Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH PARENTING

D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 2

NAMA KELOMPOK
1 Tessa Ulorlo
2 Sesia Salenussa
3 Welmin Pattiradjawane
4 Welminci Pattisinay
5 Yustisia Djutai ( tidak aktif)

PKAUD /C/6

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI AMBON

TAHUN 2024
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan semua rahmatnya, kami
akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. kami juga ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu menyusun makalah ini, pada mata
kuliah “parenting” kami mendapatkan banyak ilmu baru yang berhubungan dengan
perkembangan pada anak. Tentu penyusunan pada makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki . Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
dunia pendidikan terkhususnya pada lembaga pendidikan anak usia dini
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………………

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………..


1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………….
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………..

2.1 Pola Asuh Single Perent ……………………………………………………………


2.2 Pola Asuh Ldr ………………………………………………………………………
2.3 Pola Asuh Orang Tua Masa Kini ……………………………………………….....
2.4 Pengaruh Gatget Teknologi Terhadap pola asuh …………………………………
2.5 Derasnya Informasi Yang Tidak Bisa Dibendung Internet ………………………

BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………...


A. Kesimpulan ………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003 halaman 6 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 1, butir 14 Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi
anak sejak lahir sampai dengan 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Menurut Nur Cholimah (2008), mengemukakan bahwa PAUD adalah usaha sadar dalam
memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui penyediaan pengalaman dan stimulasi bersifat
mengembangkan secara terpadu dan menyeluruh agar anak dapat bertumbuh kembang secara
sehat dan optimal sesuai dengan nilai, norma, dan harapan masyarakat
Pola asuh anak adalah suatu proses yang ditujukan untuk meningkatkan serta mendukung
perkembangan yang dimiliki anak meliputi fisik, emosional, sosial, finansial, dan intelektual
seorang anak sejak bayi hingga dewasa.

Pola asuh adalah pola pengasuhan orang tua terhadap anak, yaitu bagaimana orang tua
memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam
mencapai proses kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan
nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat (Fitriyani, 2015).

Menurut Edward (2006) Pola asuh orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
pendidikan orang tua, lingkungan, dan budaya. Dalam lingkungan keluarga, anak akan
mempelajari dasar-dasar perilaku yang penting bagi kehidupannya kemudian. Pendidikan
karakter yang utama dan pertama bagi anak adalah lingkungan keluarga. Didalam lingkungan
keluarga, seorang anak akan mempelajari dasar-dasar perilaku yang penting bagi kehidupannya.
Karakter dipelajari anak melalui model para anggota keluarga terutama orang tua.

Model orang tua secara tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak. Bila anak kita
melihat kebiasaan baik orang tua maka maka dengan cepat akan mencontohnya, demikian
sebaliknya bila orang tua berprilaku buruk maka akan ditiru oleh anak-anak.Keberhasilan
pembentukan karakter pada anak ini salah satunya dipengaruhi oleh model orang tua dalam
melaksanakan pola asuh. Pola asuh orang tua terbagi menjadi tiga macam yaitu demokratif,
otoriter dan permisif
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai
berikut:

1. Bagaimana Pola Asuh Single Perent ??


2. Bagaimana Pola Asuh Ldr ??
3. Bagaimana Pola Asuh Orang Tua Masa Kini ??
4. Bagaimana Pengaruh Gatget Teknologi Terhadap pola asuh ??
5. Bagaimana Derasnya Informasi Yang Tidak Bisa Dibendung Internet ??

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pola Asuh Single Perent
2. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pola Asuh Ldr
3. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pola Asuh Orang Tua Masa Kini
4. Untuk Mengetahui Dan Memahami Pengaruh Gatget Teknologi Terhadap pola asuh
5. Untuk Mengetahui Dan Memahami Derasnya Informasi Yang Tidak Bisa Dibendung
Internet
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pola Asuh Single Perent
Single parent mungkin tidak asing lagi di kalangan masyarakat, dengan mengartikan single
parent sebagai seseorang (ayah atau ibu) yang membesarkan anak-anaknya secara mandiri atau
tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab dari pasangannya. Seperti yang dijelaskan
Rabindrakumar (2018:3) orang tua tunggal sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung
jawab atas anaknya, yang biasanya tinggal bersama mereka. Tanggung jawab tersebut tidaklah
mudah dilakukan dengan sendiri untuk berperan ganda sebagai kedua orang tua si anak.
Tanggung jawab yang besar bagi orang tua seperti mendidik, mengasuh dan membimbing anak
menjadi pribadi yang kuat.

Disetiap keluarga memiliki cara masing-masing dalam memberikan pengasuhan kepada anak
mereka, dengan memberikan pengasuhan yang baik kepada anak seperti adanya interaksi yang
baik orang tua dan anak serta hubungan yang harmonis memberikan dampak positif terhadap
anak untuk membetuk kepribadiannya dan membangun rasa percaya diri untuk bisa bergaul
terhadap lingkungan masyarakat yang lebih luas. Penerapan pola asuh yang dilakukan oleh
kedua orang tua terhadap anaknya tidak selamanya bertahan lama, hal ini dikarenakan ada
beberapa anak yang hanya diasuh oleh ibu atau ayahnya saja (single parent). Keluarga orang tua
tunggal atau single parent families, yaitu keluarga yang orang tuanya hanya terdiri dari ibu dan
ayah yang bertanggung jawab mengurus anak setelah perceraian, mati atau kelahiran anak diluar
nikah (Yusuf, 2010).

Pengasuhan orangtua memiliki peran penting dalam membentuk perilaku anak. Menurut
Kenny dan Kenny dalam Tyas & Sumargi (2019) gaya pengasuhan merupakan segala sesuatu
yang dilakukan orang tua untuk membentuk perilaku anak-anak mereka, hal ini meliputi
peringatan dan aturan, pengajaran dan perencanaan, contoh dan kasih sayang serta pujian dan
hukuman. Baumrind dalam Utami & Mubarak (2018:4) mengkategorikan gaya pengasuhan
orangtua menjadi tiga, yakni otoriter, otoritatif, dan permisif.

1. Pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang menerapakn aturan berupa membatasi,
menghukum, memandang pentingnya kontrol dan kepatuhan tanpa syarat. Pola asuh
otoriter ini juga cenderung tidak bersikap hangat kepada anak. Anak dari orang tua
otoriter seringkali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan
orang lain, tidak mampu memulai aktifitas, memiliki kemampuan komunikasi yang
lemah
2. Pola asuh otoratif adalah pola asuh yang lebih mengedepankan kepentingan anak dan
juga mengendalikan mereka. Memberikan dukungan dan kesenangan kepada anak. Anak-
anak merasa aman ketika mengetahui bahwa mereka dicintai dan dibimbing secara
hangat.
Orang tua disini juga mengajarkan disiplin kepada anak agar anak dapat mengeksplorasi
lingkungan dan memperoleh kemampuan interpersonal. Dampak pola asuh otoritatif
terhadap anak yaitu memiliki sifat ceria, bisa mengendalikan diri, berorientasi pada
prestasi, mempertahankan hubungan dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang
dewasa, dapat mengatasi stres dengan baik.
3. Pola asuh permisif adalah gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan
anak, namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol. Membiarkan anak melakukan apa
yang mereka inginkan. Anak menerima sedikit bimbingan dari orang tua, sehingga anak
sulit dalam membedakan perilaku yang benar atau tidak. Serta orang tua menerapkan
disiplin yang tidak konsisten sehingga menyebabkan anak berperilaku agresif

Dari gaya pengasuhan tersebut orang tua tunggal (single parent) menggunakan gaya pengasuhan
otoriter. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Yaffe, (2017), mengenai gaya pengasuhan
orangtua tunggal (ibu) memiliki skor yang jauh lebih tinggi pada kelompok gaya pengasuhan
otoriter dari pada orangtua ganda, sedangkan orangtua tunggal (ibu) menggunakan pengasuhan
permisif secara signifikan lebih rendah. Orangtua tunggal (ibu) mempertahankan lebih banyak
wewenang sebagai orangtua

Sikap single parent yang terbatas dalam memberikan perhatian dan pengawasan terhadap
anak. Tinggi rendahnya minat belajar pada anak dengan single parent dipengaruhi oleh faktor
internal yaitu faktor psikologis dan faktor eksternal yaitu lingkungan keluarga yang kurang
mendukung. Pada anak yang memperoleh dukungan belajar, maka minat belajarnya
cendeung tinggi. Hal ini terlihat dari prestasi belajar di sekolah.

Adapun anak yang tidak memperoleh dukungan belajar, maka minat belajarnya
cenderung rendah. Dampak pola asuh single parent terhadap minat belajar anak dengan gaya
pengasuhan demokratis cenderung permisif menjadikan anak memiliki minat belajar yang
rendah. Penyebabnya terdapat pada faktor eskternal yakni lingkungan keluarga yang kurang
mendukung. Adapun dampak pola asuh single parent terhadap minat belajar anak dengan
gaya pengasuhan demokratis cenderung otoriter menjadikan anak memiliki minat belajar
yang tinggi. Penyebabnya, selain terdapat pada faktor eksternal yakni lingkungan keluarga,
juga terdapat pada faktor internal yakni keinginan yang kuat untuk belajar pada diri anak.
Penerapan pola asuh yang diberikan orangtua terhadap anak sangat berpengaruh akan
keberlangsungan hidup sang anak ke depannya.

Setiap orangtua tentunya memiliki perbedaan gaya pola asuh yang diterapkan kepada
anaknya. Biasanya, para orangtua akan berdiskusi bersama pasangannya dalam penerapan
jenis pola asuh apa yang akan anaknya dapatkan. Namun, hal itu tidak dialami bagi single
parent atau orangtua tunggal. Entah disebabkan oleh perceraian atau kematian, single parent
harus merawat dan membesarkan anak-anaknya seorang diri tanpa bantuan dan dukungan
dari pasangan. Perubahan susunan dan peran yang terjadi di dalam keluarga turut
mempengaruhi sang anak dalam proses berkembangnya, terutama dalam pendidikan. Tanpa
disadari, sang anak memiliki keinginan secara naluriah untuk membantu orangtuanya dalam
mencari nafkah, sehingga tak jarang anak yang dibesarkan dengan pola asuh tertentu oleh
single parent dapat mengalami kemunduran dalam prestasi belajarnya.

2.2 Pola Asuh Ldr

Pola asuh LDR atau Long Distance Parenting adalah sebuah tantangan dalam pengasuhan
anak ketika orang tua dan anak berada dalam jarak jauh. Pola asuh ini pada dasarnya
diciptakan oleh adanya interaksi antara orang tua dan anak dalam hubungan sehari-hari yang
berevolusi sepanjang waktu. Meski jarak menjadi tantangan, orang tua masih dapat
memberikan pengaruh positif pada anak melalui berbagai cara, seperti komunikasi digital dan
lainnya.

Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pola asuh LDR:

1. Komunikasi: Meski berada jauh, komunikasi antara orang tua dan anak harus tetap
terjaga. Dengan kemajuan teknologi saat ini, hal ini bisa dilakukan melalui telepon, video
call, pesan teks, dan lainnya.

2. Konsistensi: Konsistensi dalam pola asuh sangat penting. Anak perlu merasa bahwa meski
orang tua mereka jauh, mereka masih ada untuk mendukung dan membimbing mereka.
3. Aktivitas Bersama: Meski jauh, cobalah untuk melakukan aktivitas bersama, seperti
menonton film secara online, bermain game, atau membaca buku pada waktu yang sama..

Dalam konteks pola asuh LDR, orang tua yang menjalani hubungan jarak jauh dengan
anak-anak mereka perlu memastikan bahwa komunikasi tetap terjaga. Ini bisa melibatkan
panggilan video rutin, pesan teks, atau bahkan surat jika memungkinkan. Orang tua juga
harus tetap terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka sebanyak mungkin, mendukung
mereka secara emosional dan memberikan bimbingan sesuai kebutuhan. Penting juga untuk
membuat rencana kunjungan yang teratur agar dapat berkumpul secara langsung sesering
mungkin.

Dampak pola asuh LDR

Pola asuh LDR bisa memiliki dampak yang kompleks pada anak usia dini. Beberapa
dampak positif termasuk meningkatnya kemampuan anak untuk beradaptasi dengan
perubahan, memperluas pemahaman tentang keragaman budaya, dan meningkatkan
kemandirian. Namun, ada juga potensi dampak negatif seperti kecemasan terpisah dari orang
tua, kesulitan membangun ikatan emosional yang kuat, dan kurangnya model peran langsung
dari kedua orang tua. Penting bagi orang tua untuk memastikan bahwa anak-anak merasa
didukung dan dicintai, dan meminimalkan gangguan pada kesejahteraan mereka sebisa
mungkin.

Cara agar pola asuh LDR berjalan dengan baik

Agar pola asuh LDR berjalan dengan baik bagi anak usia dini, ada beberapa langkah
yang dapat diambil:

1. Komunikasi Terbuka: Penting untuk memastikan bahwa komunikasi dengan anak tetap
terbuka dan jujur. Bicarakan tentang perasaan mereka dan beri mereka kesempatan untuk
menyampaikan kekhawatiran atau pertanyaan mereka.

2. Jadwal Komunikasi Teratur: Buatlah jadwal komunikasi yang teratur dengan anak, seperti
panggilan video atau pesan teks setiap hari. Ini membantu menjaga koneksi emosional dan
memberikan anak sesuatu yang dinantikan.

3. Libatkan Anak dalam Kehidupan Sehari-hari: Meskipun jarak terpisah, libatkan anak
dalam kehidupan sehari-hari sebanyak mungkin. Bicarakan tentang kegiatan mereka, berbagi
cerita, dan terlibat dalam kegiatan yang mereka sukai.

4. Beri Keterangan yang Jelas: Berikan penjelasan yang jelas kepada anak tentang situasi
LDR dan beri tahu mereka bahwa orang tua tetap mencintai mereka meskipun jauh. Pastikan
mereka mengerti mengapa orang tua harus berpisah untuk sementara waktu.
5. Kunjungan Teratur: Rencanakan kunjungan teratur agar dapat berkumpul secara langsung.
Hal ini membantu memperkuat ikatan keluarga dan memberikan kesempatan untuk
menghabiskan waktu bersama.

6. Dukungan Emosional: Berikan dukungan emosional yang stabil dan pastikan anak merasa
didengar, dipahami, dan dicintai. Tunjukkan kepada mereka bahwa orang tua selalu ada
untuk mereka, meskipun jarak memisahkan.

7. Konsistensi dalam Aturan dan Disiplin: Pastikan aturan dan disiplin tetap konsisten antara
kedua orang tua, bahkan jika berada di lokasi yang berbeda. Ini membantu menciptakan
struktur dan kestabilan bagi anak.

2.3 Pola Asuh Orang Tua Masa Kini

Menjadi orang tua tentunya impian setiap individu bersama pasangannya. Apalagi jika
dikarunia seorang anak, maka tugasnya sebagai orang tua akan lebih besar dalam mendidik anak-
anaknya. Namun yang paling penting dalam menjadi orang tua adalah pendidikan yang paling
utama untuk anaknya. Terlebih di era “masa kini” ini, orang tua harus extra dalam menjadi
pondasi dan mendidik anak-anaknya dalam keluarga utamanya anak usia dini.
Anak usia dini merupakan masa seorang anak untuk bersenang-senang dan bermain dengan
anak seusianya. Namun, anak zaman sekarang hanya hanya bisa dihitung jari yang bersenang-
senang dan bermain dengan anak seusianya. Kebanyakan anak zaman sekarang lebih memiliki
untuk bermain gadget di rumah dari pada bermain bersama anak seusianya.
Hal ini tak lepas dari pola asuh orang zaman sekarang yang mengenalkan gadget terlalu dini
kepada anaknya.
Sebenarnya dalam mendidik anak sebaiknya orang tua memberikan arahan dengan memberikan
contoh seperti orang tua tidak bermain gadget didepan anak karena anak akan meniru setiap apa
yang ia lihat dari orang tuanya utamanya anak usia dini yang masih berada pada masa
pertumbuhan dan perkembangan.
1 Orangtua milenial lebih sibuk namun banyak menghabiskan waktu bersama anakanaknya
Ada miskonsepsi tentang gaya pengasuhan anak hari ini yaitu banyak orang menganggap
bahwa orangtua zaman sekarang tidak memiliki ikatan batin yang kuat dengan anak-anaknya
dibandingkan orangtua di generasi sebelumnya. Namun, hal itu tidak benar. Karena, ternyata
meskipun kedua orangtua bekerja namun mereka bisa menghabiskan lebih banyak waktu
bersama anak-anak disbandingkan orangtua generasi tahun 50-an.
Bukan pula hanya ibu yang terlibat dalam pengasuhan anak, tetapi juga ayahnya.
Menurut riset dari Universitas Boston, ayah milenial lebih antusias mengenai tugas
mengasuh anak daripada para ayah di generasi sebelumnya. Faktanya, banyak orangtua
milenial bisa berbagi tugas dalam tanggungjawab mengasuh anak meskipun keduanya sudah
tidak bersama lagi. Artinya, keseimbangan antara pekerjaan dan pengasuhan anak dibagi rata
oleh kedua orangtua.
2. Orangtua milenial memiliki nilai pengasuhan anak yang positif dibandingkan menerapkan
disiplin yang otoriter Di sekira abad 20-an penerapan disiplin yang ketat dianggap wajar
sebagai cara yang baik untuk membentuk perilaku anak. Namun, keluarga hari ini lebih
menerapkan perilaku positif dibandingkan memberikan hukuman negatif.

3. Orangtua milenial lebih mengutamakan kebersamaan Banyak keluarga menganggap momen


makan bersama sebagai cara untuk kumpul keluarga, namun kini dimana kedua orangtua
juga bekerja maka momen itu tidak terlalu diutamakan. Keluarga milenial menemukan cara
lain untuk mendapatkan kebersamaan keluarga yaitu di akhir pekan. Bagi kebanyakan
keluarga, akhir pekan merupakan waktu kebersamaan dengan keluarga yang tidak dapat
dihindari.

Orang tua milenial merupakan generasi pertama yang secara berkelanjutan bisa
mendapatkan tips keamanan dan keselamatan anak hanya dengan mengetukkan jarinya di
layer handphone saja.

4. Orangtua milenial cenderung membuat jadwal untuk segala hal Bukan berita baru jika
anak-anak zaman sekarang hidup lebih terjadwal dari anak-anak di generasi lalu. Hal ini
merupakan refleksi langsung dari kehidupan professional orangtuanya.

Dari beberapa hal diatas maka bagi Anda generasi milenial yang sudah menjadi orangtua
wajib mengenali diri Anda sendiri agar dapat membesarkan anak dan membangun pola asuh
yang tepat di zaman serba digital dan menantang ini. Anda bisa mendapatkan program
pendampingan khusus dari kami disini dimana program coaching ini akan membantu Anda
untuk:

1. Mengenali pola pikir dan tindakan sebagai orang tua “baru” di usia millennial.
2. Memahami aspek psikologis anak di fase pertumbuhan yang membutuhkan perhatian
khusus.
3. Menemukan cara efektif dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan emosi dengan
anak yang,punya karakter beragam.

2.4 Pengaruh Gatget Teknologi Terhadap pola asuh


Gadget memang memiliki dampak positif bagi pola pikir anak yaitu membantu anak
dalam mengatur kecepatan bermainnya, mengolah strategi dalam permainan, dan membantu
meningkatkan kemampuan otak kanan anak. Tetapi dibalik kelebihan tersebut juga dapat
berdampak buruk pula bagi daya kembang anak Anak-anak yang sedang berada dalam masa
serba ingin tahu juga akan senang jika dihadiahkan gadget oleh orang tuanya. Apalagi
dengan perkembangan teknologi informasi, anak-anak sekarang ini rasanya jauh lebih “sadar
teknologi” dibanding generasi-generasi di belakangnya
Jadi orangtua, walaupun memberikan itu (gadget), harus mengontrol anak-anak yang
menggunakannya. Ada jam-jam tertentu anak pegang HP, ada jam-jam tertentu anak bersama
orangtua, dan ada masa nya pula anak bisa bermain dengan teman sebaya nya Oleh karena
itu, perlunya pemahaman mengenai pengaruh gadget terutama bagi orangtua, agar anaknya
dapat dibatasi penggunaannya dan daya kembang anak dapat berkembang dengan baik dan
menjadi anak yang aktif, cerdas, dan interaktif terhadap orang lain.
Manfaat atau dampak positif dari gadget dapat dirasakan jika penggunaannya dilakukan
dengan disertai kontrol, tidak berlebihan, pemilihan konten yang ditonton merupakan konten
yang bersifat postif seperti berisikan informasi-informasi yang dapat memberikan
pengetahuan baru, untuk anak-anak konten yang di lihatnya bisa berupa pembelajaran
menarik mengeai cara berhitung membaca atau berisikan cerita dan lainya.
1. Dampak positif terhadap motorik anak Keterampilan motorik yang melibatkan otot-otot
kecil seperti gerakan bibir, jari, pergelangan tangan. Jari-jari anak menjadi terlatih ketika
mereka bermain gadget.
2. Mengasah kemampuan kognitif anak Keterampilan kogntitif yaitu berkaitan dengan
kemampuan untuk berfikir atau memproses informasi, penalaran, mengingat, yang
melibatkan syaraf otak (Mardalena dkk., 2020). Banyaknya aplikasi atau video yang
dapat memberikan edukasi dan tantangan bagi anak dapat membantu anak untuk melatih
kemampuan kognitif anak, gadget lebih menarik bagi anak sehingga untuk melatih
kemampuan koginitif anak melalui gadget lebih membangkitkan semangat anak.
3. Sebagai sarana hiburan bagi anak-anak Gadget memiliki banyak fitur menarik, dengan
adanya beragam warna, efek suara, gambar yang menarik yang sangat disukai anak dalam
sebuah aplikasi permainan atau video youtube. Aplikasi permainan dapat dengan mudah
diunduh melalui aplikasi store seperti permainan puzzle, balapan atau permainan yang
bersifat petualangan.
4. Melatih kemampuan berkompetisi anak Kemampuan berkompetisi anak terlatih melalui
permainan-permainan di dalam gadget . ketika mereka bermain game yang sifatnya
kompetisi dan melibatkan lebih dari satu orang maka dia akan merasakan seperti apa itu
kompetisi dan membuatnya terbiasa dengan lingkungan kompetisi.

gadget bisa memberikan efek negatif terhadap motoric, kognitif, sosial emosional anak. .
Warisya dalam (Syifa dkk., 2019) mengungkapkan bahwa gadget memiliki hal negative
seperti maraknya penipuan di media massa kemudian banyaknya anak yang mengakami
kecanduan dan bahaya dari radiasi yang dapat menyebkan ganguan pada penglihatan.
(Sundus, 2017) juga mengungkapkan bahwa gadget dapat berpengaruh terhadap kemampuan
berbicara anak, karakter, kualitas belajar anak, gangguan pemusatan, bahkan dapat
menyebabkan depresi.
1. Terhambatnya perkembangan bicara dan bahasa anak. Kemampuan bicara berkaitan
dengan kemampuan verbal untuk berkomunikasi dengan manusia sedangkan bahasa
berkaitan dengan seluruh sistem komunikasi yang diucapkan secara verbal atau tulisan.
Anak yang mengalami gangguan keterlambatan berbahasa mungkin hanya akan mampu
menyambungkan satu dua kata saja, anak dengan keterlambatan bicara dapat
menggunakan kata-kata atau frasa tetapi sulit untuk dimengerti, anak akan belajar
berbicara dan berbahasa ketika berinteraksi dengan oranglain akan tetapi karena mereka
lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar gadget mereka menjadi jarang
berinterkasi dengan oranglain berakibat pada kurangnya kemampuan bicara dan bahasa
anak.
2. Masalah belajar anak Anak usia dini lebih cepat dalam menerima dan menyerap hal-hal
baru. Jika mereka terlalu lama menghabiskan waktu dengan gadget, waktu untuk
berinteraksi dan belajar dengan orang tuanya terbatasi padahal mereka butuh untuk
berinteraksi dengan orang tua agar dapat mengetahui banyak kalimat baru dan belajar
banyak hal dari lingkungannya. Gadget juga bisa membuat anak menjadi malas untuk
belajar.
3. Gangguan pemusatan atau yang lebih dikenal dengan ADHD ( attension
Deficit/Hyperactivity Disorder). Penggunaan gadget tanpa adanya kontrol dari orang tua
dengan penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada anak seperti
sulit untuk fokus, gangguan perilaku, mudah gelisah dan perubahan perilaku ini
menyebabkan anak sulit untuk belajar (Setianingsih dkk., 2018). Anak-anak yang telah
ketagihan untuk bermain gadget kita dapat lihat bahwa mereka menjadi mudah gelisah,
mudah marah apalagi saat merasa terganggu saat bermain gadget atau tidak diijinkan
untuk menggunakan gadget.
4. Dampak negatif terhadap karakter Penggunaan gadget yang berbelebihan dapat
memberikan dampak negatif terhadap anak seperti kurangnya sopan santun terhadap
orang tu,sering berkata kasar, dampak negatif terhdap karakter anak bisa juga terjadi
karena anak melihat konten-konten yang kurang baik seperti anak yang menonton video
youtube orang-orang yang menggunakan bahasa yang agak kasar, mengunakan bahasa
yang kurang baik dan kotor yang kemudian ditiru anak, maka kita dapat melihat bahwa
orang tua tidak bisa membiarkan anak dengan bebasnya menggunakan gadget karena
dikhawatirkan melihat konten-konten yang yang dapat merusak karakter anak dan dapat
terbawa dikehidupan nyata sampai anak dewasa nanti.
5. Depresi Dampak negatif yang paling menakutkan dari penggunaan gadget ilah terhadap
mental dan psikologis anak, yang bisa menyebakan depresi. Penggunaan gadget yang
sering berlebihan atau sudah kecanduan dapat mengakibatkan penggunannya sering
merasa cemas apabila tidak ada gadget dan mengakibatkan depresi pada penggunanya

Menurut KBBI sendiri pola asuh terdiri dari kata pola yang berarti gambar, corak, model,
sistem; cara kerja, bentuk (struktur), sedangkan asuh berarti menjaga (merawat dan
mendidik), membimbing (membantu, melatih), memimpin (mengepalai,
menyelenggarakan). Ada tiga jenis pola menurut Hurlock juga Hardy dan Heyes.
1. Pola asuh otoriter Menurut Helmawati dalam (Lestari, 2019) pada pola asuh otoriter
orang tua memaksakan pendapat atau keinginannya kepada anak dan bertindak
semena-mena tanpa boleh dikritik anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini
tidak mengijinkan anaknya untuk membantah semua yang diperintahkan orang tua,
mereka diharuskan untuk terus tunduk dan patuh, anak juga tidak diberikan
kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya orang tua juga selalu mengekang
anak.
2. Pola Asuh Permisif Orang tua yang menerapkan pola asuh ini memberikan kebebasan
kepada anak-anaknya tanpa pengawasan. Menurut (Khasanah & Fauziah, 2020)
pengasuhan bermisif bersifat memanjakan anak, memberikan kebebasan tanpa batas
kepada anak sekalipun orang tua tampak bersikap hangat.
3. Pola Asuh Demokratis Dariyo dalam (Amalia, 2017) menyatakan bahwa pola asuh
demokratis merupakan gabungan dari jenis pola asuh permisif dan otoriter, dalam
pola asuh ini kedudukan orang tua dan anak sejajar, anak dilibatkan dalam
mengambil suatu keputusan
2.5 Derasnya Informasi Yang Tidak Bisa Dibendung Internet

Gadget yang terhubung sistem daring dengan berbagai fitur ibarat pisau bermata dua.
yang bisa bermanfaat, tetapi juga bisa membahayakan kehidupan anak-anak. Sejumlah anak
mengalami "gangguan jiwa" akibat kecanduan gawai.

Selain menjadi alat komunikasi dan sumber informasi, Gadget yang dilengkapi
berbagai fitur juga menjadi pintu masuk bagi anak-anak untuk mengakses media sosial, gim, dan
fitur lainnya secara daring yang belum sesuai untuk usianya. Bahkan, penggunaan gawai yang
terus-menerus tanpa mengenal waktu berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak serta
membuat anak kecanduan atau adiksi gawai.

Fenomena anak-anak yang kecanduan Gadget setidaknya semakin terlihat dalam lima
tahun terakhir. Meskipun belum ada angka pasti berapa persentase dan jumlah anak yang
mengalami gejala kecanduan atau kecanduan gawai, dari sejumlah kasus yang terungkap
di publik, hasil kajian, survei, dan penelitian menunjukkan fenomena kecanduan
gawai pada anak saat ini berada pada situasi mengkhawatirkan. Tak hanya menjadi
korban, anak-anak juga terlibat dalam sejumlah kasus yang masuk kategori tindak pidana.

"Anak kecanduan gadget menjadi tantangan serius. Hanya saja, tidak semua orangtua
mengetahui bahwa anaknya terindikasi kecanduan gawai," ujar Ketua Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI) Susanto, Minggu (22/7/2018), di Jakarta.

Dari sisi usia, anak yang rentan mengalami kecanduan gawai berada di rentang usia 13-18
tahun. Pada usia anak, bagian otak, yaitu dorsolateral prefivntal cortex yang berfungsi
untuk mencegah seseorang bersikap impulsif sehingga seseorang bisa merencanakan dan
mengontrol perilaku dengan baik, belum matang. "Ketika bagian ini sudah terganggu,
seseorang rentan bersikap impulsif, termasuk pada penggunaan gawai," kata Kristiana”

Gangguan kesehatan jiwa


Penggunaan Gadget pada anak dan remaja yang lebih dari 3 jam dalam sehari dapat
menyebabkan mereka rentan pada kecanduan gawai. Kecanduan gim pada gawai saat ini
mendapat perhatian dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum lama ini
mengeluarkan International Classification of Disease (ICD) edisi ke-11 yang menyebutkan
kecanduan main gim sebagai gangguan kesehatan jiwa, yang masuk sebagai gangguan
permainan atau gaming disorder.

Fenomena anak kecanduan Gadget, menurut dr Tjhin Wiguna, psikiater anak dan remaja di
Departemen Medik Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM. mulai meningkat dalam tiga tahun
terakhir.

Jumlah orangtua yang datang meminta konsultasi ke lembaga-lembaga perlindungan anak


atau membawa anaknya ke psikolog dan psikiatri juga meningkat.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi menyatakan, sejak 2013
lembaganya menangani 17 kasus anak yang kecanduan gawai. Begitu juga Komisi
Nasional Perlindungan Anak, yang sejak 2016 sudah menangani 42 kasus anak yang
kecanduan gawai.

Kecenderungan meningkatnya kasus anak kecanduan gadget tersebut terkait dengan


tingginya penetrasi internet di Indonesia. Berdasarkan Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, sebanyak 143,26 juta orang atau 54,68 persen dari
populasi Indonesia menggunakan internet Penetrasi pengguna internet terbesar di usia 13-18
tahun (75,50 persen). Gadget adalah perangkat yang paling banyak dipakai untuk
mengakses internet (44,16 persen).

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam acara Internet Aman untuk Anak di
Jakarta, 6 Februari 2018, mengungkapkan, sebanyak 93,52 persen penggunaan media sosial oleh
individu Indonesia berada di usia 9-19 tahun dan penggunaan internet oleh individu
sebanyak 65,34 persen berusia 9-19 tahun. Umumnya anak-anak menggunakan internet untuk
mengakses media sosial, termasuk Youtube dan" gim daring.

Berdasarkan Kajian Penggunaan Media Sosial oleh Anak dan Remaja yang
diterbitkan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom). Universitas Indonesia 2017, anak-anak dan
remaja tertarik mengakses media sosial karena mempertemukan kembali diri mereka
dengan teman-teman dan keluarga yang terpisah jarak, untuk berbagi pesan. Adapun
mereka mengakses gim daring untuk memenuhi hasrat mereka dalam bermain di dunia maya.

Anda mungkin juga menyukai