Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

KONSEP KOMPETENSI SOSIAL EMOSIONAL ANAK DAN


KAITANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
Dosen Pengampu : Andri Hardiana, M. Pd.

Disusun oleh :

1. Vivi Novia
2. Suci Komara Nurelia
3. Mamah Rahmah Dewi
4. Navila Amalia
5. Hanifatul Maemunah

Kelas B
Semester VII

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membicarakan persoalan pendidikan pada dasarnya adalah membicarakan
persoalan kebudayaan dan peradaban. Secara spesifik gagasan pendidikan akan
merambah ke wilayah pembentukan peradaban masa depan, suatu upaya
merekonstruksi pengalaman-pengalaman peradaban umat manusia secara
berkelanjutan agar memenuhi kehidupannya dari generasi demi generasi. Sebagai
lembaga pendidikan formal sekolah merupakan tempat pengembangan ilmu
pengetahuan, kecakapan, keterampilan, nilai sikap yang diberikan secara lengkap
kepada generasi muda. Hal ini digunakan untuk membantu perkembangan
potensi dan kemampuan agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya.
Adapun pendidikan telah dikembangkan dan dibesarkan oleh para psikologi
yang memberikan pemaknaan dan pemahaman bahwa psikologi adalah ilmu
yang mempelajari jiwa. Begitupun guru atau siswa memiliki jiwa sehingga
mereka dapat berperilaku dan bertindak dalam pendidikan yang berinteraksi pada
lingkungannya.
Dalam dunia psikologi digegerkan oleh temuan Kecerdasan Emosioanal
(EQ). Istilah ini menjadi populer bahkan melebihi IQ. Penemunya adalah Daniel
Goelman (seorang ahli ilmu otak), dia mempopulerkan EQ pada tahun 1990-an.
Dia mengemukakan bahwa EQ menentukan 80% kesuksesan seseorang.
Sementara itu, IQ hanya berpengaruh 20% pada kesuksesan. Kecerdasan
Emosional membantu seseorang dalam mengaitkan informasi baru yang sedang
dipelajarinya dengan pengalaman-pengalaman yang pernah dipelajarinya.
Sedangkan kecerdasan otak (IQ) hanya menempati posisi kedua dalam
keberhasilan di dunia kerja. Jadi, tingkat keberhasilan seseorang itu bukan hanya
ditentukan oleh kecerdasan otak saja tetapi juga kecerdasan emosional.
Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah membawa karakter dan sifatnya
sendiri termasuk di dalamnya IQ dan EQ. Namun, bukan berarti proses
semuanya telah selesai, tidak dapat diubah, dan tidak dapat dipengaruhi
dikarenakan belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat dari interaksi
dengan lingkungannya. Perubahan tersebut menyangkut perubahan pengetahuan,
keterampilan, maupun nilai sikap. Hasil belajar dapat dikatakan membekas atau
konstan, jika perubahan yang terjadi akibat proses belajar tahan lama dan tidak
mudah terhapus begitu saja. Seorang anak tidak boleh dibebaskan mengikuti
kemauannya tanpa ada bimbingan dan arahan dari orang tua atau pendidik yang
dapat meningkatkan dan mengembangkan potensi dasar yang dimilikinya. Oleh
karena itu, perlu adanya kerjasama antara guru dengan orangtua demi prestasi
belajar anak-anak.
Hasil belajar kemudian akan terlihat dalam nilai-nilai yang tercantum dalam
nilai prestasi akademik dan dikenal dengan istilah prestasi belajar. Tirtonagoro
(2001) menyatakan bahwa, “Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha
kegiatan belajar mengajar yang dalam bentuk simbol, angka, huruf, atau kalimat
yang dapat mencerminkan hasil usaha yang sudah dicapai oleh anak dalam
periode tertentu. Adapun fungsi prestasi tidak hanya sebagai indikator
keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas
pendidikan.
Menurut Nasution (1996) prestasi belajar siswa dikatakan sempurna jika
memenuhi tiga aspek yaitu: (1) Aspek kognitif, adalah aspek yang berkaitan
dengan kegiatan berpikir. aspek ini sangat berkaitan dengan tingkat intelegensi
(IQ) atau kemampuan berpikir siswa. (2)Aspek afektif, adalah aspek yang
berkaitan dengan nilai dan sikap. penilaian pada aspek ini dapat dilihat pada
kedisiplinan, sikap hormat pada guru, kepatuhan dan lain sebagainya. (3)Aspek
psikomotorik, kemampuan gerak fisik yang mempengaruhi sikap mental. Jadi
sederhananya aspek ini menunjukkan kemampuan atau ketrampilan siswa setelah
menerima sebuah pengetahuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar menurut Slameto (2003) adalah faktor internal yang meliputi kondisi
fisik, kondisi psikologis, kondisi panca indera, kecerdasan, bakat, motivasi dan
kompetensi sosial; dan faktor eksternal yang meliputi faktor lingkungan dan
faktor instrumental. Demikian pentingnya prestasi belajar yang tinggi dapat
dicapai, namun pada kenyataannya prestasi belajar siswa di Indonesia masih
tergolong rendah. Menurut UNESCO indeks pembangunan pendidikan atau
education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934.
Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI
dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80,
sedangkan kategori rendah di bawah 0,80.
Pada kenyataannya prestasi belajar itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah kompetensi
sosial. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Caprara, dkk (2000) bahwa
ketrampilan dan kompetensi sosial sebagai faktor yang menentukan keberhasilan
akademik dan dapat memprediksi hasil perkembangan individu yang secara luas
telah diakui. Selain itu, pengembangan intelektual anak-anak juga dipengaruhi
oleh kualitas hubungan interpersonal dengan para gurunya (DiLalla, Marcus, &
Wright-Phillips, 2004) dan teman sebayanya (Smith & Brownell, 2003), yang
mana hal tersebut mengarah pada ketrampilan dan kompetensi sosial. Hubungan
interpersonal dengan para guru dan teman sebaya yang baik memungkinkan
penggunaan keterampilan sosial dalam mengeksplorasi lingkungan, menjamin
kemungkinan pendidikan yang positif dan memperkuat kognitif stimulasi (input)
dalam konteks akademik, yang pada akhirnya menghasilkan pencapaian prestasi
belajar yang tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kompetensi sosial emosional anak pada prestasi belajar siswa?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi kompetensi sosial emosional anak pada
prestasi belajar siswa?
3. Bagaimana peranan kompetensi sosial emosional anak pada prestasi belajar
siswa?

C. Maksud Dan Tujuan


1. Mahasiwa mengetahui kompetensi sosial emosional anak pada prestasi
belajar siswa.
2. Mahasiswa mengetahui faktor yang mempengaruhi kompetensi sosial
emosional anak pada prestasi belajar siswa.
3. Mahasiwa mengetahui peranan kompetensi sosial emosional anak pada
prestasi belajar siswa.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kompetensi Sosial Emosional Anak Pada Prestasi Belajar Siswa


Pendidikan Anak Usia Dini menjadi perhatian dari pemerintah di tahun-tahun
ini. Tujuan dari penyelenggaraan PAUD adalah untuk mempersiapkan anak
memasuki jenjang sekolah dasar. Kesiapan anak memasuki jenjang pendidikan
lanjut dilakukan dengan pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani (Sartika dkk, 2011: 10).
Beberapa sekolah sudah menggunakan tes kesiapan sekolah untuk prasyarat
masuk SD.
Menyesuaikan dengan tes kesiapan untuk masuk SD, maka pembelajaran di
PAUD harus mengembangkan aspek yang menjadi indikator kesiapan sekolah.
Keberhasilan pembelajaran di PAUD akan terlihat dari hasil kesiapan sekolah
lulusan PAUD. Pembelajaran PAUD harus mengarah untuk mempersiapkan anak
masuk sekolah. Salah satu aspek atau kompetensi dasar yang dibutuhkan adalah
aspek sosial emosional. Sosial emosional anak usia dini merupakan suatu proses
belajar anak bagaimana berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan aturan
sosial yang ada dan anak lebih mampu untuk mengendalikan perasaan-
perasaannya yang sesuai dengan kemampuan mengidentifikasikan dan
mengungkapkan perasaan tersebut (Nurjanah, 2017: 52). Sekolah membutuhkan
kurikulum sebagai acuan pembelajaran untuk sosial emosional.
Dalam masa (0-12 bulan), bayi belajar dihibur dan ditenangkan oleh
pengasuh, ikut dalam interaksi sosial seperti tersenyum, menanggapi nama
mereka, dan bertukar suara; dan mengekspresikan berbagai emosi untuk
kesedihan takut atau kecemasan. Dalam balita (usia 1-2), anak-anak menjadi
mahir mengenali dan berinteraksi dengan berbagai orang, memfokuskan
perhatian dan bermain lebih mandiri, mengekspresikan (baik secara lisan dan
non-verbal) rentang yang lebih besar dari emosi, termasuk pembangkangan,
kemarahan, dan frustrasi, dan bertindak lebih tegas dalam interaksi sosial, seperti
melalui mengarahkan permainan lain.
Anak-anak prasekolah (usia 3-4) mulai mengembangkan hubungan
emosional di luar keluarga dalam bentuk persahabatan, memahami perbedaan
antara diterima secara sosial dan tidak dapat diterima tingkah laku, bertahan
dengan tantangan tugas tanpa menjadi terlalu frustrasi, menghindari mengganggu
orang lain dan menampilkan keterampilan sekitar gilirannya mengambil dan
berbagi mainan, mengidentifikasi dan mengartikulasikan perasaan sendiri dan
orang lain mereka; semakin mengelola emosi mereka sendiri dalam cara yang
tepat secara sosial; dan memecahkan beberapa masalah sosial secara mandiri.
Kompetensi sosial didefinisikan dalam sastra anak usia dini sebagai sejauh
mana anak-anak yang efektif dalam interaksi sosial mereka dengan orang lain,
termasuk membuat dan mempertahankan hubungan sosial, menunjukkan
keterampilan kooperatif dan fleksibilitas, dan menyesuaikan perilaku untuk
memenuhi tuntutan dari konteks sosial yang berbeda (Fabes, Gaertner, & Popp,
2006; Han & Kemple, 2006; Rose-Krasnor, 1997). Ranah ini mencerminkan
anak-anak pro-sosial keterampilan dan kemampuan, termasuk kemampuan untuk
mengenali isyarat-isyarat sosial; bergaul positif dengan teman sebaya dan orang
dewasa melalui kerjasama, mendengarkan, mengambil, dan memulai dan
mempertahankan percakapan; terlibat dalam penyelesaian masalah sosial;
memahami hak orang lain; memperlakukan orang lain secara adil; membedakan
antara tindakan insidental dan disengaja; dan menyeimbangkan kebutuhan
sendiri dengan kebutuhan orang lain.
Kompetensi emosional yaitu kemampuan untuk mengelola perasaan sendiri
(regulasi emosi), dan kemampuan untuk memahami perasaan orang lain (emosi
pemahaman) adalah contoh dari konstruksi tertentu yang jatuh dalam ranah ini.
langkah-langkah yang dirancang untuk menilai kompetensi emosional anak-anak
mungkin bertanya orang tua atau guru melaporkan tentang (atau memiliki
dokumen pengamat) kemampuan seorang anak untuk menunjukkan kasih sayang
kepada orang dewasa yang akrab; memahami perasaan senang, sedih atau marah;
mengartikulasikan keadaan emosi mereka sendiri; atau mendapatkan kembali
kontrol setelah episode menangis.
2. Peranan Kompetensi Sosial Emosional Anak Pada Prestasi Belajar Siswa

3. Hubungan Antara Kompetensi Sosial Emosional Anak Dengan Prestasi


Belajar Siswa.

Anda mungkin juga menyukai