Anda di halaman 1dari 25

● Siswa seperti apakah yg digolongkan sbg

siswa dgn Kesulitan Belajar ???

● Ada 7 karakteristik siswa yg diasumsikan


memiliki “hambatan dlm belajar” (bukan Kesulitan
Belajar khusus) (Valett, dlm Johnsos & Morasky, 1980), sbb:
1.Mempunyai sejarah kegagalan akademik
berulang kali.
Pola kegagalan dlm mencapai prestasi belajar yg
berulang kali spt itu, tampaknya “memantapkan”
kemungkinan untuk gagal, shg melemahkan usaha.
2. Hambatan fisik/tubuh maupun lingkungan,
berinteraksi dgn kesulitan belajar.
Adanya kelainan fisik, e.g. penglihatan kurang jelas,
pendengaran terganggu, berkembang menjadi kesulitan
belajar yg jauh di luar jangkauan kesulitan fisik asal mulanya.

3. Kelainan motivasional
Kegagalan yg berulang-ulang, penolakan oleh guru
dan teman-teman sebaya, tidak adanya pengukuhan
(reinforcement), semua ini, atau pun scr sendiri-sendiri,
cenderung akan merendahkan mutu tindakan,
mengurangi minat untuk belajar, dan umummya
merendahkan motivasi, atau memindahkan motivasi
ke kegiatan lainnya.
4. Kecemasan yg samar-samar, mirip kece-
masan yg mengambang.
Kegagalan yg berulang dlm bidang akademik, dpt
menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Jadi, adanya
antisipasi terhdp kegagalan yg segera datang, entah dlm
hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan,
dan ada semacam keinginan mengundurkan diri, misalnya
dlm bentuk melamun atau tidak memperhatikan.

5. Perilaku yg berubah-ubah, dlm arti tidak


konsisten, & tidak dapat diduga.
Angka rapot anak-anak dgn kesulitan belajar, dibanding
anak-anak lain, sedemikian menyolok. Hal ini disebabkan
turun-naiknya minat & perhatian mereka terhdp pelajaran.
Ketidakstabilan dan perubahan yg tidak dapat diduga ini,
lebih mrp isyarat penting daripada rendahnya prestasi itu
sendiri.
6. Penilaian keliru, krn data tidak lengkap.
Kesulitan belajar dpt timbul, krn pemberian label yg keliru
kepada seorang anak. Kesimpulan berdasarkan informasi
yg kurang lengkap.
E.g. tanpa data lengkap, seorang anak digolongkan mentally
retarded, padahal ada bbrp perilaku akademik yg tinggi mutunya,
yg tidak sesuai dgn anak mentally retarded.

7. Pendidikan & pola pengasuhan yg tdk memadai


Ada kalanya penguasaan & urutan pengalaman belajar
anak tidak mendukung proses belajar.
Artinya, kesalahan “tidak selalu” terletak pada sistem
pendidikan, tetapi ketidakcocokan antara kebutuhan anak
dgn kegiatan-kegiatan yg terjadi di dlm kelas.
Dlm hal ini, pengalaman yg diperoleh anak dlm keluarga,
tidak mendukung kegiatan belajar.
Ketujuh karakteristik yg dikemukakan Valett tsb
adalah karakteristik utama, shg masih perlu
diterjemahkan ke dlm perilaku yg dapat diamati
(observable). Meski tampak mencakup berbagai masalah,
tapi kurang konkret.

Indikasi kesulitan belajar yg lebih konkret (observable)


dikemukakan Meier (dlm Johnson & Morasky, 1980).
Menurutnya, guru dpt mengidentifikasi kesulitan belajar anak
“dua di antara tiga kasus kesulitan belajar” ini, dlm
bentuk:
● Rentang perhatian yg singkat, tdk mampu
bkonsentrasi
● Kemampuan membaca yg benar-benar lamban
Ingat:
Laporan diagnosis, hendaknya
mggunakan rumusan yg konkret,
yg observable (dpt diamati & diukur)

Diagnosis psikoedukasional hendaknya “lebih dari satu”


sumber informasi. Data dari hasil tes, atau wawancara saja, jelas
tidak memadai dlm diagnosis.
Cara komprehensif adalah diagnosis multidisipliner,
jadi tidak hanya melihat aspek psikis & edukatif,
tapi jg dari aspek medis.
Sasaran penggalian sumber informasi untuk
keperluan diagnosis ini, sbb:
1. Kondisi psikofisik
Penglihatan, pendengaran, koordinasi perseptual-
motorik, & kemampuan bicara.

2. Kondisi kesehatan
Indeks vital (rasio tinggi dgn berat badan), gizi, kondisi fisik
dan penampilan scr umum.
3. Hasil pendidikan
Hal-hal yg dipelajari dlm pendidikan formal, nonformal, dan
informal (pendidikan yg diperoleh dari keluarga & lingkungan).
Apa saja yg mendukung atau menghambat proses belajarnya.
E.g. krn kelambanan membaca, menyebabkan anak kesulitan
mempelajari buku-buku paket, dsb.
4. Kondisi mental
Kecerdasan umum, dan kemampuan-kemampuan khusus
yg diukur dgn berbagai alat ukur. Sebaiknya disertakan
pula informasi mengenai minat khusus.

5. Riwayat kesehatan
Informasi terinci, tidak hanya ttg penyakit yg parah,
mungkin pernah kecelakaan, dsb., hingga riwayat perkem-
bangan sejak dlm kandungan.
6. Riwayat pendidikan & kebiasaan belajar
a. Pernahkah tidak naik kelas, sebab-sebabnya? Pernahkah
prestasinya menonjol, apa pendukungnya?
b. Nama “sekolah tempat anak pernah belajar”, kualitasnya?
c. Sikap terhdp bidang studi (yg disukai, tidak disukai), prestasi
menonjol maupun yg rendah.
d. Kebiasaan belajar (wwcr & observasi kelas)
7. Kondisi keluarga & Riwayat keluarga
Informasi terinci tidak hanya “komposisi keluarga” tapi jg:
a. Kondisi sosek keluarga (macam rumahnya, tingkat sosek
daerah hunian, latar blkg sosial keluarga), riwayat status sosek
keluarga (kondisi masa lalu & masa skrg), bila perlu hingga ke
garis keturunan.
b. Dinamika hubungan dlm keluarga (orgtua dgn anak, anak dgn
anak) yg terkait dgn kondisi & riwayat kesehatan baik fisik
maupun mental anak tsb.
c. Sumber daya, dan sumber budaya yg ada dlm keluarga
(pendidikan & profesi orgtua, buku, musik, dsb).
d. Sikap orgtua terhdp berbagai aspek kehidupan masyarakat,
sikap terhdp guru, sikap terhdp pendidikan. Reaksi emosi
terhdp anak, pengertian terhdp anak yg menghadapi masalah.
Cita-cita & nilai-nilai yg diharapkan dicapai anak. Metode
kontrol & disiplin terhdp anak.
8. Kondisi & Riwayat sosialisasi
Informasi ini dapat memperkaya pemahaman ttg latar blkg
masalah, maupun sumber daya yg dapat dimanfaatkan.
Demming (dlm Traxler & North, 1966) menyarankan, yg
perlu diungkap adalah:
a. Perkembangan sosial pada waktu masih kecil
b. Hubungan sosial dgn teman sebaya, atau status sosial anak
tsb di mata teman sebayanya.
c. Penerimaan terhdp aturan sosial & moral
d. Penggunaan wewenang & tggjawab
e. Proses belajar peran jenis kelamin
f. Tata krama & keterampilan sosial
g. Kualitas kepemimpinan
h. Hubungan sosial dgn org dewasa
i. Perilaku dlm bekerja sama
Makin banyak informasi
yg dapat dipakai untk
memahami suatu kasus,
makin akurat jg diagnosis-
nya.

Namun, kadang terbentur


waktu untuk memperoleh
informasi scr lengkap. O.k.i.
perlu dipertimbangkan infor-
masi yg “paling relevan”
dgn tujuan pemeriksaan.
Data - hasil observasi, wawancara (autoanamnesa,
alloanamnesa), psikotes - perlu diinterpretasikan,
untk menyusun “gambaran kepribadian” klien.

Berbagai macam cara mggambarkan kepribadian,


salah satunya “penggambaran fungsi ego”
(Palmer, 1983).

Palmer menambahkan bhw ego adalah konsep


yg kabur. O.k.i. aspek-aspeknya perlu didefinisikan scr
operasional, shg dapat diungkap dgn alat ukur tertentu,
atau digambarkan dgn sampel perilaku.
Ego dapat dikonsepsikan dlm 6 aspek, sbb:
Ego & aspek-aspeknya
(Palmer, 1983)

Sosial

Kognitif Motivasi

IDENTITAS
Persepsi Afeksi

Motorik

Penjelasan:
1. Termasuk dlm aspek motorik adalah berbagai
keterampilan yg dikembangkan anak, dan
penggunaan panca indra yg berkaitan dgn
keterampilan motorik. Aspek ini lebih perlu
dipertimbangkan pada permulaan masa anak-
anak drpd masa menjelang dewasa.

2. Termsk dlm aspek persepsi


meliputi kemampuan subjek men-
diskriminasikan & menghubungkan
stimulasi yg diterima melalui
panca indra.
Aspek ini lebih perlu dipertimbang-
kan pada masa balita dan awal
masa anak-anak.
3. Kognisi adalah berbagai kemampuan, termsk
membandingkan & mencari kontras objek-objek persepsi,
mg’abstrakkan & mggeneralisasikan shg dpt memahami
& memberi makna pada objek-objek persepsi tsb.
Termsk dlm aspek kognisi adalah kemampuan mengingat
hal-hal yg pernah dipersepsikan & menyimpan persepsi
sbg ide-ide, setelah rangsangan tidak ada lagi.

4. Termasuk dalam aspek afeksi


meliputi segala macam perasaan,
suasana hati, temperamen, dan
emosi yg dirasakan subjek.
Aspek ini disebut jg aspek
perasaan, yg sulit dibedakan
dari aspek emosi.
5. Termasuk dlm aspek motivasi mencakup
kebutuhan faali maupun dorongan-dorongan &
kebutuhan-kebutuhan yg bersifat sosial, yg
seringkali saling berkaitan.

6. Termsk dlm aspek sosial meliputi kegiatan-


kegiatan yg dilakukan subjek, sbg bagian dari
penyesuaian terhdp lingkungan sosial, ditandai
oleh usaha subjek untuk conform terhdp tekanan
& norma sosial, berinteraksi dgn org lain, kontrol
diri, berkomunikasi, mempengaruhi lingkungan
sosialnya, dan mendapatkan pemuasan dari org
lain. Overlap antara aspek sosial dgn aspek-
aspek lain cukup besar.
Palmer (1983) menggunakan istilah “identitas” untuk
menggambarkan ego, sebab bagi Palmer, ego mrp
konsep yg kabur, shg harus dijelaskan melalui 6 aspek
(motorik, persepsi, kognitif, sosial, motivasi, afeksi).
Menurut Palmer, “identitas” menunjuk pada keseluruhan
jalinan fungsi-fungsi, sebagai inti ego.

Ego (pribadi, diri, aku) mrp inti dari kesatuan manusia. Ego adalah aspek
psikologis dari kepribadian yg timbul krn kebutuhan manusia untuk berelasi scr
baik dgn dunia kenyataan.

Pada anak-anak, identitas menunjuk terutama pada


kemampuan anak membedakan diri mereka sendiri dari
lingkungan, terutama dari org lain, untuk menemukan
ciri khas diri, mengukur kemampuan diri, kebutuhan,
dan tempat mereka dlm lingkungan sosial.
Telah diungkapkan “berbagai macam cara mggambarkan
kepribadian.”
Selain, gagasan Palmer (1983) di atas, menurut Sukaji
(2000), “gambaran kepribadian” siswa dlm
kaitannya dgn diagnostik psiko-edukasional, lebih
komprehensif & fungsional, apabila digambarkan
melalui 5 aspek penting, sbb:

1. Aspek fisik/kesehatan dan sensori-motorik


2. Aspek kognisi & persepsi
3. Aspek afektif-motivasional
4. Aspek penyesuaian sosial-emosional
5. Aspek penyesuaian psikoedukasional
Gambaran Kepribadian yg berisi berbagai latar
blkg kehidupan individu tadi, menjadi pijakan
(penjelas) perilaku-perilaku yg menjadi masalah,
itulah yg diuraikan dlm laporan “Psikodinamika”.

Penjelasan dlm psikodinamika ini diharapkan


menyimpulkan “letak” kesulitan belajar, serta
prognosis (ramalan)-nya.

Dari penyimpulan tsb, kemudian dapat disusun


saran-saran apa yg mungkin dapat dilakukan
siswa, bisa saja diberi program remedial, dsb.
Marsela & Snyder (dlm Corsini & Marsela, 1983)
menggambarkan psikodinamika melalui model
interaksional, sbb:
Lingkungan
Biologik
Kebendaan

Variabel Individu Variabel


Eksternal Internal
(interaksi)

Lingkungan Psikologik
Manusia

Individu Situasi

PERILAKU
Interaksionisme sudah muncul sekitar 1930-an, lewat buku Kurt
Lewin “Principle of Topological Psychology”, diterbitkan tahun 1936.
Menurut Lewin, behavior (B) adalah hasil atau fungsi dari faktor-
faktor internal Person (P), & faktor-faktor eksternal environment (E),
shg hubungan tsb dinotasikan dgn persamaan B = f (P, E).
Marsela & Snyder mendasarkan rancangan Psikodinamika itu
pada teori Kurt Lewin (Corsini & Marsela, 1983).

Setelah psikodinamika permasalahan dipahami, langkah


selanjutnya, dlm pemecahan masalah setidaknya
melibatkan elemen “siswa, orgtua, dan guru”. Apabila
memerlukan penanganan ahli lain, maka perlu referal ke ahli lain yg
dibutuhkan.
Ada 4 macam tindak lanjut penanganan kasus dan
pelayanan psikoedukasional:
a. Tindak lanjut yg bersifat insidental, berlangsung
bsamaan dgn kegiatan di sekolah. E.g. konselor/guru mewawancarai
siswa terkait efek perlakuan / konseling.
b. Tindak lanjut sbg bagian penanganan kasus
individual, yg terencana. Umumnya dipantau selama setahun.
c. Tindak lanjut dlm mengikuti siswa yg naik kelas,
dari suatu tingkat ke tingkat yg lebih tinggi.
d. Tindak lanjut yg mengikuti siswa sampai keluar
lingkungan sekolah, untk bekerja atau menempuh pendidikan, di luar
lingkungan sekolah.
Tindak lanjut dlm penanganan kasus individual
adalah tindak lanjut evaluatif terhdp ketepatan saran,
hasil dari “gambaran kepribadian” yg disimpulkan dlm
psikodinamika. O.k.i. saran-saran harus konkret.
Gaya laporan dpt bermacam-macam, namun ada
tiga bagian penting, (Traxler & North, 1966), yaitu:
1. Informasi ttg subjek yg bermasalah,
gambaran kepribadian, dan berbagai latar blkg,
baik yg terungkap melalui observasi, wwcr,
maupun yg diperoleh dari “pengukuran”.
2. Uraian psikodinamika permasalahan.
3. Kesimpulan dan saran
4. Follow-up masalah
(no. 4 ini sering terlupakan)
Dr. Laurensius Laka, M.Psi., Psikolog

Anda mungkin juga menyukai