Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan. Pendidikan adalah


salah satu kunci untuk mencapai kemajuan dan kesuksesan dalam hidup. Pendidikan
memiliki banyak metode pembelajaran. Salah satu dari sekian banyak metode
pembelajaran yang tepat adalah teori belajar kognitif.

Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan;
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan
yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Pembelajaran kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh
stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri.
Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk
mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon
terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikologi kognitif memandang
belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat
mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas
belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan
informasi.

Belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang
tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Teori belajar kognitif
memiliki beberapa tokoh yaitu J. Piaget dan Jerome S. Brunner.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ingin akan dibahas dalam pembuatan makalah ini, yaitu
sebagai berikut:

1) Apakah yang disebut teori belajar kognitif?

2) Siapakah tokoh-tokoh aliran kognitif?

3) Bagaimanakah aplikasi teori pembelajaran kognitif?

1
1.3 Tujuan Permasalahan

Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini, yaitu sebagai
berikut:

1) Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah belajar dan pembelajaran.

2) Sebagai bentuk pengetahuan mengenai teori belajar kognitif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang
tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Teori kognitif lebih
menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek
rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori
behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang
diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada
dirinya.

Teori kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai
model perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam
melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Teori
kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan dirinya. Belajar merupakan
perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah
laku yang nampak.

Teori kognitif sangat besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran, akibatnya


pembelajaran di Indonesia pada umumnya lebih cenderung cognitif oriented
(berorientasi pada intelektual atau kognisi). Implikasinya lulusan pendidikan atau
pembelajaran kaya intelektual tetapi miskin moral kepribadian. Mestinya proses
pembelajaran harus mampu menjaga keseimbangan antara peran kognisi dengan peran
afeksi, sehingga lulusan pendidikan memiliki kualitas intelektual dan moral kepribadian
yang seimbang.

Secara umum teori kognitif memiliki pandangan bahwa belajar atau


pembelajaran adalah suatu proses yang lebih menitikberatkan proses membangun
ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek yang bersifat
intelektualitas lainnya. Oleh sebab itu, belajar juga dapat dikatakan bagian dari kegiatan
yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks dan komprehensif.

2.2 tokoh-tokoh aliran kognitif

Ada beberapa tokoh-tokoh aliran teori kognitivisme diantaranya adalah J. Piaget dan
Jerome S. Brunner.
3
A. Teori Perkembangan Piaget

Peaget yang dikenal seorang tokoh pendidikan dengan karya teori tersohornya
“Advance Organizer”, dan teori “Appersepsi” adalah sorang tokoh yang mampu
mempengaruhi alam pikiran tokoh-tokoh pendidikan lain pada zamannya.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang adalah suatu proses yang


bersifat genetik. Artinya proses belajar itu di dasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan sistem syaraf. Oleh sebab itu makin bertambahnya umur seseorang,
mengakibatkan makin kompleksnya susunan sel-sel syaraf dan juga makin meningkat
kemampuannya, khususnya dalam bidang kualitas intelektual (kognitif). Ketika
seseorang berkembang dalam proses menuju kedewasaan, seseorang itu pasti
melakukan atau mengalami proses adaptasi biologis dengan lingkungannya sehingga
terjadi proses perubahan-perubahan secara kualitatif di dalam struktur kognitifnya.
Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan
secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang
berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Inilah yang kemudian dijadikan
standar ukuran anak masuk SD minimal berusia kronologis 7 tahun.

Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbang). Prises asimilasi merupakan proses
pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur
kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai contoh, seorang anak
sudah memahami prinsip pengurangan. Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka
terjadi proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang sudah dikuasainya
dengan prinsip pembagian (informasi baru). Inilah yang disebut proses asimilasi. Jika
anak tersebut diberikan soal-soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi.
Artinya, anak tersebut sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip
pembagian dalam situasi yang baru dan spesifik.

Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangan sesuai dengan umurnya. Piaget membagi Perkembangan kognitif
menjadi beberapa tahap, yaitu:

a) Tahap Sensorimotor (Umur 0 – 2 tahun)

Tahap ini yang menonjol adalah kegiatan motorik dan persepsi yang sangat sederhana
secara umum ciri dalam tahapan ini adalah:

4
 Melakukan rangsangan melalui sinar dan suara yang datan kedalam dirinya;

 Suka memperhatikan sesuatu, kemudian dijadikan idola secara verbalis


(membabi buta).

 Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya sesuai dengan persepsinya


sendiri.

 Selalu ingin atau segala obyek sehingga meiliki kecendrungan untuk melakukan
perubahan (merubah).

b) Tahap Preoperasional (Umur 2 – 7 atau 8 tahun)

Tahap ini lebih ditandai dengan penggunaan simbol atau bahasa isyarat (tanda).
Tahap ini juga dimulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini memiliki dua
macam tahapan yaitu: preoperasional (umur 2 – 4 tahun), tahap ini akan muali mampu
menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep, yang dimiliki walaupun konsep
itu masih sederhana. Akibatnya anak sering melakukan kesalahan dalam memahami
objek yang dilihat.

Tahap ini memiliki beberapa ciri khusus:

 Self counternya sangat dominan.

 Mampu melakukan klasifikasi objek yang bersifat sederhana.

 Belum mampu memusatkan perhatian terhadap berbagai objek yang bervariasi


atau berbeda-beda.

 Memiliki kemampuan untuk mengumpulkan benda atau barang menurut kriteria


yang benar serta memiliki kemampuan menyusun benda-benda meskipun
mereka belum mampu menjelaskan makna dari benda-benda tersebut.

c) Tahap intuitif (umur 4 – 7 atau 8 tahun).

Pada tahap ini anak mampu memperoleh pengetahuan atau informasi yang didasarkan
terhadap kesan, makna, konsep yang bersifat abstraks. Tahap ini memiliki beberapa
karakteristik:

a. Memiliki kemampuan untuk membentuk kelas-kelas atau katagori dari sebuah


objek.

b. Memiliki kemampuan mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang


lebih kompleks.
5
c. Memiliki kemampuan melakukan tindakan terhadap berbagai fenomena atau ide
yang kompleks.

d. Memilki kemampuan memperoleh prinsip-prinsip secara tepat dan benar.

d) Tahap Operasional Konkret (Umur 7 atau 8 – 11 atau 12 tahun)

Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan menggunakan aturan-aturan


yang sistematis, logis dan empiris. Operation sering kali dimaknai suatu tipe tindakan
yang mampu maemanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Tahap ini
adalah tahap melakukan transformasi informasi kedalam dirinya sehingga tindakan lebih
efektif.

Tahap ini diharapkan tidak ada proses trial and eror (coba-coba). Karena coba-
coba cenderung membuat kesalahan, tahap ini anak diasumsikan sudah dapat berfikir
dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Anak
dapat menggunakan atau mengaplikasikan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Dengan
kata lain, anak memiliki kemampuan menyelesaikan atau menangani sistem klasifikasi.

e) Tahap Operasional Formal (Umur 11 atau 12 – 18 tahun)

Tahap ini ditandai dengan adanya kemampuan anak dalam berpikir abstrak dan logis,
serta memiliki kemampuan menggunakan pola berfikir “kemungkinan”, mampu berpikir
ilmiah dengan pendekatan hipothetico-deductive dan inductive. Tahap ini memiliki ciri
khusus sebagai berikut:

 Memiliki kemampuan bekerja secar efektif, sistematis, logis, dan realistis.

 Mampu melakukan analisis secara kombinasi.

 Mampu berpikir secara proposional.

 Mampu menarik generalisasi secara mendasar terhadap suatu objek.

B. Teori Belajar menurut Brunner

Jerome S. Brunner adalah seorang ahli pendidikan yang setuju dengan teori kognitif, hal
ini didasarkan atas asumsi bahwa pembelajaran adalah proses untuk membangun
kemampuan mengembangkan potensi kognitif yang ada dalam diri siswa.
Perkembangan kualitas kognitif ditandai dengan ciri-ciri umum:

1) Kualitas intelektual ditandai dengan adanya kemampuan menanggapi


rangsangan yang datang pada dirinya. Artinya, semakin mampu menanggapi

6
rangsangan semakin besar peluang kualitas kognisi diwujudkan. Pembelajaran
merupakan salah satu upaya atau proses untuk melatih dan membimbing siswa
dalam melakukan tanggapan terhadap rangsangan yang datang ke dalam dirinya.

2) Kualitas atau peningkatan pengetahuan seseorang ditentukan oleh


perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis. Artinya semangkin
lama mampu menyimpan informasi maka kualitas dan peningkatan pengetahuan
akan mudah diwujudkan. Pembelajaran merupakan salah satu proses untuk
melatih dan membimbing siswa agar memiliki kemampuan menyimpan informasi
yang diperoleh dari realitas lapangan.

3) Perkembangan kualitas kognitif bisa dilakukan dengan cara melakukan interaksi


secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua. Oleh sebab itu
jaringan kerja sama intensif antara sekolah, masyarakat dan orang tua menjadi
penting dalam konteks pembelajaran. Tri Sentra Pendidikan (tiga pusat
pendidikan) perlu dikembangkan secara komprehensif dan simultan agar
pengembangan kualitas intelektual (kognitif) siswa benar-benar dapat
diwujudkan.

4) Kemampuan kognitif juga ditentukan oleh kemampuan dalam mendeskripsikan


bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi manusia. Untuk memahami
konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa untuk mengkomunikasikan suatu
konsep kepada orang lain.

5) Kualitas perkembangan kognitif juga bisa ditandai dengan keterampilan untuk


menggunakan beberapa alternatif penyelesaian masalah secara simultan dan
melaksanakan alternatif sesuai dengan realitas.

Jerume S Brunner mengemukakan bahwa pembelajaran itu dipengaruhi oleh dinamika.


Perkembangan relitas yang ada disekitar kehidupan siswa. Asumsi ini lebih dikenal
dengan teori free discovery learning, artinya proses pembelajaran akan efektif dan
efesien jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang mereka jumpai
dalam kehidupannya.

Pembelajaran dilakukan tidak hanya dilakukan secara normatif atau tekstual, tetapi
kontektual.

7
Konsekuensinya guru tidak cukup hanya memiliki kemampuan menguasai materi secara
formal (materi dari buku panduan pokok) tetapi juga harus memiliki kemampuan
menguasai materi secara pengayaan, yaitu materi dari buku sumber lain yang relevan
dan efektif untuk mendukung teori atau konsep yang ada dalam buku panduan pokok.

Perkembangan kognitif seseorang dapat dilakukan dengan cara gaya mengajar yang
dilakukan dengan menggunakan cara kerja dari yang sederhana/kecil kearah yang lebih
rumit atau luas. Dalam istilah Brunner disebut dengan “Kurikulum Spiral”. Konsekuensi
dari adanya implementasi kurikulum spiral adalah harus dilakukan dengan gaya
pembelajaran yang bersifat sosial atau kontektual. Artinya materi pelajaran harus selalu
dikaitkan dengan realitas kehidupan peserta didik.

Karena dengan proses mengkaitkan dengan realitas kehidupan, maka siswa akan lebih
cepat memahami materi pelajaran. Pembelajaran yang lebih mengedepankan
kebebasan merupakan salah satu kunci keberhasilan pembelajaran sosial atau
kontektual.

2.3 Aplikasi Teori Kognitif

Pada hakekatnya teori kognitif adalah sebuah teori pembelajaran yang cenderung
melakukan praktek yang mengarah pada kualitas intelektual peserta didik. Meskipun
teori ini memiliki berbagai kelemahan. Teori kognitif juga memiliki kelebihan yang harus
diperhatikan dalam praktek pembelajaran. Aspek positifnya adalah kecerdasan peserta
didik perlu dimulai dari adanya pembentukan kualitas intelektual (kognitif).

Konsekuensinya proses pembelajaran harus lebih memberi ruang yang luas agar siswa
mengembangkan kualitas intelektualnya. Secara umum proses pembelajaran harus
didasarkan atas asumsi umum:

a. Proses pembelajaran adalah suatu realitas sistem. Artinya, keberhasilan


pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh satu aspek/faktor saja, tetapi lebih
ditentukan secara simultan dan komprehensif dari berbagai faktor yang ada.

b. Proses pembelajaran adalah realitas kultural/natural. Yaitu dalam proses


pembelajaran tidak diperlukan adanya berbagai paksaan dengan dalih
membentuk kedisiplinan.

c. Pengembangan materi harus benar-benar dilakukan secara kontekstual dan


relevan dengan realitas kehidupan peserta didik. Proses belajar tidak harus di
dalam ruang atau gedung. Wilayah pembelajaran bisa dimana saja selama

8
peserta didik mampu melaksanakan proses untuk mengembangkan daya analisis
terhadap realitas.

d. Metode pembelajaran tidak dilakukan secara monoton, metode yang bervariasi


merupakan tuntutan mutlak dalam proses pembelajaran.

e. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena dengan
mengaktifkan siswa, maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.

f. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar
bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan
hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui
siswa.

g. Pembelajaran harus memperhatikan perbedaan individual siswa, faktor ini


sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya
pada motivasi, persepsi, kemampuan berfikir, pengetahuan awal dan sebagainya.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori belajar kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak
selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Teori kognitif lebih
menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek
rasional yang dimiliki oleh orang lain.

Ada beberapa tokoh teori kognitif. Tokoh-tokoh aliran kognitif tersebut antaranya
adalah:

 J. Piaget,

 Jerome S. Brunner.

3.2 Saran-saran

Dalam pembelajaran kognitif, kita dapat membangun atau membimbing siswa


dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek
secara akal atau rasional. Teori kognitif menyatakan bahwa tingkah laku seseorang
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan dirinya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Elliot, et.al, Educational Psychology: Effective Teaching, Effective learning, The Mc.
Graw Hill Companies, America, 2000.

Gandasetiawan, Ratih Zimmer, Mengoptimalkan IQ & EQ Anak Melalui Metode


Sensomotorik, Penerbit Libri, Jakarta, 2010.

Gredler, Margaret E. Bell, Belajar dan Membelajarkan, Terj. Munandir, Rajawali, Jakarta,
Ed. 1, Cet. 1, 1991.

Hasan, Aliah B. Purwakania, Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang


Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pascakematian, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006.

Hurlock, Elizabeth B., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan, Erlangga, Jakarta, 1980.

Indragiri A., Kecerdasan Optimal: Cara Ampuh Memaksimalkan Kecerdasan Anak,


Starbooks , Jogjakarta, 2010.

Izzaty, Rita Ika, et. al., Perkembangan Peserta Didik, UNY Press, Yogyakarta, Ed. 1, Cet.
A, 2008.

Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
PT. Al Husna Zikra, Jakarta, cet. III, 1995.

Monks, F. J., dkk., Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya,


Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1985.

Mussen, Paul Henry, Perkembangan dan Kepribadian Anak, Terj. Meitasari Tjandrasa,
Erlangga, Jakarta, Ed.6, 1996.

Papalia, Diane E., et. al., Human Development (Psikologi Perkembangan), Terj. A. K.
Anwar, Kencana, Jakarta, Ed. 9, 2008.

Piaget, Jean, & Barbel Inhelder, Psikologi Anak, Terj. Miftahul Jannah, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, Cet. 1, 2010.

11
12

Anda mungkin juga menyukai