Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Upaya

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian Upaya adalah usaha,

ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan

keluar, dan sebagainya). Sedangkan pengertian Meningkatkan adalah

menaikkan (derajat, taraf, dsb). (DepDikNas, 2011: 1534).

B. Pengertian Orang Tua

Dalam keluarga khususnya keluarga inti, terdapat beberapa komponen

yang menyusunnya, pertama adalah ayah, ibu dan anak. Adapun yang disebut

dengan orang tua adalah ayah dan ibu dari satu keluarga. Dengan kata lain

keluarga yang utuh adalah apabila dalam satu keluarga terdapat orang tua

(ayah dan ibu) serta anak. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan beberapa

pendapat para ahli mengenai istilah keluarga.

Menurut Aly (2010: 88) orang tua adalah ibu dan ayah dan masing-

masing mempunyai tanggung jawab yang sama dalam pendidikan anak.

Dalam hal ini Darajat (2007: 56) mengemukakan bahwa orang tua adalah

pembina pribadi utama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan

cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung,

yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang

tumbuh. Hal ini dikarenakan posisi orang tua memiliki hubungan terdekat

dengan anak-anaknya.

12
13

Anak belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, ideologi dan

tingkah laku lainnya secara langsung kepada orang tuanya, sehingga perilaku

orang tua memiliki pengaruh yang sangat signifikan bagi pembentukan

karakter anak. Sedangkan Habib (2006: 56) mengatakan bahwa orang tua

menempati tempat pertama dan orangtualah yang mula-mula

memperkenalkan adanya Tuhan kepada anaknya, kemudian mengajarkan

beribadah dan sebagainya.

Upaya orang tua dalam membentuk kepribadian anak merupakan

tuntutan bagi dibangunnya lahan yang layak untuk masa depan anak bagi

berbagai jenjang kehidupannya. Sebab biasanya prilaku orang tua yang taat

dan ikut campur tangan dalam mendidik anak membawa hasil yang positif

dan baik yang mempengaruhi masa depan anaknya. Hal itu menjadi

sebaliknya, bagi orang tua yang tidak taat, yang mengabaikan pendidikan dan

perhatian terhadap anaknya. Sebab, biasanya prilaku ini akan membawa hasil

negatif terhadap masa depan anaknya (Mazhahiri, 2012: 19).

Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak

berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah

dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan dalam

membentuk kepribadian bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga

dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan

anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima

anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah (2007: 11), dalam tulisannya

tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga


14

pendidikan memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi dalam perkembangan

kepribadian anak dan mendidik anak dirumah; fungsi keluarga/orang tua

dalam mendukung pendidikan di sekolah.

C. Fungsi Orang Tua dalam Membentuk Kepribadian anak

Fungsi keluarga dalam pembentukan kepribadian anak adalah sebagai

berikut:

1. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.


2. Menjamin kehidupan emosional anak.
3. Menanamkan dasar pendidikan moral anak.
4. Memberikan dasar pendidikan sosial.
5. Meletakan dasar-dasar pendidikan agama.
6. Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong
keberhasilan anak.
7. Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan berbagai
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi
kehidupan kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa
yang mandiri.
8. Menjaga kesehatan anak sehingga ia dapat dengan nyaman
menjalankan proses belajar yang utuh.
9. Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan
pendidikan agama sesuai ketentuan allah swt, sebagai tujuan
akhir manusia (Ahmad, 2008).

Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, sehingga

orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai, sehingga anak-anak

akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya orang tua harus memahami

hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak,

membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat,

pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang

perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk

pola pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian anak yang sesuai


15

denga tujuan pendidikan itu sendiri untuk mencerdasakan kehidupan bangsa

dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang

beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan

rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan (Shochib, 2011: 37).

D. Prinsip Menjadi Orang Tua yang Baik

Setiap orang tua harus berusaha menjadi orang tua yang baik.

Menurut Syah (2010: 43) untuk menjadi orang tua yang baik, orang tua harus

memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Peduli dengan anak, sering-sering mengungkapkan cinta-kasih.


2. Menghormati karakter yang berbeda dari setiap anak, mengerti
cara berpikir mereka, meyakini, mendukung dan menyanjungi
mereka, dengan demikian bisa menambah rasa percaya diri
mereka.
3. Pada saat perasaan anak lagi tidak baik, hiburlah dia; pada saat
anak menghadapi frustasi, dukunglah dia.
4. Lebih banyak menemani anak dan bermain dengannya. Misalnya
menceritakan cerita, bernyanyi untuknya.
5. Tidak henti-hentinya menambah pengetahuan tentang kesehatan,
perkembangan dan pendidikan.

E. Pengertian Kepribadian

Kata personality dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Yunani-

kuno prosopon atau persona yang artinya “topeng” yang biasa dipakai artis

dalam teater. Jadi, konsep awal dari pengertian personality (pada masyarakat

awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan pada lingkungan sosial - kesan

mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial

(Alwisol, 2009: 7)
16

Chairilsyah (2012: 3) terdapat beberapa ahli telah mencoba

mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kepribadian. Diantara beberapa

ahli psikologi tersebut antara lain:

1. George Kelly menyatakan bahwa kepribadian adalah cara unik


dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman
hidupnya.
2. Gordon Allport menyatakan bahwa kepribadian merupakan suatu
organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang
menentukan tingkahlaku dan pemikiran individu secara khas.
3. Sigmund Freud menyatakan bahwa kepribadian merupakan suatu
struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id, ego, dan super
ego, sedangkan tingkahlaku lain merupakan hasil konflik dan
rekonsiliasi ketiga unsur dalam sistem kepribadian tersebut.
4. Menurut Browner kepribadian adalah corak tingkahlaku sosial,
corak ketakutan, dorongan dan keinginan, gerak-gerik, opini dan
sikap seseorang. Perilaku ada yang bersifat tampak dan ada pula
yang tidak tampak.

Menurut Alwisol (2009: 7-8), pengertian kepribadian banyak

diungkapkan oleh para pakar dengan definisi berbeda berdasarkan paradigma

dan teori yang digunakan. Beberapa definisi kepribadian adalah sebagai

berikut:

1. Kepribadian adalah kehidupan seseorang secara keseluruhan,


individual, unik, kemampuannya bertahan, membuka diri, serta
memperoleh pengalaman.
2. Kepribadian adalah pola trait-trait yang unik dari seseorang.
3. Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang yang
mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi.
4. Kepribadian adalah pola khas dari pikiran, perasaan, dan tingkah
laku yang membedakan orang satu dengan yang lain serta tidak
berubah lintas waktu dan situasi.

Berdasarkan uraian berbagai definisi di atas, ada lima persamaan yang

menjadi ciri dari definisi kepribadian, yaitu:


17

1. Kepribadian bersifat umum


Kepribadian menunjuk pada sifat umum seseorang yang

berkaitan dengan pikiran, kegiatan, dan perasaan yang berpengaruh

terhadap keseluruhan tingkah lakunya.

2. Kepribadian bersifat khas

Kepribadian dipakai untuk menjelaskan sifat individu yang

membedakan dia dengan orang lain.

3. Kepribadian berjangka lama

Kepribadian dipakai untuk menggambarkan sifat yang individu

yang awet, tidak mudah berubah sepanjang hayat. Kalau terjadi

perubahan biasanya bersifat bertahap dan sementara atau akibat

merespon suatu kejadian yang luar biasa.

4. Kepribadian bersifat kesatuan

Kepribadian dipakai untuk memandang diri sebagai unit tunggal

yang membentuk kesatuan dan konsisten.

5. Kepribadian bisa berfungsi baik atau buruk

Kepribadian adalah cara bagaimana orang berada di dunia

dengan penampilan baik atau buruk.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

kepribadian adalah cara unik setiap individu dalam berinteraksi dengan

lingkungannya berdasarkan kegnitif, emosional, dorongan dan kebutuhan

sosialnya yang diwujudkan dalam bentuk pola-pola perilaku yang tampak

maupun yang tidak tampak.


18

Menurut Friedman (2008: 2-3), kepribadian mempunyai delapan

aspek kunci yang secara keseluruhan membantu pemahaman inti dari

kompleksitas individual. Delapan aspek tersebut adalah:

1. Individu dipengaruhi oleh “aspek ketidaksadaran”.


2. Individu dipengaruhi oleh “kekuatan ego” yang memberikan rasa
identitas atau “diri”.
3. Seorang individu adalah “makhluk biologis” dengan hakikat
genetik, fisik, fisiologis, dan tempramental yang unik.
4. Setiap orang “dikondisikan” dan “dibentuk” oleh pengalaman
dan lingkungan di sekitar diri mereka masing-masing.
5. Setiap orang memiliki sebuah “dimensi kognitif”- berpikir
mengenai dunia di sekitar mereka dan secara aktif mencoba
mengartikannya. Orang-orang berbeda akan mengartikan
kejadian-kejadian di sekitar mereka dengan cara berbeda pula.
6. Seorang individu merupakan kumpulan “trait, kemampuan, dan
kecendrungan” yang spesifik.
7. Manusia memiliki “dimensi spiritual” dalam hidup mereka yang
memnungkinkan dan mendorong mereka untuk mempertanyakan
arti keberadaan mereka.
8. Hakikat dari seorang individu adalah senantiasa “berinteraksi”
dengan lingkungannya.

F. Struktur Kepribadian

Psikologi kepribadian dapat didefinisikan sebagai studi ilmiah yang

mempelajari kekuatan-kekuatan psikologis yang membuat masing-masing

individu unik (mempelajari bagaimana cara seseorang memiliki keunikan

tersendiri sebagai individu) (Alwisol, 2009: 2).

Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan

manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah belah dalam fungsi-fungsi.

Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self atau memahami

manusia seutuhnya. Pemahaman kepribadian sangat dipengaruhi oleh

paradigma yang menjadi acuan dalam pengembangan teori psikologi


19

kepribadian. Para ahli kepribadian memiliki paradigma masing-masing yang

dapat mempengaruhi pola pikirnya tentang kepribadian manusia secara

sistemik. Teori-teori kepribadian dapat dikelompokkan pada empat

paradigma yang menjadi acuan dasar. Adapun paradigma yang paling banyak

berkembang di masyarakat adalah paradigma psikoanalisis dengan teori

psikoanalisis klasik yang dicetuskan oleh Sigmund Freud (Alwisol, 2009: 2).

Dalam ilmu psikologi kepribadian, terdapat istilah struktur

kepribadian yang dimaknai sebagai aspek atau elemen dalam diri manusia

yang membentuk kepribadian. Dalam teori Sigmund Freud, elemen

pendukung struktur kepribadian manusia adalah :

1. The Id (aspek biologis)

Id adalah sistem kepribadian yang asli dan dibawa sejak lahir.

Dari Id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, Id

berisi semua aspek psikologik yang diturunkan seperti insting, impuls

dan drives. Id berada dalam daerah unconscious dan beroperasi

berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha

memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Id tidak mampu

menilai atau membedakan benar-salah dan tidak tahu moral (Sujanto,

2007: 61-62).

2. The Ego (aspek psikologis)

Ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realita

sehingga ego beroperasi berdasarkan prinsip realita (reality principle).

Ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan Id


20

sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan mencapai

kesempurnaan dari Superego (Sujanto, 2007: 61-62).

3. The Superego (aspek sosiologis)

The Superego atau Das Ueber Ich adalah aspek sosiologis dalam

kepribadian yang merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional dan cita-

cita masyarakat yang diajarkan dalam bentuk perintah atau larangan. The

Superego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena

itu Das Ueber Ich dapat pula dianggap sebagai aspek moral dalam

kepribadian (Sujanto, 2007: 61-62).

Fungsi pokoknya adalah menentukan apakah sesuatu itu benar atau

salah, pantas atau tidak, susila atau tidak, sehingga dengan demikian pribadi

dapat bertindak sesuai moral masyarakat (Sujanto, 2007: 61-62).

G. Tipologi Kepribadian

Dalam ilmu Psikologi, terdapat istilah kepribadian sehat dan

kepribadian tidak sehat. Adapun makna dari kepribadian sehat (psycholgical

wellness) adalah keadaan individu yang mengarah pada perkembangan yang

adekuat dan kemampuan mental yang memiliki kesesuaian fungsi, sehingga

individu mampu mengembangkan kemampuan-kemampuan mentalnya

secara lebih baik (Widyarini, 2009: 201-204).

Menurut Widyarini (2009: 201-204) Individu yang memiliki

kepribadian sehat seringkali dikenali dengan sifat-sifat berikut:

1. Dapat terbebas dari gangguan psikologis dan gangguan mental.


2. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa kehilangan
identitas.
21

3. Mampu mengembangkan potensi dan bakat.


4. Memiliki keimanan pada Tuhan dan berupaya untuk hidup sesuai
ajaran-ajaran agama yang dianutnya.

Erich Fromm menjelaskan bahwa manusia yang berkepribadian sehat

adalah manusia yang produktif (berkarakter produktif), yaitu mereka yang

mampu mengembangkan potensi, memiliki cinta kasih, imaginasi, serta

kesadaran diri yang baik. Orang-orang sehat menciptakan diri mereka dengan

melahirkan semua potensi mereka dan pedoman kepribadian sehat untuk

tingkah laku bersifat internal dan individual, yakni tingkah laku yang

menghasilkan rasa persetujuan dan kebahagiaan dari dalam. Istilah lain dari

kepribadian sehat adalah self-actualize person (Maslow), atau oleh Victor

Frankl yang menyebutnya sebagai the meaning of people (Sadiah, 2010: 97).

Sedangkan menurut Allport, individu berkepribadian sehat

diistilahkan dengan mature personality, yang memiliki kemampuan

mengembangkan perhatian-perhatian di luar diri dan memiliki partisipasi

otentik dalam hubungannya dengan orang lain, memiliki relasi sosial yang

hangat, dan keamanan emosional. Mereka adalah orang yang tidak tertawan

oleh emosi, bahkan bisa mengendalikannya dan mengarahkannya pada hal

yang lebih konstruktif. Kualitas lain dari kepribadian sehat adalah sabar

terhadap kekecewaan, memiliki persepsi realistis, filsafat hidup, pemahaman

diri, serta tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi dalam ketrampilan dan

tugasnya (Sadiah, 2010: 97).

Menurut Semiun (2006: 160-162), kepribadian sehat merupakan

proses yang berlangsung terus-menerus dalam kehidupan manusia, sehingga


22

kualitasnya dapat menurun atau naik. Hal inilah yang akan mempengaruhi

kondisi kesehatan mental individu tersebut. Berbagai pendekatan dalam

Psikologi juga membahas konsep-konsep kepribadian sehat, di antaranya

adalah Teori Psikodinamik. Dalam teori ini, individu yang memiliki

kepribadian sehat adalah individu yang memiliki ciri berikut:

1. Mampu untuk mencintai & bekerja (lieben und arbeiten)


Individu mampu peduli pada orang lain secara mendalam,
terikat dalam suatu hubungan yang intim dan mengarahkannya
dalam kehidupan kerja yang produktif.
2. Memiliki ego strength
Ego dari individu yang berkepribadian sehat memiliki
kekuatan mengendalikan dan mengatur Id dan Superego-nya,
sehingga ekspresi primitif Id berkurang dan ekspresi yang sesuai
dengan situasi muncul tanpa adanya represi dari ego secara
berlebihan.
3. Merupakan creative self
Individu yang berkepribadian sehat merupakan self yang
memiliki kekuatan untuk mengarahkan perilaku mengembangkan
potensi yang dimilikinya.
4. Mampu melakukan kompensasi bagi perasaan inferiornya
Adler juga menambahkan bahwa individu haruslah
menyadari ketidaksempurnaan dirinya dan mampu
mengembangkan potensi yang ada untuk mengimbangi
kekurangannya tersebut.
5. Memiliki hasil yang positif dalam setiap tahap interaksinya
dengan lingkungan sosial (Semiun, 2006: 160-162).

Menurut Herlock, kepribadian sehat dideskripsikan sebagai individu

yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hidupnya tenang,

selaras dengan dunia luar dan dengan dirinya sendiri, tanpa perasaan

bersalah, gelisah, atau permusuhan, tidak merusak diri dan orang lain serta

mampu memenuhi kebutuhannya melalui tingkah laku yang sesuai dengan

norma sosial dan suara hatinya. Adapun karakteristiknya adalah menilai

situasi secara realistik, menerima tanggung jawab, kemandirian (autonomi),


23

dapatmengontrol emosi, berorientasi tujuan, berorientasi keluar, penerimaan

sosial, dan memiliki filsafat hidup (Semiun, 2006: 160-162).

Adapun tipe kepribadian tidak sehat, menurut Fromm adalah

kepribadian yang tidak matang dengan orientasi-orientasi tidak produktif,

yakni orientasi reseptif, eksploitatif, dan penimbunan. Orang-orang dengan

orientasi reseptif adalah penerima-penerima yang pasif dalam hubungannya

dengan orang lain. mereka tidak mampu menghasilkan cinta, atau memberi

cinta. Mereka sangat tergantung pada segala sesuatu dari luar untuk

memenuhi kebutuhan mereka sehingga mereka dapat dilumpuhkan oleh

kecemasan dan ketakutan jika dibiarkan sendirian (Semiun, 2006: 160-162).

Masyarakat yang membantu perkembangan orientasi ini berarti

mendukung dan mendorong eksploitasi serta manipulasi terhadap satu

kelompok oleh kelompok lain. Orang dengan orientasi eksploitatif memiliki

ciri orang-orang yang diatur oleh sumber-sumber dari luar. Mereka terdorong

untuk mengambil apa yang mereka inginkan dan butuhkan dengan kekerasan

atau tipu muslihat. Mereka mendapat cinta, hanya dengan mengambilnya dari

orang lain. Adapun orang dengan orientasi penimbunan adalah orang yang

tidak mengharapkan sesuatu dari luar, dan juga tidak menerima atau

mengambil. Orang-orang ini mencapai keamanan dengan menimbun milik-

milik material, pikiran-pikiran, dan emosi. Kepribadian penimbun tampaknya

membangun tembok-tembok di sekeliling mereka sehingga mereka tidak

membiarkanya milik-miliknya keluar, apalagi membagi atau memberikannya

pada orang lain (Semiun, 2006: 160-162).


24

H. Tipe Kepribadian

Para ahli psikologi juga telah melakukan beberapa riset ilmiah

berhubungan dengan keinginan untuk menguak kepribadian seorang manusia.

Para ahli psikologi tersebut masing-masing mengemukakan teori mengenai

jenis atau isi kepribadian seorang manusia. Menurut Sjarkawi (2008),

Gregory membagi tipe gaya kepribadian menjadi 12 tipe, yaitu:

1. Kepribadian yang mudah menyesuaikan diri.


2. Kepribadian yang berambisi.
3. Kepribadian yang mempengaruhi.
4. Kepribadian yang berprestasi.
5. Kepribadian yang idealis.
6. Kepribadian yang sabar.
7. Kepribadian yang mendahului.
8. Kepribadian yang perseptif.
9. Kepribadian yang peka.
10. Kepribadian yang berketetapan.
11. Kepribadian yang ulet.
12. Kepribadian yang berhati-hati.

Menurut Sumadi (2001), Immanuel Kant memberikan gambaran

mengenai kepribadian sebagai berikut:

1. Tipe sanguin
Kepribadian yang memiliki banyak kekuatan, semangat,
dan dapat membuat lingkungannya gembira atau senang.
2. Tipe plegmatis
Pribadi yang cenderung tenang, dapat menguasi dirinya
dengan baik, dan mampu melihat permasalahan secara baik dan
mendalam.
3. Tipe melankolik
Pribadi yang mengedepankan perasaan, peka, sensitif
terhadap keadaan dan mudah dikuasai oleh mood.
4. Tipe kolerik
Pribadi yang cenderung berorientasi pada tugas, disiplin
dalam bekerja, setia dan bertanggung jawab.
5. Tipe asertif
Pribadi yang mampu menyatakan ide, pendapat, gagasan
secara tegas, kritis, tetapi perasaannya halus sehingga tidak
menyakiti perasaan orang lain.
25

Sedngkan Cattel, Eysenk, dan Edward menyatakan bahwa

kepribadian manusia terdiri dari sifat-sifat yang sudah ada (dari Tuhan) dan

kepribadian adalah dinamika dari setiap sifat-sifat yang ada tersebut. Sifat-

sifat positif yang dimaksud seperti: sabar, suka menolong, suka berprestasi,

suka berpetualang, suka mengikuti aturan, suka bergaul, suka menerima

pendapat orang lain dan lainnya. Selain itu tentunya ada pula sifat-sifat

negatif yang muncul yang merupakan anti dari sifat-sifat positif (Sumadi,

2001).

I. Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian

Terdapat dua faktor besar yang dapat mempengaruhi kepribadian

seseorang dalam hidupnya menurut Sjarkawi (2008), yaitu:

1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri
orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor
genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor
yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh
keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu dari kedua
orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat
kedua orang tuanya. Misalnya ayah yang pemarah, maka
kemungkinan anaknya akan menjadi anak yang mudah marah.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang
tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang
berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan
terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai dengan
pengaruh dari berbagai media audiovisual seperti TV, VCD,
internet, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain
sebagainya.

J. Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian

Terbentuknya kepribadian setiap individu dipengaruhi oleh faktor-

faktor biologis, lingkungan fisik, kebudayaan, dan pengalaman-pengalaman.


26

Faktor biologis dapat berupa keadaan jasmani ibu selama mengandung bayi

dan faktor warisan biologis. Berbagai faktor itu membentuk kebiasaan, sikap,

dan sifat yang khas pada setiap orang. Kepribadian seseorang selalu

berkembang sejalan dengan berbagai pengaruh yang ia peroleh melalui

proses sosialisasi dan interaksi dengan orang lain.

1. Faktor Prakelahiran (Prenatal)

Sebelum dilahirkan, seorang anak manusia berada dalam

kandungan selama kira-kira sembilan bulan sepuluh hari. Selama masa

itu, terdapat beberapa hal yang dapat memengaruhi perkembangan calon

individu. Penyakit yang diderita ibunya, seperti sipilis, diabetes, dan

kanker dapat memengaruhi pertumbuhan mental, penglihatan, dan

pendengaran bayi dalam kandungan. Keadaan kandungan ibu juga dapat

memengaruhi perkembangan kepribadian anak yang akan dilahirkan.

Kondisi daerah pinggul ibu dapat memengaruhi pertumbuhan bayi

selama dalam kandungan. Akibat kondisi yang tidak menguntungkan,

dapat menyebabkan bayi lahir cacat atau kidal. Keterkejutan keras

(shock), saat lahir dapat pula mengakibatkan bayi itu memiliki

kelambanan dalam berpikir. Semua itu dapat memengaruhi pembentukan

kepribadian.

2. Faktor Keturunan (Heredity)

Warisan biologis berpengaruh penting dalam membentuk

beberapa ciri kepribadian seseorang, namun tidak menentukan semua

ciri kepribadian orang tersebut. Warisan biologis akan berkembang


27

secara optimal bila mendapat pengaruh positif dari lingkungan. Warisan

biologis antara lain intelegensi, temperamen, watak, cara berbicara,

tinggi badan, warna kulit, jenis rambut, dan sebagainya. Sifat seseorang

yang dipengaruhi faktor keturunan adalah keramah-tamahan, perilaku

kompulsif (perilaku terpaksa), dan kemudahan dalam pergaulan sosial.

Berikut ini akan dijelaskan tiga faktor keturunan yang paling menonjol.

Secara biologis, setiap manusia memiliki ciri-ciri fisik berbeda

yang diwarisi dari orang tuanya. Ada orang yang berbadan tinggi dan

gagah, namun ada pula yang kecil dan pendek. Perbedaan fisik-biologis

seperti itu dapat memengaruhi ciri kepribadiannya. Orang bertubuh kecil

dan pendek mungkin memiliki sifat rendah diri, atau paling tidak merasa

tidak seberuntung orang yang berbadan tinggi dan gagah. Demikianlah

cara berpengaruhnya faktor biologis terhadap kepribadian seseorang.

Tentu saja tidak selalu seperti gambaran tersebut. Ada juga orang yang

bertubuh kecil dan pendek, tetapi memiliki rasa percaya diri yang besar,

terutama apabila sejak kecil lingkungan mengajarinya menjadi orang

yang percaya diri.

Sebagian dari sifat dasar yang diwariskan orang tua adalah faktor

kejiwaan (psikologis). Unsur-unsur kejiwaan terdiri dari temperamen,

emosi, nafsu, dan kemampuan belajar. Temperamen adalah perangai,

sifat, atau watak yang ditandai dengan mudah atau tidaknya seseorang

terpancing amarahnya. Ada orang yang dikenal dengan temperamen

tinggi atau mudah marah. Emosi berhubungan dengan rasa senang atau
28

tidak senang, suka atau tidak suka, dan sedih atau gembira. Orang

emosional tidak selalu berarti orang yang cepat atau suka marah. Orang

yang mudah terharu melihat adegan sedih dalam film juga termasuk

orang yang emosional. Nafsu adalah keinginan kuat ke arah suatu tujuan.

Nafsu ada yang mengarah pada tujuan positif, seperti nafsu makan, nafsu

menjadi orang sukses, dan lain-lain. Namun ada pula nafsu ke arah

tujuan negatif, misalnya nafsu serakah dan keinginan untuk menang

sendiri.

Salah satu bagian kepribadian yang diwarisi dari orang tua adalah

kemampuan belajar atau tingkat kecerdasan. Menurut hasil suatu

penelitian, kecerdasan seorang anak mirip atau hampir sama dengan

tingkat kecerdasan orang tua kandungnya. Apabila seorang anak diasuh

oleh orang tua angkat, tingkat kecerdasan orang tua angkat tidaklah

berpengaruh. Setiap orang memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda.

Para ahli ilmu jiwa menggolongkan tingkatan-tingkatan itu menjadi

idiot, debil, embisil, moron, normal, pandai, supernormal, dan genius.

Rata-rata orang memiliki kecerdasan normal, hanya sedikit orang yang

memiliki tingkat kecerdasan di atas normal (genius) atau di bawah

normal (idiot).

3. Faktor Lingkungan (Environment)

Ciri-ciri kepribadian seseorang dalam hal ketekunan, ambisi,

kejujuran, kriminalitas, dan kelainan merupakan hasil pengaruh

lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar, baik


29

keadaan fisik, sosial, maupun kebudayaan. Dengan demikian, ada tiga

faktor lingkungan yang dapat memengaruhi pembentukan kepribadian

seseorang. Namun, pengaruh ketiganya tidak berdiri sendiri.

Lingkungan fisik meliputi keadaan iklim, tipografi, dan sumber

daya alam. Ketiganya dapat memengaruhi perilaku masyarakat yang

tinggal di dalamnya. Keadaan iklim dan geografi suatu daerah

memengaruhi perilaku seseorang. Tanah yang subur mampu mendukung

kehidupan penduduk secara lebih baik. Kualitas hidup yang baik

memengaruhi perilaku seseorang. Sementara itu, daerah yang tandus

menyebabkan penduduknya miskin. Perilaku orang miskin jelas berbeda

dengan perilaku orang berkecukupan. Keadaan lingkungan fisik juga

berpengaruh terhadap karakter seseorang, misalnya kehidupan pada

masyarakat pantai. Orang-orang yang tinggal di pantai berbicara dengan

nada keras dan agak kasar. Hal tersebut akibat pengaruh suasana laut

yang riuh oleh deburan gelombang. Mereka berbicara keras dan

berwatak kasar karena dipengaruhi kehidupan yang keras di laut.

Unsur-unsur pembentuk lingkungan sosial adalah kebudayaan,

pengalaman kelompok, pengalaman unik, sejarah, dan pengetahuan.

Faktor lingkungan sosial bersifat dinamis yang artinya faktor tersebut

tidak bersifat permanen danakan terus mengalami perubahan. Unsur-

unsur tersebut memberi pengaruh terhadap individu yang terlibat dalam

lingkungan sosialnya. Pengaruh yang diberikan kepada seorang individu.

Hal seperti ini menyebabkan kepribadian yang muncul pada setiap


30

individu juga berbeda-beda. Di samping itu, juga dapatdisebabkan oleh

perbedaan cara yang dilakukan oleh setiap individu dalam membentuk

kepribadiannya masing-masing.

Bentuk kebudayaan yang berkembang dalam suatu kelompok

masyarakat sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian

anggota-anggotanya. Suatu kebudayaan tidak secara langsung

memengaruhi suatu masyarakat, akan tetapi melalui proses pembiasaan

yang terjadi terus-menerus. Dengan proses pembiasaan tersebut,

anggota-anggota masyarakat akan mengalami perkembangan ke arah

bentuk baru secara alamiah. Pengaruh ini dapat dilihat dengan jelas,

apabila salah satu anggota masyarakat tersebut berada di luar kelompok

budayanya dan bertemu dengan kelompok budaya lain. Misalnya A

berasal dari Medan. Dalam kehidupan sehari-hari, dia terbiasa berbahasa

dengan gaya bahasa yang keras. Ketika dia berada di daerah Keraton

Yogyakarta yang berbudaya jawa halus dengan tutur kata yang sopan,

dia merasa berbeda dengan orang-orang disekitarnya. Hal ini

menunjukkan bahwa budaya orang Medan atau Batak telah

memengaruhi kepribadian A.

Tanpa pengalaman kelompok, kepribadian seseorang tidak

berkembang. Sejak dilahirkan, seorang anak hidup dalam kelompok

sosial, yaitu keluarga. Dari pengalaman bergaul dengan anggota

keluarganya, secara bertahap anak menerima berbagai pengalaman

hidup. Seiring dengan kematangan fisiknya, berbagai pengalaman


31

sosialpun berakumulasi, sehingga membentuk suatu gambaran mengenai

dirinya. Lama kelamaan, pengalaman yang dia peroleh semakin meluas.

Dari pengalaman bergaul dengan kelompok bermain, teman sebaya, dan

akhirnya dalam lingkungan kerja. Misalnya, apabila seorang anak

kehilangan kasih sayang, biasanya dia gagal mengembangkan

kepribadian yang wajar. Anak-anak seperti ini akan memiliki masalah

dalam kepribadiannya. Mereka dapat tumbuh menjadi orang yang apatis,

menarik diri dari pergaulan sosial, atau justru agresif. Seseorang

membutuhkan pengalaman kelompok yang intim untuk dapat

berkembang sebagai manusia dengan kepribadian normal, bukan

manusia yang bermasalah.

Walaupun anak-anak dibesarkan dalam satu keluarga yang sama,

bukan berarti mereka selalu memperoleh perlakuan yang sama.

Misalnya, anak pertama selalu akan memperoleh perhatian penuh

sebagai anak satu-satunya sampai lahir adiknya kemudian. Pengalaman

itu bersifat unik dan tidak dirasakan oleh adiknya. Hal seperti ini, terjadi

dalam satu keluarga yang sama. Padahal kenyataannya, setiap keluarga

memiliki cara yang berbeda dalam memperlakukan anak-anaknya.

Semua ini merupakan pengalaman yang unik. Setiap pengalaman hidup

seseorang bersifat unik. Unik dalam pengertian bahwa tidak seorang pun

mengalami serangkaian pengalaman yang sama persis, dengan cara yang

persis sama. Keunikan juga berarti tidak ada seorang pun yang

mempunyai latar belakang pengalaman yang sama. Tidak ada


32

pengalaman siapa pun yang secara sempurna dapat menyamainya.

Mungkin saja pengalaman itu serupa, namun tidak akan benar-benar

sama persis. Bahkan, apabila ada dua anak kembar yang diasuh oleh

sebuah keluarga yang sama, kemudian diperlakuan secara sama,

disekolahkan pada lembaga yang sama, dan memasuki kelompok

permainan yang sama sekalipun, tidak akan menjamin kedua anak

tersebut memperoleh pengalaman yang sama persis.

Pengalaman yang diterima seorang anak tidak sekadar

bertambah, tetapi juga menyatu. Arti dan pengaruh suatu pengalaman

tergantung kepada pengalaman-pengalaman yang mendahuluinya. Ini

berarti bahwa pengalaman setiap orang merupakan suatu jaringan yang

luar biasa rumitnya. Jaringan itu terbentuk oleh jutaan peristiwa yang

masing-masing memperoleh arti dan pengaruh dari semua pengalaman

yang telah mendahuluinya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan

kalau kepribadian seseorang bersifat rumit.

Sejarah yang dimiliki kelompok masyarakat merupakan bagian

yang tidak dapat pisahkan dari kelompok masyarakat tersebut. Nilai

yang dikandung dalam sejarahnya secara turun-temurun akan dijadikan

semangat dan pegangan dalam bertindak. Sebagai perbandingan, rasa

nasionalisme suatu negara yang mengalami penjajahan. Misalnya, orang

Surabaya bangga dengan sejarah kepahlawanannya sehingga disebut

Kota Pahlawan. Orang Sumatera Barat bangga dengan sejarah yang

dibuat oleh Imam Bonjol. Sejarah-sejarah tersebut secara tidak langsung


33

memengaruhi kepribadian anggota-anggota masyarakatnya dalam dalam

proses interaksi dan bersosialisasi dengan anggota-anggota masyarakat

lain.

Secara teoritik, semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki

seseorang semakin baik pula kepribadiannya. Seseorang yang memiliki

tingkat pengetahuan tinggi biasanya dijadikan panutan dan teladan bagi

anggota masyarakat lainnya. Hal ini menyebabkan, seseorang yang

menjadi panutan merasa bahwa dia harus bertindak dan bertingkah laku

sebagimana yang diharapkan masyarakat yang meneladaninya. Selain

itu, pengetahuan yang dimilikinya berpengaruh terhadap pola pikir yang

lebih arif dan bijaksana sehingga kepribadiannya seseorang akan

berkembang secara positif.

4. Faktor Kejiwaan

Faktor kejiwaan tidak bersumber pada faktor biologis tetapi

bersumber pada proses interaksi dan sosialisasi dengan masyarakat.

Sebagai hasil dari proses sosial, faktor kejiwaan yang berpengaruh

terhadap pembentukan kepribadian seseorang adalah terdiri atas motivasi

dan kebutuhan untuk berprestasi atau need for achievement.

a. Motivasi

Motivasi adalah dorongan yang membuat seseorang

melakukan tingkah laku tertentu. Motivasi ada yang berasal dari

dalam diri seseorang (intrinsik) dan ada pula yang berasal dari luar

(ekstrinsik). Setiap manusia memiliki dorongan untuk berusaha


34

memenuhi kebutuhan dasarnya. Misalnya, kebutuhan untuk bergaul,

kebutuhan berprestasi, kebutuhan untuk bebas dari rasa takut, dan

lain-lain. Apabila motivasi itu muncul dengan sendirinya, berarti

termasuk dorongan intrinsik. Akan tetapi, bila motivasi itu

dibangkitkan oleh orang lain, maka disebut dorongan ekstrinsik.

Motivasi mengarahkan perilaku seseorang. Misalnya, orang yang

bermotivasi tinggi untuk berprestasi, perilakunya terarah pada usaha

pencapaian prestasi. Dengan demikian hal-hal yang dipikirkannya

pun mengarah ke cara-cara memperoleh prestasi. Motivasi juga

membuatnya pantang menyerah walaupun mungkin beberapa kali

mengalami kegagalan. Berbagai risiko yang merintangi tidak

menyurutkan kegigihannya. Dengan demikian, motivasi telah

membentuk pola tindakan, pola berpikir, dan semangat kerja

seseorang. Itu semua merupakan bagian dari kepribadian.

2. Kebutuhan untuk berprestasi

Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan yang dimliki

oleh setiap orang untuk berprestasi dalam lingkungan sosialnya.

Bentuk-bentuk prestasi berbeda-beda antara satu dengan yang

lainnya. Bagi pelajar, bentuk n ach adalah berprestasi dalam bidang

akademik, misalnya naik kelas atau lulus ujian. Kebutuhan untuk

berprestasi muncul dari proses interaksi yang berkembang dan

kompetitif. Bagi seseorang yang memiliki Kebutuhan untuk

berprestasi akan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian.


35

Keinginan untuk terus berpretasi memunculkan kepribadian positif

seperti tekun, pantang menyerah, optimis, dan sebagainya.

K. Upaya Orang Tua Dalam Membentuk kepribadian Anak

Perlakuan orang tua terhadap anak tertentu dan terhadap semua

anaknya, merupakan unsur pembinaan lainnya dalam pribadi anak. Perlakuan

keras akan berlainan akibatnya dari pada perlakuan yang lembut dalam

pribadi anak. Hubungan orang tua sesama mereka sangat mempengaruhi

pertumbuhan jiwa anak, hubungan yang serasi, penuh pengertian, dan kasih

sayang akan membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang, terbuka dan

mudah di didik, karena ia mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk

bertumbuh dan berkembang. Tapi hubungan orang tua yang tidak serasi,

banyak perselisihan dan percekcokan akan membawa anak kepertumbuhan

pribadi yang sukar dan tidak mudah di bentuk, karena ia tidak mendapatkan

suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu terganggu oleh suasana

orang tuanya (Drajat, 2005: 67.)

Perkembangan jiwa dan sosial anak yang kadang-kadang berlangsung

kurang mantap akibat orang tua tidak berperan selayaknya. Naluri kasih

sayang orang tua terhadap anaknya tidak dapat dimanifestasikan dengan

menyediakan sandang, pangan, dan papan secukupnya. Anak-anak

memerlukan perhatian dan pengertian supaya tumbuh menjadi anak yang

matang dan dewasa.”(Depertemen Pendidikan dan Budaya, 1993: 12).

Dengan demikian, tugas dan peran yang harus dilakukan orang tua

tidaklah mudah, salah satu tugas dan peran orang tua yang tidak dapat
36

dipindahkan adalah mendidik anak-anaknya. Sebab orang tua memberi hidup

anak, maka mereka mempunyai kewajiban yang sangat penting untuk

mendidik anak mereka.

Adapun fungsi orang tua dalam membentuk kepribadian anak

menurut Sabri (2005: 16) yaitu:

1. Fungsi biologis, keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak


secara biologis yang berasal dari orang tuanya.
2. Fungsi afeksi, keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan
sosial yang penuh kasih sayang dan rasa aman.
3. Fungsi sosial, fungsi keluarga dalam membentuk kepribadian
anak melalui interaksi sosial, mempelajari pola-pola tingkah
laku, sikap keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam keluarga
anak, masyarakat, dan rangka pembentukan kepribadiannnya.
4. Fungsi pendidikan, keluarga sejak dulu merupakan institusi
pendidikan untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup secara
sosial di masyarakat dalam mengembangkan dasar kepribadian
anak.
5. Fungsi rekreasi, kelurga merupakan tempat bagi anggotanya
untuk memperoleh afeksi, ketenangan, kesenangan dan
kegembiraan.
6. Fungsi keagamaan untuk penanaman jiwa agama pada si anak
melalui pendidikan agama.
7. Fungsi perlindungan, keluarga berfungsi memelihara, merawat
dan melindungi anak baik fisik maupun sosialnya.
8. Menjamin kehidupan emosional anak dengan menanamkan dasar
pendidikan moral dan pendidikan sosial serta peletakan dasar-
dasar agama.

Berdasarkan pengamatan penulis, fungsi sosial merupakan fungsi

yang sangat efektif bila diterapkan dalam keluarga sehingga dengan fungsi

sosial anak dapat mengatur hubungan antar manusia dengan baik, menjalani

kehidupan bermasyarakat dan mendapatkan keteraturan dalam hidup.

Dengan demikian besarnya peran orang tua dalam mempengaruhi

performa anak di berbagai bidang, baik kecerdasan akademis, sosial maupun

perilaku yang ada pada diri seorang anak, maka sudah waktunya bagi orang
37

tua untuk memberi perhatian lebih pada perkembangan anak sejak dini dan

menjalin hubungan yang lebih dekat dengannya.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh orangtua dalam

membentuk kepribadian anak menuju ke arah yang positif, antara lain:

1. Mengajarkan anak dengan contoh yang kongkret

Apabila ingin mengajarkan kedisiplinan atau kemandirian sangat

sulit apabila menjelaskan kepada anak mengenai bentuk perilaku

tersebut. Oleh karena sifatnya yang abstrak tentunya anak belum sampai

pada tahap pemahaman level abstrak tersebut. Berilah contoh kongkret

seperti, apabila ingin mengajarkan kebersihan pada anak maka

ajarkanlah tatacara mandi dengan benar pada anak saat di kamar mandi

dengan mempraktekkan cara mandi kepada anak.

2. Tidak bosan-bosan memberikan nasihat positif

Sebagai guru dan orang tua sudah tugas untuk mengajarkan sifat

dan nilai-nilai positif pada anak. Akan tetapi, seringkali banyak guru

yang akhirnya pesimis ketika mendapati anak atau anak didiknya yang

memiliki kepribadian yang bermasalah. Oleh karena itu penulis

mengajak orang tua dan guru untuk tidak bosan-bosannya memberikan

nasihat yang sama namun dengan kata-kata, tempat, intonasi, kondisi

dan cara yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan maksud agar anak tidak

jenuh mendengar nasihat dan akan berpikir negatif (contoh: ibu cerewet,

bawel,dll).
38

3. Mengajarkan anak untuk mengendalikan emosinya

Manusia dilahirkan pasti memiliki emosi. Ada emosi positif dan

juga emosi negatif. Emosi positif apabila ditunjukkan akan membuat

orang disekitar akan menjadi senang dan bahagia. Akan tetapi apabila

emosi negatif terutama amarah, apabila ditunjukkan tentunya akan

membuat orang lain menjadi takut, menjauh, atau bahkan akan menjadi

konflik. Oleh karena itu ajarkan anak untuk mengalihkan amarahnya

dengan jalan relaksasi, menarik nafas panjang, menghindari situasi yang

membuatnya marah, atau melakukan kesukaannya ketika ia akan marah.

4. Menerapkan program hukuman dan hadiah

Apabila anak bersalah maka berilah hukuman dengan segera dan

sesuaikan dengan tingkat kesalahannya. Selain itu juga harus konsisten

dalam pemberian hukuman dan hukuman tidak boleh dalam bentuk fisik

(pukul, tendang, cakar, terjang dan lainnya). Berilah hukuman dengan

cara menunda atau tidak memberikan kesenangan anak, misalnya: hari

ini tidak boleh main sore hari karena tidak membuat PR, tidak boleh

menonton TV, atau menunda acara rekreasi keluarga yang telah

dijanjikan. Begitu pula dengan pemberian hadiah, harus terencana,

konsisten, adil dan disesuaikan dengan usia anak.

5. Memperkenalkan Tuhan dan agama sejak kecil

Memperkenalkan Tuhan dan agama sejak kecil terbukti sebagai

salah satu cara ampuh untuk membentuk karakter anak. Dengan ajaran
39

agama anak menjadi tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan

serta apa akibatnya kelak jika melanggar ajaran agama.

6. Menjadi model pribadi yang positif

Sebagai orang tua dan guru juga tidak henti-hentinya untuk

belajar mengendalikan diri dan perilaku. Jangan hanya menuntut anak

berperilaku baik akan tetapi orang tua juga harus menjadi contoh nyata

dalam berperilaku baik. Anak adalah peniru maka ia akan mencontoh

segala perilaku, ucapan, sikap dan cara berpikir orang tua.

7. Mengawasi pergaulan anak

Masa kanak-kanak adalah masa bermain. Bermain tidak hanya di

rumah namun juga di luar rumah (seperti: sekolah dan di lingkungan

rumah). Perlu sesekali memperhatikan dengan siapa anak bermain.

Terkadang pergaulan yang salah membuat anak menjadi pribadi yang

bermasalah, seperti: cara bicara yang kurang sopan, perilaku yang

kurang pantas, dan sikap serta cara pemikiran yang negatif terhadap

situasi dan lingkungan sosialnya.

8. Mengawasi tontonan anak

Dengan televisi anak dapat terhibur, belajar pengetahuan baru,

mendapatkan informasi terbaru dan berita terbaru. Akan tetapi tidak

semuanya boleh untuk diterima anak, seperti: sinetron, acara gosip, dan

film-film dewasa atau film kekerasan tentunya akan membawa dampak

negatif bagi anak.


40

9. Mengawasi teknologi internet dari anak

Internet bukan lagi menjadi barang baru dan sukar untuk

diperoleh. Kecanggihan komputer dan telepon genggam dapat dengan

mudah mengakses internet. Harga telepon genggam pun sudah terbilang

murah, sehingga banyak orang tua yang telah membelikan HP kepada

anak mereka. Hal ini harus diawasi, ketika anak yang pandai dapat

mengakses internet maka tidak mungkin anak tersebut akan mengakses

gambar pornografi, pornoaksi, kekerasan, dan juga sekarang banyak

yang kecanduan main game lewat internet. Penulis merasa anak usia dini

belum perlu diberikan telepon genggam dan komputer yang dapat

mengakses internet.

Dalam upaya melindungi keselamatan anak, orang tua perlu

melakukan pembinaan-pembinaan agar dapat mencapai kehidupan yang lebih

sempurna. Adapun bentuk pembinaan yang diberikan oleh orang tua dalam

mendidik anak antara lain:

1. Pembentukan kepribadian dengan keteladanan.

Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah

metode yang paling efektif dalam mempersiapkan dan membentuk suatu

kepribadian. Dalam hal ini karena seorang pendidik dalam pandangan

anak adalah sosok ideal yang segala tingkah laku, sikap, serta pandangan

hidupnya patut ditiru.


41

2. Pembentukan kepribadian dengan pembiasaan.

Pendidikan dengan pembiasaan adalah nenanamkan rasa

keagamaan kepada anak didik dengan cara dikerjakan berulang ulang

atau terus menerus. Metode ini juga tergolong cara yang efektif dalam

melaksanakan proses pendidikan. Dengan melalui pembiasaan maka

segala sesuatu yang dikerjakan terasa mudah dan menyenangkan serta

seolah-olah ia adalah bagian dari dirinya.

3. Pembentukan kepribadian dengan nasihat.

Berkaitan dengan penanaman pendidikan agama Islam pada

anak, maka kata-kata yang bagus (nasihat) hendaknya selalu

diperdengarkan di telinga mereka, sehingga apa yang di dengarnya

tersebut masuk dalam hati yang selanjutnya tergerak untuk

mengamalkanya. Karena pada jiwa manusia terdapat pembawaan untuk

terpengaruh oleh kata kata yang di dengar. Adapun yang dimaksud

nasihat adalah: pemberian nasihat dan peringatan atau kebaikan dan

kebenaran dengan cara menyentuh kalbu serta menggugah untuk

mengamalkanya.

4. Pembentukan kepribadian dengan pemberian perhatian.

Adapun yang dimaksud dengan pendidikan melalui perhatian

adalah mencurahkan, mengawasi, mengontrol, membimbing, mendidik,

memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dan

pembinaan aqidah, akhlak dan moral. Selama proses pelaksanaan

pendidikan dalam keluarga dibutuhkan adanya perhatian yang sungguh-


42

sungguh dari para pendidik, terutama pada anak-anak perlu mendapatkan

perhatian yang lebih sebab mereka mudah lupa, lekas melupakan

larangan-larangan atau perintah yang baru saja diberikan kepadanya.30

5. Pembentukan kepribadian dengan pemberian hadiah.

Hadiah yang dimaksud adalah tidak selalu berupa barang,

anggukan kepala dengan wajah yang berseri seri, menunjukan jempol

(ibu jari) si pendidik sudah merupakan hadiah.31Sebenarnya esensi dari

pemberian hadiah ini adalah untuk dapat lebih memotifasi anak dalam

melakukan segala sesuatu terutama jika seorang anak melakukan hal

yang dianggap berprestasi.

6. Pembentukan kepribadian dengan hukuman.

Maksud dari pola ini adalah suatu tindakan yang di tujukan

secara sadar sehingga menimbulkan nastapa. Dan dengan nastapa itu

anak akan menjadi sadar dalam perbuatan dan berjanji tidak akan

mengulanginya.

Keluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam membentuk

kepribadian anak. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa esensi pendidikan

merupakan tanggung jawab keluarga, sedangkan sekolah hanya berpartisipasi

(Sochib, 2009: 3-4). Orang tua memiliki peran paling besar untuk

mempengaruhi anak pada saat anak peka terhadap pengaruh luar, serta

mengajarnya selaras dengan temponya sendiri. Orang tua adalah sosok yang

seharusnya paling mengenal kapan dan bagaimana anak belajar sebaik-


43

baiknya (Sunar, 2007:32). Dalam proses perkembangan anak, upaya yang

dapat dilakukan orang tua antara lain:

1. Mendampingi

Setiap anak memerlukan perhatian dari orang tuanya. Sebagian

orang tua bekerja dan pulang ke rumah dalam keadaan lelah. Bahkan ada

juga orang tua yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk

bekerja, sehingga hanya memiliki sedikit waktu bertemu dan berkumpul

dengan keluarga. Bagi para orang tua yang menghabiskan sebagian

waktunya untuk bekerja di luar rumah, bukan berarti mereka gugur

kewajiban untuk mendampingi dan menemani anak-anak ketika di

rumah. Meskipun hanya dengan waktu yang sedikit, namun orang tua

bisa memberikan perhatian yang berkualitas dengan fokus menemani

anak, seperti mendengar ceritanya, bercanda atau bersenda gurau,

bermain bersama dan sebagainya. Menyediakan fasilitas dan media

bermain yang lengkap tidak menjamin anak merasa senang. Anak

merupakan makhluk sosial yang memiliki kebutuhan sosial, yaitu

berinteraksi dengan orang lain, mendapatkan perhatian serta kehangatan

dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

2. Menjalin komunikasi

Komunikasi menjadi hal penting dalam hubungan orang tua dan

anak karena komunikasi merupakan jembatan yang menghubungkan

keinginan, harapan dan respon masing-masing pihak. Melalui

komunikasi, orang tua dapat menyampaikan harapan, masukan dan


44

dukungan pada anak. Begitu pula sebaliknya, anak dapat bercerita dan

menyampaikan pendapatnya.

Komunikasi yang diwarnai dengan keterbukaan dan tujuan yang

baik dapat membuat suasana yang hangat dan nyaman dalam kehidupan

keluarga. Saat bermain, orang tua dan anak menjalin komunikasi dengan

saling mendengarkan lewat cerita dan obrolan.

3. Memberikan kesempatan

Orang tua perlu memberikan kesempatan pada anak. Kesempatan

dapat dimpada anak aknai anak sebagai suatu kepercayaan. Tentunya

kesempatan ini tidak hanya sekedar diberikan tanpa adanya pengarahan

dan pengawasan. Anak akan tumbuh menjadi sosok yang percaya diri

apabila diberikan kesempatan untuk mencoba, mengekspresikan,

mengeksplorasi dan mengambil keputusan. Kepercayaan merupakan

unsur esensial, sehingga arahan, bimbingan dan bantuan yang diberikan

orang tua kepada anak akan “menyatu” dan memudahkan anak

menangkap maknanya (Sochib, 2009: 38).

Orang tua kadangkala perlu membiarkan anak perempuannya

bermain perang-perangan dan berlarian selama tidak membahayakan dan

anak laki-lakinya yang ikut membeli pada permainan “masak-masakan”.

4. Mengawasi

Pengawasan mutlak diberikan pada anak agar anak tetap dapat

dikontrol dan diarahkan. Tentunya pengawasan yang dimaksud bukan

berarti dengan memata-matai dan main curiga. Tetapi pengawasan yang


45

dibangun dengan dasar komunikasi dan keterbukaan. Orang tua perlu

secara langsung dan tidak langsung untuk mengamati dengan siapa dan

apa yang dilakukan oleh anak, sehinga dapat meminimalisir dampak

pengaruh negatif pada anak. Dalam kegiatan bermain, tentunya jenis

permainan perlu diperhatikan agar anak laki-laki tidak terlalu menonjol

(memiliki sikap kasar dan keras) dan atau kehilangan sisi

maskulinitasnya (seperti perempuan). Begitu pula anak perempuan,

terlalu menonjol sisi feminitasnya (terlalu sensitif atau cengeng) dan

atau kehilangan sisi feminitasnya (tomboy).

6. Mendorong atau memberikan motivasi

Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme

yang mendorong perilaku ke arah tujuan (Walgito, 2012: 220). Motivasi

bisa muncul dari diri individu (internal) maupun dari luar individu

(eksternal).

Setiap individu merasa senang apabila diberikan penghargaan

dan dukungan atau motivasi. Motivasi menjadikan individu menjadi

semangat dalam mencapai tujuan. Motivasi diberikan agar anak selalu

berusaha mempertahankan dan meningkatkan apa yang sudah dicapai.

Apabila anak belum berhasil, maka motivasi dapat membuat anak

pantang menyerah dan mau mencoba lagi.


46

7. Mengarahkan

Orang tua memiliki posisi strategis dalam membantu agar anak

memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (Sochib, 2009:

9).

Menurut Aly (2010:182), selain upaya langsung dari orang tua,

pembentukan kepribadian juga dapat dilakukan dengan memberikan

pendidikan di luar lingkungan keluarga. Bidang-bidang pendidikan yang

harus diberikan kepada anak adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan keimanan, antara lain dapat dilakukan dengan


menanamkan tauhid kepada Allah dan kecintaannya kepada
Rasul-Nya.
2. Pendidikan akhlak, antara lain dapat dilakukan dengan
menanamkan dan membiasakan kepada anak-anak sifat terpuji
serta menghindarkannya dari sifat-sifat tercela.
3. Pendidikan jasmaniah, dilakukan dengan memperhatikan gizi
anak dan mengajarkanya cara-cara hidup sehat.
4. Pendidikan intelektual, dengan mengajarkan ilmu pengetahuan
kepada anak dan memberi kesempatan untuk menuntut mencapai
tujuan pendidikan anak.

Pendidikan merupakan salah satu alat untuk dapat membimbing

seseorang menjadi orang yang baik terutama pendidikan agama. Dengan

pendidikan agama akan membentuk karakter akhlakul karimah bagi anak

sehingga mampu memilih pergaulan yang baik yang tidak baik. Menurut

Tafsir (2005: 29), pendidikan sebagai proses perkembangan kecakapan

seseorang dalam bentuk sikap dan kelakuan yang berlaku dalam masyarakat.

Amin (2007: 68) berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar

dan teratur serta sistematis, yang dilakukan orang-orang yang bertanggung


47

jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai

dengan cita-cita pendidikan.

Dari orang tualah anak-anak menerima pendidikan, dan bentuk

pertama dari pendidikan itu terdapat dalam keluarga.Tujuan pendidikan

dalam keluarga adalah penanaman iman dan moral terhadap diri anak.Untuk

pencapaian tujuan tersebut maka keluarga itu sendiri dituntut untuk memiliki

pola pembinaan terencana terhadap anak. Menurut Tafsir (2005: 97), di

antara pola pembinaan terstruktur tersebut:

1. Memberi suri tauladan yang baik bagi anak-anak dalam


berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dan akhlak yang
mulia.
2. Menyediakan bagi anak-anak peluang-peluang dan suasana
praktis di mana mereka mempraktekkan akhlak yang mulia yang
diterima dari orang tuanya.
3. Memberi tanggung jawab yang sesuai kepada anak-anak supaya
mereka merasa bebas memilih dalam tindak-tanduknya.
4. Menunjukkan bahwa keluarga selalu mengawasi mereka dengan
sadar dan bijaksana dalam sikap dan tingkah laku kehidupan
sehari-hari mereka.
5. Menjaga mereka dari pergaulan teman-teman yang menyeleweng
dan tempat-tempat yang dapat menimbulkan kerusakan moral.

L. Studi Relevan

Penelitian tentang Upaya Orang Tua dalam Membentuk Kepribadian

Siswa telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Berikut ini adalah

beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan masalah tersebut:

1. Penelitian dengan judul “Komunikasi Orang Tua dan Pembentukan

Kepribadian Anak” yang dilakukan oleh Manap Solihat (2005)

memberikan kesimpulan bahwa orang tua harus mampu membina

kehidupan keluarga yang harmonis, bahagia, sejahtera, rukun, dan


48

damai, bekerjasama, dan penuh rasa tanggung jawab, dapat

mengendalikan perasaan dan berwibawa, serta menciptakan iklim atau

suasana rumah yang aman, nyaman, dan tentram, komunikasi dialogis

yang demokratis, akrab, terbuka, akan memberikan dampak yang sangat

penting pada kehidupan anak.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Mahfud Alfu Sahri (2010) dengan judul

“Sosialisasi dan Persepsi Orang Tua Dalam Upaya Pengembangan

Kepribadian Anak Usia Pra Sekolah (Studi Kasus di Lembaga

Pendidikan Pra Sekolah Play Group (PG) & Taman Kanak-Kanak Islam

Unggulan (TKIU) Al-Khoir Surakarta)” memberikan kesimpulan bahwa

proses sosialisasi pada dasarnya kewajiban utama orang tua, sedangkan

para ustadustadzah di Al-Khoir hanya bisa membantu meringankan

beban orang tua selama orang tua wali sibuk bekerja. Orang tua

melaksanakan fungsi sosialisasinya dengan cara menyekolahkan

anaknya ke lembaga pendidikan pra sekolah.

3. Penelitian tentang “Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Kepribadian

Anak: Tinjauan Psikologi Perkembangan Islam yang dilakukan” oleh

Syafi’ah Sukaimi (2013) menyebutkan bahwa peran kedua orang tua

terutama dan termasuk keluarga sebagai pembina sekaligus pendidik

utama dan pertama dalam suatu kehidupan keluarga, sangat besar

pengaruhnya, bahkan sangat menentukan perilaku kehidupan jiwa dan

kepribadian anak dan keluarga. Oleh karena itu, baik buruknya akhlak,

perangai, perilaku atau pribadi sang-anak dan keluarga, banyak


49

ditentukan oleh sistem pola pembinaan, latihan dan pendidikan yang

diberikan oleh sang-orang tua terutama dan lingkungan keluarga, di

mana anak (keluarga) yang sudah mendapatkan pengenalan, pengalaman

dan pendidikan, terutama pendidikan moral spiritual misalnya yang kuat

dari keluarganya, akan dapat mempertahankan eksistensi kepribadian

(potensinya) dari pengaruh-pengaruh sosial dan lingkungan yang kurang

bersahabat.Yang terpenting dalam hal ini bahwa setiap kedua orang tua

dan bahkan setiap anggota keluarga semestinyalah mempunyai

keyakinan yang mendalam bahwa dalam membina, melatih dan

mendidik anak-anak dan keluarga sebagai upaya maksimal agar

bagaimana sang-anak dan anggota keluarga menjadi generasi yang

shaleh dan shalehah masa depan, adalah merupakan suatu amanah, tugas

dan kewajiban mulia menurut ajaran agama Islam.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan tiga penelitian di atas, yaitu

sama-sama mengkaji masalah yang berkaitan dengan pembentukan

kepribadian yang dilakukan oleh orang tua. Sedangkan perbedaan mendasar

penelitian ini dengan tiga penelitian adalah masalah lokasi atau tempat

penelitian. Selain itu populasi penelitian ini juga berbeda dengan ketiga

penelitian di atas, pada penelitian ini populasi yang diteliti adalah siswa

SMP, sedangkan pada penelitian di atas, populasi yang diteliti adalah siswa

sekolah dasar dan pra sekolah.

Anda mungkin juga menyukai