulangi Kekerasan Pada Anak
Peran orang tua dalam melindungi anak dari kekerasan seksual, yaitu:
 Mengenalkan anggota tubuh yang harus dilindungi dan tidak
boleh ada yang menyentuhnya kecuali, ayah, bunda dan dirinya
sendiri.
 Mengajarkan anak cara bereaksi yang tepat jika bagian-bagian
tubuh yang dilindungi oleh orang lain, misalnya dengan lari atau
berteriak minta tolong orang lain.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalu pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan dilakukan
melalui tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan organisasi.
Namun disini keluarga merupakan pendidikan pertama dan terpenting.
Seiring berkembangnya lembaga pendidikan, dijelaskan bahwa
pendidikan yang paling tertua adalah pendidikan yang berasal dari keluarga
khususnya pendidikan yang diberikan orang tua. Orang tua sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak sebab orang tua merupakan
guru pertama dan utama bagi anak. Memahami betapa pentingnya peran orang
tua bagi pendidikan dan perkembangan anak, orang tua harus mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan lebih baik.
Selain orang tua memerankan diri sebagai orang tua dimata anak secara
lebih bijaksana. Orang tua juga harus menjaga komunikasi dan senantiasa
memotivasi anak untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinnya, bagi
orang tua dan bagi orang lain. Karena anak adalah masa depan bangsa. Peran
anak akan sangat menentukan nasib bangsa kedepannya, maka dari itu orang
tua harus bisa mendidik dan memotivasi anaknya untuk berbuat kebaikan dan
bisa bermanfaat bagi orang lain.
Dalam upaya menyiapkan anak menjadi manusia yang seutuhnya maka
dukungan serta keterlibatan orang tua dirumah sangat diperlukan. Keterlibatan
dan dukungan orang tua di rumah perlu didorong karena dapat membantu
membangun harga diri anak dalam masalah kedisiplinan anak serta
meningkatkan kesadaran akan belajar anak.
B. SARAN

Anda mungkin juga menyukai