PENGERTIAN WADI’AH
Secara bahasa wadi’ah ( (الو د يعةberarti meninggalkan ( )تر ك, titipan atau kepercayaan
1
()اآلمانة. para ahli fiqh sepakat, wadi’ah hanyalah amanah tidak dengan
dipertanggungkan ()المضمونة.
Pengertian wadi’ah secara istilah adalah harta yang dititipkan kepada pihak yang mau
mengamalkannya tanpa dibebani biaya. Atau wadi’ah juga berarti barang yang
dititipkan pada seseorang dengan tujuan pengamanan. Definisi wadi’ah juga menuju
pada dzat yang dititipkan berupa materi (benda) atas dasar kontrak yang sistematis
untuk proses penitipan.
Dari aspek istilah wadi’ah, banyak literatur yang menuliskan secara berbeda-beda
berikut beberapa istilah dalam wadi’ah:
2. LANDASAN HUKUM
a. Al-Quran
Penjelasan:
1) Terdapat Lafadz ()األمانات, yang secara kebahasaan berarti sama dengan arti
wadi’ah yaitu amanah atau titipan.
2) Terdapat unsur pelaku sebagaimana pada wadi’ah terdapat pemberi amanah,
penerima amanah, dan barang amanah.
3) Terdapat unsur-unsur tanggungjawab untuk menjaga barang amanah kepada
yang berhak ()الي أهلها.
1
Atabik ‘Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus ‘Arab Indonesia Al ‘Ashri (Yogyakarta:Multi Karya Grafika,
2003), hlm. 2007-2008. As-Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah (Kairo:al Fath Lili’lam al-‘Arabi, 1410 H), Jilid III,
hlm.245
b. Hadits
c. Ijma’
Para tokoh ukama islam sepanjang zaman telah melakukan ijma’ (konsensus)
terhadap legitimasi al-wadi’ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini jelas
terlihat, seperti dikutip oleh Dr. Azzuhaily dalam al-Fiqh al-Islami qa Adillatuhu
dari kitab al-Mughni wa Syarh Kabir li ibni Qudhamah dan Mabsuth li Imam
Sarakhsy.2
Penjelasan:
Pada dasarnya, penerima simpanan adalah yad al-amanah (tangan amanah),
artinya ia tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi
pada saat set titipan selama hal ini bukan akbiat dari kelalaian atau kecerobohan
yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan (karena faktor-faktor diluar
batas kemampuan). Hal ini telah dikemukakakan oleh Rasulullah dalam suatu
hadist
“Jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak
menyalahgunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap
titipan tersebut.”3
Akan tetapi, dalam aktivitas perekonomian modern, si penerima simpanan
tidak mungkin akan meng-idle-kan aset tersebut, tetapi mempergunakannya dalam
aktivitas perekonomian tertentu. Karenanya, ia harus meminta isin dari si pemberi
titipan untuk kemudian mempergunakan hartanya tersebut dengan catatan ia
menjamin akan mengembalkan aset tersebut secara utuh. Dengan demikian, ia
2
Jihad Abdullah Husain Abu Uwaimir, at-Tarsyid Asysyari lil-Bunuk al-Qaimah (Kairo: al-Ittihad ad-Dauli lil-
Bunuk al-Islamiah, 1986)
3
Nail al-Authar, 5/296
bukan lagi yad al-amanah, tetapi yad adh-dhamanah (tangan penanggung) yang
bertanggungjawab atas segala kehilangan/kerusakan yang terjadi pada barang
tersebut.
Keterangan:
Dengan konsep al-wadi’ah yad al-amanah, pihak yang menerima tidak boleh
menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, tetapi harus
benar-benar menjaganya sesuai kelaziman.
Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai
biaya penitipan
3. APLIKASI PERBANKAN
Mengacu pada pengertian yad adh-dhamanah, bank sebagai penerima simpanan dapat
memanfaatkan al-wadi’ah untuk tujuan:
Current Account (giro)
Saving Account (tabungan berjangka)
Sebagai konsekuensi dari yad adh-dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari
dana titipan tersebut milik bank (demikian juga ia adalah penanggung seluruh
kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan
terhadap hartanya, demikian juga fasilitas-fasilitas giro lainnya.