Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

DOSEN PEMBIBING

Taufiqurohman, MA

Disusun oleh
Saadah

INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON

FAKULTAS TARBIYAH

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidkan Nasional Negara Republik Indonesia No. 20 Tahun
2003, Pasal satu menyatakan bahwa Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan. Dari ke tiga jalur pendidikan tersebut Pendidikan nonformal didefinissikan
sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. Dalam pasal 26 undang-undang tersebut pada ayat 1 bahwa Pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. Artinya bahwa warga masyarakat memiliki peranan penting dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan untuk generasi muda. Bahwa masyarakat bekerja sama dengan
pemerintah dalam mewujudkan pendidikan sepanjang hayat (ongoing Formation). Adapun fungsi
Pendidikan nonformal yakni mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan non formal lebih menekankan fungsi motorik
pada peserta didik untuk tampil dalam dunia usaha, fungsi pendidikan non formal tercantum dalam
pasal 26 ayat 2 pada undang-undang tersebut diatas. Ada beberapa bentuk Pendidikan nonformal
antara lain: pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
Bebrapa karakteristik dari pendidikan non formal diantaranya adalah sebagai berikut: Tempat
pembelajaran pendidikan non formal bisa diadakan di luar gedung; Pendidikan nonformal Kadang
tidak ada persyaratan khusus; Pada Umumnya pendidikan non formal tidak memiliki jenjang yang
jelas; Adanya program tertentu yang khusus hendak ditangani oleh pendidikan non formal;
pendidikan nonformal bersifat praktis dan khusus; Pendidikannya berlangsung singkat; Terkadang
ada ujian; Pendidikan nonformal dapat dilakukan oleh pemerintah atau swasta. Dari karakteristik
Pendidikan nonformal sangat jelas bahwa Pendidikan non formal memiliki peran penting dalam
pembangunan. Pendidikan nonformal mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk
1
pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman.
Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya. Mengenai masalah pedidikan non formal, perhatian pemerintah kita masih terasa
sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan non formal yang
makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang
mahal. Minimnya Pastisipasi orang tua dan masih banyak hal yang lain. Dampak dari pendidikan
nonformal yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga
akibat dari kecilnya ratarata alokasi anggaran pendidikan non formal baik di tingkat nasional,
propinsi, maupun kota dan kabupaten, apa lagi ke tingkat kecamatan dan pedesaan di daerah- daerah
terpencil.

Salah satu bentuk Pendidikan non formal adalah Pendidikan Anak Usia Dini. Pendidikan
nonformal tersebut adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pada jenjang
pendidikan ini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun. Pembinaan tersebut dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan anak usia dini juga merupakan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik,
kecerdasan, sosio emosional, bahasa da komunikasi. Jenjang pendidikan ini disesuaikan dengan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Adapun tujuan pendidikan anak usia dini yaitu untuk membentuk anak yang berkualitas. Bahwa
anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga
memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan
di masa dewasa. Tujuan lain adalah Tujuan Penyerta yaitu untuk membantu menyiapkan anak
mencapai kesiapan belajar di sekolah. Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, pada
pasal 28 ayat 1 dikatakan bahwa anak usia dini adalah berkisar antara nol sampai enam tahun.
Sementara itu di beberapa Negara, anak usia dini berkisar antara nol sampai delapan tahun menurut
kajian rumpun keilmuan pendidikan anak usia dini. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia
tahun 2000 di Dakkar, Senegal, telah menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi
pendidikan untuk semua (The Dakkar Frame work for Action Education for All). Salah satu butir
dari kesepakatan tersebut menyatakan bahwa: “memperluas dan memperbaiki keseluruhan

2
perawatan dan pendidikan anak usia dini (PAUD), terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan
kurang beruntung”. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan anak pada usia dini telah menjadi
perhatian internasional.

Menurut hasil penelitian di bidang neurologi seperti yang dilakukan oleh Dr. Benyamin S.
Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, mengemukakan bahwa
pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50% (Cropley, 1999: 94). Artinya
pendidikan anak seharusnya dimulai pada jenjang usia nol sampai empat tahun. Bila pendidikan
pada jenjang ini tidak dilakukan maka otak anak tersebut juga tidak mendapatkan ransangan yang
maksimal. Jika jenjang tersebut tidak direalisasikan maka perkembangan otak pada anak tersebut
juga tidak berkembang secara normal dan optimal. Hal yang berlawanan adalah Anggapan bahwa
pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun ternyata tidaklah
benar. Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia Taman Kanak-kanak (4-6 tahun) pun sebenarnya
sudah terlambat. Akan tetapi hal itu pun belum disadari oleh banyak kalangan, lebih-lebih di daerah
pelosok mengenai proses perkembangan otak pada anak usia dini.

Selain itu ada juga pengaruh dari lingkungan terhadap perkembangan otak pada anak usia
dini. Menurut hasil penelitian di Baylor College of Medicine menyatakan bahwa lingkungan
memberi peran yang sangat besar dalam pembentukan sikap, kepribadian, dan pengembangan
kemampuan anak secara optimal. Hal ini berarti bahwa Anak yang tidak mendapat lingkungan baik
untuk merangsang pertumbuhan otaknya maka perkembangan otaknya akan lebih kecil 20 - 30%
dari ukuran normal seusianya. Secara keseluruhan hingga usia delapan tahun, 80% kapasitas
kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30%
setelah usia empat tahun hingga mencapai usia delapan tahun. Selanjutnya kapasitas kecerdasan
anak tersebut akan mencapai 100% setelah berusia sekitar 18 tahun (Abdulhak, 2002). Oleh sebab
itu masa kanak-kanak dari usia 0-8 tahun disebut masa emas (golden Age) yang hanya terjadi satu
kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang
pertumbuhan otak anak melalui perhatian kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan
pelayanan pendidikan.

3
Namun pelayanan anak usia dini masih sangat jauh dari apa yang diharapkan. Meskipun
sudah ada undang-undang tentang pendidikan non formal dan juga pendidikan anak usia dini, tetapi
toh pelayanan anak usia dini tetap masih memperhatinkan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan non formal?


2. Apa yang dimaksud dengan pendidikan anak usia dini?
3. Apa saja masalah-masalah pokok pendidikan anak usia dini?
4. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasinya?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui arti pendidikan non formal.


2. Untuk mengetahui arti pendidikan anak usia dini.
3. Untuk mengetahui macam-macam masalah pokok pendidikan anak usia dini.
4. Untuk mengetahui solusi dari masalah-masalah pendidikan anak usia dini.

BAB II
PEMBAHASAN

4
A. Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal dengan berbagai atribut dan nama atau istilah lainnya, baik disebut
dengan, mass education, adult education, lifelong education, learning society, out-of-school
education, social education dll, merupakan kegiatan yang terorganisir dan sistematis yang
diselenggarakan di luar subsistem pendidikan formal. (Sudjana, 1994:38. R.A. Santoso, 1955:10).
Meskipun kesemua istilah tersebut memiliki perbedaan dan kesamaan dengan pendidikan
nonformal, akan tetapi sangat sulit untuk merumuskan pengertian yang konprehensif dan berlaku
umum, mengingat titik pandang yang berbeda. Berikut ini diuraikan berbagai definisi tentang
pendidikan nonformal yang dikemukakan oleh para ahli:

1) Pendidikan nonformal adalah usaha yang terorganisir secara sistematis dan kontinyu di luar
sistem persekolahan, melalui hubungan sosial untuk membimbing individu, kelompok dan
masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita sosial (yang efektif) guna meningkatkan taraf hidup
dibidang materil, sosial dan mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan sosial.

Hamojoyo (1973:vii):

2) Secara luas Coombs (1973:11) memberikan rumusan tentang pendidikan nonformal


adalah: setiap kegiatan pendidikan yang terorganisasi, diselenggarakan di luar pendidikan
persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian penting dari suatu kegiatan
yang lebih luas dengan maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar di dalam
mencapai tujuan belajar.

3) Niehoff, (1977:8) merumuskan pendidikan nonformal secara terperinci yakni: Nonformal


education is defined for our purpose as the method of assessing the needs end interests of adults
and out-of school youth in developing countries-of communicating with them, motivating them to
patterns, and related activities which will increase their productivity and improve their living
standard.
4) Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan sosial dalam hal ini adalah Semua kegiatan
pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan olah raga dan rekreasi yang diselenggarakan di luar
sekolah bagi pemuda dan orang dewasa, tidak termasuk kegiatan-kegiatan pendidikan yang
diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum sekolah. (article. 2) lifelong learning in Japan.

(1992:39)

5
Dari definisi-definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa pendidikan nonformal
dalam proses penyelenggaraannya memiliki suatu sistem yang terlembagakan, yang di dalamnya
terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan nonformal perlu perencanaan program
yang matang, melalui kurikulum, isi program, sarana, prasarana, sasaran didik, sumber belajar, serta
faktor-faktor yang satu sama lain tak dapat dipisahkan dalam pendidikan nonformal.

Pada definisi lain Coombs menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran yang dianggap
cocok dengan penyelenggaraan pembelajaran pada pendidikan nonformal terutama mengenai
sistem pembelajaran individual dan sistem pembelajaran kelompok. Pada definisi tersebut Coombs
menjelaskan, bahwa pendekatan kelompok dalam penyelenggaraan pembelajaran pendidikan
nonformal lebih dominan ketimbang pendekatan individual. Kenapa demikian karena dengan
kelompok proses pembelajaran atau transfer pengetahuan, keterampilan akan lebih efektif. Pada
konteks lain pendidikan nonformal sering disebut dengan istilah pendidikan luar sekolah (outof-
school education). Istilah ini mengacu pada penyelenggaraan pendidikan di luar sistem sekolah atau
di luar kurikulum yang diprogram secara nasional untuk sekolah.

Istilah pendidikan luar sekolah sebenarnya lebih popular di Indonesia ketimbang di


Negaranegara lain (baik negara maju maupun negara dunia ke tiga). Pengungkapan istilah
pendidikan nonformal memberikan informasi bahwa pada hakikatnya pendidikan tidak hanya
diselenggarakan di pendidikan formal saja, tetapi juga di pendidikan nonformal. Hal ini sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 1:

 ayat (10) Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan;

6

ayat (11) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi;

 ayat (12) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang;

 ayat (13) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Berdasarkan padapernyataan di atas, maka pendidikan nonformal merupakan salah satu jalur
dari penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia.

Pendidikan nonformal diselenggarakan melalui tahapan-tahapan pengembangan bahan


belajar, pengorganisasian kegiatan belajar, pelaksanaan belajar mengajar dan penilaian. Hal ini
sejalan dengan pendapat Knowles, bahwa langkah-langkah pengelolaan kegiatan belajar meliputi:

 menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar;


 menetapkan struktur organisasi pengelola program belajar;
 mengidentifikasi kebutuhan belajar;
 merumuskan arah dan tujuan belajar;
 menyusun pengembangan bahan belajar;
 melaksanakan kegiatan belajar; dan  melakukan penilaian.

Bahan belajar yang disediakan pada pendidikan nonformal mencakup keseluruhan


pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan aspek kehidupan. Hal ini ditujukan
untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan belajar yang timbul dalam kehidupan masyarakat.
Kebutuhan belajar terasa dan prioritas program nasional. Yang dimaksud kebutuhan belajar terasa
adalah kebutuhan belajar yang dirasakan oleh setiap anggota masyarakat, sedangkan prioritas
program nasional berhubungan dengan tuntutan pengetahuan dan keterampilan yang perlu dimiliki
setiap anggota masyarakat berdasarkan pertimbangan kepentingan nasional.

Oleh karena itu keberadaan pendidikan nonformal saat ini semakin dibutuhkan oleh
masyarakat karena berbagai alasan meliputi:

 Kemajuan teknologi;

7

Kebutuhan pendidikan keterampilan yang tidak bisa dijawab oleh pendidikan formal;
 Keterbatasan akses pendidikan formal untuk menjangkau masyarakat suku terasing,
masyarakat nelayan, pedalaman, serta masyarakat miskin yang termarjinalkan;

 Persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kehidupan dan perkembangan masyarakat


terutama berkaitan dengan; i) pertambahan penduduk dan pencemaran lingkungan; ii)
keinginan untuk maju; iii) perkembangan alat komunikasi dan; iv) terbentuknya
bermacammacam organisasi sosial.

Berdasar kepada kriteria tersebut, kebutuhan pendidikan nonformal semakin nyata dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, baik yang
menyangkut persoalan pendidikan maupun persoalan sosial lainnya. Pada sisi yang lebih ideal
pendidikan nonformal semakin nyata dibutuhkan terutama dalam usaha pengembangan dan
implementasi belajar sepanjang hayat (lifelong learning) atau di Jepang disebut dengan istilah
shogai gakushu.

Pertama, sebagai pelengkap (complement) bahan belajar yang diselenggarakan di sekolah; kedua
sebagai penambah (supplement) bahan belajar yang dipelajari di sekolah; dan ketiga, sebagai
lembaga pilihan lain yang berdiri sendiri (substitut). Di Jepang pengembangan konsep “shogai
gakushu” mulai diperkenalkan sekitar tahun 1960-an di seluruh Jepang, Pemerintah Jepang saat
itu dan masyarakatnya menganggap bahwa konsep belajar sepanjang hayat sangat relevan dengan
kehidupan masyarakat terutama dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan pendidikan
melalui berbagai kegiatan pendidikan nonformal. Ogawa (1991) menjelaskan

The main principle of social education is twofold: (1) to ensure every citizen’s right to
learn, in particular those who lack a proper school education, and (2) to promote
participatory democracy by enlightening people through learning in their own
communities.

Pentingnya peran pendidikan nonformal di masyarakat bisa di analisis dari jenis kebutuhan
belajar yang beragam, hal ini sejalan dengan pendapat para ahli di bidang pendidikan nonformal.
Lebih jauh Coombs mengungkapkan bahwa program belajar bagi masyarakat perdesaan di dunia
ketiga dapat dikelompokan kedalam:

8

Pendidikan umum atau dasar, meliputi program literasi, pengertian dasar mengenai
ilmupengetahuan dan lingkungan, dan sebagainya;

 pendidikan kesejahteraan keluarga, terutama dirancang untuk menyebarkan pengetahuan,


keterampilan dan sikap yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga; 
pendidikan kemasyarakatan;  pendidikan kejuruan.

Sedangkan, Herbinson yang dikutip Simkins mengajukan pengelompokan program belajar


pendidikan nonformal berdasar atas peningkatan produktivitas kerja yaitu:

 program peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat yang telah bekerja;
 program penyiapan angkatan kerja, terutama bagi masyarakat yang belum bekerja; dan
 program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman di luar dunia
kerja.

Berdasar kepada kondisi-kondisi tersebut program pendidikan nonformal dapat


dikelompokan ke dalam dua hal, yakni:

1. Program pendidikan dasar, yang memberikan pelayanan belajar kepada masyarakat yang
belum memiliki kemampuan-kemampuan dasar, seperti program literasi.

2. Program pendidikan lanjutan, yang memberikan pelayanan pendidikan untuk


mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ke jenjang yang lebih
tinggi, seperti; pendidikan untuk peningkatan produktivitas kerja.

Pada sasaran pengembangan kelompok pertama pendidikan nonformal memiliki peran


mendasar dalam rangka membangun kemampuan dasar masyarakat (sasaran didiknya), terutama
dalam implementasi belajar sepanjang hayat. Maka pendidikan nonformal memiliki tugas khusus
bukan hanya sekedar tuntutan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun akan tetapi yang paling
penting mencerdaskan masyarakat pada level literasi (pembebasan buta huruf) berarti membuka
wawasan dan cakrawala masyarakat ke arah kemajuan dan perubahan hidup dan kehidupan yang
baru. Program pendidikan dasar melalui pendidikan nonformal jangan hanya dikategorikan

9

sekedar menyelesaikan masalah tingginya angka drop out pendidikan dasar dan menjadi sorotan
dunia internasional yang berpengaruh terhadap HDI (human development index), akan tetapi

10
tugas ini harus dianggap sebagai suatu kewajiban dalam menata lifelong education pada tingkat
awal.

B. Pendidikan Anak Usia Dini

Anak usia dini sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003
pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa: “Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Batasan lain
mengenai usia dini pada anak berdasarkan psikologi perkembangan yaitu antara usia 0–8 tahun.

Di samping istilah pendidikan anak usia dini terdapat pula terminologi pengembangan anak
usia dini yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan atau pemerintah untuk membantu anak
usia dini dalam mengembangkan potensinya secara holistik baik aspek pendidikan, gizi maupun
kesehatan (Direktorat PADU, 2002:3).

Pertumbuhan sering dikaitkan dengan kata perkembangan sehingga ada istilah tumbuh
kembang. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pertumbuhan merupakan bagian dari
perkembangan. Namun sebenarnya pertumbuhan dan perkembangan adalah dua hal yang berbeda.
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran dan bentuk tubuh atau anggota tubuh, misalnya bertambah
berat badan, bertambah tinggi badan, bertambah lingkaran kepala, bertambah lingkar lengan,
tumbuh gigi susu, dan perubahan tubuh yang lainnya yang biasa disebut pertumbuhan fisik.
Pertumbuhan dapat dengan mudah diamati melalui penimbangan berat badan atau pengukuran
tinggi badan anak. Pemantauan pertumbuhan anak dilakukan secara terus menerus dan teratur.

Adapun perkembangan adalah perubahan mental yang berlangsung secara bertahap dan dalam
waktu tertentu, dari kemampuan yang sederhana menjadi kemampuan yang lebih sulit, misalnya
kecerdasan, sikap, tingkah laku, dan sebagainya. Proses perubahan mental ini juga melalui tahap
pematangan terlebih dahulu. Bila saat kematangan belum tiba maka anak sebaiknya tidak dipaksa
untuk meningkat ke tahap berikutnya misalnya kemampuan duduk atau berdiri.

11
Pertumbuhan dan perkembangan masing-masing anak berbeda, ada yang cepat dan ada yang
lambat, tergantung faktor bakat (genetik), lingkungan (gizi dan cara perawatan kesehatan), dan
konvergensi (perpaduan antara bakat dan lingkungan). Oleh sebab itu perlakuan terhadap anak
tidak dapat disamaratakan, sebaiknya dengan mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak (Diktentis Diklusepa, 2003:8).

Pada saat anak dilahirkan ia sudah dibekali tuhan dengan struktur otak yang lengkap, namun
baru mencapai kematangannya pada saat setelah di luar kandungan. Bayi yang baru dilahirkan
memiliki 100 miliar neuron dan bertriliun-triliun sambungan antar neuron. Melalui persaingan
alami akhirnya sambungan-sambungan yang tidak atau jarang digunakan akan mengalami atrofi.
Pemantapan sambungan terjadi apabila neuron mendapatkan informasi yang mampu menghasilkan
letupan-letupan listrik. Letupan tersebut merangsang bertambahnya produksi myelin yang
dihasilkan oleh zat perekat glial. Semakin banyaknya zat myelin yang diproduksi maka semakin
banyak dendrit-dendrit yang tumbuh, sehingga akan semakin banyak synapse yang berarti lebih
banyak neuron-neuron yang menyatu membentuk unit-unit. Kualitas kemampuan otak dalam
menyerap dan mengolah informasi tergantung dari banyaknya neuron yang membentuk unit-unit.
Otak manusia bersifat hologram yang dapat mencatat, menyerap, menyimpan, mereproduksi dan
merekonstruksi informasi.

Kemampuan otak yang dipengaruhi oleh kegiatan neuron ini tidak bersifat spontan, tetapi
dipengaruhi oleh mutu dan frekuensi stimulasi yang diterima indra. Stimulasi pada tahun-tahun
pertama kehidupan anak sangat mempengaruhi struktur fisik otak anak, dan hal tersebut sulit
diperbaiki pada masa-masa kehidupan selanjutnya. Implikasinya adalah bahwa anak yang tidak
mendapatkan stimulasi psikososial seperti jarang disentuh atau jarang diajak bermain akan
mengalami berbagai penyimpangan perilaku. Penyimpangan tersebut dalam bentuk hilangnya citra
diri yang berakibat pada rendah diri, sangat penakut, dan tidak mandiri, atau sebaliknya menjadi
anak yang tidak memiliki rasa malu dan terlalu agresif.
Stimulasi psikososial untuk merangsang pertumbuhan anak tidak akan memberikan arti bagi masa
depan anak jika derajat kesehatan dan gizi anak tidak menguntungkan. Pertumbuhan otak anak
ditentukan oleh bagaimana cara pengasuhan dan pemberian makan serta stimulasi anak pada usia
dini yang sering disebut critical period ini. Gizi yang tidak seimbang maupun gizi buruk serta
derajat kesehatan anak yang rendah akan menghambat pertumbuhan otak, dan pada gilirannya akan
12
menurunkan kemampuan otak dalam mencatat, menyerap, mereproduksi dan merekonstruksi
informasi. Di samping itu, rendahnya derajat kesehatan dan gizi anak akan menghambat
pertumbuhan fisik dan motorik anak yang juga berlangsung sangat cepat pada tahun-tahun pertama
kehidupan anak. Gangguan yang terjadi pada pertumbuhan fisik dan motorik anak, sulit diperbaiki
pada periode berikutnya, bahkan dapat mengakibatkan cacat yang permanen (Dirjen Diklusepa,
Depdiknas: 2002).

Konsep di atas menuntut adanya pengintegrasian aspek psiko-sosial/pendidikan, gizi dan


kesehatan dalam proses tumbuh kembang anak atau dengan kata lain anak mendapatkan layanan
dasar secara holistik. Dalam perkembangan anak, pada saat-saat tertentu dapat terjadi kemandegan
tugas-tugas perkembangan (discontinuity), misalnya karena sakit, namun setelah masa ini berlalu
ada tugas perkembangan yang bisa dikejar dan ada pula yang tidak bisa dikejar sama sekali.

C. Masalah-masalah pokok dalam Pendidikan Anak Usia Dini.

Masalah-masalah pokok dalam pendidikan anak usia dini adalah ) kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan pada anak usia dini; (2) masih terbatas dan tidak meratanya
lembaga layanan PAUD yang ada di masyarakat terutama di pedesaan. (3) rendahnya dukungan pemerintah
dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Ketua Umum Himpunan Pendidik PAUD Seluruh
Indonesia (Himpaudi) Netti Herawati mengatakan, ada delapan masalah dalam dunia pendidikan
anak, khususnya anak usia dini (PAUD). Menurutnya, delapan masalah tersebut yakni: pertama
adalah bahwa tingkat pendidikan guru di mana hanya 23,06 persen berpendidikan S1. Sementara
menurut Standar Nasional Pendidikan seharusnya Guru PAUD baik Formal maupun Non Formal
minimal S1 PAUD/Psikologi/Kependidikan. Kedua adalah persoalan kualitas Program dan
lembaga PAUD dan masih sepertiga anak usia 3-6 tahun yang belum mendapat layanan PAUD
saat ini. Permasalahan yang Ketiga adalah keterlibatan keluarga yang belum seiring sejalan dan
bersama lembaga PAUD. Padahal, PAUD adalah kerja membangun Fondasi bangsa dan tumbuh
kembangkan anak. Permasalahan yang keempat adalah pembelajaran di PAUD yang seharusnya
80 persen membangun sikap, namun saat ini justru fokus pada pembelajaran calistung yang
bernuansa akademik. Permasalahan yang kelima adalah investasi pendidikan. Permasalahn yang
keenam adalah masalah gizi. Permasalahan yang ketujuh adalah status guru PAUD non formal

13
yang belum dianggap sebagai guru. Permasalahan yang kedelapan adalah tantangan eksternal
Undang-undang Guru dan Dosen yang masih dikotomi sampai saat ini setelah 10 tahun berjalan.

BAB III
SOLUSI

A. Solusi yang pertama adalah tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan kualitas
pendidikan serta langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah.

14
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin
(12/3/2007). Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu: Langkah pertama yang
akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati
pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi. Langkah kedua, menghilangkan
ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen,
serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional. Langkah keempat, pemerintah
akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan.
Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan. Langkah kelima, pemerintah berencana
membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-
sekolah. Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini
dianggarkan Rp 44 triliun. Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam
aplikasi pendidikan. Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati
fasilitas pendidikan.

Solusi untuk permasalahan pertama bahwa tingkat pendidikan guru di mana hanya 23,06
persen berpendidikan S1. Sementara menurut Standar Nasional Pendidikan seharusnya Guru
PAUD baik Formal maupun Non Formal minimal S1 PAUD/Psikologi/Kependidikan. Solusi
Permasalahan tersebut perlu melakukan pengecekkan pada proses perekrutan guru untuk menjadi
guru pendidik anak usia dini. Pengecekkan tersebut dilakukan pada seleksi dokumen, tes tertulis,
wawancara, pengalaman kerja hingga sampai pada surat keputusan kepala dinas Pendidikan. Bila
proses seleksi memenuhi seluruh kriteria yang ada maka seharusnya tidak ada guru yang
berpendidikan di bawah level S1 berdasarkan standar nasional Pendidikan.
Solusi untuk persoalan kualitas Program dan lembaga PAUD. Untuk persoalan kualitas
program dan lembaga pendidikan anak usia dini. Pendidikan luar sekolah didasari oleh empat asas
yaitu asas kebutuhan, asas pendidikan sepanjang hayat, asas relevansi dengan pembangunan
masyarakat, dan asas wawasan ke masa depan. Dalam hal ini perhatian lebih ditujukan pada asas
pendidikan sepanjang hayat yang relevan dengan topik yang sedang dibahas. Hawes,
(Trisnamansyah, 2003: 7) mengemukakan dua puluh karakteristik pendidikan sepanjang hayat,
antara lain: Pendidikan sepanjang hayat tidak hanya terbatas pada pendidikan orang dewasa tapi

15
juga meliputi serta menyatukan semua tingkat pendidikan prasekolah, SD, SLTP dan seterusnya.
Ini merupakan pandangan pendidikan secara menyeluruh. Berdasarkan karakteristik di atas maka
pendidikan prasekolah telah diakui sebagai bagian dari pendidikan sepanjang hayat. Hal yang sama
juga diungkapkan oleh Worth, W.H. (Cropley, 1999: 43) yang mengemukakan bahwa pendidikan
tidak boleh menolak anak di bawah umur enam tahun dan menganjurkan pendidikan anak-anak
awal yang disebutnya “Early Ed. Tiga tujuan pokok “Early Ed”, yang meliputi perlengkapan
stimulasi, membantu pemahaman identitas, dan menciptakan pengalaman sosialisasi yang tepat.
Aspek terpenting anjuran Worth ialah pendidikan anak usia dini sebagai fase pertama sistem
pendidikan seumur hidup. Ia menyarankan bahwa tujuannya harus memuat pengembangan
keterampilan untuk mendayagunakan informasi dan simbol-simbol, meningkatkan apresiasi
bermacam-macam mode ekspresi diri, memelihara keinginan dan kemampuan berpikir,
menanamkan keyakinan setiap anak tentang kemampuannya untuk belajar, membantu perasaan
harga diri, dan akhirnya, meningkatkan kemampuan untuk hidup dengan orang lain. Worth melihat
pendidikan anak usia dini meliputi variable yang kompleks dalam bidang kognitif, motivasi dan
sosio affektif yang jika berkembang dengan tepat akan menjadi basis pemenuhan diri dalam
kehidupan. Dengan demikian Worth mengakui pentingnya pendidikan anak-anak usia prasekolah
sebagai salah satu fase pendidikan seumur hidup. Sedangkan masih ada sepertiga anak usia 3-6
tahun yang belum mendapat layanan PAUD saat ini, Berdasarkan data sensus penduduk tahun
2000 menunjukkan bahwa dari jumlah 26,09 juta anak usia 0-6 tahun, sebagian besar (sekitar 17,
99 juta anak atau 68,9%) belum terlayani dalam pendidikan prasekolah. Taman Kanak-kanak dan
Raudhatul Athfal hanya mampu melayani sekitar 2 (dua) juta anak dari 12,6 juta anak usia 4-6
tahun yang ada.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas maka sewajarnya bila peran Pendidikan Luar Sekolah
yang mencakup pendidikan nonformal dan informal – dalam memberikan pelayanan pendidikan
dini pada anak-anak yang tak memperoleh pendidikan di jalur pendidikan formal sangatlah penting
dan mendesak. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang diselenggarakan pendidikan luar sekolah
berupa kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia dini yang
sejenis.

Kelompok bermain adalah salah satu bentuk layanan PAUD bagi anak usia tiga – enam tahun,
yang berfungsi untuk meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang diperlukan bagi anak usia dini dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya

16
dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya, sehingga siap memasuki pendidikan
dasar.Taman Penitipan Anak adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang
berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orangtuanya berhalangan
atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam menagsuh anaknya karena bekerja atau sebab lain.

Satuan PAUD sejenis merupakan bentuk-bentuk layanan PAUD lainnya yang tidak
diselenggarakan dalam bentuk taman penitipan anak ataupun kelompok bermain. Satuan PAUD
sejenis dapat berbentuk: PAUD dalam keluarga dan berbagai layanan pendidikan lainnya, baik
yang bersifat khusus maupun umum yang diselenggarakan bagi anak usia dini. PAUD Terintegrasi
Posyandu atau Pospadu adalah pengembangan dari satuan PAUD sejenis, yang merupakan upaya
pendidikan bagi anak usia dini yang dilaksanakan dengan mengintegrasikan pendidikan dengan
program posyandu, sehingga anak memperoleh layanan dasar secara holistik/menyeluruh yang
mencakup layanan gizi, kesehatan, dan pendidikan.

Permasalahan yang Ketiga adalah keterlibatan keluarga yang belum seiring sejalan dan
bersama lembaga PAUD. Padahal, PAUD adalah kerja membangun Fondasi bangsa dan tumbuh
kembangkan anak. Rumah memegang peranan pertama, tajam dan penting dalam memulai proses
belajar sepanjang hayat yang terus berlanjut sepanjang kehidupan individu melalui proses belajar
keluarga. Dalam keluargalah anak pertama kali mendapatkan pengalaman belajarnya dimana
diketahui bersama bahwa keluarga merupakan tempat belajar di luar sekolah. Di dalam kehidupan
keluarga ini terjadi interaksi, didalamnya berupa transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai,
dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan
mendidik yang dikenal dewasa ini (Sudjana, 2001: 63).

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat
diberikan yaitu: Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan
sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam
konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain
meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan. Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal
pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan–
17
berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita
menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka
sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi indonesia yang
menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan
negara. Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut halhal teknis yang berkait langsung
dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi
siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis
untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping
diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan
kualitas guru.

B. Kesimpulan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat penting dan mendasar sebab merupakan hulu
dalam pengembangan sumber daya manusia. Periode emas (Golden Period) dalam tumbuh
kembang anak hanya terjadi sekali dalam kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir hingga usia
delapan tahun. Penelitian di bidang neurologi mengungkapkan bahwa perkembangan kecerdasan
anak 50% terjadi pada empat tahun pertama kemudian mencapai 80% hingga usia delapan tahun
dan akhirnya 100% pada usia 18 tahun. Anak-anak yang berada pada rentang usia dini yang
memperoleh asupan pendidikan masih sangat minim. Anak usia 0–6 tahun berjumlah 26,09 juta
akan tetapi yang terlayani dalam PAUD di jalur pendidikan formal (TK/RA) baru sekitar dua juta
anak sehingga peran pendidikan luar sekolah dalam membantu mengatasi masalah tersebut sangat
penting dan mendesak.

Kurangnya anak usia dini yang mendapatkan layanan pendidikan disebabkan beberapa faktor
diantaranya: (1) kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan pada anak usia dini;
(2) masih terbatas dan tidak meratanya lembaga layanan PAUD yang ada di masyarakat terutama
di pedesaan. Sebagai contoh pertumbuhan TK, KB/RA, dan TPA di perkotaan lebih pesat
dibandingkan di pedesaan; (3) rendahnya dukungan pemerintah dalam penyelenggaraan
pendidikan anak usia dini. Terdapat 41.317 buah TK di seluruh Indonesia, hanya 225 buah (0.54%)
TK yang didirikan oleh pemerintah, selebihnya dibangun oleh swasta.

18
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat
diberikan yaitu: Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal
teknis yang berkait langsung dengan pendidikan.

Daftar Pustaka:
Depdiknas. (2003). Bahan Sosialisasi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Tenaga Teknis. (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 0–6 Tahun. Jakarta: Ditjen
PLSP–Depdiknas.

Direktorat PADU. (2001). Informasi Tentang Pendidikan Anak Dini Usia Pendidikan Prasekolah Pada
Jalur Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Direktorat PADU -Ditjen PLSP–Depdiknas.

Direktorat PADU. (2002). Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Anak Dini Usia (Menu
Pembelajaran Generik). Jakarta: Direktorat PADU-Ditjen PLSP–Depdiknas.

Sudjana, D. (2001). Pendidikan Luar Sekolah. Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falasafah, Teori
Pendukung, Asas. Bandung: Penerbit Falah Production. Supriadi, Dedi. (2002). “Memetakan Kembali
Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Anak Dini Usia”. Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia.
Trisnamansyah, Sutaryat. (2003). “Materi Pokok Perkuliahan Filsafat, Teori, dan Konsep Dasar PLS”.
Bandung: Makalah tidak diterbitkan.

Gutama. (2003). “Kebijakan Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU)”. Makalah pada Pelatihan
Penyelenggara Program PADU, Bandung.

Hadis, Fawzia Aswin. (2002). “Strategi Sosialisasi Dalam Memberdayakan Masyarakat”. Buletin Padu
Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia.

Jalal, Fasli. (2002). “Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya PADU”.

Buletin Padu Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia.

https://www.researchgate.net/publication/315359213_PENINGKATAN_KUALITAS_PENDIDIKAN_ANAK
_US http://ummifadlah22.blogspot.com/2012/12/makalah-permasalahan-yang-terjadi-dalam.html
https://nbasis.wordpress.com/2014/03/09/konsep-pendidikan-non-formal/
https://www.kompasiana.com/unik/5500ac49a333115373511973/pendidikan-non-formal-
danperanannya-dalam-pendidikan-anak-usia-dini

19
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dini
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/03/10/himpaudi-8-masalah-pendidikan-anak-usia-dini

View publication stats

20

Anda mungkin juga menyukai