Anda di halaman 1dari 10

Kata pengantar

Selaku insan yang bertuhan sudah sepatutnya kita ucapakan rasa syukur atas pemberian
rahmat, nikmat dan juga karunia Allah SWT yang mana senantiasa selalu dilimpakan
kepada kita sebagai hambanya, tidak lupa pula kita haturkan salawat serta salam kepada
sang revolusioner sejati kita yakni Muhammad SAW, yang penuh keberanian
membebaskan kita dari belenggu kebodohan menuju pembebasan yang hakiki. Hingga pada
akhirnya pembuatan Buku dengan berjudul PENDIDIKAN PARENTING DAN
KENAKALAN REMAJA dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam Penulisan sebuah buku tidak selalu mendapat kesempurnaan, oleh karenanya penulis
menyadari itu. Dengan masih jauh dari kata sempurna baik dalam penyusunan maupun
dalam pemilihan kata atau kalimat. Penulis memohon maaf atas kesalahan dan
ketidaksempurnaan yang pembaca temukan dalam buku ini. Penulis juga mengharap
adanya kritik serta saran dari pembaca apabila menemukan kesalahan.

Kelompok 8
Ternate, 4 mei 2023
Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
Bab I
a. Latar belakang
b. Tujuan
Bab II
a. Hakikat pendidikan
b. Macam-macam pendidikan
c. Pengertian Pendidikan parenting
d. Sasaran pendidikan parenting
e. Macam-macam parenting
- Otoriter
- Permisif
- Neglectiful

f. Peran keluarga dalam pengasuhan anak


g. Implikasi pola asuh orangtua dalam perkembangan karakter anak
BAB III
a. Pengertian Kenakalan remaja
b. Macam-macam kenakalan remaja
1) Narkoba
2) Pornografi
3) Bulying
4) Tawuran
5) Kejahatan sosial
c. Penyebab dan solusi kenakalan remaja
d. Sebab-sebab kenakalan remaja
e. Peran orangtua dalam memanilisir kenakalan remaja

SUMBER TULISAN
Bab 1

A. Latar belakang

Dalam bukunya Children Learn What They Live With, seorang pakar pendidikan, Dorothy
Low Nolte, menuliskan "Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan Jika anak
banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menantang, Jika anak dihantui ketakutan, ia akan
terbiasa merasa cemas. Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasibnya.
Jika anak dikelilingi olok-olok, ia akan terbiasa menjadi pemalu. Jika anak dikitari rasa iri,
ia akan terbiasa merasa bersalah. jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi
penyabar, jika anak banyak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri. jika anak
banyak dipuji, ia akan terbiasa menghargai; jika anak diterima oleh lingkungannya, ia akan
terbiasa menyayangi jika anak diperlakukan dengan jujur, ia akan terbiasa melihat
kebenaran jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadilan. jika
anak dikerumuni keramahan, ia akan terbiasa berpendirian. "Sungguh indah dunia ini."
Jadi, Bagaimana dengan anak Anda?"

Ungkapan di atas seolah mengilustrasikan sikap orangtua dan perilaku anak yang timbul
atas sikapnya. Sebagaimana pohon yang baik, dikenal lewat buahnya yang baik, demikian
pula anak yang baik melambangkan orang-tua yang baik. Anak-anak yang baik itu pun
nantinya akan menurunkan anak-anak yang baik pula. Oleh karena itu, mempersiapkan
kehidupan anak dengan sebaik- baiknya merupakan tugas mulia bagi orang-tua.
Pengasuhan (parenting) memerlukan sejumlah kemampuan interpersonal dan mempunyai
tuntutan emosional yang besar, namun sangat sedikit pendidikan formal mengenai tugas
ini. Kebanyakan orang tua mempelajari praktik pengasuhan dari orang tua mereka sendiri.
Suami dan istri mungkin saja membawa pandangan yang berbeda mengenai pengasuhan ke
dalam pernikahan. Sayangnya, ketika metode orang tua diteruskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya, praktik yang baik maupun buruk akan diteruskan.
Pola asuh mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan perilaku moral
pada anak, karena dasar perilaku moral pertama diperoleh oleh anak dari dalam rumah yaitu
dari orang tuanya. Proses pengembangan melalui pendidikan di sekolah tinggal hanya
melanjutkan perkembangan yang sudah ada. Satu karier yang melibatkan pengasuhan
adalah pendidik orang tua. Satu cara untuk mengkonseptualisasikan peran orang tua adalah
memandang orang tua sebagai manajer kehidupan anak. Peran manajerial terutama penting
dalam perkembangan sosio-emosional anak. Sebagai manajer, orang tua boleh mengatur
kesempatan anak untuk melakukan kontak sosial dengan teman sebaya, teman dan orang
dewasa. Orang tua memainkan peran penting dalam membantu perkembangan anak dengan
memulai kontak antara anak dengan teman bermainnya yang potensial (John W. Santrok,
2007: 163-164).

Usia anak-anak dan remaja adalah masa, dimana segala sesuatu dengan mudah dibentuk dan
akan sangat menentukan bagaimana selanjutnya di masa yang akan datang. Hal itulah yang
mendasari betapa pentingnya penelaan dan penelitian dilakukan sehingga kita tidak akan
melakukan kesalahan-kesalahan fatal dalam membentuk karakter anak yang tentunya akan
menjadi penerus kita menjadi khalifah di muka bumi ini kelak. Menjadi khalifah atau
pemimpin itu adalah sebuah tanggung jawab besar yang akan dimintai
pertanggungjawabannya kelak, sehingga kita perlu membekali dengan segala persiapan
sedini mungkin terhadap anak yang akan menjadi penerus kita kelak. Dengan hal demikian,
perlu kiranya anak harus dibawa dalam ranah pendidikan. Selain pendidikan ilmu sosial,
ilmu pendidikan agama juga sangat diperlukan. Mengapa dikatakan demikian, mengingat
bahwa sikap atau kepribadian seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan
latihan-latihan yang dilalui pada masa kanak-kanak. Seseorang yang pada masa kecilnya
mendapatkan pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan terhadap hal-hal yang religius,
santun dan ringan tangan (suka membantu) terhadap sesama, empatik terhadap kesusahan
dan segala masalah persoalan sosial di lingkungan sekitarnya, maka setelah dewasa nanti
akan merasakan pentingnya nilai-nilai agama didalam hidupnya (religius) dan kepribadian
(private). Pendidikan agama haruslah ditanam sejak diri. Karena pendidikan agama sangat
penting untuk tumbuh kembang jiwa anak maupun remaja. Dengan agama yang
berlandaskan akidah dan akhlaq dapat mengarahkan perilaku anak maupun remaja ke
perilaku yang baik.
Dengan pendidikan agama tentunya diharapkan adanya implikasi dari agama, anak dan
remaja yang baik juga. Perilaku anak sering kali dapat berubah- ubah dikarenakan adanya
pengaruh dari pihak luar atau anak ingin mencoba sesuatu yang baru dilihatnya atau hal
yang sebelumnya tidak diperbolehkan oleh orang tuanya. Mendidik anak lebih sulit dan
memakan waktu yang lebih lama. Orang tua harus mendidik anak-anak agar bisa dapat
menyesuaikan diri di dalam dan terhadap masyarakat. Semakin kompleks struktur
masyarakat, semakin sukar dan lama lagi anak-anak untuk belajar mempersiapkan diri agar
dapat hidup dalam masyarakat itu (M. Ngalim Purwanto, 1995: 9). Firman Allah dalam Q.S.
At-Tahrim ayat 6:

‫بناها الذين امنوا قوا أنفسكم وأهليكم ناًرا َو قوُدَها الَّناُس َو اْلِح َج اَر ُة َع َلْيَها َم ليكة‬

‫ باَل ٌظ ِش َداٌد ال َيْع ُصوَن هللا ما أمرهم وَيْفَع ُلوَن َم ا ُيْؤ مرون‬.

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; malaikat-malaikat yang kasar,
keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang

diperintahkan " (H.B. Jasin: 1991: 794).

Menafsirkan ayat tersebut. Ali ra berkata bahwa kita harus menyelamatkan keluarga kita
dengan memberikan pendidikan yang baik dan akhlak yang baik, dengan demikian, agar
anak sukses hidupnya berdasarkan tolak ukur yang telah ditetapkan oleh Islam. Orang tua
harus bersungguh- sungguh mengajar dan mendidik anak-anaknya Orang tua semestinya
melaksanakan tugasnya dengan bijaksana, kasih sayang, sabar dan istiqamah. Dengan
demikian, derajat mereka akan tinggi dalam pandangan Allah, juga tinggi dalam
pandangan masyarakat. Rasulullah SAW bersabda. "Setiap kan adalah pemimpin dan akan
ditanya tentang yag dipimpinnya" (Muhammad Musa Ahmad Olgar, 1998 :89).

Masalah spesifik yang dihadapi orang tua berubah ketika anak tumbuh besar, pada setiap
tingkatan usia, orang tua menghadapi berbagai pilihan tentang seberapa besar mereka
harus merespons kehidupan anak, seberapa besar kendali yang harus diterapkan, dan
bagaimana menerapkannya. Orang tua ingin anaknya tumbuh menjadi individu yang
dewasa secara sosial, namun mereka mungkin merasa frustasi dalam berusaha menemukan
cara terbaik untuk mencapai hal ini (John W. Santrok, 2007:167).
Pekerjaan ayah penting bagi anak kecil hanya bila pekerjaan ini mempunyai akibat
langsung pada kesejahteraan si anak. Tetapi bagi anak yang lebih besar, pekerjaan ayah
mempunyai arti budaya, sebab pekerjaan ayah mempengaruhi gengsi sosial anak. Pengaruh
ibu yang bekerja pada hubungan ibu- anak sebagian besar bergantung pada usia anak pada
waktu ibu mulai bekerja. Jika bisa mulai bekerja sebelum anak telah terbiasa bersamanya
sebelum suatu hubungan terbentuk pengaruhnya akan minimal (Elizabeth B.Hurlock. 1978:
212).

Masa Remaja, menurut Andi Mappiare dalam buku Mohammad Ali (2008: 9) disebutkan
berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun
sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dibagi menjadi dua bagian,
yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18
tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.
Selama masa remaja, terutama masa-masa awal, ketika perubahan fisik terjadi dengan
pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Perubahan ini seringkali
menimbulkan masalah baru. Bagi remaja muda, masalah baru yang timbul tampaknya
lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan dibandingkan masalah yang dihadapi
sebelumnya. Remaja akan tetap merasa ditimbuni masalah, sampai bisa sendiri
menyelesaikan menurut kepuasannya (Hasan Basri, 2001: 59).

Sebagai remaja yang menghadapi berbagai tantangan untuk bisa tumbuh dan berkembang
dengan optimal. Dalam artian dapat berkembang dalam semua aspek kepribadiannnya,
serta potensi yang dimiliki. Seorang remaja yang berkembang secara optimal adalah yang
sehat secara fisik, sosial, emosional, moral, intelektual, dan berkembang baik bahasanya.
Sebagai remaja juga, kita sedang berada pada puncak perkembangan fisik, sosial,
emosional, sosial, moral, dan intelektual.
Masa remaja seringkali menjadi masa-masa yang sulit untuk menemukan identitas diri dan
filosofi hidup. Proses menuju kematangan pada masa remaja akan terasa lebih sulit jika
remaja hidup di lingkungan keluarga yang tidak harmonis, apalagi jika pada keluarga
bercerai. Satu sisi remaja sedang berupaya beradaptasi dengan perubahan dalam diri dan
perubahan pada lingkungan-nya, di sisi lain tempat ia untuk bertanya dan berdiskusi
tentang masalahnya yaitu orang tua. Pada kondisi seperti ini anak remaja sangat rentan
terhadap penyimpangan perilaku. Untuk mencegah dan mengatasi penyimpangan perilaku
ini sangat penting adanya peningkatan kecerdasan emosional remaja.
Kecenderungan semakin kompleksnya masalah remaja sekarang, dapat dilihat dari data
hasil penelitian di luar negeri dan di Indonesia yang menunjukkan terjadinya berbagai
penyimpangan perilaku remaja, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Di Kanada
misalnya 44% dari remaja usia 15 tahun dilaporkan sudah menjadi peminum alkohol dan
38% telah menjadi pencandu mariyuana (Hotton & Haans, 2004). Selanjutnya masalah
bullying atau kekerasan antara teman merupakan masalah yang sering terjadi, yang bisa
mengganggu perkembangan sosio-emosional remaja (Frisen, Jonson & Person, 2007,
Raskauskas & Scoltz, 2007). Selain itu, masa remaja sebagai masa transisi dan anak-anak
menuju dewasa dapat menjadi tantangan tersendiri dalam menghadap orang dewasa yang
seringkali mengkritik dan menyalahkan. 1998, Di Indonesia Boyke (1999) menemukan
sebanyak 50% dari pengunjung klinik aborsi berusia 15-20 tahun, dan 44.5 % dari
pengunjung klinik aborsi berusia antara 15-20 tahun itu adalah hamil di luar nikah,
Nurhayati (1998) dalam (Erhamwilda, 2011) mengungkapkan bahwa fenomena perilaku
seks pranikah ini tidak hanya terjadi di Jakarta. Sebuah penelitian terhadap 37 remaja
berusia 16-20 tahun di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat pada tahun 1
menunjukkan bahwa sekitar 80% telah melakukan perilaku seksual necking: 70% pernah
melakukan petting dan 65% pernah melakukan premarital intercourse.

Kemudian, Kasus Narkoba di Jakarta saja pada tahun 1999 1.3 juta dengan omset biaya 780
milyar hari, dan pecandunya sekitar usia 15-24 th (Harian Surya, 25 Oktober 1999).
Selanjutnya Syamsu Yusuf (2008) mengungkapkan: para pelaku tawuran di Jakarta 50%
pecandu narkoba. Tahun 1996 terjadi 150x tawuran, luka 26, mati 19. Kemudian tahun
1997 terjadi 121 x tawuran, luka 24, mati 15. Selanjutnya tahun 1998 terjadi 230 x tawuran,
luka 34, mati 15 dan tahun 1999 terjadi 64 x tawuran, Juka 36, mati 12.

Hasil penelitian Synovate Research (www.situs.deskespro.info.) dikutip Erhamwilda (2011)


tentang perilaku seksual remaja di 4 kota dengan 450 responden, yaitu Jakarta, Bandung,
Surabaya dan Medan 44% responden mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman
seks di usia 16 sampai 18 tahun, Sementara 16% lainnya mengaku pengalaman seks itu
sudah mereka dapat antara usia 13 sampai 15 tahun. Uniknya, para responden ini sadar
bahwa seharusnya mereka menunda hubungan seks sampai menikah (68%) dan mengerti
bahwa hubungan seks pranikah itu tidak sesuai dengan nilai dan agama mereka (80%).
Mereka mengaku hubungan seks itu dilakukan tanpa rencana. Para responden pria justru
37% mengaku kalau mereka merencanakan hubungan seks dengan pasangannya. Sementara,
39% responden perempuan mengaku dibujuk melakukan hubungan seks oleh pasangannya.
Ketika ditanya bagaimana perasaan para responden setelah melakukan hubungan seks
pranikah itu, 47% responden perempuan merasa menyesal karena takut hamil, berdosa,
hilang keperawanan dan takut ketahuan orang tua.
Kasus Narkoba di Indonesia berdasarkan laporan Badan Nasional Anti Narkoba, pada
tahun 2007 ditemui sekitar 22.630 kasus. Di Jawa Barat sendiri, kasus narkoba masuk
sebagai peringka ke IV dengan 1.086 kasus (BNN, 2007) dikemukakan (Erhamwilda,
2011).
Masalah lain adalah bullying, semakin marak terjadi dalam setiap aktivitas anak di sekolah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2007
lebih dan 90% anak pernah diejek di sekolah. Selain itu, penelitian yang didukung oleh
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Masalah Anak (Unicef), masih banyak
anak-anak di Indonesia yang mendapatkan perlakuan buruk dari temannya sendiri. Survei
yang dilakukan pada 2002 melibatkan 125 anak dan berlangsung selama enam bulan.
Survei itu meliputi wawancara yang diawasi dengan sangat teliti. Dari survei itu
terungkap, dua per tiga anak laki-laki dan sepertigaa perempuan pernah dipukul. Lebih
dari seperempat anak perempuan dalam survei itu mengalami pemerkosaan (Erhamwilda,
2012).

Berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan RI (Pikiran Rakyat: 21 Desember 2008)


terhadap para siswa di 18 provinsi, terdapat satu dari enam siswa mengalami tindakan
kekerasan di sekolah dengan cara dilukai, diberikan ancaman, diciptakan teror, dan
ditunjukkan sikap permusuhan sehingga menimbulkan dampak seperti stress (76%), hilang
konsentrasi (71%), gangguan tidur (71%), paranoid (60%), sakit kepala (55%), dan obsesi
(52%). Sedikitnya 25% anak yang diganggu memilih menghabisi nyawanya sendiri
dengan jalan bunuh diri. Tindakan kekerasan juga berdampak pada para pelaku yaitu
mereka merasa menjadi jagoan sehingga senang berkelahi (54%), berbohong (87%), serta
tidak memperdulikan peraturan sekolah (33%), dikutip (Erhamwilda, 2011.

Hal yang memprihatinkan lagi adalah banyaknya kasus pergaulan bebas karena tontonan
porno yang merebak karena sangat mudah diakses. Koran Media Indonesia (Minggu, 4
Maret 2012: 5) mengungkapkan "Indonesia Peringkat ke 1 Pengunduh, Pengunggah Situs
Porno. Mayoritas pengunduh masih berusia remaja, yakni SMP dan SMA." Mantan Ketua
Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Kalimantan Selatan (dikutip Media Indonesia, 4 Maret
2012) menyatakan bahwa terjadi peningkatan drastis kasus seks bebas di kalangan remaja
di Kota Banjarmasin. Tercatat angka persalinan usia remaja melonjak dari 50 kasus pada
2010 menjadi 235 kasus pada 2011. Kasus kehamilan tidak diinginkan juga naik dari 35
kasus menjadi 220 kasus. Di Bali lebih dari 60 % Remaja Pencandu situs porno.

Di samping berbagai permasalahan yang kompleks tersebut di atas, di era globalisasi anak
remaja juga dihadapkan pada persaingan yang ketat sehingga remaja dituntut memiliki daya
kompetitif yang tinggi untuk bisa unggul, sukses dalam mengaktualisasikan dirinya. Dibalik
tuntutan persaingan yang tinggi, anak remaja dihadapkan pula pada banyaknya godaan akan
berbagai kesenangan yang ditawarkan produk IPTEK (Ilmu Pengetahuan Teknologi) dan
media masa lainnya. Kondisi ini membuat remaja lalai dan sulit mengkonsentrasikan dirinya
untuk mempersiapkan masa depan dan mudahnya terjadi pergeseran nilai yang membuat
pribadi-pribadi siswa mudah rapuh. Di sisi lain remaja sedang mempersiapkan perannya
sebagai manusia dewasa dan mereka dihadapkan pada lingkungan sosiokultural yang selalu
berubah, serta dihadapkan pada tuntutan dunia pendidikan dan dunia kerja yang terus
berkembang

Layanan Bimbingan Konseling di sekolah menjadi tumpuan dalam membantu siswa


berkembang optimal sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan
dalan perkembangannya. Lebih jauh layanan Bimbingan Konseling tidak hanya berperan
membantu siswa memecahkan masalah, namun diharapkan dapat menjalankan berbagai
fungsi Bimbinga Konseling meliputi: Fungsi Pemahaman, Fungsi pencegahan, Fungsi
Penyaluran, Fung Pemeliharaan, Fungsi Perbaikan, Fungsi Fasilitasi, Fungsi Penyesuaian,
Fungsi alih tangan.
Berdasarkan fakta tentang layanan BK dan mempertimbangkan berbagai permasalahan,
tantangan, dan tuntutan yang harus dihadapi remaja, agar remaja terhindar dari masalah dan
mampu mengaktualisasikan dirinya ditengah besarnya godaan lingkungan, seorang remaja
harus memiliki kepribadian sehat, dengan daya tahan yang tinggi. Daya tahan yang penting
dalam diri manusia adalah daya tahan psikologis atau psychological strength.
Upaya memperkuat daya tahan psikologis seorang siswa dapat dilakukan melalui
pendidikan, karena pembentukan kepribadian, dan kemampuan mengendalikan diri
merupakan bagian penting yang harus dicapai melalui pendidikan. Sebagaimana tertera
dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1
Ketentuan Umum dinyatakan:

Pendidikan adalah: usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan agar siswa memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, dan akhlak mulia, ditempuh melalui upaya
bimbingan yang dilakukan oleh pendidik, sementara pengembangan kecerdasan dan
keterampilan ditempuh melalui upaya pembelajaran dan pelatihan.

Di sekolah upaya bimbingan secara nyata dan terprogram dilakukan melalui layanan
Bimbingan Konseling. Bimbingan mencakup segala upaya yang dilakukan dalam
membantu setiap siswa berkembang optimal, sementara konseling merupakan layanan inti
dalam bimbingan yang lebih bersifat terapeutik (penyembuhan). Layanan konseling
menjadi tumpuan dalam membantu siswa mengatasi masalah, sedangkan salah satu
penyebab pribadi bermasalah adalah lemahnya daya tahan psikologis. Untuk itu upaya
memperkuat daya tahan psikologis siswa di sekolah dapat dilakukan melalui layanan
konseling, baik itu konseling individual maupun konseling kelompok. Moh. Surya (2003:
45) mengemukakan: "Orang yang masuk ke dalam konseling pada dasarnya karena
mengalami kekurangan psychological strength".

B. Tujuan
Dengan membaca buku ini, pembaca dapat menambah pengetahuan tentang Hakikat dari
pendidikan, Macam-macam pendidikan, Pendidikan parenting, sasaran pendidikan
parenting, Macam-macam parenting, dan peran orangtua dalam pendidikan parenting.
Bukan hanya itu saja, pembaca juga bisa menegtahui apa itu Kenakalan remaja, Macam-
macam kenakalan remaja, Penyebab dan solusi kenakalan remaja, Sebab-sebab kenakalan
remaja dan terpenting sebagai Para orangtua akan mengetahuai perannnya dalam
memanilisir kenakalan remaja.

Anda mungkin juga menyukai