Anda di halaman 1dari 21

Cara Pembelajaran Bilangan

Menggunakan Konsep Jerome S.Bruner


Diajukan untuk Memenuhi Tugas,

Mata Kuliah Pembelajaran Matematika 2,


Semester Genap, Tahun Akademik 2017 / 2018

Dosen Pembimbing : Nur Fadli Hazhar Fachrial, S.T., M.Pd.

Disusun Oleh :

Npm : 168610198

Nama : Desi Ratnasari

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP ARRAHMANIYAH DEPOK
2017 – 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Matematika  adalah suatu bidang ilmu yang melatih penalaran supaya berpikir logis dan
sistematis dalam menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan. Mempelajarinya
memerlukan cara tersendiri karena matematika bersifat khas, yaitu abstrak, konsisten,
hierarki, dan berpikir deduktif.

Oleh karena itu, pengajaran matematika di Sekolah hendaknya diarahkan agar siswa mampu
secara sendiri menyelesaikan masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori
belajar matematika. Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam sistim
penyampaian materi di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan
dengan materi belajar.

Dengan memahami kekhasan matematika dan karakteristik siswa, dapat diupayakan cara-cara
yang sesuai agar tujuan pembelajaran, baik yang bersifat kognitif, psikomotorik, dan afektif
dapat tercapai dengan optimal.

2. Rumusan Masalah

1. Siapakah Jerome S. Bruner?


2. Bagaimana teori belajar Matematika menurut Bruner?
3. Bagaimana aplikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran Matematika ?

3. Tujuan Penulisan

1. Mengenal tokoh teori belajar Jerome S. Bruner.


2. Mengetahui teori belajar Matematika menurut Bruner.
3. Mengetahui aplikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran Matematika .
3. Manfaat Penulisan

Dengan mengetahui teori belajar Matematika menurut Bruner, diharapkan para calon guru
mampu menerapkannya dalam pembelajaran Matematika sehingga pelajaran menjadi lebih
menyenangkan dan siswa lebih mudah dalam memahami pelajaran.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tokoh Jerome S. Bruner

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari
Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang
memberi dorongan  agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan
berfikir.

Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia,


bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi
pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses,
pemikir dan pencipta informasi.

Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk
menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Teori Bruner
tentang kegiatan belajar manusia tidak terkait dengan umur atau tahap perkembangan.

1. Teori Belajar Bruner

Pengajaran matematika di sekolah hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara sendiri
menyelesaikan masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan teori belajar
matematika. Begitu pentingnya pengetahuan teori belajar matematika dalam sistem
penyampaian materi di kelas, sehingga setiap metode pengajaran harus selalu disesuaikan
dengan teori belajar yang dikemukakan oleh ahli pendidikan, salah satunya adalah Jerome
S.Bruner.

Dalam teorinya yang diberi judul “Teori Perkembangan Belajar”, Bruner menekankan pada
proses belajar meggunakan metode mental, yaitu individu yang belajar mengalami sendiri apa
yang dipelajarinya agar proses tersebut dapat direkam dalam pikirannya dengan caranya
sendiri.

Discovery learning dari Jerome Bruner, merupakan model pengajaran yang dikembangkan
berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis.
Di dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri. Siswa
belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam
memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan
melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri
mereka sendiri. Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi siswa
untuk bekerja sampai menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan masalah secara
mandiri dengan keterampilan berpikir sebab mereka harus menganalisis dan memanipulasi
informasi.

2. Teori Bruner dalam Matematika menjelaskan tentang:

1. Belajar tentang konsep konsep dan struktur struktur matematika yang terdapat di
dalam materi pelajaran.
2. Mencari hubungan hubungan tentang konsep konsep dan struktur struktur
matematika.

Teori Bruner dalam proses belajar matematika tersebut dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

1. Enactive, yakni anak anak di dalam belajarnya menggunakan manipulasi objek objek
secara langsung.
2. Iconic, yakni kegiatan anak anak mulai menyangkut mental yang merupakan
gambaran dari objek objek. Pada tahap ini, anak tidak memanipulasi langsung objek
objek, seperti dalam tahap enactive, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan
menggunakan gambaran dari objek.
3. Simbolik, yakni tahap memanipulasi simbol simbol secara langsung dan tidak ada
lagi kaitannya dengan objek objek.

1. Tahap Enactif

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat
dalam memanipulasi (mengotak atik) objek. Pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan
menggunakan benda-benda konkrit atau menggunakan situasi yang nyata. Misalnya untuk
memahami konsep operasi pengurangan bilangan cacah 7 – 4, anak memerlukan pengalaman
mengambil/membuang 4 benda dari sekelompok 7 benda.

2. Tahap Iconik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana
pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak,
berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya pada tahap enaktif tersebut di atas (butir a).

3. Tahap Simbolis

Tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol


abstrak (abstract symbols, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan
orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-
huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang
abstrak yang lain.

7–4=3

3.      Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar


Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:
 Tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan
materi yang sedang dipelajari.
  Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau
ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.
  Tahap evaluasi
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang
telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah
yang dihadapi.

4. Kurikulum Spiral

S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral.


Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep
dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang
lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk
yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam
matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif  ke analisis, dari
eksplorasi ke penguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya
menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.

Contoh himpunan tiga buah Jeruk. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh
himpunan jeruk. Tiga jeruk sama dengan 3 jeruk.

= 3 jeruk

Berdasarkan percobaan dan pengalaman, Bruner dan Kenney merumuskan empat dalil
(teorema) yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Keempat dalil tersebut adalah :

1. Dalil penyusunan,(Kontruksi) yang  menyatakan bahwa siswa selalu mempunyai


kemampuan mengusai definisi, teorema, konsep, dan kemampuan matematis lainnya,
oleh karena itu cara terbaik bagi siswa untuk memulai belajar konsep dan prinsip
dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang
dipelajari itu.

Jika dalam penyusunan dan perumusan tersebut disertai bantuan objek-objek konkret, maka
anak lebih mudah memahaminya, dan ide tersebut lebih tahan lama dalam ingatanyya. Ketika
siswa mengalami kesulitan mendefinisikan suatu konsep, seyogyanya guru memberikan
bantuan secara tidak final sehingga bentuk akhir dari konsep ditemukan oleh siswa sendiri.

2. Dalil notasi, menyatakan bahwa notasi matematika yang digunakan harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan mental anak (enaktif, ikonik, dan simbolik).

Sebagai Contoh : Kita dapat memilih notasi y = 2x + 3 untuk anak SMP dari pada notasi f(x)
= 2x + 3 .  . Sedangkan untuk anak SD kita bisa menggunakan symbol-simbol yang
dikenalnya,

yaitu Δ = 2 □ + 3

sebagai contoh lagi :

 – Notasi 3 x 2 dapat dikaitkan dengan 3 x 2 tablet


 – Soal seperti ….+ 4 = 7 dapat diartikan sebagai menentukan bilanagan kalau
ditambah 4 akan menghasilkan 7.
3. Dalil pengkontrasan dan keaneragaman (variasi), menyatakan bahwa suatu

konsep harus dikontraskan dengan konsep lain dan harus disajikan dengan contoh-contoh
yang bervariasi.

Misalnya, untuk memahami konsep bilangan 2,siswa diberi kegiatan untuk membuat
kelompok benda yang beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan untuk membuat
kelompok benda yang tidak beranggotakan 2. Bisa juga memilih kelompok-kelompok mana
yang merupakan kelompok 2 benda, dan kelompok-kelompok mana yang bukan 2 benda.
Contoh :

Berilah tanda √ pada kelompok 2 benda !

Berilah tanda X pada kelompok yang bukan 2 benda !

Sebagai contoh juga dibawah ini adalah himpunan yang bukan contoh (noncontoh) dan yang
menjadi contoh dari himpunan kosong :

1. Noncontoh konsep himpunan kosong :


o o Himpunan Siswa SMP yang umurnya 14 Tahun
o o Himpunan Bilangan Asli antara 10 dan 14
o o Himpunan Ibukota Propinsi yang diawali dengan S
o o Himpunan anak Presiden SBY
2. Contoh Konsep himpunan kosong
o o Himpunan Siswa SMP yang umurnya 41 Tahun
o o Himpunan Bilangan Asli antara 10 dan 11
o o Himpunan Ibukota Propinsi yang diawali dengan X
o o Himpunan siswa SMP yang tidak naik kelas 3 tahun berturut turut.
3. Dalil pengaitan (Konektivitas) yang menyatakan bahwa antara konsep matematika
yang satu dengan konsep yang lain mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi
maupun dari segi penggunaan rumus-rumus. Materi yang satu merupakan prasayarat
bagi materi yang lain, atau suatu konsep yang digunakan untuk menjelaskan konsep
yang lain.
Misalnya rumus luas persegi panjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan rumus
luas jajargenjang yang diturunkan dari rumus persegi panjang.

Dengan pendekatan intuitif-deduktif, rumus volume tabung digunakan untuk menemukab


rumus volume kerucut. Oleh karena itu, diperlukan alat peraga model sebuah tabung tanpa
tutup, dan kerucut tanpa bidang alas, dengan syarat tinggi kerucut sama dengan tinggi tabung
dan jari-jari alas tabung sama dengan jari-jari alas kerucut.

Kegiatan yang diberikan pada anak adalah dengan menggunakan pasir, anak mengukur isi
tabung dengan takaran kerucut. Anak akan mendapatkan bahwa untuk mengisi tabung dengan
pasir hingga penuh menggunakan takaran kerucut, diperlukan 3 kali menuangkan pasir dari
kerucut. Secara intuitif, anak dapat mengerti bahwa volume tabung = 3 x isi kerucut, atau
volume kerucut =  volume tabung.

Lebih lanjut, berbagai jenis kegiatan dalam pembelajaran yang menerapkan teori Bruner
dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan seperti berikut ini :

1. Pengalaman langsung

Anak diminta untuk mengalami, berbuat sendiri dan mengelolah, merenungkan apa yang
dikerjakan.

2. Pengalaman yang diatur

Sebagai contoh dalam membicarakan suatu benda, jika benda tersebut terlalu besar atau kecil,
atau tidak dapat dihadirkan di kelas maka benda tersebut dapat diragakan dengan model.

Contoh dalam matematika adalah model model anggota himpunan tertentu,Peta, gambar
benda benda yang tidak mungkin dihadirkan di kelas seperti binatang, pohon, bumi dll.

3. Dramatisasi

Misalnya : Permainan peran, sandiwara boneka yang bias digerakkan ke kanan dank e kiri
pada garis bilangan.

4. Demonstrasi.
Biasanya dilakukan dengan menggunakan alat alat bantu sepereti papan tulis, papan flannel,
OHP dll.

Banyak topic dalam pembelajaran matematika yang dapat diajarkan dengan demonstrasi,
misalnya : penjumlahan dan pengurangan

5. Karyawisata

Kegiatan ini sebenarnya sangat baik untuk menjadikan pelajaran matematika disenangi siswa.
Kegiatan yang diprogramkan dengan melibatkan penerapan konsep matematika seperti
mengukur tinggi obyek secara tidak langsung, mengukur lebar sungai, mendata
kecenderungan kejadian dan realitas yang ada dilingkungan merupakan kegiatan yang
sungguh sangat menarik dan sangat bermakna bagi siswa serta bagi daya tarik pelajaran
matematika di kalangan siswa.

6. Pameran

Pameran adalah suatu usaha menyajikan berbagai bentuk model model kongkrit yang dapat
digunakan untuk membantu memahami konsepmatematika dengan cara yang menarik.

Berbagai bentuk permainan matematika ternyata dapat menyedot perhatian anak untuk
mencobanya, sehinggga jenis kegiatan ini cukup bermakna untuk diterapkan dalam
pembelajaran matematika.

7. Televisi sebagai alat peragaan

Program pendidikan matematika yang disiarkan melalui media TV juga merupakan


alternative yang sangat baik untuk pembelajaran Matematika.

8. Film sebagai alat Peraga


9. Gambar sebagai alat peraga

Dengan demikian jelaslah bahwa asas peragaan dalam pembelajaran Matematika adalah
sangat bermakna untuk meningkatkan pemahaman dan daya tarik siswa untuk mempelajari
Matematika.

2. Aplikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran


Langkah-langkah pembelajaran menggunakan model kognitif teori Bruner :

1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional


2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik-topik yang akan diajarkan
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik
untuk bahan belajar
5. Mengatur topik peserta didik  dari konsep yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari
yang sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.

Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan
contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.

Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin
yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang
dapat digunakan?

3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.
Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.
Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang
dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya.

Berikut ini contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah
dasar:

1. Mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah

1. Tahap enaktif
Dalam mempelajari penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran akan terjadi secara
optimal jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkrit
(misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung
banyaknya kelereng semuanya).

2. Tahap ikonik

Kegiatan belajar dilanjutkan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3
kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut (dan kemudian dihitung banyaknya
kelereng semuanya, dengan menggunakan gambar atau diagram tersebut). Pada tahap yang
kedua  siswa bisa melakukan penjumlahan itu dengan menggunakan pembayangan visual
(visual imagery) dari kelereng, kelereng tersebut.

3. Tahap simbolik

Sebagai contoh, Kemudian, Pada tahap berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua
bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang bilangan, yaitu : 3 + 2 = 5.

2. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang

Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan
contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegi panjang, jajar
genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.

1. Tahap Enaktif

(a)

Untuk gambar a ukurannya: Panjang = 13 satuan

Lebar = 1 satuan

Untuk gambar b ukurannya: Panjang = 10 satuan

Lebar = 2 satuan

Untuk gambar c ukurannya: Panjang = 5 satuan


Lebar = 4 satuan

2. Tahap Ikonik

Penyajian pada tahap ini apat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai
berikut.

3. Tahap Simbolis

Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi
panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang
L

maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan

Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.

3. Mempelajari Penjumlahan dua Bilangan

1. Tahap Enaktif

Para siswa dapat saja memulai proses pembelajarannya dengan menggunakan beberapa benda
myata sebagai “jembatan” seperti :

 – Siswa bergerak sesuai aturan yang ada, yaitu :


 3 + 2 berarti maju 3 langkah (dari 0) diikuti maju 2 langkah.
 3 +(-2) berarti maju 3 langkah (dari 0) diikuti mundur 2 langkah.
 3 – 2 berarti maju 3 langkah (dari o) , balik arah dan maju 2 langkah
 3 – (-2) berarti maju 3 langkah (dari 0) , balik arah dan mundur 2 langkah .
 – Semacam kion dari plastic dengan tanda “ + “ dan “ – “

2. Tahap Ikonik
Jika pada proses pembelajaran penjumlahan dua bilangan bulat di mulai dengan
menggunakan benda nyata berupa garis sebagai “Jembatan “ , maka tahap ikonik untuk
beberapa penjumlahan dapat saja berupa gambar atau diagram berikut :

Gambar diatas menunjukkan (+3) + (+2) = +5.

Sedangkan gambar di bawah ini menunjukkan (+3) + (-2) = +1 , dua tanda “+” dan dua tanda
“-“ akan hilang seperti ion positif dan ion negative akan lenyap pada pelajaran fisika.

3. Tahap Simbolik

Dapat menjumlahkan dua bilangan bulat hanya dengan menggunakan garis garis bilangan
maupun koin positif dan negative , baik secara enaktif maupun ikonik ( menggunakan gambar
atau diagram ) belumlah cukup  untuk itu siswa harus melewati suatu tahap dimana
pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk symbol symbol abstrak. Dengan kata lain
siswa harus mengalami proses berabstraksi.

Diantara perbedaan yang ada pada saat menentukan hasil dari 2 + 3 ataupun 3 + 4 pada tahap
enaktif dan Ikonik, proses berabstraksi terjadi pada saat siswa menyadari bahwa ada
kesamaan gerakan yang dilakukannya, yaitu ia akan bergerak dua kali ke kanan. Dengan
bantuan guru , siswa diharapkan dapat menyimpulkan bahwa penjumlahan dua bilangan
positif  akan menghasilkan bilangan positif pula. Tidaklah mungkin menghasilkan bilangan
negative.

Dengan proses berabstarksi juga siswa diharapkan mampu menyimpulkan bahwa


penjumlahan dua bilangan negative akan menghasilkan bilangan negative juga. Karena dua
kali pergerakan ke kiri akan menghasilkan suati titik yang terletak beberapa langkah di
sebelah kiri titik 0.

Para siswa harus dibantu untuk memahami bahwa jika 2 + 3 = 5, maka -2 + (-3) = -5. Dengan
begitu -100 + (-200) = -300 karena 100 + 200 = 300 dan -537 + (-298) = -835 karena 537 +
298 = 835.

Pada intinya menentukan penjumlahan dua bilangan negative adalah sama dengan
menentukan penjumlahan dua bilangan positif, hanya saja tanda dari hasil penjumlahannya
haruslah negative.
Proses berabstraksi yang lebih sulit akan terjadi pada penjumlahan dua bilangan bulat yang
tandanya berbeda. Hasilnya bias positif dan bias juga negative, tergantung pada seberapa jauh
perbedaan gerakan ke kiri dengan gerakan ke kanan. Para guru dapat meyakinkan para siswa
bahwa hasil penjumlahan dua bilangan yang tandanya berbeda akan di dapat dari selisih atau
beda kedua bilangan tersebut tanpa melihat tandanya. Sebagi contoh , 2 + (-3) = -1 karena
beda atau selisih antara 2 dan 3 adalah 1 sedangkan hasilnya bertanda negative karena
pergerakan ke kiri lebih banyak .namun 120 + (-100) = 20 karena beda antara 100 dan 120
adalah 20 serta pergerakan ke kanan lebih banyak.

3. Alat alat Mengajar

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.

1. Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan


kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman
langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara
dll.
2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu
gejala, misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau
demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami
suatu prinsip atau struktur pokok.
3. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh,
film tentang alam yang memperlihatkan perjuangan untuk hidup, untuk memberi
pengertian tentang suatu ide atau gejala.
4. Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang
menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau
feedback tentang responds murid.

4. Aplikasi  Teori Bruner  Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar


Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal :
untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan
contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.
2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya
berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin 
yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin
yang dapat digunakan?
3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.
Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya.
Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang
dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya.
(Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16)

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika
di sekolah dasar.

1. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang?


Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan
contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegi panjang, jajar
genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.

a. Tahap Enaktif.

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat
dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek.
b. Tahap Ikonik

Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana
pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak,
berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang
dimanipulasinya.

Penyajian pada tahap ini dapat diberikan gambar-gambar dan Anda dapat berikan sebagai
berikut.

c. Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau
lambang-lambang objek tertentu.
Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi
panjang. Jika simbolis ukuran panjang  p, ukuran lebarnya  l , dan luas daerah persegi
panjang L

Maka, jawaban yang diharapkan L = p x l satuan Jadi luas persegi panjang adalah ukuran
panjang dikali dengan ukuran lebar.

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.
2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.
3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.
4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya.Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan
pertanyaan yang dapat memandu  si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang
sebenarnya.
5. Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekoah dasar dapat dilakukan dengan
metode penemuan.
BAB III PENUTUP

1. Kelebihan dan kelemahan Belajar Penemuan Menurut Jerome Bruner

Menurut Djamarah dan Zain dalam bukunya strategi belajar mengajar menjelaskan bahwa
kelebihan dan kelemahan dalam konsep ini diantaranya, Kelebihan konsep ini membantu
peserta didik mengembangkan bakatnya, membentuk sifat kesiapan serta kemampuan
keterampilan dalam proses kognitif peserta didik. Peserta didik mendapatkan pengetahuan
yang bersifat pribadi sehingga pengetahuan tersebut dapat bertahan lama dalam diri peserta
didik. Konsep ini memberikan semangat belajar peserta didik, dimana dengan konsep belajar
mencari dan menemukan pengetahuan sendiri tentu rasa ingin tau itu timbul sehinnga akan
membentuk belajar yang ikhlas dan aktif. Konsep ini memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan kemampuannya dan keterampilannya sendiri sesuai dengan
bakat dan hobi yang dimilikinya. Konsep ini mampu membantu cara belajar peserta didik
yang baik, sehingga peserta memiliki motivasi yang kuat untuk tetap semangat dalam belajar.
Memberikan kepercayaan tersendiri bagi peserta didik karena mampu menemukan,
mengolah, memilah dan mengembangkan pengetahuan sendiri, Konsep ini berpusat pada
peserta didik, dan guru hanya membantu saja.

Adapun kelemahan konsep belajar penemuan menurut Bruner, yaitu: memakan waktu yang
cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus kepada
kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajar.

Konsep belajar ini menuntut peserta didik untuk memiliki kesiapan dan kematangan mental.
Peserta didik harus berani dan berkeinginan mengetahuai keadaan disekitarnya. Jika tidak
memiliki keberanian dan keinginan tentu proses belajar akan gagal. Konsep ini kurang
berhasil apabila di laksanakan didalam kelas yang besar. Konsep ini terlalu mementingkan
proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan
keterampilan bagi peserta didik.   Konsep ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk
bepikir secara kretaif.
Dari beberapa penjelasan tentang kelebihan dan kelemahan konsep penemuan menurut
Bruner, tentu kita harus mampu mempergunakan konsep belajar ini sesuai dengan keadaan
dan tempatnya, sehingga nantinya dapat memaksimalkan penggunaaan konsep ini dan tidak
terjadinya kegalalan pembelajaran karena salah dalam penggunaannya.

2. Kesimpulan

1. Bruner menekankan pada proses belajar meggunakan metode mental, yaitu


individu yang belajar mengalami sendiri apa yang dipelajarinya agar proses
tersebut dapat direkam dalam pikirannya dengan caranya sendiri.
2. Tahap perkembangan menurut Bruner :
1. Tahap enaktif
2. Tahap ikonik
3. Tahap simbolik

3. Saran

1. Guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong siswa


memberikan “dugaan sementara”.
2. Guru harus bertindak sebagai fasilitator.
3. Guru perlu menggunakan berbagai alat peraga dan permainan menggunakan
teknologi.
4. Guru perlu untuk selalu mendorong siswa mengembangkan pikirannya.

Anda mungkin juga menyukai