1.3 Tujuan
Sejalan dengan rumus masalah diatas, makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui :
1. Proses belajar kognitif dalam pembelajaran siswa.
2. Pengetahuan bersyarat
3. Metakognisi dan pembelajarannya.
4. Penerapan pembelajaran konsep
5. Srategi pemecahan masalah yang harus dihadapi siswa dalam proses belajar.
6. Transfer.
7. Peran teknologi dalam proses pembelajaran.
8. Berbagai aplikasi pembelajaran dalam pembelajaran.
Bedakan antara umum dan spesifik Keterampilan, dan diskusikan bagaimana mereka
bekerja- Mendapatkan perolehan kompetensi.
Jelaskan penelitian pemula-ke-pakar metodologi.
Pahami mengapa pengetahuan bersyarat Penting untuk belajar, dan mendiskusikan
vari-Ables mempengaruhi metakognisi.
Membedakan sifat konsep, dan jelaskan model pembelajaran konsep.
Diskusikan pandangan historis tentang masalah solv-Ing dan peran strategi umum
(heuristik).
Jelaskan pemecahan masalah dari informasi- Perspektif pengolahan mation.
Membedakan pandangan historis tentang transfer, dan memberikan penjelasan
kognitif untuk Transfer pengetahuan, keterampilan, dan strategi.
Mendiskusikan fitur pembelajaran utama komputer-Lingkungan belajar berbasis dan
jarak Belajar.
Jelaskan pembelajaran dari contoh kerja dan perkembangannya.
Akuntansi Keterampilan
Mengembangkan kompetensi dalam domain apapun merupakan proses perolehan
keterampilan. Kita mulai Dengan memeriksa isu-isu yang relevan dengan perolehan
keterampilan umum dan khusus
Pengetahuan Bersyarat
Pengetahuan bersyarat adalah memahami kapan dan mengapa untuk mempekerjakan
Bentuk pengetahuan deklaratif dan prosedural (Paris et al., 1983). Memiliki kebutuhan
Pengetahuan deklaratif dan prosedural untuk melakukan suatu tugas tidak menjamin siswa
akan melakukannya Lakukan dengan baik. Siswa yang membaca teks studi sosial mungkin
tahu apa yang harus dilakukan (baca bab-), mengerti arti kata kosa kata (pengetahuan
deklaratif), dan ketahuilah Bagaimana cara memecahkan kode, skim, menemukan ide utama,
dan menarik kesimpulan (pengetahuan prosedural).Saat mereka mulai membaca, mereka
mungkin bisa membaca bab ini. Sebagai konsekuensinya, mereka tampil kurang pada tes
pemahaman.
Metakognisi
Sulit daripada yang terdiri dari bahan yang sudah dikenal (Baker & Brown, 1984).
Dermitzaki (2005) menemukan bahwa siswa kelas dua menggunakan strategi metakognitif,
namun penggunaan mereka membosankan sedikit kaitannya dengan aktivitas pengatur diri
anak-anak yang sebenarnya. Kegiatan pemantauan adalah sering dipekerjakan oleh anak-anak
dan orang dewasa yang lebih tua daripada anak-anak; Bagaimanapun, lebih tua Anak-anak
dan orang dewasa tidak selalu memonitor pemahaman mereka dan seringkali adalah hakim
yang buruk dari seberapa baik mereka memahami teks (Baker, 1989).
Definisikan masalahnya.
Buat solusi sebanyak mungkin tanpa mengatasinya.
Tentukan kriteria untuk menilai solusi potensial.
Gunakan kriteria ini untuk memilih solusi terbaik.
Brainstorming yang berhasil mengharuskan peserta menahan kritik terhadap gagasan sampai
semua gagasan dihasilkan. Selain itu, peserta dapat menghasilkan gagasan yang saling
membangun satu sama lain. Brainstorming adalah sebuah alat bantu yang digunakan untuk
mengeluarkan ide dari setiap anggota tim yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
Kesuksesan Brainstorming dapat dilihat dari suasana bebas tanpa kritik untuk menggali ide
kreatif atau solusi alternatif tanpa batas.
Brainstorming mulai dkenalkan pada tahun 1950-an dan menjadi tidak dipisahkan
dari TQM (Total Quality Management), namun tak hanya disitu penerapannya,
Brainstorming dapat digunakan di segala bidang. Brainstorming dapat memberi inspirasi,
memperluas wawasan, merupakan pembelajaran dalam mengambil keputusan, selain itu
menciptakan kesetaraan dan melibatkan seluruh anggota tim. namun saat
ini Brainstorming juga dapat dilakukan tanpa harus berkumpul dalam satu ruangan, namun
juga dapat dilakukan di dunia maya atau telekonferensi dengan jarak ribuan meter.
4 Peraturan Dasar
Brainstorming mempunyai peraturan dasar dalam pelaksanaannya. yaitu:
1. Suspend Judgment, semua anggota tim harus menahan diri, tidak menghakimi ide,
pendapat dan gagasan yang diajukan oleh anggota lain
2. Record all Ideas, ada seseorang yang dapat menjadi notulen, mencatat semua ide,
pendapat ataupun gagasan yang diajukan, walaupun ide tersebut terdengar aneh
3. Encourage Piggy-backing ideas, koordinator atau fasilitator mendorong untuk
membangun ide, pendapat atau gagasan baru atau tambahan dari ide yang sudah pernah
dijalankan
4. Think out of the box, yakni mendorong untuk mengeluarkan pemikiran yang baru, tidak
pengulanggan dari ide atau pendapat yang sudah ada.
Penalaran
Penalaran mengacu pada proses mental yang terlibat dalam menghasilkan dan mengevaluasi
argumen logis (Anderson, 1990). Penalaran menghasilkan kesimpulan dari pemikiran,
persepsi, dan pernyataan (Johnson-Laird, 1999) dan melibatkan bekerja melalui masalah
untuk menjelaskan mengapa sesuatu terjadi atau apa yang akan terjadi (Hunt, 1989).
Keterampilan penalaran meliputi klarifikasi, dasar, inferensi, dan evaluasi (Ennis, 1987;
Quellmalz, 1987; Tabel 7.3 dan Aplikasi 7.6).
Tabel 7.3
Aplikasi 7.6
Guru mengajarkan siswanya bagaimana caranya mengajukan pertanyaan untuk menghasilkan
informasi yang akurat atas suatu maslah. Untuk membantu siswa mengidentifikasi dan
mengklarifikasi masalah, guru dapat mengajukan pertanyaan seperti :
2.5 Transfer
Transfer adalah sebuah topik/tema serius selama pembelajaran dan bergantung pada
proses kognitif. Transfer mengacu pada pengetahuan yang diaplikasikan dalam cara baru,
dalam situasi baru, atau dalam situasi familiar dengan konten yang berbeda. Transfer juga
menjelaskan bagaimana pembelajaran sebelumnya mempengaruhi pembelajaran
selanjutnya. Ada berbagai macam tipe dari transfer, antara lain.
- Positive transfer terjadi ketika pembelajaran sebelumnya memfasilitasi pembelajaran
selanjutnya.
Pandangan Sejarah
Elemen Identik. Edward Thorndike (1913) berpendapat bahwa transfer terjadi
berdasarkan adanya unsur-unsur yang identik diantara dua bidang studi atau diantara
bidang studi di sekolah dan di kehidupan sehari-hari. Semakin banyak unsur yang sama
antara beberapa bidang studi, maka semakin besar kemungkinan terjadi transfer belajar
secara positif pada siswa. Namun, siswa itu sendiri haruslah dapat mengenali unsur-unsur
identik pada bidang studi tersebut. Apabila siswa tidak dapat mengenali elemen identik
antara satu situasi dengan situasi lain, maka transfer tidak akan terjadi. Oleh karena itu,
elemen identik tidak memadai untuk menjelaskan tentang semua jenis transfer.
Disiplin Mental. Teori tentang disiplin mental, berhubungan erat dengan transfer,
berpendapat bahwa mempelajari pelajaran tertentu akan meningkatkan fungsi mental
secara umum dan memudahkan pembelajaran dengan konten baru yang bahkan terkadang
tidak berhubungan dengan pelajaran yang dipelajari sebelumnya. Contoh, fungsi pikir
siswa akan melakukan fungsinya dengan baik apabila dilatih dengan pelajaran matematika
dan ilmu pasti. Dimana penguasaan siswa pada bidang tersebut akan memudahkan mereka
dalam mempelajari bidang studi yang lain.
Generalisasi. Skinner (1953) mengemukakan pandangan lain mengenai transfer. Menurut
teori operant conditioning, transfer melibatkan generalisasi. Dalam generalisasi ini, dapat
dilihat pengaruh suatu stimulus baru untuk menghasilkan respon yang sama. Seperti siswa
yang dihukum karena berkelakuan buruk di satu kelas. Siswa tersebut akan merasa jera
sehingga di kelas berikutnya, dia akan bersikap lebih baik agar tidak mendapat hukuman.
Strategi Transfer
Transfer berlaku untuk strategi demikian juga keterampilan dan pengetahuan.
Sayangnya, dari banyak penelitian ditemukan bahwa siswa mempelajari strategi dan
mengaplikasikannya secara efektif tetapi gagal untuk mempertahankan penggunaannya
dari waktu ke waktu. Ini adalah masalah umum yang dihadapi dalam pemecahan masalah.
Phye mengembangkan sebuah model yang berguna untuk meningkatkan strategi transfer
dan melakukan penelitian untuk menguji keefektifannya. Dari penelitian tersebut, Pyhe
menyoroti hubungan antara strategi informasi dengan pemrosesan informasi dan peran
kunci yang dimainkan oleh latihan, feedback korektif, dan motivasi. Hal ini juga
menekankan bahwa pengajaran strategi pembelajaran mandiri pada siswa dapat
memudahkan transfer.
Permasalahan kata ini tidak secara jelas memberi tahu siswa apa yang harus
dilakukan, namun membutuhkannya perhitungan yang tidak lebih sulit dari yang
dibutuhkan pada set pertama. Memecahkan masalah kata melibatkan pengenalan format
masalah untuk menghasilkan produk yang sesuai.
Perhitungan ini dilakukan bukan untuk menunjukkan bahwa keahlian konseptual
lebih baik daripada kemampuan komputasi, Meskipun Rittle-Johnson dan Alibali (1999)
menyatakan bahwa pemahaman konseptual memiliki pengaruh yang lebih besar pada
pengetahuan prosedural daripada sebaliknya. Difisiensi pada kedua bidang tersebut
menimbulkan suatu masalah. Pemahaman tentang cara pemecahkan masalah akan tetapi
tidak dapat melakukan perhitungan menghasilkan jawaban yang salah, seperti halnya
pintar komputasi tapi tidak bisa mengkonseptualisasikan masalah.
Komputasi. Keterampilan komputasi paling awal yang digunakan anak-anak adalah
menghitung (Byrnes, 1996; Resnick, 1985). Anak-anak menghitung benda dengan jari
mereka dengan menggunakan strategi yang ada di pikiran mereka (Groen & Parkman,
1972). Sum model melibatkan pengaturan alat hitung pada nol, menghitung di addend
pertama dengan penambahan satu, dan kemudian menghitung di addend kedua hingga
sampai pada jawabannya. Untuk masalah "2 + 4?" Anak-anak mungkin menghitung dari 0
sampai 2 dan kemudian menghitung 4 lagi. Strategi yang lebih efisien adalah mengatur
alat hitung pada addend pertama (2) dan kemudian hitung addend kedua (4) dengan satu
kali penambahan. Yang lebih efisien adalah min model: Setel alat hitung pada adden yang
lebih besar (4) dan kemudian hitung addend kecil (2) dengan satu kali penambahan
(Romberg & Carpenter, 1986
Penyelesaian Masalah
Pemecahan masalah mengharuskan siswa untuk terlebih dulu menyajikan masalah
secara akurat dengan memberikan informasi dan tujuannya lalu memilih dan
diterapkanlah strategi pemecahan masalah .(Mayer, 1985, 1999). Menerjemahkan sebuah
masalah dari representasi linguistik ke representasi mental seringkali mengalami
kesulitan(Bruning et al., 2004).Hal itu merupakan bahasa yang lebih abstrak, sehingga
semakin sulit memahami teks dan semakin rendah kemungkinan solusi yang didapatkan
(Cummins, Kintsch, Reusser, & Weimer, 1988). Siswa yang mengalami kesulitan dalam
memahami menunjukkan ingatan yang buruk terhadap informasi dan kinerja yang rendah.
Hal ini berlaku terutama bagi anak-anak yang lebih muda, yang mengalami kesulitan
daklam menerjemahkan representasi linguistik yang abstrak. Dalam merjemahkan juga
dibutuhkan pengetahuan deklaratif dan prosedural yang baik agar didapatkan hasil yang
benar.