Anda di halaman 1dari 3

Sonia Putri Pratama

11140541000010

Kessos 5A

Konflik yang terjadi antara etnis satu dengan etnis lainnya di Indonesia memang
bukan menjadi masalah baru lagi. Mengapa tidak , mengingat Negara kita adalah salah satu
Negara yang mendapat julukan sebagai Negara dengan tingkat kemajemukannya sangat
tinggi, karena wilayah Negara yang terbagi menjadi beberapa pulau besar. Sehingga tidak
dapat dipungkiri bahwa dari kemajemukan tersebut kemudian muncul beberapa perbedaan
pendapat karena kepentingan berbeda, yang pada satu titik akan memicu terjadinya konflik.
Salah satu konflik antar etnis yang pernah terjadi atau bahkan sudah beberapa kali terjadi
adalah konflik antara etnis Sumbawa dan etnis Bali.

Sumbawa dan Bali sama-sama merupakan daerah bagian timur Indonesia, hanya saja
berada di pulau berbeda. Sumbawa berada di pulau Nusa Tenggara Barat, sementara Bali
berada dalam wilayah pulau Denpasar. Akan tetapi, jarak antar pulau yang terbilang cukup
dekat, memungkinkan terjalin hubungan dekat dalam beberapa hal, salah satunya adalah
kegiatan ekonomi. Bali, yang notabenenya merupakan daerah pariwisata terkenal di
Indonesia, membawa dampak yang begitu besar bagi penduduknya. Mulai dari dampak
positif, dengan di kenalnya Bali hingga ke penjuru dunia, sampai ke dampak negatif yang
mengharuskan beberapa warga Bali berpindah tempat atau bermigrasi ke wilayah atau daerah
terdekat karena tidak mampu bersaing dengan para pendatang. Dan itulah yang menjadi
alasan kenpa banyaknya warga Bali yang kemudian memulai kehidupan di tanah Sumbawa.

Konflik antar etnis Bali dan Sumbawa pertama kali terjadi pada 17 November 1980,
yang dimulai oleh sebuah perkelahian antar pemuda Bali dan pemuda Sumbawa. Dilanjutkan
dengan maraknya kasus kawin lari yang dilakukan oleh pemuda Bali dengan perempuan
Sumbawa, serta peristiwa penembakan oleh pejabat/aparat yang diduga berasal dari Bali yang
mengakibatkan korban luka parah dan meninggal dunia. Masalah - masalah muncul yang
seolah-olah mengkambing hitamkan warga yang berasal dari etnis Bali, juga isu SARA
(suku-agama-ras) yang sengaja dihembuskan oleh kelompok kepentingan yang ingin menjadi
Bupati Sumbawa periode berikutnya akhirnya memicu kemarahan yang begitu besar
dikalangan warga lokal (Sumbawa). Tidak tanggung-tanggung, amukan massa Sumbawa
pada saat itu dilampiaskan dengan cara membakar berbagai tempat yang diketahui sebagai
milik etnis Bali, seperti hotel, toko, hingga beberapa rumah.

Seperti halnya masa lalu, konflik etnis Sumbawa- Bali kembali terjadi pada tanggal
23 Januari 2013 yang juga dipicu oleh sebuah isu, yakni kematian seorang perempuan
Sumbawa yang diisukan dibunuh oleh pacarnya sendiri yang tidak lain adalah seorang polisi
berasal dari Bali. Berdasarkan laporan yang diberikan oleh pihak polres Sumbawa, bahwa
korban meninggal dunia murni karena kecelakaan lalu lintas. Akan tetapi, isu berbeda mulai
berhembus di kalangan masyarakat, yang mengatakan bahwa korban meninggal dunia
dikarenakan penganiayaan oleh sang pacar. Isu pertama kali berkembang dari pihak keluarga
korban yang merasa ada yang aneh dari kematian putri mereka, melihat luka lebam
dibeberapa bagian tubuh korban yang tidak mungkin disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
Sampai pada titik, dimana beberapa mahasiswa beserta massa berunjuk rasa meminta
penjelasan pada pihak kepolisian dan juga pihak tersangka. Merasa tidak puas dengan
jawaban yang diberikan, amukan massa kembali terjadi. Kali ini yang menjadi korban adalah
hotel Tambora, hotel yang bisa dikatakan sebagai hotel terbesar di wilayah kabupaten
Sumbawa, kurang lebih 35 rumah dan beberapa toko, satu supermarket, hingga motor dan
mobil box angkutan barang dibakar masa. Selain pembakaran, massa juga mengambil
beberapa barang elektronik yang berasal dari toko-toko tersebut.

Dari pemaparan kasus diatas menurut analsis saya konflik ini terjadi karena
miscommunication. Hal ini bisa dilihat dari kasus yang sebenarnya bersumber dari isu
semata. Pertama, jika kita analisa dari kasus yang terjadi pada tahun 1980, contohnya
perkelahian dan juga kasus kawin lari, sebenarnya kedua kasus tersebut dapat diselesaikan
hanya dengan negosiasi antar keluarga. Dengan cara tersebut tidak akan mungkin sampai
menyulut kemarahan warga lokal. Jelas bahwa disini tidak terjalin komunikasi yang baik
antar pihak keluarga, atau etnis Bali dan juga etnis lokal (Sumbawa) .

Begitu pun untuk kasus yang kedua, kecelakaan yang berubah menjadi isu
penganiayaan. Seandainya keluarga korban kecelakaan mendapat penjelasan yang spesifik
dari pihak tersangka maupun kepolisian. Amukan massa pun pasti tidak akan terjadi. Dalam
ilmu sosiologi, miscommunicasion bisa dikatakan sebagai awal dari sebuah perpecahan. Dan
miscommunication sangat rentan terjadi ditengah masyarakat yang memang pada hakikatnya
heterogen atau majemuk.
Maka untuk mengatasi masalah ini kita bisa menjadi advokasi pekerja sosial.
Advokasi pekerja sosial merupakan tindakan yang secara langsung mewakili,
mempertahankan, mencampuri, mendukung, atau merekomendasikan tindakan tertentu untuk
kepentingan satu atau lebih individu, kelompok, atau masyarakat dengan tujuan untuk
menjamin atau menopang keadilan sosial. Advokasi pekerja sosial terbagi menjadi dua jenis
yaitu advokasi kasus yang dilakukan untuk masalah individu dan advokasi kelas atau
kelompok yang dilakukan untuk mengatasi masalah kelompok. Disini kita melakukan
advokasi kelompok. Pertama kita harus mengetahui masalah utama dalam kasus ini dan
mengumpulkan data yang mendalam. Lalu kita harus bekerjasama dengan stake holder di
daerah tersebut agar kita bisa terhindar dari suatu kejadian yang tidak diinginkan. Kemudian
kita melakukan relasi terhadap kedua kelompok tersebut baik dengan etnis Sumbawa dan
etnis Bali. Setelah itu kita melakukan advokasi kepada kedua pihak, mencari solusi bersama
bagaimana agar kasus ini bisa diselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai