Anda di halaman 1dari 211

BAB I

INDIVIDU DAN ASPEK PERKEMBANGAN

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajariindividu dan aspek perkembangan remaja, mahasiswa mampu:
1. menjelaskan pengertian individu dan karakteristik remaja;
2. menjelaskan jenis perbedaan individu;
3. menjelaskan aspek-aspek perkembangan remaja.

PEMBAHASAN
A. Individu dan Karakteristiknya
1. Pengertian Individu
Manusia dikenal sebagai makhluk yang berfikir atau homo sapiens, makhluk yang
berbuat atau homo faber, dan makhluk yang dapat dididik atau homo educandum. Pandangan
tentang manusia tersebut bisa digunakan untuk menentukan cara atau pendekatan pendidikan
yang akan dilakukan terhadap manusia. Berbagai pandangan telah membuktikan bahwa
manusia adalah makhluk yang kompleks.Indonesia telah menganut pandangan bahwa
manusia secara utuh artinya manusia sebagai pribadi yang merupakan pengejawantahan
menunggalnya berbagai ciri atau karakter hakiki atau sifat kodrati manusia yang seimbang
antar berbagai segi, yaitu antara segi individu dan sosial, jasmani dan rohani, serta dunia dan
akhirat. Keseimbangan hubungan tersebut menggambarkan keselarasan hubungan antara
manusia dengan dirinya, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam dan
lingkungan sekitarnya, dan manusia dengan Tuhannya.
Di dalam kedudukannya, manusia sebagai peserta didik haruslah menempatkan ia
sebagai pribadi utuh. Gayut dengan kepentingan pendidikan, akan lebih ditekankan hakiki
manusia sebagai kesatuan sifat makhluk individu dan makhluk sosial, sebagai kesatuan
jasmani dan rohani, dan sebagai makhluk Tuhan. Sifat dan ciri tersebut senantiasa ada pada
diri manusia, sehingga setiap manusia pada dasarnya sebagai pribadi atau individu yang utuh.
Individu artinya tidak bisa dibagi, tidak dapat dipisahkan, keberadaannya sebagai makhluk
yang pilah, tunggal, dan khas. Individu yang berarti orang, perseorangan yang diinginkan
(Echlos, 1975: Sunarto, dkk., 1994).

1
Makna di atas memberi isyarat bahwa anak dengan dukungan lingkungannya dapat
merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya yang selanjutnya membawa
perubahan-perubahan yang diinginkan dalam kebiasaan dan sikap-sikapnya. Dapat dikatakan
bahwa anak dibantu oleh guru, orangtua, dan orang dewasa lain untuk memfasilisasi
kemampuan dan potensi yang dibawanya dalam memperoleh pertumbuhan dan
perkembangan yang diinginkan.
Tidak seorangpun anak lahir dengan perlengkapan yang telah sempurna. Hampir
semua pola-pola pertumbuhan dan perkembangan seperti berjalan, berbicara, merasakan,
berfikir, atau pembentukan pengalaman harus dipelajari. Sejak pembuahan (konsepsi) sampai
lahir, manusia merupakan kesatuan psikofisis atau psikosomatis yang terus menerus
mengalami tumbuhkembang. Makna pertumbuhan dibedakan dengan makna perkembangan.
Pertumbuhan adalah perubahan bertambahnya ukuran tubuh anak yang dapat diukur yaitu:
tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh. Selanjutnya lingkaran kepala untuk mengukur
bertambah besarnya otak dan tengkorak. Demikian lingkaran lengan kiri atas untuk mengukur
bertambahnya besar otot, lemak, dan gizi. Perkembangan adalah bertambah matangnya
fungsi organ tubuh sehingga dapat berfungsi misalnya berkomunikasi secara harmonis dan
tanggungjawab pribadi serta mandiri dengan lingkungannya. Hal tersebut mempunyai arti
bahwa pertumbuhan untuk menyatakan perubahan-perubahan kuantitatif mengenai fisik atau
biologis dan perkembangan menjelaskan adanya perubahan-perubahan kualitatif mengenai
aspek psikis dan sosial (psikososial).
Di dalam pertumbuhan dan perkembangannya, manusia memiliki kebutuhan-
kebutuhan. Pada awal kehidupan seorang bayi lebih mementingkan kebutuhan jasmaninya
sebab ia belum mampu memfungsikan apa yang ada di luar dirinya. Ia merasa gembira
bilamana kebutuhan fisiknya sudah terpenuhi seperti makan, minum, dan kehangatan
tubuhnya. Pada masa perkembangan selanjutnya ia mulai mengenal lingkungan yang lebih
luas. Makin hari kebutuhannya makin bertambah dan suatu saat ia membutuhkan fungsi alat
komunikasi (bahasa) semakin penting. Ia membutuhkan teman, keamanan, dan seterusnya.
Makin besar anak maka kebutuhan nonfisiknya makin banyak. Setiap manusia berusaha
untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian telah terjadi perkembangan dalam
kebutuhan baik fisik maupun nonfisik. Bilamana dicermati maka kebutuhan tersebut dapat
dibedakan menjadi dua kelompok yakni kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Dengan
kata lain, pertumbuhan fisik senantiasa diikuti perkembangan psikis. Dengan demikian
pertumbhsn fisik dan perkembangan psikis yang seirama akan memfasilitasi terjadinnya
penyesuaian diri dengan baik.

2
2. Karakteristik Individu
Setiap individu memiliki karakteristik bawaan (heredity) dan lingkungan
(environment). Karakteristik bawaan merupakan karakter keturunan yang dibawa sejak lahir,
baik yang berkaitan dengan faktor biologis maupun sosial psikologis. Kepribadian --perilaku-
- apa yang diperbuat, dipikirkan, dan dirasakan oleh seseorang (individu) merupakan hasil
dari perpaduan antara faktor biologis sebagaimana unsur bawaan dan pengaruh lingkungan.
Dikenali bahwa anak mulai masuk sekolah tidak selalu sama umurnya. Mereka selalu
menunjukkan berbeda karakteristik pribadi dan kebiasaan-kebiasaan yang dibawanya ke
sekolah, pada akhirnya terbentuk oleh pengaruh lingkungan dan hal lain yang mempunyai
pengaruh penting terhadap keberhasilannya di sekolah, selanjutnya bagi masa depan
kehidupannya.
Sejak pembuahan (konsepsi), kehidupan yang baru itu secara berkesinambungan
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang merangsang terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan. Setiap rangsangan tersebut, baik secara terpisah atau terpadu dengan
rangsangan yang lain, semuanya membantu perkembangan potensi-potensi biologis demi
terbentuknya perilaku manusia yang dibawa sejak lahir. Hal tersebut pada gilirannya
membentuk suatu pola karakteristik perilaku yang dapat mewujudkan seseorang sebagai
individu yang berkarakteristik beda dengan individu-individu lain.

B. Perbedaan Individu
Pembahasan tentang aspek-aspek perkembangan individu telah dikenali ada dua hal
yang menonjol, yaitu: (1) pada umumnya manusia mempunyai unsur kesamaan dalam pola
perkembangannya dan (2) dalam pola yang bersifat umum itu, manusia cenderung berbeda
fisik dan nonfisik.
Individu menunjukkan kedudukan orang perorang atau perseorangan. Sifat individual
adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan perbedaan individual
dengan perseorangan. Ciri atau karakteristik orang yang satu berbeda dengan lainnya.
Dengan kata lain, makna perbedaan individu menyangkut variasi yang terjadi baik variasi
aspek fisik maupun psikologis. Perbedaan yang segera dikenali oleh guru terhadap siswanya
adalah perbedaan fisiknya, seperti: warna kulit, tinggi badan, berat badan, bentuk muka,
warna rambut, cara berdandannya, sedangkan perbedaan aspek psikologisnya adalah:
perilakunya, kerajinannya, kepandaiannya, motivasinya, bakatnya, kegemarannya, dsb.

3
Garry pada 1963 (dalam Hartono, dkk., 1994) mengkategorikan perbedaan individu
sebagai berikut.
1. Perbedaan fisik: usia, tinggi dan berat badan, jenis kelamin, pedengaran, penglihatan,
kemampuan bertindak
2. Perbedaan sosial termasuk: sosial ekonomi, agama, hubungan keluarga, suku
3. Perbedaan kepribadian: watak, motif, sikap dan minat
4. Perbedaan kemampuan: inteligensi, bakat
5. Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.
Setiap individu berbeda, bidang perbedaan yang tampak dalam perilaku manusia baik
di rumah maupun di sekolah adalah:

1. Perbedaan kognitif
Menurut Bloom, proses belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah,
menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yang dikenal sebagai Taxonomy Bloom, yaitu
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.Kemampuan kognitif merupakan kemampuan
yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap individu memiliki
persepsi tentang hasil pengamatan terhadap suatu objek. Berarti ia menguasai sesuatu yang
diketahui, artinya dalam dirinya terbentuk suatu persepsi dan pengetahuan itu diorganisasikan
secara sistematik untuk mejadi miliknya. Setiap saat bila diperlukan, pengetahuan yang
dimilikinya dapat direproduksi. Banyak atau sedikit, tepat atau kurang tepat pengetahuan itu
dapat dimiliki dan dapat diproduksi kembali merupakan tingkat kemampuan kognitif
seseorang.

4
PENGHAYATAN

KETERAMPILAN
INTELEKTUAL, PERSONAL-SOSIAL,
PSIKOMOTORIK LATIHAN

PENGETAHUAN -PEMAHAMAN

PENGKAJIAN
S
I I
K A P N I L A

Gambar 1 : Taksonomi Bloom (Termodifikasi), dikutip dari naskah T. Raka Joni (2005)

Kemampuan kognitif menggambarkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi


setiap orang.Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Sebagaimana
diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara pembawaan dan pengaruh
lingkungan. Faktor dasar yang berpengaruh menonjol pada kemampuan kognitif. Proses
pembelajaran adalah upaya menciptakan lingkungan yang bernilai positif, diatur, dan
direncanakan untuk mengembangkan faktor dasar yang telah dimiliki oleh anak. Tingkat
kemampuan kognitif tergambar pada hasil belajar yang diukur dengan tes hasil belajar.
Tes hasil belajar menghasilkan nilai kemampuan kognitif yang bervariasi. Hal ini
menggambarkan adanya perbedaan kemampuan kognitif setiap individu. Demikian
inteligensi sangat mempengaruhi kemampuan kognitif seseorang. Hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai kemampuan kognitif berkorelasi positif dengan tingkat kecerdasan
seseorang.

5
2. Perbedaan Dalam Kecakapan Bahasa
Bahasa adalah salah satu kemampuan individu yang penting sekali dalam
kehidupannya. Kemampuan berbahasa setiap individu berbeda. Kemampuan berbahasa
merupakan kemampuan individu untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan
kata dan kalimat yang bermakna, logis, dan sistematis. Kemampuan tersebuat sangat
dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan faktor lingkungan, termasuk faktor fisik yakni organ
berbicara.
Guru-guru telah menyadari bahwa adanya perbedaan bagi siswanya dalam
kemampuan untuk menguasai dan memahami bahasa lisan dan tulis serta kemampuan mereka
untuk mengekspresikan diri secara tepat. Kelancaran atau sebaliknya hambatan berbahasa
bagi anak tergantung pada kondisi lingkungan keluarga dan pembiasaannya dalam
berkomunikasi serta lingkungan pada umumnya. Dengan kata lain, pengalaman dan
kematangan anak sebelumnya merupakan faktor pendorong perkembangan anak dalam
berbagai kemampuan, termasuk kemampuan berbahasa.

3. Perbedaan Dalam Kecakapan Motorik


Kecakapan motorik atau kemampuan psikomotorik merupakan kemampuan untuk
melakukan koordinasi kerja syaraf motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat (otak) untuk
melakukan kegiatan. Kegiatan itu terjadi karena kerja syaraf yang sistematis. Alat indera
menerima rangsangan, rangsangan tersebut diteruskan melalui syaraf sensoris ke syaraf pusat
(otak) untuk diolah, dan hasilnya dibawa oleh syaraf motorik untuk memberikan reaksi dalam
bentuk gerakan-gerakan atau kegiatan. Dengan demikian ketepatan kerja jaringan syaraf akan
menghasilkan suatu bentuk kegiatan yang tepat, dalam arti kesesuaian antara rangsangan dan
responnya. Kerja ini akan menggambarkan tingkat kecakapan motorik.
Syaraf pusat (otak) yang melaksanakan fungsi sentral dalam proses berfikir
merupakan faktor penting dalam koordinasi kecakapan motorik. Ketidaktepatan dalam
pembentukan persepsi dan penyampaian perintah, akan terjadi kekeliruan respon dan/atau
kegiatan yang kurang sesuai dengan tujuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
inteligensi merupakan faktor dalam bentuk yang lebih tinggi dari keterampilan motorik.
Secara umum koordinasi motorik dan kecakapan untuk melakukan suatu kegiatan yang
kompleks membutuhkan keterampilan motorik yang lebih kompleks pula.
Bertambahnya umur seseorang mengindikasikan adanya kematangan. Hal ini akan
menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam banyak hal, seperti kekuatan untuk
mempertahankan perhatian, koordinasi otot, kecepatan berpenampilan, keajegan untuk

6
mengontrol, dan resisten terhadap kelelahan. Dengan kata lain makin bertambahnya umur
seseorang akan makin matang dan selanjutnya menunjukkan tingkat kecakapan motorik yang
makin tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik dipengaruhi oleh kematangan fisik
dan tingkat kemampuan berfikir. Karena kematangan fisik dan kemampuan berfikir setiap
individu berbeda akan membawa akibat terhadap kecakapan motorik masing-masing, pada
gilirannya kecakapan motorik setiap individu akan berbeda pula.

4. Perbedaan Dalam Latar Belakang


Perbedaan latar belakang dan pengalaman individu dapat memperlancar atau
sebaliknya menghambat prestasi belajar mereka, sebab perbedaan tersebut dapat
mempengaruhi kemauan dan situasi belajar. Latar belakang individu dibedakan menjadi dua
yaitu faktor dari dalam dan faktor di luar dirinya. Faktor dari dalam misalnya kecerdasan,
kemauan, bakat, minat, emosi, perhatian, kebiasaan bekerja sama, dan kesehatan yang
mendukung atau menghambat belajar. Adapun faktor dari luar diri individu antara lain: pola
sikap orangtua, sosial ekonomi keluarga, tingkat kesukaran bahan ajar, metode pembelajaran,
kurikulum, dan situasi dan kondisi belajar.

5. Perbedaan Dalam Bakat


Bakat adalah kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir oleh individu. Kemampuan
tersebut akan berkembang dengan baik bila mendapat rangsangan atau kesempatan dan
fasilitas secara tepat. Sebaliknya bakat tidak dapat berkembang sama sekali, manakala
lingkungan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang. Gayut dengan inilah makna
pendidikan menjadi penting keberadaanya.
Belajar pada jenjang bawah--sekolah dasar--berkaitan dengan penguasaan alat-alat
belajar dan pemenuhan tentang ajaran umum. Pada tahun-tahun pertama, hal tersebut belum
tentu membuat anak berbakat menjadi menonjol dibandingkan pada tahun berikutnya. Pada
jenjang SLTA dan perguruan tinggi patut diduga program pembelajaran amat berarti untuk
merangsang dan memberi fasilitas bagi perkembangan bakat anak.

6. Perbedaan Dalam Kesiapan Belajar


Dari latar belakang lingkungan (sosioekonomi dan sosiokultural) yang bervariasi akan
mempengaruhi adanya variasi kesiapan belajar individu. Kesiapan belajar individu

7
bergantung pada sejumlah faktor seperti kematangan fisik, kematangan mental, umur,
kesehatan, dan pengalaman-pengalaman hasil persepsi dan perhatiannya terhadap lingkungan.

C. Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan


Setiap individu pada hakikatnya mengalami pertumbuhan fisik dan nonfisik. Aspek-aspek
non fisik antara lain aspek intelektual, bakat khusus, emosi, sosial, bahasa, nilai, moral, dan
sikap.

1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan manusia merupakan perubahan fisik menjadi lebih besar dan lebih
panjang, dan prosesnya terjadi sejak anak sebelum lahir hingga ia dewasa. Selama tahun
pertama dalam pertumbuhan, ukuran panjang badan bertambah sekitar sepertiga dari panjang
badan dan berat badanya akan bertambah menjadi sekitar tiga kalinya. Sejak lahir hingga
umur 25 tahun perbandingan ukuran badan individu adalah bahwa pertumbuhan itu kurang
proporsional tampak pada awal terbentuknya manusia sampai menjadi pertumbuhan proporsi
yang ideal di masa dewasa. Pembahasan tentang pertumbuhan fisik secara rinci akan
diuraikan pada bab berikutnya.
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat
mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan
dengan perkembangan fisik ini, Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1991) mengemukakan bahwa
perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat
mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi
perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan
munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang
untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang
sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis;
dan (4) Struktur fisik/tubuh, yang meliputi
tinggi, berat dan proporsi.

Aspek fisiologis yang sangat penting


bagi kehidupan manusia adalah otak (brain).

Gambar 1: Jaringan fungsi sel syaraf otak Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau
sentral perkembangan dan fungsi
kemanusiaan. Otak ini lebih kurang terdiri
atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000

8
koneksi (hubungan dengan sel-sel syaraf yang lainnya). Sebagaimana telihat pada Gambar 1, sistem
koneksi tersebut terbentuk dari yang sederhana menuju ke yang kompleks. Semakin mendapatkan
kesempatan untuk digunakan, maka sistem jaringan hubungan antar sel otak akan semakin
berkembang kompleks dan menandakan bahwa seseorang telah mengalami kemajuan fungsi otak.
Sebaliknya, bila otak tidak banyak digunakan, maka sistem jaringan akan sederhana dan bahkan sel-
sel otak tertentu akan mati.Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi
sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel lainnya. Secara struktur otak ini terdiri atas
tiga bagian, yaitu: (a) Brainstem (termasuk di dalamnya celebellum) yang berfungsi mengontrol
keseimbangan dan koordinasi; (b) Midbrain yang berfungsi sebagai stasion pengulang atau
penyambung dan pengontrol pernafasan dan fungsi menelan; dan (c) Cerebrum sebagai pusat otak
yang paling tinggi yang meliputi belahan otak kiri dan kanan (left and right hemispheres) dan sebagai
pengikat syaraf-syaraf yang berhubungan dengannya (Vasta, Heith & Miller, 1992: 179 – 181).

Berkaitan dengan fungsi otak, dapat dibedakan berdasarkan kedua belahan otak tersebut,
yaitu belahan kanan dan kiri. Fungsi-fungsi kedua belahan otak itu tampak dalam tabel 1.1

Tabel 1.1

Fungsi Belahan Otak Kiri dan Kanan

(Anita E. Woolfolk, 1998; Conny Semiawan, 1995; Dedi Supriadi, 1994)

FUNGSI OTAK KIRI FUNGSI OTAK KANAN

Berpikir rasional, ilmiah, logis, kritis, linier, Berpikir holistik, non-linier, non-verbal, intuitif,
analitis, referensial dan konvergen. imajinatif, kreatif, non-referensial, divergen
dan bahkan mistik.
Berkaitan erat dengan kemampuan belajar
membaca, berhitung (matematika) dan
bahasa.

Otak mempunyai pengaruh yang sangat menentukan bagi perkembangan aspek-aspek


perkembangan individu lainnya, baik keterampilan motorik, intelektual, emosional, sosial, moral
maupun kepribadian. Pertumbuhan otak yang normal (sehat) berpengaruh positif bagi
perkembangan aspek-aspek lainnya. Sedangkan apabila pertumbuhannya tidak normal (karena
pengaruh penyakit atau kurang gizi) cenderung akan menghambat perkembangan aspek-aspek
tersebut.

9
Mengenai pentingnya gizi bagi pertumbuhan otak, dari beberapa hasil penelitian pada
hewan membuktikan bahwa gizi yang buruk (malnutrisi) yangdiderita induk hewan mengakibatkan
sel otak janin lebih sedikit daripada janin yang induknya tidak mengalami malnutrisi. Pada manusia,
kekurangan gizi pada ibu hamil mengakibatkan berat badan bayi sangat rendah (berkaitan erat
dengan angka kematian yang tinggi) dan perkembangan yang buruk (Ediasri T. Atmodiwirjo dalam
Singgih D. Gunarsa, 1983).

Perkembangan keterampilan motorik merupakan faktor yang sangat penting bagi


perkembangan pribadi secara keseluruhan. Elizabeth B. Hurlock (1991) mencatat beberapa alasan
tentang fungsi perkembangan motorik bagi konstelasi perkembangan individu. Seiring dengan
perkembangan motorik ini, bagi anak usia pra sekolah (taman kanak-kanak) atau kelas-kelas rendah
SD, tepat sekali diajarkan atau dilatihkan tentang hal-hal berikut.

a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis (huruf arab dan latin) dan menggambar.
b. Keterampilan berolahraga (seperti senam) atau menggunakan alat-alat olahraga.
c. Gerakan-gerakan permainan, seperti meloncat, memanjat, dan berlari.
d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan kedisiplinan dan ketertiban.
e. Gerakan-gerakan ibadah sholat.

2. Intelektual
Intelek atau pola pikir berkembang searah dengan pertumbuhan syaraf otak. Karena
berfikir pada dasarnya menunjukkan fungsi otak, maka kemampuan intelektual dipengaruhi
oleh kematangan syaraf otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik.
Perkembangan intelek diawali dengan kemampuan mengenal dunia luar. Awalnya respon
terhadap rangsangan dari luar merupakan aktivitas reflektif, seiring dengan bertambahnya
usia aktivitas tersebut berkurang terhadap setiap rangsangan dari luar dan selanjutnya mulai
terkoordinasikan. Perkembangan berikutnya ditunjukkan pada perilakunya, yaitu tindakan
memilih dan menolak sesuatu. Tindakan ini merupakan proses analisis, evaluasi, membuat
kesimpulan, dan diakhiri pembuatan keputusan.
Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk
mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam
mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.

Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli mengenai inteligensi. Guilford berpendapat


bahwa intelegensi itu dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu sebagai berikut:

10
1) Operasi Mental (Proses Berpikir)
(a) Kognisi (menyimpan informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru)
(b) Memory retention(ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
(c) Memory recording (ingatan yang segera).
(d) Divergent production (berpikir melebar = banyak kemungkinan jawaban)
(e) Convergent production (berpikir memusat = hanya satu jawaban/alternatif).
(f) Evaluasi (mengambil keputusan tentang apakah sesuatu itu baik, akurat, atau memadai).
2) Content (Isi yang dipikirkan)
(a) Visual (bentuk konkret atau gambar).
(b) Auditory (suara)
(c) Word meaning (semantic).
(d) Symbolic (informasi dalam bentuk lambang, kata-kata, angka dan not musik).
(e) Behavioral (interaksi non-verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka atau
suara).
3) Product (Hasil berpikir)
(a) Unit (item tunggal informasi).
(b) Kelas (kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
(c) Relasi (keterkaitan informasi).
(d) Sistem (kompleksitas bagian yang saling berhubungan).
(e) Transformasi (perubahan, modifikasi atau redefinisi informasi).
(f) Implikasi (informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).
Keterkaitan ketiga kategori tersebut diatas, selanjutnya dapat disimak dalam contoh berikut:

1) Untuk dapat mengisi deretan angka 3, 6, 12, 24, … memerlukan “convergent operation” (hanya
satu jawaban yang benar) dengan “symbolic content” (angka) untuk memperoleh suatu
“relationship product” (angka rangkap berdasarkan pola hitungan sebelumnya.
2) Untuk membuat lukisan abstrak tentang suatu fenomena kehidupan, memerlukan kemampuan
“divergent thinking operation” (banyak kemungkinan jawaban) tentang “visual content” untuk
menciptakan “transformasional product” (objek nyata yang ditransformasikan ke dalam
pandangan pelukis).
Uraian tersebut menjelaskan tentang inteligensi dalam ukuran kemampuan intelektual atau
tataran kognitif. Pandangan lama menunjukkan bahwa kualitas inteligensi atau kecerdasan yang
tinggi dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan individu dalam belajar atau

11
meraih kesuksesan dalam hidupnya. Namun perkembangan terakhir, telah berkembang pandangan
lain yang menyatakan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan (kesuksesan)
individu di dalam hidupnya bukan semata-mata ditentukan oleh tingginya tingkat kecerdasan
intelektual, tetapi oleh faktor kemantapan emosional yang oleh ahlinya, yaitu Daniel Goleman
disebut Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional).

Berdasarkan pengamatan Goleman, banyak orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena
kecerdasan intelektualnya rendah, namun karena mereka kurang memiliki kecerdasan emosional.
Tidak sedikit orang yang suksek dalam hidupnya karena memiliki kecerdasan emosional meskipun
inteligensinya hanya pada tingkat rata-rata.

Kecerdasan emosional itu semakin perlu dipahami, dimiliki, dan diperhatikan dalam
pengembangannya karena mengingat kondisi kehidupan dewasa ini semakin kompleks. Kehidupan
yang semakin kompleks ini memberikan dampak yang sangat buruk terhadap konstelasi kehidupan
emosional individu. Dalam hal ini, Daniel Goleman mengemukakan hasil survei terhadap para orang
tua dan guru yang hasilnya menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang sama di seluruh dunia,
yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya.
Mereka lebih kesepian dan pemurung, lebih beringasan dan kurang menghargai sopan santun, lebih
gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif.

Kecerdasan emosional ini merujuk kepada kemampuan-kemampuan mengendalikan diri,


memotivasi diri dan berempati. Secara jelasnya unsur-unsur kecerdasan emosional ini dapat disimak
pada pembahasan bab berikut.

3. Bakat Khusus
Sebagaimana diuraikan di depan, Sumadi S. (1984) merinci pengertian kemampuan
khusus—bakat--seperti definisinya Guilford bahwa bakat itu mencakup tiga dimensi, yaitu
dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual. Ketiga dimensi tersebut
mengilustrasikan bahwa bakat mencakup kemampuan dalam pengindraan, ketepatan dan
kecepatan menangkap makna, kecepatan dan ketepatan bertindak, serta kemampuan berfikir
inteligen. Atas dasar bakat yang dimilikinya se-orang individu akan mampu menunjukkan
kelebihan dalam bertindak dan menguasai serta memecahkan masalah dibandingkan dengan
orang lain. Bakat khusus merupakan salah satu kemampuan untuk bidang tertentu seperti
bidang seni, olahraga, atau keterampilan.

12
4. Emosi
Rasa dan perasaan merupakan salah satu potensi yang khusus dimiliki oleh setiap
manusia. Di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan manusia, banyak hal yang
dibutuhkannya. Kebutuhan tersebut dibedakan menjadi dua yaitu kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani. Kebutuhan itu dibedakan kebutuhan primer dan sekunder. Kebutuhan
primer merupakan kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Selanjutnya, kebutuhan sekunder
yaitu kebutuhan yang pemenuhannya dapat di-tangguhkan. Kebutuhan primer yang tidak
segera terpenuhi membuat seseorang menjadi kecewa, sebaliknya bila kebutuhan itu dapat
dipenuhi dengan baik, maka ia akan senang dan puas. "Kecewa", "senang", dan "puas"
merupakan gejala perasaan yang mengandung unsur senang dan tidak senang.
Di awal pertumbuhan, seorang bayi memerlukan kebutuhan primer, seperti makan,
minum, dan kehangatan tubuh. Bayi akan menangis bila popoknya basah dan haus. Apabila ia
segera diganti popoknya dan diberi ASI/PASI maka ia segera diam.
Menurut English and English, emosi adalah ―A compex feeling state accompanied by
characteristic motor and glandular activies‖ (suatu perasaan yang kompleks yang disertai
karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris). Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono
berpendapat bahwa emosi merupakan ―Setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai
warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas
(mendalam)‖.
Tabel 1.2

Jenis-Jenis Emosi dan Dampaknya pada Perubahan Fisik

JENIS EMOSI PERUBAHAN FISIK

1. Terpesona 1. Reaksi elektris pada kulit


2. Marah 2. Peredaran darah bertambah cepat
3. Terkejut 3. Denyut jantung bertambah cepat
4. Kecewa 4. Bernafas panjang
5. Marah 5. Pupil mata membesar
6. Takut/Tegang 6. Air liur mengering
7. Takut 7. Berdiri bulu roma
8. Tegang 8. Terganggu pencernaan, otot-otot menegang
atau bergetar (tremor)

Ciri-Ciri Emosi

13
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

(a) Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berpikir.
(b) Bersifat fluktuatif (tidak tetap).
(c) Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
5. Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, bukti prinsip yang bisa ditunjukkan bahwa bayi lahir
dalam kondisi lemah (tidak berdaya), ia tidak mampu hidup tanpa bantuan orang lain
utamanya ibu, demikian pula orang dewasa lain. Pada dasarnya manusia tidak mampu hidup
seorang diri tanpa bantuan yang lain. Perkembangan sosial diawali dengan mengenali
lingkungan yang terdekat, seperti bayi akan mengenal ibunya, kemudian mengenal ayahnya
dan saudara-saudaranya, selanjutnya baru ia mengenal orang lain di sekitarnya. Sejalan
dengan bertambahnya umur manusia akan mengenal lingkungan yang heterogen dan
kompleks yang akan dibawa ke arah kehidupan bersama, bermasyarakat atau kehidupan
sosial. Dalam perkembangannya setiap orang akhirnya mengetahui bahwa manusia itu saling
membantu dan dibantu, memberi dan diberi.
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat
juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral dan tradisi: meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja
sama.

Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan
orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana
menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua ini
lazim disebut sosialisasi.

Sosialisasi dari orangtua ini sangatlah penting bagi anak, karena dia masih terlalu muda dan
belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri ke arah kematangan. J.
Clausen (Ambron, 1981: 221) mendeskripsikan tentang upaya yang dilakukan orangtua dalam rangka
sosialisasi dan perkembangan sosial yang dicapai anak, sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 1.3

Sosialisasi dan Perkembangan Anak

KEGIATAN ORANGTUA PENCAPAIAN PERKEMBANGAN PERILAKU

14
ANAK

1. Memberikan makanan dan memelihara 1. Mengembangkan sikap percaya terhadap


kesehatan fisik anak orang lain (development of trust).
2. Melatih dan menyalurkan kebutuhan 2. Mampu mengendalikan dorongan biologis
fisiologis: toilet training (melatih buang air dan belajar untuk menyalurkannya pada
besar/kecil), menyapih dan memberikan tempat yang diterima masyarakat.
makanan padat. 3. Belajar mengenal objek-objek, belajar
3. Mengajar dan melatih keterampilan bahasa, berjalan, mengatasi hambatan,
berbahasa, persepsi, fisik, merawat diri berpakaian, dan makan.
dan keamanan diri. 4. Mengembangkan pemahaman tentang
4. Mengenalkan lingkungan kepada anak: tingkah laku sosial, belajar menyesuaikan
keluarga, sanak keluarga, tetangga dan perilaku dengan tuntutan lingkungan.
masyarakat sekitar. 5. Mengembangkan pemahaman tentang
baik-buruk, merumuskan tujuan dan kriteria
pilihan dan berperilaku yang baik.
5. Mengajarkan tentang budaya, nilai-nilai 6. Belajar memahami perspekif (pandangan)
(agama) dan mendorong anak untuk orang lain dan merespons
menerimanya sebagai bagian dirinya. harapan/pendapat mereka secara selektif
6. Mengembangkan keterampilan 7. Memiliki pemahaman untuk mengatur diri
interpersonal, motif, perasaan, dan dan memahami kriteria untuk menilai
perilaku dalam berhubungan dengan penampilan/perilaku diri.
orang lain.
7. Membimbing, mengoreksi, dan membantu
anak untuk merumuskan tujuan dan
merencanakan aktivitasnya.

Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang
dewasa lainnya mupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku
sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut:

(a) Pembangkangan (negativisme)


(b) Agresi (agression)
(c) Berselisih/bertengkar (quarreling)
(d) Menggoda (teasing)
(e) Persaingan (rivalry)
(f) Kerja sama (cooperation)
(g) Tingkah laku berkuasa (ascendant behaviour)
(h) Mementingkan diri sendiri (selfishness)
(i) Simpati (sympaty)
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orangtua,
sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut
memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak
akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan sosial itu

15
kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar; sering memarahi; acuh tak acuh; tidak
memberikan bimbingan; teladan; pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan
norma-norma baik agama maupun tata krama/budi seperti: cenderung menampilkan perilaku
maladjustment, seperti: (1) bersifat minder; (2) senang mendominasi orang lain; (3) bersifat
egois/selfish; (4) senang mengisolasi diri/menyendiri; (5) kurang memiliki perasaan tenggang rasa;
dan (6) kurang memperdulikan norma dalam berperilaku.

6. Bahasa
Bahasamerupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan
dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian,
seperti menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka. Pengertian
bahasa sebagai alat komunikasi dapat berarti sebagai tanda, gerak, dan suara untuk
menyampaikan isi pikiran kepada lawan bicara.
Berbicara adalah bahasa suara dan lisan. Pada perkembangan awal bahasa lisan bayi
diungkapkan dengan tangis atau ocehan. Tangisan atau jeritan merupakan ekspresi tidak
senang atau jengkel atau sakit. Sedangkan ocehan atau meraba sebagai ungkapan ekspresi
sedang senang. Ocehan-ocehan itu makin lama makin jelas, berkembang bisa menirukan
bunyi-bunyi yang didengarnya pada akhirnya membetuk ucapan dengan kata-kata yang
sederhana.Perkembangan bahasa selanjutnya bagi seorang bayi pada usia 6-9 bulan mulai
berkomunikasi dengan satu kata atau dua kata seperti "maem" untuk menyatakan maksud
atau keinginannya.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa
merupakan anugerah dari Allah SWT, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami
dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai
makhluk berbudaya dan mengembangkan budayanya.

Perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6 -2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat
menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut:

a) Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti: “bapak makan”.
b) Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak tidak
makan”.
c) Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat:

16
(1) Kritikan: “Ini tidak boleh, ini tidak baik”.

(2) Keragu-raguan: barangkali, mungkin, bisa jadi. Ini terjadi apabila anak

sudah menyadari akan kemungkinan kekhilafannya.

(3) Menarik kesimpulan analogi, seperti: anak melihat ayahnya tidur karena
(4) sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibu tidur karena
sakit.
Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok
yang satu sama lainnya sangat berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka
berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai
berikut:

1. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa
orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami
kegiatan/gerakan atau gesture-nya (bahasa tubuhnya).
2. Pengembangan Perbendaharan Kata. Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai
secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia
pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah,
3. Penyusunan Kata-Menjadi Kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada
umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal
(kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture”untuk melengkapi cara berpikirnya. Contohnya,
anak menyebut “Bola” sambil menunjuk bola itu dengan jarinya. Kalimat tunggal itu berarti
“tolong ambilkan bola untuk saya”. Seiring dengan meningkatnya usia anak dan keluasan
pergaulannya, tipe kalimat yang diucapkannya pun semakin panjang dan kompleks. Menurut
Davis, Garrison & McCarthy (E.Hurlock, 1991) anak yang cerdas, anak wanita dan anak yang
berasal dari keluarga berada, bentuk kalimat yang diucapkannya itu lebih panjang dan kompleks
dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas, anak pria dan anak yang berasal dari keluarga
miskin.
4. Ucapan. Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi
(peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orangtuanya).
Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka masih belum dapat berbicara atau
mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan
ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi
suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf

17
tertentu. Huruf yang mudah diucapkan yaitu huruf hidup (vokal): I, a, e, dan u dan huruf mati
(konsonan): t, p, b, m, dan n, sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal: z, w, s,
dan g, dan huruf mati rangkap (diftong): st, str, sk, dan sr.

7. Sikap, Nilai, dan Moral


Bloom mengemukakan bahwa tujuan akhir proses pembelajaran dikelompokkan
menjadi tiga sasaran, yaitu penguasaan pengetahuan (kognitif), penguasaan sikap dan nilai
(afektif), dan penguasaan psikomotor. Pengenalan terhadap sikap, nilai, dan moral ini tidak
dimulai dari masa bayi melainkan masa kanak-kanak, sebab kehidupan bayi belum dibimbing
oleh norma-norma moral. Pada masa kanak-kanak mulai dikenalkan dengan norma atau
aturan-aturan yang menyangkut baik-buruk, benar-salah, wajar-tidak wajar, layak-tidak
layak, dan sete-rusnya. Menurut Piaget, pada awalnya pengenalan nilai dan perilaku serta
tindakan itu masih bersifat "paksaan", dan anak belum mengetahui maknanya. Akan tetapi
sejalan dengan perkembangan inteleknya, berangsur-angsur anak mulai mengikuti berbagai
ketentuan yang berlaku di dalam keluarga; semakin lama semakin luas sampai dengan
ketentuan yang berlaku umum di masyarakat, bangsa, dan negara.
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Morsis), yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk
menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu,
seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,
memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina,
membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila
tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok
sosialnya.

Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut:

1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan
salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Disamping itu, yang
paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari orangtua, guru atau orang
dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral
seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kyai, artis atau orang dewasa lainnya)
3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara
coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus

18
dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan
dihentikannya.

RANGKUMAN

Manusia sebagai makhluk yang berfikir atau homo sapiens, makhluk yang berbuat
atau homo faber, dan makhluk yang dapat dididik atau homo educandum. Berbagai
pandangan telah membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Lain dengan
pandangan manusia Indonesia secara utuh artinya manusia sebagai pribadi yang merupakan
pengejawantahan menunggalnya berbagai ciri atau karakter hakiki atau sifat kodrati manusia
yang seimbang antar berbagai segi, yaitu individu dan sosial, jasmani dan rohani, serta dunia
dan akhirat. Keseimbangan hubungan tersebut menggambarkan keselarasan hubungan antara
manusia dengan dirinya, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam dan
lingkungan sekitarnya, dan manusia dengan Tuhannya.
Setiap individu memiliki karakteristik bawaan (heredity) dan lingkungan
(environment). Karakteristik bawaan merupakan karakter keturunan yang dibawa sejak lahir
baik yang berkaitan dengan faktor biologis maupun sosial psikologis. Kepribadian—prilaku--
apa yang diperbuat, dipikirkan, dan dirasakan oleh seseorang (individu) merupakan hasil dari
perpaduan antara faktor biologis sebagaimana unsur bawaan dan pengaruh lingkungan.
Individu dalam perkembangannya senantiasa ditandai oleh karakteristik pribadinya yang
berbeda dengan yang lain. Perbedaan individu terjadi pada: (1) kognitif, (2) kecakapan bahasa, (3)
kecakapan motorik, (4) latar belakang, (5) bakat, dan (6) kesiapan belajar.

Tujuh aspek pertumbuhan dan perkembangan individu antara lain: (1) pertumbuhan fisik, (2)
intelek, (3) bakat khusus, (4) emosi, (5) sosial, (6)bahasa, dan (7) sikap, nilai, dan moral.

PENDALAMAN

Untuk mengukur pengalaman belajar mahasiswa pada tingkat standar ketuntasan minimal
belajar (SKMB) maka selesaikan tugas-tugas berikut secara kelompok dan laporkan hasil pemahaman
kelompok.

1. Jelaskan alasan-alasannyamengapapentingnya memahami individu sebagai manusia utuh!


2. Manakah dari antara tujuh aspek perkembangan yang mudah pengukurannya? Jelaskan dan
sertakan contoh-contoh!

19
DAFTAR RUJUKAN

Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Monks, FJ, dkk. 1984. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta: UGM Press.
Singgih D.Gunarsa dan Ny. Singgih D.G. 1990. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.
Soesilo Windradini dan Suwandi, Iksan. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FIP
IKIP MALANG.
Sunarto dan Hartono, Ny. Agung. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Woolfolk, A.E. 1998. Educational Psychology. 7th.ed.Boston: Allyn and Bacon.

BAB II
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANREMAJA

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertumbuhan dan perkembangan remaja,mahasiswa mampu:
1. menjelaskan hakikat pertumbuhan dan perkembangan;
2. menjelaskan prinsip perkembangan;
3. menjelaskankarakteristik pertumbuhan dan perkembangan;
4. menjelaskan keterkaitan kematangan dan pengalaman dalam perkembangan
remaja.

PEMBAHASAN

A. Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan

Di dalam seluruh jangka kehidupan manusia, semenjak dalam kandungan sampai


meninggal di dalamnya terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis.Perubahan-
perubahan tersebut terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan dalam dirinya.

20
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang senantiasa digunakan
secara bergantian. Keduanya tidak bisa dipisah-pisah, akan tetapi saling bergantung satu
dengan lainnya bahkan bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.

Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut ukuran dan struktur
biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses
kematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam
perjalanan waktu tertentu. Hasil pertumbuhan itu berwujud bertambahnya ukuran-ukuran
kuantitatif badan anak, seperti panjang/tinggi, berat, dan kekuatannya demikian pula
pertumbuhan itu tampak pada makin sempurnanya syaraf dan perubahan-perubahan struktur
jasmani. Dengan demikian pertumbuhan dapat dikatakan sebagai proses perubahan dan
kematangan fisik.

Werner pada 1957 (Sunarto, dkk, 1994:31) menjelaskan bahwa "perkembangan


sejalan dengan prinsip orthogenetis, berlangsung dari keadaan global dan kurang
berdeferensiasi sampai ke keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat
secara bertahap".Dapat dikata konsep perkembangan itu mengandung unsur keseluruhan
(totalitas) dan berkesinambungan yang berlangsung secara bertahap. Selanjutnya Libert,
Paulus dan Stauss (dalam Singgih, 1990:31) merumuskan arti perkembangan yaitu:
"perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai
fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan". Selain itu perkembangan proses
perubahan akibat dari pengalaman. Istilah perkembangan dapat mencerminkan sifat-sifat
yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang menampak.

Perubahan-perubahan meliputi beberapa aspek, baik fisik maupun psikis. Perubahan


dimaksud dapat dikategorikan menjadi empat yaitu: (1) perubahan dalam ukuran; (2)
perubahan dalam perbandingan; (3) berubah untuk mengganti hal-hal yang lama; dan (4)
berubah untuk memperoleh hal-hal yang baru.

Soesilo Windradini (1995:2) menyatakan bahwa perkembangan individu tidak


berlangsung secara otomatis, tetapi perkembangan tersebut sangat bergantung pada beberapa
faktor, yaitu: (1) heriditas, (2) lingkungan, (3) kematangan fisik dan psikis, dan (4) aktivitas
anak sebagai subyek bebas yang berkemauan, dalam arti anak bisa mengadakan seleksi, bisa
menolak dan menyetujui serta mempunyai emosi.

Perubahan dalam perkembanganbertujuan untuk memperoleh penyesuaian diri


terhadap lingkungan di mana ia hidup.Untuk mencapai tujuan maka realisasi diri ―aktualisasi

21
diri‖ sangat penting perannya.Realiasasi diri memainkan peran penting dalam kesehatan
mental, maka seseorang yang berhasil menyesuaikan diri dengan baik secara pribadi dan
sosial harus mempunyai kesempatan untuk mengungkapkan minat dan keinginannya dengan
cara memuaskan dirinya. Tetapi pada saat yang sama harus menyesuaikan dengan standar-
standar yang diterima. Kurangnya kesempatan berdampak pada kekecewaan dan sikap-sikap
negatif terhadap orang lain dan bahkan terhadap kehidupan pada umumnya.

Perubahan-perubahan baik fisiologis maupun psikologis tidak semua orang


menyadarinya, kecuali terjadinya perubahan itu secara mendadak, cepat, dan mempengaruhi
pola kehidupan mereka.Suatu bukti hampir semua orang takjub terhadap masa pubertas,
pertumbuhan melonjak dari akhir masa kanak-kanak ke awal masa remaja. Sama halnya
dengan usia lanjut ketika proses penuaan terus berlangsung seseorang telah menyadari bahwa
kesehatan mulai ―berkurang‖ dan pikiran mulai ―mundur‖ sehingga perlu ada penyesuaian
baru terhadap perubahandalam pola kehidupan mereka.

Pada saat individu menyadari bahwa dalam dirinya ada perubahan-perubahan maka
mereka akan mengambil sikap terhadap perubahan-perubahan ini. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi sikap individu terhadap perubahan dalam perkembangan. Adapun faktor
dimaksud adalah:

1. Penampilan diri

Perubahan-perubahan yang meningkatkan penampilan diri seseorang akan diterima


dengan senang hati dan mengarah kepada sikap yang menyenangkan. Sedangkan
perubahan-perubahan yang mengurangi penampilan diri akan ditolak dengan segala cara
dan diupayakan untuk menutupinya.

2. Perilaku

Kalau perubahan-perubahan cenderung ke arah yang memalukan maka akan berpengaruh


pada sikap terhadap perubahan yang kurang menyenangkan, sebaliknya bilamana
perubahannya menyenangkan maka akan berpengaruh pada sikap yang menyenangkan
pula.

3. Setereotip Budaya dan Nilai Budaya

Setereotip budaya akan dipakai untuk menilai individu pada usia-usia tertentu. Setiap
kebudayaan memiliki nilai-nilai tertentu yang dikaitkan dengan usia-usia yang berbeda.

22
Usia produktif (kebudayaan Amerika) menuntun kita bahwa sikap terhadap kelompok
usia dewasa ini lebih menyenangkan daripada usia-usia lainnya (remaja dan usia lanjut).

4. Perubahan peranan

Sikap terhadap seseorang dari lapisan usia sangat dipengaruhi oleh peran yang mereka
mainkan. Bila seseorang mengubah perannya, kurang senang, misalnya pensiun atau
menjanda, maka sikap masyarakat terhadap mereka menjadi kurang simpatik.

5. Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi mempunyai pengaruh besar terhadap sikap individu dalam


menghadapi perubahan yang terjadi dalam perkembangan. Sikap terhadap penuaan
menjadi kurang menyenangkan. Sikap ini dipertanjam oleh sikap-sikap sosial yang
kurang menyenangkan.

B. Prinsip-prinsip Perkembangan

Beberapahal yangperlu diperhatikanberkenaan dengan perkembangan individu adalah sebagai


berikut:

1. Masa kanak-kanak adalah periode yang merupakan dasar bagi kehidupan. Dalam
tahun-tahun pertama kehidupan, artinya pada masa kanak-kanak, dibentuk sikap,
kebiasaan, dan perilaku yang sebagian besar dibawa pada masa selanjutnya. Namun
demikian, dapat pula terjadi perubahan-perubahan selama perjalanan hidup yang
mungkin disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya: (a) bimbingan dan bantuan
orang lain, (b) cara-cara menghadapi anak, (c) motivasi intrinsik yang kuat, dan (d)
pengalaman yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan.

2. Perkembangan disebabkan karena kematangan dan belajar/latihan.Kematangan dan


belajar/latihan adalah sebab-sebab perkembangan yang saling berhubungan.
Kematangan menentukan kesiapan seseorang untuk belajar.

3. Semua individu berbeda. Memperhatikan perbedaan individu adalah penting sekali.


Adanya perbedaan individu tersebut menyebabkan: kemungkinan tidak adanya reaksi
yang sama terhadap rangsang yang sama dari lingkungan; tidak dapat diramalkan
dengan pasti bagaimana reaksi seseorang walaupun diketahui reaksi yang umum;
tidak ada kesamaan dalam menghadapi semua anak/orang; dan tidak dapat diharapkan
adanya prestasi yang sama dari semua anak/orang seumur.Perbedaan individu dapat

23
disebabkan oleh: kesehatan, kesempatan untuk belajar, motivasi belajar, kelompok
sosial, lingkungan, dan sifat-sifat warisan.

4. Setiap periode perkembangan mempunyai kekhususan. Hal tersebut perlu diketahui


dan diperhatikan dalam menghadapi individu, agar supaya ia dapat dihadapi secara
tepat.

Perkembangan ditandai adanya perubahan-perubahan baik kuantitatif maupun


kualitatif, adapun prinsip perkembangan itu meliputi:
a. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti
Manusia secara terus menerus berkembang atau berubah yang dipengaruhi oleh
pengalaman atau belajar sepanjang hayat. Perkembangann berlangsung secara
terus menerus sejak masa konsepsi hingga mencapai kematangan (masa tua).
b. Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi
Setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, psikis (emosi dan inteligensi)
maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi. Misalnya anak dalam
pertumbuhan fisik sering terganggu kesehatannya (sakit), maka ia akan
mengalami gangguan dalam aspek perkembangan lainnya, seperti kecerdasannya
menjadi kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
c. Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu
Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu. Setiap
tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang
merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Contoh, untuk dapat
berjalan, seorang anak harus dapat berdiri terlebih dahulu dan berjalan merupakan
prasyarat bagi perkembangan selanjutnya, yakni berlari atau meloncat.
d. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan
Perkembangan fisik dan mental mencapai kematangan terjadi pada tempo dan
waktu yang berbeda (ada yang cepat dan ada pula yang lambat). Misal, (a) otak
mencapai bentuk ukuran yang sempurna pada usia 6-8 tahun, (b) tangan, hidung,
dan kaki mencapai pertumbuhan yang maksimum pada masa remaja, dan (c)
imajinasi dan kreativitas berkembang dengan cepat pada masa kanak-kanak dan
mencapai puncaknya pada masa remaja.
e. Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas
Prinsip ini dapat dijelaskan dengan contoh berikut: (a) sampai umur 2 tahun, anak
memusatkan perhatian pada mengenal lingkungan, menguasai gerak-gerik fisik,

24
dan belajar berbicara, (b) pada umur 3-6 tahun, perkembangan dipusatkan pada
sosialisasi yakni belajar bergaul dengan orang lain, (c) pada usia remaja,
perkembangan berpusat pada membina hubungan dengan lawan jenis, (d) pada
usia dewasa, perkembangan berpusat pada persiapan dunia kerja dan perkawinan,
dan (e) pada usia lanjut, perkembangan dipusatkan pada persiapan menghadapi
pensiun.
f. Setiap individu yang normal akan mengalami fase/tahap perkembangan
Prinsip ini berarti bahwa dalam menjalani hidup yang normal dan berusia panjang
individu akan mengalami fase-fase perkembangan: bayi, kanak-kanak, remaja,
dewasa, dan masa tua.

C. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Remaja berasal dari bahasa latin adolescence, artinya ―tumbuh untuk mencapai
kematangan‖. Lebih lanjut adolescence memiliki arti yang luas, mencakup kematangan
mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1991). Remaja berada pada batas peralihan
kehidupan dari anak menuju ke masa dewasa. Mappiare (1982) menyebutkan bahwa masa
remaja berlangsung antara umur 12 – 21 tahun bagi wanita dan 13 – 23bagi pria. Hilgard
(1987) menyatakan bahwa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Remaja ditandai oleh adanya kematangan seksual, memantapkan identitas sebagai
individu yang terpisah dari keluarga dan menghadapi tugas menentukan cara mencari mata
pencaharian. Batasan remaja sesungguhnya sulit didefinisikan, bahkan Sarlito (1991)
menyatakan tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional.

Masa remaja sering dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson di sebut
dengan identitas ego (ego identity). Masa ini terjadi karena remaja merupakan peralihan
antara masa kehidupan anak-anak dan kehidupan dewasa. Ditinjau dari segi fisik mereka
bukan lagi anak-anak melainkan seperti orang dewasa tetapi belum menunjukkan sikap
dewasa.

Remaja sebetulnya tidak memiliki tempat, mereka tidak termasuk golongan anak-anak
tetapi belum juga diterima secara penuh untuk golongan orang dewasa. Oleh karena itu
remaja sering dikenal dengan fase ‖mencari jati diri‖ atau ―fase topan dan badai‖. Remaja
masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimum fungsi fisik maupun
psikisnya (Monk, dkk, 1989). Yang perlu ditekankan pada remaja ini adalah bahwa fase

25
remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat potensial, baik
dilihat dari aspek kognitif, emosi maupun fisik.

Karakteristik remaja yang berhubungan dengan pertumbuhan (perubahan-perubahan


fisik) ditandai oleh adanya kematangan seks primer dan sekunder.Sedangkan karakteristik
yang relevan dengan perkembangan (perubahan-perubahan aspek psikologis dan sosial).

1. Pertumbuhan Fisik: Kematangan Seks Primer

Kematangan seks primer adalah ciri-ciri yang berhubungan dengan kematangan


fungsi reproduksi. Kematangan seks primer bagi remaja perempuanditandai dengan
datangnya menstruasi (menarche). Dengan timbulnya kematangan primer ini remaja
perempuan merasa sakit kepala, pinggang, perut, dan sebagainya yang menyebabkan merasa
capek, mudah lelah, cepat marah. Adapun kematangan seks primer bagi remaja laki-laki
ditandai dengan mimpi basah (noeturnalemmission).

2. Pertumbuhan Fisik: Kematangan Seks Skunder

Karekteristik seks skunder yaitu ciri-ciri fisik yang membedakan dua jenis kelamin.
Perubahan ciri-ciri skunder pada remaja laki-laki nampak seperti timbulnya ―pubic hair‖
rambut di daerah alat kelamin, timbulnya ―axillary hair‖ rambut di ketiak, seringkali tumbuh
dengan lebat rambut di lengan, kaki, dan dada, kulit menjadi lebih kasar dari pada anak-anak,
timbulnya jerawat, kelenjar keringat bertambah besar dan bertambah aktif sehingga banyak
keringat keluar. Otot kaki dan tangan membesar, dan timbulnya perubahan suara.

Karakteristik seks skunder remaja perempuan ditandai seperti perkembangan pinggul


yang membesar dan menjadi bulat, perkembangan buah dada, timbul ―pubic hair‘ rambut di
daerah kelamin, tumbul ―axillary hair‖ rambut di ketiak, kulit menjadi kasar dibandingkan
pada anak-anak, timbul jerawat, kelenjar keringat bertambah aktif sehingga banyak keringat
yang keluar dan tumbuhya rambut di lengan dan kaki.

3. Perkembangan Aspek Psikologis dan Sosial

Karakteristik yang relevan dengan perkembangan (aspek psikologis dan sosial) telah
ditandai oleh adanya hal berikut: (1) emosionalitas tinggi; (2) keadaannya tidak stabil; (3)
sangat sugestibel; (4) mencari identitas diri; (5) pergaulan dengan teman sebaya menjadi amat
kuat (aktivitas kelompok); (6) tertarik pada lawan jenis; (7) bersifat kritis; (8) berkeinginan
besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya; (9) seringkali mengadakan pertentangan;

26
(10) keinginan menjelajah ke alam sekitar yang lebih luas; dan (11) mengkhayal dan
berfantasi.

Menurut Surakhmad (1980) remaja Indonesia menunjukkan bahwa perkembangan


yang sempurna membawa peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin mereka, dapat
mempertimbangkan dan mengambil keputusan sendiri, melepaskan diri dari ikatan emosional
dengan orang tua, memulai hidup berkeluarga, memulai hidup dalam ketatasusilaan dan
keagamaan.

Lebih lanjut Hurlock (1991) menjelaskan bahwa ciri-ciri remaja sebagai berikut:

1) Masa remaja sebagai periode yang penting

Remaja merupakan periode penting karena pertumbuhan fisik dan perkembangan


psikis. Pertumbuhan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya
perkembangan mental. Pertumbuhan dan perkembangan ini menimbulkan perlunya
penyesuaian mental, sikap, nilai, dan minat baru

2) Masa remaja sebagai periode peralihan

Setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan terhadap
peran yang dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak-anak dan juga
bukan orang dewasa. Kalaupun remaja berperilaku seperti anak-anak maka ia akan
diajari bertindak atau berbuat sesuai umurnya, namun kalau remaja berperilaku seperti
orang dewasa, ia sering dituduh ―celananya kebesaran‖ dan dimarahi karena mencoba
berbuat seperti orang dewasa.

3) Masa remaja sebagai masa perubahan

Tingkat perubahan pada sikap dan perilakuselama masa remaja sejajar dengan tingkat
perubahan fisik. Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan
sikap pun berlangsung pesat, begitu pula sebaliknya.

4) Masa remaja sebagai usia bermasalah

Dua kesulitan yang sering ditemui masa remaja dan menjadi sumber masalah adalah:
(1) sepanjang masa kanak-kanak sebagian masalahnya diselesaikan oleh orangtua dan
orang dewasa lain (guru) dan (2) karena para remaja merasa diri mereka mandiri

27
sehingga menolak bantuan orangtua dan orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan
masalahnya.

5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada tahun-tahun awal remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap
penting bagi remaja perempuan dan laki-laki. Lambat laun mereka mulai
mendambakan identitas diri dan sering tidak puas menjadi sama dengan teman-teman
dalam segala hal seperti sebelumnya

6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak
dapat dipercaya dan cenderung merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus
membimbing dan mengawasi kehidupannya karena takut bertanggungjawab dan
bersikap simpatik terhadap perilaku remaja normal

7) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah para remaja mulai
memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa seperti
merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang dan terlibat
dalam perbuatan seks.

8) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja seringkali melihat diri sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan
dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak
realistik akan menyebabkan meningginya emosi.

D. Keterkaitan Kematangan dan Pengalaman

Dalam pembahasan mengenai pertumbuhan dan perkembanagn remaja di atas telah


diuraikan beberapa aspek yang sedang dialami oleh setiap diri remaja–aspek biologis,
kognitif, dan sosio-emosional. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan ada dua aspek
yang penting yang sangat menetukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan. Kedua
aspek itu adalah kematangan dan pengalaman.

1. Kematangan

28
Pertumbuhan dan perkembangan berawal dari cetak biru (blue print) yang dibawa
anak sejak lahir. Bahwa setiap anak telah membawa potensi untuk menjadi dirinya
sebagaimana yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam masa-masa tertentu suatu
potensi mengalami kematangan (maturation).

Kematangan adalah urutan perubahan teratur yang ditentukan oleh cetak biru genetic
yang kita punyai (Santrock, 2003). Dalam kondisi sempurna, maka pertumbuhan dan
perkembangan manusia akan berjalan dengan teratur. Keteraturan akan mengalami persoalan
manakala lingkungan tidak bersahabat bagi terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
tersebut. Ibarat menanam jagung, benih jagung bagus yang ditebar di tanah tandus akan
tumbuh menjadi jagung secara tidak sempurna, misalnya daunnya tidak lebat, biji jagungnya
tidak rata, sebaliknya dia akan tumbuh sempurna kalau ditebar di tanah subur.

Jadi dalam proses tumbuh-kembang manusia ada waktu-waktu tertentu dimana suatu
kemampuan dalam kondisi matang, siap untuk ditumbuh-kembangkan. Terkait dengan
pertumbuhan kemampuan otak manusia sebagaimana telah diuraikan di bab sebelumnya,
maka peristiwa kematangan ini didorong oleh adanya suatu kematangan kemampuan tertentu.
Apabila kematangan ini direspon dengan kesempatan dan fasilitas belajar yang memadai,
maka ia akan tumbuh dan berkembang membentuk suatu jaringan kompleks pada otak
manusia.

Terkait dengan aspek kematangan, pendidik harus peka menemukan kapan masa
kematangan suatu kemampuan muncul dan siap dengan program pendidikan yang
diharapkan. Keterlambatan menangkap peristiwa kematangan terhadap suatu kemampuan
akan berakibat kurang baik sebagaimana yang diharapkan.

2. Pengalaman

Pengalaman memegang peranan penting bagi terjadinya pertumbuhan dan


perkembangan remaja menjadi manusia dewasa yang penuh tanggung jawab. Dalam kaitan
ini, pengalaman menyangkut dua aspek yaitu pengalaman biologis dan sosial.

Pengalaman biologis yang dimaksud adalah persoalan gizi, perawatan kesehatan,


obat, dan kecelakaan fisik. Seorang anak yang mengalami kekurangan gizi akan tumbuh
secara tidak sempurna. Perawatan kesehatan yang diperhatikan misalnya pengaturan waktu

29
kerja, istirahat, dan tidur secara proporsional akan mampu menjaga pertumbuhan dan
perkembangan individu. Demikian juga pemanfaatan obat-obatan baik untuk keperluan
pengobatan sakit maupun sebagai bagian suplemen tubuh akan sangat menentukan apakah
seorang anak tumbuh dengan baik. di samping itu, keinginnan remaja untuk tampil sebagai
pahlawan di antara kawan-kawannya seringkali membawa resiko kecelakaan fisik. Semua
peristiwa itu akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak remaja.

Aspek kedua adalah pengalaman sosial bersama dengan orang-orang di lingkungan


keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat sekitarnya. Pengalaman bergaul dengan
orang lain dalam suasana yang akrab dan sarat dengan pengalaman belajar akan membuat
anak berkembang secara meyakinkan.

Dalam berbagai kesempatan, remaja lebih mengutamakan hubungan berkawan


ketimbang hubungan dengan orangtua. Mereka cenderung mengutamakan pengalaman-
pengalaman hidup yang dinikmati bersama kawan-kawannnya. Bahkan seringkali remaja
berani melakukan beberapa perbuatan yang bisa jadi bertentangan dengan kehendak orangtua
mereka. Oleh karena itu, bagaimana penyesuaian diri remaja dengan orang lain perlu
mendapatkan perhatian orangtua. Hal terakhir ini akan diuraikan tersendiri pada bab terakhir.

Oleh karena pertumbuhan dan perkembangan remaja dipengaruhi oleh faktor


kematangan dan pengalaman hidup, maka muncul persoalan mana yang lebih dominan.
Dalam hal ini tidak bisa dipilih salah satu lebih baik dari lainnya. Keduanya saling
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan remaja. Hal yang paling pokok adalah
bagaimana masa kematangan remaja diidentifikasi dan bagaimana pendidik menfasilitasi
remaja untuk mendapatkan pengalaman yang berharga bagi pertumbuhan dan perkembangan
pribadinya.

RANGKUMAN

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang senantiasa digunakan


secara bergantian. Keduanya tidak bisa dipisah-pisah, akan tetapi saling bergantung satu
dengan lainnya bahkan bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.

Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut ukuran dan


struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses

30
kematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat dalam
perjalanan waktu tertentu. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan pada suatu
waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Selain itu perkembangan
merupakan proses perubahan akibat dari pengalaman. Istilah perkembangan dapat
mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang menampak.

Prinsip perkembangan remaja meliputi: (1) Perkembangan merupakan proses yang


tidak pernah berhenti, (2) Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi, artinya setiap
aspek perkembangan individu, baik fisik maupun psikis (emosi dan inteligensi) maupun
sosial, satu sama lain saling mempengaruhi, (3) Perkembangan mengikuti pola atau arah
tertentu, artinya perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu
dansetiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang
merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya, (4) Perkembangan terjadi pada tempo
yang berlainan, artinya perkembangan fisik dan mental mencapai kematangan terjadi pada
tempo dan waktu yang berbeda (ada yang cepat dan ada pula yang lambat), (5) Setiap fase
perkembangan mempunyai ciri khas, dan (6) Setiap individu yang normal akan mengalami
fase/tahap perkembangan, artinya bahwa dalam menjalani hidup yang normal dan berusia
panjang individu akan mengalami fase-fase perkembangan: bayi, kanak-kanak, remaja,
dewasa, dan masa tua.

Karakteristik remaja yang berhubungan dengan pertumbuhan (perubahan-perubahan


fisik) ditandai oleh adanya kematangan seks primer dan sekunder. Sedangkan karakteristik
yang relevan dengan perkembangan (perubahan-perubahan aspek psikologis dan sosial).
Ditandai oleh: (1) emosionalitas tinggi; (2) keadaannya tidak stabil; (3) sangat sugestibel; (4)
mencari identitas diri; (5) pergaulan dengan teman sebaya menjadi amat kuat (aktivitas
kelompok); (6) tertarik pada lawan jenis; (7) bersifat kritis; (8) berkeinginan besar mencoba
segala hal yang belum diketahuinya; (9) seringkali mengadakan pertentangan; (10) keinginan
menjelajah ke alam sekitar yang lebih luas; dan (11) mengkhayal dan berfantasi.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan manusia terdapat dua aspek penting
yang berpengaruh yaitu kematangan dan pengalaman. Kedua aspek bagaikan pendulum
tingkat kepentingannya bagi terjadinya proses pertumbuhan dan kematangan manusia.
Keduanya merupakan aspek yang tidak dapat diabaikan oleh para pendidik.

31
PENDALAMAN

Untuk mengukur pengalaman belajar mahasiswa pada tingkat standard ketuntasan minimal belajar
(SKMB) maka selesaikan tugas-tugas berikut secara kelompok dan laporkan hasil pemahaman
kelompok.

3. Jelaskan alasan-alasannyamengapa pertumbuhan dan perkembangan setiap individu


mengikuti prinsip berbeda antara remaja satu dengan lainnya!
4. Manakah dari antara delapanciri-ciri remaja yang paling sulit diprediksi? Jelaskan dan
sertakan contoh-contohnya!
5. Terkait dengan adanya faktor kematangan dan pengalaman dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia, bagaimana seorang pendidik menyikapi kedua aspek tersebut?

DAFTAR RUJUKAN

Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mappiare. A. 1982.Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
Monks, FJ, dkk. 1984. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta: UGM Press.
Santrock, J. W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih Bahasa: Shinto D. Adelar &
Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.
Singgih D.Gunarsa dan Ny. Singgih D.G. 1990. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.
Soesilo Windradini dan Suwandi, Iksan. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FIP
IKIP MALANG.
Sunarto dan Hartono, Ny. Agung. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Surakhmad Winarno. 1980.Psikologi Pemuda.Bandung: Jemars.

BAB III

PERTUMBUHAN FISIK

32
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertumbuhan fisik, mahasiswa mampu:

1. menjelaskan batasan pertumbuhan fisik remaja;


2. mendeskripsikan karakteristik pertumbuhan fisik remaja;
3. menjelaskan perbedaan individu dalam pertumbuhan fisik;
4. menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik;
5. menjelaskan pengaruh pertumbuhan fisik terhadap tingkah laku;
6. menjelaskan implikasi pertumbuhan fisik dalam pendidikan;

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan
merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan-perubahan ini
meliputi: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, ciri-ciri kelamin utama
(primer), dan ciri-ciri kelamin kedua (skunder).
Perubahan fisik remaja laki-laki dan perempuan berbeda perubahan itu

tampak sebagai berikut.

Perubahan Fisik Remaja Perempuan


1. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota badan menjadi
panjang)
2. Pertumbuhan payudara
3. Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kelamin (pubic hair)
4. Mencapai pertumbuhan ketinggian yang maksimum setiap tahunnya
5. Bulu kemaluan menjadi kriting (axillary hair)
6. Menstruasi (haid)
7. Tumbuh bulu-bulu di ketiak

Perubahan Fisik Remaja Laki-Laki


1. Pertumbuhan tulang-tulang

33
2. Testis (buah pelir) membesar
3. Tumbuh bulu di kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap (pubic hair)
4. Awal perubahan suara
5. Ejakulasi (keluarnya air mani)
6. Bulu kemaluan menjadi kriting
7. Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya
8. Tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot, jambang)
9. Tumbuh bulu ketiak (pubic hair)
10. Akhir perubahan suara
11. Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap
12. Tumbuh bulu di dada

Selama masa remaja, seluruh tubuh mengalami perubahan, baik bagian dalam
maupun bagian luar tubuh, baik perubahan struktur tubuh maupun fungsinya.Pada
kenyataannya hampir semua bagian tubuh mengikuti irama yang tetap, sehingga
waktukejadiannya dapat diperkirakan sebelumnya.Perubahan tersebut tampak jelas sekali
pada masa remaja awal.

Perubahan fisik yang penting dan terjadi pada masa remaja adalah:

1. Perubahan Ukuran Tubuh


Irama pertumbuhan mendadak cepat sekitar 2 tahun sebelum remaja mencapai taraf
kematangan kelaminnya. Setahun sebelum kematangan ini, remaja akan bertambah
tinggi 10 – 15 cm dan berat badan 5 – 10 kg setelah terjadi kematangan kelamin ini.
Pertumbuhan tubuh selanjutnya masih terus terjadi namun dalam tempo yang sedikit
lebih lamban.Selama 4 tahun berat badan tumbuhnya hampir mencapai dua kali lipat.
Remaja laki-laki tumbuh terus lebih cepat daripada remaja perempuan. Pertumbuhan
remaja laki-laki akan mencapai bentuk tubuh dewasa pada usia 19 – 20 tahun sedang
bagi remaja perempuan pada usia 18 tahun.

2. Perubahan Proporsi Tubuh

34
Ciri tubuh yang kurang proporsional pada masa remaja ini tidak sama untuk seluruh
tubuh, ada bagian tubuh yang semakin tidak proporsional dan ada bagian tubuh yang
makin proporsional. Proporsi yang tidak seimbang ini akan berlangsung terus sampai
seluruh masa puber selesai dilalui sepenuhnya sehingga akhirnya proporsi tubuhnya
mulai tampak seimbang menjadi proporsi orang dewasa. Perubahan ini terjadi baik di
dalam maupun di bagian luar tubuh remaja.Misalnya, di masa kanak-kanak jantungnya
kecil sedangkan pembuluh darah, kulit begitu tampak.Pada masa puber yang terjadi
malah sebaliknya.Di bagian luar tampak pertumbuhan kaki dan tangan lebih panjang
dibandingkan dengan tubuh.

3. Ciri Kelamin Utama


Pada masa kanak-kanak, alat kelamin yang utama masih belum berkembang dengan
sempurna. Ketika memasuki masa remaja alat kelamin mulai berfungsi pada saat berusia
14 tahun, yaitu saat pertama kali remaja laki-laki mengalami “mimpi basah”. Sedangkan
bagi remaja perempuan indung telurnya mulai berfungsi pada usia 13 tahun yaitu saat
pertama kali mengalami menstruasi atau haid. Bagian lain dari alat perkembangbiakan
remaja perempuan saat ini masih belum berkembang sempurna, sehingga belum
mampu untuk mengandung anak selama beberapa bulan atau setahun lebih.Masa
senjang ini di sebut sebagai saat seteril masa remaja.

4. Ciri Kelamin Kedua


Ciri kelamin kedua bagi remaja perempuan adalah membesarnya buah dada dan
mencuatnya puting susu, pinggul melebar melebihi lebar bahu, tumbuh rambut di
sekitar alat kelamin, tumbuh rambut di ketiak, suara bertambah nyaring. Sedang ciri
kelamin kedua remaja laki-laki adalah: tumbuh kumis dan jenggot, otot-otot mulai
tampak, bahu melebar melebihi pinggul, nada suara membesar, tumbuh jakun, tumbuh
bulu ketiak, bulu dada, dan di sekitar alat kelamin, serta perubahan jaringan kulit
menjadi kasar dan pori-pori membesar.

Ciri-ciri kelamin kedua inilah yang membedakan bentuk antara laki-laki dan
perempuan.Ciri ini pula yang sering merupakan daya tarik antarjenis kelamin. Pertumbuhan

35
tersebut berjalan seiring dengan perkembangan ciri kelamin yang utama, keduanya akan
mencapai taraf kematangan pada tahun pertama atau tahun kedua masa remaja.

B. Perbedaan Individu dalam Pertumbuhan Fisik


Perubahan fisik sepanjang masa meliputi tiga hal yaitu (1) percepatan pertumbuhan, (2)
proses kematangan seks, dan (3) keanekaragaman perubahan proporsi tubuh.

1. Percepatan Pertumbuhan
Masa dan proses pertumbuhan tidak sama bagi setiap remaja. Banyak faktor individual
mempengaruhi jalannya pertumbuhan ini, sehingga baik awal maupun akhir prosesnya
terjadi secara berbeda

Pada titik awal mulainya pertumbuhan biasanya tidak terdapat banyak perbedaan, akan
tetapi kecepatan pertumbuhan setiap individu menjadi sangat berbeda sesuai dengan
iramanya masing-masing. Jadi perbedaan individual tentang pertumbuhan tampak
dalam perbedaan awal percepatan dan cepatnya pertumbuhan.

a. Bagi remaja laki-laki permulaan percepatan pertumbuhan berbeda-beda berkisar


antara 10,5 – 16 tahun.
b. Bagi remaja perempuan pertumbuhan dimulai antara usia 7,5 – 11,5 tahun dengan
usia rerata 10,5 tahun.
Puncak pertambahan ukuran fisik dicapai pada usia 12 tahun, yakni kurang lebih
bertambah 6-11 cm setahun.

2. Proses Kematangan Seksual


Meskipun kematangan seksual berlangsung dalam batas-batas tertentu dan urutan
tertentu dalam perkembangan ciri-ciri kelamin sekundernya, namun kematangan
seksual remaja berjalan secara individual, sehingga hanya mungkin untuk memberikan
ukuran rerata dan penyebarannya saja.

Ada tiga kriteria yang membedakan remaja laki-laki dengan remaja perempuan dalam
hal: (a) kriteria kematangan seksual, (b) permulaan kematangan seksual, dan (c) urutan
gejala-gejala kematangan.

36
a. Kriteria Kematangan Seksual
Kriteria kematangan seksual tampak lebih jelas pada remaja perempuan
daripada remaja laki-laki. Menstruasi pertama dipakai sebagai tanda permulaan
pubertas. Sesudah itu masih dibutuhkan satu sampai satu setengah lagi sebelum
remaja perempuan betul-betul matang dalam reproduksi.

Menstruasi merupakan ukuran yang baik karena hal itu menentukan salah satu ciri
kematangan seksual yang pokok, yaitu suatu disposisi untuk konsepsi (kehamilan)
dan melahirkan. Di samping itu menstruasi juga merupakan manifestasi yang jelas
meskipun pada permulaannya masih terjadi perdarahan sedikit.

Kriteria sejelas ini tidak terdapat bagi remaja laki-laki. Sehubungan dengan
ejakulasi (pelepasan air mani) pada laki-laki permulaannya sangat sedikit, sehingga
tidak jelas. Sering dipakai percepatan pertumbuhan sebagai kriteria penetapan titik
awal masa remaja, karena diketahui adanya korelasi antara percepatan
pertumbuhan itu dengan timbulnya tanda-tanda kelamin sekunder maupun primer.

b. Permulaan Kematangan Seksual


Permulaan kematangan seksual bagi perempuan kira-kira 2 tahun lebih cepat
mulainya daripada laki-laki. Menstruasi merupakan tanda permulaan kematangan
seksual dan terjadi sekitar usia 13 tahun dengan penyebaran normal antara 10
sampai 16,5 tahun, jadi kira-kira satu tahun sesudah dilaluinya puncak percepatan
pertumbuhan.

Bagi laki-laki baru terjadi produksi spermatozoa hidup selama kira-kira satu
tahun sesudah puncak percepatan pertumbuhan (+ 14 tahun). Namun ejakulasi
pertama (mimpi pertama) mendahului puncak percepatan perkembangan, tetapi
dalam air mani baru terdapat sedikit sperma.

c. Urutan Gejala-Gejala Kematangan Seksual

37
Pada perempuan, kematangan dimulai dengan suatu tanda kelamin sekunder
dengan tumbuhnya buah dada yang tampak sedikit mencuat bagian puting susu. Hal
ini terjadi pada usia antara 8-13 tahun. Baru pada stadium kemudian, menjelang
menstruasi maka jaringan pengikat di sekitarnya mulai tumbuh hingga payudara
mulai memperoleh bentuk yang dewasa. Kelenjar payudara mulai mengadakan
reaksi pada masa kehamilan dengan suatu pembengkakan sedangkan produksi air
susu terjadi pada akhir kehamilan. Hal ini merupakan akibat reaksi-reaksi fisiologis
yang menyebabkan perubahan-perubahan organ-organ kelamin internal dalam
hipofise lobus frontalis.

Pada laki-laki, kematangan seksual dimulai dengan pertumbuhan testes yang


dimulai antara usia 9,5 dan 13,5 tahun dan berakhir antara 13,5 dan 17 tahun. Pada
usia +15-16 tahun remaja laki-laki maupun perempuan pangkal tenggorokan (jakun)
mulai membesar yang menyebabkan pita suara menjadi lebih panjang. Remaja laki-
laki mengalami hal itu lebih banyak. Perubahanpada pita suara tadi menyebabkan
para gadis mendapatkan suara yang lebih tinggi dan nyaring, sedangkan suara laki-
laki berubah menjadi agak berat. Karena pertumbuhan anatomi yang cepat
mendahului penyesuaian urat syarafnya (urat syarafnya belum cocok) maka
timbullah keadaan yang khas pada laki-laki, terdengarlah suara yang tinggi di antara
suara yang lebih berat. Seperti halnya pada pertumbuhan anggota badan, maka
keadaan tersebut hanya bersifat sementara namun dalam waktu itu cukup
memberikan alasan untuk frustrasi karena suara tidak mau mentaati si pembicara
(Monks, 1984).

Dengan bertambahnya berat badan dan panjang badan, tampak kekuatan


badan juga bertambah. Hal initampak lebih jelas pada remaja laki-laki daripada
remaja perempuan. Pada remaja perempuan pertambahan berat badan sebagian
besar disebabkan oleh tumbuhnya lemak yang membuat bentuk badan khas
perempuan. Selanjutnya tambahnya berat badan pada waktu yang sama juga
disebabkan oleh pertumbukan kerangka (membesarnya pinggul) dan hanya sebagian
kecil saja disebabkan oleh pertumbuhan dan menjadi kuat urat-urat daging.

38
Pada remaja laki-laki di samping pertambahan berat karena pertumbuhan
kerangka, pertumbuhan dan penguatan urat daging dan otot-otot juga merupakan
penyebab yang penting. Bersama-sama dengan percepatan pertumbuhan pada
remaja laki-laki terjadi suatu percepatan pertambahan kekuatan yang mencapai
puncaknya pada usia kira 15-16 tahun, yaitu sesudah tercapai puncak
pertumbuhannya maka baru daging mengalami penguatan (pembesaran) yang
terutama menyebabkan pada periode sebelumnya justru dapat melemahkan badan.

3. Keanekaragaman Proporsi Tubuh


Sekalipun ada keteraturan dan perubahan proporsi tubuh, ternyata
perubahan itu sendiri memperlihatkan keanekaragaman.Semasa kanak-kanak,
bentuk tubuh mereka tidak terlalu mencolok perbedaannya, tetapi pada akhir kanak-
kanak, saat memasuki tahap remaja, perbedaan bentuk tubuh antara laki-laki dan
perempuan semakinjelas. Remaja laki-laki cenderung menuju bentuk tubuh
mesomorf (kekar, berat, dan segitiga) sedangkan anak perempuan cenderung
endomorf (gemuk dan berat) atau ektomorf (kurus dan bertulang panjang).

Kalaupun demikian dalam kelompok anak laki-lakidan perempuan juga


terdapat perbedaan, sehingga tidak harus dapat dikatakan harus selalu tepat sama.
Pada kelompok anak laki-laki mungkin saja ada yang memperlihatkan bentuk tubuh
ektomorf dan sebaliknya pada anak perempuan ada yang tubuhnya berbentuk
mesomorf.

Sebagaimana telah dijelaskan di bagian depan bahwa selama masa remaja ini
seluruh tubuh mengalami perubahan, baik di bagian luar maupun di bagian dalam
tubuh, baikdalam stuktur tubuh maupun fungsinya. Hampir untuk semua bagian,
ternyata perubahan mengikuti jadwal waktu yang dapat diperkirakan sebelumnya.

Dapat dikata, bila sistem indokrin berfungsi normal, maka akan


memperlihatkan ukuran tubuh yang normal pula. Sebaliknya bila anak mengalami
kekurangan hormon dalam pertumbuhannya maka akan menjadi kecil seperti orang

39
kerdil, sedangkan mereka yang kelebihan hormon akan tumbuh menjadi terlalu
besar sehingga tidak sesuai dengan teman sebayanya.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik remaja, yaitu:

a. Keluarga
Faktor keluarga yang mempengaruhi pertumbuhan fisik remaja, meliputi:
keturunan dan lingkungan. Faktor keturunan, seorang anak dapat lebih tinggi atau
panjang daripada anak lainnya sehingga ia lebih berat tubuhnya, bila ayah, ibu,
kakek-neneknya tinggi dan panjang. Faktor lingkungan akan membantu menentukan
tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan yang dibawa anak tersebut. Pada
setiap tahap umur,lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh
daripada terhadap tinggi tubuh.

b. Gizi
Anak-anak yang memperoleh gizi cukup biasanya akan lebih tinggi tubuhnya
dan sedikit lebih cepat mencapai taraf/masa remaja dibandingkan mereka yang
kekurangan gizi. Lingkungan dapat memberikan pengaruh pada remaja sedemikian
rupa sehingga menghambat atau mempercepat potensi untuk pertumbuhan di masa
remaja.

c. Gangguan Emosional
Anak yang terlalu sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan
terbentuknya “steroid adrenal” yang berlebihan dan ini akan membawa akibat
berkurangnya pembentukan hormon pertumbuhan di kelenjar pituitry. Bilamana
terjadi hal yang demikian, maka pertumbuhan awal remajanya terhambat dan tidak
tercapai berat badan yang seharusnya.

d. Jenis Kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat daripada anak
perempuan, kecuali pada saat usia 12 dan 15 tahun anak perempuan biasanya
sedikit lebih tinggi dan lebih berat daripada anak laki-laki. Terjadinya perbedaan

40
berat dan tinggi badan ini karena bentuk tulang dan otot pada anak laki-laki memang
berbeda dari anak perempuan.

e. Status Sosial Ekonomi


Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah,
cenderung lebih kecil daripada anak yang berasal dari keluarga yang status
ekonominya menengah apalagi tinggi.

f. Kesehatan
Anak-anak yang sehat dan jarang sakit, biasanya akan memiliki tubuh yang
lebih berat daripada anak yang sering sakit.

g. Bentuk Tubuh
Bentuk tubuh, apakah ekomorf, mesamorf atau endomorf akan
mempengaruhi besar kecilnya tubuh anak. Misalnya anak yang bentuk tubuh
mesamorf akan lebih besar daripada yang endomorf atau ekomorf, karena memang
lebih gemuk dan berat.

D. Pengaruh Pertumbuhan Fisik Terhadap Tingkah Laku


Perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat perubahan-perubahan fisik.
Di antara perubahan-perubahan fisik yang terbesar mempengaruhi psikis remaja adalah
pertumbuhan tubuh, badan menjadi tinggi dan panjang, mulai berfungsinya alat-alat
reproduksi—haid bagi remaja wanita, dan “mimpi basah” bagi remaja laki-laki, dan tanda-
tanda kelamin kedua yang tumbuh.

Perubahan-perubahan fisik itu menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia


harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri.
Pertumbuhan badan yang mencolok misalnya, atau pembesaran payudara yang cepat
membuat remaja merasa tersisih dari teman sebayanya. Demikian pula dalam menghadapi
haid dan “mimpi” yang pertama, anak-anak remajaperlu mengadakan penyesuaian tingkah
laku yang tidak ada dukungan dari orangtua.

41
Perubahan fisik hampir selalu dibarengi dengan perubahan perilaku dan sikap.
Keadaan ini sering kali menjadi sedikit parah karena sikap orang-orang berada di
sekelilingnya dan sikapnya sendiri dalam menanggapi perubahan fisik itu.

Dalam masa remaja perubahan yang terjadi sangat mencolok dan jelas sehingga
dapat mengganggu keseimbangan yang sebelumnya sudah terbentuk. Perilaku mereka
mendadak menjadi sulit diduga dan seringkali agak melawan norma sosial yang berlaku
umum. Oleh karena itu, masa ini sering dinamakan sebagai “masa negatif”. Pada saat irama
pertumbuhan sudah sedikit lambat dan perubahan tubuhnya telah sempurna, maka akan
terjadi keseimbangan kembali.

Sekalipun pengaruh pubertas terhadap anak-anak berbeda-beda cara mereka


melampiaskan gangguan ketidakseimbangantampak sama. Beberapa bentuk pelampiasan
yang dapat terlihat adalah mudah tersinggung, tidak dapat diikuti jalan pemikirannya atau
perasaannya, ada kecenderungan menarik diri dari keluarga atau teman, dan lebih senang
menyendiri, menentang kewenangan (misalnya orangtua dan guru), sangat mendambakan
kemandirian, dan sangat kritis terhadap orang lain, tidak suka melakukan tugas di rumah
ataupun di sekolah dan sangat tampak bahwa dirinya tidak bahagia. Keadaan ini menjadi
sangat kelihatan ketika anak-anak memasuki masa pubertas sampai remaja awal.

Karena sedang terjadi perubahan beberapa kelenjar pertumbuhan yang


menyebabkan terjadinya perubahan dalam bentuk dan ukuran tubuhnya, maka anak-anak
remaja ini secara fisik sering kali merasa kurang nyaman, misalnya sering mengeluh, gelisah,
nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, sakit kepala, sakit punggung, dan
sebagainya kesemuanya mencerminkan adanya perasaan tidak nyaman karena tubuhnya
sedang bertambah panjang. Gangguan ini banyak ditemui remaja perempuan daripada laki-
laki, bahkan beberapa remaja laki-laki sama sekali tidak merasakan hal-hal yang disebutkan
di atas. Semua gangguan itu tampaknya tidak mendorong anak remaja berperilaku sesuai
dengan harapan masyarakat. Pada masa ini, hanya sedikit remaja yng mengalami kurang
darah, yang lebih menonjol kurangnya nafsu makan, tetapi hal ini tidak mempengaruhi
keadaan kimia darahnya. Jika sampai pada keadaan kekurangan darah maka anak akan
mengalami gangguan karena adanya ketegangan emosional.

42
Remaja sering memperhatikan keadaan tubuhnya yang mengalami proses
perubahan. Tanggapan atas perubahan tubuhnya itu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
mereka yang terlalu memperhatikan normal tidaknya diri mereka sendiri dan mereka yang
terlalu memikirkan tepat tidaknya kehidupan kelaminnya. Bila mereka memperhatikan
teman sebayanya, kemudian ternyata dia berbeda dari mereka maka akan segera muncul
pikirannya tentang normal tidaknya dirinya. Misalnya, hanya berbeda dalam hal kecepatan
pertumbuhan sudah menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Anak-anak yang tergolong
cepat dan lebih awal tumbuh, sering merasakhawatir bahwa masa dewasanya nanti
tubuhnya akan terlalu tinggi, sedang anak yang tumbuh pendek sampai dewasa dan bahwa
kehidupan kelaminnya tidak berkembang normal.

Bila mereka ketinggalan dari teman sebayanya dalam hal minat dan kegiatan lain,
atau kurang berminat dalam kegiatan teman sebayanya, mereka lalu khawatir apakah
mereka akan bisa menjadi dewasa. Terlalu memperhatikan keadaan kehidupan kelaminnya
juga merupakan hal yang biasa terjadi pada masa ini. Pada saat seseorang mencapai masa
remaja dalam pikirannya telah terbentuk konsep tertentu mengenal wajar tidaknya
kehidupan kelamin dalam penampilan seseorang. Konsep ini terbentuk melaluipengalaman
anak sehari-harinya misalnya dari televisi, bioskop, surat kabar, bulletin, cerita, komik atau
dari orang yang berada di sekelilingnya yang dikagumi. Jika mereka berpendapat bahwa
dirinya kurang memenuhi persyaratan maka ia segera menentukan bahwa dirinya memang
tidak wajar. Konsep yang terbentuk dalam diri remaja sukar sekali dihilangkan bahkan
mungkin menetap seumur hidupnya.

Salah satu dari beberapa konsekuensi masa remaja yang paling penting adalah
pengaruh jangka panjang terhadap sikap, perilaku sosial, minat, dan kepribadian. Bilamana
sikap dan penilaian remaja kurang dapat diterima, yang sebenarnya merupakan salah satu
ciri dari kehidupan remaja, dapat menghilang setelah tercapai keseimbangan, maka keadaan
ini tidak begitu parah. Akan tetapi beberapa penelitian menemukan bahwa ciri kepribadian
dan sikap tertentu yang sudah terbentuk ini biasanya sulit dihilangkan, bahkan dalam
beberapa kasus tampak makin parah. Pengaruh ketidaknyamanan masa remaja yang paling
menetap adalah penyimpangan usia kematangan kelaminya.

43
Perkembangan kehidupan kelamin yang tidak wajar akan menimbulkan pengaruh
pada anak laki-laki dan perempuan, bahkan pengaruh itu tidak hanya terjadi di masa remaja
bahkan dapat berlanjut lebih lama lagi. Bagi anak laki-laki yang mengalami perkembangan
kelamin lebih awal, secara sosial lebih menguntungkan, sedangkan bagi anak perempuan
tidaklah demikian. Tinggi, berat, dan kekuatan tubuh yang jauh melebihi teman sebayanya
bagi anak laki-laki akan dapat meningkatkan citra dirinya di depan teman sebayanya dari ke
dua jenis kelamin. Sebaliknya bila kematangan kelamin ini terlalu cepat terjadi pada gadis,
maka ia akan memperoleh sebutan yang tidak menyenangkan. Keadaan ini seringkali
menimbulkan pengaruh buruk pada anak perempuan, baik di masa remaja maupun di
kemudian hari.

Anak perempuan yang ternyata lambat dalam kematangan kelaminnya biasanya


akan terlepas dari masalah seperti itu, tetapi sebaliknya bagi anak laki-laki yang lambat
kematangan kelaminnya ia akan kehilangan kesempatan untuk menaikkan citra dirinya,
kurang dihargai, dan seringkali diabaikan.

E. Upaya Membantu Pertumbuhan Fisik Remaja dan Implikasinya Dalam


Penyelenggaraan Pendidikan
Bilamana remaja banyak perhatiannya terhadap kelompok maka perilakunya akan
banyak dipengaruhi oleh perilaku kelompoknya. Kelompok remaja dapat terbentuk di
sekolah seperti olah raga, seni, belajar, dan semacamnya. Demikian pula kelompok remaja
dapat terbentuk di luar sekolah seperti kelompok olah raga, kesenian/musik, pramuka,
karangtaruna, remaja masjid/gereja, dan sebagainya.

Jenis kegiatan kelompok biasanya ditetapkan oleh kelompok yang bersangkutan,


sehingga di samping banyak kegiatan yang bernilai positif juga terdapat kegiatan yang
bernilai negatif. Kegiatan yang bernilai positif seperti olah raga, pramuka, dan kesenian
dapat memupuk pertumbuhan fisik remaja, sedangkan kegiatan yang bernilai negatif seperti
ngebut, begadang, minum, nyabu akan mengganggu kesehatan dan keselamatan. Dengan
demikian pengembangan kelompok remaja ke arah kegiatan yang bernilai positif oleh para
tokoh masyarakat dan sekolah merupakan upaya bersama untuk membantu remaja dalam
pertumbuhan fisik mereka.

44
Penyelenggaraan kegiatan pramuka, senam kebugaran jasmani, dan pembiasaan
hidup bersih dan bugar perlu diprogramkan sebagai kegiatan ko-kurikuler di sekolah
menengah perlu diselenggarakan secara baik. Pembentukan kelompok belajar dengan
bimbingan guru merupakan kegiatan yang dapat membentuk mereka untuk belajar teratur
dan bertanggungjawab.

RANGKUMAN

Pertumbuhan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan


merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Perubahan-perubahan ini
meliputi: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, ciri-ciri kelamin utama
(primer), dan ciri-ciri kelamin kedua (skunder).
Perubahan fisik sepanjang masa meliputi tiga hal yaitu (1) percepatan pertumbuhan,
(2) proses kematangan seks, dan (3) keanekaragaman perubahan proporsi tubuh.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik remaja, yaitu keluarga,
gizi, gangguan emosional, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kesehatan, dan bentuk
tubuh.

Perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat perubahan-perubahan fisik.


Di antara perubahan-perubahan fisik yang terbesar mempengaruhi psikis remaja adalah
pertumbuhan tubuh, badan menjadi tinggi dan panjang, mulai berfungsinya alat-alat
reproduksi—haid bagi remaja wanita, dan “mimpi basah” bagi remaja laki-laki, dan tanda-
tanda kelamin kedua yang tumbuh.

Perubahan-perubahan fisik itu menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia


harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya sendiri.
Pertumbuhan badan yang mencolok misalnya, atau pembesaran payudara yang cepat
membuat remaja merasa tersisih dari teman sebayanya. Demikian pula dalam menghadapi
haid dan “mimpi” yang pertama, anak-anak remaja perlu mengadakan penyesuaian tingkah
laku yang tidak ada dukungan dari orangtua.

45
Perubahan fisik hampir selalu dibarengi dengan perubahan perilaku dan sikap.
Keadaan ini sering kali menjadi sedikit parah karena sikap orang-orang berada di
sekelilingnya dan sikapnya sendiri dalam menanggapi perubahan fisik itu.

Upaya membantu pertumbuhan fisik remaja dan implikasinya dalam


penyelenggaraan pendidikan seperti kelompok remaja yang terbentuk di sekolah antara
lain: olah raga, seni, belajar, dan semacamnya. Demikian pula kelompok remaja dapat
terbentuk di luar sekolah seperti kelompok olah raga, kesenian/musik, pramuka,
karangtaruna, remaja masjid/gereja, dan sebagainya.

PENDALAMAN

Selesaikan tugas berikut dan laporkan hasilnya!

1. Temukan perbedaan ciri-ciri primer dan sekunder remaja laki-laki dan perempuan!
2. Jelaskan pengaruh pertumbuhan fisik remaja terhadap perilaku!
3. Jelaskan program sekolah manakah yang membantu optimalisasi pertumbuhan fisik
remaja!

DAFTAR RUJUKAN

Hurlock, H.B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Terjemahan Iswidayanti, dkk. Jakarta: Erlangga.

Monk, FJ, dkk. 1984. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai


Bagiannya.Yogyakarta: UGM Press.

Sunarto dan Hartono, Ny.Agung. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Dorektorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Dedikbud.

Suwandi,I, Marthen,P, dan Nur H. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FIP
Universitas Negeri Malang

46
BAB IV

INTELIGENSI DAN BAKAT

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari inteligensi dan bakat, mahasiswa mampu:

1. menjelaskan hakekat inteligensi, menurut pandangan konvensional dan pandangan


mutakhir;

2. menjelaskan perilaku yang inteligen;

3. menjelaskan hakekat bakat dan kaitannya dengan perkembangan kepribadian manusia;

4. menjelaskan langkah-langkah untuk mengembangkan bakat.

PEMBAHASAN

A. Inteligensi

Di dalam psikologi dikenal istilah yang juga mulai populer di kalangan masyarakat
luas, yaitu inteligensi. Inteligensi ini sekaligus dapat menggantikan berbagai macam istilah
yang ada hubungannya dengan kecerdasan. Karena itu selanjutnya akan dibahas mengenai
istilah inteligensi (kecerdasan) saja dan tidak lagi menggunakan istilah-istilah yang
digunakan oleh awam.

Psikologi pada hakekatnya adalah ilmu tentang tingkah laku. Karena itu yang
dipelajari dalam psikologi adalah tingkah laku manusia maupun hewan, tetapi khususnya
tingkah laku manusia. Berbicara mengenai inteligensi, tingkah laku dapat dibagai dalam
tingkah laku yang hanya sedikit membutuhkan inteligensi dan tingkah laku
yangmembutuhkan inteligensi. Seseorang yang sedang menikmati sebuah taman bunga
misalnya, memandangi bunga-bunga yang berwarna warni dan menciumi bunga-bungna
tersebut, maka ia sedang melakukan perbuatan yang tidak membutuhkan inteligensi tinggi.

47
Tetapi, kalau ia mulai menghitung ada beberapa bunga di taman itu, kalau ia
membayangkan sebaiknya bunga-bunga merah dan kuning dikelompokkan di sebalah sisi,
sedangkan bunga-bunga biru dan ungu dikelompokkan di sebelah sana, maka ia telah berlaku
lebih inteligensif. Kalau kemudian ia menyelidiki nama bunga dan jenis bungan yang ada di
taman itu, maka ia melakukan perbuatam inteligensif yang lebih tinggi lagi. Demikian pula,
kalau seorang anak duduk atau tidur diatas kursi, maka tingkah lakunya kurang berhubungan
dengan faktor inteligensi. Tetapi, kalau ia membedakan kursi yang didudukinya yang terbuat
dari kayu dengan lain yang ada didekatnya yang terbuat dari besi dan mulai memikirkan
bagaimana cara kedua kursi tersebut dibuat, misalnya, apakah ada perbedaan dalam harga
penjualannya dan seterusnya, maka ia sudah melakukan perbuatannya yang lebih inteligensif.

Demikian halnya, tingkah laku inteligensif dibedakan dari yang kurang inteligensif
oleh unsur, seperti pikiran, akal atau rasio. Tentu saja perbedaan ini bukan perbedaan yang
mutlak, merupakan perbedaan yang berjenjang, karena jarang sekali ada tingkah laku yang
sama sekali mengandung unsur pikiran. Setiap tingkah laku mengandung unsur pikiran,
hanya ada yang sedikit, ada pula yang banyak. Makasedikit unsur pikirannya (jadi lebih
banyak unsur perasaan, penginderaan dan sebagainya), maka perbuatan itu makin merupakan
tingkah laku yang digolongkan kurang inteligensif. Sedangkan makin banyak unusur pikiran
dalam timgkah laku, maka tingkah laku itu makin merupakan tingkah laku yang dapat
digolongkan inteligensif.

Dengan demikian tingkah laku inteligensif dan bertingkat-tingkat, ada yang sederhana
seperti menghitung 1 + 1 = 2, ada yang agak rumit seperti mencari sebuah kota dari sebuah
peta buta, ada yang lebih rumit lagi seperti membuktikan dalil phytagoras dan ada sangat
rumit memutuskan perkara oleh seorang hakim atau merancang sebuah jembatan oleh
seorang insinyur atau membuat satelit palapa oleh beratus-ratus insinyur. Hal kedua yang
menandai tingkah laku inteligensif adalah adanya tindakan yang terarah untuk mengolah dan
menguasai lingkungan secara fiktif.

Misalnya: A terperangkap dalam lift, berteriak-teriak, menggedor-gedor pintu lift


sampai kelelahan, tetapi tidak ada yang menolong karena tidak mendengar suaranya atau
gedorannya. Tingkah laku digolongkan kurang intelgenif. B juga pernah terperangkap dalam
lift, dengan tenang ia membaca intruksi dalam lift dan ia menekan tombol intercom,
sehingga ia dapat mudah berhubungan dengan petugas luar. Ia dapat pertolongan cepat.
Tingkah laku B itu merupakan tingkahlaku yang lebih inteligenif dari pada tingkah laku A.

48
Agaknya semua orang dewasa tahu apa inteligesi itu, namun di antara para pakar
psikologi sendiri sampai kini masih belum ada kesepakatan mengenai bagaimana inteligensi itu
seharusnya didefinisikan.

Salah satu definisi inteligensi yang banyak dianut orang ialah definisi yang
dikemukakan oleh David Wechsler (1966). Wechsler mendefinisikan inteligensi sebagai
kapasitas keseluruhan dari individu untuk bertindak dengan bertujuan, berpikir secara rasional,
dan menangani lingkungannya secara efektif.

1. Berbagai Teori Inteligensi

Konsep-konsep baru mengenai inteligensi muncul pada awal abad ke duapuluh, ketika
Alfred Binet mencoba membantu sekolah-sekolah di Paris untuk mengidentifikasi anak-anak
yang kiranya akan dapat atau tidak dapat memanfaatkan pendidikan yang biasa diberikan di
kelas-kelas (Binet, 1976). Bersama dengan Theophile Simon, dia mengembangkan skala-skala
inteligensi dan menerbitkan tes inteligensi yang pertama. Penerbitan ini memang tampaknya
amat sederhana bila diukur dengan standar masa kini, namun penerbitan ini mungkin
merupakan suatu terobosan yang paling penting dalam sejarah psikologi pendidikan, suatu
terobosan yang menjadikan Binet memperoleh sebutan “Bapak pengetesan inteligensi”.
Walaupun mereka menggunakan item-item tes yang berbeda-beda dalam skala mereka,
namun semua item itu diasumsikan mengungkap kemampuan umum. Tersirat dalam tes itu
bahwa inteligensi sebagai suatu kemampuan mental tunggal yang sifatnya umum dan
melandasi berbagai fungsi yang berbeda-beda. Inteligensi dianggap sebagai suatu
kemampuan global.

Faktor “g”. Tidak lama setelah skala inteligensi Binet dikembangkan, pakar-pakar lain, seperti Charles
Sperman dan Louis Thurstone, mulai mempertanyakan pemikiran Binet mengenai inteligensi umum.
Sperman (1932), penemu analisis faktor, mengusulkan bahwa paling tidak ada dua faktor di dalam
inteligensi, yakni faktor umum “g” yang merupakan faktor penentu utama dalam perilaku inteligen,
dan banyak faktor-faktor spesifik lainnya yang disebut “s”.

Kemampuan-kemampuan utama. Beberapa tahun kemudian, Thurstone (1938) mengembangkan


analisis faktor ganda. Menurut Thurstone, memang nyata bahwa ada kemampuan-kemampuan lain
selain “g”. inteligensi bukanlah mencakup segala-galanya, tapi merupakan kemampuan dari sejumlah
kemampuan yang berbeda-beda. Thurstone kemudian mengidentifikasikan adanya tujuh buah

49
kemampuan demikian yang kemudian dikenal luas sebagai kemampuan-kemampuan utama (primary
mental ability, atau biasa disingkat PMA). Kemampuan-kemampuan yang dimaksud ialah kemampuan
spasial (berkait dengan ruang), kecepatan persepsi, kecakapan numerik (menggunakan angka-angka),
pemahaman verbal, ingatan, kefasihan kata, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan secara
umum.

Faktor “g” dikunjungi kembali. Tidak lama kemudian Raymond Cattell (1963; 1972) yang telah lama
bekerja bersama Spearman dan Thurstone melihat berbagai cacat pada teori struktur inteligensi
mereka yang kaku itu. Dia berpendapat bahwa inteligensi tidak hanya melibatkan sebuah tapi dua
buah faktor kemampuan umum. Pada tahun 1940, Cattell melontarkan teorinya tentang dua faktor
kemampuan umum itu, yakni kemampuan umum yang terealisir (crystallized general ability “gc”) dan
kemampuan umum yang nafta (fluid ability “gf”). Kemampuan umum terealisir “gc” berperan pada
ketrampilan-keterampilan dalam mempertimbangkan yang telah diperoleh dari pengalaman budaya,
sedangkan kemampuan umum nafta “gf” terlihat dalam penalaran numerik, keterampilan verbal,
penalaran spasial, dan dalam penalaran induktif.

Ketrampilan-ketrampilan khusus. J. P. Guilford (1967) sepenuhnya menolak gagasan faktor inteligensi


umum. Dia menekankan pentingnya menetapkan kemampuan-kemampuan intelektual secara jelas.
Dia mencoba mensistematisir pengukuran-pengukuran inteligensi, dan menyimpulkan adanya 120
kemampuan yang masing-masing memiliki ciri tersendiri. Menurut Guilford, ada empat jenis stimulus
dalam lingkungan (isi), lima jenis jawaban (operasi), dan enam jenis produk yang bila digabung akan
menghasilkan 120 buah faktor intelektual yang unik.

Teori perkembangan. Pakar-pakar psikologi lainnya, seperti Jean Piaget dan J. S. Bruner, memandang
inteligensi dari perspektif perkembangan dan tampaknya tidak mempedulikan masalah struktur
inteligensi.

Piaget (1952) berpendirian bahwa untuk dapat memahami hakekat inteligensi diperlukan sekali
mengidentifikasi proses-proses yang memberikan andil pada perubahan dalam perkembangan.
Seorang anak mengalami perubahan melalui empat tahap perkembangan yang makin bertambah
kompleks. Rangkaian perubahan-perubahan dalam perkembangan inilah yang membentuk
inteligensi orang dewasa.

50
Bruner (1966) juga memandang inteligensi dari dimensi perkembangan. Namun, tidak seperti Piaget
yang menekankan kesiagaan biologis, Bruner lebih menitikberatkan pengaruh lingkungan dan budaya
pada perkembangan kemampuan-kemampuan kognitif.

Teori Gagne. Gagne (1970) mengusulkan suatu model belajar yang hirarkhis. Dia berkeyakinan bahwa
semua keterampilan dalam pemecahan soal dapat dijabarkan ke dalam komponen-komponen
pelaksanaan yang merupakan prasyarat yang diperlukan untuk memecahkan soal tertentu; begitu soal
telah dianalisis menjadi bagian-bagiannya, kita dapat dengan mudah mengajarkannya pada anak-anak.

PMA dikunjungi kembali. Salah seorang pakar psikologi modern yang kontroversial ialah Howard
Gardner yang mengusulkan suatu teori inteligensi ganda (multiple intelligences) yang dikenal sebagai
“The Seven Frames of Mind”. Menurut Gardner, ada setidak-tidaknya tujuh cara yang sama pentingnya
dalam memandang dunia. Ketujuh kemampuan yang diusulkan Gardner itu adalah inteligensi linguistik,
inteligensi matematik-logis, inteligensi spasial, inteligensi musikal, inteligensi kinestetik-tubuh,
inteligensi interpersonal, dan inteligensi intrapersonal. Seorang dapat saja amat kuat dalam salah satu
inteligensi dan lemah pada inteligensi-inteligensi lainnya. Berbeda dengan peneliti-peneliti
sebelumnya, Gardner menyatakan bahwa setiap inteligensi memiliki operasinya sendiri, dan
eksistensinya bebas di dalam sistem saraf manusia. Namun, tidaklah jelas bagaimana dia
menghubungkan ke tujuh kemampuan ini dengan pengertian konvensional, baik tentang kemampuan
umum ataupun kemampuan khusus.

Inteligensi buatan. Dalam tahun-tahun belakangan ini, perhatian dunia sedang terarahkan pada apa
yang disebut inteligensi buatan (artificial intelligence), suatu studi khusus dari cabang psikologi kognitif
yang berkenaan dengan peniruan perilaku inteligen dengan menggunakan komputer. Banyak pakar
psikologi, antara lain A. Newell dan H.A. Simon, yang berkeyakinan bahwa dengan meneliti bagaimana
komputer merespon soal-soal, kita dapat banyak belajar tentang pemecahan soal pada manusia.
Sesungguhnya, dengan menganalisis secara mendetail tentang proses pemecahan soal yang dilakukan
manusia pada suatu tugas yang sangat sederhana sekalipun, seperti menjawab soal dalam tes
inteligensi, kita akan menemukan cukup banyak aktivitas inteligen yang akan membuat kita terheran-
heran betapa kabur sebenarnya pengetahuan kita mengenai inteligensi. Walaupun perjalanan untuk
mencapai keberhasilan menirukan inteligensi secara lengkap masih amat jauh, banyak kemajuan yang
telah dapat dicapai. Komputer catur terbaru Deep Blue, misalnya, pada tahun 1999 yang baru lalu telah
dapat mengalahkan juara dunia catur Gary Kasparov.

51
Teori Triarkhic dari Sternberg. Teori yang dikemukan oleh Robert J. Sternberg ini merupakan salah satu
teori inteligensi modern yang amat populer dewasa ini. Sternberg memandang inteligensi tidak hanya
sebagai proses kognitif semata-mata, tetapi juga ada kaitannya dengan lingkungan sekitarnya.
Pandangan demikian biasa disebut pandangan kognitif kontekstual. Menurut Sternberg, inteligensi
terkait dengan tiga dunia kehidupan individu, yakni dengan dunia internal individu, dengan
pengalamannya, dan dengan dunia eksternalnya.

1) Dunia internal individu terdiri dari tiga kelompok komponen yaitu: a) Komponen-komponen meta
yang merupakan proses eksekutif tingkat tinggi yang berfungsi untuk merencanakan, memantau,
memilih proses yang akan dipakai untuk memecahakan masalah, dan menilai keberhasilan. b)
Komponen-komponen pelaksana yang melaksanakan pemecahan masalah seperti yang
direncanakan oleh komponen meta, dan c) Komponen-komponen penguasaan pengetahuan.

2) Pengalaman individu berkait dengan kemampuan untuk menggunakan proses informasi secara
langsung dalam mengerjakan tugas-tugas rutin, dan untuk menghadapi masalah yang relatif baru:
individu harus menentukan informasi-informasi mana yang relevan, bagaimana memadukan
informasi-informasi itu, bagaimana informasi baru terkait dengan yang lama, dan sebagainya
untuk menjadikan dasar pertimbangannya.

3) Dunia eksternal individu terkait dengan lingkungan individu yang dapat berupa lingkungan
keluarga, pekerjaan, ataupun budaya. Dalam menghadapi lingkungannya, individu dapat
mengambil salah satu strategi berikut ini: a) Selection, yaitu individu memilih lingkungan baru; b)
Adaptation, yaitu individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan c) Shaping, yaitu individu
mengubah lingkungan agar dapat sesuai dengan dirinya.

Teori multiple intelligence Howard Gardner. Gardner mengemukakan bahwa


inteligensi tidaklah bersifast tunggal, tetapi majemuk. Apabila pandangan lama menyatakan
bahwa inteligensi itu satu dan bebas budaya maka Gardner mempunyai pandangan bahwa
inteligensi itu majemuk dan sarat budaya. Oleh karena itu, ia mendefinisikan inteligensi
sebagai berikut.

An intelligence as a biopsychological potential to process information that can be


activated in a cultural setting to solve problems or create products that are of
value in a culture (Gardner, 1999).

Menurut Gardner inteligensi manusia majemuk dan terdiri atas:

52
 Inteligensi verbal-linguistik
 Inteligensi logika-matematika
 Inteligensi spasial
 Inteligensi musical
 Inteligensi bodi-kinestetik
 Inteligensi intrapersonal
 Inteligensi interpersonal
 Inteligensi natural
 Inteligensi eksistensial
 Inteligensi spiritual

Dari uraian di atas dapatlah inteligensi diartikan sebagai:

• Kemampuan untuk belajar (Capacity to learn)

• Keseluruhan pengetahuan yang diperoleh (Total knowledge acquired)

• Kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan (Ability to adapt to the


environment)

Jadi jelas bahwa inteligensi bukan saja sebagai satu aspek tunggal yang bebas budaya.
Inteligensi merupakan kemampuan bawaan yang berkembang berkat diperolehnya
pengetahuan dan dimanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu dalam
pemahaman lebih jauh, inteligensi berkembang dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain:

• Faktor budaya, dulu orang percaya bahwa inteligensi itu sama saja bagi siapapun dan
berlaku dimanapun. Pandangan ini sekarang mulai dikikis melalui memerankan
budaya dalam perkembangan inteligensi. Seorang anak pelaut baru dikatakan
beriteligensi tinggi kalau ia mampu menjalankan perahu menerjang ombak besar
tanpa karam. Mereka tidak perlu memiliki angka rapot 10 di bidang matematika,
tetapi mereka tahu persis aspek ―fisika‖ dari jalannya perahu dalam menerjang ombak
besar.

• Genes

• Parents‟ education

• Enriched environments

• Both heredity and environment are about equally influential

2. Instink, Bakat, & Inteligensi

53
Sebelum kita berbicara lebih lanjut tentang inteligensi, ada baiknya kalau kita tahu selain
inteligensi ada tingkah laku lain yang hampir mirip dengan tingkah laku inteligensif, yaitu tingkah
laku yang didasari oleh instink dan bakat.

Instink adalah tingkah laku yang rumit, yang membutuhkan keterampilanyang tinggi dan
digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang sulit, sehingga nampaknya seolah-olah
seperti tingkah laku inteligensif. Tetapi, berbeda dengan tingkah laku inteligensif, tingkah laku
instinktif sifatnya kaku, tidak berfariasai sama sekali dan tidak dipelajari oleh makhluk yang
bersangkutan, maka tingkah laku inktinsif juga tidak berkembang, melainkan yang itu-itu juga selama
berpuluh-puluh tahun atau beratus tahun bahkan berjuta generasi. Berbagai jenis ikan, bermacam-
macam burung dan jenis hewan lainnya melakukan berbagai kegiatan yang rumit sejak tiba saat
bercinta, bertelur membuat sarang, sampai memelihara dan membesarkan anaknya. Perbuatan-
perbuatan yang serba rumit itu ternyata kaku sekali dan justru membuat hewan-hewan itu bodoh
dalam eksperimen di laboratori (walaupun di alam bebas hewan-hewan itu kelihatan cerdas).

Tinborgen dalam tahun 1952 pernah menyelidiki tingkah-laku ikan-ikan sticleback pada masa
berahi mereka. Ternyata ikan-ikan jantan berubah warna lehernya, perutnya menjadi merah, dan
perubahan itu merupakan perangsang untuk ikan jantan lain menyerangnya. Dengan demikian maka
pada musim kawin ikan-ikan jantan saling menyerang. Tetapi, bukan ikan jantan saja yang diserang,
tetapi ikan-ikan (ikan buatan) yang diberi warna jantan lain saja yang disarang, tetapi juga ikan-ikan
(ikan buatan yang diberi warna merah pada leher dan perutnya, walaupun bentuk ikan itu lain sama
sekali dari ikan yang sebenarnya. Bahkan mobil pos berwarna merah yang lewat dijalan sejauh 9
meter dari akuarium dan terlihat dari akuarium menyebabkan ikan-ikan itu menyerang dinding
akuarium dengan hebat.

Hampir sama dengan instink adalah tingkah laku imprinting. K. Lorenz pernah menyelidiki
anak-anak itik yang diteteskannya, dan pada waktu telur itu menetes tidak ada makhluk atau orang
lain di dekat situ kecuali ia sendiri. Ternyata anak itik itu mengikuti lorenz kemana ia berjalan, persis
seperti anak itik mengikuti induknya. Tingkah laku inilah yang disebut imprinting. Walaupun yang
dijumpai anak-anak itik yang baru menetas itu bukan induk itik, tetapi manusia, mereka tetap
menganggap manusia sebagai induknya. Jadi, ada fleksibilitas, ada kemampuan-kemampuan untuk
penyesuaian dengan rangsangan yang berbeda, tetapi fleksibilitas ini sangat terbatas sifatnya dan
hanya terjadi pada masa kritis yang singkat sekali waktunya, Seandainya Lorenz baru muncul
beberapa jam setelah anak itik itu menetas, maka anak itik itu tidak akan mengikuti Lorenz.

54
Berbeda dengan instink dan imprinting, inteligensi jau lebih fleksibel dan justru dipengaruhi
oleh faktor pengalaman dan belajar. Seorang insinyur yang membuat jembatan tidak memperoleh
kepandaiannya begitu saja, melainkan mempelajari dengan sedikit demi sedikit, secara bertahap,
sejak ia dipangkuan ibu samapai menamatkan sekolah tingginya di jurusan teknik sipil. Walau pun
demikian dalam inteligensi ada unsur-unsur yang dibawa sejak lahir, yaitu bakat.

Bakat adalah kondisi di dalam diri seseorang yang memungkinkanya dengan suatu latihan
khusus mencapai kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus.

Seorang yang mempunyai bakat matematika misalnya, akan mudah sekali menguasai
pelajaran ilmu pasti, sedangkan seseorang yang mempunyai bakat daya ingatan kuat akan cepat
menguasai pelajaran atau pekerjaan yang membutuhkan daya ingatan. Bakat ini dipisahkan dari
inteligensi karena pengaruhnya yang besar terhadap inteligensi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan inteligensi

Dilain pihak, bakat tanpa rangsangan pendidikan, pengalaman dan latihan yang tepat dan
memadai tidak akan berkembang optimal, sehingga prestasi yang dapat di capai anak atau orang
yang bersangkutan juga tidak optimal. Dengan perkataan lain tingkat inteligensi yang dapat dicapai
anak atau orang yang bersangkutan tidak akan setinggi seandaianya ia mendapat pendidikan,
pengalaman dan latihan yang memadai terutama sangat penting artinya pada usia awal dalam
perkembangan anak, khususnya pada usia di bawah lima tahun (balita).

Penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap anak anjing, yang sejak disapih, dikurung
dalam kandang dan hanya diberi makanan dan kandangnya dibersihkan secara mekanis (tidak oleh
manusia), membuktikan setelah 8 bulan anjing-anjing yang seharusnya sudah dewasa itu bertingkah
laku seperti anak anjing yang masih kecil begitu ia keluar dari kandang. Mereka berlari-lari seolah-
olah mereka masih anak-anak anjing berusia 1 – 2 bulan. Penyelidikan yang telah dilakukan oleh para
sarjana terhadap anjing ini (Melzak, Scott, Thomson) selanjutnya membuktikan bahwa anjing yang
dikurung pada masa kecilnya itu ternyata menjadi bodoh. Misalnya, kalau anjing itu diberi api,
reaksinya anjing itu mendekati api dan menciumnya. Demikian pula anjing lain yang normal akan
segera lari ketakutan begitu melihat api. Demikan pula anjing yang dikurung tidak akan mengambil
makanan yang diletakkan dibelakang sebuah tabir kawat. Anjing-anjing itu akan menggigit kawat
atau mencakar-cakarnya, padahal anjing normal dengan mudah mengitari kawat tersebut.

55
Penyelidikan terhadap anjing-anjing ternyata mendapat dukungan dari penelitian-penelitian
terhadap manusia. Sebuah penelitian di Jakarta misalnya, menunjukkan bahwa anak-anak yatim
piatu yang dibesarkan dipanti-panti cenderung mempunyai inteligensi yang lebih rendah dari pada
anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga biasa. Hal ini diperkirakan disebakan kuranya perawatan
dan perhatian orang lain, jadi kurang rangsangan, pengalaman, pendidikan, latihan dan kesempatan
berhubungan dengan orang lain selama anak-anak itu masih kecil.

Disamping pendidikan dan pengalaman yang secara langsung dan sengaja diberikan kepada
anak oleh orang tua dan guru-guru, perkembangan inteligensi juga dipengaruhi berbagai
rangsangan yang terarah, dan pada saat yang tepat diberikan oleh orang-orang yang berada
dilingkungan sosialnya. Karenanya, memberi rangsangan mental sedini mungkin dan sesuai dengan
tahap-tahap perkembangan si anak adalah penting.

Dari uraian di atas dapat disarankan beberapa hal kepada orangtua ataupun pendidik:

 Hendaknya tidak dikacaukan pengertian-pengertian: kepandaian, terpelajar dan


kepintaran dengan inteligensi (kecerdasan), apalagi untuk masing masing itu digunakan
ukuran-ukuran yang berbeda.

 Walaupun berbagai tingkah laku dapat memberikan indikasi tentang tingkat inteligensi
seseorang (sering tinggal kelas, prestasinya dalam pekerjaan, kepandaian berbicara dan
sebagainya), namun untuk mengetahui secara tepat tingkat inteligensi itu lebih baik
diminta seorang ahli psikolog. Karena ia mempunyai metode yang tepat dan teliti. Lagi
pula ukuran-ukuran yang dipergunakannya relatif lebih baku (karena sudah melalui
penelitian-penelitian) sehingga hasil yang diperoleh juga dapat saling dibandingkan.

 Berikanlah perhatian dan rangsangan mental anak sedini mungkin, karena hal ini akan
mengembangkan bakat anak secara optimal. Pendidikan balita anak penting sekali
artinya. Menyerahkan anak kepada perawat atau pembantu saja adalah tindakan yang
kurang bijaksana.

 Pengekangan yang berlebihan terhadap kebebasan anak juga kurang bijaksana.


Walaupun kontrol dan disiplin dari orang tua dan guru terus ada, tetapi hendaknya anak
diberi kesempatan untuk bergaul, berteman dan berkreativitas seluas-luasnya sesuai
dengan minat masing-masing.

56
B. Bakat

Untuk memahami terminologi aptitude yang digunakan dalam penamaan tes ini,
Bennett menggunakan definisi yang terdapat dalam Warren‟s Dictionary of Psychology
(1934) sebagai berikut.
―Aptitude, a condition or set of characteristics regarded as symptomatic of an
individual‟s abillity to acquire with training some (usually specified) knowledge, skill,
or set of responses, such as the ability to speak a language, to produce music …”.
(Bennett et al., 1982: 5).

Untuk mengidentifikasi bakat seseorang dikembangkan seperangkat tes yang dikenal


dengan Tes Bakat Diferensial. Sub tes bakat diferensial dikembangkan berdasarkan suatu
teori abilitas pengukuran bakat, dan terutama dikembangkan dengan lebih mengutamakan
kegunaannya. Kegunaan yang dimaksud adalah lebih sebagai alat bantu pada pekerjaan
bimbingan dan konseling sekolah daripada untuk meneliti dan melukiskan struktur dan
organisasi abilitas manusia (Raka Joni dan Djumadi, 1976). Dengan kata lain, pemerian
bakat-bakat yang dimaksud tidak bertolak dari konsep faktor-faktor murni, melainkan lebih
menitikberatkan pada kemungkinan penggunaan daya ramal hasil tes bagi perkembangan
dan karir hidup individu (Raka Joni dan Djumadi, 1976; Nunnally, 1970, 1972).

Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Aiken sebagai berikut.


―Although the correlations among the tests are fairly law, the Differential Aptitude
Tests are not measures of „pure factors‟: each test assesses a complex of mental
abilities by experience.”.
(Aiken, 1985: 251)

Jadi bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang dengan suatu latihan khusus
memungkinkannya mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, Misalnya,
kemampuan berbahasa, bermain musik, dan lain-lain. Seseorang berbakat main musik misalnya,
dengan latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai
ketrampilan tersebut. Dengan demikian keahlian bakat harus ditunjang oleh faktor lingkungan ini,
faktor keturunan dikembangkan melalui olahan lingkungan misalnya, melalui latihan contoh:
seseorang anak yang tidak berbakat musik, walaupun mendapat latihan dari seorang guru musik
secara sangat intensif, tidak akan menjadi ahli musik yang tenar. Demikian pula dengan anak
berbakat keteknikan, bila tidak mendapat didikan dan latihan yang sesuai, tidak akan berkembang
menjadi seorang ahli teknik.

57
Faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan pada pengembangan bakat adalah kematangan
dan perolehannya latihan pada saat yang tepat. Lingkungan yang mempengaruhi pengembangan
bakat dapat berupa:

 Lingkungan sosial, di mana proses pengembangan bakat dilakukan melalui proses


sosialisasi, misalkan cara pengasuhan anak yang diterapkan dalam lingkungnan sosial
budaya tertentu. Kemiskinan rangsangan mental di dalam pengasuhan anak dapat
menghambat berkembangnya bakat.

 Lingkungan pendidikan, di mana proses pengembangan bakat dilakukan melalui proses


pendidikan formal yang diajarkan di sekolah. Latihan yang cukup dan tersedianya alat-
alat penunjang pendidikan akan dapat membantu perkembangan bakat secara optimal.`

1. Timbulnya Kebutuhan Untuk Mengerti Bakat

Dalam kenyataan banyak terjadi bahwa dua orang anak yang mempunyai inteligensi yang
sama dapat memperlihatkan penampilan yang berbeda. Umpamanya, A dan B kedua-duanya
mempunyai IQ = 100 tetapi A mahir dalam berhitung sedangkan B bodoh dalam berhitung. A dengan
mudah dapat menyelesaikan tugas-tugas teknik, sedangkan B gagal. Tentunya ada struktur tertentu
pada A yang berbeda dengan B. Maka para ahli berpendapat, bahwa di samping alat ukur
inteligensi, diperlukan satu lagi alat pengukur yang dapat menggambarkan perbedaan-perbedaan
khusus pada struktur tersebut di atas.

Seperti diketahui inteligensi menggambarkan kemampuan umum seseorang untuk


memecahkan atau menyelesaikan masalah-masalah di lingkungan sehingga ia dapat hidup atau
menyesuaikan diri dengan baik dilingkungan tersebut. Oleh karena itu lingkungan kebudayaan
tertentu meminta penyesuaian tertentu, maka hal-hal yang diajarkan pada kebudayaan itu secara
turun-menurun (melalui sekolah adat, pengasuh anak, dan lain-lain)adalah kemampuan yang
diperlukan di kebudayaan tadi. Kemampuan yang diperlukan inilah yang ditonjolkan. Pada umumnya
kemampuan itu adalah kemampuan minimal yang harus di punyai orang untuk dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Faktor-faktor umum itulah yang terukur dalam tes
inteligensi umum.

Untuk mengetahui bagaimana kemampuan seseorang di dalam situasi-situasi yang khusus,


untuk membutuhkan cara pemikiran yang khusus, bekerjanya fungsi kognitif tertentu, atau
pendekatan kepribadian tertentu, diperlukan alat pengkur yang lain yang dapat menggambarkan
faktor khusus tadi. Alat pengkur kemampuan yang dapat menggambarkan faktor-faktor khusus
adalah test bakat. Sehubungan dengan cara berfungsinya, ada dua jenis bakat:

58
 Bakat mengenai kemahiran atau kemampuan mengenai bidang pekerjaan khusus,
seperti bakat musik.

 Bakat khusus tertentu yang diperlukan sebagai perantara untuk merealisir kemampuan
tertentu, misalnya bakat melihat ruang (dimensi) yang diperlukan untuk merealisir bakat
insinyur.

Bakat bukanlah merupakan trait atau sifat yang tunggal, melainkan merupakan kelompok
sifat-sifat yang secara bertingkat membentuk bakat. Misalnya, dalam bakat musik harus ada sifat-
sifat dasar dalam kemampuan persepsi musik, yaitu kepekaan nada, keserasian suara (tidak
sumbang) volume suara dan ritme atau irama. Kelompok-kelompok sifat-sifat tertentu dapat
membentuk kemampuan beringkat, misalnya membentuk potensi akan kemampuan yang menonjol,
perasaan akan musik, aspirasi akan musik dan semacam ekspresi musik, yaitu memainkan salah satu
alat musik.

Sifat-sifat tertentu tadi ada yang saling tergantung dalam membentuk kemampuan tertentu,
sehingga tanpa sifat lainnya bakat tertentu misalnya tidak muncul. Ada pula sifat yang lepas,
misalnya kemampuan bersuara yang bagus perlu bagi mencipta musik.

2. Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Tampilannya Bakat

Telah diketahui bahwa bakat baru muncul atau tampil bila ia memperoleh kesempatan
untuk dikembangkan. Dapat terjadi bakat seseorang tidak akan berkembang, tetapi merupakan
kemampuan yang tersembunyi (laten), kalau ia tidak pernah sadar atau tahu bahwa ia memang
mempunyai kemampuan yang menonjol di bidang tertentu. Salah satu fungsi test bakat ialah dapat
menilai ada tidaknya bakat seseorang dalam bidang tertentu. Bakat juga akan berkembang dengan
baik bila tidak disertai dengan minat. Contoh: bakat musik tidak akan berkembang, bila tidak ada
minat terhadap musik, contoh lain: tanpa minat terhadap hitung-menghitung, seseorang tidak akan
berkembang menjadi seorang ahli matematika.

Bakat tersebut juga akan tetap kurang berkembang atau tidak menonjol, bila tidak cukup
disertai motivasi. Motivasi berhubungan dengan kuatnya daya juang untuk mencapai suatu sasaran
tertentu. Jika kurang ada motivasi untuk menjadi seorang ahli musik, maka rintangan yang kecil saja
di dalam belajar musik sudah cukup dapat menghilangkan semangat berlatih sehingga bakat musik
kurang berkembang.

59
Faktor lain yang mempengaruhi tampilannya bakat adalah nilai (value), yaitu bagaimana cara
seseorang memberi arti terhadap pekerjaan yang menjadi bakatnya. Seseorang yang memberi arti
negatif pada pekerjaan yang menjadi bakatnya, misalnya berpendapat bahwa ahli musik selalu
kurang dihargai, bakat musik juga akan terhambat berkembang.

Demikian pula halnya dengan kepribadian. Telah dibuktikan dari penelitian-penelitian bahwa
anak-anak yang mempunyai bakat yang sesuai biasanya perkembangan kepribadian secara psikologis
dinilai lebih positif dibanding dengan anak-anak yang tidak sesuai bakatnya. Keadaan ini disebabkan
oleh sukses-sukses yang diperoleh selama perkembangannya, serta penggunaan bakat-bakatnya
berpe-ngaruh terhadap penyesuaian emosionalnya, hubungan antar manusianya, dan konsep
dirinya. Khusus mengenai pembentukan konsep diri positif, dikatan sangat nyata adanya pengaruh
yang timbal balik antara bakat dan kepribadian seseorang. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai
berikut.

Sukses prestasi seseorang anak dalam sekolahnya, sukses dalam situasi-situasi lain yang akan
membantu pembentukan konsep dirinya, pembentukan kepercayaan diri dan sebagainya
mempengaruhi prestasinya dalam tingkat-tingkat perkembangan selanjutnya. Sebaliknya seorang
anak yang selalu dihadapkan kepada kegagalan-kegagalan akibat bakat yang tidak sesuai (pada hal
intelegensinya cukup baik), akan mengalami berbagai akibat negatif. Misalnya, ia akan menganggap
bahwa dirinya mampu, yang mengakibatkannya kurang mempunyai kepercayaan diri, sedangkan
faktor ini sangat penting bagi titik tolak perkembangan ketingkat perkembangan selanjutnya.

Oleh karena pengaruh faktor-faktor di atas terhadap bakat sangat kuat, maka sukar untuk
menyusun alat test yang benar-benar mengandung bakat. Banyak diusahakan membuat test yang
murni, tetapi setelah diteliti ternyata bahwa bakat selalu tercampur dengan faktor-faktor, seperti
motivasi. Faktor-faktor ini dianggap sebagai faktor penentu yang penting bagai perkembangan
bakat.

Prestasi yang ditampilkan seseorang merupakan resultante antara bakat dan minat
seseorang. Antara bakat dan minat ada korelasi, tetapi tidak selamanya sejalan. Oleh karena itu,
pengukuran keduanya dapat meramalkan keberhasilan prestasi secara tepat dari pada bila
pengukuran hanya mencakup satu faktor saja, yaitu bakat atau minat saja. Minat perlu diketahui
oleh karena:

 Sering seseorang tidak mengetahui detil satu pekerjaan, sehingga iatidak mengetahui
apakah ia benar-benar tertarik oleh pekerjaan itu. Dengan mengetahui minat, identitas,

60
rekreasi, mata pelajaran yang disenangi serta bakat, kemungkinan keberhasilan
seseorang dalam suatu pekerjaan dapat diramalkan secara tepat.

 Sering seseorang tidak mengetahui suatu profesi itu salah sehingga seseorang kurang
siap akan sikap-sikap tertentu yang diminta oleh pekerjaan itu. Misalnya, pekerjaan
dokter digambarkan enak seperti film-film. Sering pilihan di atas suatu pekerjaan
mewakili kebutuhan emosi dasar seseorang. Oleh karena itu, kesesuaian antara bakat
dan minat ini penting bagi kepuasaan hidup.

Hasi-hasil penelitian di bawah ini menggambarkan bahwa setiap bidang pekerjaan bila
dianalisa mempunyai kehususan bakat tertentu. Misalnya, orang-orang yang berprestasi rendah
pada umumnya mempunyai kekurangan tertentu, yaitu kurang mempunyai kemampuan untuk
berfikir secara fleksibel dan kurang taktis.

Untuk keberhasilan dalam kemampuan sekolah, diperlukan bakat berfikir dalam


konsep bahasa, disertai faktor tertentu, yakni adanya pemuasan kebutuhan psikologis.

3. Test Bakat Dan Gunanya

Test bakat bertujuan membantu merencanakan dan membuat keputusan mengenai


pilihan pendidikan dan pekerjaan. Dari test bakat diperoleh gambaran mengenai seseorang di
dalam berbagai bidang kemampuan. Hasil test seyogyanya dipergunakan sebagai informasi
yang berguna, bukan sebagai pembuat keputusan, karena bagaimanapun keputusan
merupakan tugas individu sendiri.

Test bakat tidak dapat menantikan dengan mutlak pekerjaan atau karier apa
yang harus dijalani, dan juga tidak memberikan jawaban atas pertanyaan yang sangat khusus,
misalnya‖Dapatkah saya menjadi seorang dokter ?‖

Dengan disertai data lainnya test bakat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
misalnya:

 Apakah dapat diterima dan beralasan bagi saya untuk memilih bidang kesehatan
sebagai karier saya?

 Manakah pekerjaan yang lebih baik bagi saya antara bidang mekanik dan bidang
kedokteran ?

61
 Apakah kekurangan serta kelebihan pada saya yang harus dipertimbangkan bila
saya hendak menjadi sekretaris ?

 Bagaimanakah kemungkinan keberhasilan saya bila saya melanjutkan pendidikan


ke tingkat universitas?

 Melihat kemampuan-kemampuan yang ada pada saya, jurusan manakah saya lebih
sukai: pasti alam, sosial ataukah bahasa ?

A. Musterberg adalah salah seorang ahli yang memprakarsai pembuatan tes bakat
pertama kali. Mula-mula tes bakat digunakan pada masa perang dunia I untuk menyeleksi
pilot, pengemudi kemudian meluas ke bidang industri. Selama tahun 20 sampai tahun 30-an,
tes yang digunakan terutama adalah tes inteligensi umum, karena tes inteligensi pada waktu
itu dianggap sebagai satu-satunya tes yang mutlak dapat menentukan kemampuan seseorang.

Tes inteligensi umum ini, meskipun mengandung berbagai aspek penting yang
menunjang berfungsinya inteligensi seseorang, seperti misalnya, kemampuan bahasa,
penalaran, dan lain-lain, semuanya menunjang satu angka sebagai keseluruhan unit
inteligensi yang biasanya dinyatakan sebagai IQ. Tetapi masing-masing aspek tidak
dimaksudkan untuk disimpulkan sendiri-sendiri.

Lama-kelamaan tes inteligensi yang hanya dapat memberikan gambaran kemampuan umum
seseorang dan tidak dapat menggambarkan profil kemampuan seseorang pad aspek tertentu
dirasakan kurang. Diperlukan adanya tes lain yang dapat mengukur aspek-aspek yang bermacam-
macam secara khusus, oleh karena pada kenyataannya ada berbagai profil kemampuan antar
individu yang satu dengan individu yang lainnya. Misalnya, seseorang menonjol di bidang bahasa,
orang lain diidang teknik, dengan kelemahan-kelemahan yang berbeda pula. Maka dirasakan
perlunya penciptaan tes bakat yang dapat mengukur kemampuan di dalam berbagai aspek sebagai
perlengkapan tes inteligensi.

Di bandingkan dengan tesachievement yang mengukur prestasi seseorang berdasarkan apa


yang telah dipelajarinya, maka tes bakat mengukur berapa besar kemungkinan keberhasilan
seseorang di dalam suatu pekerjaan, pendidikan atau kursus pelatihan tertentu. Dengan demikian
tes bakat bertujuan untuk meramalkan apa yang dapat dilakukan seseorang pada waktu yang akan
datang.

Dasar dari tes bakat adalah membandingkan profil nilai seseorang dengan profil nilai orang
lain yang dianggap berkemampuan tinggi mengenai bidang tertentu. Dengan demikian terukur kadar

62
bakatnya, dengan cara menyimpulkan kekuatan atau kelemahannya dalam segi itu. Ketepatan
penggunaan dasar pemikiran ini sangat tergantung dari analisa psikologis yang teliti dan tepat
mengenai bidang tertentu itu. Misalnya, bila dapat dianalisa dengan tepat sifat-sifat apa yang ada
pada seniman, maka dapat dibuat tes yang dapat meramalkan bakat seniman.

Macam-macam tes bakat adalah sebagai berikut:

 Multiple Aptitude Batteries, yaitu tes bakat yang mengukur bermacam-macam


kemampuan, seperti: pengertian bahasa, kemampuan angka-angka, penglihatan
keruangan, penalaran dalam berhitung, kecepatan persepsi. Dalam tes ini dapat dilihat
kemampuan, kelemahan dan kekurangan seseorang yang masing-masing dinyatakan
dalam angka tersendiri. Hasilnya adalah profil angka-angka, berbeda dengan tes
inteligensi umum, di mana semua aspek-aspek inteligensi keluar satu angka, antara lain
yang dinyatakan sebagai IQ.

 Special Aptitude Test atau Single Aptitude Test atau tes bakat khusus, yakni tes yang
hanya mengukur bakat tertentu. Misalnya, tes bakat makanikal, tes bakat klerk, tes
bakat musik, tet bakat seni, dan lain-lain.

Di samping multiple Aptitude test, tes bakat khusus juga diperlukan oleh karena adanya
bakat tertentu yang tidak tercapai dalam multple aptitude test, yaitu kemampuan yang memerlukan
situasi yang sangat khusus.

4. Kapan Dilakukan test Bakat Yang tepat ?

Saat yang tepat saat di mana siswa, orang tua dan pihak sekolah bersama-sama
membuat keputusan mengenai pendidikan anak, terutama waktu penentuan siswa untuk
kenaikan ke tingkat yang lebih lanjut, atau penentuan bidang-bidang tertentu, dimana
penentuan tidak hanya berdasarkan usia atau penampilan atau lamanya belajar.

Saat yang tepat untuk itu antara lain:

 Waktu akan masuk kelas I sekolah dasar, untuk mentes apakah ada kesiapan dalam
pengajaran angka-angka, menulis dan sebagainya.

 Untuk pendidikan pasca sarjana atau spesialis

 Untuk pendidikan khusus, seperti ke sekolah musik.

63
Tes bakat dapat pula digunakan untuk mendiagnosa masalah belajar pada siswa, oleh karena
itu ada suatu kelemahan dalam salah satu aspek struktur inteligensiny

5. Bagaimana Mengembangkan Bakat

Latihan dan proses belajar sangat menentukan bagi pengembangan bakat, mengingat sifat
khusus anak berbeda dari orang dewasa. Umpamanya:

 Anak berada dalam keadaan selalu tumbuh dan berubah, bentuk perubahan sebagaian
besar dipengaruhi oleh lingkungan.

 Ciri khas seorang anak adalah mempunyai dorongan yang besar untuk belajar oleh
karena itu, tugas utama orang tua pada saat ini adalah menunjang proses itu dan
menyediakan kesempatan agar proses belajar terjadi dengan memberikan kelonggaran
untuk belajar sendiri tanpa terlalu memaksa

 Ada tahap-tahap khusus dalam perkembangan anak dimana anak paling mudah
menerima macam cara belajar tertentu. Pada tahap khusus ini bakat psikis tertentu
paling dimungkinkan berkembang, sedangkan pada tahap berikutnya akan hilang,
misalnya bakat musik. Oleh karena itusering kita lihat adanya masa-masa tertentu di
mana anak-anak sangat tertarik pada suatu hal khusus.

Oleh karena itu adanya ciri-ciri khas pada anak yang sedang tumbuh hendaknya para orang
tua menggunakan kesempatan tertentu di atas di dalam mengembangkan bakat anak. Dalam
hubungan ini yang dapat dilakukan adalah :

 Memperkaya anak dengan bermacam-macam pengalaman dan memperdalam


pengalamannya. Oleh karena makin banyak dan bervariasi hal-hal baru yang dilihat dan
didengar anak, makin tertarik pula anak untuk mengalami bermacam-macam hal. Makin
besar variasi rangsang lingkungan yang dapat dipecahkan atau ditanggulangi makin
besar kemampuannya untuk menanggulangi berbagai masalah. Hal ini sangat
membantu motivasi belajar anak.

 Dorong atau rangsanglah anak untuk meluaskan kemampuan dari satu bakat kebakat
lainnya. Misalnya, setelah ia mengarang cerita, anjurkan untuk membuat ilustrasi
(menggambar). Hal ini memberikan kesempatan pada anak untuk menjajagi berbagai
bakatnya.

 Bersama-sama melakukan suatu kegiatan yang memungkinkan berkembangnya bakat


atau minat anak, sebab tanpa pernah menjajagi bermacam-macam bidang bakat

64
tertentu tidak akan tampil. Proses belajar akan timbul dan mungkin terjadi dalam
suasana lingkungan di mana niat ada dan anak tidak merasa dipaksa.

 Berilah penghargaan dan pujian untuk usaha anak, walau sekecil apapun, karena hal ini
merupakan langkah awal menuju berkembangnnya bakat secara maksimal nanti.

 Sediakanlah sarana yang cukup bagi pengutaraan bakat tersebut, sebab tanpa adanya
sarana atau medium sebagai alat realisasi, bakat tidak akan berkembang dan tidak akan
tampil. Misalnya, seorang anak yang berbakat main biola, tidak akan berkembang
bakatnya bila tidak ada sarananya, yaitu biola. Bakat melukis tidak akan berkembang bila
ibu merasa sayang menggunakan uangnya untuk membeli kertasnya atau bila ia tidak
menyediakan alat-alat untuk mencoret bagi si anak itu.

 Pilihkan mula-mula bidang yang umum lalu setingkat demi setingkat


mengkhususkannya. Hal ini mengingat bahwa kelompok-kelompok sifat yang umum
tidak terlalu memerlukan kemampuan yang sangat khusus dibandingkan dengan
kelompok bidang yang khusus, sehingga anak belajar secara bertahap dan hambatan
yang dialami tidak akan mengejutkan. Ini penting untuk mempertahankan minat dan
motivasi serta kepercayaan diri anak.

Akhirnya,pengembangan bakat merupakan interaksi antara sifat yang diturunkan dalam


proses belajar yang terjadi disepanjang hidupnya maka sangatlah penting hubungan akrab ibu
sebagai orang tua dengan anak. Suasana emosional yang baik merupakan prasyarat yang tidak dapat
diperkecil artinya.

Peranan ibu dalam mengembangkan bakat lebih penting dari siapapun juga, oleh karena ibu
yang dapat mempunyai kesan yang lebih benar tentang anaknya. Ibu dapat mengenal anak secara
indvidual sedangkan guru secara klasikal. Ibu lebih mengenal minat anak, ibu juga lebih tahu hal-hal
yang menjadi motivasinya, dan saat-saat anak menyukai sesuatu lebih dari lainnya. Ibu mengetahui
seberapa besar daya juang anak terhadap rintangan-rintangan sehingga dengan demikian hanya
ibulah yang dapat mengatur suasana yang sangat khsus dan unik bagi anaknya agar dapat
dipertahankan proses belajar yang bergairah. Karenanya tugas ibu dalam mengembangkannya bakat
anaknya tidak dapat diwakilkan kepada siapapun.

RANGKUMAN

65
Di dalam psikologi dikenal istilah yang juga mulai populer di kalangan masyarakat
luas, yaitu inteligensi. Inteligensi ini sekaligus dapat menggantikan berbagai macam istilah
yang ada hubungannya dengan kecerdasan. Karena itu selanjutnya akan dibahas mengenai
istilah inteligensi (kecerdasan) saja dan tidak lagi menggunakan istilah-istilah yang
digunakan oleh awam.
Psikologi pada hakekatnya adalah ilmu tentang tingkah laku. Karena itu yang dipelajari
dalam psikologi adalah tingkah laku manusia maupun hewan, tetapi khususnya tingkah laku
manusia. Berbicara mengenai inteligensi, tingkah laku dapat dibagai dalam tingkah laku yang hanya
sedikit membutuhkan inteligensi dan tingkah laku yag membutuhkan inteligensi.

Tersirat dalam tes itu bahwa inteligensi sebagai suatu kemam-puan mental tunggal
yang sifatnya umum dan melandasi berbagai fungsi yang berbeda-beda. Inteligensi dianggap
sebagai suatu kemampuan global.

Faktor “g”. Tidak lama setelah skala inteligensi Binet dikembangkan, pakar-pakar lain, seperti Charles
Sperman dan Louis Thurstone, mulai mempertanyakan pemikiran Binet mengenai inteligensi umum.
Sperman (1932), penemu analisis faktor, mengusulkan bahwa paling tidak ada dua faktor di dalam
inteligensi, yakni faktor umum “g” yang merupakan faktor penentu utama dalam perilaku inteligen,
dan banyak faktor-faktor spesifik lainnya yang disebut “s”.

Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang dengan suatu latihan khusus
memungkinkannya mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus, Misalnya,
kemampuan berbahasa, bermain musik, dan lain-lain. Seseorang berbakat main musik misalnya,
dengan latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai
ketrampilan tersebut. Dengan demikian keahlian bakat harus ditunjang oleh faktor lingkungan ini,
faktor keturunan dan dikembangkan melalui olahan lingkungan misalnya, melalui latihan.

PENDALAMAN

Selesaikan tugas secara kelompok dan laporkan hasilnya!

1. Atas dasar sejumlah pengertian yang dikembangkan dari teori-teori inteligensi, bagaimana
Anda menyimpulkan hakekat inteligensi?
2. Bagaimanakah keterkaitan inteligensi dengan prestasi belajar? Gunakan pemahaman
mengenai inteligensi majemuk.
3. Apakah bakat terkait dengan inteligensi manusia? Jelaskan!

66
4. Berikan gambaran tindakan pendidik yang tepat terkait dengan pemahamannya mengenai
inteligensi dan bakat.

DAFTAR RUJUKAN

Adisubroto, D. (1976). Laporan penelitian reliabilita dan validita tes bastract reasoning
sebagai tes inteligensi anak remaja di Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Yogyakarta.
Aiken, L. R.(1985). Psychological testing and assessment. Boston: Allyn and Bacon Inc.
Anastasi, A. (1964). Fields of applied psychology. London: McGraw-Hill.
Anastasi, A. (1964). Psychological testing. New York: Mcmillan Publishing Company.
Anastasi, A. (1988). Psychological testing. New York: Mcmillan Publishing Company.
Armstrong, T. (1993) 7 kinds of smart: identifying and developing your own intelligences.New York:
Plume Books (Penguin).

Armstrong, T. (1994) Multiple intelligences in the classroom. Alexandria, VA: ASCD.

Bennett, G. K. et al. (1952). Differential aptitude tests: Manual. New York: The
Psychological Corp.
Bennett, G. K. et al. (1982). Differential aptitude tests: Administrator‟s Hanbook. New York:
The Psychological Corp.
Budaya (1980). Studi hubungan antara tingkat kemampuan dasar pemahaman, penalaran,
hitungan dengan prestasi belajar siswa-siswa kelas II SMA Kumala Dewi Wig Factory
Yogyakarta (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Buntaran (1972). Penyelidikan tentang hubungan antara beberapa subtes bakat dengan
prestasi kerja bagian rajut dan bagian finishing di PT Kumala Dewi Wig Factory
Yogyakarta (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Campbell, L; Campbell, B; & Campbell, D. (1996). Teaching and Learning Through Multiple
Intelligences. Needham Heights, Massachusetts: Allyn & Bacon

Cronbach, L. J. (1984). Essentials of psychological testing. New York: Harper & Row
Publishers.
Djoemadi, D. et al. (1976). Pengembangan seperangkat tes bakat berganda. Malang: Proyek
Peningkatan/Pengembangan Pendidikan Tinggi IKIP MALANG.
Djoemadi, D. et al. (1977). Tes Bakat Berganda: Pedoman Pengadministasian. Malang:
Kerjasama Bank Evaluasi IKIP MALANG dan BP3K Departemen P & K.
Gardner, H. (1983) Frames of mind: the theory of multiple intelligences.New York: Basic Books.

Gardner, H. (1991). The Unschooled Mind: How Children Think and HowSchools Should Teach. New
York: Basic Books

67
Gardner, H. (1993) Multiple intelligences: the theory in practice - a reader. New York: Basic Books.

Gardner, H. (1993a). Frames of mind: The theory of multiple intelligence. New York: Basic Books.

Gardner, H. (1993b). Multiple intelligence: The theory in practice. New York: Basic Books.
http://www.ode.state.or.us

Gardner, H. (1999). Intelligence reframed: Multiple intelligences for the 21th century. New York: Basic
Books.

Goleman, D. (1995). Emotional intelligence. New York: Bantam.

Goleman, D. (1999). Working with emotional intelligence. London: Boombury Publishing Plc.

Guilford, J. P. (1967). The nature of human intelligence. New York: McGraw-Hill.


McGrath, H. & Noble, T. (1995). Seven ways at once: Classroom strategies based on then seven
intelligences. Australia: Longman.

Munandir et al. (1990/1991). Validasi dan penormaan tes kemampuan mental umum
(“inteligensi”) dan tes bakat diferensial. Malang: Pusat Penelitian IKIP MALANG.
Nunnally, J. C. (1970). Education meassurement and evaluation. New York: McGraw-Hill
Book Company.
Nunnally, J. C. (1970). Introduction to psychological measurement. New York: McGraw-Hill
Book Company.
Pali, Marthen (1993). Tes matriks progresif dan tes bakat diferensial: studi validitas prediktif
dengan kreteria prestasi belajar siswa SMA dan validitas sintetik pada tiga jenis
pekerjaan (Disertasi). Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Raka Joni, T. & Djoemadi, D. (1979). Penelitian pengembangan tes bakat okupasional.
Malang: Proyek Penelitian dan Bank Evaluasi IKIP MALANG.
Sugiyanto et al. (Ed) (1984). Informasi tes. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Sugiyanto et al. (Ed) (1984). Norma tes. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

68
BAB V

KECERDASAN MAJEMUK

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari kecerdasan majemuk, mahasiswa mampu:

1. menjelaskan pengertian kecerdasan majemuk;


2. menjelaskan prinsip-prinsip kecerdasan majemuk;
3. menjelaskan kecerdasan majemuk dan kesulitan belajar;
4. mengembangkan keterampilan aplikasi kecerdasan majemuk pada pembelajaran

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecerdasan Majemuk

Banyak orang yang bergerak dalam program pembelajaran bahasa asing di sekolah berpikir
kembali ke cara belajar bahasa lisan native anak-anak waktu kecil sebelum sekolah. Tanpa bantuan
buku grammer atau instruktur bahasa terlatih, tanpa sangsi tidak naik kelas, semua anak yang
normal akan memperoleh bahasa lisan di sekitar mereka. Mengapa? Demikianpun anak yang mulai
masuk sekolah tetapi tumbuh pada lingkungan yang bebas dapat menguasai sejumlah bahasa;
mereka tahu dari bahasa lisan. Hal ini merupakan hal sangat dipikirkan pada saat-saat ini dimana
ahli bahasa tidak mampu untuk mendeskripsikan grammer dari setiap bahasa dalam cara yang
benar-benar memuaskan.Orang dapat menekankan pentingnya bahasa dalam semua kehidupan
manusia, barangkali disini dalam kaitannya dengan solusi terhadap pertanyaan mengapa semua
anak berhasil menguasai bahasa dalam beberapa tahun setelah kelahirannya.

Pada awal tahun kehidupan semua orang menguasai sejumlah kompetensi secara mudah.
Mereka begitu mahir menyanyikan lagu, mengayuh sepeda, melakukan gerak tarian, dan sejumlah
keterampilan lainnya.Kita dihadapkan pada teka-teki lainnya. Anak-anak usia muda cepat menguasai
sistem simbol seperti bahasa dan bentuk seni seperti musik, anak yang sama mengembangkan teori
yang kompleks mengenai teori berpikir, namun seringkali mengalami kesulitan besar ketika masuk
ke sekolah. Bahasa percakapan dan pemahaman bukan merupakan masalah, tetapi setelah masuk
pada bahasa membaca dan menulis semuanya merupakan tantangan; permainan angka merupakan
hal yang menyenangkan, tetapi operasi-operasi matematika hal yang sulit. Barangkali memang

69
belajar natural, universal, dan intuitif yang dipergunakan dirumah dan disekitarnya pada tahun-
tahun pertama hidup merupakan hal yang berbeda dari belajar d sekolah.

Terkait dengan persoalan di atas, tampaknya krisis pendidikan merujuk pada kesulitan siswa
menguasai agenda sekolah. Penjelasan berikutnya tentang contoh-contoh di berbagai mata
pelajaran, antara lain pada fisika, matematika yang sering mengalami miskonsepsi; sedangkan pada
pelajaran IPS dan humanistik anak-anak sering mengalami masalah dalam bentuk stereotype.
Persoalan-persoalan di sekolah seringkali muncul karena pendidik tidak faham mengenai potensi
anak saat itu. Terjadi jarak antara setiap karakter anak, misalnya secara intuitif anak memahami
sesuatu, namun sulit menguasai pelajaran di sekolah. Dimana di sekolah sering disebut problem
belajar atau hambatan belajar. Hal lainnya terjadi misalnya siswa tidak mampu mentransfer
pengetahuan mereka ke dalam seting baru dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, Gardner mencoba menjawab mengapa seringkali terjadi persoalan-
persoalan dalam pendidikan anak di sekolah. Keyakinan Gardner terhadap kemampuan inteligensi
manusia mencoba mencari jawab mengenai bagaimana agar kesenjangan belajar anak menjadi
teratasi. Bagaimana agar anak belajar dengan hasil diperolehnya pemahaman yang mendalam
dimana mereka mampu mengaplikasikan apa yang dipahami dalam kehidupan sehari-hari.

Gardner mengakui bahwa sekurang-kurangnya manusia memiliki tujuh cara mengetahui


dunia yang dilabelkan tujuh inteligensi manusia. Atas dasar analisis ini, kita mampu mengetahui
dunia melalui bahasa, analisis logika-matematika, representasi spasial, berpikir musik, menggunakan
bodi untuk memecahkan masalah atau membuat sesuatu, memahami individu lain, dan memahami
diri sendiri. Perbedaan individu ada pada kekuatan inteligensi ini dan disebut sebagai profil
inteligensi. Kombinasi inteligensi di atas digunakan untuk menyelesaikan berbagai tugas,
memecahkan berbagai masalah, dan maju dalam berbagai domain.

Sistem pendidikan lama hanya menekankan pada penguasaan bahasa dan logika
matematika. Walaupun telah dipelajari tentang hakekat perbedaan individu, namun sistem
pendidikan tetap berasumsi bahwa setiap orang dapat mempelajari material yang sama dengan cara
yang sama, serta diketahui hasilnya melalui cara pengukuran yang sama. Oleh karena itu seringkali
terjadi bias penilaian, sebab anak tidak diukur atas dasar potensi dasarnya, tetapi atas dasar
kemauan sekolah.

Sistem pendidikan sekarang (kontemporer) yang diharapkan adalah yang merupakan


pendidikan untuk memperoleh pemahaman. Gardner menemukan tanda (clues) yang bisa

70
menjembatani kesenjangan-kesenjangan (gap) di atas dengan pendekatan pendidikan yang lebih
potensial, yakni melalui magang.

Salah satu konsep psikologi yang banyak digunakan dalam dunia pendidikan saat ini adalah
konsep inteligensi (kecerdasan). Konsep tersebut telah dikenal sejak Alfred Binet (1904)
mengembangkan alat untuk mendeteksi siswa sekolah dasar yang diperkirakan akan gagal dalam
belajar sehingga diperlukan perhatian kepadanya dengan pemberian pengajaran remidi. Alat
tersebut dikenal sebagai tes intelegensi. Sejak saat itu pengetesan inteligensi dan pemahaman
bahwa intelegensi dapat diukur secara objektif meluas. Demikian pula meluaslah pengertian bahwa
inteligensi sama dengan skor tunggal IQ (intelligence quotient) sebagai hasil tes inteligensi
(Amstrong, 1994).

Howard Gardner (1983) tidak sependapat dengan pemahaman sempit tentang inteligensi di
atas. Ia mengemukakan bahwa tes inteligensi tersebut hanya mengukur kemampuan yang
berkaitan dengan verbal-linguistik dan logis-matematis sehingga tidak memadai untuk menentukan
cerdas tidaknya seseorang dengan menggunakan skor tunggal IQ. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa
manusia memiliki sejumlah kecerdasan yang dapat mewujud dalam berbagai keterampilan dan
kemampuan, yang bukan hanya berupa kemampuan verbal-linguistik dan logis-matematis.

Pandangan Howard Gardner dituangkan dalam buku Frames of Mind: The theory of multiple
intelligences (1983). Dalam buku tersebut Gardnermembahas teori multiple intelligences yang
mengemukakan tujuh kecerdasan dasar pada diri manusia yang sangat bermanfaat dalam
kehidupan (Gage & Berliner, 1991; Amstrong, 1994; Brualdi, 1996). Namun demikian pada tahun
1999, Howard Gardner mengembangkan teorinya dan menambahkan satu kecerdasan lagi yaitu
kecerdasan natural yang belum disebutkan sebelumnya, sehingga teori kecerdasan majemuk
menjadi 8 jenis kecerdasan (Christison dan Kennedy, 1999). Ada kemungkinan jumlah jenis
kecerdasan ini terus bertambah jumlahnya karena Howard Gardner terus mengeksplorasi
kemungkinan adanya tambahan jenis kecerdasan lain (Gardner, 1999).

Kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah dan membuat suatu produk yang
bermanfaat bagi kehidupan (Amstrong, 1994; McGrath & Noble, 1996). Kebanyakan orang
mengenalnya sebagai prediksi kesuksesan di sekolah—bakat bersekolah. Sementara kecerdasan
sejati mencakup berbagai keterampilan yang lebih luas pada semua segi kehidupan—kecerdasan
majemuk/ganda. Kecerdasan majemuk adalah teori kecerdasan yang dikembangkan Howard
Gardner 18 tahun silam yang mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan jenis kecerdasan, yaitu

71
kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematis, visual-spasial, kinestetik, musik, intrapribadi,
antarpribadi, dan naturalis sebagaimana tampak pada Tabel 5.1

Tabel 5.1

Aspek-Aspek Kecerdasan Menurut Gardner

KECERDASAN KEMAMPUAN INTI

1. Linguistic Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-


kata, dan keragaman fungsi bahasa.

2. Logical –Mathematical Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati


pola-pola logis dan numerik (bilangan) serta
kemampuan untuk berpikir rasional/logis.

Kemampuan untuk menghasilkan dan


mengapresiasikan ritme. Nada (warna nada),
dan bentuk-bentuk ekspresi musik.

3. Musical Kemampuan mempersepsi dunia ruang visual


secara akurat dan melakukan transformasi
persepsi tersebut.

Kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan


4. Spatial
menangani objek secara terampil.

Kemampuan untuk mengamati dan merespon


suasana hati, temperamen, dan motivasi orang
5. Bodily Kinesthetic lain.

Kemampuan untuk memahami perasaan,


kekuatan dan kelemahan serta intelegensi
6. Interpersonal sendiri.

Kemampuan menggolongkan benda, tumbuhan

7.Intrapersonal

8. Naturalis

72
1) Kecerdasan verbal-linguistik

Kecerdasan verbal linguistik mungkin merupakan kecerdasan yang paling universal di antara
ketujuh kecerdasan majemuk. Kecerdasan verbal-linguistik adalah kemampuan berfikir dalam
bentuk kata-kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan dan menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan dan mengapresiasikan makna. Mengungkap kalimat dengan menggunakan kata
yang tepat. Dengan demikian ada empat komponen dalam kecerdasan ini yakni: fonologis
(kepekaan bunyi), sintaksis (struktur dan susunan kalimat), semantik (pemahaman tentang makna),
dan pragmatika (kemampuan berbahasa untuk mencapai sasaran praktis).

Seseorang yang berbakat dalam bahasa mempunyai kepekaan yang tajam terhadap bunyi
atau fonologi bahasa. Mereka sering menggunakan permainan kata-kata, tongue twister, aliterasi,
onomatope, dan tiruan bunyi-bunyian seperti bel yang memukau. Pemikir berciri linguistik biasanya
mahir pula memanipulasi sintaksisbahasa. Pemikir yang amat verbal pun merupakan ahli tata
bahasa yang terunggulia terus-menerus mencari kesalahan lisan atau tulisan yang kadang terjadi
dalam kehidupannya sendiri atau dalam kehidupan orang lain. Janius linguistik juga memperlihatkan
pula kepekaan terhadap bahasa melalui semantik (pemahaman mendalam tentang makna). Mungkin
komponen kecerdasan linguistik yang paling penting adalah kemampuan menggunakan bahasa
untuk mencapai sasaran praktis (pragmatika). Para pakar berikut kecerdasan yang dimiliki Herbert
W. Amstrong (untuk menarik pengikut baru), Joan Rivers (untuk menghibur), Isaac Asimov (untuk
mengajar), Winston Churchill (untuk membangkitkan inspirasi), atau Clarence Darrow (untuk
meyakinkan).

Karakteristik:

Senang mendengarkan cerita; senang bercerita; bermain peran; permainan kata, seperti tebak kata
(teka teki); peka terhadap suara dan arti kata-kata; mampu dan gemar baca-tulis; kaya
perbendaharaan kata; dan menyelesaikan tugas verbal lebih cepat.

Tanda-tanda kesulitan:

Sulit dalam ekspresi verbal; sulit dalam menangkap informasi verbal; sulit dalam percakapan; tidak
tanggapi pemikiran dengan lengkap (kehilangan kata-kata & ekspresi); tidak efisien menggunakan
kalimat perintah; menanggapi dengan pertanyaan yang tidak biasa diajukan; lebih suka tugas yang
tidak mengandalkan pendengaran; tidak dapat membedakan ide pokok saat bicara; sulit

73
membedakan bunyi kata yang mirip; tidak dapat cerita ulang atas cerita yang baru didengar; sulit
identifikasi &menghasilkan ritme pada kata-kata; mengabaikan awalan & akhiran tertentu; tidak
dapat mengulang serangkaian kata atau angka yang disebut secara verbal.

Upaya menstimulasi:

Ajak anak berbicara; bacakan cerita; main huruf dan angka; latih rangkaian cerita; diskusi; bermain
peran; perdengarkan lagu anak-anak.

Ungkapan Verbal

Bacalah setiap butir berikut, dan mulailah “mendengarkan” telinga pikiran Anda berdasarkan suara
percakapan yang diminta:

 Seorang teman mengucapkan nama Anda


 Ibu Anda membacakan buku atau surat kabar
 Pidato yang dibacakan oleh presiden
 Sebuah kelas di mana murid-murid sedang mengucapkan doa bersama
 Suara batin Anda sendiri ketika melukiskan apa yang ingin Anda kerjakan selama seharian
 Seorang pria berumur 90 tahun mengisahkan riwayat hidupnya kepada Anda
 Seorang anak berumur 5 tahun sedang menjelaskan bagaimana ia membangun istana pasir
 Salah seorang guru Anda sedang menyampaikan pelajaran di kelas
 Seorang penyiar radio/televisi sedang membacakan iklan

Cara-cara untuk Mengembangkan Kecerdasan Verbal-Linguistik

 Bergabunglah dengan seminar “Bedah Buku”


 Adakan permainan Trivial Pursuit.
 Lakukan permainan kata (misalnya anagram, Scrabble, TTS).
 Bergabunglah dengan klub pecinta buku.
 Hadirilah konferensi pengarang, ceramah, atau lokakarya tentang mengarang pada perguruan
tinggi setempat.
 Hadirilah acara penandatanganan buku atau peristiwa lain yang menampilkan penulis ternama.
 Rekam pembicaraan Anda sendiri dengan tape recorder dan dengarkan.

74
 Kunjungi perpustakaan dan/atau toko buku secara teratur.
 Berlanggananlah sebuah koran yang bermutu tinggi (misalnya Kompas, Republik, Jawa Post, The
Jakarta Post) dan atau majalah sastra (Horison) dan bacalah secara teratur.
 Bacalah sebuah buku setiap minggu dan buatlah perpustakaan pribadi.
 Bergabunglah dengan kelompok pidato (misalnya Toastmasters International) atau persiapkan
sebuah ceramah tidak resmi berdurasi sepuluh menit untuk acara kantor atau sosial.
 Belajarlah menggunakan program pengolah kata.
 Dengarkan rekaman ahli pidato, penyair, pendongeng, dan pembicara lain yang sudah terkenal
(bisa didapat di perpustakaan).
 Buatlah buku harian atau usahakan untuk menulis tentang apa saja yang ada dalam pikiran Anda
setiap harinya sebanyak 250 kata.
 Perhatikan berbagai gaya verbal (dialek, bahasa gaul, intonasi, kosa kata, dan sebagainya) dari
berbagai orang yang Anda jumpai setiap hari.
 Sediakan waktu untuk bercerita secara teratur dengan keluarga atau sahabat.
 Ciptakan leluco, teka-teki, atau permainan kata.
 Hadiri seminar membaca cepat.
 Ajarilah seseorang yang kemampuan membacanya rendah melalui organisasi nirlaba.
 Hafalkan puisi atau kutipan prosa kegemaran Anda.
 Sewa, pinjam, atau belilah kaset sastrawan besar dan dengarkan sewaktu Anda pergi atau
pulang kerja, atau dalam waktu lain.
 Lingkari kata asing yang Anda jumpai selama Anda membaca dan carilah artinya di dalam kamus.
 Belilah thesaurus, kamus sanjak, buku asal-usul kata, dan pedoman gaya penulisan, kemudian
gunakan buku itu secara teratur ketika Anda menulis.
 Kunjungi festival dongeng dan pelajari seni mendongeng.
 Gunakan salah satu kata baru dalam percakapan Anda sehari-hari.

2) Kecerdasan logis-matematis

Kemampuan menggunakan angka secara efektif dan penalaran secara baik. Kecerdasan
logis-matematis mencakup: perhitungan matematis; berfikir logis; pemecahan masalah;
pertimbangan deduktif dan induktif; ketajaman akan pola-pola

dan hubungan.

75
Karakteristik:

Gemar bereksperimen; pandai mengkategorikan sesuatu; melakukan pengukuran-pengukuran;


menganalisa; kuantifikasi; menuntut bukti konkrit dan empiris; memberikan penjelasan logis (terkait
linguistik); dapat mengkonstruksikan solusi sebelum diartikulasikan;

Tanda-tanda kesulitan:

Sulit menguasai konsep yang bersifat kuantitatif dan hubungan sebab-akibat; sulit menangkap
simbol dan konsep abstrak; kurang terampil memecahkan masalah secara logis; sulit memahami
pola-pola dan hubungan; tidak mampu mengajukan dan menguji hipotesis; tidak tertarik pada bahan
informasi angka dan grafik; kurang tertarik pada operasi kompleks yang melibatkan angka dan
komputer; tidak tertarik pada bidang-bidang yang akrab dengan operasi angka dan pengembangan
wawasan baru.

Upaya menstimulasi:

Menyelesaikan puzzle sebagai cara melatih menyelesaikan masalah; mengenalkan bentuk geometri;
memperkenalkan bilangan sajak berirama dan lagu; eksplorasi; pikiran melalui diskusi dan olah pikir;
pengenalan pola; eksperimen di alam; memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep
matematika; menggambar dan membaca; memperkenalkan kerja perancangan; melatih membuat
perancangan; menggunakan pendekatan proyek dalam pembelajaran;

Cara-cara untuk Mengembangkan Kecerdasan Logis-Matematis

 Lakukan permainan logis-matematis (Go, Clue, domino) dengan teman atau keluarga.
 Pelajari cara menggunakan sempoa.
 Kerjakan teka-teki logika/pengasah otak.
 Siapkan kalkulator untuk menghitung soal matematika yang Anda hadapi dalam hidup sehari-
hari.
 Pelajari sebuah bahasa komputer, misalnya LOGO, BASIC, atau PASCAL.
 Belilah peralatan kimia atau perangkat sains lainnya dan lakukan beberapa percobaan.
 Adakan diskusi keluarga tentang konsep matematika atau sains di dalam berita.
 Ambil kursus tentang sains atau matematika dasar diperguruan tinggi setempat atau belilah
buku yang harus dipelajari secara mandiri.

76
 Berlatihlah menghitung soal matematika sederhana luar kepala.
 Bacalah bagian bisnis di surat kabar dan carilah konsep ekonomi atau keuangan yang belum
Anda kenal.
 Bacalah berita tentang penemuan matematika dan/atau sains yang terkenal.
 Kunjungilah museum sain, Planetarium, akuarium, atau pusat sains lainnya.
 Pelajari cara menggunakan heuristika dalam memecahkan masalah.
 Bentuk suatu kelompok diskusi atau lingkungan studi untuk membahas penemuan ilmiah
mutakhir serta implikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
 Tontonlah tayangan dokumenter di televisi tentang konsep sains yang penting.
 Lingkari konser sains atau ungkapan matematika yang belum Anda kenal dalam bacaan yang
sedang Anda geluti dan carilah penjelasannya di dalam buku atau dari orang yang
mengetahuinya.
 Buatlah rekaman suara Anda yang sedang berbicara keras-keras tentang cara memecahkan soal
matematika yang sulit.
 Identifikasikan prinsip ilmiah yang ada di sekitar rumah dan pemukimanAnda.
 Berlanggananlah majalah ilmiah seperti Science, Omni, atau scientific American.
 Hadapi, jangan hindari, soal matematika dalam hidup sehari-hari (menghitung tip, menghitung
buku cek, menentukan suku bunga pinjaman, dan seterus-nya), belilah teleskop, mikroskop, atau
alat pembesar lain dan gunakanlah untuk meneliti alam sekitar Anda.
 Ajarkan konsep matematika atau sains kepada seseorang yang kurang mengetahuinya.
 Kunjungilah laboratorium sains atau tempat lain di mana konsep sains dan/atau matematika
digunakan.
 Gunakan balok, butir kacang, atau benda konkret lain dalam mempelajari konsep matematika
yang masih baru.
 Buatlah kelompok pendukung “orang yang takut matematika” bagi mereka yang merasa cemas
bila dipaksa berurusan dengan angka.

3) Kecerdasan visual-spasial

Kemampuan berpikir secara visual, imajinatif dan kreatif, khususnya terhadap objek
tiga dimensi.Kecerdasan visual-spasial meliputi: kemampuan mengenali objek dari sudut
pandang yang berbeda; kemampuan membayangkan ruang gerak & jarak secara internal pada
suatu konfigurasi; kemampuan memahami hubungan spasial antara dirinya dengan benda
lain.

77
Peristiwa itu menyangkut kecerdasan dalam melihat yang disebut kecerdasan,dengan
kecerdasan spasial melihat segala sesuatu entah dalam dunia ―nyata‖ atau dalam
pikirannyayang cenderung terlewatkan oleh orang lain. Ia juga mempunyai kemampuan
untuk mencetak dan membentuk gambaran ini, entah melalui sarjana jasmaniah seperti
menggambar, mematung, membangun, dan menjadi penemu, atau melalui rotasi dan
transformasi mental dari gambaran subjektif. Bagian ini melukiskan berbagai macam
kecerdasan spasial dan menjajaki cara Anda--seperti asisten Agassiz--mampu
mengembangkan kekuatan visual-spasial Anda melalui kesabaran dan latihan terus menerus.

Berpikir Secara Visual

Salah satu hasil visualisasi cerdas yang paling mendalam adalah perangsangan profesi
kreatif dan dipupuknya proses pemikiran tingkat tinggi. Menurut Rudolf Arnheim, profesor
emeritus psikologi seni di HarvardUniversity, praktis semua pemikiran--bahkan pemikiran
yang paling abstrak dan teoretis--bersifat visual.

Peta Mental

Buatlah sketsa untuk setiap keterangan berikut, Anda tidak perlu membuatnya serapi
mungkin atau ingin membuat sesuatu yang dapat dipamerkan kepada orang lain. Yang
penting buatlah detail sebanyak-banyaknya dalam lukisan Anda (jangan melihat karya
rujukan sampai Anda selesai):

 Peta lingkungan tempat tinggal Anda


 Denah rumah Anda
 Gambar tentang konsep demokrasi
 Diagram tubuh manusia bagian dalam
 Peta dunia yang melukiskan semua benua
 Diagram bagian dalam mesin cuci
Anda dapat membandingkan pemikiran visual Anda dengan melihat peta kota, peta dunia,
denah rumah, buku anatomi, bukuVisual Thingking yang memuat sketsa tentang
―demokrasi‖, dan/atau buku seperti TheWay Things Workyang menerangkan bagian dalam
mesin. Bagaimana sketsa yang Anda gambar melambangkan pengetahuan Anda tentang
dunia? Apakah sketsa tersebut memberi gambaran tentang cara kerja pikiran Anda? Mintalah
teman yang lain untuk melakukan latihan ini dan bandingkan sketsanya.

78
Karakteristik:

Peka dan cermat dalam mengamati suatu objek; mampu berpikir dalam gambar; menemukan
pemecahan masalah tanpa menuliskan sesuatu; mudah membayangkan bentuk-bentuk
geometri atau bangun tiga dimensi; mampu memvisualisasikan sesuatu dalam grafik; pandai
mengarahkan diri dalam ruang secara tepat;

Kecenderungan lain:

Suka bermain puzzle dan maze, menggambar, bermain balok; tampak sering melamun;
mengamati lingkungan secara holistik; menyimpan informasi secara nonsekuen; menyukai
presentasi visual; suka mencari kesalahan detail yang diabaikan orang lain; kesadaran akan jarak
dan orientasi tubuh mereka. kemampuan visual-spasial ini biasa menonjol pada anak tuna rungu

Upaya menstimulasi
Menggambar atau melukis; menyanyi, mengenal dan membayangkan suatu konsep; membuat
prakarya; mengunjungi dan mengamati berbagai tempat; permainan dan tugas konstruktif;
mengatur dan merancang, seperti tata ruang.

Cara-cara untuk Mengembangkan Kecerdasan Spasial

 Mainkan pictionary, tic-tac-toe tiga dimensi, atau permainan berpikir visual lainnya.
 Mainkan puzzle, kubus Rubik, rumah sesat, atau teka-teki visual lainnya.
 Belilah program peranti lunak untuk desain grafis dan ciptakan rancangan lukisan dan
gambar dengan komputer.
 Pelajari fotografi dan gunakan kamera untuk merekam kesan visual Anda.
 Belilah camcorder dan ciptakan presentasi video.
 Tontonlah film dan tayangan televisi dan perhatikan penggunaan cahaya, gerakan kamera,
warna, dan unsur sinematik lainnya.
 Dekorasi ulanglah interior atau taman rumah Anda.
 Susunlah perpustakaan gambar denganmengumpulkan gambar kegemaran Anda dari
majalah atau surat kabar.

79
 Pelajari keterampilan menentukan arah sebagai pedoman melakukan olahraga hiking di
alam terbuka.
 Pelajarilah ilmu ukur.
 Ikutilah pelajaran melukis, mematung, menggambar, fotografi, video, desain grafis, atau
seni visual lainnya.
 Pelajarilah bahasa yang berbasis ideografi seperti bahasa Mandarin.
 Gunakan model tiga dimensi dari ide yang Anda miliki untuk penemuan atau proyek lain.
 Pelajari cara menggunakan dan menginterpretasikan bagan alir, bagan keputusan,
diagram, dan bentuk representasi visual lainnya.
 Belilah kamus visual dan pelajari cara kerja mesin sederhana dan benda-benda lain.
 Jelajahi ruang sekitar dengan menutup kedua mata Anda dan membiarkan seorang teman
menuntun Anda melalui rumah atau halaman.
 Berlatihlah mencari bentukan gambar dan lukisan pada awan, retakan dinding, atau gejala
alam lain maupun gejala buatan manusia.
 Kembangkan simbol visual Anda untuk mencatat (gunakan anak panah, lingkaran
bintang, spiral, kode warna, gambar, atau bentuk visual lainnya).
 Kunjungi seorang insinyur mesin, arsitek, seniman, atau desainer untuk melihat
bagaimana ia menggunakan kemampuan spasialnya dalam bekerja.
 Luangkan waktu untuk melakukan kegiatan kesenian bersama keluarga atau teman-
teman.
 Pelajarilah peta negara dan kota Anda, denah rumah, dan sistem perlambangan visual
yang lain.
 Buatlah struktur benda dengan logo, D-stix, hesafleksagon, balok mainan, atau bahan
mainan tiga dimensi untuk membentuk bangunan.
 Pelajari ilusi optis (misalnya dalam buku teka-teki, di museum ilmu pengetahuan, melalui
permainan ilusi optik, dan sebagainya).
 Sewa, pinjam, atau belilah videotape“how to” dalam bidang khusus yang Anda minati.
 Gunakan lukisan, foto, dan diagram dalam surat, proyek, dan presentasi.

4) Kecerdasan kinestetik

Kemampuan menggunakan badan untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan dan


menyelesaikan problem (Amstrong, 1994; Gardner, 1993; Lazear, 1991). Kemampuan untuk
menggerakkan objek dan mengembangkan keterampilan motorik yang halus.Kecerdasan ini

80
mencakup:keseimbangan; kelenturan; kegesitan; ketangkasan; kontrol; keanggunan; dan ketahanan
dalam gerak tubuh.

Karakteristik:

Kecenderungan bertubuh atletis; menguasai banyak keterampilan fisik; memiliki keterampilan


motorik halus dan kasar yang baik; merasakan dan mampu melakukan bagaimana seharusnya tubuh
membentuk; menggunakan tubuh untuk ekspresikan ide & perasaan; terampil menghasilkan dan
memindahkan sesuatu dengan tangan & gerak kinestetik lain.

Kecenderungan lain
Senang bergerak; sulit diminta duduk diam; senang menyentuh sesuatu; koordinasi gerak tubuh
yang baik; tangkas dan cepat; senang dengan kerajinan tangan; merespon dengan baik komunikasi
nonverbal; memecahkan masalah dengan tubuhnya.

Upaya menstimulasi:

Menari; bermain peran; senam otak; melatih gesture fisik; derama, pantomim; latihan fisik dan
berbagai bentuk olahraga.

Cara-CaraUntuk Mengembangkan Kecerdasan Kinestetik-Jasmani

 Bergabunglah dengan regu olahraga yang berkaitan dengan pekerjaan atau regu olahraga di
lingkungan perumahan (sofbol, basket, sepakbola, atau olahraga beregu lainnya).
 Belajarlah berenang, main ski, golf, tenis, atau senam yang kesemuanya merupakan olahraga
perorangan.
 Pelajarilah seni beladiri seperti aikido, yudo atau karate.
 Berlatihlah secara teratur dan catatlah ide yang muncul selama berolahraga.
 Pelajarilah suatu keterampilan seperti bertukang, menenun, mengukir, atau merenda.
 Ikuti kursus seni membentuk tanah liat atau batu.
 Pelajari yoga atau sistem kesadaran atau relaksasi jasmaniah lainnya.
 Mainkan video game yang membutuhkan refleks cepat.

81
 Ikuti pelajaran menari (tarian modern, dansa, balet, atau yang lain) atau luangkan waktu untuk
melibatkan diri dalam kegiatan kreatif bebas kreasi Anda sendiri.
 Lakukan hobi yang mudah dilakukan di sekitar rumah anda seperti berkebun, memasak, atau
membuat maket.
 Pelajari bahasa isyarat atau huruf braille.
 Kenakan penutup mata dan mintalah seorang teman untuk membimbing Anda untuk
menjelajahi alam sekitar dengan kedua tangan.
 Kumpulkan benda-benda yang mempunyai berbagai macam tekstur (sutra, batu halus, kertas
amplas, dan sebagainya).
 Titilah batu pembatas trotoar atau gelegar untuk memperbaiki keseimbangan Anda.
 Latihlah regu basket anak-anak atau kelompok lain atau olahraga perorangan tertentu.
 Susunlah sebuah program latihan beban dan/atau program aerobik untuk Anda sendiri di bawah
pengawasan dokter atau klub kesehatan.
 Mainkan charade (menebak kata yang dikomunikasikan melalui pantonim) bersama teman atau
keluarga.
 Lakukan kegiatan yang menggugah kesadaran pancaindra yang membuat Anda bersentuhan
dengan persepsi dan sensasi jasmani.
 Balajarlah pada seorang ahli terapi yang menguasai disiplin ilmu psikofisik seperti teknik Rolfing,
teknik Alexander, bioenergetika,atau Firldenkrais.
 Pelajari cara memijat orang lain atau diri sendiri dengan menggunakan akupresur, do-in (pijat
leher), atau sistem pijat lainnya.
 Kembangkan koordinasi mata dengan Anda melalui olahraga boling, melempar cakram,
melempar bola basket, atau belajar menyulam.
 Pelajarilah keterampilan yang membutuhkan sentuhan halus maupun kelincahan tangan seperti
mengetik atau memainkan alat musik.
 Jangan lewatkan bayangan kinestetik yang muncul dalam mimpi dan lamunan di siang hari.
 Ikuti pelajaran akting atau pantonim atau bergabunglah dengan kelompok derama setempat
 Pelajari suatu kegiatan praktis yang membutuhkan keluwesan jasmani seperti upacara teh
Jepang.

5) Kecerdasan musik

Kemampuan memahami dan menyusun pola titi nada, irama, dan melodi.

82
Tingkat sensitivitas dan kemampuan mengenali, mengikuti, dan menghasilkan berbagai pola
titinada. Stimulasi kecerdasan ini berpengaruh besar terhadap aspek kecerdasan lainnya,
terutama logis, linguistik dan spasial (khusus dari musik klasik).

Karakteristik:

Mudah mengenali dan mengingat nada-nada; cakap mentransformasikan kata-kata menjadi lagu;
pintar melantunkan beat lagu dengan bagus; suka menggunakan kosakata musikal; peka terhadap
ritme, ketukan, melodi atau warna suara pada sebuah potongan komposisi musik.

Kecenderungan lain
Suka menyanyi dan memutar lagu-lagu; suka melakukan gerak berirama; sukamelakukan kegiatan
diiringi musik; menggambar dengan musik; suka memanipulasi komposisi musik; mencoba-coba
membuat alat musik.

Upaya menstimulasi:

Menyanyikan atau memutarkan lagu-lagu; latihan mengenal ritme; belajar bersenandung;


melakukan gerak berirama; latihan lagu dan aksi (operet); mendengarkan musik bersama;
menggambar dengan musik; aplikasi teknologi musik; membuat alat musik.

Cara-Cara untuk Mengembangkan Kecerdasan Musikal Anda

 Bernyanyilah di kamar mandi atau ketika pergi ke tempat kerja.


 Mainkan permainan musikal bersama teman-teman.
 Kunjungilah konser atau pertunjukan musik.
 Buatlah koleksi rekaman musik favorit dan dengarkan secara teratur.
 Bergabunglah dengan paduan suara sekolah/kampus atau lingkungan Anda.
 Ikuti pelajaran musik formal untuk mempelajari alat musik tertentu.
 Bekerjalah dengan ahli terapi musik.
 Luangkan waktu selama satu jam setiap minggu untuk mendengarkan gaya musik yang
tidak Anda kenal (jazz, country western, klasik,musik tradisional, musik internasional,
atau jenis musik lain).
 Tentukan waktu untuk menyanyi bersama keluarga.

83
 Belilah keyboard elektronik dan pelajari not dan melodi sederhana.
 Belilah alat musik perkusi di sebuah toko mainan, dan mainkan alat itu menurut irama
musik yang sedang diputar.
 Ikutilah kursus apresiasi musik atau teori musik di perguruan tinggi setempat.
 Bacalah kritik musik di surat kabar dan majalah.
 Jadilah relawan untuk bernyanyi di rumah jompo, rumah sakit, atau tempat penitipan
anak.
 Biasakan untuk belajar, bekerja, atau makan, dengan diiringi musik, pada waktu yang
biasanya tenang.
 Adakan diskusi tentang musik bersama teman-teman.
 Baca artikel tentang kehidupan komponis dan pemain musik terkenal.
 Dengarkan melodi atau ritme yang secara alami muncul seperti langkah kaki, kicau
burung, dan bunyi mesin cuci.
 Cari kembali musik kegemaran Anda semasa kanak-kanak.
 Karanglah lagu ciptaan Anda sendiri.
 Ciptakan otobigrafi musikal Anda dengan mengumpulkan kaset yang populer dalam
berbagai tahap kehidupan Anda.
 Buatlah daftar semua musik yang Anda dengar dalam perjalanan, mulai dari Muzak di
supermarket hingga musik radio dan televisi.
 Belilah peralatan berteknologi tinggi (interfaceMIDI, peranti lunak komputer) yang
memungkinkan Anda untuk mempelajari teori musik atau memainkan instrumen musik
dengan komputer.
 Lakukan semua komunikasi dangan keluarga atau teman selama satu dua jam dengan
bernyanyi.
 Pelajarilah program pelatihan musik khusus, seperti sister Suzuki, kodaly, Orff-
Schulwerk, dan Dalcroze.

6) Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan
orang lain secara efektif.

Karakteristik:

84
Memiliki interaksi yang baik dengan orang lain; pandai menjalin hubungan sosial; mampu
mengetahui dan menggunakan berbagai cara saat berinteraksi; mampu merasakan perasaan, pikiran
dan tingkah laku serta harapan orang lain; mampu bekerjasama dengan orang lain; pandai
mempengaruhi orang lain; mau menerima dan memanfaatkan balikan orang lain.

Kecenderungan lain
Biasanya lebih menonjol dan terpilih menjadi pemimpin kelompok; menikmati suasana
kebersamaan; tertarik pada perbedaan budaya dan kegiatan sosial; gemar humor saat
berkomunikasi.

Upaya menstimulasi:

Mengembangkan dukungan kelompok (group supportive); menetapkan aturan tingkah laku yang
mendukung; memberikan kesempatan bertanggung jawab; bersama-sama menyelesaikan konflik;
melakukan kegiatan sosial di lingkungan sekitar; menumbuhkan sikap ramah dan memahami
keragaman budaya dan adat istiadat; mengajak bermain talking stick.

Robert Bolton membagi komunikasi antarpribadi dalam 4 hal yakni: keterampilan


mendengarkan, menegaskan, menyelesaikan konflik, dan bekerja sama untuk menyelesaikan
masalah.

Cara meningkatkan kemampuan mendengarkan secara aktif adalah:

 Menghadapi orang lain dengan penuh perhatian


 Mempertahankan sikap terbuka
 Menghindari gerakan yang mengganggu
 Menjalin kontak mata yang baik
 Menggunakan “kalimat pembuka” yang cocok untuk berkomunikasi
 Memberikan isyarat sederhana selama berkomunikasi untuk mendorong seseorang
menyampaikan kisahnya
 Mempertahankan sikap diam yang penuh perhatian ketika orang lain berbicara
 Merumuskan kembali pokok pembicaraan orang lain
 Tunjukkan empati anda kepada orang lain
 Dengan ringkas menyarikan inti percakapan

85
Pedoman pokok menuju efektifitas antarpribadi:

 Jangan mengkritik, menghakimi, atau mengeluh


 Beri penghargaan yang jujur dan tulus
 Tunjukkan minat yang tulus terhadap orang lain
 Tersenyumlah
 Buatlah orang lain merasa penting
 Ajukan pertanyaan, jangan memberi perintah langsung

Cara-Cara Untuk Mengembangkan Kecerdasan Antarpribadi

 Belilah kotak kartu nama, penuhi dengan nama kontak bisnis, teman, kenalan, kerabat, dan
orang lain, dan tetaplah menjalin hubungan dengan mereka
 Tetaplan untuk mengenal teman baru setiap harinya
 Bergabunglah dengan kelompok relawan atau kelompok yang berorientasi pemberian
layanan
 Luangkan waktu selama 15 menit setiap hari untuk mempraktikkan mendengarkan secara
aktif dengan teman dekat Anda
 Selenggarakan sebuah pesta undanglah sekurang-kurangnya tiga orang yang tidak begitu
Anda kenal
 Hadiri sebuah sesi psikoterapi kelompok
 Ambil peran kepemimpinan dalam kelompok Anda
 Ikuti sebuah kursus keterampilan komunikasi antarpribadi
 Buatlah kelompok pendukung sendiri
 Bekerjasamalah dengan satu orang atau lebih dalam sebuah proyek berdasarkan kesamaan
minat
 Adakan pertemuan keluarga secara teratur
 Berkomunikasilah dengan orang lain melalui jaringan komputer via buletin elektronik
 Adakan sesi sumbang saran secara berkelompok di tempat kerja Anda
 Ikuti retret pasangan suami istri
 Kuasai seni perilaku sosial yang wajar dengan membaca buku tentang sopan santun
 Mulailah percakapan dengan orang-orang di tempat umum (supermarket, bandara,
terminal, dll.)

86
 Mulailah menyurati orang-orang dalam sebuah jaringan kerja di seluruh negeri bahkan luar
negeri
 Hadirilah reuni keluarga, sekolah atau di tempat kerja
 Berkenalanlah dengan anggota masyarakat kebudayaan
 Mainkan pertandingan di luar rumah yang tidak kompetitif atau kooperatif bersama keluarga
dan teman
 Bergabunglah dengan kelompok yang bertujuan membantu Anda bertemu dengan orang-
orang baru
 Tawarkan diri Anda untuk mengajar, membimbing orang lain melalui organisasi sukarela
 Luangkan waktu 15 menit setiap hari selama satu atau dua minggu untuk mengamati cara
orang lain berinteraksi di tempat umum
 Renungkan hubungan Anda dengan orang sekitar
 Pelajarilah kehidupan orang yang terkenal yang mahir bersosialisasi melalui riwayat hidup,
film, dan media lain.

7) Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang
diri sendiri dan menggunakannya dalam mengarahkan kehidupan sendiri.

Karakteristik:

Memiliki kepekaan perasaan dan situasi yang tengah berlangsung; memahami diri dan memiliki citra
diri yang positif; mampu berinstrospeksi; mampu mengendalikan diri dalam situasi konflik;
mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam lingkungan sosial; tahu kepada siapa
harus minta bantuan saat memerlukan.

Ciri-ciri lain

Umumnya memiliki etika yang baik; terkadang tampak pemalu dan pendiam di lingkungan sosial;
mampu menemukan cara untuk mengekspresikan perasaan dan pemikirannya secara tepat; mampu
mengungkapkan diri dengan baik; memiliki motivasi untuk mencapai yang diinginkan; kerap
penasaran akan makna hidup, relevansi dan tujuan sesuatu; sering membuat catatan dan gambar
mengenai perasaannya; mencari dan berusaha memahami pengalaman batinnya; memiliki tanggung

87
jawab kemanusiaan; kadang lebih suka bekerja sendiri (bukan berarti antisosial); merasa bebas
untuk berkreasi.

Upaya menstimulasi

Mengembangkan program 4A atau P3K dalam pembimbingan (attention/perhatian;


acceptance/penerimaan; appreciation/penghargaan; affection/kasih sayang); menciptaan citra diri
yang positif; pengembangan suasana lingkungan belajar yang mendukung; penuangan isi hati dalam
buku harian; mengajak berbincang tentang kelebihan, kelemahan, dan minat anak; mendorong anak
untuk menggambar diri menurut sudut pandangnya; mengajak membayangkan diri di masa depan;
berimajinasi akan satu tokoh dalam suatu cerita; memberi kesempatan anak ajukan pertanyaan;
membuat puisi dan lagu; menulis surat pada kawan, nenek, dll.

Cara-Cara Untuk Mengembangkan Kecerdasan Intrapersonal

 Datangi bimbingan individu atau psikoterapi


 Pelajari “peta diri” dalam sosiologi
 Belajarlah bermeditasi
 Dengarkan kaset atau video tentang motivasi
 Tuliskan otobiografi Anda
 Ciptakan ritual pribadi atau ritual perjalanan hidup Anda
 Rekam dan tafsirlah mimpi Anda secara teratur
 Bacalah buku self-help
 Tentukan tempat yang tenang di rumah Anda untuk melakukan introspeksi
 Belajarlah sesuatu yang baru, misalnya keterampilan, bahasa atau kumpulan pengetahuan
dalam bidang yang Anda minati secara otodidak
 Mulailah bisnis Anda sendiri
 Kembangkan hobi antau minat yang membuat Anda berbeda dari orang banyak
 Ikutilah pelajaran tentang latihan bersikap tegas atau pengembangan kepercayaan diri
 Ikuti serangkaian tes yang dirancang untuk menilai kekuatan dan kelemahan khusus Anda
dalam berbagai bidang
 Tentukan sasaran jangka pendek dan panjang Anda kemudian tindaklanjuti rencana itu
 Hadirilah seminar yang dirancang untuk mengajar Anda mengenal diri sendiri

88
 Buatlah buku atau catatan harian untuk merekam gagasan, perasaan, saran, dan kenangan
Anda
 Amatilah biografi atau otobiografi orang besar yang memiliki kepribadian hebat
 Libatkanlah Anda dalam perilakuyang meningkatkan harga diri sehari-hari
 Ikuti doa di rumah ibadah secara teratur
 Lakukan sesuatu yang menyenangkan diri Anda sekurangnya satu kali sehari
 Caritahu mana “mitos” pribadi Anda dan hayatilah
 Sediakan cermin untuk mengamati ekspresi Anda dalam keadaan batin atau pikiran yang
berbeda-beda
 Luangkan waktu 10 menit setiap petang untuk meninjau kembali secara mental berbagai
macam perasaan dan gagasan yang Anda alami hari itu
 Luangkan waktu dengan orang yang mempunyai kepercayaan diri yang kuat dan wajar

8) Kecerdasan Naturalis
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan mengenali dan mengklasifikasikan tanaman, batu-
batuan, binatang, dan artefak atau simbol-simbol budaya. Kecerdasan naturalis berkenaan
dengan kemampuan mengamati dan merasakan bentuk-bentuk dan menghubungkan elemen-
elemen yang ada di alam.

Karakteristik:

Memiliki ketertarikan yang besar padadunia luar, sangat berminat pada lingkungan, bumi, dan
spesies; gemar mengumpulkan benda-benda alam; pandai menandai kesamaan dan perbedaan yang
ada di sekitar, mengingat dan menandai kekhasan suatu benda, tumbuhan atau binatang; selalu
ingin mengetahui detail benda dan makhluk di sekitar.

Kecenderungan lain

Lebih menyukai bermain di luar rumah; suka menyendiri dan mengamati benda-benda atau makhluk
di sekitar; suka memandangi benda-benda angkasa, dan perubahan alam;tidak takut dengan
binatang yang umumnyadipandang menjijikkan; menikmati benda, cerita, dan tontonan tentang
fenomena alam; serta menikmati dan gemarberkemah, hiking dan sejenisnya.

89
Upaya menstimulasi

Menyediakan atau bahkan mengajak membuat diorama mini untuk serangga, bebatuan dll;
menyediakan atau mengunjungi tempat-tempat pemeliharaan binatang, tanaman, dan koleksi
benda-benda alam; berpetualang di hutan; koleksi perangko gambar tumbuhan dan binatang;
sediakan gambar, cerita, dan film tentang kehidupan alam; pengamatan terhadap tumbuhan tanpa
tanah; penambahan pengetahuan tentang alam, seperti: pengenalan jenis, penjelasan asal mula
makhluk, mengantisipasi bahaya alam; rancangan bahan belajar mengenai kehidupan alam;
pemberian kesempatan mengeksplorasi isi alam.

Di samping kedelapan inteligensi di atas, masih terdapat dua kandidat inteligensi yaitu
inteligensi eksistensial dan inteligensi spiritual. Namun, Gardner belum begituyakin bahwa keduanya
merupakan inteligensi, sebab masih belum ditemukan bukti-bukti kuat bahwa keduanya memenuhi
syarat-syarat sebagai inteligensi.

Cara-cara Untuk Mengembangkan kecerdasan Naturalis, sebagaimana yang disarankan oleh


Amstrong (1999)

 Kenali benda alam yang ada di halaman belakang rumah Anda (seperti : serangga, burung,
tanaman, dan sebagainya).
 Mintalah anak-anak Anda (atau anak-anak tetangga) untuk menceritakan apa yang diketahuinya
tentang alam.
 Selidiki situs internet yang berkaitan dengan dunia alam (gunakan mesin pencari seperti Yahoo!,
Lycos, atau Alta Vista, dan carilah kata ekologi, alam, botani, burung, dan sebagainya).
 Lihatlah daftar acara televisi minggu ini dan catatlah tayangan yang berkaitan dengan segi alam
yang ingin Anda pelajari lebih lanjut (misalnya gunung berapi, simpanse, angin puting beliung).
 Libatkanlah diri Anda dalam kehidupan politik atau sosial yang berhubungan dengan pelestarian
alam (Anda dapat menyurati anggota DPR untuk menyelamatkan hutan di wilayah Anda,
bergabunglah dengan Sierra Club atau LSM lingkungan hidup, mulailah sebuah petisi untuk
menyelamatkan pohon bersejarah yang akan ditebang di kampung Anda).
 Carilah suatu tempat di perkampungan Anda di mana dunia alami dijaga dan dipelajari (misalnya
di museum alam, kebun binatang taman), dan pergilah kesana secara teratur untuk menghadiri
ceramah dan mempelajari pamerannya.

90
 Pilih jenis binatang atau tumbuh-tumbuhan tertentu (misalnya kumbang atau bunga lili) dan
pelajari dengan sebanyak mungkin segala sesuatu yang berhubungan dengan makhluk itu
melalui buku, internet, wawancara dengan para pakar, dan dari pengamatan langsung.
 Jadikan kegiatan berkebun sebagai hobi, atau kalau Anda sudah berkebun, selidikilah sejumlah
segi baru yang berhubungan dengannya (misalnya seni membentuk pohon, membuat tanaman
bonsai).
 Jadilah sukarelawan yang bertugas membawa sekelompok anak menjelajahi alam bebas sebagai
sarana mempelajari segi tertentu secara lebih mendalam (misalnya pramuka, kelompok
penjelajah).
 Jadilah pelanggan majalah yang bertemakan alam (misalnya National Geographic) dan bacalah
secara teratur.
 Bacalah biografi atau otobiografi ahli alam terkenal (misalnya E.O. Wilson yang menulis
otobiografi berjudul Naturalists, atau Jane Goodall dengan bukunya My Life with the
Chimpanzee, atau biografi George Washington Carver karangan Linda McMurray).
 Pergilah berkemah atau lakukan perjalanan dengan membawa tas punggung, atau luangkan
sejumlah waktu dalam setiap hari untuk mengamati alam.
 Buatlah daftar segala binatang (termasuk jenis burung) yang hidup di wilayah Anda.
 Buatlah ‘buku harian seorang naturalis’ yang mencatat pengamatan Anda, pertanyaan mengenai
cara kerja alam, dan sumber yang Anda temukan.
 Belilah teropong binokuler dan kaca pembesar, dan pergilah keluar sekali seminggu ke wilayah
‘alam bebas; di permukiman Anda (misalnya pekarangan kosong, taman) untuk menjelajahi
dunia alam tersebut.

B. Prinsip-Prinsip Memperhatikan Kecerdasan Majemuk

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan guru berkaitan dengan kecerdasan
majemuk.Prinsip-prinsip tersebut menurut Amstrong (1994) sebagai berikut:

1. Setiap individu memiliki semua jenis kecerdasan

Teori kecerdasan majemuk mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan dari
kedelapan inteligensi. Kedelapan kecerdasan tersebut berfungsi sacara bersama-sama pada
setiap orang secara unik.

2. Kebanyakan individu dapat mengembangkan setiap jenis kecerdasan pada tingkat kemampuan
yang memadai. Howard Gardner meyakini bahwa setiap orang memiliki kemampuan

91
mengembangkan semua jenis kecerdasannya pada tingkat yang memadai jika diberikan
dorongan, pengayaan, dan pembelajaran yang layak.

3. Setiap kecerdasan biasanya bekerja bersama secara kompleks

Dalam kehidupan tidak ada kecerdasan yang berdiri sendiri, kecuali pada kasus tertentu yang
sangat langka.Dalam berfungsinya, kecerdasan berinteraksi antara satu kecerdasan dengan
kecerdasan yang lain dalam kehidupan individu.

4. Ada berbagai macam cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori kecerdasan

Tidak ada satu standar karakteristik yang harus digunakan sebagai kriteria untuk menentukan
kecerdasan dalam satu bidang tertentu. Bisa saja seseorang tidak bisa membaca, namun sangat
cerdas dari segi kemampuan kebahasaan karena ia mampu menceritakan suatu kisah yang
menakjubkan atau karena ia memiliki kosa kata yang sangat banyak.

C. Kecerdasan Majemuk dan Kesulitan Belajar

Di jaman global sekarang tidak mustahil kita temukan seseorang mengalami


kelemahan pada kecerdasan majemuk utamanya ditemukan di dunia persekolahan.
Kelemahan itu berhubungan dengan masalah belajar, sering ditemukan sekelompok siswa
yang memiliki kelemahan seperti tidak memiliki keterampilan bersandiwara, menyanyi,
menari, bercerita, bermimpi, mengungkap perasaan, dan berfikir jernih. Nyarisnya bilamana
individu memiliki kelemahan belajar justru ia menyembunyikan. Dalam banyak hal
seseorang yang mengalami kesulitan belajar di sebut sebagai tidak mampu belajar (learning
disabilities). Kelompok individu ini bukan disebabkan oleh kerusakan pada syaraf otak
melainkan mengalami banyak kesulitan dalam satu bidang akademis atau lebih. Sering
ditemukan kelompok siswa tidak mampu membaca, menulis, berhitung, ataupun melakukan
fungsi akademis lainnya, namun mempunyai kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata.

Pada umumnya kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan
adanya hambatan-hambatan dalam mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha yang
lebih keras lagi untuk dapat mengatasinya. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu
kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari, mungkin juga tidak
disadari oleh orang yang mengalaminya. Hambatan-hambatan itu dapat bersifat psikologis,

92
sosiologis maupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya. Siswa yang mengalami
kesulitan belajar akan mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil belajarnya,
sehingga prestasi yang dicapainya berada dibawah yang seharusnya.

Ada beberapa jenis atau macam kesulitan belajar, yaitu: learning disorder, learning
difunction, slow learner, dan underachiever.

Learning disorder adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena
timbulnya respon yang bertentangan (Ross, 1974). Pada dasarnya siswa yang mengalami
learning disorder tidak mengalami gangguan pada potensi dasarnya, tetapi belajarnya
terganggu karena adanya respon-respon yang bertentangan. Dengan demikian hasil belajar
yang akan dicapai lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.

Learning disfunction mengacu kepada gejala dimana proses belajar tidak berfungsi
dengan baik, meskipun sebenarnya anak tidak menunjukkan adanya abnormalitas mental,
gangguan alat dria, atau gangguan-gangguan psikologis lainnya.

Pengertian underachiever mengacu pada siswa-siswa yang memiliki potensi


intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
Sedangkan slow learner adalah siswa-siswa yang lambat dalam proses belajarnya, sehingga
siswa tersebut memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan tugas-tugasnya bila
dibandingkan dengan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.

Siswa-siswa yang tergolong kepada pengertian-pengertian tersebut akan mengalami


kesulitan belajar yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam proses belajarnya.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak pada berbagai jenis manifestasi
tingkah laku.

Gejala kesulitan belajar akan dimanifestasikan baik secara langsung atau tidak
langsung sebagaimana telah dikemukakan diatas, tingkah laku yang dimanifestasikannya
ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu. Gejala ini akan tampak dalam aspek-
aspek motorik, konatif, kognitif, dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang
dicapainya.

Dari antara jenis kesulitan belajar adalah ketidakmampuan belajar. Gejala


ketidakmampuan belajar mencakup segala sesuatu dari kesulitan dalam membaca dan
menulis, sehingga berdampak terjadinya kekacauan, kecanggungan, sulit bergaul, dan bahkan
depresi. Penyebab ketidakmampuan belajar itu berbeda-beda di antaranya: faktor keturunan,

93
trauma sebelum kelahiran atau selama kelahiran, dan kesulitan perkembangan selama masa
kanak-kanak. Individu yang mengalami ketidakmampuan belajar spesifik seringkali
memiliki masalah belajar yang terbatas hanya beberapa tugas atau keterampilan tertentu.
Seseorang siswa mungkin dapat membaca tetapi tidak mampu menulis. Yang lain mampu
menulis dengan baik tetapi menghadapi kesulitan berhitung. Yang lain lagi mungkin mahir
dalam sebagian besar mata pelajaran sekolah tetapi menghadapi kesulitan untuk mengenali
wajah kenalan (proso-pagnosia) atau kesulitan dalam mempelajari langkah dansa (dis-
praksia).

Teori kecerdasan majemuk menyajikan suatu model yang memaknai semua ketidakmampuan
belajar yang dialami seseorang. Teori itu mengatakan bahwa ada ketidakmampuan belajar
tertentu pada setiap kecerdasan. Karena kebudayaan Amerika sangat berorientasi pada
kecerdasan linguistikdan logis-matematis, maka sebagian besar ketidakmampuanbelajar yang
menjadi pusat perhatian masyarakat cenderungberkisar pada keterampilan nalar dan verbal:
disleksia (kesulitan membaca), disgrafia (kesulitan menulis), diskalkulia (kesulitan
berhitung), dan masalah-masalah akademis, kinestetik-jasmani, dan spasial, bahkan
ketidakmampuan dalam kecerdasan intrapribadi.

Berikut Daftar Pemeriksaan Kesulitan Belajar

Logis-Matematis:

___ Saya mempunyai kesulitan untuk mencocokkan saldo cek saya.

___ Saya mudah bingung apabila seseorang menjelaskan sebuah konsep ilmiah.

___ Seringkali saya membuat kesalahan jika menghitung penjumlahan sederhana.

___ Saya mempunyai kesulitan di sekolah dalam menguasai mata pelajaran pasca-

aritmatika seperti aljabar atau trigonometri.

___ Saya kurang menyukai berita-berita halaman bisnis surat kabar karena berita ekonomi
atau keuangan membuat saya bingung.

___ Saya masih menghitung dengan jari atau menggunakan metode konkret tertentu

(lainnya: simpoa) untuk menghitung angka.

___ Biasanya saya menjadi bingung jika mengerjakan teka-teki asah otak yang

94
membutuhkan pemikiran logis dalm buku teka-teki.

Kesulitan logis-matematis yang lain:…………………………………………………

Spasial:

___ Saya sulit melihat gambaran yang jelas dengan mata pikiran saya.

___ Kadang-kadangsaya tidak mengenali wajah orang yang seharusnya akrab

dengan saya.

___ Saya menghadapi kesulitan menemukan jalan di kota atau gedung yang kurang

saya kenal.

___ Kadang-kadang saya menghadapi masalah untuk mengutarakan mana kiri atau

kanan.

___ Saya masih menggambar bentuk orang dengan bentuk batang korek api.

___ Saya merasa kesulitan dalam pelajaran ilmu ukur sewaktu menjadi murid

sekolah menengah atas.

___ Saya buta warna atau mempunyai kesulitan lain dalam membedakan gradasi

warna.

___ Saya mempunyai kesulitan meniru bentuk dan desain sederhana pada sehelai

kertas.

Kesulitan spasial yang lain:…………………………………………………………

Linguistik:

___ Seringkali saya mengalami kesulitan dalam memahami apa yang saya baca.

___ Saya menghadapi kesulitan menerjemahkan gagasan saya kedalam kata-kata

tertulis.

___ Seringkali saya tidak mengucapkan kata-kata baru sebagaimana seharusnya.

___ Saya sering merasa kesulitan mengeluarkan kata yang pas untuk

95
menggambarkan sebuah benda, situasi, atau gagasan.

___ Cara membacanya seperti anak tingkat sekolah dasar karena saya kesulitan

memecahkan kode kata-kata yang tercetak.

___ Saya mempunyai kesulitan membedakan bunyi halus dalam bahasa (―b‖

dengan―p‖,‖th‖ dengan ―sh‖, dan sebagainya).

___ Seringkali saya dikoreksi orang lain (atau takut dikoreksi) karena ungkapan

yangmenyalahi tata bahasa dalam tulisan atau pembicaraan saya.

Kesulitan linguistik yang lain:……………………………………………………

Musikal:

___ Saya menghadapi kesulitan menyanyikan sebuah lagu.

___ Saya menghadapi kesulitan mengikuti irama musik.

___ Saya mempunyai kesulitan mengenali bagian musik yang tampaknya akrab

bagikeluarga dan teman saya.

___ Saya merasa sulit menikmati musik.

___ Hanya sedikit lagu (atau tak ada satu pun) yang betul-betul saya ingat.

___ Saya akan menghadapi kesulitan besar menyebut nama alat musik yang sedang

dimainkan dalam sebuah lagu ( misalnya cello atau biola).

___ Saya akan menghadapi kesulitan mencocokkan suara saya dengan suara nada

piano.

Kesulitan musikal yang lain:…………………………………………………………

Kinestetik-Jasmani:

___ ―Jari jempol saya semua‖ jika menyangkut melakukan sesuatu yang
membutuhkankoordinasi motor yang amat halus (misalnya jahit-menjahit, pekerjaan
tangan, dan sebagainya).

___ Saya tidak mampu melakukan koordinasi di lapangan atletik.

96
___ Saya mempunyaikesulitan besar mempelajari langkah tarian baru.

___ Saya enggan menyentuh benda di sekeliling saya.

___ Saya mempunyai kesulitan besar dalam mengungkapkan gagasan saya lewat gerak tubuh
(dalam tebak kata, berakting, berpantonim, dan sebagainya).

___ Saya relatif tidak menyadari tubuh saya.

___ Saya canggung bila melakukan gerakan jasmani sederhana seperti berjalan,

membereskan tempat tidur, atau mengatur meja.

Kesulitan kinestetik-jasmani yang lain:……………………………………………

Antarpribadi:

___ Saya sangat malu bila bertemu dengan orang-orang baru.

___ Saya seringkali mengalami kesalahpahaman atau bertengkar dengan orang

lain.

___ Saya sering bersikap bermusuhan atau membela diri di depan orang lain.

___ Seringkali saya mempunyai kesulitan besar untuk berempati pada orang lain.

___ Pada waktu krisis, saya hampir-hampir tidak punya dukungan sosial.

___ Pada umumnya saya menjalani hidup tanpa menyadari interaksi antarpribadi
yangberlangsung di sekitar saya.

___ Saya mempunyai masalah dalam ―membaca‖ suasana hati orang lain, maksud,

motivasi, dan perangainya.

Kesulitan antarpribadi yang lain:…………………………………………………

Intrapribadi:

___ Seringkali saya merasa rendah diri.

___ Saya mempunyai sedikit gambaran mengenai tujuan hidup saya.

___ Pada umumnya saya tidak menyadari bagaimana perasaan saya.

___ Seringkali saya takut ditinggalkan oleh orang yang akrab dengan saya.

97
___ Saya tidak suka meluangkan waktu sendirian.

___ Kadang-kadang saya mempunyai perasaan tidak nyata, seolah-olah saya tidak

sungguh-sungguh ada.

___ Saya mudah terganggu oleh peristiwa sederhana dalam hidup saya.

Kesulitan intrapribadi yang lain:…………………………………………………

Tujuh Cara Untuk Mempelajari Semua Kecerdasan

Apabila anda menemui kesulitan dalam mempelajari suatu konsep, keterampilan, atau
tugas baru, cobalah menghubungkan apa yang sedang Anda pelajari dengan sebanyak
mungkin kecerdasan yang berbeda-beda. Sebagai petunjuk umum, tentukan informasi yang
harus dipelajari berikut:

 Bicaralah, bacalah, atau tulislah (pendekatan linguistik)


 Lukislah, buat sketsa atau bayangkan (pendekatan spasial)
 Menarilah, buat modelnya, atau temukan kegiatan pekerjaan tangan lainnya
(pendekatan kinestetik-jasmani)
 Nyanyikan, senandungkan, cari musik ilustrasi baginya, atau putar musik latar belakang
ketika anda mempelajarinya (pendekatan musikal)
 Hubungan informasi itu dengan perasaan pribadi atau pengalaman batin (pendekatan
intrapribadi)
 Gagaskan, kuantifikasikan, atau renungkanlah secara kritis (pendekatan logis-
matematis)
 Latihlah bersama orang atau kelompok orang (pendekatan antarpribadi).
Sebagai gambaran, andaikata Anda terus-menerus keliru mengeja satu kata tertentu,
cobalah teknik berikut: ejalah kata itu keras-keras;bayangkanlah kata itu di mata pikiran
Anda; buatlah huruf kata dari mata pikiran Anda; buatlah huruf kata dari tanah liat;
nyanyikan huruf kata secara berirama sesuai dengan gubahan musik; ejalah kata itu dengan
perasaan; renungkan kaidah ejaan yang mungkin diikuti oleh kata itu; dan mintalah seorang
teman menguji Anda dalam mengeja kata tersebut. Mungkin Anda tidak bisa selalu
menemukan tujuh cara yang berbeda untuk mempelajari sesuatu yang baru, namun semakin
banyak kecerdasan yang Anda aktifkan, semakin banyak pula mata rantai yang akan Anda

98
bangun secara kognitif maupun neurologis dari sektor lemah otak menuju wilayah otak yang
kuat.

Rencana Permainan Untuk Melatih Mata Rantai Terlemah Anda

Pada ujung atas sehelai kertas, tuliskan sebuah wilayah kesulitan belajar yang
merisaukan Anda yang ingin Anda atasi dengan cara nyata/realistis (gunakan daftar periksa
pada bagian depan ini untuk membantu Anda memusatkan perhatian di wilayah itu).
Bersikaplah tegas. Misalnya: ―kesulitan membaca‖, ―masalah menggambar lukisan‖,
―ketidakmampuan untuk bergaul dengan rekan di tempat kerja‖, ―tuli nada‖, ―rasa takut
terhadap matematika‖, ―canggung bila berolahraga‖, dan seterusnya.

Tuliskan sebuah riwayat singkat mengenai masalah itu: bagaimana masalah itu
muncul dalam kehidupan Anda sehari-hari, bagaimana Anda mungkin telah membuat suatu
kedok untuk menyembunyikannya dari orang lain, dan bagaimana kedok itu telah
menghalangi Anda untuk menghayati hidup Anda. Kemudian pikirkan cara untuk
menyelesaikan masalah ini dengan membuat daftar sebanyak mungkin strategi yang dapat
Anda peroleh pada sehelai kertas lain.

Renungkanlah pertanyaan berikut dalam menyusun stretegi Anda:

 Bagaimana saya dapat menyingkirkan masalah tersebut dengan bantuan teknologi?


 Bagaimana saya dapat menyingkirkan masalah itu menggunakan sistem simbol
alternatif?
 Spesialis macam apakah yang dapat menolong saya mengatasi masalah ini?
 Buku khusus, program piranti lunak, permainan, atau alat peralatan belajar lain
manakah yang dapat saya pinjam, sewa, atau beli untuk menolong saya mengatasi
masalah ini?
 Sifat pribadi macam apakah (misalnya keberanian, niat teguh, ketekunan) yang harus
dikembangkan untuk menolong saya mengatasi situasi ini?
 Kursus khusus, magang, kelompok pendukung, atau program pendidikan
formal/informal lain atau organisasi manakah yang dapat menolong saya?
 Kegiatan manakah yang dapat saya lakukan untuk menjembatani wilayah yang lemah
dengan kecerdasan saya yang terkuat?
 Bagaimana saya dapat membuat orang di sekitar saya menampung kebutuhan belajar
saya agar kebutuhan ini tidak lagi menjadi masalah besar?

99
 Hal lain manakah yang dapat saya lakukan untuk mengatasi kesulitan ini?
Dari banyak gagasan yang muncul, pilih lima syarat yang tampaknya paling
bermanfaat, dan mulailah mengambil langkah untuk melaksanakannya.

Jika kesulitan Anda kebetulan menyangkut wilayah tulis-menulis, maka


pertimbangkan untuk melakukan latihan ini dengan cara lain: gunakan tape recorder, buatlah
diagram sebuah buku coret-coretan, berbicara dengan orang lain, atau melalui satu atau lebih
kecerdasan lain.

Beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan
belajar ialah:

a. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.

b. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa
yang selalu berusaha untuk belajar dengan giat tetapi nilai yang dicapainya selalu rendah.

c. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu tertinggal dari kawan-
kawannya dalam menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan waktu yang tersedia. Misalnya
rata-rata siswa menyelesaikan tugas dalam waktu 45 menit, maka siswa yang menghadapi
kesulitan belajar memerlukan waktu yang lebih lama karena dengan waktu yang tersedia
ia tidak dapat menyelesaikan tugasnya.

d. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-
pura, dusta.

e. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, misalnya membolos datang terlambat, tidak
mengerjakan tugas/PR, mengganggu di dalam dan di luar kelas, tidak mau/enggan
mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, mengasingkan diri, tersisihkan,
dan tidak mau bekerja sama.

f. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira menghadapi situasi tertentu, misalnya menghadapi
nilai rendah tidak menunjukkan adanya perasaan sedih atau menyesal.

Burton mengemukakan bahwa siswa dapat dianggap mengalami kesulitan belajar bila
menunjukkan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Selanjutnya Burton
mendefinisikan kegagalan belajar sebagai berikut:

100
a. Siswa dikatakan gagal, bila dalam batas waktu tertentu dia tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan (mastery level), misal minimal setiap mata pelajaran
telah ditetapkan guru (criterion referenced). Siswa-siswa ini dapat digolongkan ke dalam
kategori lower group.

b. Siswa dikatakan gagal, jika ia tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang
semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya, intelegensi, bakat) dia
diramalkan akan dapat mengerjakannya atau mencapai prestasi tersebut. Siswa ini dapat
digolongkan ke dalam under-achiever.

c. Siswa dikatakan gagal, bila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas
perkembangan termasuk penyesuaian sosial, sesuai dengan pola organismiknya pada fase
perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia siswa. Siswa
ini dikategorikan dalam kelompok slow-learner.

d. Siswa dikatakan gagal, jika dia tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang
diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya, siswa ini
dapat digolongkan kepada slow-learner atau belum matang (immature) sehingga harus
menjadi pengulang (repeater).

Dari keempat pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa siswa dapat diduga
mengalami kesulitan belajar bila siswa tersebut tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi
belajar tertentu (berdasarkan ukuran kriteria keberhasilan seperti yang dinyatakan dalam
SKM (Standard Ketuntasan Minimum) atau ukuran tingkat kapasitas atau kemampuan
belajarnya dalam batas-batas waktu tertentu (seperti yang ditetapkan dalam silabus dan
Satuan Acara Pembelajaran).

Patokan Gejala Kesulitan Belajar

Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang
mengalaminya, maka diperlukan adanya kriteria sebagai batas atau patokan untuk
menetapkannya (SKM). Dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas di mana seorang siswa
dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Kemajuan belajar seseorang dapat dilihat
dari segi pengalaman belajar yang harus dicapai setiap kompetensi dasar dan/atau materi
pokok pembelajaran, kedudukannya dalam kelompok yang memiliki potensi yang sama,
tingkat pencapaian hasil belajar dibandingkan dengan potensi (kemampuannya) dan dari segi
kepribadiannya. Berdasarkan hal ini kriteria kesulitan belajar dapat ditetapkan berdasar empat

101
hal, yaitu: (1) tujuan pendidikan, (2) kedudukan dalam kelompok, (3) perbandingan antara
potensi dengan prestasi, dan (4) kepribadian.

a. Tujuan Pendidikan

Dalam keseluruhan program pendidikan, tujuan pendidikan merupakan komponen


yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi (2002), tujuan pendidikan lebih dituangkan dalam perolehan
pengalaman belajar. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan
oleh siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar, dan
materi pembelajaran. Adapun standar perolehan belajar bilamana siswa menunjukkan
mastery learning (ketuntasan belajar, yang ditetapkan dalam SKM)

b. Kedudukan Dalam Kelompok

Kedudukan seseorang dalam kelompoknya akan merupakan ukuran dalam pencapaian


hasil belajar. Seorang siswa yang mendapat nilai 7 mungkin akan dianggap "terpandai" bila
siswa-siswa lainnya mendapat nilai di bawah 6. Sebaliknya dia akan dianggap kurang
bilamana siswa-siswa lainnya mendapat nilai di atas 7. Dengan demikian nilai yang dicapai
seseorang baru dapat memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi
orang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini kita dapat menandai siswa yang akan
diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu mereka yang memperoleh prestasi di bawah
prestasi kelompok secara keseluruhan.

c. Perbandingan Antara Potensi dan Prestasi

Prestasi belajar yang dicapai siswa bergantung pada potensi yang dimilikinya. Siswa
yang memiliki potensi yang tinggi cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi,
sebaliknya siswa yang memiliki potensi rendah akan cenderung mendapat prestasi belajar
yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi dan prestasi yang dicapai oleh
siswa, guru dapat memperkirakan sampai sejauhmana siswa dapat merealisasikan

102
potensinya. Jika terdapat perbedaan antara potensi dengan prestasi yang dimilikinya, berarti
bahwa mereka mendapat kesulitan belajar. Misalnya seorang siswa yang diperkirakan
mempunyai potensi untuk dapat meloncat setinggi 1,20 meter, tetapi ia hanya dapat meloncat
setinggi 1,00 meter, atau seseorang siswa memiliki IQ 130 tetapi ternyata ia memperoleh
nilai rendah untuk semua matapelajaran, maka diperkirakan siswa tersebut mengalami
kesulitan belajar.

d. Kepribadian

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa akan nampak dalam keseluruhan kepribadian
siswa. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan dalam aspek-aspek kepribadian.
Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan. Sebaliknya yang mangalami kesulitan belajar akan
menunjukkan pola-pola tingkah laku atau kepribadian yang menyimpang dari yang
seharunya, misalnya menunjukkan sikap acuh tak acuh, menentang, melalaikan tugas, sering
membolos, berdusta, dsb.

Kesulitan Belajar Sebagai Masalah Psikologis

Di atas telah terurai tentang gejala-gejala kesulitan belajar. Dari uraian tersebut, jelas
bahwa kesulitan belajar merupakan salah satu masalah dalam proses pendidikan yang
menuntut pemecahan dengan segera dan cermat. Gejala kesulitan belajar mempunyai
pengaruh yang langsung maupun tidak langsung terhadap proses pendidikan secara
keseluruhan. Adanya kesulitan belajar secara tidak langsung merupakan kesulitan dalam
proses pendidikan.

Sebagaimana diuraikan di atas, kesulitan belajar ditandai dengan adanya hambatan-


hambatan dalam proses belajar. Siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar akan
terhambat pross belajarnya, terutama dalam pencapaian tujuan. Hambatan-hambatan tersebut
akan memberikan dampak baik pada diri siswa sendiri maupun lingkungan, jika tidak segera
diatasi. Oleh karena itu kesulitan belajar perlu segera dicari pemecahannya.

Karena adanya kesulitan belajar, siswa yang mengalaminya tidak berhasil mencapai
tujuan, prestasi belajarnya rendah dibandingkan dengan kelompoknya, prestasinya di bawah
yang seharusnya dicapai menurut potensinya dan menunjukkan beberapa tingkah laku yang

103
salah. Hal-hal tersebut dapat mengakibatkan kegagalan dalam keseluruhan proses
pendidikannya. Di antaranya adalah berakibat timbulnya putus sekolah dan tidak lulus. Hal-
hal tersebut juga mempengaruhi kondisi psikologis siswa. Siswa yang mengalami kesulitan
belajar akan cenderung mengalami kecemasan, frustrasi, mengalami gangguan emosi,
masalah penyesuaian diri, dan gangguan-gangguan psikologis lainnya.

Dalam suatu studi tentang hubungan antara ciri-ciri kepribadian dengan prestasi
belajar ditemukan ciri-ciri yang berhubungan dengan prestasi belajar sebagai berikut:

1. Lebih banyak mengalami kecemasan dan kurang mampu mengontrol diri terhadap
kecemasannya.

2. Kurang mampu menyesuaikan diri dan kurang kepercayaan pada diri sendiri.

3. Kurang mampu mengikuti otoritas

4. Kurang mampu dalam penerimaan sosial

5. Lebih banyak mengalami konflik dan ketergantungan

6. Kegiatannya kurang berorientasi akademis dan sosial

Hasil-hasil studi yang lain menunjukkan bahwa mereka yang tergolong underachiever
ditandai dengan sikap negatif terhadap sekolah, kurang berminat dalam membaca,
menghindari persaingan, delinkwen, rendah tanggungjawab sosial dan motivasi akademisnya,
kurang mampu menggunakan uang, kurang mampu membaca dan berhitung, menunjukkan
gejala-gejala psikotis dan neurotis, tidak mempunyai tujuan, kurang serius, merasa kurang
disenangi orang lain, kurang percaya diri dan aktivitasnya kurang berorientasi pada
kehidupan.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kesulitan belajar bersifat kompleks baik dalam
gejala, latar belakang maupun akibat-akibat yang ditimbulkannya. Latar belakang kesulitan
belajar bersifat psikologis, sosio kultural, dan fisiologis, baik secara internal maupun
eksternal. Gejala yang timbul tidak hanya semata-mata pada prestasi belajar itu sendiri
melainkan juga dalam aspek-aspek kepribadian dan penyesuaian diri. Demikian pula akibat
yang ditimbulkan karena kesulitan belajar tidak hanya menimbulkan hambatan pedagogis
tetapi dapat menimbulkan hambatan-hambatan psikologis. Oleh karena itu kesulitan belajar
bukan hanya merupakan masalah pembelajaran saja, tetapi pada dasarnya merupakan
masalah psikologis. Di sebut demikian karena kesulitan belajar berakar pada aspek-aspek
psikologis terutama gangguan kepribadian dan penyesuaian diri. Sebagai masalah psikologis,

104
kesulitan belajar menuntut usaha pemecahan dengan pendekatan yang bersifat psikologis
pula. Bantuan yang diberikan tidak hanya bersifat pembelajaran/ instruksional pedagogis,
melainkan bantuan psikologis yang bersifat teraputik. Siswa-siswa yang mengalami kesulitan
belajar memerlukan bantuan untuk memahami dirinya, serta mengarahkan agar tercapai
perkembangannya secara optimal. Untuk membantu mengatasi masalah-masalah psikologis
maka pendekatan yang lebih efektif adalah melalui bimbingan dan konseling.

D. Aplikasi Kecerdasan Majemuk dalam Pembelajaran

Teori kecerdasan majemuk memiliki implikasi bagi guru dalam pembelajaran. Teori tersebut
mengatakan bahwa kedelapan kecerdasan tersebut diperlukan agar individu berfungsi secara
produktif dalam masyarakat. Oleh karena itu guru hendaknya memandang bahwa semua kecerdasan
sama penting dalam kehidupan. Hal ini berbeda dari sistem pendidikan tradisional yang
menempatkan pentingnya pengembangan dan penggunaan kecerdasan linguistik dan matematis.
Dengan demikian, teori kecerdasan majemuk mempunyai implikasi bahwa guru hendaknya
menyadari dan mengajar dalam perspektif kemampuan siswa yang lebih luas dari kegiatan
pembelajaran selama ini (Brualdi, 1999).

Kecerdasan majemuk dapat diaplikasikan dengan berbagi cara dan pada berbagai aspek
dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa aplikasi kecerdasan majemuk yang akan dikemukakan
berkaitan dengan perencanaan pembelajaran, pengembangan strategi pembelajaran, dan
pengembangan penilaian.

1. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk

Perencanaan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah kegiatan perancangan


pembelajaran dengan memperhatikan dan menggunakan kedelapan jenis kecerdasan yang
dikemukakan Gardner. Untuk merancang pembelajaran yang memuat kecerdasan majemuk
dapat mengikuti tahap-tahap (Amstrong, 1994) sebagai berikut:

a. Penetapan suatu sasaran belajar atau topik yang spesifik

Sasaran belajar atau topik yang menjadi pusat kegiatan belajar hendaknya ditetapkan secara
jelas dan spesifik.

105
b. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan pokok berkaitan dengan kecerdasan majemuk
Berdasarkan topik yang telah ditetapkan kemudian guru membuat pertanyaan-pertanyaan
pengarah yang dapat memasukkan kedelapan jenis kecerdasan untuk mengkaji topik tersebut.

c. Pembuatan pertimbangan berbagai kemungkinan

Guru mempelajari teknik dan materi belajar yang paling layak digunakan untuk mengkaji topik
dari berbagai jenis kecerdasan siswa serta mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan
lainnya yang mungkin layak bagi efektivitas kegiatan pembelajaran.

d. Curah Pendapat

Guru mulai mendaftar strategi belajar-mengajar apa saja yang cocok untuk setiap kecerdasan
dalam rangka mempelajari topik yang telah ditetapkan. Untuk meningkatkan hasil curah
pendapat ini akan lebih baik bila bercurah pendapat dengan kolega sehingga guru dapat
terstimulasi pemikiran kolega tersebut.

e. Pemilihan aktivitas yang layak

Berdasarkan hasil curah pendapat tentang strategi pembelajaran sebelumnya kemudian


diplih strategi yang paling efektif bagi pencapain tujuan pembelajaran.

f. Penetapan rencana pembelajaran

Berdasarkan strategi pembelajaran yang dipilih di atas kemudian tetapkan rencana


pembelajaran di sekitar topik atau sasaran belajar yang telah dipilih.

g. Implementasi rencana pembelajaran

Rencana pembelajaran tersebut dilaksanakan dan dimodifikasi sesuai dengan keperluan untuk
mengakomodasi perubahan yang terjadi selama pelaksanaan pembelajaran.

2. Pengembangan Strategi Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk

Teori kecerdasan majemuk memberikan kesempatan bagi berbagai strategi pembelajaran


yang dapat dengan mudah diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam banyak hal,
strategi tersebut adalah strategi-strategi yang telah digunakan selama ini oleh guru-guru yang baik.
Dalam beberapa hal lain, teori kecerdasan majemuk memberikan kesempatan kepada para guru
mengembangkan strategi pembelajaran yang relatif baru dalam kegiatan pembelajaran. Di antara
beberapa strategi pembelajaran pokok untuk setiap kecerdasan adalah sebagai berikut.

106
Strategi pembelajaran bagi kecerdasan verbal-linguistik antara lain bercerita, curah
pendapat, perekaman, penulisan jurnal, dan penerbitan. Strategi pembelajarn untuk kecerdasan
logis matematis adalah kuantifikasi dan kalkulasi, pertanyaan Sokrates, Heuristik, dan berpikir ilmiah.
Strategi pembelajaran bagi kecerdasan visual-spasial adalah visualisasi, isyarat warna, metapora,
sketsa ide, dan symbol grafis. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan kinestetik adalah jawaban
dengan menggunakan isyarat tubuh, teater kelas, konsep-konsep kinestetik, manipulasi objek, dan
peta tubuh. Strategi pembelajaran untuk inteligensi musik adalah irama dan lagu, diskografis, musik
supermemori, konsep-konsep musik, dan musik layak suasana (Amstrong, 1994).

Adapun strategi pembelajaran untuk kecerdasan antarpribadi adalah berbagi dengan


sebaya, simulasi, kelompok kooperatif, dan tutorial silang usia. Strategi pembelajaran untuk
kecerdasan intrapribadi dalah kegiatan satu menit refleksi, koneksi pribadi, pilihan waktu, saat-saat
ekspresi emosi dan belajar mandiri. Adapun beberapa strategi pembelajaran bagi kecerdasan
naturalis adalah observasi, klasifikasi dan organisasi, komparasi,pajan tumbuhan dan binatang, dan
wisata alam (Amstrong, 1994; Hoerr, 1999).

3. Pengembangan penilaian berbasis kecerdasan majemuk

Pembelajaran berbasis kecercadasan majemuk adalah kegiatan pembelajaran yang


memberikan kesempatan bagi setiap siswa mengembangkan semua jenis kecerdasannya
berdasarkan kelemahan dan kekuatannya. Cara belajar siswa beragam bergantung pada kekuatan
dan kelemahan masing-masing. Karena itu menilai kemajuan belajar siswa dengan cara yang sama
untuk setiap siswa tidak akan mencerminkan kekuatan dan kelemahan siswa secara tepat.

Untuk itu diperlukan cara menilai kemajuan belajar yang cocok dengan cara belajar setiap
siswa. Karena itu teknik penilaian otentik adalah teknik yang tepat untuk mengetahui kemajuan
belajar siswa dalam konteks ini. Teknik ini lebih menekankan pada penilaian yang disesuaikan
dengan kondisi siswa. Dalam hal ini teknik tersebut memberikan kesempatan siswa untuk
menunjukkan performansi belajar mereka sesuai dengan cara mereka sendiri dengan menggunakan
kecerdasan yang berbeda-beda. Beberapa teknik penilaian otentik tersebut antara lain portofolio,
proyek mandiri, jurnal siswa, penyelesaian tugas kreatif, catatan anekdot, observasi, dan wawancara
(Gardner, 1993; Amstrong, 1994).

107
RANGKUMAN

Kecerdasan adalah kemampuan memecahkan masalah dan membuat suatu produk yang bermanfaat
bagi kehidupan (Amstrong, 1994; McGrath & Noble, 1996). Kebanyakan orang mengenalnya sebagai
prediksi kesuksesan di sekolah—bakat bersekolah. Sementara kecerdasan sejati mencakup berbagai
keterampilan yang lebih luas pada semua segi kehidupan—kecerdasan majemuk/ganda. Kecerdasan
majemuk adalah teori kecerdasan yang dikembangkan Howard Gardner 18 tahun silam yang
mengemukakan bahwa paling tidak ada delapan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal-linguistik,
logis-matematis, visual-spasial, kinestetik, musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis.
Sementara kecerdasan sejati mencakup berbagai keterampilan yang lebih luas pada semua segi
kehidupan—kecerdasan majemuk. Kecerdasan majemuk adalah teori kecerdasan yang
dikembangkan Howard Gardner 18 tahun silam yang mengemukakan bahwa paling tidak ada
delapan jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematis, visual-spasial,
kinestetik, musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis.

Prinsip-prinsip kecerdasan mejemuk sebagaimana dikemukakan oleh Amstrong (1994)


adalah sebagai berikut:

1. Setiap individu memiliki semua jenis kecerdasan

Teori kecerdasan majemuk mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan dari
kedelapan inteligensi. Kedelapan kecerdasan tersebut berfungsi secara bersama-sama pada
setiap orang secara unik.

2. Kebanyakan individu dapat mengembangkan setiap jenis kecerdasan pada tingkat kemampuan
yang memadai. Howard Gardner meyakini bahwa setiap orang memiliki kemampuan
mengembangkan semua jenis kecerdasannya pada tingkat yang memadai jika diberikan
dorongan, pengayaan, dan pembelajaran yang layak.

3. Setiap kecerdasan biasanya bekerja bersama secara kompleks

Dalam kehidupan tidak ada kecerdasan yang berdiri sendiri, kecuali pada kasus tertentu yang
sangat langka. Dalam berfungsinya, kecerdasan berinteraksi antara satu kecerdasan dengan
kecerdasan yang lain dalam kehidupan individu.

4. Ada berbagai macam cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori kecerdasan. Tidak ada satu
standar karakteristik yang harus digunakan sebagai kriteria untuk menentukan kecerdasan

108
dalam satu bidang tertentu. Bisa saja seseorang tidak bisa membaca, namun sangat cerdas dari
segi kemampuan kebahasaan karena ia mampu menceritakan suatu kisah yang menakjubkan
atau karena ia memiliki kosa kata yang sangat banyak.

Kesulitan belajar sebagaimana ditunjukkan adanya gejala ketidakmampuan belajar


mencakup segala sesuatu dari kesulitan dalam membaca dan menulis, hingga kekacauan,
kecanggungan, sulit bergaul, dan bahkan depresi. Penyebab ketidak-mampuan belajar itu
berbeda-beda di antaranya: faktor keturunan, trauma sebelum kelahiran atau selama
kelahiran, dan kesulitan perkembangan selama masa kanak-kanak. Individu yang mengalami
ketidakmampuan belajar spesifik seringkali memiliki masalah belajar yang terbatas hanya
beberapa tugas atau keterampilan tertentu. Seseorang siswa mungkin dapat membaca tetapi
tidak mampu menulis. Yang lain mampu menulis dengan baik tetapi menghadapi kesulitan
berhitung. Yang lain lagi mungkin mahir dalam sebagian besar mata pelajaran sekolah tetapi
menghadapi kesulitan untuk mengenali wajah kenalan (proso-pagnosia) atau kesulitan dalam
mempelajari langkah dansa (dis-praksia).

Teori kecerdasan majemuk menyajikan suatu model yang memaknai semua ketidakmampuan
belajar yang dialami seseorang. Teori itu mengatakan bahwa ada ketidakmampuan belajar
tertentu pada setiap kecerdasan. Karena kebudayaan Amerika sangat berorientasi pada
kecerdasan linguistik dan logis-matematis, maka sebagian besar ketidakmampuan belajar
yang menjadi pusat perhatian masyarakat cenderung berkisar pada keterampilan nalar dan
verbal: disleksia (kesulitan membaca), disgrafia (kesulitan menulis), diskalkulia (kesulitan
berhitung), dan masalah-masalah akademis, kinestetik-jasmani, dan spasial, dan bahkan
ketidakmampuan dalam kecerdasan intrapribadi.

Teori kecerdasan majemuk memiliki implikasi bagi guru dalam pembelajaran. Teori tersebut
mengatakan bahwa kedelapan kecerdasan tersebut diperlukan agar individu berfungsi secara
produktif dalam masyarakat. Oleh karena itu guru hendaknya memandang bahwa semua kecerdasan
sama penting dalam kehidupan. Hal ini berbeda dari system pendidikan tradisional yang
menempatkan pentingnya pengembangan dan penggunaan kecerdasan linguistik dan matematis.
Dengan demikian, teori kecerdasan majemuk mempunyai implikasi bahwa guru hendaknya
menyadari dan mengajar dalam perspektif kemampuan siswa yang lebih luas dari kegiatan
pembelajaran selama ini (Brualdi, 1999).

Kecerdasan majemuk dapat diaplikasikan dengan berbagi cara dan pada berbagai aspek
dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa aplikasi kecerdasan majemuk yang akan dikemukakan

109
berkaitan dengan perencanaan pembelajaran, pengembangan strategi pembelajaran, dan
pengembangan penilaian.

1. Perencanaan Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk

Perencanaan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah kegiatan perancangan


pembelajaran dengan memperhatikan dan menggunakan kedelapan jenis kecerdasan yang
dikemukakan Gardner. Untuk merancang pembelajaran yang memuat kecerdasan majemuk dapat
mengikuti tahap-tahap (Amstrong, 1994) sebagai berikut:

a. Penetapan suatu sasaran belajar atau topik yang spesifik

b. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan pokok berkaitan dengan kecerdasan majemuk

c. Pembuatan pertimbangan berbagai kemungkinan

d. Curah Pendapat

e. Pemilihan aktivitas yang layak

f. Penetapan rencana pembelajaran

g. Implementasi rencana pembelajaran

2. Pengembangan Strategi Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk

Teori kecerdasan majemuk memberikan kesempatan kepada para guru mengembangkan


strategi pembelajaran yang relatif baru dalam kegiatan pembelajaran. Di antara beberapa strategi
pembelajaran pokok untuk setiap kecerdasan adalah sebagai berikut.

Strategi pembelajaran bagi kecerdasan verbal-linguistik antara lain bercerita, curah


pendapat, perekaman, penulisan jurnal, dan penerbitan. Strategi pembelajarn untuk kecerdasan
logis matematis adalah kuantifikasi dan kalkulasi, pertanyaan Sokrates, Heuristik, dan berpikir ilmiah.
Strategi pembelajaran bagi kecerdasan visual-spasial adalah visualisasi, isyarat warna, metapora,
sketsa ide, dan symbol grafis. Strategi pembelajaran untuk kecerdasan kinestetik adalah jawaban
dengan menggunakan isyarat tubuh, teater kelas, konsep-konsep kinestetik, manipulasi objek, dan
peta tubuh. Strategi pembelajaran untuk inteligensi musik adalah irama dan lagu, diskografis, musik
supermemori, konsep-konsep musik, dan musik layak suasana (Amstrong, 1994).

110
Adapun strategi pembelajaran untuk kecerdasan antarpribadi adalah berbagi dengan
sebaya, simulasi, kelompok kooperatif, dan tutorial silang usia. Strategi pembelajaran untuk
kecerdasan intrapribadi adalah kegiatan satu menit refleksi, koneksi pribadi, pilihan waktu, saat-saat
ekspresi emosi dan belajar mandiri.. Adapun beberapa strategi pembelajaran bagi kecerdasan
naturalis adalah observasi, klasifikasi dan organisasi, komparasi,.pajan tumbuhan dan binatang, dan
wisata alam (Amstrong, 1994; Hoerr, 1999).

3. Pengembangan penilaian (asesmen) berbasis kecerdasan majemuk

Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah kegiatan pembelajaran yang


memberikan kesempatan bagi setiap siswa mengembangkan semua jenis kecerdasannya
berdasarkan kelemahan dan kekuatannya. Cara belajar siswa beragam bergantung pada kekuatan
dan kelemahan masing-masing. Karena itu menilai kemajuan belajar siswa dengan cara yang sama
untuk setiap siswa tidak akan mencerminkan kekuatan dan kelemahan siswa secara tepat.

Untuk itu diperlukan cara menilai kemajuan belajar yang cocok dengan cara belajar setiap
siswa. Karena itu teknik penilaian otentik adalah teknik yang tepat untuk mengetahui kemajuan
belajar siswa dalam konteks ini. Teknik ini lebih menekankan pada penilaian yang disesuaikan
dengan kondisi siswa. Dalam hal ini teknik tersebut memberikan kesempatan siswa untuk
menunjukkan performansi belajar mereka sesuai dengan cara mereka sendiri dengan menggunakan
kecerdasan yang berbeda-beda. Beberapa teknik penilaian otentik tersebut antara lain portofolio,
proyek mandiri, jurnal siswa, penyelesaian tugas kreatif, catatan anekdot, observasi, dan wawancara
(Gardner, 1993; Amstrong, 1994).

Dalam keseluruhan sistem pembelajaran mutakhir (Contextual Teaching- learning), asesmen


otentik memusatkan pada tujuan, meliputi hands-on learning, menghendaki pembuatan pola
kerjasama dan kolaborasi, dan penggunaan higher order thinking. Oleh karena itu, maka
pembelajaran meminta siswa untuk menampilkan penguasaan tuntasnya akan tujuan dan depth of
understanding-nya (Gardner, 1993, 1999), dan pada waktu yang sama akan meningkatkan
pengetahuan dan menemukan cara-cara untuk mengembangkan.

Asesmen otentik mendorong siswa untuk menggunakan kemampuan akademik dalam


konteks real-world untuk tujuan yang signifikan. Asesmen autentik akan menguntungkan siswa,
sebab:

111
- siswa berkesempatan menampilkan secara penuh bagaimana pemahaman material
akademik mereka,
- siswa akan menampilkan dan memperkuat kompetensi mereka, misalnya dalam hal
mengumpulkan informasi, menggunakan berbagai sumber, menangani teknologi, dan
berpikir secara sistematis,
- siswa berkesempatan menghubungkan belajarnya dengan pengalaman nyata mereka,
dunianya sendiri, dan masyarakat luas.
- Siswa berkesempatan mengasah higher order thinking-nya,
- Siswa menerima tanggung jawab dan membuat pilihan-pilihan,
- Dalam mengerjakan tugas, berkolaborasi dengan orang lain, dan
- Siswa berkesempatan belajar mengevaluasi tingkat performansinya sendiri.

Salah satu bentuk asesmen yang diajarkan langsung oleh Gardner adalah asesmen
performansi. Seperti proyek dan portfolio, asesmen performansi melaksanakan peristiwa
pembelajaran dan penilaian secara simultan. Dalam tugas performansi, siswa menampilkan
kepada audience bahwa mereka telah menguasai secara tuntas tujuan belajar khusus.
Seseorang siswa yang berbakat musik dapat menunjukkan pengetahuannya akan Romeo dan
Juliet Shakespeare melalui mengkomposisi dan menampilkan musik pengiring. Sementara
sekelompok siswa lainnya menulis dan menampilkan skrip dramaRomeo dan Juliet.

Ketika siswa (siswa-siswa) menampilkan performansinya, anggota audiensi seringkali


membantu mengevaluasi tampilan siswa. Mereka dibantu oleh guru untuk memahami dan
menerapkan evaluasi tugas performansi. Performansi menunjukkan bahwa siswa telah:

- tuntas akan informasi, konsep, dan keterampilan khusus yang terkandung dalam
tujuan belajar;
- memahami dan menemukan kriteria yang tepat bagi performance. Misalnya, model
dari kayu dari teater Elizabeth, komposisi musik, dan cat minyak.
- menampilkan minat dan bakat pribadinya,
- berkomunikasi secara efektif dengan audience,
- memberikan uraian secara berimbang dan/atau diskusi balikan pada tugas
performansi akhir (Gardner, 1993).

PENDALAMAN

112
Selesaikan tugas berikut dan laporkan hasilnya!

1. Identifikasi karakteristik kecerdasan majemuk anda!


2. Temukan jenis kecerdasan majemuk yang paling kuat pada diri anda!
3. Temukan jenis kecerdasan majemuk yang anda pandang paling lemah!
4. Cara-cara apa yang anda tempuh untuk menstimulasi pengembangan kecerdasan yang
lemah?

DAFTAR RUJUKAN

Amstrong, T. 1994. Multiple intelligences in the classroom. Alexandria, Virginia:

ASCD.

Amstrong, T, 1999. Seven Kinds of Smart: Alih bahasa T. Hermaya (2002). Jakarta:

Gramedia

Brualdi, A.C. 1996. Mutiple intelligences: Gardner’s theory. WashingtonDC: ERIC

Clearinghouse and Evaluation.

Christison, M.A. dan Kennedy, D. 1999. Multiple intelligences: Theory in adult ESL.WashingtonDC:
National Clearinghouse for ESL Literacy Education.

Gage, N. L. & Berliner, D. C. 1991. Educational Psychology. Boston;

Hougton Mifflin.

Gardner, H. 1983. Frames of mind: The theory of multiple intelligences. New York:

Basic Books.

Gardner, H. 1993. Multiple intelligences: The theory in practice. New York: Basic

Books.

113
Gardner, H. 1999. Intelligence reframed: Multiple intelligences for the 21th century. New York: Basic
Books.

Hidayah.N dan M. Ramli. 2002. “Kecerdasan Ganda dan Implikasinya Pada Pembelajaran”. Materi
Diklat Instruktur IPS dan PMP Nasional.Malang: PPPG IPS dan PMP Malang.

Lazear, D. G. 1991. Seven knowing: Teaching for multiple intelligences. Australia:

Hawker Brownlow Education.

McGrath, H. & Noble, T. 1996. Seven ways at once. Melbourne: Addison Wesley

Longman.

BAB VI

KECERDASAN EMOSIONAL

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu:

1. membuat definisi inteligensi emosional;


2. membandingkan peran inteligensi rasional dan inteligensi emosional ;
3. menunjukkan perilaku-perilaku sebagai cerminan inteligensi emosional ;
4. menyebutkan fungsi inteligensi emosional dalam berbagai bidang ;
5. menyebutkan upaya pendidik dalam mengembangkan inteligensi emosional

PEMBAHASAN

114
Pembahasan mengenai inteligensi emosional akan diawali dengan pembahasan
kembali mengenai inteligensi pada umumnya. Pembahasan ini penting terkait dengan peran
dan fungsi kemampuan berpikir rasional dan kemampuan berpikir emosional yang
dikendalikan susunan syaraf otak manusia. Selanjutnya baru diuraikan secara lebih khusus
hal-hal yang berkaitan dengan inteligensi emosional. Hal-hal khusus dimaksud termasuk di
dalamnya hakekat inteligensi emosional, aspek-aspek inteligensi emosional, pentingnya
inteligensi emosional dalam pendidikan, dan apa yang harus diperhatikan pendidik dalam
pengembangan inteligensi emosional.

A. Kedudukan Kecerdasan Emosional

Pada waktu lalu, orang mengartikan inteligensi sebagai kemampuan memecahkan masalah
dan bersifat umum. Inteligensi dapat diukur dan biasanya dinyatakan dalam angka (quotient). Oleh
karena itu banyak orang menyebut tes inteligensi sebagai tes IQ–suatu cara penyebutan yang tidak
tepat.Sejak tahun 80-an, pandangan mengenai inteligensi ini ada pergeseran dari ―sesuatu‖ yang
bersifat tunggal menjadi ―sesuatu‖ yang bersifat majemuk. Gardner (1991) atas dasar penelitian-
penelitiannya yang dipengaruhi oleh studi neurofisiologi dan antropologi mengemukakan hakekat
inteligensi sebagai kemampuan yang bersifat majemuk.

Temuan-temuan Gardner menghantarkan pada pendefinisian inteligensi sebagai


―kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk menciptakan produk yang berguna dalam satu
seting budaya atau lebih‖. Definisi tersebut direvisi lagi menjadi ―potensi biopsikologis untuk
memproses informasi yang dapat digiatkan dalam suatu seting budaya untuk memecahkan masalah
atau untuk menciptakan produk yang berguna dalam suatu budaya‖. Atas dasar temuan-temuan
awalnya, Gardner memilah inteligensi menjadi tujuh yaitu verbal-linguistic;logical-mathe-
matical;spatial;bodily-kinesthetic;musical;interpersonal; dan intrapersonal.

Pada tahun 1999, Gardner mengemukakan beberapa kategori inteligensi lainnya yaitu
naturalistic intelligence, spiritual intelligence, dan existential intelligence. Bagaimanakah
menggambarkan inteligensi manusia? Inteligensi digambarkan dalam bentuk profil dimana setiap
orang akan memiliki kecenderungan kuat dalam satu inteligensi atau lebih.

Dalam kaitan dengan pendidikan, pandangan Gardner dapat disarikan sebagai berikut: (1)
pendidik mampu dalam bidang bahasa, berbicara secara efektif, dan menulis secara terampil; (2)
pendidik menampilkan keterampilan interpersonal secara kuat, mereka memahami aspirasi dan

115
ketakutan orang lain; (3) pendidik berkemampuan intrapersonal yang baik, menyadari kelebihan,
kelemahan, dan tujuan sendiri; dan (4) pendidik yang efektif tahu akan keberadaannya, membantu
orang lain memahami situasi hidup, mengklarifikasi setiap tujuan, dan merasa berarti dalam setiap
kehidupan manusia.

Di samping itu, seorang pendidik juga harus memiliki karakteristik kreatif, kepemimpinan,
bermoral, dan arif. Walaupun sebenarnya inteligensi itu tidak berurusan dengan hal moral dan tak
bermoral, tetapi ada semacam konsensus dimana individu-individu menggunakan inteligensinya
terbelah ke cara-cara yang prososial dan anti sosial. Dalam hal ini, inteligensi spiritual memang masih
menjadi polemik, benarkah itu sebagai inteligensi? Karena, pada hakekatnya inteligensi itu bebas dari
nilai, sementara spiritualitas sarat dengan nilai. Walaupun demikian, dalam sejumlah aspek yang
berkaitan dengan moral hendaknya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari peristiwa pendidikan.

Perkembangan otak manusia dan fungsinya hampir semua terjadi ketika anak berusia dini.
Perhatikanlah pandangan Bloom sebagai berikut:

- Anak usia 0 – 4 tahun, 50% kemampuan otaknya telah berfungsi.

- Anak usia 4 – 8 tahun 80% kemampuan otaknya telah berfungsi.

- Anak usia 8 tahun ke atas tinggal mengembangkan 20% kemampuan otaknya.

Perkembangan otak terjadi kalau diasah terus, sayangnya dalam penelitian ditunjukkan bahwa
kebanyakan anak hanya dikembangkan kemampuannya sekitar 5%. Dengan demikian, seharusnya
sejak dini pendidikan memberi banyak kesempatan anak untuk mengembangkan fungsi otaknya.
Walaupun pada usia-usia yang lebih tinggi hanya sebagian kecil saja dari kemampuan otak yang
dikembangkan, namun apabila dasar pengembangan kemampuan otak telah diletakkan pada
pendidikan usia dini, maka pada usia-usia selanjutnya, yakni ketika anak ada di masa remaja akan
memberi kemungkinan yang lebih baik daripada sejak awal anak tidak dipersiapkan.

Motor Sensori

Spasial koordinatif

Perencanaan
gerakan yang B
kompleks & Pemrosesan visual
W

116
pikiran kolaboratif dari kata

Auditori Visi

Penamaan
obyek

B = Broca‘s area = pusat pembentukan kata


W = Wernicke = pemahaman bahasa

Gambar 1: Topografi Otak Manusia

Dalam gambar topografi otak tampak bahwa kemampuan berpikir manusia terdiri atas
delapan aspek. Kedelapan aspek tersebut harus dikembangkan dalam setiap diri anak didik. Oleh
karena secara dasar setiap anak memiliki potensi berupa kemampuan berpikir, maka tugas pendidik
sebenarnya terutama terletak pada pemberian kesempatan seluas-luasnya bagi anak didik untuk
mengasah otaknya melalui menerapkan apa yang difahami dalam kehidupan nyata. Dalam kaitan ini
Gardner (1999) menyebutkan bahwa anak didik yang dikatakan memiliki pemahaman yang mendalam
(deep understanding) adalah anak yang mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan
nyata. Belajar tidak berhenti sampai anak memperoleh nilai dalam raport misalnya, tetapi dituntut
bagaimana anak berperilaku dalam hidup sehari-hari di seting apa saja.

CORTEX

117
SUB-CORTEX

Kemampuan berpikir rasional di cortex


Kemampuan berpikir emosional di sub cortex

Gambar 2: Letak Inteligensi (Kemampuan berpikir)

Umumnya urusan belajar dan berpikir hanya dikaitkan dengan cortex yakni tempat
dimana informasi diterima dari sensory receptor yang diolah lebih lanjut pada area tertentu
(disimpan s/d dimunculkan kembali melalui response generator dan effector). Pandangan ini
dibantah oleh Goleman ketika ia mengembangkan pandangannya tentang inteligensi
emosional. Goleman pada tahun 1995 menulis pentingnya emosional dalam mempengaruhi
kinerja manusia. Inteligensi emosional tersebut berpusat pada bagian sub-cortex khususnya di
bagian limbik dan akan membentuk amigdala.Perlu diketahui bahwa antara cortex & sub-
cortex dihubungkan sejumlah jaringan syaraf yang kompleks yang memelihara hubungan
kerja antara keduanya. Jadi urusan belajar bukan saja terkait dengan kemampuan berpikir
rasional, melainkan ada campur tangan dari kemampuan berpikir emosional yang berpusat di
sub cortex.

Dalam pendidikan, hakekat inteligensi emosional perlu difahami benar oleh setiap
pelaku pendidikan. Walaupan kemampuan berpikir rasional sebagai modal utama dalam
berpikir, namun adakalanya terjadi pembajakan emosional (emotional hijacking) yang bisa
merusak kerja kemampuan berpikir rasional manusia. Dalam hal ini, secara tidak disengaja
kemampuan berpikir emosional yang dikendalikan dari sub cortex akan bekerja dan
berpengaruh besar terhadap cara-cara manusia berpikir. Bisa jadi kemampuan berpikir
emosional justru mengalahkan kemampuan berpikir rasional.

B. Kecerdasan Emosional

118
Temuan Gardner tentang inteligensi menghantar ke penjelajahan lebih lanjut, sehingga
muncul pandangan baru tentang inteligensi, misalnya inteligensi emosional, inteligensi sosial,
inteligensi spiritual, dan mungkin akan berkembang sebutan inteligensi lainnya.

Seberapa penting kita membahas inteligensi emosional bagi seorang pendidik? Sejauh ini
orang cenderung mengatakan akan pentingnya inteligensi rasional pada umumnya. Namun dalam
berbagai studi terbukti bahwa hanya 10%-20% inteligensi rasional itu menentukan keberhasilan
hidup. Itulah sebabnya, mengapa Goleman (1995) merujuk bahwa inteligensi emosional sebagai
"master aptitude" sebab ia telah membimbing penggunaan kemampuan intelektual dan kemampuan
lainnya.

Inteligensi emosional sering dipandang sebagai istilah yang sangat luas, namun pada intinya
ia adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan melabeli perasaan. Secara lebih jelas, Solomey
mendefinikan inteligensi emosional sebagai a set of competencies that have to do with understanding
emotions in oneself and in others, regulating emotions in oneself and in others. Most importantly
being able to use your emotions as a source of information with problem solving, being creative, and
dealing with social situations.Kemampuan ini dapat dirinci sebagai kemampuan untuk (1) memahami
diri sendiri, (2) mengekspresikan suatu emosi secara tepat, (3) memotivasi diri sendiri, (4) mengatur
emosi sendiri, (5) memecahkan masalah dan mengevaluasi resikonya, (6) menyelesaikan konflik, dan
(7) empati.

Seseorang yang inteligensi emosionalnya tinggi memiliki ciri-ciri: (1) lebih percaya diri, (2)
harga diri tinggi, (3) memiliki sedikit masalah perilaku, (4) lebih optimis, (5) mampu menangani
emosi sendiri secara lebih baik, dan (6) hidup bahagia.

a b
b. Anak/Siswa
a. Pedidik

a1

a2

Gambar 3: Empati Pendidik kepada Anak/Siswa

119
Satu kemampuan emosional yang menjadi primadona adalah kemampuan empati.
Bagaimanakah kemampuan ini dilakukan oleh pendidik? Empati merupakan kemampuan memasuki
dunia pribadi orang lain tanpa kehilangan jati dirinya sendiri atau tidak menjadi lebur dalam pribadi
orang lain. Gambar 3 menunjukkan bagaimana pendidik bertindak empatik pada orang yang
dididiknya. Suatu saat pendidik (a) memasuki dunia pribadi orang yang dididik (a1), namun dia tidak
berubah menjadi pribadi orang yang dididiknya itu (b). Pada saatnya dia ke luar lagi menjadi dirinya
sendiri (a2).

Di samping empati, kemampuan emosional harus tampak pada kemampuan


mendengarkan.Kemampuan sebagai pendengar yang aktif menuntut keterampilan memperhatikan,
menginterpretasi, dan mengingat stimuli-stimuli yang kita tangkap dari pembicaraan. Dalam kaitan
hubungan interpersonal, mendengarkan merupakan ketrampilan yang sangat penting. Bahkan suatu
penelitian terhadap kepala personalia pada tiga ratus perusahaan ditemukan bahwa mendengarkan secara
efektif menduduki peringkat teratas di antara keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki oleh
manajer/pemimpin.

Demikianpun pada hubungan pendidik dan anak/siswa, keterampilan yang paling penting bagi
pendidik adalah kemampuan mendengarkan. Apabila ingin menjadi pendengar aktif yang unggul,
perhatikan 14 penanda kemampuan mendengarkan secara aktif berikut: be motivated, make eye
contact, show interest, avoid distracting actions, empathy, take in the whole picture, ask questions,
paraphrase, don‟t interrupt, integrating what‟s being said, don‟t over-talk, confront your biases,
make smooth transitions between speaker and listener, be natural.

Dalam pergaulan, orang akan menampilkan kemampuan


memahami orang lain dan bertindak sesuai pemahaman mereka.
Kemampuan tersebut ada sejak usia dini. Anak dapat menampilkan
sikap empatik. Sikap empatik dapat muncul bergantung pada
kemampuan anak untuk mengendalikan diri. Tanda-tanda anak yang
mampu mengendalikan diri atau mampu mengelola emosinya muncul
dalam bentuk sanggup menunggu tanpa merengek, berdebat atau
membujuk orang lain tanpa marah. Menjalin hubungan dengan orang
lain secara harmonis membutuhkan kemampuan tersebut. Selain itu

120
perlu dipahami bahwa kemampuan menangani emosi merupakan seni
(art) menjalin hubungan.

Kunci pokok kompetensi sosial adalah bagaimana orang mengekspresikan perasaan-


perasaannya. Paul Ekman menggunakan istilah tata cara tampilan (display rules) mengenai
penampilan perasaan-perasaan tersebut yang banyak dipengaruhi budaya setempat.

Kita dididik untuk mempelajari tata cara tampilan emosi sejak dini. Pendidikan emosi
dilakukan orangtua melalui menyuruh langsung anak untuk menampilkan emosi tertentu atau
melalui contoh tampilan oleh orangtua. Dalam pembelajaran perasaan, emosi merupakan
medium tetapi sekaligus juga pesan. Tampilan emosi akan menerima konsekuensi langsung
atas pengaruh yang ditimbulkan kepada orang yang terkena. Atas reaksi orang lain,
kemungkinannya, anak akan menjadi bahagia atau sebaliknya menjadi kecewa atau terluka.

Penguasaan orang akan keterampilan mengekspresikan emosi dapat menular kepada


orang lain. Dalam contoh ekstrim, kalau kita tenang menghadapi orang yang sedang siap
perang, maka emosi marah orang yang siap perang tersebut akan reda. Perlu diketahui bahwa
sebagian besar penularan emosi melalui cara yang tidak kentara, merupakan bagian
―transmisi‖ yang diam-diam berlangsung pada setiap perjumpaan. Demikian juga,
penerimaan atas pengiriman emosi akan diikuti dengan cara yang tidak kentara pula.

Hal pokok yang menentukan pengiriman dan penerimaan suasana hati adalah
sinkroni. Sinkroni pendidik dan anak yang dididik di sekolah menunjukkan seberapa jauh
hubungan mereka. Sebagai contoh, semakin erat koordinasi gerak pendidik-anak didik akan
semakin besar perasaan bersahabat, kebahagiaan, antusiasme, minat, dan keterbukaan mereka
ketika melakukan interaksi. Mengenai inti pengaruh emosi bergantung pada karisma
emosional seseorang. Singkatnya, koordinasi suasana hati merupakan inti dari setiap
hubungan. Apabila seseorang pandai menyesuaikan dengan suasana hati orang lain, maka ia
akan mudah membawa orang lain di bawah pengaruhnya. Sebaliknya, orang yang kurang
pandai menerima dan mengirimkan emosi akan banyak mengalami masalah dalam hubungan,
sebab seringkali orang lain tidak nyaman berhadapan dengannya, walaupun tidak tahu apa
sebabnya.

Erat kaitannya dengan peran pendidik, maka tampilan inteligensi emosional akan
menampak pada perilaku: (1) mengorganisasi kelompok, esensinya adalah kemampuan

121
mendidik yakni memprakarsai dan mengkoordinasi aktivitas kelompok; (2) merundingkan
solusi, yakni kemampuan sebagai mediator, mencegah dan menyelesaikan konflik; (3)
hubungan pribadi, yaitu kemampuan ber-empati dan menjalin hubungan baik; dan (4)
analisis sosial, intinya kemampuan mendeteksi perasaan orang lain. Bila kemampuan-
kemampuan hubungan interpersonal tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran akan
kebutuhan dan perasaan serta bagaimana memenuhinya, akan mengarah ke kekosongan
keberhasilan sosial. Orang akan menjadi bunglon sosial. Bagi para bunglon sosial yang
penting kemenangan sosial, walaupun mereka hidup dalam ketidakcocokan antara wajah
publik dan realitas pribadinya.

Ada sementara orang yang gagal dalam pergaulan. Mengapa? Mereka tidak memiliki sopan-
santun pergaulan. Mereka cenderung tidak memiliki sinkroni dan harmoni sosial. Kebanyakan mereka
mengalami disemia, yakni tidak mampu menangkap pesan nonverbal orang lain. Pendidik yang
memiliki inteligensi emosional tinggi diharapkan mampu pesan-pesan verbal dan non verbal anak
didiknya dan dengan demikian mudah baginya untuk menyesuaikan dengan anak didik mereka.

Untuk apa emosi manusia ? secara umum emosi berperan utama dalam menghadapi situasi-
situasi kritis. Oleh karena itu, emosi bisa berfungsi untuk (1) merasakan dengan hati (emotional
mind), (2) melakukan pembajakan emosional (emotional hijacking), dan (3) sebagai dasar
pengambilan keputusan.

C. Aspek-Aspek Inteligensi Emosional

Inteligensi emosional merupakan konsep yang luas, namun demikian intinya adalah
kemampuan untuk mengidentifikasi dan memberikan label terhadap keadaan emosi
seseorang. Dengan demikian secara sederhana cukup menggunakan tiga suku kata untuk
menyatakan emosi yaitu « Saya merasa … », misalnya saya merasa sedih, saya merasa
senang, saya merasa jengkel, dan sebagainya.

Kemampuan-kemampuan utama sebagai pertanda keadaan emosional misalnya:

 Kemampuan untuk memahami diri sendiri ;


 Kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara tepat;
 Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri;
 Kemampuan untuk meregulasi keadaan emosi diri sendiri
 kemampuan untuk memecahkan masalah dengan segala resikonya;

122
 Kemampuan untuk menyelesaikan konflik;
 Kemampuan untuk berempati.

Anak yang dikatakan memiliki inteligensi emosional tinggi:

 Anak lebih percaya diri;


 Sebagai pelajar yang berperilaku baik;
 Memiliki harga diri yang tinggi;
 Sedikit memiliki problema hidup;
 Lebih optimistik;
 Mampu menangani permasalahan emosi secara lebih baik;
 Lebih berbahagia.

Mempelajari inteligensi emosional akan mengarahkan pendidik dalam mengenali


peranan unik dari emosi dasar manusia yang terdiri atas :
 Marah (anger)
 Takut (fear)
 Bahagia (happiness)
 Cinta (love)
 Kagum (surprise)
 Jijik (disgust)
 Sedih (sadness)

D. Pentingnya Inteligensi Emosional Dalam Pendidikan

Pemahaman mengenai inteligensi emosional akan menjadi dasar bagi pendidik untuk
mengambil ide-ide pengembangan emosional ke dalam praktek-praktek pendidikan. Dalam hal ini,
kita harus memiliki keyakinan bahwa setiap pendidik harus memiliki kesadaran penuh arti pentingnya
inteligensi emosional dan mereka mampu memilah anak-anak yang berpenampilan inteligensi
emosional tinggi dan yang rendah. Dalam hal ini pendidik perlu mengembangkan lingkungan belajar
yang positif berdasarkan pada penghargaannya atas perasaan dan kebutuhan anak.

Pada bagian berikut dikemukakan beberapaalasan mengapa mengembangkan


inteligensi emosional anak itu penting dalam pendidikan. Alasan-alasan tersebut antara lain:

 Membantu anak menangani situasi-situasi yang menimbulkan ancaman atau anak merasa

123
terancam, terutama dalam situasi belajar;

 Mengajar anak untuk mau membantu orang lain;

 Meningkatkan kesadaran dan otonomi moral anak;

 Membuat anak hidup lebih berbahagia;

 Membuat anak menjadi orang yang saling menghargai, bekerja sama, dan empati;

 Mengajak anak untuk berani memikul tanggungjawab; dan

 Membuat anak menjadi manusia mandiri.

E. Apa Yang Harus Diperhatikan Pendidik Dalam Pengembangan Inteligensi


Emosional

Ada beberapa keyakinan yang melandasi pendidik ketika menjalankan tugas-tugas


kependidikannya. Keyakinan tersebut, antara lain:

 Guru berada bersama siswa karena didasari oleh kebutuhan-kebutuhan siswa, bukan karena
alasan yang lainnya,

 Oleh karena itu, kebutuhan-kebutuhan siswa lebih penting dari guru,

 Emosi guru akan mempengaruhi emosi siswa,

 Emosi siswa mempengaruhi kemampuannya dan keinginannya untuk belajar,

 Kebanyakan guru di sekolah-sekolah tradisional memiliki kebutuhan terselubung yang


penting untuk menjadi merasa kuat, penting, terhormat, dihargai, dan melakukan kontrol,

 Kebutuhan terselubung di atas membatasi kemampuan mereka untuk membantu siswa-siswa


menumbuhkan pribadi dan mengembangkan kemampuan intelektual,

 Guru yang baik bila memiliki sedikit kebutuhan emosional yang terselubung. Sebaliknya guru
yang tidak baik adalah yang penuh kebutuhan sehingga mengalahkan kebutuhan pokok siswa-
siswanya,

 Para guru harus mendapat rasa hormat secara suka rela dari para siswa mereka. Mereka tidak
bisa menuntut itu,

 Hormat, takut, dan ketaatan seringkali kabur. Penghormatan akan didapat guru dan diberikan
oleh anak secara sukarela. Takut dan ketaatan akan didapat melalui pemaksaan,

 Setiap anak unik secara emosional; semua anak tidak dicipta secara sama kemampuan
emosionalnya di otak,

124
 Oleh karena keunikan di atas, setiap anak harus dilayani dan diperlakukan secara individual,
khususnya melalui memperhatikan perasaan-perasaan mereka,

 Individualitas, kebebasan anak merupakan tujuan pendidikan yang tertinggi. Keseragaman


bukan merupakan tujuan pendidikan yang diharapkan,

 Mengabaikan keadaan emosional adalah salah satu cara terburuk dan melawan kepentingan-
kepentingan individu siswa,

 Pengabaian aspek emosional secara berulang atau terus-menerus merupakan hal yang biasa
di sekolah-sekolah tradisional,

 Pendidikan memiliki makna belajar lebih dari sekedar mengajar,dan

 Tujuan pendidikan tertinggi adalah memfasilitasi dicapainya kebahagiaan, yang datangnya


dari self-motivation, self-direction, self-discipline, self-confidence, dan self-esteem.

Atas dasar keyakinan-keyakinan di atas, berikut ini disampaikan beberapa tip bagi guru dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik:

 Bantulah anak mempelajari perbendaharaan bahasa emosional,

 Bantulah anak untuk menjadi merasa aman, tidak terlalu merasa diawasi guru,

 Peroleh kesadaran diri guru untuk mengidentifikasi perasaan dan ketakutan-ketakutannya


sendiri,

 Bantulah guru untuk memiliki perasaan sendiri, tanpa menyalahkan siswa-siswanya. Artinya
perasaan guru tidak untuk dilampiaskan kepada siswa, dan

 Bantulah guru untuk melihat kebutuhan-kebutuhannya yang tidak disadari dan seringkali
mencuat dalam proses pendidikan.

Berikut ini dikemukakan beberapa perilaku guru yang disarankan dan tidak disarankan dalam
memperlakukan anak-anak didiknya. Sebagai pesan penting, ikutilah petunjuk yang disampaikan oleh
Dorothy Low Nolte dalam buku Children Learn What They Live With:

 Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan


 Jika anak banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menantang
 Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa merasa cemas
 Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasibnya
 Jika anak dikelilingi olok-olok, ia akan terbiasa menjadi pemalu
 Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa bersalah.
 Jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi penyabar

125
 Jika anak banyak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri
 Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa menghargai
 Jika anak diterima oleh lingkungannya, ia akan terbiasa menyayangi
 Jika anak diperlakukan dengan jujur, dia akan terbiasa melihat kebenaran
 Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadilan
 Jika anak dikerumuni keramahan, ia akan terbiasa berpendirian: “Sungguh Indah
Dunia Ini!”

Bagaimanakah anda bersikap pada anak didik anda? Lakukan koreksi diri, kemungkinan-
kemungkinan kebiasaan berperilaku terhadap orang lain dan memikirkan akibat yang akan muncul
sebagaimana dikemukakan oleh Nolte di atas.

RANGKUMAN

Dalam belahan otak dalam (sub cortex) bersemayam kemampuan inteligensi emosional.
Kemampuan tersebut mempengaruhi kerja kemampuan berpikir rasional manusia. Ada dua
kemungkinan pengaruh, yakni pengaruh positif dan negatif. Inteligensi emosional berpengaruh positif
bila menjadikan perilaku manusia lebih arif. Sebaliknya, pengaruh kemampuan emosional terhadap
proses berpikir rasional bersifat negatif bila perilaku manusia menjadi lebih dikuasai suasana
emosional dan bersifat irrasional.

Kemampuan inteligensi emosional lebih berkaitan dengan dua kemampuan utama


manusia yaitu kemampuan memahami diri, menerima diri, mengarahkan diri dan
mengendalikan diri(inteligensi intrapersonal) serta kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain secara harmonis (inteligensi interpersonal).

Dalam kehidupan sehari-hari, siswa perlu dipahami tampilan inteligensi emosional. Anak-
anak didik dapat dikelompokkan menjadi anak yang berpenampilan inteligensi emosional tingi dan
rendah. Pendidik bertugas memantau dan mengarahkan anak didik untuk menguasai karakteristik
inteligensi emosional tingi.

Ada sejumlah keyakinan yang harus dikuasai pendidik dalam memahami dan memberi
fasilitas bagi perkembangan kecerdasan emosional anak didiknya. Awal dari seluruh kegiatan
pendidikan, harus dimulai dari penguasaan pendidik atas tampilan inteligensi emosionalnya sendiri
dan dilanjutkan dengan memahami tampilan inteligensi emosional anak didinya.

126
PENDALAMAN

Selesaikan tugas berikut ini!

1. Buatlah ringkasan hakekat inteligensi emosional!


2. Kapan inteligensi emosional berperan secara positif dan sebaliknya kapan berperan secara
negatif?
3. Dikatakan bahwa perkembangan emosional manusia dapat diajarkan. Bagaimana peran pendidik
dalam hal ini?
4. Bandingkan dengan contoh anak yang memiliki tingkat inteligensi emosional tinggi dan yang
tingkat inteligensi emosionalnya rendah dalam menghadapi suatu keadaan kritis!
5. Amati perilaku guru atau dosen yang sedang mengajar.Selama pengamatan, catat mana yang lebih
sering dipakai guru atau dosen tersebut apakah ida menampilkan karakteristik inteligensi
emosional tinggi atau rendah?

DAFTAR RUJUKAN

Gardner, H. (1983) Frames of mind: The theory of multiple intelligences.New York: Basic Books.

Gardner, H. (1991). The Unschooled Mind: How Children Think and HowSchools Should Teach. New
York: Basic Books

Gardner, H. (1993) Multiple intelligences: the theory in practice - a reader. New York: Basic Books.

Gardner, H. (1993a). Frames of mind: The theory of multiple intelligence. New York: Basic Books.

Gardner, H. (1993b). Multiple intelligence: The theory in practice. New York: Basic Books.
http://www.ode.state.or.us

Gardner, H. (1999). Intelligence reframed: Multiple intelligences for the 21th century. New York:
Basic Books.

Goleman, D. (1995). Emotional intelligence. New York: Bantam.

Goleman, D. (1999). Working with emotional intelligence. London: Boombury Publishing Plc.

Scherer, K. R.; Banse, R.; & Wallbott, H. G. (2001). Emotion inferences from vocal expression
correlate across languages and cultures. Journal of Cross-Cultural Psychology, 32(1), 76-92.

Simmons, S & Simmons Jr, J.C. (1997). Measuring emotional intelligence: The
groundbreaking guide to applying the principles of emotional intelligence. Arlington,
Texas: The Summit Publishing Group.

127
Sternberg, R. J. (1986). Intelligence, wisdom, and creativity: Three is better than one.
Educational Psychologist, 2(3), 175-190.
Sternberg, R. J. (1990). Wisdom and its relations to intelligence and creativity. Di dalam R. J.
Sternberg (Ed.), Wisdom: Its nature, origins, and development (pp 142-159). New
York: CambrideUniversity Press.

BAB VII
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN BAHASA

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari perkembangan sosial dan bahasa,mahasiswa mampu:


1. menjelaskan aspek perkembangan sosial remaja;
2. menjelaskan perkembangan dan karakteristik bahasa;
3. menjelaskan kemampuan bahasa remaja dan implikasinya dalam pendidikan.

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sosial Remaja

Membicarakan perkembangan sosial remaja tidaklah cukup hanya membicarakan nilai-nilai


dan sikap-sikap sosial remaja. Melainkan perlu pula dibahas lingkungan sosial yang yang
melengkapi hidup remaja beserta tuntutan-tuntutan yang terkandung di dalamnya. Untuk
membahas lingkungan sosial remaja tersebut akan dibicarakan: (1) Arti kelompok bagi
remaja, (2) Tugas-tugas perkembangan remaja, (3) Sosialisasi remaja, (4) Hambatan-
hambatan sosial remaja.Sudah tentu yang menjadi fokus pembicaraan adalah: (5) Sikap-sikap
sosial remaja. Butir-butir di atas berturut-turut akan dibicarakan dalam uraian berikut ini.

1. Arti Kelompok Bagi Remaja

Ada ungkapan yang mengatakan "No man is an island" yang maksudnya kurang lebih bahwa
tiada seorang manusiapun yang mampu hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Demikian
juga bagi kehidupan remaja tiada mungkin ia dapat sendirian, terlepas dari kelompok di mana
dia berada. Remaja membutuhkan kelompok sosial (sudah tentu yang sehat) untuk
perkembangan hidupnya yang sehat dan normal. Corak kelompok sosial remaja akan

128
mempengaruhi hidupnya dan juga sebaliknya yaitu remaja dapat mempengaruhi kelompok
sosial di mana dia berada. Tegasnya kelompok sosial remaja bersifat mempengaruhi dan
dapat dipengaruhi oleh kehadiran seorang remaja di dalamnya.

Adapun peranan kelompok sosial remaja secara garis besar dapat diuraikan dalam
butir berikut ini:

Pertama, kelompok sosial adalah suatu wahana di mana dibentuk sikap-sikap sosial remaja.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana remaja dapat (misalnya) memiliki rasa tanggungjawab
sosial yang tinggi tanpa ada kelompok yang "membentuk" sikap sosial yang demikian itu.
Tidak cukup sikap sosial tersebut (bertanggungjawab) hanya dengan menceramahi remaja
dengan sikap sosial yang dimaksud.

Kedua,tugas-tugas perkembangan remaja--sebagaimana akan diuraikan nanti--baru dapat


dipenuhi remaja kalau ada kelompok sosial tempat remaja tersebut mengadakan gladi diri
untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya. Adanya tugas perkembangan karena adanya
kelompok sosial yang menuntut kearah itu. Baru kemudian remaja "dituntut" untuk
memenuhinya.

Ketiga, dengan adanya kelompok sosial remaja yang hetero-seksual (yang sehat)
dimungkinkan remaja dapat mengenal dan berperilaku yang lebih beradaptasi kepada lain
jenisnya. Berlaku sopan dan melindungi wanita (oleh remaja pria) hanya dapat dipelajari
dalam kelompok sosial remaja yang sehat tersebut. Sekali lagi, tidak dapat diperoleh remaja
dengan membaca buku, atau mendengarkan ceramah tentang tata cara sopan santun hubungan
pria dan wanita.

2. Tugas-Tugas Perkembangan Sosial Remaja

Mendasarkan pada pendapat Hurlock (1990: 109-210) dan diadakan modifikasi


diperlukannya oleh penulis berikut ini dikemu-kakan tugas-tugas perkembangan remaja:

Pertama, remaja dituntut untuk mampu berperilaku yang sesuai dengan gender (jenis
kelamin) yang telah menjadi takdirnya. Pada umumnya remaja pria tidak banyak mengalami
kesulitan berperan sebagai pria tersebut. Hal ini dimungkinkan karena kondisi pisik dan
psikis peria (remaja) mendukung ke arah itu, di samping (barangkali) budaya kontemporer
hingga dewasa masih "dikuasai" pria, sehingga remaja pria dapat banyak, wanita sedikit
banyak mengalami kesulitan untuk berperan yang sesuai dengan gendernya, yang disebabkan
bukan oleh kondisi pisik maupun psikis yang tidak mendukung, melainkan disebabkan oleh
banyaknya tuntutan peran wanita yang rumit dan membatasi ditambah lagi oleh situasi sosial-

129
kemasyarakatan yang menghendaki peningkatan emansipasi peran wanita di masyarakat ke
arah yang sederajat dengan laki-laki. Khusus untuk hal yang terakhir (emansipasi peran
wanita) berakibat yang tidak menguntungkan dalam belajar peran yang dikehendaki untuk
remaja wanita; dia menjadi bingung! Di satu sisi oleh nilai-nilai tradisional dia dikehendaki
berlaku lembut, penuh sopan santun. Di sisi lain oleh tuntutan emansipasi dia dikehendaki
berlaku seperti laki-laki misalnya: keras, tegas, dan kompetitif.

Kedua, remaja dituntut untuk mampu mandiri atau bertanggungjawab baik secara emosional
maupun secara ekonomis, remaja adalah bukan anak-anak lagi dan remajapun pada umumnya
tidak mau dianggap sebagai anak-anak lagi. Dia ingin mandiri, memperoleh hak untuk
mengatur hidupnya sendiri; dia ingin bebas. Kebebasan secara emosional tidak sulit untuk
dicapai bila remaja telah lama menanti-nantikan untuk itu. Hal ini dimungkinkan kalau
lingkungan keluarga menerima baik peran remaja semakin besar dalam menentukan jalan
hidupnya. Tidaklah demikian (maksudnya remaja tidak segera memperoleh kebebasan
emosionalnya) bila lingkungan keluarga serba membatasi. Adapun kebebasan ekonomi pada
umumnya bisa diperoleh remaja kalau ia telah bekerja untuk mendapatkan nafkahnya sendiri.
Demikian juga kebebasan ekonomi tidak segera diperoleh bila remaja untuk bekerja tersebut
memerlukan masa latihan jabatan tersebut cukup panjang. Selama masa latihan tersebut
remaja tertunda dalam memperoleh kebebasan ekonominya.

Ketiga, remaja dituntut untuk memiliki keterampilan intelektual dan konsep dalam perilaku
sosial (disingkat dengan "Keterampilan Sosial"). Misalnya remaja dituntut untuk dapat
mempraktikkan kerjasama dengan orang lain dan memahami pentingnya hal itu bagi
kehidupan sosial yang sehat. Pembentukan keterampilan sosial ini semestinya adalah tugas
keluarga dan sekolah, akan tetapi dalam praktiknya tidaklah serius dilaksanakan berhubung
keluarga "sibuk" mencari nafkah dan sekolah disibukkan oleh tugas-tugas kurikulernya.
Akibatnya banyak dijumpai tingkah laku remaja yang kurang menunjukkan budi pekerti yang
tinggi. Akibat yang paling parah berupa munculnya kasus perkelahian antara remaja sekolah.
Sudah tentu baik pihak keluarga maupun sekolah perlu berbenah diri untuk membentuk sikap
sosial remaja yang beradab (berbudi pekerti).

3. Sosialisasi Remaja

Perkembangan sosial remaja menghendaki remaja untuk mau membaurkan diri di


dalam suatu kelompok remaja tertentu. Bila remaja mau dengan suka rela "terjun" dalam
suatu kelompok remaja tertentu maka terjadilah sosialisasi remaja. Ada remaja yang mudah

130
melaksanakan sosialisasi ini, akan tetapi tak jarang dijumpai remaja yang mengalami
kemudahan dalam proses sosialisasinya pada umumnya berasal dari keluarga/orangtua yang
banyak mangadakan proses-proses sosialisasi di berbagai kelompok sosial di masyarakat.
Anak calon (remaja) mengimitasi perilaku sosial orangtuanya. Sebaliknya mereka yang
mengalami kesulitan dalam proses sosialisasinya (malu-malu atau kaku dalam bergabung
dengan kelompok-kelompok remaja) pada umumnya berasal dari orangtua yang sedikit
banyak bersikap seklusif (menyendiri) terhadap berbagai bentuk pergaulan di masyarakat.
Cara yang seklusif inilah yang ditiru anak (calon remaja) dalam berintegrasi dengan
masyarakat. Sering dikatakan "anak/remaja pemalu berasal dari keluarga yang pemalu pula".

Adapun keberhasilan sosialisasi remaja diukur dari keaktifan remaja yang


bersangkutan di dalam suatu kelompok remaja tertentu (Soesilo Windradini,1995:13).
Remaja yang aktif di suatu kelompok remaja tertentu berarti dia berhasil dalam sosialisasinya
di kelompok tersebut remaja ini dengan mudah menginternalisasi nilai-nilai, norma-norma,
sikap-sikap, tradisi-tradisi pokoknya hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kelompok.
Sangat boleh jadi remaja yang sukses dalam sosialisasinya ini dapat berperan sebagai
pimpinan kelompok. Sebaliknya remaja yang tidak sukses dalam proses sosialisasinya hanya
berperan "dipinggiran" di dalam kegiatan kelompok. Sering dikatakan remaja seperti ini
"masuk tidak menggenapi, keluar tidak terasa". Remaja seperti ini perlu mendapatkan
pertolongan yang khusus yang berupa bimbingan pribadi-sosial.

Proses sosialisasi dalam hidup remaja adalah suatu kondisi yang cukup genting bagi
remaja yang bersangkutan. Bila remaja berhasil dalam sosialisasinya tumbuhlah dia sebagai
pribadi yang untung dalam hidup sosialnya. Tiada masalah baginya untuk bergaul dengan
orang lain. Akan tetapi bila remaja gagal dalam bersosialisasi tersebut jadilah dia sebagai
remaja yang mengalami kesulitan dalam pergaulan sosialnya: pemalu, penyendiri;
tidak/kurang percaya diri, bahkan mungkin bersifat sombong dan keras kepala. Maka
dapatlah dipahami kalau proses sosialisasi remaja adalah sesuatu yang cukup genting bagi
hidup remaja. Permasalahannya sekurangnya adalah hal-hal apakah yang mengakibatkan
proses sosialisasi remaja?

4. Hambatan-Hambatan Sosialisasi Remaja

Hambatan-hambatan dalam sosialisasi ini penyebabnya dapat diketemukan di dalam diri


remaja itu sendiri, pada orangtuanya, maupun pada watak kelompok tempat remaja ingin
bersosialisasi. Sebagian telah disinggung yaitu latar belakang keluarga yang menyebabkan

131
keberhasilan atau ketidakberhasilan remaja dalam melaksanakan proses sosialisasi. Soesilo
Windradini (1995: 14) merinci penyebab terhambatnya sosialisasi (dipergunakan istilah
transisi sosial) dalam enam kategori sebagai berikut:

Pertama, dasar pengalaman remaja yang kurang baik. Pola asuh yang diterima anak di
keluarga kurang mendukung tumbuhnya rasa kurang percaya diri remaja. Misalnya remaja
tiada diberi kebebasan untuk mengatur hal-hal dalam hidupnya yang sebenarnya dia telah
mampu untuk itu (menerima teman, berkunjung ke rumah sanak saudara, ikut perkumpulan
karang taruna di kampung dll.).

Kedua, tidak adanya bimbingan. Bimbingan dari orangtua dalam bersosialisasi (sekalipun
tidak bersifat otoriter) masih diperlukan remaja. Akan tetapi orangtua beranggapan lain yaitu
bahwa anak dengan sendirinya dapat bersosialisasi tersebut khususnya kalau remaja
menghadapi kesulitan (dalam bersosialisasi tersebut) maka dalam hal-hal ini bimbingan
lebih-lebih diperlukan oleh remaja.

Ketiga, tidak ada orang model untuk dicontoh. Dalam lingkungan remaja (di keluarga atau di
luar keluarga) seringkali remaja tidak menjumpai tokoh (model) yang bagus untuk diteladani
dalam pergaulan sosial. Akibatnya anak tidak belajar dalam bersosialisasi.

Keempat, tidak ada kesempatan untuk mengadakan hubungan sosial karena kesulitan sosial
ekonomi (miskin) seorang tidak berkesempatan untuk bergabung dengan suatu kelompok
remaja tertentu. Akibatnya tidak terbentuk keterampilan remaja dalam bergaul dengan
banyak kalangan di masyarakat.

Kelima, tidak ada motivasi. Remaja, karena kegagalan-kegagalan bersosialisasi di masa lalu
menjadi malas untuk bersosialisasi pada kesempatan-kesempatan mendatang, sehingga
kemampuan sosialisasinya makin memburuk.

Keenam, kelompok-kelompok sosial yang baru dan berbeda normanya. Masing-masing


kelompok remaja dapat berbeda-beda norma yang berlaku didalamnya. Remaja masjid
tuntutan normanya akan berbeda dengan remaja klub disko atau tari-tarian/musik. Remaja
dalam kelompok masjid akan canggung kalau dia berada di remaja kelompok klub disko
tersebut.

5. Sikap-Sikap Sosial Remaja

Kelompok remaja (yang sehat) merupakan wacana yang amat berharga bagi proses
sosialisasi remaja sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Akan tetapi sekalipun demikian

132
di dalam kehidupan kelompok remaja akan dijumpai variasi sikap-sikap remaja sebagai
akibat dari watak kelompok dan interaksi sosial antar warga kelompok remaja.

Soesilo Windradini (1995: 16-17) mengemukakan lima sikap sosial remaja dalam
kelompoknya yaitu:

Pertama, kompetisi (persaingan). Didalam suatu kelompok remaja (misalnya di


kelas-kelas sekolah) bila diciptakan iklim kompetisi, sangat boleh jadi terjadilah kompetisi
yang menyangkut berbagai aspek hidup remaja misalnya: prestasi belajar, berpakaian,
kekayaan (orangtua). Telah mulai disadari di kalangan para pendidik bahwa budaya
kompetisi lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Hanya mereka yang mencapai
prestasi di puncang yang diuntungkan dengan budaya ini. Sedangkan mayoritas remaja
merasa kecewa dengan perolehan prestasi atau kondisi dirinya.

Kedua, komformitas (berbuat sama dengan yang lain). Kecenderungan ke arah konformitas
ini lebih banyak terlibat pada kelompok-kelompok remaja yang kurang terorganisir seperti
pada "gang" remaja. Bisa terjadi seorang remaja berbuat kenakalan oleh hanya karena
dorongan konformitas ini.

Ketiga, menonjolkan diri atau menarik perhatian. Pada kelompok yang mengusahakan
pencapaian suatu prestasi sifat menonjolkan diri para anggotanya (remaja) tampak dengan
jelas. Para anggota kelompok berusaha membuktikan bahwa dirinya adalah asset yang
berharga bagi kelompok berhubung prestasi-prestasinya yang pantas dihargai.

Keempat, menentang kekuasaan otoritas atau orangtua. Remaja sebelum mencapai tahap
perkembangan akhir remaja (dewasa awal) tak jarang memperlihatkan sikap menentang
figur-figur kekuasaan di masyarakat/pejabat dan tak ketinggalan pada orang tuannya.
Penentangan remaja ini seringkali dilandasi hanya sekedar ingin berbeda dengan para otoritas
tersebut.

Kelima, kesadaran sosial. Sekalipun masih berbuat kesalahan-kesalahan pada remaja


telah tumbuh kesadaran berbuat baik/berguru bagi kehidupan bersama, berbangsa dan
bernegara. Sikap seperti ini semakin mantap kalau remaja sudah mencapai tahap
perkembangan remaja akhir (dewasa awal).

B.Perkembangan Bahasa

1. Pengertian Perkembangan Bahasa

133
Sebagaimana fungsinya bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan
seseorang dalam pergaulannya atau komunikasinya dengan orang lain. Bahasa merupakan
alat/sarana bergaul. Oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seseorang
memerlukan berkomunikasi dengan orang lain. Sejak bayi mulai bisa berkomunikasi dengan
orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial,
maka perkembangan bahasa seorang (bayi-anak) dimulai dengan mereba (suara atau bunyi
tanpa arti) dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat
sederhana dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks
sesuai dengan tingkat perilaku sosial.

Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti faktor


intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Bayi
yang tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat sederhana. Semakin bayi itu
tumbuh dan berkembang serta mulai mampu memahami lingkungan, maka bahasa mulai
berkembang dari tingkat yang sangat sederhana sampai tingkat bahasa yang komplek.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan
hasil belajar dari lingkungan. Bayi belajar bahasa sebagaimana halnya belajar hal yang lain,
"meniru dan mengulang" hasil yang telah didapatkan merupakan hasil belajar bahasa awal.
Bayi bersuara, "mmmmmm", ibunya tersenyum, mengulang menirukan dengan memperjelas
dan memberi arti suara itu menjadi "maem-maem". Bayi belajar menambah kata-kata dengan
meniru bunyi-bunyi yang didengarnya. Manusia dewasa (terutama ibunya) di sekelilingnya
membetulkan dan memperjelas. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak
mulai usia 6-7 tahun, di saat anak mulai masuk sekolah. Jadi perkembangan bahasa adalah
meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik secara lisan, tulis, maupun
menggunakan tanda-tanda atau isyarat. Mampu dan mengusai alat komunikasi di
sinidiartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan difahami orang lain.
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut:

1. Egocentric Speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog).


2. Sociolized Speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antar anak dengan temannya atau
dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information,
di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang
menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command
(perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), dan (e)
answers (jawaban).

134
2. Karakteristik Perkembangan Bahasa Remaja

Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Ia telah banyak belajar dari
lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk oleh kondisi lingkungan.
Lingkungan remaja mencakup pergaulan teman sebaya dan lingkungan sekolah. Pola bahasa
yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau bahasa ibu.

Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat


di mana mereka tinggal. Hal ini berarti proses pembentukan kepribadian yang dihasilkan dari
pergaulan dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khas dalam perilaku berbahasa.
Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat luas, remaja mengikuti proses belajar
di sekolah. Sebagaimana diketahui, di lembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah
sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan
memperdalam wawasan ilmu pengetahuan semata, melainkan juga secara terencana
merekayasa perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan
di masyarakat (teman sebaya) terkandung cukup menonjol, sehingga bahasa remaja menjadi
lebih diwarnai oleh pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok sebaya. Dari
kelompok sebaya berkembang bahasa sandi, bahasa kelompok yang bentuknya amat khusus,
seperti istilah "baceman" dikalangan pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan
atau tes. Bahasa "prokem" tercipta secara khusus untuk kepentingan khusus pula.

Pengaruh lingkunganyang berbeda antara keluarga, masyarakat, dan sekolah dalam


perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara remaja yang satu dengan remaja
lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh pemilihan dan penggunaan kosakata sesuai dengan tingkat
sosial keluarganya. Keluarga dari lapisan masyarakat berpendidikan rendah atau buta huruf,
akan banyak menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang
"kasar". Masyarakat terdidik yang umumnya memiliki status sosial ekonomi lebih baik, akan
menggunakan istilah-istilah lebih selektif dan umumnya anak remajanya juga berbahasa
secara lebih baik.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu perkembangannya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:

a. Umur anak

Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah


pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan

135
dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor fisik akan ikut mempengaruhi
sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot-otot untuk
melakukan gerakan-gerakan dan isyarat. Pada masa remaja perkembangan biologis yang
menunjang kemampuan berbahasa telah mencapai tingkat kesempurnaan, dibarengi oleh
perkembangan tingkat intelektual remaja sehingga mampu menunjukkan cara berkomunikasi
dengan baik.

b. Kondisi lingkungan

Lingkungan tempat anak tumbuhkembang memberi dukungan yang cukup besar dalam
berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda dengan di
lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan
daerah-daerah terpencil menunjukkan perbedaan.

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa bahasa pada dasarnya dipelajari dari


lingkungan. Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan pergaulan yang berbentuk
kelompok-kelompok, seperti kelompok bermain, kelompok kerja, dan kelompok sosial yang
lain.

c. Kecerdasan

Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal tanda-
tanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik seseorang
berhubungan positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berfikir. Ketepatan meniru,
memperoduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat
dengan baik dan memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan pihak lain, amat
dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seorang remaja.
Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat inteligensinya. Anak yang
perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya memiliki inteligensi normal atau di atas normal.
Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan perkembangan bahasanya pada usia
awal, dikategorikan sebagai anak yang bodoh (Lindgren, dalam E. Hurlock, 1991). Selanjutnya,
Hurlock mengemukakan hasil studi mengenai anak yang mengalami kelambatan mental, yaitu
bahwa sepertiga di antara mereka yang dapat berbicara secara normal dan anak yang berada pada
tingkat intelektual yang paling rendah, mereka sangat miskin dalam bahasanya.

d. Status sosial ekonomi keluarga

Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik
bagi perkembangan bahasa anak-anak, anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru

136
oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga
yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan lebih tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi
anak yang hidup di dalam keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan
keluarga berpengaruh pula terhadap perkembangan bahasa.

Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial
keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan
dalam perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang
baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan
belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau
kedua-duanya (Hetzer & Reindorf dalam E. Hurlock,1991).
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan keluarga, terutama dengan orangtua yang mengajar, melatih, dan memberikan contoh
berbahasa kepada anak. Hubungan kasih yang sehat antara orangtua dengan anak (penuh perhatian
dan kasih sayang dari orangtuannya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan
hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam
perkembangan bahasanya. Hubungan yag tidak sehat itu bisa berupa sikap orangtua yang
keras/kasar, kurang kasih sayang atau kurang perhatian untuk memberikan latihan dan contoh
dalam berbahasa yang baik kepada anak, maka perkembangan bahasa anak cenderung akan
mengalami stagnasi atau kelainan, seperti: gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan
kata-kata, merasa takut untuk mengungkapkan pendapat, dan berkata yang kasar atau tidak sopan.

e. Kondisi fisik/kesehatan

Kondisi fisik di sini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang yang cacat akan
terganggu kesehatannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap, organ suara yang tidak
sempurna akan mengganggu perkembangannya dalam berbahasa.
Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak,
terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila anak pada usia dua tahun pertama, anak
mengalami sakit terus-menerus, maka anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau
kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara pekembangan
bahasa anak secara normal, orangtua perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya yang
dapat ditempuh dengan cara memberi ASI, makanan bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak
atau secara reguler memeriksakan anak ke dokter atau ke puskesmas.

4. Pengaruh Kemampuan Berbahasa TerhadapKemampuan Berfikir

137
Kemampuan berbahasa dan kemampuan berfikir saling berpengaruh satu sama lain.
Kemampuan berfikir berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa dan sebaliknya
kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Seseorang yang rendah
kemampuan berpikirnya, akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik,
logis, dan sistematis. Hal ini akan berakibat sulitnya berkomunikasi.

Bersosialisasi berarti melakukan hubungan dengan yang lain. Seseorang


menyampaikan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap ide dan gagasan orang
lain melalui bahasa. Menyampaikan dan mengambil makna ide dan gagasan itu merupakan
proses berfikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berakibat
ketidaktepatan dan kekaburan persepsi yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut bahwa hasil
proses berfikir menjadi tidak tepat benar. Ketidaktepatan hasil pemrosesan pikir ini
diakibatkan kekurangmampuan dalam bahasa.

5. Perbedaan Individu Dalam Kemampuan danPerkembangan Bahasa

Menurut Chomsky anak lahir ke dunia pada dasarnya memiliki kapasitas berbahasa
(Woolflok, dkk, 1998). Akan tetapi seperti di bidang lain, faktor lingkungan akan mengambil
peranan yang cukup menonjol mempengaruhi perkembangan bahasa anak tersebut. Mereka
belajar makna kata dan bahasa yang sesuai dengan apa yang mereka dengar, lihat, dan
mereka hayati dalam hidupnya sehari-hari. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh
lingkungan yang berbeda-beda.

Di bagian depan telah dijelaskan bahwa kemampuan berfikir anak berbeda-beda,


sedang bahasa dan berfikir mempunyai korelasi yang tinggi; anak dengan IQ tinggi akan
berkemampuan bahasa yang tinggi. Sebaran nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan
individual anak, dan dengan demikian kemampuan mereka dalam bahasa juga bervariasi
sesuai dengan variasi kemampuan mereka berfikir.

Bahasa berkembang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, karena kekayaan


lingkungan akan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang sebagian besar
dicapai dengan proses meniru. Dengan demikian remaja yang berasal dari lingkungan yang
berbeda juga akan berbeda pula kemampuan dan perkembangan bahasanya.

6. Upaya Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja dan

Implikasinya Dalam Penyelenggaraan Pendidikan

138
Kelas atau kelompok belajar pada dasarnya terdiri dari individu yang bervariasi
bahasanya, baik kemampuannya maupun polanya. Menghadapi hal ini guru harus
mengembangkan strategi belajar mengajar bidang bahasa dengan memfokuskan pada potensi
dan kemampuan anak.

Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang telah
diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh siswa sendiri. Dengan cara ini senantiasa
guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa siswa-
siswanya.

Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan bahasa siswa
dengan menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah dipilih secara tepat dan
benar oleh guru. Cerita siswa tentang isi pelajaran yang telah diperkaya itu diperluas untuk
langkah-langkah selanjutnya, sehingga para siswa mampu menyusun cerita lebih
komprehensif tentang isi bacaan yang telah dipelajari dengan menggunakan pola bahasa
mereka sendiri.

Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri,


baik lisan maupun tulis, dengan mendasarkan bahan bacaan akan lebih mengembangkan
kemampuan bahasa anak dan membentuk pola bahasa masing-masing. Dalam penggunaan
model ini guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau
komunikasi bebas. Dalam pada itu sarana perkembangan bahasa seperti buku, surat kabar,
majalah, dan lain-lainnya hendaknya disediakan di sekolah maupun di rumah.

RANGKUMAN

Membicarakan perkembangan sosial remaja tidaklah cukup hanya membicarakan


nilai-nilai dan sikap-sikap sosial remaja. Melainkan perlu pula dibahas lingkungan sosial
yang melengkapi hidup remaja beserta tuntutan-tuntutan yang terkandung di dalamnya.
Untuk membahas lingkungan sosial remaja tersebut dibicarakan pula: (1) Arti kelompok bagi
remaja, (2) Tugas-tugas perkembangan remaja, (3) Sosialisasi remaja, (4) Hambatan-
hambatan sosial remaja. Sudah tentu yang menjadi fokus pembicaraan adalah: (5) Sikap-
sikap sosial remaja.

Sebagaimana fungsinya bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang


dalam pergaulannya atau komunikasinya dengan orang lain. Bahasa merupakan alat/sarana
bergaul. Oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seseorang memerlukan

139
berkomunikasi dengan orang lain. Sejak bayi mulai bisa berkomunikasi dengan orang lain,
sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan hubungan sosial, maka
perkembangan bahasa seorang (bayi-anak) dimulai dengan meraban (suara atau bunyi tanpa
arti) dan diikuti dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana
dan seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai
dengan tingkat perilaku sosial.Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa
adalah: umur, kesehatan/fisik, kecerdasan, sosial ekonomi keluarga, dan lingkungan.

Perkembangan bahasa aplikasinya dalam pembelajaran,makaguru seharusnya


mengembangkan strategi belajar mengajar bidang bahasa dengan memfokuskan pada potensi
dan kemampuan anak.

Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali) pelajaran yang


telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh siswa sendiri. Dengan cara ini
senantiasa guru dapat melakukan identifikasi tentang pola dan tingkat kemampuan bahasa
siswa-siswanya.

Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan bahasa siswa dengan
menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah dipilih secara tepat dan benar
oleh guru. Cerita siswa tentang isi pelajaran yang telah diperkaya itu diperluas untuk langkah-
langkah selanjutnya, sehingga para siswa mampu menyusun cerita lebih komprehensif
tentang isi bacaan yang telah dipelajari dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.

Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri,


baik lisan maupun tulis, dengan mendasarkan bahan bacaan akan lebih mengembangkan
kemampuan bahasa anak dan membentuk pola bahasa masing-masing. Dalam penggunaan
model ini guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau
komunikasi bebas. Dalam pada itu sarana perkembangan bahasa seperti buku, surat kabar,
majalah, dan lain-lainnya hendaknya disediakan di sekolah maupun di rumah.

PENDALAMAN

Selesaikan tugas berikut dan laporkan!

1. Jelaskan aspek perkembangan sosial remaja!

2. Temukan aspek sosial manakah di antaranya yang anda pandang kurang dapat
berkembang?

140
3. Temukan perbedaan-perbedaan penggunaan bahasa dalam proses pembelajaran,
jelaskan dengan contoh!

DAFTAR RUJUKAN

Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mappiare. A. 1982.Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
Monks, FJ, dkk. 1984. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta: UGM Press.
Singgih D.Gunarsa dan Ny. Singgih D.G. 1990. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia.
Soesilo Windradini dan Suwandi, Iksan. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FIP
IKIP MALANG.
Sunarto dan Hartono, Ny. Agung. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud.

Suwandi,I, Marthen,P, dan Nur H. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FIP Uneversitas
Negeri Malang.

Woolkfolk. A.E. 1998. Educational Psychology. 7th.ed. Boston: Allyn and Bacon.

BAB VIII
PERKEMBANGAN MORAL-SPIRITUAL

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari perkembangan moral-spiritual,mahasiswa mampu:


1. menjelaskanpengertian moral;
2.mendeskripsikan faktor perkembangan moral;
3.menjelaskan proses perkembangan moral;
4. menjelaskan pengertian perkembangan spiritual-agama;
5.mendeskripsikan faktor perkembangan spritual-agama

141
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Moral

1. Pengertian Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Morsis), yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan.Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk
menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.Nilai-nilai moral itu,
seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,
memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina,
membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila
tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok
sosialnya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral

Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi olehlingkungannya.Anak


memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, tertutama dari orangtuanya. Dia belajar
untuk mengenal nilai-nilai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam
mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak
masih kecil.Beberapa sikap orangtua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
perkembangan moral anak, diantaranya sebagai berikut.

a.Konsisten dalam mendidik anak dilarang

Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dan melarang atau
membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang
oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada
waktu lain.

b. Sikap orangtua dalam keluarga

Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau
sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses

142
peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap
disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh,
cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan
norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih
sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten.

c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut

Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam
mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim religius (agamis), dengan
cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka
anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.

d. Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma

Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka
mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila
orangtua mengajarkan kepada anak, agar berperilaku jujur, bertutur kata yang sopan,
bertanggungjawab atau taat beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku yang
sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan
ketidak konsistenan (ketidakajegan) orangtua itu sebagai alasan untuk tidak melakukan
apa yang diinginkan oleh orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berparilakuseperti
orangtuanya.

3.Proses Perkembangan Moral

Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut:

4. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan
salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Disamping itu, yang
paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari orangtua, guru atau orang
dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
5. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral
seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kyai, artis atau orang dewasa lainnya)
6. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara
coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus

143
dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan
dihentikannya.

Dalam membahas proses perkembangan moral ini, Lawrence Kohrelg (Ronald Duska dan
Mariellen Whelan, dalam Dwija Atmaka, 1984; Abin Syamsuddin M., 1999)
mengklasifikasikannya ke dalam tiga tingkat, yaitu sebagai berikut.

Tingkatan Perkembangan Moral

Tingkat (level) Tahap (stages)

I. Pra Konvensional 1.Orientasi Hukuman dan Kepatuhan


Pada tahap ini, anak mengenal baik- Anak menilai baik-buruk, atau benar-
buruk, benar-salah suatu perbuatan dari salah dari sudut dampak (hukuman atau
sudut konsekuensi (dampak/akibat) ganjaran) yang diterimanya dari yang
menyenangkan (ganjaran) atau mempunyai otoritas (yang membuat
menyakiti (hukuman) secara fisik, atau aturan), baik orangtua atau orang
enak tidaknya akibat perbuatan yang dewasa lainnya. Di sini anak mematuhi
diterima. aturan orangtua agar terhindari dari
hukuman.
2. Orientasi relativis-Instrumental
Perubahan yang baik/benar adalah yang
berfungsi sebagai instrumen (alat)
untuk memenuhi kebutuhan atau
kepuasan diri. Dalam hal ini hubungan
dengan orang lain dipandang sebagai
hubungan orang di pasar (hubungan
jual-beli). Dalam melakukan atau
memberikan sesuatu kepada orang lain,
bukan rasa terima kasih atau sebagai
curahan kasih sayang, tetapi bersifat
pamrih (keinginan mendapatkan
balasan): ―Jika kau memberiku aku
akan memberimu‖
II. Konvensioanal 3.Orientasi Kesepakatanantarpri-badi,
Pada tingkat ini, anak memandang atau Orientai Anak Manis (Good
perbuatan itu baik/benar, atau berharga boy/gerl)
bagi dirinya apabila dapat memenuhi Anak memandang suatu perbuatan itu
harapan/persetujuan keluarga, kelom- baik, atau berharga baginya apabila
pok, atau bangsa. Di sini berkembang dapat menyenangkan, membantu, atau
sikap konformitas, loyalitas, atau disetujui/diterima orang lain.
penyesuaian diri terhadap keinginan
kelompok atau aturan sosial
masyarakat.
Tingkat (level) Tahap (stage)
4. Orientasi Hukum dan Ketertiban

144
Perilaku yang baik adalah
melaksanakan atau menunaikan
tugas/kewajiban sendiri, menghormati
otoritas, dan memelihara ketertiban
sosial.

III. Pasca-Konvensioanal
Pada tingkat ini ada usaha individu 5.Orientasi Kelompok SosialLegalistik
untuk mengartikan nilai-nilai atau Perbuatan atau tindakan yang baik
prinsip-prinsip moral yang dapat cenderung dirumuskan dalam
diterapkan atau dilaksanakan terlepas kerangka hak-hak individual yang
dari otoritas kelompok, pendukung, umum, dan dari segi aturan atau
atau orang yang memegang/ patokan yang telah diuji secara kritis,
menganut prinsip-prinsip moral serta disepakati oleh seluruh
tersebut. Juga terlepas apakah masyarakat. Dengan demikian,
individu yang bersangkutan kelompok perbuatan yang baik itu adalah yang
itu atau tidak sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku
6. Orientasi Prinsip Etika Universal
Kebenaran ditentukan oleh keputusan
kata hati, sesuai dengan prinsip-
prinsip etika yang logis, universalitas,
dan konsistensi. Prinsip-prinsip etika
universalitas ini bersifat abstrak,
seperti keadilan, kesamaan hak asasi
manusia, dan penghormatan kepada
martabat manusia.

2). Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang formal yang mempunyai program yang
sistemik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar
mereka berkembang sesuai dengan potensinya.

Menurut Hurlock (1991) pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat
besar, karena sekolah merupakan subsitusi dari keluarga dan guru-guru subsitusi dari
orangtua.

Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama para siswa, maka sekolah,
terutama dalam hal ini guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mengembangkan wawasan pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak mulia
dan sikap aprsesiatif terhadap ajaran agama.

145
Agar dapat melaksanakan tugas tersebut di atas, maka guru agama dituntut untuk
memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) Kepribadian yang mantap (akhlak mulia), seperti: jujur, bertanggung jawab, berkomitmen
terhadap tugas, disiplin dalam bekerja, kreatif, dan respek terhadap siswa.

b) Menguasai disiplin ilmu dalam Bidang Studi Pendidikan Agama Islam. Guru agama
memiliki pemahaman yang memadai tentang bidang studi yang diajarkan, minimal
materi-materi yang berkandung dalam kurikulum.

c) Memahami ilmu-ilmu lain yang revelan atau menunjang kemampuannya dalam mengelola
proses belajar-mengajar, seperti psikologi pendidikan, bimbingan dan konseling,
metodologi pengajaran, administrasi pendidikan, teknik evsluasi dan psikologi agama.

Di samping itu, perlu juga memahami ilmu-ilmu yang menunjang terhadap perluasan
wawasan dalam menjelaskan materi pelajaran kepada siswa, seperti sosiologi, antropologi,
kependudukan dan kesehatan.

Faktor lainnya yang menunjang perkembangan fitrah beragama siswa adalah:

1) Kepedulian kepala sekolah, guru-guru dan staf sekolah lainnya terhadap pelaksanaan
pendidikan agama (penanaman nilai-nilai agama) di sekolah, baik melalui pemberian
contoh dalam bertutur kata, berperilaku dan berpakaian yang sesuai dengan ajaran agama
Islam. Yang tidak kalah penting lagi adalah upaya guru bidang studi umum menyisipkan
nilai-nilai agama dalam mata pelajaran yang diajarkannya.

2) Tersedianya sarana ibadah yang memadai dan memfungsikannya secara optimal.

3) Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler kerohanian bagi para siswa dan ceramah-


ceramah atau diskusi keagamaan secara rutin.

3). Lingkungan Masyarakat

Yang dimaksud lingkungan masyarakat di sini adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dan
sosiokultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama atau
kesadaran beragama individu. Dalam masyarakat, individu (terutama anak-anak dan remaja)
akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya.
Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama
(berakhlak naik), maka anak remaja pun cenderung akan berakhlak baik. Namun, apabila

146
temannya menampilkan perilaku yang kurang baik, amoral atau melanggar norma-norma
agama,maka anak akan cenderung terpengaruhuntuk mengikuti atau mencontoh perilaku
tersebut. Hal ini akan terjadi apabila anak atau remaja kurang mendapatkan bimbingan agama
dalam keluarganya.

Mengenai dominannya pengaruh kelompok teman sepergaulan ini, Hurlock (1991)


mengemukakan, bahwa ―Standar atau aturan-aturan ‗gang‘ (kelompok bermain) memberikan
pengaruh terhadap moral dan tingkah laku bagi para anggotanya‖.Corak perilaku anak atau
remaja merupakan cermin dari corak atau perilaku warga masyarakat (orang dewasa) pada
umumnya. Oleh karena itu, di sini dapat dikemukakan bahwa kualitas perilaku atau pribadi
orang dewasa atau warga masyarakat.

Kualitas pribadi atau perilaku orang dewasa yang kondusif bagiperkembangan


kesadaran beragama anak (remaja) adalah (a) taatmelaksanakan kewajiban agama, seperti
ibadah ritual, menjalin persaudaraan, saling menolong, dan bersikap jujur;(b) menghindari
diri dari sikap dan perilaku yang dilarang agama, seperti: sikap permusuhan, saling curiga,
munafik, mengambil hak orang lain (mencuri, korupsi, dan sebagainya) dan perilaku maksiat
lainnya (berzina, berjudi, dan meminum minuman keras). Sedangkan lingkungan masyarakat
yang tidak kondusif ditandai oleh karakteristik berikut:

Gaya hidup yang materialistik dan hidonistik, yaitu mendewakan materi dan hidupnya
sangat berorientasi untuk meraih kenikmatan. Sikap hidup seperti ini cenderung
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan atau keinginannya.

Sikap dan perilaku warga masyarakat yang melecehkan norma agama. Masyarakat
baik yang memegang kekuasaan ataupun masyarakat biasa bersikap acuh terhadap
kemaksiatan yang merajalela dalam masyarakat, bahkan ikut mendukung terhadap
tumbuh suburnya kemaksiatan tersebut, seperti memberi izin berdirinya tempat-tempat
hiburan malam (dugem), pabrik minuman keras, menjual minuman keras, pemasangan
iklan atau pemutaran film-film porno (baik di bioskop maupun di televisi).

C. Teori Perkembangan Moral

Ada sejumlah pandangan dari kalangan ahli psikologi pendidikan mengenai


perkembangan moral. Setidak-tidaknya dapat diperhatikan teori disequilibrium kognitif
Piaget, perkembangan moral menurut Erickson, dan gagasan Kohlberg mengenai

147
perkembangan moral. Pada bagian ini hanya akan dikemukakan satu cara pandang psikologi
atas perkembangan moral sebagaimana dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg.

Kohlberg mengembangkan gagasannya mengenai perkembangan moral melalui


penelitian terhadap individu-individu dari berbagai usia. Terhadap setiap orang, ia
mengajukan ceritera dan disertai dengan pertanyaan-pertanyaan terhadap ceritera tersebut.
Atas dasar jawaban orang-orang yang diteliti, Kohlberg menyimpulkan adanya tiga tingkatan
perkembangan moral manusia. Mengenai perkembangan moral, dia yakin bahwa
perkembangan yang baik terjadi manakala perilaku manusia mengalami perubahan-
perubahan dari perilaku yang dikontrol dari luar diri (orang lain) menuju ke perilaku yang
dikontrol secara internal oleh si pelaku moral. Ketiga tingkatan tersebut adalah : Penalaran
praskonvensional, penalaran konvensional, dan penalaran postkonvensional.

Penalaran prakonvensional. Pada tingkatan terendah ini individu tidak menunjukkan


adanya internalisasi nilai-nilai moral–penalaran moral dikendalikan oleh faktor internal,
yakni hadiah, pujian, tepukan bahu, atau sebaliknya berupa cacian, makian, kritik, hukuman.
Pada tingkatan yang paling dasar ini dipilah menjadi dua tahap, yaitu :

Tahap 1 : punishment and obedience orientation. Pada tahap orientasi hukuman dan
kepatuhan ini pemikiran moral didasarkan pada hukuman. Sebagai contoh, seseorang menjadi
berperilaku patuh, karena takut kalau-kalau hukuman menimpa dirinya. Agar tidak dihukum
oleh ayahnya, seseorang anak atau remaja menurut patuh terhadap perintah orang tuanya
walaupun ia tidak senang.

Tahap 2 : individualism and purpose. Pada tahap individualisme dan tujuan ini
perkembangan moral lebih berdasar pada hadiah dan minat pribadi anak atau remaja. Anak
atau remaja menjadi patuh karena dia berharap akan mendapatkan sesuatu yang
menyenangkan setelah dia menjalankan perilaku patuh.

Penalaran konvensional. Pada tingkatan yang kedua ini, individu melakukan


kepatuhan berdasarkan standar pribadi yang diperoleh atau yang diinternalisasi dari
lingkungan atau orang lain. Misalnya anak patuh karena ia telah menginternalisasi hukum
yang berlaku atau peraturan yang dibuat orang tuanya. Pada tingkatan kedua ini dipilah
menjadi dua tahap:

148
Tahap 3: Interpersonal norm. Ppada tahap norma interpersonal ini, anak beranggapan bahwa
rasa percaya, rasa kasih sayang, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar untuk
melakukan penilaian terhadap perilaku moral. Agar anak dikatakan sebagai anak yang baik,
maka anak mengambil standar moral yang diberlakukan oleh orang tuanya. Dengan
demikian, hubungan antara anak dan orang tua tetap terjaga dalam suasana penuh kasih
saying.

Tahap 4: Social system morality. Pada tahap keempat ini ukuran moralitas didasarkan pada
sistem sosial yang berlaku saat itu.Artinya, kehidupan masyarakat didasarkan pada aturan
hukum yang dibuat dengan maksud melindungi semua warga di dalam komunitas
tertentu.Jadi pada tahap ini perkembangan moral didasarkan pada pemahaman terhadap
aturan, hukum, keadilan, dan tugas sosial kemasyarakatan.

Penalaran postkonvensional.Tingkat tertinggi dari perkembangan moral adalah


diinternalisasikannya standar moral sepenuhnya dalam diri individu tanpa didasarkan pada
standar orang lain. Seseorang tahu bahwa ada sejumlah pilihan standar moral, kemudian dia
memilih untuk diinternalisasi sebagai bagian standar pribadi yang akan menuntun diri sendiri
kearah perilaku bermoral yang menguntungkan bagi dirinya dan tidak merugikan orang lain.
Pada tingkatan tertinggi ini dibagi menjadi dua tahap.

Tahap 5: Community rights vs individual rights. Pada tahap ini, perkembangan moral
mengarah ke pemahaman bahwa nilai dan hukum bersifat relatif.Sementara itu nilai yang
dimiliki orang satu berbeda dari orang yang lainnya.

Tahap 6: Universal ethical principles. Tahapan tertinggi dari perkembangan moral adalah
seseorang sudah mampu membentuk standar moral sendiri berdasar pada hak-hak manusia
yang bersifat universal.Walaupun mengandung resiko, orang pada tahap ini berani
mengambil suatu tindakan berdasar kata hatinya sendiri, bahkan bertentangan dengan hukum
sekalipun.

RANGKUMAN
Perilaku moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral.Nilai-nilai moral itu, seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain,
memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
(b) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.Seseorang dapat

149
dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang
dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.

Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi olehlingkungannya.Anak


memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, tertutama dari orangtuanya. Dia belajar
untuk mengenal nilai-nilai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam
mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak
masih kecil.
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut:

1) Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan
salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Disamping itu, yang
paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari orangtua, guru atau orang
dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral

2) Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral
seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kyai, artis atau orang dewasa lainnya)

3) Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara
coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus
dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan
dihentikannya.

Perkembangan spiritual lebih spisifik akan dibahas manusia berkebutuhan terhadap


agama. Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Allah SWT, adalah dia dianugerahi
fitrah (perasaan dan kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Dengan
kata lain, manusia dikaruniai insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini,
kemudian manusia dijuluki sebagai ―Homo Devinans‖, dan ―Homo Religious‖, yaitu makhluk
yang bertuhan atau beragama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan spiritual-keberagamaan adalah


faktor pembewaan dan faktor lingkungan, di antaranya lingkungan keluarga (orangtua),
sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral dari yang paling dasar menuju
ke puncak moral. Pada awalnya orang mengembangkan moral berdasar nilai-nilai orang lain.
Lambat-laun moral berkembang ke arah keputusan pribadi.

150
PENDALAMAN

Untuk menguji pemahaman anda setelah mempelajari bab ini, maka selesaikanlah tugas
berikut dan laporkan!

1. Jelaskan pengertian perkembangan moral secara umum!

2. Definisikan pengertian moral manusia Indonesia!

3. Jelaskan perkembangan moral remaja berada pada tahap yang mana?

4. Sejauhmana perkembangan spiritual-keberagamaan para remaja sekarang? Jelaskan


dengan contoh konkrit!

5. Kemukakan contoh konkrit perkembangan moral atas dasar apa yang Anda alami
dalam kehidupan Anda!

DAFTAR RUJUKAN

Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Daradjat. Z. 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Agama RI. 1996. Al-Quran Al-Karim dan Terjemahnya.Semarang: Toha Putra.
Syamsuddin.A. 1997. Psikologi Kependidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Yusuf, S LN. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Bandung: Remaja
Rosdakarya.

BAB IX

KEBUTUHAN DASAR DAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu:

1. mengemukakan kreterium remaja atas dasar bacaan mengenai remaja dari sejumlah ahli
psikologi perkembangan;
2. memahami kebutuhan dasar manusia;
3. memahami implikasi kebutuhan dasar manusia dalam bidang pendidikan;

151
4. memahami tugas-tugas perkembangan remaja;
5. memahami implikasi tugas-tugas perkembangan remaja pada pendidikan

PEMBAHASAN

Pada pembahasan berikut akan dikemukakan pandangan sejumlah ahli mengenai remaja,
teori kebutuhan dasar manusia, dan tugas-tugas perkembangan remaja.

A. Pandangan Ahli Tentang Perkembangan Remaja

Mengawali pembahasan mengenai kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan remaja,


dikemukakan beberapa pandangan para ahli mengenai remaja. Remaja merupakan masa transisi
antara masa kanak-kanak dan dewasa. Yang dimaksud remaja diawali dengan periode pubertas
sampai status dewasa disandangnya. Masa remaja adalah suatu masa yang penting. Oleh karena
masa ini dipandang sebagai masa menunda orang-orang yang muda untuk memasuki dunia
pekerjaan. Menjadi lebih penting lagi dalam kaitan dengan kelangkaan lapangan pekerjaantetap,
akhir-akhir ini. Ada juga bermacam-macam pandangan mengenai remaja, terutama mengenai kapan
berakhirnya masa remaja. Secara khas, kita memandang masa remaja mulai pada periode pubertas
dan berakhir pada usia 18 atau 21 tahun. Orang lain menyatakan bahwa masa remaja akhirmeluas
ke dalam apa yang kini dikenal sebagai periode kedewasaan muda.

Berikut ini dikemukakan mengenai kreterium remaja menurut sejumlah ahli.

1. Psikologi Biogenetik mengenai Remaja: G. Stanley Hall

G. Stanley Hall (1844-1924), merupakan ahli psikologi yang pertama-tama mengemukakan


remaja atas dasar penelitian-penelitian ilmiah. Ia mendefinisikan periode remaja mulai pubertas (12
atau 13 tahun) dan berakhir antara 22 - 25 tahun. Hall juga mendeskripsikan remaja sebagai periode
Sturm und Drang atau storm and stress. Ini merupakan suatu pergerakan yang penuh dengan
idealisme, kesanggupan untuk mencapai suatu tujuan, revolusi melawan terhadap kaum tua,
ungkapan dari perasaan pribadi, nafsu, dan penderitaan.

Menurut pandangan Hall mengenai teori psikologi rekapitulasi, masa remaja merupakan
waktu ketika manusia memasuki langkah transisi bergolak. Dalam pergolakan tersebut, remaja
menuntut kebebasan dari belenggu orang tua dan orang dewasa lainnya. Keadaan ini merupakan
hal yang wajar, menurut Hall senada dengan masa transisi menuju menjadi manusia dewasa.

152
Hall mendeskripsikan perkembangan remaja sebagai suatu evoluasi perasaan dan kejiwaan.
Ia menggambarkan kehidupan emosi remaja sebagai goyangan dari berbagai aspek yang saling
bertentangan. Energi, kekuatan besar, dan aktivitas supernatural diikuti oleh sikap acuh tak acuh,
kelesuan, dan kebencian menghadapi realita. Kegirangan, ketawa-tawa, dan perasaan senang dan
bahagia memberi tempat kepada dysphoria dan menekan perasaan muram, serta kemurungan jiwa.
Egoisme dan kesombongan merupakan karakteristik dari periode ini. Hall percaya bahwa remaja
memiliki karakteristik berupa sisa-sisa dari suatu egoisme tak dihalangi di masa kanak-kanak dan
sebaliknya remaja meningkat perilakunya dengan lebih mengutamakan orang lain.

Pada masa remaja akhir, menurut Hall, individu mengikhtisarkan status dari permulaan
peradaban modern. Langkah ini sesuai dengan ujung proses pengembangan yaitu kedewasaan.
Psikologi genetika Hall tidak memandang manusia sebagai produk akhir dari proses perkembangan,
tetapi sebagai bagian dari perkembangan lebih lanjut.

2. Teori Psikoanalitik tentang Perkembangan Remaja: Sigmund Freud

Freud menaruh perhatian relatif kecil perhadap perkembangan anak remaja. Ia hanya
mendiskusikannya dalam kaitan dengan perkembangan psikoseksual. Ia sejalan dengan gagasan Hall,
bahwa periode masa remaja bisa dilihat sebagai phylogenetic. Freud yakin bahwa individu harus
berhasil melewati pengalaman awal dalam pengembangan pengalaman psikoseksual. Menurut
Freud dan teori psikoanalitik, langkah-langkah pengembangan psikoseksual bersifat genetika dan
relatif tidak terikat pada faktor lingkungan. Freud mengakui bahwa masa remaja itu adalah suatu
peristiwa yang universal dan mencakup kehidupan tingkah laku, sosial, dan perubahan emosional;
juga hubungan antar perubahan psikologis dan fisiologis, dan berpengaruh terhadap self-image. Ia
juga menyatakan bahwa perubahan fisiologis berhubungan dengan perubahan emosional, terutama
dalam peningkatan emosi yang negatif, seperti kemurungan, ketertarikan, kebencian, ketegangan,
dan format lain dari perilaku anak remaja.

3. Teori Mekanisme Pertahanan Diri Remaja: Anna Freud

Anna Freud mengemukakan arti penting pubertas sebagai faktor kritis dalam membentuk
watak atau karakter.Dia juga menekankan hubungan antar id, ego, dan superego.Dia percaya bahwa
proses fisiologis berupa masaknya organ seksual danmulai berfungsinya kelenjar seksual memainkan
peran kritis dalam mempengaruhi dunia psikologis remaja. Interaksi ini menghasilkan nafsu

153
instingtual, yang pada gilirannya, dapat menyempurnakan ketakseimbangan psikologis.
Keseimbangan antara ego dan id sepanjang periode latencyakan mengganggu pubertas, dan
menghasilkan konflik internal. Jadi salahsatu aspek pubertas berupa konflik pubertas, dan berusaha
untuk memperoleh kembali keseimbangan.

Anna Freud menaruh perhatian besar terhadap penyimpangan perilaku dan perkembangan
perilaku patologis dan sebaliknya menaruh perhatian sangat kecil ke penyesuaian seksual yang
normal. Dia menguraikan hambatan ke arah pengembangan perilaku normal: 1) Id menolak ego–
dalam hal ini akan sulit dilacak bagaimana orang masuk ke alam dewasa yang ditandai oleh suatu
kekacauan pemerolehan kepuasan yang tak dihalangi dari naluri/instink; dan, 2) ego mungkin
sebagai pemenang dari Id dan akan membentuk perilaku mekanisme pertahanan.

Di antara banyak mekanisme pertahanan ego yang dapat digunakan, Freud


mempertimbangkan dua bentuk mekanisme pertahanan khas dari pubertas
yaituasceticismdanintellectualization. Asceticism adalah suatu ketidakpercayaan melalui
menyamaratakan semua pengharapan instingtual. Ketidakpercayaan ini terjadi pada bidang
seksualitas dan meliputi juga makan, tidur, dan kebiasaan berpakaian.Intellectualizationmerupakan
peningkatan di dalam minat intelektual dan perubahan dari konkrit ke minat abstrak akan
membentuk suatu mekanisme pertahanan melawan libido. Ini secara alami menyempurnakan dan
melemahkan kecenderungan instingtual hidup orang dewasa, dan sementara itu situasi selamanya
berbahaya bagi individu.

Ada sejumlah keyakinan yang dipegang Anna Freud mengenai faktor-faktor yang
menimbulkan konflik remaja, antara lain:

 Kekuatan dorongan dari id, ditentukan oleh proses fisiologis dan endocrinologicalselama
pubertas.
 Kemampuan ego untuk mengatasi dorongan-dorongan instingtual. Ini pada gilirannya
tergantung pelatihan karakter dan pengembangan superego dari anak sepanjang periode
latency.
 Efektivitas dan sifat dari mekanisme pertahanan terdapat pada ego itu.

4. Teori Kebutuhan akan Kebebasan Kaum Remaja: Otto Rank

154
Otto Rank ( 1884-1939), seorang pengikut sekolah psikoanalitik, tadinya sepenuhnya di
bawah pengaruh realisme Sigmund Freud.Ia kemudian mengembangkan teorinya sendiri dan mulai
menentang pandangan Freud.

Rank memandang hakekat manusia bukan sebagai makhluk tertekan dan neurotic, tetapi
sebagai makhluk kreatif dan produktif. Ia mulai mengkritik pandangan Freud yang menekankan alam
ketidaksadaran manusia sebagai gudang pengalaman masa lalu serta dorongan-dorongan dari dalam
diri manusia. Dalam hal ini, Rank mengemukakan bahwa pengalaman masa lalu hanya akan berarti
bagi perilaku saat ini kalau ada kaitannya. Ia juga kurang menekankan pentingnya dorongan
instingtual dan perilaku instingtual. Ia percaya bahwa Freud benar-benar melalaikan peran dari ego
dan memberi nilai ego hanya sebagai kekuatan yang represif. Rank ingin membongkar kembali
keseimbangan kekuatan di dalam kenyataan psikis. Ia mulai memberi arti banyak bagi peran ego.

Rank menyatakan bahwa harus ada suatu pengujian untuk menempatkan perkembangan
remaja dalam teori psikoanalitik berdasar pada kesadaran dan "will". Seksualitas tidak lagi menjadi
faktor penentu yang paling kuat di proses perkembangan. Telah ditemukan faktor pendamping yang
disebut "will" yang sampai taraf tertentu mampu mengendalikan dorongan seksualitas. Sepanjang
pergeseran dari masa kanak-kanak ke masa remaja, suatu aspekyang krusial dari perkembangan
kepribadian telah terjadi, yaitu perubahan dari ketergantungan ke kemerdekaan atau kebebasan.

Sepanjang periode latency ini, "will" tumbuh lebih kuat, lebih mandiri, dan berani
menentang kekuasaan apapun yang tidak cocok dengan dirinya. Asal-muasal dari "will" berangkat
dari situasi oedipal. Situasi oedipal adalah situasi dimana seseorang menaruh perhatian atau rasa
cinta yang kuat, yang membuat anak menjadi cemburu. Willremaja akan berhadapan dengan will
sosial yang ditunjukkan oleh orang tua dan diekspresikan dalam kode etik yang telah usang bagi
remaja.

Pada masa remaja awal, individu mengalami suatu perubahan dasar dalam hal sikap; ia
mulai untuk menentang ketergantungan, mencakup peraturan dari lingkungan eksternal (orang tua,
para guru, hukum, dan seterusnya) dan peraturan yang bersumber dari internal pribadi remaja.
Penetapan kebebasan dari nilai-nilai masyarakat merupakan hal yang penting, namun merupakan
tugas perkembangan yang sulit bagi remaja. Kebutuhan akan kemerdekaan atau kebebasan
dikembangkan dan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan menyebabkan banyak hubungan
pribadi anak remaja dibangun dan menimbulkan kesulitan-kesulitan dari hubungan-hubungan
tersebut. Rank tidak melihat apapun pentingnyamembuat larangan dan pembatasan seksual
eksternal, karenaperjuangan remaja merupakan upaya di mana individu akan mengejar

155
kemerdekaan melalui melawan terhadap dominasi kebutuhan-kebutuhan biologis. Artinya, remaja
sendirilah yang akan melawan (mengatur) kebutuhan-kebutuhan biologisnya.

5. Teori Perkembangan Identitas: Erik Erikson

Konsep inti dari teori Erikson adalah pencapaian suatu ego-identitas, dan krisis identitas
merupakan karakteristik paling penting pada masa remaja. Walaupun identitas seseorang dibentuk
dalam cara-cara yang berbeda dari satu budaya ke budaya lainnya, namun pemenuhan tugas
perkembangan mempunyai suatu unsur yang umum yang berlaku dalam semua latar budaya. Dalam
rangka memperoleh suatu ego-identitas sehat dan kuat, anak harus menerima pengakuan yang ajeg
dan bermakna dari lingkungan mereka.

Masa remaja diuraikan oleh Erikson sebagai periode dimana individu harus menetapkan
suatu identitas pribadi dan menghindari bahaya dari difusi peran dan kebingungan identitas.
Implikasi pandangan tersebut bahwa individu harus membuat suatu penilaian terhadap hak dan
asset pribadinya serta bagaimana mereka ingin menggunakan asset-aset tersebut. Remaja harus
menjawab pertanyaan untuk diri mereka sendiri mengenai dari mana mereka datang, siapa diri
mereka, dan mereka akan menjadi apa. Identitas harus dicari fan ditemukan. Identitas tidaklah
diberikan begitu saja kepada individuoleh masyarakat, ataupun muncul begitu saja sebagai peristiwa
kematangan; ia harus diperoleh melaluiusaha individu. Keengganan untuk berbuat atau bekerja
sesuai formasi identitasnya akan mengalami kerancuan peran yang bisa mengakibatkan pengasingan
dan kebingungan. Yang baik untuk dikembangkan adalah kesetiaan/ketepatan pada identitas diri.
Mempertahankan nilai-nilai seseorang akan berperan membuat identitas menjadi stabil.

Pencarian suatu identitas melibatkan produksi suatu self-concept yang penuh arti di mana
masa lampau, masa kini, dan masa depan terkait secara bersama-sama. Sebagai konsekwensi, tugas
remaja menjadi lebih sulit karena masa lalu telah hilang lebur dalam keluarga dan tradisi
masyarakat, keadaan saat ini ditandai oleh perubahan sosial, dan masa depan kurang dapat
diramalkan. Menurut Erikson, dalam periode perubahan sosial yang cepat, generasi yang lebih tua
tidak lagi mampu menyediakan model peran yang memadai bagi generasi yang lebih muda.
Sekalipun generasi yang lebih tua dapat menyediakan model peran yang cukup memadai, remaja
dapat menolak sebab tidak sesuai dengan situasi mereka. Oleh karena itu, Erikson percaya bahwa
pentingnya kelompok panutan tidak bisa sangat diharapkan. Teman sebaya bagi remaja akan
memberikan bantuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan "Siapakahsaya?"

156
sebagaimanaketika mereka tergantung pada umpan balik sosial seperti apa yang oranglain rasakan
dan bagaimana mereka bereaksi terhadap individu remaja itu. Jadi, remaja yang kadang-kadang
ceroboh, sering penuh curiga, asyik dengan apayang mereka lihat, perlu diberi peran dan
ketrampilan dengan prototipe yang ideal dari hari ke hari.

Pubertas, menurut Erikson, ditandai oleh kecepatan pertumbuhan badan, kedewasaan


genital, dan kesadaran seksual. Oleh karena dua aspek terakhir sungguh berbeda dari pengalaman di
tahun-tahun yang lebih awal, maka diskontinyuitas terjadi dalam perkembangan remaja awal. Masa
muda dihadapkan dengan "revolusi fisiologis" di dalam diri sendiri yang bisa jadi bertentangan
dengan pembentukan suatu identitas yang diidealkan. Erikson mengakui bahwa studi tentang
identitas remaja menjadi lebih penting dibanding studi tentang seksualitas sebagaimana dilakukan
oleh Freud.

Berdasar perhatian terhadap remaja, penting untuk menjawab pertanyaan mengenai


identitas vokasional. Pada awal remaja mencoba untuk menetapkan suatu identitas vokasional maka
terjadi beberapa difusi peran. Remaja pada tahap awal berpegang pada konsep-konsep yang
glamour dan ideal mengenai tujuan vokasional mereka, dan tidaklah luar biasa bahwa cita-cita
remaja lebih tinggi dibanding kemampuan dirinya. Sering, model tujuan vokasional yang dipilih itu
kemungkinan kecil dicapai, misalnya pahlawan pada bioskop, musisi rock, juara atletik,
pembalapmobil/sepeda motor, angkasawan, dan lain-lainpahlawan yang dikagumi. Di dalam proses
mengidentifikasi dan memuja pahlawannya, remaja menghasilkan identitas diri dan mengira bahwa
dirinya telah mempunyai kemampuan sebanding dengan pahlawan mereka. Dalam posisi ini,
menurut Erikson, kaum muda jarang mengidentifikasi dengan orang tuanya sendiri; mereka sering
memberontak melawan terhadap kekuasaan orangtua, sistem nilai orang tua, dan dipandang
mengganggu kehidupan pribadi mereka, karenamereka ingin memisahkan identitas mereka dari
keluarga mereka. Anak remaja harus menyatakan otonomi mereka dalam rangka menjangkau
kedewasaan.

Pencarian identitas pribadi juga meliputi pembentukan suatu ideologi pribadi atau suatu
filsafat hidup yang dapat melayani diri individu. Perspektif seperti itu dapat membantu dalam
membuat aneka pilihan dan memandu perilaku. Identitas diri atau identitas pribadi mempengaruhi
remaja untuk mengarungi hidup mereka. Jika remaja hanya mengadopsi identitas atau ideologi
orang lain, kemungkinan besar remaja tidak puas dibanding bila ia mengembangkan identitas
sendiri. Ideologi yang diadopsi jarang berkembang menjadi pribadi dan resikonya dapat
menutuppertumbuhan dan perkembangan remaja.

157
Hasil yang positif dari krisis identitas remaja bergantung pada kesediaan orang untuk
menerima masa lampaunya dan menetapkan kesinambungan dengan pengalaman yang sebelumnya
mereka alami. Anak remaja harus menemukan jawaban pertanyaan: "Siapakah saya?" Di samping itu
juga menjawab pertanyaan: "Ke mana aku pergi?" " Hendak menjadi apakah aku?" Remaja harus
sepakat benar dengan sistem nilai yang berlaku (keyakinan religius, tujuan pekerjaan, filsafat hidup,
dan penerimaan terhadap seksualitas seseorang). Hanya melalui mencapai aspek ego-identitas inilah
remaja akan mampu bergerak mencapai kedewasaan, mencapai keakraban dan cinta, memiliki
persahabatan yang mendalam dan mencapai kebebasan diri pribadi tanpa ketakutan kehilangan
ego-identitas.

Jika remaja gagal di dalam mencari suatu identitas, maka ia akan mengalami keraguan, difusi
peran, dan kebingungan peran. Kalau sudah begini, maka remaja akan menuruti kesenangan diri
melalui berbagai aktivitas atau keasyikan yang merugikan diri sendiri. Remaja seperti itu akan terus
ceroboh asyik dengan maunya sendiri dan tidak mempedulikan orang lain. Hal ini akan mengarahkan
remaja menuju ke arah difusi ego, kebingungan kepribadian, dan dapat berkembang menjadi pribadi
yang suka melakukan pelanggaran bahkan bisa jadi mengalami gangguan psikotik. Dalam banyak
kasus, menurut Erikson, difusi identitas dapat mengarahkan anak ke usaha bunuh diri. Ketika
identitas diri terbentuk atau telah mapan, remaja dapat bergerak ke arah hubungan interpersonal
yang akrab.

6. Status Identitas: Pandangan James Marcia sebagai perluasan Konsep


Erikson

Marcia mendefinisikan identitas sebagai "suatu organisasi yang dinamis tentang kekuatan,
kemampuan, dan keyakinan yang disusun sendiri oleh individu dan bersifat internal”. Menurut
Marcia, ukuran pencapaian identitas dewasa didasarkan pada dua variabel yang penting yaitu: krisis
dan komitmen. Krisis mengacu pada waktu dimana remaja terlibat aktif dalam memilih di antara
pilihan-pilihan pekerjaan dan kepercayaan. Sedangkan komitmen mengacu pada derajat investasi
pribadi yang dinyatakan di dalam suatu pekerjaan atau kepercayaan.

Marcia mewawancarai remaja berusia antara 18 sampai 22 tahun tentang aneka pilihan
jabatan mereka, kepercayaan politis dan religius, dan nilai-nilai yang mereka anut--semua aspek
yang menjadi pusat identitas. Ia menggolongkan para siswa ke dalam empat kategori dari status
identitas berdasar pada: 1) apakah mereka telah lulus dari " krisis identitas" seperti diuraikan oleh

158
Erikson, dan 2) derajat komitmen mereka terhadap pilihan pekerjaan dan seperangkat nilai dan
keyakinan. Empat kategori status identitas sebagaimana diidentifikasi oleh Marcia sebagai berikut:

Identity diffused or identity confused.Individu yang belum mengalami krisis identitas, maupun
tidak membuat komitmen apapun terhadap pekerjaan dan kepercayaan.

Foreclosure.Individu yang belum mengalami krisis, tetapi memiliki komitmen, dimana komitmen
ini bukan hasil dari pencarian dan eksplorasi pribadi, tetapi telah siap diperoleh dari orang lain,
teutama dari orang tua.

Moratorium. Individu yang dalam status krisis akut. Mereka sedang menyelidiki dan dengan
aktif mencari-cari alternatif, dan melakukan perebutan untuk temukan identitas mereka; tetapi
belum membuat komitmen apapun atau hanya mengembangkan komitmen sementara
(temporer).

Identity Achieved. Individu yang sudah mengalami krisis dan sudah memecahkan atas dasar
terminologi mereka sendiri, dan sebagai hasil resolusi dari krisis telah dibuat suatu komitmen
yang pribadi dalam pekerjaan, dalam suatu kepercayaan religius, dalam suatu sistem nilai
pribadi; dan telah memecahkan sikap mereka ke arah seksualitas.

Kebanyakan remaja bergerak maju ke arah status identitas yang hendak dicapai. Pencapaian
identitas paling jarang terjadi pada awal remaja. Identitas seringkali tercapai setelah anak masuk ke
sekolah-sekolah tingkat atas, mahasiswa di perguruan tinggi, dan sebagai orang dewasa awal. Pada
saat anak masih setingkatsekolah menengah pertama, umumnya berada pada peringkat pertama
dan kedua, yaituidentity diffusiondanidentity foreclosure. Beberapa perbedaan juga ditemukan pada
anak laki-laki dan perempuan mengenai ukuran identitas mereka.

Moratorium remaja diartikan sebagai periode perkembangan dimana komitmen belum


dibuat sehingga dikenali bersifat eksploratory dan tentatif. Oleh karena itu, kebanyakan mereka
mengalami krisis dan ada sejumlah pertanyaan tak terselesaikan. Untuk itu ada upaya kuat untuk
menemukan jawaban, mengeksplorasi, meneliti, melakukan uji coba berbagai peranan, dan praktek
langsung di lapangan. Hasil penelitian Marcia menunjukkan bahwa 30 persen mahasiswa saat ini ada
pada tahap moratorium. Keadaan ini ditunjukkan melalui banyaknya mahasiswa yang menjajaki
berbagai jenis kerja.

Beberapa ahli sosial percaya bahwa sekolah dapat menghambat terbentuknya identitas diri
remaja, karena mereka menuntut penyesuaian dengan berbagai cara dan remaja harus tunduk ke
otoritas sekolah. Hal ini bukannya membantu remaja dalam mencariidentitas prebadi yang unik.

159
Banyak bukti bahwa sekolah justru menindas kreativitas remaja, individualitas remaja, dan identitas
diri remaja, sebab mereka harus mengikuti kurikulum yang berorientasi pada keterampilan dan
pengetahuan untuk sukses. Orientasi kurikulum bukan dalam kerangka memberi kebebasan remaja
untuk mengembangkan identitas diri mereka sendiri.

Beberapa kesulitan remaja dapat dipahami jika remaja dipandang sebagai manusia dalam
posisi marjinal yang sedang berjuang untuk mencapai status dewasa. Perjuangan remaja untuk
mencapai status dewasa dapat mengalami frustrasi, dan masyarakat, lembaga pendidikandapat
membantu mereka menjadikan pengalaman ini menjadi lebih bermakna.

7. Teori Geisteswissenschaftliche tentang Remaja: Eduard Spranger

Eduard Spranger (1882-1963) adalah professor psikologi di Universitas Berlin.


Geisteswissenschaft diterjemahkan sebagai "cultural science" atau"historical humanities." Allport
menterjemahkannya sebagai "mental science." Sementara itu Spranger sendiri menggunakan
sinonim "philosophy of culture."

Menurut Spranger, ia sendiri tidak secara penuh mengalami makna perkembangan dirinya
sendiri. Banyak gejala kesadaran yang bermakna jika orang belajar untuk memahami mereka sebagai
fenomena perkembangan. Masa remaja tidaklah hanya periode transisi dari masa kanak-kanak ke
kedewasaan fisiologis, tetapi yang lebih penting adalah usia dimana struktur mental yang secara
relatif tidak dapat dipilah-pilah dari kanak-kanak sampai mencapai kedewasaan penuh. Selama
masaremaja, suatu hirarki nilai-nilai yang lebih kekal terbentuk. Menurut dia, "arah nilai dominan"
dari individu merupakan penentu kepribadian.

Spranger mendeskripsikan tiga pola perkembangan:

Pola pertama dideskripsikan oleh Spranger dialami sebagai bentuk kelahiran kembali individu
yang di dalamnya individu mencari dirinya sneidiri sebagaimana orang lain ketika ia mencari
kematangan/kedewasaan. Seperti G. Stanley Hall, Spranger yakin bahwa periode ini remaja
mengalami badai, stres, ketegangan, dan krisissebagai akibat dari perubahan kepribadiannya.

Pola kedua adalah proses pertumbuhan yang lambat, terus-menerus dan berangsur-angsur
menerima gagasan dan nilai-nilai budaya masyarakat, tanpa perubahan kepribadian dasar.

160
Pola ketiga adalah proses pertumbuhan yang di dalamnya individu berpartisipasi secara aktif.
Remaja secara sadar mengimprove dirinya secara sadar dan memberi kontribusi bagi
perkembangan pribadinya sendiri, mengatasi krisis melalui upaya-upaya yang giat dan berarah
tujuan. Pola ini memiliki karakteristik self-controldan self-discipline, yang oleh Spranger
dihubungkan dengan tipe kepribadian yang sedang mengejar kekuatan diri sendiri.

Spranger merupakan ahli psikologi yang memandang remaja sebagai periode perkembangan
spesifik yang memiliki karakteristik unik yang berbeda dari kanak-kanak dan masa dewasa.

8. Antropologi Budaya dan Remaja: Margaret Mead

Ada beberapa studi yang dilakukan oleh para ahli antropologi mengenai perkembangan
remaja. Kontribusi terbesar disumbangkan oleh Margaret Mead, yang memberikan banyak
pemahaman mengenai perkembangan remaja dalam konteks budaya. Mead menulis dua buku yang
relevan dengan pembahasan remaja, yaitu Coming of Age in Samoa (1950) danGrowing Up in New
Guinea(1953).

Coming of Age in Samoamerupakan studi lapangan secara empiris menggunakan metodologi


antropologis, tetapi tidak secara eksplisit mengemukakan teori perkembangan remaja. Ruth
Benedict dalam bukunya Continuities and Discontinuities in Cultural Conditioning (1954),
memberikan teori eksplisit mengenai perkembangan remaja dari sudut pandang antropologi budaya
yang ia kaitkan langsung dengan temuan Mead ketika meneliti remaja-remaja di Samoa. Dalam teori
ini ditekankan pentingnya factor budaya dalam proses perkembangan remaja. Istilah Cultural
relativism lebih tepat untuk memahami fenomena remaja. Teori ini menekankan pentingnya
lembaga social dan factor budaya dalam perkembangan manusia serta mendeskripsikan ritual-ritual
pubertas dalam masyarakat primitif.

Mead mengermukakan bahwa tugas utama yang dihadapi remaja saat ini adalah mencari
identitas diri yang bermakna. Tugas ini sulit untuk diukur dalam masyarakat demokratik modern
daripada pada masyarakat primitif. Tingkahlaku dan nilai-nilai orang tua bukanlagi sebagai model
bagi remaja, sebab mereka kalah pamor dari model yang ditampilkan lewat media massa.Lagipula,
remaja sedang dalam proses membebaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, dimana
mereka seringkali berlawanan dengan sistem nilai orangtua. Oleh karena remaja telah diajar untuk
mengevaluasi perilakunya sendiri, maka ia mulai membuang standar nilai orang tua dan
menggantikannya dengan standar nilai teman sebaya. Kecepatan perubahan sosial, memperluas

161
berbagai sistem nilai religius dan hal-hal duniawi, dan teknologi modern membuat dunia nampak
bagi remaja sebagai suatu yang terlalu kompleks, relativistik, terlalu tak dapat diramalkan, dan
terlalu rancu bagi remaja.

Pada waktu lampau, Erikson dan Mead menyebut sebagai periode psychological
moratorium, yakni suatu periode dimana remaja melakukan percobaan-percobaan secara tentatif
tanpa dipersoalkan mengenai keberhasilannya dan tanpa mempersoalkan akibat emosional,
ekonomi, dan sosialnya. Kegagalan dalam melakukan eksperimen-eksperimen tersebut bisa jadi
remaja mengalami hambatan dalam memperoleh identitas diri. Sebagai gantinya, untuk identitas
psikologis, remaja menggunakan simbol-simbol kelompok sebaya untuk memperoleh semi-identitas.
Menurut Mead, dalam kasus ini pendidikan menjadi lebih fungsional dan lebih berorientasi pada
keberhasilan. Sebagai konsekuensi, tujuan dan nilai-nilai anak remaja diarahkan ke arah kesuksesan,
keamanan, kepuasan atas keinginan, penyesuaian, dan penerimaan sosial dengan diberi ruang yang
sedikit untuk melakukan percobaan, idealisme, dan utopianisme pribadi.Mead menyatakan bahwa
kegagalan untuk mengadopsi sistem pendidikan dan sosial dapat membuat remaja mengembangkan
identitas negatif.

Mead condong untuk membantu kebebasan remaja dan kurang sepakat dengan
pengharapan keluarga, masyarakat dan kelompok sebaya dalam rangka memberi kesempatan
pengalaman kreatif bagi remaja. Dalam hal ini, Mead juga mengkritik keluarga yang terlalu
membangun keintiman dengan anak-anak remaja mereka yang terlalu berpengaruh terhadap
kehidupan emosional remaja yang sedang tumbuh. Ia yakin bila keluarga terlalu kuat pengaruhnya
bagi remaja akan menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan pribadi remaja karena akan
membatasi pilihan-pilihan remaja.Dia menyatakan bahwa "hal-hal yang diinginkan orangtua
seharusnya dikurangi, sedikitnya dalam beberapa hal, peran yang kuat yang orang tua mainkan di
dalam kehidupan kanak-kanak lambat laun dikurangi”. Seharusnya lembaga berperan secara
demokratis. Sistem keluarga yang toleran yang di dalamnya remaja dapat tidak setuju dengan orang
tuanya tanpa kehilangan rasa cinta orang tua, harga diri, atau meningkatnya ketegangan emosional.

Teori Ruth Benedict mengenai pengkondisian budaya memiliki implikasi pendidikan yang
penting. Praksis-praksis pendidikan di rumah begitu juga di sekolah harus menekankan kontinuitas
proses belajar sehingga anak menjadi terbiasa dengan seperangkat nilai dan perilaku yang
diharapkan orang dewasa. Anak harus diajar bahwa bila tidak belajar dia tidak akan tumbuh menjadi
orang dewasa yang matang. Perubahan perilaku seringkali terputus-putus, diharapkan individu
bergerak dari sekolah dasar ke sekolah menengah, dari perguruan tinggi ke tempat kerja, dan dari

162
perilaku seksual yang ditolak menjadi perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan melalui lembaga
perkawinan.

9. Teori Medan dan Remaja: Kurt Lewin

Kurt Lewin (1890-1947) merupakan tokoh Psikologi Gestalt dari Universitas Berlin. Ia banyak
dipengaruhi oleh pandangan Freud, khususnya mengenai hakekat motivasi. Namun demikian, teori
Lewin mengenai remaja secara konseptual berbeda dari teori-teori lainnya. Teorinya tentang
perkembangan remaja secara eksplisit dinyatakan dalam buku Field Theory and Experiment in Social
Psychology (1939).Teori medannya menjelaskan tentang dinamika perilaku remaja secara individual
tanpa menggeneralisasi remaja sebagai kelompok. Konsepnya membantu untuk menjelaskan dan
meramalkan perilaku individu dalam situasi spesifik.

Teori medan telah berhasil mengintegrasikan faktor-faktor biologis dan sosiologis yang
biasanya dipandang secara bertentangan. Lewin menyatakan posisinya secara eksplisit: faktor-
faktor pengaruh psikologis dari lingkungan terhadap tingkahlaku dan perkembangan anak benar-
benar penting. Psikologi secara umum dipandang sebagai medan biologis.

Landasan teori medan mengenai perkembangan remaja bahwa remaja merupakan periode
transisi yang di dalamnya remaja harus mengubah anggota kelompknya. Anak dan orang dewasa
memiliki konsep yang jelas mengenai keanggotaan kelompok mereka, sedangkan remaja masuk di
antara kelompok anak-anak dan kadang masuk dalam kelompok dewasa tanpa keterlibatan lengkap
di kedua kelompok tersebut. Orangtua, guru, dan masyarakat merefleksikan kekurang jelasan status
remaja ini, perasaan ambigius mereka terhadap remaja menjadi tampak jelas ketika mereka suatu
saat memperlakukan remaja sebagaimana kanak-kanak, dan kali lain memperlakukan mereka
sebagai orang dewasa. Berbagai kesulitan muncul sebab format perilaku kekanak-kanakan tertentu
tidak lagi bisa diterima. Pada waktu yang sama sebagian dari format perilaku sebagai orang dewasa
waktu itu belum diijinkan juga, atau jika mereka diijinkan, mereka merasa baru dan asing bagi anak
remaja.

Remaja dapat disebut sebagai lokomotif sosial, sebab ia bergerak ke dalam medan sosial dan
psikologis secara tak terstruktur. Tujuan tidak lagi jelas, dan alur mereka rancu dan penuh dengan
ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut, dilukis-kan ketika remaja laki-laki pertama kali kencan ke
teman wanitanya. Oleh karena remaja tidak memiliki pemahaman yang pasti mengenai status

163
sosialnya, pengharapannya, dan urusannya, maka perilakunya mencerminkan ketidakpastian,
tampak ragu-ragu.

Sebagai contoh, remaja yang dihadapkan dengan beberapa pilihan yang menarik pada waktu
yang sama relatif memiliki batasan untuk mencapainya. Mengemudi mobil, merokok, menikmati
hubungan seksual adalah semua tujuan yang mungkin dicapai remaja, dan dengan begitu mereka
menjadi bagian dari hidup anak remaja. Bagaimanapun, mereka tidak dengan serta merta dapat
dilakukan remaja, sebab adanya pembatasan oleh orangtua, pembatasan undang-undang, atau kode
etik yang telah diinternalisasi individu. Oleh karena remaja bergerak melalui medan perubahan yang
cepat, maka ia tidak tahu arah untuk mencapai tujuan khusus dan terbuka bagi bimbingan yang
konstruktif, tetapi ia juga menolak terhadap rayuan dan tekanan.

Self-imageindividu bergantung pada tubuhnya. Selama proses perkembangan normal,


perubahan tubuh akan terjadi dan akan membentuk self-image yang stabil.Kesan tentang tubuh
membuat penyesuaian terhadap perubahan perkembangan sedemikian rupa, sehingga individu
memahami badannya. Selama perubahan-perubahan remaja terjadi dalam hal struktur tubuhnya,
pengalaman tubuhnya, dan sensasi-sensasi baru mengenai tubuhnya, serta harapan yang lebih
drastis sedemikian rupa, maka kesan mengenai tubuh mereka menjadi kurang dikenal, tidak reliable,
dan tak dapat diramalkan. Remaja yang asyik dengan normalitas tubuhnya dan bagaimana tubuhnya
diterima oleh orang lain, sebenarnya ia telah diganggu oleh kesan tubuhnya. Ia akan menghabiskan
banyak waktu untuk memperhatikan tubuhnya di kaca atau berupaya mengembangkan karakteristik
seksual primer dan sekundernya dalam kaitannya dengan teman sebayanya. Hal ini dapat dipahami,
sebab tubuh memiliki kaitan yang erat dengan perasaan tentang kemenarikan, stabilitas, keamanan,
dan peran seksual remaja. Perasaan negatif mengenai tubuh berkaitan dengan self-concept yang
negatif dan banyak ketidastabilan emosi yang dapat mengubah orientasi hidup manusia.

Teori medan mendefinisikan remaja sebagai periode transisi dari anak ke dewasa. Transisi ini
ditandai oleh perubahan yang mendalam, pertumbuhan yang cepat, dan diferensiasi ruang hidup
yang sejalan dengan yang telah terbentuk sebelumnya waktu kanak-kanak akhir. Transisi juga
ditandai oleh kenyataan bahwa individu memasuki alam kognitif yang tak terstruktur yang
menghasilkan perilaku yang tidak menentu. Transisi dari anak menjadi dewasa merupakan kejadian
yang universal, dimana anak menjadi dewasa yang matang dalam semua masyarakat. Namun
demikian, pergeseran dari anak ke dewasa dapat terjadi dalam pola-pola yang berbeda-beda. Hal ini
dapat dalam bentuk pergeseran yang mendadak, seperti dapat diamati di dalam masyarakat primitif

164
di mana dilakukan upacara menyambut kehadiran pubertas mengakhiri masa kanak-kanak dan
menandakan permulaan dari kedewasaan.

Sejalan dengan Lewin, ada perbedaan budaya dalam perilaku remaja. Ia mengemukakan
perbedaan ini untuk beberapa factor, antara lain ideologi, sikap, nilai-nilai yang diakui dan
ditekankan; cara yang di dalamnya berbagai aktivitas dipandang sebagai berkaitan dan atau tidak
berkaitan. Misalnya, antara aspek keagamaan dan kerja bagi masyarakat tertentu sangat berkaitan
sedang bagi masyarakat lainnya tidak; dan jarak periode remaja berbeda-beda dari satu budaya
dengan budaya lain, dari satu kelas sosial dengan kelas sosial lainnya di dalam satu budaya.

B. Kebutuhan Dasar Manusia

Salah satu aspek penting dalam membahas perkembangan manusia adalah kebutuhan
dasar yang melekat pada setiap orang. Abraham Maslow adalah tokoh yang terkenal dalam
menguraikan kebutuhan dasar tersebut. Maslow mengemukakan beberapa kebutuhan dasar
manusia sebagai suatu hirarki. Artinya, orang akan berupaya memenuhi kebutuhan-
kebutuhan hidupnya dari yang paling dasar menuju ke yang paling tinggi. Secara umum,
manusia memiliki kebutuhan dasar: fisik, aman, cinta dan keterlibatan, harga diri, aktualisasi
diri. Pada perkembangannya, kebutuhan tersebut berkembang yakni ditambahkan dengan
kebutuhan akan pengetahuan dan yang tertinggi adalah kebutuhan akan keindahan.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut digambarkan dalam piramid sebagai berikut:

165
Maslow mempresentasikan kebutuhan dasar dalam sebuah hirarki (hierarchy of
needs). Setelah kebutuhan yang paling dasar dari manusia berupa udara, air, makanan, dan
seks berturut-turut diikuti dengan kebutuhan dasar lainnya. Pada mulanya, Maslow
menganggap bahwa aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi, namun akhir-akhir ini
ditambahkan dengan kebutuhan akan rasa keindahan atau estetika sebagai kebutuhan
tertinggi.

1. Kebutuhan fisiologis (The physiological needs)

Kebutuhan fisiologis manusia terdiri atas berbagai macam, antara lain kebutuhan
akan oksigin, air, protein, garam, gula, kalsium, serta mineral dan vitamin lainnya.
Kebutuhan ini juga mencakup kebutuhan untuk mempertahankan keseimbangan kadar pH
dan termperatur tubuh. Di samping itu, kebutuhan fisiologis juga meliputi kebutuhan
untuk aktif, istirahat, tidur, dan membuang kotoran (CO2, keringat, urin, dan berak).
Beberapa kebutuhan yang dapat digolongkan pada kebutuhan fisiologis lainnya adalah
kebutuhan untuk menghindar dari rasa sakit dan kebutuhan akan kehidupan seksual.

Maslow didukung oleh sejumlah penelitian menjadi yakin bahwa kebutuhan-


kebutuhan tersebut sangat individual. Penelitian terhadap ibu-ibu yang sedang hamil,
kebutuhan akan fisiologis ini menjadi semakin meningkat sejalan dengan kenyataan
bahwa orok yang ada dalam kandungan juga membutuhkan makanan.

Pada saat kebutuhan fisiologis menjadi bagian utama dari kehidupan manusia,
maka kebutuhan-kebutuhan lainnya tidak akan menjadi pusat perhatian. Sebagai contoh,
ketika kebutuhan akan makan dan minum menjadi utama, maka orang tidak pernah
banyak memikirkan resiko akan keamanan dirinya. Dia akan berani melakukan sesuatu
demi memenuhi kebutuhan sisiologis tersebut tanpa mempedulikan apakah untuk
mendapatkan makan dan minum tersebut mengandung bahaya bagi keselamatan diri atau
tidak.

2. Kebutuhan akan rasa aman (The safety and security needs).

Apabila sebagian besar kebutuhan fisiologis telah terpenuhi, maka akan mulai
terbuka akan kebutuhan rasa aman. Orang akan menjadi mulai berke-inginan untuk
mendapatkan suasana yang aman, kehidupan yang stabil, mendapatkan perlindungan.

166
Orang mungkin akan mulai mengembangkan kebutuhan untuk hidup lebih teratur dengan
aturan-aturan yang lebih mengikat.

Dalam pandangan dari sisi negatif, orang cenderung menjadi lebih tergugah bukan
saja dengan kebutuhan akan baju, tetapi berkaitan dengan perasaan takut dan cemas.
Pada masayarakat kita, kebutuhan ini dinyatakan dalam bentuk keinginan untuk memiliki
rumah, hidup bertetangga secara harmonis, memiliki pekerjaan, memiliki rencana masa
depan yang lebih baik. pada masyarakat yang sudah lebih maju, maka kebutuhan akan
keamanan dinyatakan dengan keikutsertaan mereka pada program asuransi dengan segala
macam bentuknya, termasuk asuransi hidup, asuransi pendidikan, asuransi kebakaran, dan
sebagainya.

3. Kebutuhan akan Kasih sayang dan keterlibatan (The love and belonging needs).

Apabila sebagian besar kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman sudah
terpenuhi, maka kebutuhan ketiga akan mulai muncul. Orang akan mulai terbuka untuk
memenuhi kebutuhan mereka akan rasa kasih sayang dan keterlibatan dengan orang lain.
Orang akan mulai mengembangkan kebutuhannya untuk berkawan, hidup bahagia,
memiliki hubungan yang menyenangkan, merasa sebagian bagian dari komunitasnya.
Secara negatif, orang menjadi meningkat ketakutannya dalam kesendirian dan memiliki
kecemasan sosial.

Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan ini dinyatakan dalam bentuk keinginan


untuk menikah, memiliki keluarga, merasa sebagai bagian dari masyarakat, sebagai
bagian dari kehidupan keagamaan, menjadi bagian dari suatu gang atau kelompok
bermain. Dalam kehidupan juga dinyatakan sebagai bagian dari kehidupan kariernya.

4. Kebutuhan akan harga diri (The esteem needs)

Secara lambat laun setelah kebutuhan akan kasih sayang dan menjadi terlibat
dalam kehidupan, orang akan mengembangkan kebutuhannya akan harga diri. Maslow
membedakan kebutuhan akan harga diri rendah dan tinggi. Dalam tingkatan yang rendah,
kebutuhan ini diwujudkan dalam bentuk-bentuk, misalnya: kebutuhan dihargai orang lain,
kebutuhan akan status, kebutuhan akan pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, dan
kebutuhan untuk menjadi bagian dominan. Dalam kategori yang lebih tingi, kebutuhan
akan harga diri diwujudkan dalam bentuk kebutuhan untuk mendapatkan kepercayaan

167
diri, mencakup merasa percaya diri, mampu, berprestasi, tuntas dalam berkarya, mandiri,
dan bebas.

Dalam sisi negatif dari kebutuhan ini dinyatakan dalam bentuk harga diri rendah
atau mengalami inferioritas. Sejalan dengan pandangan Alfred Adler, kenyataan ini
banyak bersumber dari persoalan-persoalan psikologis. Pada masyarakat modern,
kebanyakan tidak lagi mempersoalkan kebutuhan akan aspek fisiologis dan rasa aman.
Mereka cenderung mengalami hambatan dalam hal pemenuhan kebutuhan cinta kasih dan
menjadi terlibat dalam banyak bidang kehidupan. Oleh karena itu, dalam aspek terakhir
ini harus menjadi pusat perhatian dari kehidupan kita sehari-hari, saat ini.

Empat tingkat hirarki kebutuhan di atas disebut sebagai kekurangan kebutuhan


(deficite needs atau D-needs). Ketika kita tidak cukup memiliki atau terpenuhi kebutuhan di
atas artinya kita kekurangan dan kita menjadi merasa butuh untuk itu.Sebaliknya, ketika kita
telah memenuhi semuanya, maka kita tidak lagi akan memerlukannya.

Maslow juga mengemukakan tingkatan-tingkatan tersebut dengan istilah


homeostasis. Homeostasis merupakan prinsip kerja sebagaimana ukuran panas
(thermostat): Jikalau terlalu dingin, maka pindahkan saklar ke panas, jika terlalu panas,
pindahkan ke dingin atau saklar panasnya dimatikan. Dalam cara kerja yang sama, maka
tubuh kita bila kekurangan sesuatu kebutuhan akan mengembangkan perasaan ―lapar‖ untuk
itu. Jika kebutuhan tertentu telah terpenuhi akan berhenti dengan sendirinya.

Maslow memandang semua kebutuhan di atas merupakan kebutuhan akan


kelangsungan hidup (survival needs). Kata Maslow, cinta kasih dan harga diri merupakan
kebutuhan untuk memperhatankan (memelihara) kesehatan.Ia juga menyatakan bahwa kita

168
memiliki dua macam kebutuhan itu bagaikan instink. Oleh karena itu sering keduanya disebut
instinctoid needs.

Di bawah kondisi tertekan (stressful conditions) atau ketika kelangsungan hidup kita
terancam, maka kita akan turun kearah kebutuhan yang lebih rendah. Ketika karier Anda
turun, maka kemungkin besar Anda akan mencari perhatian. Jika keluargamu menjauhimu,
kamu akan membutuhkan rasa cinta dan mengabaikan harga diri.

Maslow juga mengemukakan perlunya orang mengembangkan filosofi masa depan


(philosophy of the future)dimana kita memiliki rancangan kehidupan yang ideal atau dunia
yang diangankan dan untuk itu memerlukan informasi-informasi untuk memenuhi kebutuhan
akan masa depan tersebut.

Jikalau Anda memiliki masalah yang berat sepanjang perkembangan Anda, misalnya
selama masa kanak-kanak tidak merasa aman, atau ditinggal mati keluarga yang dicintai,
maka Anda akan mengatur kebutuhan agar hidup menjadi lebih tenang atau lebih santai.

5. Kebutuhan untuk Aktualisasi Diri (Self-actualization)

Istilah aktualisasi diri dipersamakan oleh Maslow dengan motivasi untuk tumbuh
atau being needs atau B-needs sebagai lawan dari D-needs). Pada pandangan awal,
kebutuhan ini dipandang yang tertingi dari kebutuhan manusia. Namun, akhir-akhir ini
ada kebutuhan yang lebih tinggi lagi yaitu kebutuhan akan pengetahuan dan kebutuhan
akan rasa keindahan.

Kebutuhan untuk aktulisasi diri tidak termasuk ke dalam keseimbangan


atauhomeostasis. Dalam kenyataannya kebutuhan ini kadang lebih kuat dari kebutuhan
lainnya. Kebutuhan ini mencakup keinginan terus-menerus untuk mengaktualisasikan
potensi sampai pada batas yang dapat dicapai. Untuk dikatakan sebagai ―dirimu‖
kebutuhan ini harus dipenuhi sampai batas yang paling lengkap. Oleh karena itulah maka
kebutuhan ini disebut aktualisasi diri. Artinya, menampilkan keseluruhan pribadinya
sampai batas puncak.

Dalam memahami teori kebutuhan secara lengkap, maka perlu diperhatikan bahwa
jika Anda ingin benar-benar mampu mengaktualisasikan diri, maka Anda perlu
memenuhi dulu kebutuhan-kebutuhan di bawahnya yang lebih lengkap. Jika Anda lapar,

169
Anda perlu mengambil makanan. Jika Anda tidak aman, maka Anda perlu mendapat
pengawalan. Jika Anda merasa terisolasi atau tidak dicintai, maka Anda perlu memuaskan
kebutuhan tersebut; Jika Anda merasa rendah diri, maka Anda perlu mempertahankan
harga diri atau mengkompensasikannya; Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tak
terpenuhi, maka sulit bagi Anda untuk memenuhi kebutuhan tertinggi Anda yakni untuk
menampilkan potensi Anda. Dalam berbagai penelitian, ternyata di dunia ini sangat
jarang ditemukan orang yang mampu memenuhi kebutuhan tertinginya untuk
beraktualisasi diri. Maslow menyebut angka dua persen (2%) saja umat manusia di dunia
ini yang mampu menampilkan potensinya secara penuh.

Bagaimanakah orang yang dipandang mencapai aktualisasi diri puncak? Maslow


menyebutkan beberapa petunjuk mengeni sifat-sifat manusia yang telah terpenuhi
kebutuhan aktualisasi dirinya dan dalam hidupnya menjadi bahagia, yaitu orang-orang
yang mengutamakan:

 Kebenaran, bukannya ketidak jujuran.


 Kebaikan, bukannya kejahatan.
 Kecantikan (pribadi), bukannya kejelekan atau ketidaksopanan.
 Kesatuan dan keutuhan pribadi, bukannya aneka pilihan yang dipaksakan.
 Kesadaran akan perilaku sebagai bagian hidupnya, bukan sebagai mekanisasi dari
hidup (upaya mempertahankan diri belaka).
 Keunikan pribadi, bukan keseragaman yang lemah.
 Kesempurnaan dan kemanfaatan, bukan kejorokan, ketidakajegan, atau
ketidakbergunaan.
 Kelengkapan, bukannya ketidaklengkapan.
 Keadilan dan keteraturan, bukan ketidakadilan dan pelanggaran aturan.
 Kesederhanaan, bukan kompleksitas yang tak perlu.
 Merasa kaya, bukan merasa miskin atau lemah.
 Giat berusaha, bukan tegang dalam berusaha.
 Santai, bukan suram atau cemberut, hati tak senang, kerja yang menjemukan.
 Mencukupi keperluan sendiri, bukan ketergantungan.
 Hidup bermakna (Meaningfulness),bukannya kesia-siaan.

Tentu saja untuk memiliki sifat di atas tidaklah sederhana. Ketika manusia hidup
dalam tekanan ekonomi, tekanan perang, hidup di lingkungan masyarakat miskin, atau cemas

170
karena mengkhawatirkan tidak cukup makan, sifat-sifat di atas sulit untuk berkembang.
Dalam kenyataannya, Maslow yakin bahwa keadaan dunia dimana kita hidup menjadi kunci
dari terpenuhinya kebutuhan manusia.

6. Kebutuhan Pengetahuan (Knowledge Needs)

Untuk mencapai aktualisasi diri secara memadai, manusia membutuhkan sarana.


Dalam perkembangan teori kebutuhan, dikemukakan bahwa manusia memiliki kebutuhan
yang lebih tinggi dari aktualisasi diri yaitu kebutuhan akan pengetahuan. Hanya orang-
orang yang berilmu yang mampu mengaktualisasikan diri secara memadai. Dalam hal ini
dapat dicontohkan ketika seseorang memiliki potensi kuat di aspek fisik (body-
kinesthetic), maka ia baru akan mampu mengaktulasisasikan potensi fisiknya tersebut
kalau menguasai ―ilmu‖ olah fisik secara memadai. Bila kita tidak memiliki pengetahuan
yang cukup di bidang olah fisik, maka kita tak akan bisa tampil memadai.

7. Kebutuhan akan Rasa Keindahan (Aesthetic Needs)

Puncak dari kebutuhan manusia adalah rasa keindahan. Kebutuhan ini terkait
dengan kehalusan budi manusia. Ada kaitannya pula dengan apresiasi manusia terhadap
segala kebutuhan hidupnya. Terpenuhinya kebutuhan fisiologis tidak saja secara lahiriyah
terpenuhi, tetapi lebih dari itu, terpenuhinya kebutuhan fisiologis tersebut akan diikuti
dengan rasa estetika. Makan tidak sekedar makan, tetapi bagaimana makan tersebut
disertai dengan suasana indah. Demikianpun rasa aman. Aman secara fisik tidak saja
memakai baju seadanya, tetapi perlu memikirkan rasa keindahan. Begitu selajutnya,
kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggipun akan dimanifestasikan dalam rasa estetika
bagi masing-masing pribadi manusia.

Aplikasi Teori Kebutuhan dalam Pendidikan

Maslow telah mengembangkan teori kepribadian yang sangat berpengaruh dalam


berbagai bidang, termasuk pendidikan. Pengaruh yang luas ini sampai pada tataran praktis.
Sebagai ahli psikologi humanistik, Maslow yakin bahwa manusia tidak bisa dibuka atau
ditutup dengan kekuatan mekanistik, sebagaimana diajarkan oleh kaum behavioristik yang
menekankan pada hubungan stimulus dan respon, atau dorongan-dorongan dari alam
ketidaksadaran sebagaimana diajarkan kaum psikoanalisis. Kaum humanis menekankan

171
bahwa manusia itu memiliki potensi. Mereka yakin bahwa manusia itu berkehendak untuk
mencapai kapabilitas yang lebih tinggi. Manusia akan mencari bentuk-bentuk kreativitas,
mereka berkehendak untuk mencapai kesadaran tinggi atau mencapai kehidupan yang arif
(wisdom). Suatu kehidupan yang berorientasi kepada kemaslahatan diri dan kemaslahatan
umat manusia pada umumnya. Keadaan ini dilabelkan oleh kaum humanis sebagai "fully
functioning person", "healthy personality", atau sebagaimana dinyatakan oleh Maslow
sebagai "self-actualizing person.".

Sebagaimana telah dikemukakan di muka, bahwa Maslow menyusun kebutuhan


manusia dalam sebuah hirarki. Kebutuhan-kebutuhan tersebut instinctoid, yang sejajar
dengan instincts pada binatang. Dalam kaitan ini, ada keyakinan bahwa jika lingkungan baik,
maka orang akan tumbuh menjadi kuat dan berpribadi cantik, mampu mengaktualisasikan diri
secara memadai. Sebaliknya, jika lingkungan tidak baik, maka manusia akan tumbuh dalam
pertumbuhan yang lemah dan tidak menyenangkan.

Maslow yakni bahwa satu-satunya alasan orang tidak bergerak menuju ke arah
kebutuhan self-actualizationdisebabkan oleh hambatan-hambatan dari masyarakat. Peristiwa
pendidikan merupakan cara memadai untuk menghantarkan manusia mencapai kebutuhan
aktualisasi diri secara memadai.Maslow menyatakan bahwa pendidik harus merespon
terhadap potensi-potensi individu untuk tumbuh ke arah a self-actualizing person. Ada
sepuluh pesan bagi para pendidik dalam kerangka memberi kesempatan anak untuk
mengaktualisasikan dirinya:

1. Pendidik harus mengajar anak untuk menjadi authentic,untuk menyadari “dunia dalam”
mereka untuk mendengarkan suara hati mereka sendiri.
2. Pendidik harus mengajar anak-anak untuk menjadi transcend their cultural conditioning dan
menjadi warga dunia yang arif.
3. Pendidik harus membantu anak untuk menemukan dunia kerja mereka dalam kehidupan
sehingga mendapat tempat yang pas untuk aktualisasi diri. Hal ini dikhususkan pada
penemuan karier yang tepat.
4. Pendidik harus mengajarkan bahwa hidup itu mahal, bahwa ada kegembiraan yang bisa
dialami dalam hidup, jika orang terbuka untuk mencari situasi-situasi yang baik dan
menggembirakan, maka hal ini akan membuat hidup itu menyenangkan.
5. Pendidik harus menerima anak sebagaimana anak adanya dan membantu mereka atas dasar
“dunia dalam” mereka. Atas dasar pengetahuan kita tentang bakat dan hambatan-

172
hambatannya, maka kita akan tahu apa yang harus diperbuat terhadap keadaan seseorang
anak sesuai dengan potensi masing-masing.
6. Pendidik harus melihat bahwa kebutuhan dasar manusia itu harus dipuaskan. Anak-anak
harus merasa aman, merasa terlibat, dan merasa memiliki harga diri.
7. Pendidik harus menyegarkan kembali kesadaran anak, mengajar anak untuk mengapresiasi
hal-hal yang indah dan baik dalam hehidupan.
8. Pendidik harus mengajar anak bahwa mengontrol atau mengendalikan diri itu bagus.
Peristiwa mengendalikan diri merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dalam
semua bidang.
9. Pendidik harus mengajar anak untuk memahami permasalahan hidup dan bergulat dengan
permasalahan yang serius dalam hidup. Hal ini mencakup peristiwa-peristiwa ketidakadilan,
kesakitan, penderitaan, dan kematian.
10. Pendidik harus mengajar anak untuk menjadi pemilih yang baik. Anak-anak harus diberi
banyak pengalaman untuk melakukan pilihan-pilihan dengan baik.

C. Tugas-Tugas Perkembangan Manusia

Pada bagian ini akan dikemukakan delapan tugas-tugas perkembangan yang dihadapi
remaja. Pada bagian sebelumnya telah dikemukakan definisi remaja, perubahan-perubahan
yang terjadi dalam diri remaja, secara biologis dan psikologis. Pada bagian ini akan
dikemukakan delapan tugas perkembangan utama yang harus dialami oleh remaja. Dengan
memahami tugas-tugas perkembangan berikut ini diharapkan orangtua dan guru-guru dapat
memberikan dukungan dan kesempatan yang tepat agar remaja mampu melaksanakan tugas-
tugas tersebut dengan baik.

Apakah tugas-tugas perkembangan yang dihadapi remaja?


Tugas perkembangan utama yang dihadapi remaja adalah dimilikinya identitas secara stabil
dan menjadi orang dewasa yang lengkap dan produktif. Sebagian besar waktu remaja akan
dipergunakan untuk mengembangkan diri dalam menghadapi perubahan-perubahan pengalaman
dan peran-peran hidup mereka dari masa kanak-kanak. Remaja mencari peran hidup mereka dalam
masyarakat melalui aktif belajar dari kehidupan nyata yang mengarahkan mereka untuk menemukan
jati dirinya sendiri.

Perubahan-perubahan yang dialami anak pada masa pubertas membawa kesadaran baru
terhadap diri sendiri dan reaksi-reaksi orang lain terhadap dirinya. Sebagai contoh, kadang-kadang
orangtua menerima remaja sebagai orang dewasa, sebab mereka secara fisik tampak seperti fisik

173
orang dewasa. Sebaliknya, sebenarnya mereka belum dewasa. Remaja membutuhkan tempat
(kamar) untuk mengeksplorasi dirinya sendiri dan dunia mereka sendiri. Jadi sebagai orang dewasa,
kita perlu menyadari kebutuhan-kebutuhan remaja dan memberikan kesempatan-kesempatan yang
diperlukan untuk tumbuh berperan sebagai orang dewasa.

Tugas-tugas perkembangan merupakan ukuran atau pertanda sebagai perkembangan yang


normal dari remaja dalam mengarungi hidupnya. Ada delapan tugas perkembangan utama yang
dihadapi remaja, yaitu:

1. Memperoleh hubungan baru dan lebih matang dengan orang lain, baik dengan remaja laki-
laki maupun perempuan, pada kelompok seusia.
2. Mencapai peran sosial sebagai laki-laki atau perempuan.
3. Menerima keadaan fisiknya sebagaimana adanya.
4. Mencapai kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
5. Mempersiapkan diri untuk hidup dalam ikatan perkawinan dan berumah tangga.
6. Mempersiapkan diri dalam bidang karier.
7. Memperoleh seperangkat nilai-nilai dan suatu sistem etika sebagai pemandu perilaku --
mengembangkan suatu ideologi penuntun perilaku pribadi.
8. Berkeinginan dan berusaha mencapai perilaku yang dapat dipertanggung-jawabkan secara
sosial.

Setiap tugas perkembangan tersebut secara berturut-turut dijelaskan sebagai berikut.

1. Memperoleh hubungan baru dan lebih matang dengan orang lain, baik dengan remaja laki-
laki maupun perempuan, pada kelompok seusia

Remaja belajar melalui usaha-usaha untuk beriteraksi dengan orang lain dengan cara-cara
yang lebih dewasa. Kematangan fisik memainkan peranan penting dalam beriteraksi dengan teman-
teman dari kelompok sebaya. Remaja yang tingkat kematangannya lebih rendah dari ukuran usia
sebayanya akan mengalami penolakan dari kelompok sebayanya. Keadaan ini akan diikuti dengan
perilaku remaja tersebut untuk mencari kelompok lain yang tingkat perkembangannya serupa
dengan dirinya. Remaja putri yang lebih cepat matang akan masuk ke dalam kelompok sebaya yang
memiliki kematangan fisik serupa dengan perkembangan dirinya, sehingga memungkinkan remaja
putri ini lebih cepat aktivitas seksualnya.

174
Pemantauan oleh orang tua akan sangat berguna dalam menunjang arah perkembangan
remaja. Namun, perlu disadari bahwa orang tua memiliki keterbatasan dalam pemantauan ini, sebab
banyak waktu remaja dihabiskan dalam aktivitas di luar jangkauan orang tua.

2. Mencapai peran sosial sebagai laki-laki atau perempuan

Anak remaja mengembangkan definisi mereka sendiri tentang apa yang dimaksud pria atau
wanita. Bagaimanapun, kebanyakan anak remaja menepati peran atas dasar jenis kelamin sejalan
dengan pandangan budaya bahwa kaum pria itu berperilaku tegas dan kuat, sedangkan wanita
bersifat pasif dan lemah. Duapuluh tahun terakhir ini, peran-peran ini sudah menjadi lebih mencair.
Artinya, tidak selalu peran-peran tegas harus diambil laki-laki, sedangkan peran-peran lemah harus
diambil perempuan. Sebagaiorang dewasa, kita harus menyediakan kesempatan bagi anak remaja
untuk menguji dan mengembangkan peranan sosial yang feminin atau maskulin mereka. Sebagai
contoh, kita harus mendorong remaja pria untuk menyatakan perasaan mereka dan mendorong
wanita untuk menyatakan diri mereka lebih dari terbuka dan tegas yang mereka tak memilikinya di
masa lalu.

3. Menerima keadaan fisiknya sebagaimana adanya

Permulaan dari pubertas dan tingkat perubahan fisik untuk anak remaja amat bervariasi.
Remaja-remaja tertentu yang dengan mudah menghadapi perubahan itu sebagian mencerminkan
bagaimana pertumbuhan fisik mereka memenuhi pertumbuhan fisik yang sempurna sebagaimana
yang diidam-idamkan para remaja laki-laki atau wanita-wanita. Sebaliknya, remaja yang tidak
memenuhi standar pertumbuhan fisik yang ideal akan banyak memerlukan dukungan ekstra dari
orang dewasa untuk meningkatkan perasaan nyaman dan self-worth mengenai bentuk badan
mereka.

4. Mencapai kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya

Anak-anak memperoleh kekuatan dari cara-cara mereka menginternalisasikan nilai-nilai dan


sikap-sikap orangtua mereka. Cara-cara ini lambat laun mulai memudar sejalan dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi remaja. Remaja, bagaimanapun, harus
menggambarkan kembali sumber kekuatan mereka dari kekuatan pribadi dan bergerak ke arah
kepercayaan pada diri sendiri. Perubahan ini akan lebih mudah jika anak remaja dan orang tua dapat
mencapai mufakat sampai batas level tertentu dari kemerdekaan atau kebebasan yang meningkat

175
dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, orang tua dan anak remaja perlu menetapkan waktu jam
malam dimana anak boleh ke luar rumah. Waktu itu harus ditingkatkan ketika anak remaja kita
menjelang masa dewasa.

5. Mempersiapkan diri untuk hidup dalam ikatan perkawinan dan berumah tangga

Kematangan di bidang seksual merupakan basis dari tugas pengembangan remaja.


Pencapaian tugas-tugas pengembangan ini sulit sebab anak remaja seringkali bingung antara
perasaan seksual dengan keakraban yang asli. Tentu saja, tugas pengembangan ini pada umumnya
tidak dicapai sampai masa remaja akhir atau awal kedewasaan.

Dalam kaitan ini, tugas pendidikan bukannya mempersiapkan remaja melaju ke jenjang
perkawinan. Hal yang lebih pokok adalah bagaimana remaja memiliki sikap yang tepat menghadapi
kebingungan mereka atas perasaan-perasaan seksual dan hubungan-hubungan interpersonal yang
akrab dengan lawan jenisnya. Problema perilaku seksual akhir-akhir ini menjadi salah satu bagian
keprihatinan sebagian besar orang tua dan pendidik pada umumnya.

6. Mempersiapkan diri dalam bidang karier

Di dalam masyarakat kita, anak remaja dipandang telah menjangkau status orang dewasa
ketika ia bisa mendukung dirinya sendiri dalam hal keuangan. Tugas ini telah menjadi lebih sulit
dibanding di masa lalu sebab permintaan pasar pekerjaan menuntut pendidikan dan ketrampilan
yang tinggi. Saat ini, tugas pengembangan mempersiapkan diri di bidang karier secara umum tidak
dicapai sampai masa remaja akhir atau awal kedewasaan, setelah individu menyelesaikan
pendidikannya, dan memperoleh beberapa tingkat awal pengalaman bekerja.

7. Memperoleh seperangkat nilai-nilai dan suatu sistem etika sebagai pemandu perilaku --
mengembangkan suatu ideologi pribadi.

Anak remaja sudah dapat berpikir secara abstrak dan situasi yang mungkin bakal terjadi.
Dengan perubahan di dalam berpikir ini, anak remaja bisa mengembangkanseperangkat keyakinan
dan nilai-nilainya sendiri.

8. Berkeinginan dan berusaha mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara


sosial

176
Keluarga merupakan tempat di mana anak-anak menggambarkan atau mendefinisikan diri
mereka dan dunia mereka sendiri. Sementara itu, remaja mendefinisikan atau menggambarkan diri
mereka dan dunia mereka dari peranan sosial yang baru mereka jalani. Status remaja di dalam
masyarakat, di luar dari keluarga merupakan suatu keberhasilan yang penting bagi masa remaja
akhir dan orang dewasa awal. Remaja dan orang dewasa awal sebagai anggota masyarakat yang
lebih luas melalui keterlibatan mereka dalam ketenagakerjaan (dimana mereka memiliki
kemerdekaan dalam bidang keuangan) dan kemerdekaan emosional dari orang tua.

RANGKUMAN

Sebagian besar remaja menghadapi tugas perkembangansebagai suatu yang menantang,


namun sebagian besar tidaklah tak dapat ditanggulangi. Galibnya, remaja sedang menguji
kemerdekaan dirinya dari belenggu orangtuanya; namun mereka bukanlah, dan tidak ingin, secara
total mandiri. Orangtua dan orang dewasa harus menyediakan suatu lingkungan yang mendukung
untuk anak remaja yang sedang mencari dan menyelidiki identitas diri mereka. Orang tua dan orang
dewasakebanyakan berpegang teguh dalam prinsip. Remaja memerlukan orang tua untuk
memainkan peran aktif di antara orangtua-orang tua yang masih hidup dan memiliki kemauan juga
yang mungkin berbeda dari remaja. Bagaimanapun, orang dewasa harus menyediakan anak remaja
beberapa ruang untuk bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan mereka sendiri serta
bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang diambilnya. Ketika remaja membuat
kesalahan atas keputusan yang diambil, mereka memerlukan dukungan dan bimbingan dari orang
tua dan orang dewasa untuk membantu mereka untuk mengetahui dari pengalaman menghadapi
sesuatu terkait dengan keputusan tersebut. Dengan mengetahui tugas perkembangan anak remaja,
orang tua dan orang dewasa dapat membantu kekeliruan yang diperbuat oleh anak remaja menjadi
peluang yang mampu meningkatkan penguasaan anak remaja atas ketrampilan hidup. Kadang-
Kadang interaksi antar orangtua dan orang dewasa lain dengan anak remaja akan menjadi tantangan
dan pertentangan yang tidak pasti, tetapi adalah penting bahwa orang tua dan orang dewasa tetap
tabah dan memberi kepercayaan kepada anak remajanya serta yakin bahwa anaknya akan sanggup
menyelesaikan segala urusan. Orang tua dan orang dewasa mempunyai sebuah peran yang penting
untuk dilakukan dan diperkirakan mempunyai dampak positif bila secara tidak kentara mereka
hidup di antara anak remajanya.

Kompleksitas perubahan yang dihadapi individu mulai terasa pada dekade kedua ketika
manusia hidup. Tentu saja, masa remaja ditandai oleh banyak perubahan-- biologi, phisik, emosional
dan intelektual. Informasi dari rangkaian perubahan-perubahah dalam berbagai bidang tersebutakan

177
menjadi "petunjuk jalan (road map)" untuk mengantisipasi dari anak remaja. Penggunaan petunjuk
jalan ini, orang tua dan orang dewasa lain dapat mendukung anak remaja atas perjalanan mereka ke
arah mencapai tujuan mereka, yakni menjadi orang dewasa yang produktif dan berkompeten.

PENDALAMAN

Untuk memperoleh penguasaan yang mendalam mengenai kebutuhan dan tugas-tugas


perkembangan remaja, kerjakanlah tugas-tugas berikut ini dengan saksama.

1. Beberapa orang ahli menyampaikan pandangannya mengenai perkembangan remaja. Menurut


pandangan Anda sendiri bagaimana, benarkah bahwa remaja hidupnya hanya untuk “mengabdi”
kepada kehidupan seksual?
2. Amatilah beberapa remaja, bedakan di antara remaja yang Anda amati bagaimana
perkembangan identitas dirinya? Adakah di antara mereka ada yang identitas dirinya tidak
sehat? Kalau ada, bagaimanakarakteristik yang tampak?
3. Tekanan dari pemenuhan kebutuhan di masa remaja adalah aktualisasi diri. Adakah di antara
remaja yang menurut penilaian Anda belum waktunya aktualisasi diri, artinya mereka masih
bergelut dengan kebutuhan dasar yang lebih rendah? Bagaimana kita menghantarkan remaja
agar mampu beraktualisasi diri?

DAFTAR RUJUKAN

Carnegie Council on Adolescent Development (1995). Great transitions: Preparing adolescents for a
new century. New York: Carnegie Corporation.

Cobb, N. J. (1994). Adolescence: Continuity, change, and diversity. Mountain View, CA: Mayfield
Publishing.

Dryfoos, J. G. (1990). Adolescents at risk: Prevalence and prevention. New York: OxfordUniversity
Press.

Eccles, J. S., Midgley, C., Wigfield, A., Buchanan, C. M., Reuman, D., Flanagan, C. & Mac Iver, D.
(1993). Development during adolescence: The impact of stage-environment fit on young
adolescents' experiences in schools and in families. Journal of the American Psychologist
Association, 48, 90-101.

Erikson, E. H. (1968). Identity: Youth and crisis. New York: W. W. Norton.

178
Hamburg, B. (1974). Early adolescence: A specific and stressful stage of the life cycle. In G. Coehol, D.
A. Hamburg, & J. E. Adams (Eds.), Coping and adaptation (pp. 101-125). New York: Basic
Books.

Lerner, R. M. (1995). America's youth in crisis: Challenges and options for programs and policies.
Thousand Oak, CA: Sage.

Lerner, R. M., & Galambos, N. L. (Eds.) (1984). Experiencing adolescents: A sourcebook for parents
teachers, and teens. New York: Teachers College.

Nightingale, E. O., & Wolverton, L. (1993). Adolescent rolelessness in modern society. Teachers
College, 94, 472-486.

Perkins, F. Daniel.2005. Adolescence: Developmental Tasks.

Petersen, A. C. (1987). The nature of biological-psychological interaction: The sample case of early
adolescence. In R. M. Lerner & T. T. Foch (Eds.), Biological- psychosocial interactions in early
adolescence: A life-span perspective (pp. 35-62). Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Simmons, R. G., &Blyth, D. A. (1987). Moving into adolescence: The impact of pubertal change and
school context. New York: Aldine DeGruyter.

Vernon, A. & Al-Mabuk, R. H. (1995). What growing up is all about: A parent's guide to child and
adolescent development. Champaign, IL: Research Press.

BAB X

PERMASALAHAN REMAJA DAN ISU-ISU KESEHATAN

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari permasalahan remaja dan isu-isu kesehatan, mahasiswa mampu:

1. mendeskripsikan beberapa kategori utama perilaku-perilaku beresiko bagi remaja dan


peringatan yang harus diberikan terhadapnya;
2. mendefinisikan dua dimensi umum dan perilaku bermasalah: internalizing dan externalizing;
3. memahami atribut remaja dan konteks yang berkaitan dengan remaja, misalnya budaya;

179
4. memahami hakekat kemiskinan bagi remaja dan hubungannya dengan resiko perilaku
remaja;
5. mendiskusikan dasar-dasar individual dan sosial bagi terjadinya kenakalan remaja dan
hubungannya antara kejahatan terhadap diri sendiri dengan orang lain;
6. memahami substansi masalah remaja atas dasar karakteristik remaja dan hubungannya
dengan orang tua dan teman sebaya;
7. mendeskripsikan perbedaan jender dalam menginternalisasikan perilaku bermasalah;
8. memahami perkembangan perilaku yang diinternlisasi remaja berdasar pada karakteristik
remaja yang bersifat majemuk;
9. mengakui bahwa memahami hubungan antara remaja yang sedang berkembang dan
konteks sosialnya dapat membantu merancang kebijakan serta program-program yang
ditujukan bagi penyelesaian masalah perilaku remaja.

PEMBAHASAN

Remaja merupakan masa dimana banyak menyusahkan telah menjadi topik perhatian
masyarakat selama berabad-abad. Plato menandai remaja pada jamannya sebagai generasi
yang mudah dibangkitkan dan membantah, sedangkan Aristoteles menemukan mereka
sebagai masa yang mudah menuruti kata hati, cenderung berlebih-lebihan, dan kurang
mampu mengendalikan diri. Selama berabad-abad, dekade remaja dihidung sejak pubertas
sampai awal dewasa dipandang sebagai masa yang penuh problema dan penuh resiko.

Perilaku remaja saat ini mengalami masalah-masalah di sejumlah hal. Profil masalah
remaja saat ini menyangkut berbagai bidang antara lain kenakalan, penyalahgunaan obat,
kegagalan akademik, dan perilaku seksual yang beresiko. Di samping itu, juga ditengarai
banyaknya persoalan-persoalan emosional termasuk depresi, bunuh diri, cemas, dan
gangguan pola makan.

A. Gejala-gejala Perilaku Bermasalah

Berikut ini dikemukakan sejumlah perilaku bermasalah remaja yang perlu


mendapatkan pelayanan khusus oleh orangtua, guru, dan masyarakat pada umumnya.

1. Kenakalan, kejahatan, dan perkelahian

180
 Banyak remaja yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Pelanggaran tersebut terdiri atas
tidak lengkapnya surat-surat (SIM dan STNK), melanggar rambu-rambu lalu lintas, kurangnya
perlengkapan sepeda motor, tidak memakai helm pengaman, berboncengan sepeda motor
lebih dari dua orang.

 Banyaknya kaum muda berusia antara 10 dan 17 tahun ditangkap sebagai akibat perbuatan
perkosaan, perampokan, pembunuhan, atau penodongan.

Untuk mengenali bagaimana perilaku di atas terjadi, dalam bahasan ini akan diuraikan
mengenai perilaku agresif remaja. Agresi dan kekerasan biasanya dikaitkan dengan
kejahatan, pembunuhan, pemerkosaan, penyerangan, dan perang. Perilaku-perilaku tersebut
bisa jadi berskala besar (antar negara, misalnya) dan bisa terjadi pula pada skala kecil (dalam
keluarga, antara suami dan isteri, antara ayah dan anak, antara ibu dan anak, dan antara anak
dengan anak lainnya, antar siswa dan guru, antar individu). Oleh karena luasnya cakupan
hakekat perilaku agresif, maka dalam kajian ini akan dibahas dan ditentukan hakekat perilaku
agresif yang dijadikan sasaran penelitian.

Perilaku agresif telah lama menjadi salah satu kajian psikologi. Hampir semua aliran
psikologi membahas hakekat perilaku agresif sesuai dengan orientasi masing-masing. Fromm
(2001), misalnya, sebagai pengikut psikoanalisis membahas perilaku agresif dari sudut
pandang instinctive drive. Perilaku agresif merupakan sesuatu yang bersumber dari dunia
dalam atau dari alam ketidaksadaran manusia.

Apakah yang dimaksud dengan perilaku agresif? Salah satu pengertian perilaku
agresif dikemukakan oleh Buss (1961:1) yaitu … a response that delivers noxious stimuli to
another organism. Agresi merupakan perilaku yang menyebabkan kerugian bagi orang lain.
Tekanan dari pengertian tersebut terletak pada tindakan dan bukan pada akibat yang
ditimbulkan dari tindakan tersebut.

Pengertian lain mengenai perilaku agresif tidak saja menyatakan tindakan, tetapi juga
memperhatikan aspek akibat. Dalam hal ini dikemukakan oleh Geen (1990: 2-3) sebagai
berikut:

Agression involves the delivery of noxious stimuli by one party to other


organisms or objects, under conditions in which the actor intends to harm the
target and the actor expects the noxious stimuly to have their intended effects.

181
Dibandingkan dengan pengertian dari Buss, pengertian yang kedua dari Geen
lebih jelas menyatakan bahwa perilaku itu untuk melukai target dan berharap ada
pengaruh dari perbuatan itu terhadap target. Oleh karena itu perilaku agresif tidak saja
dilihat dari bentuk perilakunya, melainkan juga dilihat dari aspek tujuan atau maksud
dilakukannya suatu perbuatan agresif. Ada beberapa teori yang mengupas bagaimana
perilaku agresif terjadi, antara lain teori biologis, teori frustrasi, teori belajar sosial, dan
teori kognitif.

Teori biologis. Ada beberapa perspektif yang berbeda mengenai perilaku agresif ditinjau dari
faktor biologis. Beberapa perspektif tersebut meliputi teori instinct (McDougall, 1908),
psikoanalitik Freudian, pendekatan ethologi(Lorenz, 1963 dan Ardrey, 1970), teori
sosiobiologis (Wilson, 1978).

Pendekatan ethologi (Lorenz, 1963) memandang agresi sebagai hasil innate forces
yang merupakan hasil adaptasi secara evolusioner. Ardrey (1970) memperhatikan agresi
sebagai penyumbang perkembangan optimal dari individu yang memungkinkan terjadinya
kompetisi. Pendekatan ethologi memandang perilaku agresif sebagai a primary drive
manifest in specific patterns of behavior.

Berkaitan erat dengan pandangan ethologi, para ahli sosiobiologi melihat agresi
sebagai mekanisme kompetisi sosial. Perilaku ini timbul di bawah kondisi dimana ada
kebutuhan yang bersamaan di antara orang-orang untuk mengakses suatu yang sama. Dengan
kata lain, ada dua atau lebih orang/kelompok yang menginginkan hal yang sama, namun tidak
mencukupi untuk memuaskan setiap orang yang menginginkan hal tersebut. Dengan kata
lain, tindakan agresif merupakan cara yang diambil orang untuk mempertahankan hidup
(survive).

Secara biologis, faktor yang mendorong timbulnya perilaku agresif berupa hormon
dan temperamen. Hormon dalam tubuh, khususnya hormon testosteron (hormon kelelakian),
berkaitan dengan perilaku agresif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada anak laki-laki
yang berperilaku agresif dan antisosial ditemukan hormon testosteron lebih tinggi pada darah
mereka (Olweus, dalam Durkin, 1995:400). Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa
temperamen berhubungan erat dengan perilaku agresif. Anak yang diidentifikasi sebagai bayi
yang ―sulit‖ cenderung menjadi anak yang berperilaku agresif di Taman Kanak-Kanak dan
Sekolah Dasar (Prior, 1992; Bates, Marvinney, Kelly, Dodge, Bennett, & Pettit, 1994).

182
Penelitian lain menunjukkan bahwa perilaku hiperaktif merupakan prediktor yang reliabel
bagi agresifitas pada anak-anak usia 8 sampai 11 tahun (Farrington, 1994).

Teori Frustrasi. Berbeda dari pandangan biologis di atas, Dollard, Miller, Mowrer, & Sears,
dalam Durkin (1995:402) mengemukakan bahwa perilaku agresif tidak disebabkan oleh
faktor instinct, tetapi oleh keadaan frustrasi. Frustrasi merupakan kejadian ketika beberapa
aktivitas untuk mencapai tujuan terhalang. Beberapa penghalang pencapaian tujuan ada
dalam diri individu dan sebagian lainnya ada di luar diri individu.

Apabila pencapain tujuan terhalang akan timbul frustrasi dan selanjutnya dapat
menimbulkan perasaan cemas. Apabila keadaan ini terus-menerus terjadi dalam diri individu
dapat menimbulkan perasaan harga diri rendah karena terjadi self-devaluation. Reaksi atas
keadaan tersebut bias dalam bentuk perilaku agresif, perilaku kompromi, dan perilaku
melarikan diri.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ternyata anak-anak frustrasi lebih cenderung


berperilaku regresif dan kurang konstruktif, termasuk perilaku menyerah (giving up). Hanya
kadang-kadang saja keadaan frustrasi memunculkan respon perilaku agresif (Berkowitz,
1993). Namun demikian, dalam rumusan yang relatif lemah, beberapa penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara frustrasi dan agresi. Studi eksperimental terhadap
sejumlah anak-anak (Davitz; Mallick & McCandless; Otis & McCandless; dalam Durkin,
1995) dan terhadap orang dewasa (Geen, dalam Durkin, 1995) menunjukkan bahwa respon-
respon agresif kadang-kadang meningkat mengikuti frustrasi.

Teori Belajar Sosial. Alih-alih memperhatikan sumber perilaku agresif berupa faktor
biologis (instinct atau drive), para ahli teori belajar sosial memberikan sumbangan yang lebih
optimis mengenai kejadian perilaku agresif (Bandura, 1973; Eron, 1994). Dalam pandangan
Bandura (1973), misalnya, perilaku agresif merupakan perilaku yang dipelajari, bukan
sesuatu yang dengan sendirinya ada di dalam diri manusia (not innately given). Oleh karena
itu, untuk memahami sumber-sumber perilaku agresif dapat dimulai dengan mempelajari
kondisi-kondisi di luar diri individu ketimbang memperhatikan faktor individu itu sendiri.
Dalam pandangan teori belajar sosial, perilaku agresif diperoleh manusia melalui belajar
perilaku yang sama yang dilakukan oleh orang lain, yakni melalui observasi dan pengalaman
langsung.

183
Teori belajar sosial diakui sebagai perspektif psikologis yang produktif dalam
membahas perilaku agresif. Perilaku agresif merupakan hasil proses observasional dan
reinforcement yang dijembatani oleh pemrosesan informasi dan self-regulation. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak, di bawah iklim tertentu, meniru perilaku
agresif dari model, terutama model yang kuat dan atraktif. Salah satu aplikasi dari teori
belajar sosial ditunjukkan dalam penelitian terhadap pengaruh penayangan kekerasan di
televisi (Faiver, O‘Brien dan Ingersoll, 2000).

Teori Kognitif dan Pemrosesan Informasi sosial. Sejalan dengan perkembangan psikologi
kognitif, pandangan tentang perilaku agresifpun mengalami pemaknaan baru ketika teori ini
dikembangkan. Hartup (1974) mengemukakan bahwa karakteristik perilaku agresif
merefleksikan perkembangan kognitif manusia. Dalam pandangan teori kognitif, agresi
merupakan bentuk perilaku yang muncul dalam berbagai aktivitas di dunia sosial sejak awal
hidup. Menurut para ahli biososial, ada nilai-nilai adaptif dalam mengenali perilaku agresif.
Sejak masa kanak-kanak, anak sudah mulai mengenali adanya aturan-aturan sosial dan mulai
mereaksi aturan tersebut dengan perilaku agresif. Dunn & Brown (1994) melaporkan bahwa
sejak anak-anak berusia 18-20 bulan, ada kecenderungan orang tua memperlakukannya
dalam bentuk menolak terhadap perilaku anak-anak. Misalnya ketika anak mau membantu,
orangtuanya menolak atas bantuan anaknya. Terhadap tindakan orang tua ini, anak cenderung
melawannya dengan tindakan agresif.

Dalam pandangan Piagetian, anak-anak sebelum usia tujuh tahun tak akan
menggunakan pertimbangan atas perilaku agresifnya. Pandangan Piagetian tersebut terbantah,
sebab beberapa bukti hasil penelitian pada anak TK menunjukkan bahwa ternyata anak-anak
telah termotivasi untuk membuat pertimbangan atas perilakunya (Dunn & Brown, 1994).
Perubahan akan terus terjadi sejalan dengan perkembangan kognitif anak. Walaupun sudah
dengan pertimbangan, anak cenderung mereaksi dengan perilaku agresif secara stereotip.
Sedangkan pada usia-usia selanjutnya mereka cenderung mereaksi secara bervariasi.

Dalam situasi di mana perilaku agresif merupakan bentuk perilaku sehari-hari, di


lingkungan masyarakat tertentu, maka perilaku tersebut akan dipandang rasional dan adaptif.
Penelitian Ward, dalam Dunn & Brawn (1994) menghasilkan simpulan: anak-anak remaja
yang hidup di lingkungan yang banyak terjadi perkelahian akan berkembang menjadi anak
agresif dan memandang perilaku itu hal biasa-biasa saja. Berkaca pada hasil penelitian Ward
tersebut, anak-anak yang setiap hari dihadapkan pada situasi yang cenderung semakin agresif

184
dikhawatirkan akan mengalami hal yang sama. Artinya, anak-anak juga akan
mengembangkan persepsi bahwa perbuatan agresif merupakan perbuatan biasa-biasa saja.
Keadaan ini diperkuat dengan perilaku sejumlah perilaku guru yang cenderung agresif pula
ketika menghadapi murid-muridnya.

Dalam perspektif pemrosesan informasi, Dodge, dalam Dunn & Brawn (1994)
menyimpulkan dari penelitiannya bahwa anak laki-laki cenderung lebih agresif bila
dihadapkan pada situasi yang mengancam. Di samping itu, ia juga ditemukan bahwa ada
proses kognitif, afektif, dan fisiologis secara simultan yang menyertai setiap reaksi agresif
anak laki-laki tersebut.

Akhir-akhir ini, pendekatan kognitif semakin banyak diaplikasikan dalam mengenali


perilaku agresif. Dibandingkan dengan teori-teori yang telah dibahas sebelumnya, pendekatan
kognitif-sosial jauh lebih tegas dalam mengupas isu-isu perkembangan manusia. Dalam
melakukan penyelidikan terhadap perubahan-perubahan perilaku sejalan dengan
perkembangan manusia. Namun, apabila dilihat hanya dari perspektif pemrosesan informasi,
tampaknya pendekatan ini kurang memperhatikan konteks di mana perilaku terjadi.

Atas dasar pemikiran di atas, maka apabila pendekatan kognitif digunakan oleh
konselor, perlu memperhatikan konteks perilaku agresif konseli, misalnya dalam lingkungan
keluarga, teman sebaya, jender, dan budaya. Perilaku agresif konseli terjadi dalam konteks
tertentu, oleh karena itu perlu dipadukan antara pandangan yang menekankan aspek individu
(faktor internal) dan yang menekankan pada konteks perilaku agresif (faktor eksternal).

Reaksi-Reaksi Perilaku Agresif

Bagaimana orang mereaksi saat dirinya dikuasai kondisi agresif? Sejumlah penelitian
menunjukkan reaksi agresif dapat dikelompokkan menjadi empat bentuk, yaitu perilaku
agresif langsung, agresif tidak langsung, agresif yang dialihkan, dan berbagai reaksi yang
tidak tampak agresif. Hasil penelitian Averill, dalam Sears, Freedman, Peplau (1985)
menunjukkan bahwa serangan dan frustrasi cenderung membuat orang menjadi marah dan
bertindak agresif. Namun demikian, secara rinci ternyata reaksi atas kemarahan itu dapat pula
berbentuk perilaku tenang. Hanya sekitar 10 persen orang berperilaku agresif fisik, 49 persen

185
bereaksi secara verbal, dan bahkan kebanyakan dari mereka (60 persen) tidak menunjukkan
perilaku agresif langsung.

Perilaku agresif langsung. Reaksi agresif dapat diekspresikan dalam tindakan


langsung. Ada tiga bentuk reaksi agresif langsung, yaitu (1) reaksi agresif verbal atau
simbolik, (2) penolakan atau pengabaian kebaikan, (3) agresif fisik.

Perilaku agresif tidak langsung. Perilaku agresif tidak langsung dilakukan dalam
bentuk tertuju pada sasaran tetapi melalui fihak lain. Dua bentuk perilaku agresif tidak
langsung yang biasanya dilakukan orang yaitu (1) memberitahu pihak ketiga untuk
membalas, (2) merusak sesuatu yang memiliki nilai penting bagi sasaran perilaku agresif.

Perilaku agresif yang dialihkan. Bentuk ketiga dari perilaku agresif ditujukan pada
sasaran lain dari sasaran yang sebenarnya. Ada dua macam perilaku agresif yang dialihkan
yaitu (1) perilaku agresif yang dialihkan terha-dap obyek bukan manusia, dan (2) perilaku
agresif dialihkan kepada orang lain.

Atas dasar bentuk-bentuk perilaku agresif di atas, perilaku agresif langsung secara verbal,
agresif tak langsung dengan cara memberitahu pihak ketiga, agresif yang dialihkan terhadap obyek
bukan manusia lebih banyak dilakukan ketimbang perilaku agresif langsung dalam bentuk perbuatan
fisik maupun ucapan verbal. Jadi melihat kenakalan remaja tidak saja dari perilaku fisik semata.
Orangtua dan guru serta orang lain yang terlibat dalam pendidikan remaja harus faham benar bahwa
ada sejumlah perilaku agresif yang tidak selalu berupa tindakan fisik.

2. Penyalahgunaan obat

 Semakin banyak anak muda menggunakan obat-obat terlarang.

 Semakin banyak anak muda yang minum minuman beralkohol. Semakin tinggi usia remaja
semakin banyak yang terlibat. Bahkan semakin tinggi usia disinyalir minum minuman
beralkohol sehari-hari.

 Semakin banyak anak-anak muda yang menghisap rokok sejak anak-anak usia SMP bahkan
disinyalir banyak yang sudah mengkonsumsi rokok.

Mengapa banyak orang, termasuk remaja menggunakan obat-obat terlarang? Sejak awal
manusia selalu berusaha untuk menopang dan melindungi diri sendiri melalui menggunakan obat-

186
obatan yang mampu mempengaruhi sistem syaraf sehingga menimbulkan kesenangan. Dalam
banyak hal dengan menggunakan obat-obat terlarang memudahkan orang untuk mengadakan
penyesuaian diri dengan lingkungan. Mengapa orang merokok, minum minuman keras, dan
mengkonsumsi obat terlarang? Mereka, pemakai, menyatakan bahwa dengan itu membuat mereka
mampu menyesuaikan diri, mampu mengusir kebosanan, mampu mengatasi rasa lelah.
Demikianpun remaja, mereka menggunakan itu semua untuk menghindar lari dari kehidupan yang
semakin keras.

Apa yang dilakukan orang, termasuk remaja, dengan mengkonsumsi rokok, alkohol, dan
obat terlarang harus dibayar mahal. Mereka mengalami kecanduan (addiction) terhadap barang-
barang tersebut. Secara ekonomis mereka harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit jumlahnya
dan ditinjau dari kesehatan fisik mereka akan menjadi rapuh. Kecanduan terjadi ketika tubuh
mengalami ketergantungan kepada obat-obatan tersebut. Apabila mereka diputus dari konsumsi
obat tersebut maka ia akan mengalami rasa sakit yang hebat.

3. Kegagalan Akademik

 Banyak anak muda yang drop out dari sekolah setiap tahunnya.

 Dari antara 100% anak sekolah dasar hanya sekitar 60% melanjutkan ke SMP, dari lulusan
SMP hanya 40% yang masuk SMA atau SMK, sedangkan lulusan SMA dan SMK yang masuk
ke perguruan tinggi hanya 11%.

 Banyak anak remaja yang mengulang kelas.

Atas dasar permasalahan di atas, dalam pembahasan ini akan dikemukakan upaya
pendidikan yang seharusnya dilakukan pada saat ini. Dalam persaingan global saat ini tidak dapat
tidak pendidikan harus mempersiapkan anak-anak muda untuk menjangkau standar tinggi. Untuk
maksud itu, dalam pendidikan sekolah diperkenalkan asesmen otentik.

Tujuan utama pendidikan adalah menyiapkan anak-anak muda untuk hidup independen,
produktif, dan bertanggung jawab pada abad 21.Untuk mencapai maksud tersebut, syaratnya setiap
anak muda perlu memiliki penguasaan tuntas akan pengetahuan dan keterampilan. Academic
excellencemerupakan paspor menjadi warga negara yang bertanggung jawab, mengambil keputusan
secara arif, dan puas di pekerjaaannya.

187
Jantung hati pendidikan bagi orangtua adalah ketika anak mereka berhasil secara akademik.
Sementara itu dalam pendidikan berbasis kontekstual yang menjadi jantung hati adalah membantu
semua siswa menjangkau standar akademik yang tinggi. Sementara, sejauh ini, pendidikan
tradisional mementingkan perolehan kuantitas material untuk diingat melalui kuliah, dan gagal, dan
gagal, dan selanjutnya gagal.

Guru dididik untuk memperoleh pemahaman yang sempurna tentang bidang


garapannya.Tugas guru mengembangkan tujuan, tugas, aktivitas, dan pengujiannya. Oleh karena itu
ia harus menguasai keterampilan dan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Secara umum setiap
siswa harus menguasai keterampilan dan kompetensi yang rinciannya dijelaskan sebagai berikut.

Keterampilan:

- Basic skills: membaca, menulis, aritmatika dan matematika, mendengarkan,


berbicara.

- Thinking skills: belajar, berpikir, berpikir kreatif, membuat keputusan, memecahkan


masalah. Mencakup pula: mensintesis, menganalisis, menggunakan logika, dan memisahkan
bukti-bukti yang kuat dari yang lemah.

- Personal qualities: (1) individual responsibility, (2) self-esteem, (3) self-management, (4)
sociability, (5) integrity (p 152).

Kompetensi:

Semua siswa harus mengembangkan dan mampu menggunakan kompetensi:

- Resources: mengalokasi waktu, uang, ruang, dan orang. (Ini merupakan keterampilan
manajemen dasar yang digunakan untuk merencanakan, mengorganisasi, mengatur, dan
mengambil keputusan.

- Interpersonal: bekerja sama dengan tim, mengajar orang lain, melayani kostumer,
mengarahkan, menegosiasi, dan bekerja dengan orang lain dari beragam budaya. (Gardner
= interpersonal intelligence)

- Information: mengumpulkan, mengevaluasi, dan menginterpretasi informasi,


mengorganisasi dan menyimpan file, mengkomunikasikan informasi, dan menggunakan
komputer untuk memproses informasi. (ingat: mengembangkan pertanyaan riset, strategi
riset, dst)

188
- Systems: memahami bagaimana kerja sistem sosial, organisasional, teknologikal.
Memonitor dan mengkoreksi sistem, mengembangkan dan merancang sistem baru.

- Technology: memilih alat yang tepat, menggunakan teknologi untuk tugas khusus, dan
memelihara peralatan. (pp 152-153)

Tujuan pendidikan harus bernuansakan makna. Dalam pendidikan kontekstual, tujuan


tidak sekedar dirumuskan tetapi harus mengkombinasi antara pengetahuan dan cara
melakukannya berkaitan dengan maknanya bagi siswa. Untuk bisa mencapai kombinasi
pengetahuan dan penerapannya, perlu dilakukan (1) nyatakan pengetahuannya, (2) gunakan kata-
kata aktif, (3) jelaskan bahwa siswa akan memperoleh keuntungan, (4) dorong siswa untuk
mendemonstrasikan, (5) ceriterakan kepada siswa secara pasti apa yang harus dilakukan untuk
memperoleh prestasi sempurna, (6) bandingkan tujuan dengan standar eksternal, antara lain
dengan standar nasional atau proses berpikir tingkat tinggi (Rothstein, dalam Johnson, 2002).

Dalam sistem pendidikan, untuk melihat keberhasilan pendidikan biasanya dilakukan tes.
Yang seringkali dilakukan adalah melakukan tes buatan guru atau tes terstandar nasional. Tes
standar nasional dirancang untuk membimbing guru. Standardisasi tes seolah-olah membuat
keseragaman pendidikan secara nasional. Hal ini bertentangan dengan pandangan Gardner. There
is in the country today an enormous desire to make education uniform … to apply the same kinds of
one-dimensional metrics to all (Gardner, 1993).

Ada beberapa asumsi yang salah mengenai penggunaan tes terstadar, antara lain:

- Pendidikan berisi pengetahun dan keterampilan yang dapat diukur. Setiap hal yang
tak dapat diukur tidaklah penting. (Tes terstandar dapat mengukur apapun yang
diingat siswa, tetapi tidak dapat mengukur respon imaginatifnya, getar emosionalnya,
dsb)

- Bantuan tes terstandar berupa skor tes yang disasumsikan mengukur secara akurat dan
reliabel atas apa yang siswa tahu dan siswa dapat lakukan. Tapi sebenarnya ia tak dapat
mengukur keberhasilan siswa yang sebenar-benarnya.

- Bantuan tes terstandar mengasumsikan bahwa ada kemungkinan untuk mendidik setiap
orang secara mudah melalui membuat pendidikan seragam, mengajar semua siswa dengan
cara yang sama, serta memberi tes yang sama pula (Gardner, 1993).

Dalam kaitan mengukur hasil belajar siswa, dalam pendidikan kontekstual diperkenalkan
asesmen otentik. Dalam keseluruhan sistem belajar dan mengajar kontekstual (CTL), asesmen

189
otentik memusatkan pada tujuan, meliputi hands-on learning, menghendaki pembuatan hubungan
dan kolaborasi, dan penggunaan higher order thinking. Oleh karena itu, maka CTL meminta siswa
untuk menampilkan penguasaan tuntasnya akan tujuan dan depth of understanding-nya, dan pada
waktu yang sama akan meningkatkan pengetahuan mereka dan menemukan cara-cara untuk
mengembangkannya. Asesmen otentik mendorong siswa untuk menggunakan kemampuan
akademik dalam konteks real-world untuk tujuan yang signifikan.

Asesmen otentik akan menguntungkan siswa, sebab:

- siswa menampilkan secara penuh bagaimana pemahaman material akademik mereka,

- siswa akan menampilkan dan memperkuat kompetensi mereka, misalnya dalam hal
mengumpulkan informasi, menggunakan berbagai sumber, menangani teknologi, dan
berpikir secara sistematis,

- siswa berkesempatan menghubungkan belajarnya dengan pengalaman nyata mereka,


dunianya sendiri, dan masyarakat luas.

- Siswa berkesempatan mengasah higher order thinking-nya,

- Siswa menerima tanggung jawab dan membuat pilihan-pilihan,

- Dalam mengerjakan tugas, berkolaborasi dengan orang lain, dan

- Belajar mengevaluasi tingkat performansinya sendiri.

Jadi dalam menghadapi persoalan-persoalan akademik, perlu dilakukan upaya-upaya agar


setiap individu remaja mampu menguasai kompetensi yang dipersyaratkan kepada dirinya. Upaya
pendidikan kontekstual diharapkan menjamin dicapainya standar tinggi perolehan pendidikan
remaja.

4. Perilaku seksual beresiko

 Hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesi menunjukkan peningkatan perilaku seksual


para remaja. Sebagian dari remaja Indonesia (persentasi bervariasi) mulai melakukan
hubungan seksual dengan lawan jenis sebelum menikah. Walaupun belum separah di
Amerika yang menunjukkan angka 80% laki-laki dan 70% perempuan telah melakukan
hubungan seksual sebelum nikah.

 Mulai muncul kasus-kasus remaja melahirkan anak di luar nikah.

 Ditemukan sejumlah penyakit seksual yang sebagian diidap oleh kaum remaja.

190
Persoalan hubungan seksual beresiko yang dialami oleh para remaja masa kini dapat
diuraikan sebagai berikut. Akhir-akhir ini muncul sejumlah peristiwa kehidupan remaja yang
mengarah ke keadaan yang memprihatinkan. Sejumlah peristiwa itu meliputi antara lain:
perbuatan agresif, penyimpangan seksual, dan pergeseran nilai-nilai pergaulan. Berkaitan
dengan penyimpangan perilaku seksual, kondisi-kondisi penyimpangan perilaku ini semakin
memprihatinkan, sebab bersamaan dengan isu tersebut muncul isu penyebaran HIV/AIDS di
berbagai kalangan. Sementara ini, data menunjukkan bahwa penyebaran HIV/AIDS lebih
banyak terjadi akibat hubungan seksual (Adler dan Hendrick, 1991). Perilaku seksual dan
penyebaran HIV/AIDS memiliki hubungan yang erat. Hasil-hasil penelitian, menunjukkan
bahwa perilaku seksual merupakan sumber pokok dari penyebaran HIV/AIDS (Melchert dan
Burnett, 1990; Nevid, 1993).

Di kalangan remaja, ada sejumlah bentuk hubungan seks sebelum menikah, antara
lain hubungan seks dengan pacar, berganti-ganti pasangan karena suka sama suka, hubungan
seks untuk memperoleh imbalan uang atau materi. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh
remaja bahwa mereka melakukan hubungan seksual sebelum menikah antara lain: ingin
menunjukkan bukti kesetiaan kepada pacar, kecewa karena dikhianati pacar, ingin
mendapatkan pengakuan sebagai remaja modern, mencari uang dalam rangka mendapatkan
simbul-simbul modernitas, dan sebagainya (Jawa Pos, 1-12-1998; Hadisaputro, 1994;
Yuwono, 1992; Pali, 1997; Wirawan, dkk 1993).

Dalam wawancara televisi (RCTI) pada acara Buah Bibir tanggal 13 April 1998 jam 22.00,
seorang mahasiswi mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: (1) hubungan seks pertama kali
dilakukan pada saat sekolah SLTP, kemudian hamil dan digugurkan dengan pertolongan lewat dukun,
(2) pada saat itu (SLTP) tidak tahu bahwa melakukan berhubungan seks dapat berakibat hamil, (3)
hubungan seks dilakukan berulang kali sampai akhirnya hamil yang kedua, kemudian digugurkan, (4)
berhubungan seks dengan pacar dilakukan demi cinta, di samping itu, hubungan seks dilakukan
karena orang tua tidak setuju ia berpacaran, mengingat adanya perbedaan agama di antara mereka,
dan (5) hamil yang ketiga dilakukan untuk memaksa orang tua menyetujui pernikahan yang
didahului dengan kawin lari (Radjah, 1999).

Penelitian di Amerika tentang perilaku seksual remaja menyatakan bahwa 50% remaja
perempuan dan 60% remaja laki-laki usia 15-16 tahun pernah melakukan hubungan seks (Tenzer,
1994). Demikian pula penelitian yang dilakukan Kinsey, Pomey dan Martin (1965) menyatakan

191
bahwa remaja usia 16 sampai 20 tahun pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah, untuk
pria sebanyak 75% dan wanita sebanyak 29%.

Di Indonesia, penelitian yang dilakukan Universitas Gajah Mada di kota Manado mengenai
determinan pengetahuan, sikap, dan praktik perilaku seksual menghasilkan temuan bahwa 26,6%
pernah mengadakan hubungan seks, 5,3% remaja pria pernah menghamili, dan 2,1% remaja wanita
pernah hamil (Radjah, 1999). Berbagai perilaku seksual yang dilakukan para remaja usia sekolah
menengah tersebut sangat membahayakan karena dapat menimbulkan penyakit. Data penderita
PMS (penyakit menular seksual) di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang sebanyak 25,6% adalah
pelajar/mahasiswa, terdiri dari 122 orang pria dan 18 orang wanita (Cholis, 1990). Dapat diprediksi
bahwa saat ini keadaan tersebut menjadi meningkat.

Berkaitan dengan HIV/AIDS, Working Group on AIDSControl-Nasional AIDS Commission 1994


memproyeksikan jumlah kasus AIDS di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 476.000 - 689.000, dan
934.000 - 1.644.000 kasus pada tahun 2005 apabila tidak dilakukan upaya pencegahan secara
intensif, terpadu dan konsisten mulai tahun 1995. Hasil penelitian epidemiologis PMS di Surabaya
tahun 1994 menunjukkan bahwa dari 382 pelaut yang diperiksa, ternyata 6% menderita sifilis, 12%
trichomoniasis, 13% chlamidia dan terinfeksi GO 12%. Dari 511 sopir truk yang diperiksa diperoleh
hasil 0% sifilis, 4% trichomoniasis, 1% chlamidia dan 1% GO. Sedangkan dari 30 orang kuli pelabuhan
(buruh) yang diperiksa, diperoleh hasil 0% sifilis, 20% trichomoniasis, 3% chlamidia, dan 13% GO. Bila
dilihat dikalangan PSK (N=2078), prevalensi PMS: 10% sifilis, 6% trichomoniasis, 11% chlamidia, dan
12% GO. Dari penelitian ini juga terungkap bahwa informasi HIV/AIDS dan PMS yang diterima
kebanyakan belum dipahami secara benar, dan umumnya mereka tidak merasa beresiko tertular
(Kambodji, 1996).

Di samping itu, ditemukan bukti lain bahwa penderita HIV/AIDS di Indonesia


kebanyakan usia produktif, antara 19 sampai 49 tahun dan kebanyakan dialami oleh kaum
wanita (Pali, dkk, 1997). Hal ini berarti bahwa (1) HIV telah terjangkit lebih awal dari usia di
atas, (2) kemungkinan besar hubungan seksual telah diawali pada usia remaja, dan (3) wanita
merupakan kelompok yang rentan akan penularan HIV/AIDS.

Kelompok wanita sebagai kelompok yang rentan atas kemungkinan penularan


penyakit seksual dan HIV/AIDS perlu diidentifikasi tersendiri. Di Amerika, menurut
Campbell dan Baldwin (1991) wanita-wanita telah mengalami perubahan perilaku seksual

192
melalui mau menggunakan kondom, melakukan hubungan seks dengan orang terbatas,
mengurangi frekuensi hubungan seks, menghindari hubungan seks dengan orang asing.

Bagaimanakah sebenarnya pengetahuan remaja tentang perilaku seksual dan


HIV/AIDS dan sikap mereka terhadap perilaku seksual dan HIV/AIDS tersebut? Yuwono,
dkk (1992) mengemukakan bahwa pengetahuan remaja tentang masalah seksual dan berbagai
penyakit kelamin (termasuk AIDS) cukup dan sebagian cenderung salah. Sejumlah penelitian
lain menunjukkan bahwa pengetahuan yang benar, tidak menjamin sikap dan perilaku yang
positif (Ross dan Rosser, 1989; Segest, dkk, 1991; Campbell dan Baldwin, 1991; Ajdukovic
dan Ajdukovic, 1991; DuRant, dkk, 1992; Pali, 1997). Remaja yang melakukan hubungan
seks di luar nikah, menurut Ajdukovic dan Ajdukovic (1991), cenderung benar dan tinggi
tingkat pengetahuannya tentang kehidupan seksual, namun demikian, tidak diimbangi dengan
sikap dan perilaku yang tepat dalam aktivitas seksualnya. Artinya, walaupun pengetahuan
mereka tinggi mengenai kehidupan seksual dengan berbagai resikonya, tetap saja melakukan
hubungan seks di luar nikah dan berganti-ganti pasangan (Suara Indonesia, 2, 4, 5 Desember
1998; Hofferth dan Hayes, dalam Melchert dan Burnett, 1990).

5. Masalah Emosional

 Lebih dari 15% anak muda mengalami masalah-masalah emosional serius yang memerlukan
treatment khusus.

 Sekitar 20% remaja mengalami gangguan depresi.

 Lebih dari 20% remaja putri mengalami gangguan perilaku makan, dan sebagian
daripadanya mengalami anorexic.

Dalam pembicaraan sehari-hari persoalan emosional dikenal dengan sebutan stress. Apa sebenarnya
yang dimaksud dengan stres dan bagaimana mengelolanya? Pada bagian ini akan dikemukakan
secara khusus mengenai hakekat stres tersebut.

Stres itu merupakan “baju dan air matanya” pengalaman fisik kita ketika menyesuaikan diri
terhadap lingkungan yang terus-menerus berubah. Stres memiliki pengaruh fisik dan emosi, dan
dapat menciptakan perasaan positif dan negatif. Pengaruh positif, misalnya: stres membantu
mendorong kita untuk berbuat, menghasilkan kesadaran baru dan perspektif baru. Pengaruh negatif
dapat berupa perasaan curiga, menolak, marah, dan depresi yang selanjutnya dapat mengarah ke

193
masalah kesehatan seperti sakit kepala, sakit perut, sakit kulit, insomnia, borok, tekanan darah
tinggi, sakit hati, dan stroke.

Peristiwa seperti ditinggal mati orang yang dicintai, kelahiran bayi, promosi pekerjaan,
hubungan dengan teman baru, semuanya dapat membuat kita mengalami stres, karena kita harus
mengadakan penyesuaian diri kembali dalam kehidupan kita. Dalam proses penyesuaian diri
terhadap berbagai keadaan tersebut, stres akan membantu atau menghambat kita bergantung pada
bagaimana kita mereaksinya. Menghadapi stres, ada dua kemungkinan reaksi. Pertama, menghadapi
stres dengan jalan mengurangi atau membatasi (reduction atau elimination). Kedua, menghadapi
stres melalui mengelolanya (management).

Bagaimanakah saya mengurangi/membatasi stres dalam kehidupan saya?

Sebagaimana telah dikemukakan di depan, bahwa stres memiliki nilai positif dalam
kehidupan kita. Batas waktu (deadlines), kompetisi, konfrontasi, dan bahkan frustrasi
semuanya akan memperkaya hidup kita. Oleh karena itu, tujuan utama kita sebenarnya tidak
untuk membatasi stres, tetapi bagaimana kita mengelola (me-manage) stres dan bagaimana
menggunakannya untuk keperluan hidup kita. Catatan untuk itu, bahwa stres sendiri tidak
serta-merta mencukupi dalam hidup kita, kita perlu menemukan tingkat optimal dari stres
yang mampu memotivasi orang secara individual (artinya tidak untuk orang lainnya).

Bagaimanakah stres berguna secara optimal bagi saya?

Tidak ada ukuran tunggal seberapa berat tingkat stres berguna secara optimal dan
berlaku bagi semua orang. Kita semua, secara individual memiliki ciri unik. Ada kalanya,
sesuatu menjadikan seseorang stres, tetapi bagi orang lainnya ditanggapi secara enjoy saja.
Ketika kita setuju bahwa suatu kejadian tertentu menimbulkan stres, kita seringkali berbeda
dalam meresponnya, baik secara fisiologis maupun psikologis. Orang yang gemar dengan
tantangan akan bergerak dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, sehingga ia akan menjadi
stres jikalau ia harus duduk melakukan pekerjaan itu-itu saja dan bersifat rutin. Sementara
orang lainnya menjadi stres berat kalau berpindah-pindah pekerjaan.

Bagaimana saya dapat me-manage stres secara lebih baik?

Mengidentifikasi stres yang ringan dan menyadari pengaruh-pengaruhnya pada


kehidupan kita, tidaklah mencukupi untuk mengurangi pengaruh stres yang membahayakan.

194
Senada dengan banyaknya sumber stres, maka ada banyak kemungkinan bagaimana me-
manage-nya. Namun demikian, semuanya dilakukan menuju ke arah terjadinya perubahan,
yakni mengubah sumber stres atau mengubah reaksi kita terhadap sumber stres itu.
Bagaimana melakukannya?

a. Sadari stresor-stresor 1 anda, emosi-emosi anda, serta reaksi-reaksi fisik anda 2 .


Perhatikan penderitaan (distress) anda, jangan sampai diabaikan. Jangan memutar-
balikkan masalah anda. Tentukan kejadian-kejadian apakah yang membuat anda
menderita. Apakah anda sudah menceriterakan kepada diri sendiri mengenai makna
pribadi dari kejadian-kejadian itu? Tentukan bagaimanakah respon tubuh anda
terhadap stres. Apakah anda menjadi nervous atau mengalami gangguan secara fisik?
Jika ―YA‖, dalam cara yang bagaimana?

b. Mengenali apakah yang hendak anda ubah. Dapatkah anda mengubah stresor-stresor
melalui menghindari atau membatasinya secara lengkap? Mampukan anda
mengurangi intensitasnya (me-manage-nya dalam hitungan hari atau minggu)?
Mungkinkah anda memperpendek waktu untuk membuka stres anda? Dapatkah anda
memanfaatkan waktu dan energi yang dibutuhkan untuk keperluan membuat suatu
perubahan (menentukan tujuan, teknik manajemen waktu, dan menggunakan strategi
yang paling membantu)?

c. Kurangi reaksi emosional anda terhadap stres. Reaksi stres dipicu oleh persepsi anda
terhadap bahaya–bahaya fisik maupun bahaya emosional. Apakah anda memandang
stresor-stresor anda dalam istilah-istilah yang berlebihan dan/atau meletakkannya
dalam situasi yang sulit dan membuatnya seperti bencana? Apakah anda mereaksi
secara berlebihan dan memandangnya sebagai suatu keharusan? Apakah anda
merasakan bahwa harus selalu mampu mengatasi dalam setiap situasi? Saran:
bekerjalah pada cara-cara yang lebih moderat; coba lihat stres sebagai hal yang dapat
anda atasi. Cobalah untuk menenangkan emosi anda. Jangan terlalu larut dalam
aspek-aspek negatif dan "what if's" (pokoke).

d. Belajarlah mereaksi secara fisik terhadap stres secara moderat. Bernafaslah pelan-
pelan dan dalam-dalam, cara ini akan membuat hati anda tenang dan kembali normal.
Teknik relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot. Biofeedback elektronik dapat
1
Stresor = masalah khusus, isu, tantangan, konflik pribadi (eksternal/internal).
2
Reaksi stres = reaksi-reaksi individual terhadap stresor (berupa tanda-tanda atau gejala-gejala fisiologis,
behavioral, emosional, kognitif). Apabila akibat stres berlanjut, maka akan berkembang menjadi strain
yaitu suatu keadaan sakit sebagai akibat stres (baca Stres? butir 4).

195
membantu anda mengontrol hal-hal seperti ketegangan otot, rasa gundah hati, dan
tekanan darah. Pengobatan, sebagaimana dilakukan dokter, dapat membantu
memperpendek waktu dalam memoderatkan reaksi fisik anda. Belajar untuk
memoderatkan reaksi anda merupakan solusi yang panjang.

e. Bangunlah cadangan kekuatan fisik anda. Lakukan fitness kardiovaskular tiga sampai
empat kali seminggu (jalan-jalan, renang, bersepeda, lari-lari kecil). Makan secara
seimbang dengan nutrisi tepat. Hindari nikotin, kofein berlebih, dan stimulan lainnya.
Padukan antara kerja dan santai. Cukup tidur, konsisten dengan jadwal tidur anda
sebisa mungkin.

f. Pertahankan persediaan emosional anda. Kembangkan beberapa hubungan


berkawan/hubungan saling menunjang. Kejarlah tujuan yang realistik yang paling
berarti bagi hidup anda, ketimbang tujuan-tujuan lain yang bagi anda tidak terlalu
penting. Bayangkan beberapa kemungkinan frustrasi, kegagalan, dan kesengsaraan
yang menghadang, namun anda harus selalu senang dengan diri sendiri (be friend to
yourself).

Bagaimana belajar dan/atau mengajar managemen stres?

a. Identifikasi kebutuhan audien (individu atau kelompok).


b. Tetapkan tujuan yang sesuai dan sasaran belajar yang spesifik untuk sesi pelatihan
spesifik.
c. Pilih isi yang sesuai dengan tujuan, sasaran belajar, dan waktu yang tersedia
d. Pilih strategi teaching/learning yang sesuai berdasarkan pada umur, tingkatan bidang
pendidikan, jabatan, minat, fasilitas dan lingkungan.
e. Urutkan strategi intervensi secara tepat.
f. Jelaskan pentingnya mengatur pendirian, transisi internal.
g. Sediakan peluang untuk praktek yang sesuai dengan audien.
h. Jelaskan pentingnya modeling.
i. Pertunjukkan ketrampilan bertingkahlaku baik.
j. Analisis dinamika kelompok di (dalam) situasi yang disimulasikan dan
mengidentifikasi strategi untuk menangani situasi spesifik, seperti anak-anak lambat
belajar, anggota kelompok yang bersifat menentang.
k. Evaluasi perolehan pemahaman dan ketrampilan.

196
l. Berikan umpan balik dan penguatan yang sesuai.
m. Tetapkan tingkat pencapaian yang sesuai.
n. Pilih peralatan, audio visual, material dan fasilitas pembelajaran yang sesuai.
o. Evaluasi pelatihan dan memodifikasinya berdasar pada hasil evaluasi.
p. Tetapkan suatu metoda untuk tindak lanjut untuk mengevaluasi efektivitas program
untuk pengembangan masa depan.
q. Jelaskan peran strategi modifikasi perilaku di (dalam) meningkatkan gaya hidup.
r. Menerapkan teori motivasional di (dalam) merancang strategi pembelajaran dengan
menggunakan tipe kelompok atau individu khusus.
s. Diskusikan pentingnya umpan balik dan penguatan di (dalam) belajar manajemen
stres dalam menghadapi ketrampilan.
t. Identifikasi bagaimana bagian atau keseluruhan belajar sebagai hal yang penting
mengajar ketrampilan relaksasi.
u. Jelaskan kebutuhan akan kemajuan dan pemilihan waktu yang sesuai di (dalam)
strategi intervensi pembelajaran.
v. Jelaskan bahwa belajar bergantung keadaan.

Atas dasar temuan-temuan di atas, menjadi kewajiban bagi pendidik untuk memperhatikan
dan berupaya menemukan program-program pecegahan dan penyembuhan bagi anak-anak yang
menghadapi problema-problema di atas. Oleh karena itu, pada bahasan berikut akan dikemukakan
bagaimana sebenarnya perilaku bermasalah terjadi pada kaum remaja.

B. Hakekat Perilaku Beresiko bagi Kaum Remaja

Perilaku bermasalah yang terus terjadi dan sejalan beriringan dengan permasalahan
jaman ini mengandung resiko bagi kaum remaja. Banyak ahli ilmu pengetahuan sosial yakin
bahwa kekurangan kendali secara mendasar selama masa remaja mengarah ke terbentuknya
profil resiko tinggi ( Gottfredson, 1994). Berikut ini dikemukakan beberapa pemikiran
mengenai upaya pencegahan bagi terjadinya perilaku bermasalah yang mengarah ke perilaku
beresiko tinggi.

a. Pola perilaku bermasalah menunjukkan gejala yang sama baik kelompok yang
beresiko tinggi maupun yang beresiko rendah. Individu yang memiliki banyak

197
masalah, beberapa masalah yang dialaminya sejajar dengan perubahan-perubahan
perkembangan selama mengarungi hidup sebagai remaja. Walaupun frekuensi dan
intensitas masalah berbeda-beda, namun keduanya baik kelompok yang beresiko
tinggi maupun yang beresiko rendah akan membentuk perilaku yang menyimpang
pada masa remaja akhir dan awal dewasa. Oleh karena pola resiko tersebut dapat
meningkat, maka usaha-usaha pencegahan harus menjadi pusat perhatian bagi
semua anak selama masa remajanya.
b. Perilaku bermasalah secara dramatis dapat ditemukan pada saat anak memasuki
masa remaja awal. Oleh karena perilaku beresiko dan bermasalah tersebut berakar
dari masa pubertas dan berlanjut terus sampai masa dewasa awal, maka
pencegahan harus dilakukan sejak anak menjelang memasuki masa remaja.
Keadaan tidak baik yang mulai tampak jelas di antara kelompok anak sekolah
dasar sudah mengisyaratkan perlunya mewaspdai dan mnyiapkan usaha-usaha
pencegahan mulai masa kanak-kanak.
c. Dalam wacana penyimpangan perilaku, ditunjukkan bahwa kelompok beresiko
tinggi sebenarnya bermula dari kelompok yang beresiko rendah. Sumber-sumber
untuk melakukan pencegahan terutama harus dialokasikan bagi remaja-remaja
yang diprediksi memiliki resiko tinggi. Usaha pencegahan universal bagi semua
remaja harus dipertahankan, namun sumber-sumber pencegahan yang signifikan
harus dialokasikan untuk mengurangi kesenjangan penyimpangan antara
kelompok beresiko tinggi dan beresiko rendah.
d. Perilaku bermasalah mulai menurun kadarnya setelah orang berusia sekitar 23
tahun. Secara dramatis beberapa perilaklu bermasalah yang dialami kaum remaja
berangsur-angsur menurun selama masa dewasa awal. Pada saat berusia 22
sampai 27 tahun penyimpangan perilaku mengalami penurunan hampir 50%, dan
terus menurun sampai menginjak usia dewasa. Usaha-usaha pencegahan harus
diperhatikan benar bila pada usia remaja akhir dan dewasa awal tingkahlaku
bermasalah masih tampak tinggi. Namun tidak perlu terlalu khawatir, sebab pada
akhirnya perilaku bermasalah akan mengalami penurunan sendiri, kecuali kasus
khusus.
e. Selama 10 tahun, antara usia 13 sampai 23 tahun, prilaku bermasalah
menunjukkan angka yang tinggi baik kelompok beresiko tinggi maupun beresiko
rendah. Pada usia tersebut perilaku bermasalah semakin menunjukkan gejala yang

198
mengkhawatirkan. Usaha-usaha pencegahan dan intervensi yang efektif harus
menjadi target utama ketika anak berada pada decade tersebut.

C. Implikasi Bagi Pengembangan dan Evaluasi Program

Tantangan untuk program pencegahan yang dikembangkan saat ini adalah intervensi
dini melalui menggali sumber daya yang diperlukan bagimerekayang berada pada resiko
terbesar. Suatu strategi ganda harus dikembangkan yang melibatkan atau padu antara remaja-
remaja yang memerlukan pencegahan primer, sekunder, dan tertier. Keberagaman usaha
pencegahan yang tepat diharapkan mampu memenuhi segala kebutuhan semua remaja. Upaya
ganda ini mencakup program pendataan status resiko yang dialami remaja secara individual
dan membantu mereka mengakses pelayanan-pelayanan pencegahan yang tepat dipasangkan
dengan tingkat-tingkat resikonya.

Dalam pendekatan pencegahan ganda tersebut program utamanya (primer) harus


tersedia bagi semua orang tua dan anak remajanya. Intervensi sekunder harus dikembangkan
dan tersedia bagi orang tua dan remaja-remaja yang teridentifikasi memiliki faktor resiko.
Terakhir, intervensi klinis tertier sejak awal harus tersedia bagi remaja yang jelas-jelas
mengalami satu atau lebih masalah. Strategi intervensi ganda memberi jaminan ketersediaan
program yang tepat bagi semua level masalah mendadak. Dengan pendekatan ini, populasi
yang beresiko rendah akan secara lebih cepat terlayani sehingga mereka tidak berkembang ke
arah perilaku masalah dengan resiko tinggi.

Program pencegahan dan intervensi ganda akan melakukan pendataan awal mengenai
perilaku bermasalah. Tanpa pendataan di atas, usaha pencegahan akan terbatas pada
pendekatan primer, yang tidak cukup intensif untuk membantu penyimpangan-penyimpangan
yang beresiko lebih tinggi. Strategi asesmen, sebagai bagian pelayanan intervensi, menjadi
bagian yang penting saat tampak gejala remaja mengarah ke perilaku beresiko tinggi. Semua
remaja di masyarakat kita perlu didata, dapat melalui sekolah, untuk menentukan gambaran
umum status resiko anak-anak remaja kita. Anak-anmak yang ditengarai masuk ke dalam
profil beresiko tinggi perlu ditelaah lebih intensif. Hasil yang berupa informasi status resiko
dapat digunakan untuk merancang program intervensi secara lebih tepat.

199
RANGKUMAN

Dengan jelas tampak bahwa perilaku bermasalah menyebar dan cepat mencapai
puncak selama masa remaja dan awal kedewasaan. Kebutuhan akan program pencegahan dini
terhadap perilaku bermasalah menjadi nyata. Usaha-usaha ini harus diarahkan baik remaja
yang beresiko tinggi maupun remaja yang beresiko rendah, dengan informasi yang
dimodifikasi untuk profil perilaku beresiko secara individual. Strategi pencegahan dan
intervensi ganda menjadi model yang efektif komprehensif untuk memenuhi kebutuhan
beragam populasi remaja. Program pencegahan majemuk yang terdiri atas strategi primer,
sekunder, dan trertier dijelaskan sebagai berikut.

Primer. Pencegahan dirancang untuk semua remaja tanpa kecuali, dengan asumsi bahwa
semua remaja membutuhkan informasi cara-cara untuk mencegah terjadinya
perilaku target (perilaku bermasalah). Strategi ini dimaksudkan sebagai strategi
universal berlaku untuk semua remaja. Dilakukan oleh orangtua dan berkolaborasi
dengan anak remajanya.

Sekunder. Pencegahan ditujukan kepada anggota populasi remaja yang oleh lingkungannya
atau karakteristik individualnya diduga beresiko.Secara khusus tidak meliputi
perilaku yang menunjukkan gejala untuk dicegah, atau perilakunya belum
teridentifikasi secara pasti sebagai perilaku beresiko tinggi.

Tertier. Usaha intervensi terhadap perilaku yang benar-benar menunjukkan gejala beresiko
tinggi. Intervensi ini dilakukan secara intensif oleh ahli dan dirancang untuk
mengubah perilaku bermasalah dan juga untuk mencegah perilaku bermasalah
kambuh di kelak kemudian hari.

PENDALAMAN

Selesaikan tugas berikut dengan seksama!

 Buatlah bagan permasalahan remaja sehingga menjadi ringkas dan jelas mengenai jenis masalah,
gejala masalah, dan sumber-sumber penyebabnya!
 Pilih salah satu permasalahan remaja: kejahatan, penyalahgunaan obat, kegagalan akademik,
perilaku seksual beresiko, atau gangguan emosional. Kembangkan satu upaya guru untuk

200
mencegah agar permasalah yang Anda pilih tersebut tidak diidap oleh remaja, siswa-siswa di
sekolah!

DAFTAR RUJUKAN

Bandura, A. (1973). Aggression: A social learning analysis. Englewood Cliffs, NJ:


Prentice Hall.
Berkowitz, L. (1995). Aggression: Its causes, consequences, and control (Alih Bahasa: H.
W. Susiatni). Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Breakwell, G. M. (1998). Copingwith aggressive behaviour (Alih bahasa: Bernadus
Hidayat). Deresan, Yogyakarta: Kanisius
Daniel, J. A. (2002). Assessing threats and school violence: Implication for counselor. Journal
of Counseling and Development, 80(2), 215-218.

Dishion, T. J., Andrews, D. W., Kavanagh, K., & Andrews, D.W. (In press). Preventive
interventions for high-risk youth: The Adolescent Transitions Program. In B
McMahon & R.D. Peters (Eds.), Childhood Disorders, substance abuse and
delinquency: Prevention and Early Intervention Approaches.Thousand Oaks, CA:
Sage Publications

Dryfoos, J. (1990). Adolescents at Risk: Prevalence and Prevention. New


York:OxfordUniversity Press
Feisal, J. A. (1997). Pluralisme budaya Indonesia. Mimbar Pendidikan: Jurnal Pendidikan, 1, 16-
21.

Fromm, E. (2001). The anatomy of human destructiveness (Diterjemahkan oleh Imam Mutaqin).
Yogyakarya: Pustaka Pelajar.

Gottfredson, M. (1994). General theory of adolescent problem behavior. Adolescent Problem


Behavior, Ketterlinus, R. & Lamb, M. (Eds.), Hillsdale, N. J.: Erlbaum Press,

Lerner, R. (1995). America's Youth in Crisis.Thousand Oaks, CA: Sage, Publications,.

Rice, K. G., and Myer, A. L. (1994). Preventing depression among young adolescents:
preliminary process results of a psycho-educational intervention program. Journal of
Consulting and Development, 73, 147-152.

Lewinsohn, P. M., Clarke, G. N., Hops, H., & Andrews, J. (1990). Cognitive-behavioral
treatment for depressed adolescents. Behavior Therapy, 21, 385-401.

201
BAB XI

PENYESUAIAN DIRI REMAJA

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:

1. menjelaskan bentuk-bentuk penyesuaian diri remaja;


2. menjelaskan persoalan-persoalan yang dihadapi remaja dalam mengadakan penyesuaian
diri;
3. menjelaskan cara terbaik orangtua dan guru memandu penyesuaian diri remaja, melalui
program penyesuaikan diri orang dewasa terhadap remaja.

PEMBAHASAN

Salah satu aspek penting dalam perkembangan remaja adalah peristiwa penyesuaian
diri. Remaja perlu mengadakan penyesuaian diri karena ia (mereka) harus mempersiapkan
diri sebagai orang dewasa. Banyak keputusan yang harus diambil oleh anak remaja yang
kelak menjadi dasar dari kehidupan orang dewasa. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini
dikemukakan hakekat penyesuaian diri, bentuk-bentuk penyesuaian diri, permasalahan
penyesuaian diri, dan diakhiri dengan pembahasan bagaimana orangtua memandu anak
remajanya agar berhasil dalam proses penyesuaian diri.

Sunarto dan B. Agung Hartono (1994: 182) meringkaskan penyesuaian diri sebagai
usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
Pencapaian keharmonisan yang dimaksud bisa berupa: adaptasi dengan lingkungan,
konformitas dengan suatu kelompok sosial tertentu, penguasaan suatu keterampilan tertentu
untuk mengatasi tantangan hidup dan kematangan emosional dalam arti memiliki respon
emosional yang tepat dalam menghadapi segala macam situasi. Pemahaman penyesuaian diri
seperti di atas berlaku pula bagi remaja sekalipun kadar penyesuaian dirinya tidak semantap
orang dewasa yang telah paripurna dalam penyesuaian dirinya. Dalam uraian selanjutnya

202
penyesuaian diri difokuskan pada penyesuaian diri sebagai usaha adaptasi dengan
lingkungan, dalam hal ini sudah tentu adalah lingkungan hidup remaja. Lingkungan hidup
remaja dapat dipandang sebagai suatu arena di mana remaja dituntut untuk mampu bermain
(menyesuaikan diri) di arena (arena-arena) hidupnya.

A.Arena-Arena Penyesuaian Diri Remaja

Bagaimana remaja menyesuaikan dirinya di lingkungan keluarga, kelompok sosial


terdekat dia melibatkan dirinya, sekolah, dan masyarakat secara luas akan diuraikan satu
persatu berikut ini.

1.1. Penyesuaian Diri dengan Keluarga

Dalam penyesuaian diri di keluarga ini remaja menselaraskan sikap dan tindakannya
dengan pola-pola asuhan orangtua yang berlaku di keluarga tersebut. Adapun pola asuhan
orangtua di keluarga menurut Sunarto dan B. Agung Hartono (1994: 191) ada empat jenis
yaitu: (1) menerima anak (remaja) dengan baik, (2) menegakkan disiplin yang berlebihan, (3)
memanjakan dan melindungi anak (remaja) secara berlebihan, dan (4) menolak keberadaan
anak (remaja) di rumah. Dari keempat pola asuhan di atas tampaknya pola asuhan pertama
menerima remaja dengan baik yang membawa dampak positif bagi remaja di keluarga yaitu
tumbuhnya suasana bimbingan keluarga yang hangat dan aman bagi remaja. Pola ke dua
yaitu menegakkan disiplin yang berlebihan dapat menimbulkan sikap jiwa yang tegang, takut
berbuat salah. Pola ketiga, memanjakan dan melindungi remaja secara berlebihan dapat
menimbulkan anak merasa canggung dan tidak percaya diri. Sedang pola keempat, menolak
keberadaan remaja di rumah dapat menimbulkan hambatan-hambatan dalam penyesuaian diri
remaja, misalnya remaja bersikap seklusif terhadap berbagai macam bentuk pergaulan sosial.

Penyesuaian sosial remaja di keluarga pada umumnya tidak selalu berjalan lancar
sekalipun orangtua mempergunakan pola asuhan pertama yaitu menerima remaja dengan
baik. Hal ini bisa terjadi karena di dalam masa remaja timbul masa negativisme yang ketiga,
yaitu remaja cenderung otoritas orangtua dalam mengarahkan hidupnya (Sarlito Wirawan
Sarwono, 1984: 29). Karena pola asuhan kesatu ini telah terbukti mendatangkan penyesuaian
remaja yang baik maka seyogyanya orangtuanya menerapkan pola asuhan ini, lebih-lebih
kalau remaja sudah sampai pada akhir masa remaja hendaknya kontrol terhadap jalan hidup

203
remaja mulai dilepas hingga akhirnya anak memperoleh kebebasan sepenuhnya untuk
mandiri.

1.2. Penyesuaian Diri Dengan Kelompok Sebaya

Kelompok sosial terdekat ini adalah pergaulan remaja dengan teman-teman


sebayanya. Di dalam kelompok ini remaja berusaha untuk menerima penerimaan sosial dari
warga kelompok. Penolakan dari warga kelompok terhadap remaja yang bersangkutan.
Populer dikalangan teman-temannya merupakan suatu kebahagiaan sendiri dalam hidup
remaja. Soesilo Windradini mengemukakan 15 faktor yang mempengaruhi penerimaan sosial
terhadap remaja (1995: 17-21) yang akan diringkas berikut ini:

(1) Kesan pertama yang menawan: jalan ke arah popularitas remaja


(2) Penampilan yang menarik: sama dengan nomor satu
(3) Reputasi: Remaja laki-laki bersifat berani dan remaja wanita bersifat feminin
(4) Partisipasi sosial: apakah remaja aktif di banyak kegiatan sosial remaja ataukah
dia berada "dipinggiran"
(5) Kemampuan bicara: apakah remaja mampu bicara yang dapat difahami dan
menarik perhatian dalam pengutaraannya ataukahbicaranya berbelit-belit tak
difahami?
(6) Kesehatan: Apakah dia tampaknya sehat dan energik atau lemah dan sakit-
sakitan
(7) Jauh dekatnya rumah dengan tempat kegiatan kelompok: rumah remaja yang
"dekat" lebih untung dari mereka yang rumahnya yang "jauh"
(8) Lama waktu menjadi anggota kelompok: semakin lama menjadi anggota
semakin dianggap orang "beken" di dalam kelompok tersebut
(9) Sifat kelompok. Pada kelompok kecil cenderung memperhatikan antara warga
yang satu dengan warga lainnya. Pada kelompok besar lebih menekankan pada
sumbangan apa yang diberikan kepada kelompok secara keseluruhan

(10)Status sosial ekonomi: apakah seorang remaja seringmenyumbang pada kelompok


atau apakah ia bakhil?

204
(11)Social skill: apakah seorang remaja gampang tanggap dandengan cepat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan kelompok ataukahia tak mau tahu dan tidak mau
membantu kebutuhan-kebutuhankelompok?

(12)Prestasi akademik: apakah remaja termasuk "anak berprestasi" ataukah "anak tak
berprestasi"?

(13)Inteligensi: apakah seorang remaja termasuk anak "pandai" ataukah anak


"biasa"

(14)Menerima norma-norma kelompok: apakah remaja sudah menjiwai semangat


kelompok ataukah termasuk yang suka nyentrik?

(15)Hubungan keluarga: apakah remaja termasuk anak percaya diri ataukah termasuk
"anak mama"?

Demikian ke lima belas faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan sosial remaja.
Remaja yang memiliki unsur-unsur positif dari kelima belas faktor di atas sudah tentu akan
memperoleh penerimaan sosial yang berlebih dari pada yang hanya sebagian saja dimilikinya.
Dalam praktiknya sulit dijumpai seorang remaja memiliki unsur-unsur positif dari kelima
belas faktor di atas. Sebagian besar remaja saja yang memiliki sudahlah merupakan anugrah
(atau bahkan ujian karena remaja menjadi sombong?) yang besar.

1.3. Penyesuaian Sosial Dengan Sekolah

Secara universal dapat dikatakan sekolah mempunyai misi menjadikan remaja sebagai
manusia terpelajar: memiliki pengetahuan umum yang cukup luas, memiliki keahlian di
bidang ilmu atau jabatan tertentu, dan memiliki nilai dan sikap hidup yang luhur. Penunaian
fungsi ini tidak mudah dan banyak kali mengalami kegagalan. Terlepas dari soal fungsi
sekolah dan penunaiannya yang kurang memuaskan tersebut oleh banyak kalangan diakui
bahwa sekolah adalah suatu arena atau wacana tempat orang-orang menuntut ilmu atau
menjadi pintar. Di kalangan masyarakat remajapun dapat menerma identitas sekolah sebagai
tempat gladi diri untuk menjadi orang pintar. Kalau asumsi ini benar maka tuntutan
penyesuaian sosial remaja akan berkisar di seputar perolehan prestasi akademik beserta
faktor-faktor yang mengiringinya yaitu inteligensi yang tinggi, kerja keras atau rajin belajar
untuk mencapai prestasi yang tinggi tersebut.

205
Bagi remaja yang berinteligensi tinggi dan mau bekerja keras dalam belajarnya sudah
tentu penyesuaian sosialnya akan bagus sekali: dihargai tidak saja oleh teman-temannya,
melainkan juga oleh guru-gurunya, dan sudah barang tentu oleh orangtuannya. Remaja bisa
menjadi populer karenanya. Akan tetapi bagi remaja yang prestasinya biasa-biasa saja atau
bahkan gagal memperoleh prestasi minimal (nilai kurang dari enam) dapat dikatakan
penyesuaian sosial di sekolahnya kurang berhasil. Kepada mereka ini perlu layanan
bimbingan khusus agar ia bisa memaksimalkan prestasi yang ada pada dirinya, mau
berusaha/belajar dengan baik, dan pada akhirnya mau menerima dirinya apa adanya. Tidak
perlu menuntut dirinya di luar batas kemampuannya.

1.4. Penyesuaian Sosial dengan Masyarakat

Masyarakat menuntut setiap warganya untuk berperilaku yang sesuai dengan norma-
norma yang diterima di masyarakat. Jadi kalau masyarakat kita ini adalah masyarakat
Pancasila dan religius sudah tentu tuntutan masyarakat kepada setiap individu warganya
adalah untuk mampu berperilaku yang sesuai nilai-nilai Pancasila dan religi yang
diyakininya. tidak berhasil menjalani ini berarti dia gagal dalam penyesuaian sosialnya di
masyarakat. Tidak terkecuali bagi kawula muda masyarakat atau remaja: dia harus mampu
berperilaku yang Pancasilais dan yang agamis itu. Kalau ada remaja yang tidak berhasil
dalam penyesuaiannya berarti ada sesuatu yang tak beres di masyarakat itu, karena remaja
(dan juga anak-anak) belajar tentang nilai-nilai masyarakat ya dari masyarakat itu sendiri.

Ke arah penyesuaian sosial remaja di masyarakat yang baik diperlukan kondisi


masyarakat yang membelajarkan remaja dengan baik akan dikenal dengan istilah learning
sociaety. Tanpa penciptaan situasi masyarakat yang bercorak learning society ini usaha-usaha
pembelajaran di sekolah-sekolah dan di kelurga ke arah budi luhur akan sia-sia.

Tampaknya masyarakat kontemporer sedang mengidap pathologi sosial: di satu sisi


dikehendaki berlakunya nilai-nilai luhur Pancasila dan agama di masyarakat, akan tetapi di
sisi lain dikehendaki (setidak-tidaknya oleh sebagian warga masyarakat) nilai-nilai yang
paradoks dengan Pancasila dan agama seperti: perjudian, minuman keras, korupsi, kolusi,
pornografi, dan lain sebagainya yang negatif. Dikatakan paradoks karena usaha
pemberantasan pola hidup yang negatif tersebut tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh,
bahkan dibiarkan hidup sebagai subsistem di masyarakat yang bersifat informal. Jadi ada

206
sistem nilai/norma formal: Pancasila dan religi yang informal: pola hidup negatif seperti yang
tersebut di atas "Quo vadis" masyarakat Indonesia?

B. Program Bantuan Penyesuaian Diri Remaja

Program berikut ini telah digunakan secara efektif oleh banyak keluarga untuk mengurangi
permusuhan, meningkatkan kerjasama, dan mengembangkan perilaku yang positif di antara
anggota keluarga. Dalam uraian berikut ini dipakai pendekatan strategisyang berpusat pada
penyelesaian masalah mencakup masalah prasangka, niat yang positif, konotasi yang positif,
membuat perilaku menjadi normal, dan membuat sugesti-sugesti secara tidak langsung.

Ketika kita berkerja dengan para remaja bersama dengan keluarga mereka, biasanya
kita perlu benar-benar memperhatikan keluarga agar mereka mau melakukan penyesuaian diri
terhadap anak remajanya. Dalam menangani anak-anak ditujukan ke penanganan remaja
mereka yang mulai mengarah ke perkembangan dewasa. Ada banyak hal yang berbeda, dan
perlu waktu sejenak untuk mendapatkan teknik-teknik yang tepat bagi remaja-remaja mereka.
Banyak orang-orang sudah menulis buku dan melakukan riset mengenai langkah-langkah
untuk membantu anak remajanya agarberhasil tumbuh mencapai penyesuaian diri yang
harmonis.

Kita perlu membedakan penanganan bagi anak-anak dan bagi remaja. Pada tahap
pertama, kita mengembangkan cara untuk menangani anak-anak sampai usia 12 atau 13
tahun. Sedangkan pada tahap kedua, kita mengembangkan strategi untuk menangani
masalah penyesuaian diri remaja sampai awal dewasa.

Pada tahap pertama, tugas anak-anak adalah belajar bagaimana mereka melalui hari-
harinya tanpa mengandung bahaya atau resiko berat. Misalnya, bagaimana anak tidak tiba-
tiba lari di depan truk yang sedang berjalan, menumpahkan air mendidih, makan makanan
yang mengandung resiko, dan sebagainya. Pada dasarnya cara yang ditempuh sederhana.
Tugas orangtua juga sederhana. Beri kesempatan anak-anak melakukan apa yang ia katakan
dan berikan umpan balik secara langsung. Ketika berkaitan dengan kemungkinan anak akan
menyeberang jalan misalnya, perintah langsung (lihat dua sisi–kanan dan kiri, sebelum kamu
menyeberang) merupakan cara sederhana untuk membantu anak-anak menyesuaikan diri.

207
Ketika akan bermain, perintah langsung juga bisa diberikan, misalnya dengan mengatakan
―Jangan bermain-main dalam pertandingan, lakukan secara sportif, dan lain-lain‖. Dalam hal
ini, apa yang terjadi adalah anak belajar dan orang dewasapun belajar tentang perintah itu.
Apakah perintah orangtua efektif bagi penyesuaian diri anak-anak?

Sekarang aturannya berbeda pada tahap kedua yakni waktu membelajarkan remaja
untuk mengadakan penyesuaian diri. Hasil akhir yang diharapkan dari pendekatan pada
tahap kedua ini adalah job description, yaitu bahwa remaja harus belajar bagaimana menjadi
orang dewasa. Para remaja harus belajar bagaimana untuk membuat atau mengembangkan
pertimbangan-pertimbangan yang baik, bagaimana menyatakan ketidaksetujuan dengan
aman, bagaimana cara bertahan pada pendirian mereka sendiri, dan bagaimana cara bergaul
akrab dengan ―boss‖mereka, dan bagaimana menjadi puas dengan pekerjaan mereka. Adalah
pekerjaan yang tidak membutuhkan waktu lama ketika orangtua mengajar anak untuk
mematuhi aturan. Anak yang membuat kekeliruan harus belajar keterampilan-keterampilan
yang diperlukan di dunia agar kekeliruannya tidak berulang kembali. Ada suatu pepatah:
"Pertimbangan yang baik datang dari pengalaman; pengalaman datang dari pertimbangan
yang tidak baik."

Kita menyadari bahwa kadang-kadang sulit bagi orang tua, sebab hampir semua orang
tua akan mem-protect anaknya agar tidak mengalami pengalaman buruk. Namun demikian,
kita harus tahu bahwa anak tidak akan pernah tetap menjadi anak, sehingga kalau
diperlakukan seperti anak terus tidak akan pernah belajar bagaimana menjadi dewasa. Oleh
karena itu, tugas orangtua adalah mencoba untuk memberikan dukungan bagi anak remajanya
untuk berkesempatan membuat kesalahan-kesalahan sosial dan menggunakan pertimbangan
yang tidak baik, tanpa membahayakan hidup seseorang, dan dengan penuh harapan tanpa
melakukan berbagai hal yang benar-benar di luar batas pilihan mereka, seperti menjadi budak
obat-obatan terlarang atau alkohol, menjadi menderita HIV/AIDS.

Apa yang anak remaja harus kerjakan?Pertama adalah mencoba memasuki ―wilayah
baru‖ di rumah. Anak harus belajar keterampilan tegas (asertif), termasuk dalam menyatakan
tidak setuju, dan hal ini termasuk salah satu tugas pertama. Remaja harus belajar menguji
hambatan-hambatan yang ada di rumah, dengan orang-orang yang ia ketahui masih mencintai
dia. Tentu saja, ia harus memulai tugas dengan berani mengatakan "Tidak!" terhadap
permintaan atau harapan orang lain (orang tua) yang tidak sesuai dengan yang diinginkan
sendiri.

208
Pada mulanya, remaja tampak tidak punya rasa hormat terhadap orang lain. Namun,
lambat laun dia akan belajar menjadi lebih terampil dengan lemah-lembut menolak
permintaan orang lain, termasuk orang tuanya sendiri. Secara berangsur-angsur ia belajar.
Jika ia tidak mempunyai peluang untuk belajar tegas selagi muda, maka ia akan mengakhiri
hidup sebagai orang dewasa bagaikan dalam penjara, sebab ia hanya akan menjadi manusia
penurut selama hidupnya.

Bagi orangtua, apa yang harus diingat, ketika putra remajanya mengerjakan sesuatu
yang orangtua tidak suka? Bahwa anak remaja sedang belajar bagaimana cara menjadi orang
dewasa, dan biarkan anak berkesempatan untuk membuat kekeliruan serta kesempatan untuk
menghadapi konsekuensinya, dalam rangka belajar. Pesan lain bagi orang tua adalah
memantau anak remajanya apakah mampu menangani masalahnya secara bebas, dan dapat
terus belajar untuk melakukan hal berguna–yakni melakukan kekeliruan yang berguna
dengan aman.

Sementara itu bagi remaja perlu mengingat bahwa orangtuanya mencoba untuk
mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan, sebab anak remajanya sedang
tumbuh dan berkembang menuju ke arah kedewasaan. Remaja perlu belajar menjadi orang
tua yang memiliki anak remaja.Seperti halnya latihan yang lain: berikan penghargaan
terhadap mereka yang berbuat benar dan lakukan secara spontan sebagai pertanda cinta orang
tua. Orang tua dapat melatih mereka untuk berpikir bahwa mereka sebagai orang dewasa
yang bertanggungjawab. Semuanya bergantung pada apa yang dilakukan dan cara-cara yang
ditunjukkan sebagai orangtua yang bertanggung jawab.

Uraian di atas menekankan pada bagaimana remaja tumbuh menjadi manusia dewasa
yang tegas dan tidak menunjukkan gejala-gejala patologis. Hal ini juga mengisyaratkan
kepada remaja agar berbuat secara bertanggung jawab, mereka berperilaku secara
mengesankan di hadapan orang tua mereka, sebagai orang yang kemudian mengijinkan
anaknya lebih fleksibilitas melaksanakan aktivitas kaum muda.

RANGKUMAN

209
Bertambahnya usia anak dan semakin melebarnya pergaulan membuat anak-anak harus
mampu mengadakan berbagai penyesuaian diri. Bagi remaja, penyesuaian diri yang utama adalah
mempersiapkan dirinya menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.

Salah satu tugas berat remaja adalah menjadi manusia yang asertif dalam menyampaikan
gagasan dan rencana perilaku. Dalam hal ini seringkali remaja menemukan hambatan sebab adanya
beda perlakuan orang tua. Orang tua kadang memperlakukan anak remajanya sebagai kanak-kanak
sementara itu di saat lain memperlakukan mereka sebagai orang dewasa.

Anak remaja perlu berkesempatan untuk belajar dari segala lini, bahkan anak remaja perlu
belajar dari keputusan-keputusan pribadi yang salah. Dalam hal ini apa yang harus dilakukan orang
tua?

Saran yang diberikan kepada orang tua adalah agar mereka memberi banyak peluang bagi
anak remajanya untuk mandiri. Biarkan anak belajar bahkan dari kesalahan-kesalahannya sendiri.
Yang dipersiapkan orang tua bukan larangan dan hukuman, tetapi menunggu sampai anak
remajanya berhasil menyelesaikan masalah dan orangtua memberikan dukungan dan pujian atas
keberhasilan anak remajanya yang telah mampu belajar menyesuaikan diri terhadap berbagai
keadaan.

PENDALAMAN

Selesaikan tugas berikut dengan seksama!

1. Sebutkan karakteristik remaja yang tidak mampu mengadakan penyesuaian diri. Dalam
menguraikan kaitkan dengan tugas perkembangan remaja!
2. Buatlah satu panduan umum yang bisa dipakai pegangan orangtua dalam memandu anak
remajanya menyesuaikan diri!

DAFTAR RUJUKAN

Ebling,Richard.1997.Generic reframe for Adjustment problems at adolescence. or


r.ebling@m.cc.utah.edu (Download 7 September 2005)

Adjustment disorder. http://www.findarticles.com/p/areticles/mi (Download 7 September 2005)

210
Richardson, Stacey & McCabe P. Marita. 2001. Parental divorce during adolescence and adjustment
in early adulthood. Adolescencehttp://www.findarticles.com/p/areticles/mi (Download 7
September 2005)

211

Anda mungkin juga menyukai