Anda di halaman 1dari 41

RINGKASAN DAN IKHTISAR

Buku Dr. Soetarlinah Sukadji


Jurusan Psikologi Pendidikan
Fakultas Psikologi
Univeristas Indonesia
Yang Berjudul :
KELUARGA DAN KEBERHASILAN PENDIDIKAN

Disusun Oleh :

Bella Amalia

11816378

Dosen Pembimbing:

Christiana Wulandari, M.Ikom.

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS GUNADARMA

2017
RINGKASAN:

II. PENGARUH MASYARAKAT, KARAKTERISTIK KELUARGA, ORANG


TUA DAN ANAK, TERHADAP PENDIDIKAN KELUARGA

Keluarga adalah kelompok terkecil masyarakat manusia. Keluarga itu sendiri


didukung oleh masyarakat yang lebih luas, dan kehidupannya tergantung kepada
masyarakat. Namun keluarga juga dibebani tugas oleh masyarakat. Tugas-tugas
tersebut adalah: melahirkan warga baru, memelihara kebutuhan fisik anggota
keluarga, mempersiapkan anak untuk berperan sebagai warga masyarakat, dan
melakukan kontrol sosial.
Pola kekeluarga manusia sebagian ditentukan oleh tugas khusus yang
dibebankan oleh masyarakat kepada keluarga. Keluarga adalah lembaga sosial
yang diberi tanggung jawab untuk mengubah warga yang dihasilkannya menjadi
manusia anggota masyarakat (Goode, 1983).
Pendidikan keluarga juga dipengaruhi oleh karakteristik anak yang dididik.
Keluarga cenderung memperlakukan berbeda anak perempuan dengan anak laki-
laki, anak tunggal dengan anak banyak.

A. Pengaruh Masyarakat terhadap Pendidikan Keluarga


Berbagai unsur budaya masyarakat mempengaruhi pendidikan keluarga.
Beberapa di antaranya dapat di sebutkan berikut ini :
1. Kebiasaan, Tata nilai, dan Adat Istiadat
Adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang mengatur kehidupan dan
transaksi manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok manusia atau
hubungan kelompok-kelompok manusia. Tatanan ini dibuat untuk kelancaran
dan kelangsungan hidup masyarakat. Dalam interaksi social, tanpa tatanan
yang disetujui bersama atau tatanan yang lazim. Tatanan antara masyarakat
satu dan yang lain berbeda.
Masyarakat mengalami perubahan-perubahan yang menyebabkan tata
nilai, adat-istiadat dan kebiasaan ikut terkena oleh perubahan. Kelompok-
kelompok yang kompak tidak mudah mengubah tatanan ini, tetapi dalam
kelompok-kelompok yang longgar tatanan mudah berubah, sehingga
menimbulkan banyak keraguan pada orang tua dalam mendidik anaknya,
bahkan dapat terjadi kekacauan.
2. Budaya Setempat
Hubungan orang tua-anak dipengaruhi oleh kebiasaan dalam budaya
setempat. Misalnya hubungan orang tua-anak dapat satu arah, anak tidak
diharapkan dapat berargumentasi mempertahankan pendapatnya. Sedangkan
alam budaya yang mementingkan ekspresi dua arah, anak dididik
mengutarakan pendapatnya.
3. Generasi Sebelumnya
Kebanyakan orang tua tidak pernah mengikuti kursus mendidik anak.
Karena itu, banyak orang tua sadar atau tidak sadar mewarisi prakter mendidik
anak yang dilakukan orang tua terhadap mereka sendiri. Variasi pewarisan ini
bermacam-macam bentuknya. Mereka yang menganggap pendidikan orangtua
mereka membawa hasil, cenderung meneruskan praktek-prakatek yang telah
diterimanya; mereka yang merasa pendidikan tersebut kurang menyenangkan,
cenderung menghindari cara-cara yang tidak menyenangkan tersebut. Makin
traumatis pengalaman masa kanak-kanak mereka, makin berayun ke arah cara
pendidikan yang berlawanan.
4. Media Masa
Media masa banyak pengaruhnya secara langsung maupun tidak
langsung. Artikel-artikel, surat kabar, majalah, buku-buku, acara televisi,
banyak melontarkan cara-cara mendidik anak dalam keluarga. Ini merupakan
saran langsung. Saran tidak langsung dari media masa ialah dalam bentuk
terselubung, yang memungkinkan pembaca mengambil kesimpulan sendiri.
5. Kemajuan Teknologi dan Kemudahan
Teknologi bertujuan untuk mendapatkan nilai lebih dari sumber daya yang
kita miliki. Makin tinggi teknologi berarti makin efisien penggunaan sumber
daya. Namun kemajuan teknologi mempunyai sisi negatif pula, terutama bagi
yang menyalahgunakan teknologi. Fasilitas atau kemudahan yang bersifat
rekreasi, seperti televisi, video kaset, film, rekaman, permainan-permainan
menggunakan computer, bila dimanfaatkan dengan baik akan memulihkan
kembali kesegaran pikiran.

B. Pengaruh Karakteristik Keluarga


1. Pandangan Orang tua terhadap Pendidikan Anak
Pandangan orang tua terhadap pendidikan anak selain dipengaruhi oleh
masyarakat dan budaya juga dipengaruhi oleh karakteristik orangtua itu
sendiri, seperti pengalaman-pengalaman pribadi, falsafah hidup, pekerjaan,
status social ekonomi, dan sebagainya.
Dalam keluarga yang menganggap pendidikan anak adalah prioritas
utama, maka kekayaan, keterterkaitan pada keluarga, dikorbankan demi
pendidikan anak. Dalam keluarga ada yang berpandangan bahwa biaya untuk
pendidikan anak adalah pengeluaran yang sia-sia. Makin cepat anak dapat
mempunyai penghasilan, makin baik. Dalam keluarga demikian, anak-anak
perempuan umumnya cepat dikawinkan untuk mengurangi beban keluarga.
Orang tua secara tidak langsung juga mendidik anak mengadopsi falsafah
hidupnya. Anak menangkap falsafah ini melalui kelakukan, pembicaraan,
penghargaan celaan, maupun hal-hal yang dianggap pantas oleh orangtua.
Misalnya, orangtua membicarkan suatu topik yang sama sekali tidak
menyangkut anaknya. Dari pembicaraan tersebut anak dapat merasakan
falsafah yang berlaku dalam keluarga.
2. Keluarga Extended dan Keluarga Batih
Keluarga-keluarga extend (diperluas dengan orangtua, saudara-saudara,
sanak keluarga) banyak terdapat di daerah-daerah agraris. Bentuk keluarga
semacam ini diperlukan, karena kelangkaan pelayanan umum (seperti dokter,
rumah sakit, biro-biro jasa). Pelayanan umum banyak terdapat di kota-kota
besar atau di daerah industri, tetapi langka di daerah-daerah pedesaan.
Karena pelayanan keluarga-diperluas ini tidak dapat tergantung kepada
pembayaran, tetapi berdasar hubungan keluarga, maka hubungan antar pribadi
dalam keluarga memegang hubungan penting. Dapat dimengerti bahwa
pendidikan anak diarahkan kepada afiliasi, mematuhi atau konform kepada
kehendak keluarga.
Keluarga batih (sering juga disebut keluarga inti) lebih menekankan
kemandirian anak. Sebab anak harus mempunyai bekal mengurus diri sendiri
di kemudian hari. Keluarga batih lebih cocok untuk daerah industri, yang
memberikan imbalan kerja atau imbalan transaksi berbentuk uang pribadi.
Dengan keluarga batih ini, perpindahan pekerjaan atau tempat kerja, juga lebih
memungkinkan.
3. Status Sosial Ekonomi
Keluarga dengan kedudukan sosial ekonomi tinggi cenderung mendorong
anak untuk mempertahankan status ini. Disamping itu pula, tingginya status
ekonomi memungkinkan orangtua memberikan fasilitas yang memadai bagi
pendidikan anak dan mengharapkan mereka berhasil dalam pendidikan.
Penelitian-penelitian telah menunjukan bahwa harapan (expectation) terhadap
keberhasilan, berperan penting bagi prestasi belajar anak.
Status sosial eknomi tinggi juga memberikan peluang orang tua untuk
memikirkan pendidikan anak, bukan seperti mereka yang harus memusatkan
segala usaha untuk memenuhi keperluan hidup. Orang tua dari status
menengah keatas cenderung lebih memperhatkan komunikasi anak. Tuturkata
dan etiket pergaulan menjadi salah satu kurikulum.
4. Profesi Kepala Keluarga
Cara mendidik anak cenderung terbawa cara kerja kepala keluarga dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari. Pengalaman di biro konsultasi menunjukan
bahwa kebanyakan (tidak semua) keluarga ABRI memperlakukan keluarga
nya seperti memeperlakukan anggota pasukannya. Demikian juga, ada
perbedaan perlakukan antara pegawai sipil, guru, pedagang, petani.
5. Ibu yang Bekerja
Pengaruh ibu yang bekerja ini bervariasi pula tergantung kepada apakah
ibu bekerja karena kesenangan atau karena terpaksa. Kecenderungan ibu yang
bekerja karena kesenangan, lebih merasa dapat mengaktualisasikan diri,
sehingga konsep diri lebih baik, lebih merasa terjamin karena tidak perlu
tergantung kepada suami, kesehatan lebih terpelihara, dan gairah hidup juga
lebih baik. Dengan demikian hubungan dengan keluarga juga lebih hangat.
Banyak hambatan dialami oleh keluarga yang ibunya bekerja yang
disebabkan oleh perasaan berdosa. Perasaan ini disebabkan oleh perubahan
tata nilai terhadap oekerjaan seorang wanita yang sudah berumah tangga.
6. Pendidikan Orang Tua
Menurut Margolin (1982) yang penting dari tingkat pendidikan orang tua
adalah minat orang tua untuk tetap mengikuti perkembangan informasi, dan
tidak membiarkan dirinya stagnan (tidak maju). Mereka yang memiliki
pendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri daripada
merekayangg berpendidikan rendah. Mereka cenderung lebih terbuka,
fleksibel, dan mengikuti perkembangan dinamika sosial, dan lebih cenderung
menyadari diri, yang akhirnya mempermudah hubungan orang tua-anak.
7. Kepribadian Orang Tua
Faktor lain yang berpengaruh ialah suasana umum yang ditimbulkan oleh
kepribadian orang tua. Penelitian menunjukan bahwa kepribadian orang tua
dan perasaan terhadap diri mereka sendiri dan terhadap peran mereka sangat
mempengaruhi tindakan-tindakan mengasuh anak.

B. Sikap terhadap Anak


Menurut Diana Baumrind (dikutip oleh Bigner, 1979) sikap sikap orang tua
terhadap anak dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan yaitu :
a. Sikap Autoritatif.
Kontrol terhadap anak ditujukan untuk mendapatkan kepatuhan segera
maupun jangka panjang. Kepatuhan biasanya ditegakkan dengan
berbagai jalan, sering dengan hukuman fisik atau kekerasan lain. Jarang
diusahakan adanya keterangan mengenai aturan-aturan atau larangan.
b. Sikap Permisif.
Orang tua yang bersikap begini percaya bahwa mereka harus selalu
menanggapi anak sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka untuk
otonom. Orang tua begini cenderung menggantungkan diri pada penalaran
dan manipulasi, tidak menggunakan kekuasaan secara terang-terangan.
c. Sikap Autoritatif.
Merupakan kombinasi terbaik antara keduanya. kontrol yang dipakai
menekankan perkembangan otonomi anak dalam batas yang masuk akal.
Ada cukup kebebasan dan tidak dikekang oleh orang tua.

9. Pembagian Peran Sebagai Orang Tua


Peran Istri-Ibu disebut peranan yang ekspresif. Istilah ini dihubungkan
dengan ekspresi afeksi : hangat, dan dukungan emosional terhadap anggota
keluarga. Fungsi peran ini, menurut pandangan tradisional, adalah sebagai
penengah dalam pertikaian, pelipur duka-lara, dan pembuat kehidupan lebih
nyaman bagi anggota-anggota keluarga.
Peran suami-ayah adalah peran yang fungsinya instrumental dan
kualitatif. Ini secara tradisional digambarkan sebagai tindakan yang sifatnya
managerial dan administratif: pengambil keputusan terakhir/sebagai hakim dan
pelaksana hukuman, pelaksana disiplin, dan pengontrol perilaku anak.

C. Karakteristik Anak
Karakteristik berbeda lagi ialah banyaknya anak dalam keluarga.
Keluarga dengan anak tunggal memilikii ciri lain dari keluarga dengan
beberapa anak. Orang tua anak tunggal cenderung overprotektif dan membuat
anak menjadi pusat perhatian keluarga. Anak-anak tunggal jarang mendapat
kesempatan belajar sharing (menikmati maupun menanggung penderitaan
bersama orang lain). Setelah dewasa banyak yang daladjusted. Namun pada
masa sekarang, orang tua telah banyak menyadari kekurangan ini, sehingga
berusaha menghindari kesalahan-kesalahan keluarga-keluarga anak tunggal
terdahulu. Teman sebaya, play-group atau taman kanak-kanak adalah
kesempatan yang baik untuk sharing dan menormalisasikan perlakuan
ekstrim orang tua.
III. PENDIDIKAN DISIPLIN

A. Pengertian Pendidikan Disiplin


Disiplin sebagai proses adalah bimbingan yang bertujuan menanamkan
pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasaan tertentu, atau membentuk manusia
dengan ciri-ciri tertentu, terutama yang meningkatkan kualitas mental dan
moral. Secara singkat pendidikan disiplin dapat diartikan sebagai metode
bimbingan orang tua agar anaknya mematuhi bimbingan tersebut.
Disiplin diri erat kaitannya dengan perkembangan moralitas. Dari segi
kognitifnya perkembangan moralitas dapat diurutkan sebagai berikut.
1. Tidak bermoral karena tidak tahu aturan atau tahu aturan tetapi tidak
merasa perlu mematuhi.
2. Mematuhi aturan untuk menghindari hukuman.
3. Mematuhi aturan karena mengharapkan imbalan.
4. Mematuhi aturan demi pandangan orang lain.
5. Mematuhi aturan demi aturan itu sendiri.
6. Mematuhi aturan demi prinsip tercapainya kesejahteraan
masyarakat/kehidupan bersama.
7. Mematuhi aturan demi prinsip yang telah dimiliki dalam diri sendiri.

B. Berbagai Cara Melatih Disiplin


Disiplin tidak selalu diperoleh dengan paksaan. Cara demokratik pun dapat
digunakan untuk ini. Dari kanak-kanak hingga remaja, disiplin harus semakin
mengakui kebebasan. Makin dewasa makin diberi kesempatan membuat
keputusan sendiri dan koreksi makin banyak dilakukan dalam bentuk
penalaran mengenai ketidaksetujuan.
Disiplin, seperti perlakuan lain dalam pola asuhan, juga tergantung pada
karakteristik orang tua. Menurut penelitian, para ibu dengan puas dengan peran
mereka sebagai istri dan ibu, yang relatif bebas dari perilaku bermasalah,
cenderung lebih menggunakan kasih sayang (tender loving care) dalam
mendisiplinkan anak mereka. Mereka tidak menggunakan kekerasan untuk
mengontrol perilaku anak. Mereka mendisiplin dan menghukum anak, tetapi
cara mendisiplin mereka lebih positif (lebih banyak memberi pengukuhan pada
perilaku baik daripada menghukum perilaku buruk).
Pada umumnya masyarakat masih menggunakan hukuman untuk
mendisiplinkan warganya. Jadi, orang tua dan guru pun masih berlaku
demikian. Kerugian disiplin menggunakan hukuman antara lain ialah disiplin
yang diperoleh jangka pendek, berwujud konformitas terhadap tuntutan orang
tua. Sebab dengan hukuman, orang tua hanya memberi tahu perilaku yang
tidak disetujui.

C. Beberapa Saran Melatih Disiplin


Ada patokan-patokan dasar yang memberi arah tindakan. Beberapa di
antaranya adalah sebagai berikut.
a. Kesinambungan.
Disiplin dilatihkan secara berkesinambungan, artinya disiplin tidak hanya
diberikan setelah anak masuk sekolah, tetapi disiplin dimulai sejak anak lahir.
b. Autoritatif.
Disiplin hendaknya tidak dilakukan dengan cara otoriter, tetapi juga tidak
permisif. Istilah moderatnya adalah autoritatif: fleksibel,tetapi kita perlu tegas.
Cara disiplin yang permisif yang juga disebut tanpa disiplin, cenderung
menghasilkan anak yang manja, semena-mena, cenderung agresif dan
antisosial.
c. Batas-Batas Boleh/Tidak Boleh Yang Jelas.
Kadang-kadang anak membutuhkan batas-batas yang jelas mengenai
berbagai fasilitas, kapan ia boleh bermain, di mana, dengan siapa, sehingga
tidak mengganggu oranglain dan menghindarkan dia dari kecelakaan.
Batas dan fasilitas yang diberikan oleh orang tua hendaknya memenuhi
kriteria tertentu : diperlukan, masuk akal, dengan kebaikan hati, dan secara
konsisten sesuai dengan kematangan umum si anak.
d. Konsisten dan Fleksibel.
Ada kalanya keadaan memaksa batas ini dilanggar. Dalam hal seperti ini,
orang tua perlu memberi tahu kepada anak, bahwa keadaan yang demikian
dapat dipahami dan diterima oleh orang tua. Sikap dan komunikasi orang tua
semacam ini dapat mengurangi rasa berdosa yang tidak diperlukan. orang tua
juga perlu intropeksi memahami sebab-sebab pelanggaran.
e. Beri Tahukan Semua yang Diperlukan.
Orang tua yang seharusnya mempertimbangkan kemungkinan anak
belum tahu, dan mengajarkan hal-hal yang diperlukan si anak.
f. Latihan Kebiasaan-Kebiasaan yang Baik.
Orang tua hendaknya mengarahkan anak mengembangkan pola kebiasaan
yang baik, seperti membiasakan mencuci tangan, mebiasakan membuat jadwal
belajar.
g. Gunakan Hukuman Seperlunya.
Hukuman yang mendidik adalah hukuman yang menyadarkan anak
bahwa perilaku yang baru terjadi tidak mendapatkan persetujuan, agar jangan
diulang.
h. Masing-masing Orang tua Mendisiplin Sendiri-Sendiri.
Sebaiknya disiplin tidak didelegasikan kepada orang lain. Banyak ibu
yang merasa mendisiplin anak adalah tugas bapak. Akibat yang terjelek,
persepsi terhadap ayah dan hubungan dengan ayah menjadi buruk.
i. Orang tua Menjadi Contoh.
Orang tua hendaknya tidak hanya berkhotbah, tetapi juga menjalankan
khotbahnya
j. Menanamkan Minat untuk Disiplin dan Menilai Tinggi Disiplin.
Dari tindakan dan pembicaraan-pembicaraan orang tua, anak dapat
menyimpulkan apakah orang tua menghargai atau tidak.
k. Gunakan Komunikasi yang Efektif.
Banyak masalah disiplin yang dapat diselesaikan dengan komunikasi
timbal balik, misalnya dalam hal salah pengertian, dalam perbedaan pendapat.
IV. PENGEMBANGAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI VERBAL

A. Belajar sebagai Pendengar


Kesempatan melatih mendengarkan dan memperkenalkan suara dan kata-kata
dalam kehidupan keluarga cukup banyak. Banyak orang dewasa (terutama yang
menyenangi anak) tanpa di sadari otomatis dan intuitif begitu senang berinteraksi
dengan anak: berbicara, menimang-nimang, bernyanyi dengan lembut. Ini semua
menarik pendenganran dan perhatian anak. Ibu-ibu sering berbicara selagi
memandikan anak, mengganti pakaian, memberi maka, bermain dengan anak, dan
menidurkan. Suara-suara yang tidak berarti bagi orang dewasa, tetapi enak didengar,
memberikan stimulasi pada pendengaran anak, dan melatih anak untuk memperhatikan
suara manusia.
Untuk memperluas diskriminasi bunyi, orangtua biasa memperkenalkan suara-
suara lain di samping suara manusia, seperti suara bel, telpun, jam, pintu yang ditutup,
air yang bergemerecik, dan sebagainya. Intinya ialah perlu ditanamkan bahwa suara itu
berguna untuk didengar dan untuk didiskriminasikan.
Sebaliknya, suara-suara yang bersosiasi tidak menyenangkan, seperti suara
marah-marah, suara ibu yang cerewet yang menunjukan ketidaksenangan, akan
menyebabkan anak terbiasa menutup telingan dari dalam, dan tidak mendengarkan atau
tidak berkontrasi pada apa yang dibicarakan orang lain. Kebiasaan ini akan merugikan
perkembangan komunikasi anak.
Mendengarkan dan menirukan dapat merupakan kegiatan yang menyenangkan
dengan menyajikan sajak-sajak yang mudah dimengerti anak. Dalam bahasa Inggris
ada sajak-sajak yang disebut nursery rhyme, yang lucu, enak didengar, mudah
dibayangkan dan mudah ditirukan. Contoh:
Jack and Jill
Went up the hill
To fetch a pail of water
Jack fell down and broke his crown
And Jill came tumbling after.
Dalam bahasa Jawa, ada sajak-sajak yang mudah ditirukan oleh anak-anak
kecil, seperti
E, dayohe teka
E, gelarna klasa
E, klasane bedah
E, tambalan jadah
Dan seterusnya.
Atau
Keplok ame-ame
Walang kupu-kupu
Siang makan nasi
Kalau malam minum susu.

Banyak manfaat diperoleh dari dongeng/ceritera. Dongeng dan ceritera


merupakan pembicaraan yang mengandung konteks abstrak, ialah berkenaan dengan
sesuatu yang tidak berada langsung di sekitar anak. Dongeng dan cerita juga
mengandung urutan kejadian kecuali belajar membentuk konsep abstrak dan urutan
kejadian melalui kata-kata, dongeng dan ceritera juga melatih anak menggunakan
imaginasi.

B. Belajar Berbicara
Anak cenderung menirukan bunyi-bunyi dan suara-suara yang didengarnya.
Suara suara meniru ini lucu dan menyenangkan bagi orangtua yang menyenangi anak.
Karena itu orangtua tersebut cenderung merespons secara positif usaha anak
mengekspresikan diri melalui bunyi, response ini merupakan pengukuhan, yang
selanjutnya membuat anak lebih produktif.
Orang tua biasa memulai melatih anak berbicara dengan menyebut nama-nama
benda yang ada di sekitar anak atau kata kerja yang sering dilakukan, kemudian
menanyakan kembali kepada anak dengan nada bermain-main. Bahasa ekspresif ini
biasa dimulai dengan nama benda. Kata-kata sifat baru diajarkan sesudah kata benda
dan kata kerja. Kata-kata sifat ini biasa didahulukan yang ada hubungannya dengan
kebutuhan anak, misalnya haus, lapar, panas, dingin, sakit, ngantuk, sayang, dan
sebagainya.
Menurut perkembangannya, ucapan-ucapan anak biasa mulai dari satu suku kata
(mewakili seluruh kalimat), kemudian satu kata, dan makin lama jumlah kata makin
banyak dan kalimat makin lengkap. Latihan-latihan mengucapkan kata-kata ini, sadar
atau tidak sadar sering terbantu oleh orangtua.
Pada akhirnya, didikan berbicara yang berhasil dapat membuat anak mempunyai
kepercayaan pada diri sendiri, tidak pemalu. Anak akan memiliki intonasi/suara yang
enak didengar sehingga dapat mengikat perhatian orang yang diajak berbicara.
Sebaliknya suara yang tidak enak didengar menyebabkan orang kurang memberi
perhatian pada hal-hal yang di kemukakannya, yang dapat menimbulkan ia frustasi.
Kepercayaan diri juga membuat anak berbicara dengan tegas dan jelas, sebab ia tidak
menyangsikan lagi bahwa ucapan-ucapannya akan diperhatikan dan dimengerti oleh
orang lain. Selanjutnya ia juga merasa pasti, bahwa argumentasi yang dikemukakan
dapat diterima karena ia yakin ia dapat mengemukakan dengan jelas dan cermat,
karena telah berlatih. Lagi pula ia yakin bahwa ia mampu memilih kata-kata yang
cukup persuasif untuk dapat meyakinkan orang lain.
C. Masa Tebaik Belajar Bahasa
Hubungan antara perkembangan spesialisasi hemisfer otak dengan
perkembangan bahasa. Orang dewasa dapat terus belajar bahasa meskipun otak sudah
menghentikan proses spesialisasi, tetapi proses belajar bahasanya lebih lambat
daripada anak-anak. Ungkapan ini didukung oleh kenyataan-kenyataan. Pertama,
anak-anak belajar bahasa baru dengan mudahnya, sedang orang dewasa lebih
berkesukaran. Kedua, anak-anak belajar bahasa asing dari orang asing sebelum
mereka berusia empat belas tahun, dapat menguasai bahasa asing ini tanpa aksen,
sedang bila orang dewasa yang melakukannya, ia berbicara dengan aksen bahasa yang
dimiliki. Ketiga, bila hemisfer kiri seorang anak rusak, hemisfer kanan mengambil
alih tugas. Bila kerusakan semacam ini terjadi pada orang dewasa, ia kehilangan
kemampuan berbahasa seterusnya, sebab otak kanan tidak dapat mengambil alih
peranan otak kiri.
Kesimpulan dari bahasan ini adalah: pendidikan berbahasa hendaknya dimulai
sejak dini, pada saat mereka mudah menguasainya. Makin tertunda pendidikan
berbahasa, makin sulit seseorang meperlajari bahasa.

V. MELANCARKAN PERKEMBANGAN KOGNISI

Teori perkembangan kognisi Piaget yang banyak dibahas dan diteliti oleh bekas
murid-muridnya maupun ahli-ahli yang berpendapat berbeda, telah memacu
banyaknya penelitian mengenai perkembangan kognisi anak. Dalam bahasan ini akan
dikemukakan beberapa saran mengenai melancarkan perkembangan kognisi, yang
sebagian besar berdasar hasil-hasil penelitian tersebut di atas.

A. Peranan Keingintahuan
Keingintahuan cenderung berkurang setelah anak lebih besar dan disibukkan
dengan berbagai hal. Berberapa saran memupuk keingintahuan anak adalah sebagai
berikut :
1. Memberi kesempatan anak mendapatkan pengalaman dan penginderaan hal-hal
yang baru: mainan, makanan, tekstur, bentuk, stimulasi pendengaran, orang, dan
sebagainya, dalam keadaan santai dan menyenangkan.
2. Berikan dukungan kepada anak untuk menjajaki penggunaan beberapa panca
indera. Beri kesempatan anak meraba, memijit, mencium ,mendorong, menarik,
meluncur, memanjat, melihat, mendengar, merasakan dengan semua imderanya.
Bantu memahami pengalaman ini dengan gambaran kata-kata.
3. Berikan dukungan kepada anak-anak untuk menirukan berbagai model atau
contoh: berpura menjadi guru, penyanyi dangdut, bahkan menjadi kucing
sekalipun.
4. Berikan dukungan kepada anak untuk bertanya mengenai pengalam-
pengalamannya.
5. Berikan gambaran (melalui contoh konkret dan verbal) bahwa penjajakan adalah
suatu kegiatan yang menyenangkan.
6. Jagalah agar cara hidup anak tidak kaku. Hargai perilaku anak yang bervariasi.
Bantu anak bila akibat perilakunya ini terlalu berat untuk dipikulnya sendiri,
jangan malah dicemooh. Bersikaplah positif terhadap penjajakan anak.
7. Berikan kesempatan anak untuk berpengalaman, bahwa satu masalah dapat
dipecahkan dalam berbagai cara, bukan hanya dengan satu cara (terutama yang
dipaksa orang tua).
8. Berikan dukungan bagi anak untuk dapat mengemukakan berbagai aspek
mengenai dirinya dan untuk mengemukakan berbagai perasaannya.
9. Berikan kebebasan mengekspresikan diri, bahkan kadang-kadang ekspresi yang
berlebihan. Biarkan ia sibuk sendirian untuk berfikir, mencoba, jangan terus-
menerus diracuni.
10. Anak tidak hanya membutukana penghargaan dari orang dewas sekitarnya, tetapi
juga membutuhkan teladan yang bergairah dalam mengembangkan kognisi.
Karena itu orang tua sendiri perlu hidup menggunakan kecerdasannya.

B. Bermain sebagai sarana Perkembangan

Interaksi antara perkembangan kognitif dan kualitas perilaku bermain


menunjukan bahwa ketrampilan dan kemampuan kognisi sedang digunakan.
Penjagaan lebih jauh dengan bermain ini akan lebih memelihara dan mengembangkan
kemampuan kognisi yang dimilik. Karena itu berikan kepada anak mainan atau benda-
benda yang dapat dipakai bermain secukupnya, terutama mainan yang dapat dijajagi
dalam berbagai bentuk.
C. Pengasuh sebagai Konsultan
Orang tua yang memahami adanya dua sisi keingintahuan, tidak mematikan
keingintahuan dengan melarang anak melakukan eksplorasi, tetapi menjaga agar
eksplorasi ini berjalan dalam lingkungan aman. Ada daerah-daerah yang tertutup atau
terlarang bagi eksplorasi, dan ada kata jangan untuk mencegah tindakan yang
merugikan.
Dari uraian membantu proses belajar kognitif tersebut, tampak bahwa proses
ini menuntut beberapa hal dari orang tua. (1). Adanya kesempatan dan kemauan orang
tua untuk berinteraksi dengan anak. (2). Adanya kemampuan verbal orang tua untuk
mengartiakan benda/ hal/ pengalaman anak. (3). Dimiliknya kemampuan kognisi
untuk menghubungkan, mengaplikasikan dan menginternalisasikan pengalaman.
Inilah dasar dari amplifikasi perkembangtan kognisi keluarga yang orang tuanya
memiliki kecerdasan tinggi disamping itu orang tua yang secara heriditer merupakan
bibit unggul bagi kemampuan kemampuan kognisi anak, orang tua dengan
kemampuan kognisinya juga mampu menyediakan lingkungan yang menstimulasi
anak (mereka cenderung memilki status sosial ekonomi lebih tinggi daripada orangtua
yang kemampuan kognisinya rendah), dan secara verbal mengembangkan dan
memupuk kemampuan kognisi anak.

D. Pengaruh Kemampuan Verbal terhadap Kemampuan Kognisi


Telah dibahas dibahas di muka, bahwa pengaruh interaksi anak dengan
orangtua terhadap perkembangan kognisi tergantung kualitas verbal orangtua. Model
bahasa yang dipakai orangtua dan pengukuhan orangtua terhadap kegiatan berbicara
anak merupakan faktor penentu perkembangan bahasa dan perkembangan kognisi.
Penelitian-penelitian telah menunjukan bahwa anak-anak yang lebih mendapat
kesempatan berinteraksi verbal dengan orang dewasa lebih mengembangkan
kemampuan bahasa.
VI. MEMBACA DAN PERSIAPANNYA

A. Persiapan dan Kesenangan


Dalam pendidikan, kita kenal bahwa hasil belajar tidak hanya bersifat kognitif
dan keterampilan (psikomotor), tetapi juga yang bersifat afektif. Dalam
mempersiapkan anak untuk membaca dan menulis, perlu dimulai dengan aspek
afektifnya, ialah menanamkan kesenangan dan motivasi untuk membaca dan menulis
ini.
Pentingnya tulisan dan bacaan juga dapat ditunjukkan kepada anak dengan
adanya pembicaraan atau diskusi mengenai sesuatu yang baru dibaca atau ditulis.
Misalnya, diskusi mengenai berita yang dimuat di surat kabar, diskusi mengenai
tulisan rencana keluarga atau anggota keluarga dalam menghadapi suatu kegiatan.
Bila membaca dan menulis ini ditampilkan sebagai sesutu yang penting dalam
kehidupan sehari-hari, maka anak merasa ada manfaatnya mengatasi kesukaran untuk
belajar membaca dan menulis.
Keterampilan membaca yang fungsional, ialah yang berkaitan dengan
penyelesaian tugas-tugas dalam pekerjaan dan dalam kegiatan sehari-hari, berbeda
dengan membaca untuk kesenangan (membaca majalah, surat kabar, buku roman).
Meskipun anak kecil tidak dapat membedakan hal ini, namun menanamkan pengertian
bahwa membaca itu penting sudah cukup memadai.
Keterampilan dan kesenangan membaca besar pengaruhnya bagi kemajuan
intelektual maupun akademik anak. Karena itu anak-anak keluarga-keluarga terpelajar
cenderung lebih cepat pertumbuhan intelektualnya, karena tanpa disengaja keluarga
mereka telah lebih mempersiapkan anak dalam reading-readiness. Bagi anak yang
mengalami deprepasi baca-tulis seperti anak daerah terpencil, maka sekolah perlu
mengimbangi dengan menunjukan daya tarik membaca.
B. Persiapan Membaca
Anak kecil dapat memulai diperkenalkan dengan huruf-huruf melalui kegiatan
yang dilakukan sehari-hari. Misalnya, menandai dengan huruf pertama nama benda
pada beda-benda di sekitar anak. Perkenalan pada kata dapat dilakukan dengan
memberi label yang menunjukan isi, misalnya : gula, teh, permen, roti , dan sebagainya.
Anak tidak perlu dipekenalkan huruf demi huruf yang ada dalam kata-kata ini, cukup
bila ia dapat membaca secara global.
Kekeliruan dasar pada awal pengajaran membaca adalah menuntut anak untuk
melihat huruf seperti orang dewasa yang sudah mahir membaca. Dengan kata akan
dituntut untuk menganggap huruf sebagai satu unit yang terpisah yang menggambarkan
satu suara. Bagi anak yang belum mahir membaca huruf yang simbol abstrak, sulit
baginya untuk mengartikan huruf sebagai suatu bagaian dari bunyi.
Berbicara mengenai konsep dan ide yang harus dipahami anak sebagai hasil
membaca, bahasan kita alihkan ke masalah kemampuan membaca lebih tinggi dan
penyerapan arti.
Bila anak sudah dapat membaca dengan mudah dan cepat, mereka sampai pada
taraf membaca cepat tanpa bersuara. Pada taraf ini tugas kognitif anak dalam membaca
tidak hanya memahami dan menyusun konsep perolehan dari bacaan, tetpai juga
menginterpretasikan atau mengkonstrusikan arti.
Banyak remaja dan anak muda menjadi pembaca yang kurang baik, dan juga bukan
pendengar yang baik, karena alasannya sama : mereka lebih berminat meyajikan pikian
dan idenya orang lain, mereka tidak memiliki disiplin reseptif.
Disiplin reseptif bukan bawaan, tetapi perlu diajarkan atau latihan. Buku yang
memikat dapat memyebabkan pembaca reseptif. Cara lain untuk reseptif adalah
membuat target melaporkan baacaan yang bukan bacaan relasi. Ada cara-cara lain
untuk berlatih, yang perlu di sadari adalah bahwa disiplin reseptif ini penting bagi
keberhasilan pemahaman dalam membaca.

C. Bahan Bacaan dan Memperhatikan Minat Membaca


Buku untuk anak-anak sekaran sudah banyak. Berbagai pilihan berdasar taraf
perkembangan anak sudah tersedia di toko-tojo buku. Untuk anak yang masih kecil (
di bawah dua tahun), dapat dibelikan buku yang terbuat dari kain, dan lebih baik lagi
yang gambarnya timbul. Buku demikian tidak hanya memberikan rangsangan visual
tetapi juga rangsangan taktil (rabaan). Biasanya buku buku pada permulaan hanya
berisikan gambar dan satu kata pada tiap halaman, kemudian gambar dengan satu
kalimat, dan sterusnya kalimat-kalimat makin banyak dan gambar makin menyusut.
Pada akhirna, anak tidak perlu ditarik perhatiannya dengan gambar lagi, sebab anak
menyadari bahwa hal hal yang dilukiskan dengan kata-kata lebih lengkap gambarnya,
terutama lebih lengkap dinamika ceritanya.
Memperkenalan anak dengan perpustakaan dan cara-cara meminjamkan buku
di perpustakaan juga ide yang sehat bagi orang tua yang tidak dapat membelika buku
bagi anak-anaknya. Pergi ke perpustakaan dengan anak melakukan segala seustu yang
di perlukan untuk meminjam buku, termasuk bertanya pada petugas perpustakaan,
menyebabkan anak meras nantinya mampu melakukan pinjaman buku sendiri.
Orang tua hendaknya tidak terlalu memkasa-maksa anak untuk membaca.
Namun bila dengan usaha santai tapi serius ini anak mengalami hambatan membaca,
sebab-sebab hambatan perlu ditemukan, dengan langkah-langkah remedial perlu
dilaksanakan. Ada berbagai sebab seorang anak mengalami hambatan membaca,
beberapa diantaranya adalah cacat penglihatan, cacat pendengaran, kesuliatan bahasa,
kesulitan emosional, minat tidak tergugah dan kecerdasan terlalu rendah, dyslexia
(gangguan pada sistem saraf yang menyebabkan suit membaca), dysrhytnia (kesulitan
dalam menyusun pola yang beraturan ), atau bebagai-bagai kesulitan belajar yang
berlatar belakang pada neurologik lain.

VII. MENULIS DAN PERIAPANNYA

A. Persiapan pada Masa Prasekolah


Menulis membutuhkan perkembangan lebih lanjut dari pada membaca. Sebab
kemampuan menulis tidak hanya melihat sekumpulan huruf dan mampu mengartikan
seperti membaca: tetapi menulis membutukan kemampuan membaca dan mengontrol
gerakan jari-jari, tangan dan lengan, serta kemampuan menghasilkan huruf-huruf.
Karena itu persiapan belajar menulis terpenting bagi anak sebelum masuk sekolah
adalah persiapan keterampilan visual dan motorik, termasuk finger dexterity
(keterampilan mengunakan jari-jari), persiapan sikap dan minat terhadap menulis.

B. Beberapa Saran Memmpermudah Menulis


Dalam kegiatan menulis ini, sebaiknya anak juga dilatih duduk dengan nyaman,
tidak merusak struktur tubuh. Kebiasaan menulis dengan membukuk atau teralu
mendekatkan mata ke kertas, perlu dipertanyakan sebab musababnya.

C. Dukungan Pada Masa Sekolah


Anak mulai diajar menulis di sekolah dasar. Pada dua tahun permulaan, tulisan
yang diajarkan kepada anak SD adalah tulisan dengan huruf lepas yang mirip huruf
cetak. Baru dikelas tiga, anak diajarkan menulis huruf sambung atau disebut huruf latin
(cursive letter).
Bentuk huruf, tebal tipisnya tulisan, dan proposisi tingginya huruf yang baku, yang
diajarkan di SD telah ditentukan (keputusan direktorat jendral pnidikan dasar dan
menganh, tanggal 7 juni 1983 no. 094/C/Kep/I83). Tulisan tangan dibakukan seperti
beriut ini.
1. Tinggi Huruf. Perbandingan anatar huruf pendek dengan huruf tinggi pada
huruf lepas adalah 1:2. Jadi untuk huruf lepas, spasi buku tulis untuk belajar
menulis huruf lepas ini cukup dibagi dua dengan garis tengan yang lebih tipis.
Perbandingan anatara huruf pendek dengan huruf tinggi pada huruf sambung
1:3. Jadi sepasi buku tulisa untuk belajar menulis huruf sambung harus dibagi
tiga, dengan dua garis yang membagi tiga ini lebih tipis.
2. Tebal Tipis Tulisan. Tebal tipisnya tulisan tidak dipentingkan, karena hal
tersebut akan terbentuk dengan sendirinya bila anak-anak sudah lancar menulis
dengan cara tepat. Tebal tipisnya tulisan tebentuk pada saat mengoreskan alat
tulis. Tekanan otomatik lebih lemah pada saat mengoreskan ke atas, dan lebih
kuat saat menggreskan ke bawah.
Penguasaan keterampilan menulis ini dapat meningkatkan harga diri anak, bila
anak merasakan bahwa keterampilan barunya ini telah mulai dapat dimanfaatkan.
Tulisan anak dapat dimanfaatkan untuk label beberapa barang miliknya. Latihan
menulis juga membantu keterampilan membaca, sebab menulis dan membaca adalah
resiprokal prosesnya, yang saling membantu satu sama lain.
Setelah anak menguasai keterampilan menulis, keterampilan ini perlu
dipertahankan. Anak-anak perlu diberikan motivasi (bukan dipaksa) latihan menulis
sebaiknya dan secermat mungkin.
Bentuk maupun kerapihan tulisan tangan guru dan orangtua biasanya merupakan
model yang dicontoh oleh anak-anak. Karena itu sebaiknya tulisan guru dan orangtua
sederhana (tidak terlalu artistik), tetapi mudah dibaca. Sebaiknya tulisan berbentuk
huruf sambung (kecuali huruf balok untuk nama dan kata asing yang sulit dieja), yang
betul-betul sambung, artinya ditulis tanpa mengangkat alat tulis sampai satu kata
selesai ditulis. Dengan demikian tulisan tangan perlu dikerjakan secara global, bukan
huruf demi huruf, sehingga dapat dicapai kecepaan dan kecermatan maksimal.

VIII. BERHITUNG DAN MATEMATIKA

A. Matematika dalam Kehidupan


Matematika sering disebut bahasa universal, ialah bahasa yang memungkinkan
seseoang berfikir, mencatat, mengkomuniksikan ide-ide mengenai elemen-elemen
yang berbentuk kuantitas ,di berbagai disiplin ilmu maupun penerapannya.bahasa ini
juga memudahkan dilakukannya analisa dan sintesi. Bahasa itu sendiri merupakan
simbolisasi dari bahasa verbal ini. Bila bahasa merupakan abstraksi pengalaman, maka
bahasa matematika merupakan abstraksi dari abstraksi ini.tidak mengherankan bahwa
matematika, terutama matematika tingkat tinggi, sulit dipahami oleh mereka yang
perkembangan intelektualnya belum atau tidak dapat mencapai taraf operasi abstrak.
Namun, matematika mencakup kegiatan yang luas yang mencakup pula konsep-
konsep yang dapat di konkretkan.tercakup dalam matematika adalah pelaksanaan hal-
hal berikut ini:
1. Membilang, kegiatan ini berupa menyebut urutan bilangan 1, 2, dst, untuk
memperoleh kuantitas atau banyk nya objek.
2. Konspatasi, kegiatan ini berupa melakukan penamahan, pengurangan, pembagian,
perkalian, akar, kuadrat, dansebagainya.
3. Mengukur, kegiatan mengukur adalah kegiatan menyatakan dalam uantitas
panjang, luas, volume/isi, berat,dsb.
4. Aritmatika, kegiatan ini adalah pemecahan soal soal yang bentuknya komputasi
sederhana.
5. Geometri, geometri adalah pemecahan persoalan yang menyangkut bentuk, ukuran,
saling hubungan antara titik-tikik, garis-garis, garis sudut, permukaan dan
paduannya.
6. Aljabar ini adalah semacan generalisasi aritmatika yang menggunakan symbol-
simbol, biasanya huruf-huruf dalam alfabet,untuk menggantikan angka atau
himpunan angka ,yang dalam pemecannya angka-angka maupun himpunan-
himpunan ini memiliki hubungan hubungan yang telah di tentukan.

B. Usaha Memperkenalkan Matemaika


Banyak kesempatan dapat digunakan sambil bermain-main, menghitung benda-
benda yang menjadi minat anak. Banyak pula kegiatan yang dapat ditumpangi dengan
konsep-konsep bilangan.
Konsep angka yang dalam budaya kita sering terlambat diperkenalkan adalah
konsep nol, yang banyak perannya dalam komputasi. Konsep ini dapat
menggantikan kata habis. (jangan dibiasakan menyebut nol dengan kosong,
sebab dalam matematika dan informastika nol dapat TIDAK berarti kosong atau
blank).
Konsep matematika lain dalam bentuk perbandngan juga dapat diperkenalkan
kepada anak, seperti telalu banyak, terlalu besar, terlalu kecil, lebih berat dan
sebagainya. Demikian pula konsep bentuk seperti bundar, bulat, persegi, gepeng, dan
sebagainya; dan konsep-konsep lain yang akan berguna bagi matematika yang lebih
sulit nanti.

C. Penggunaan Konsep Matematika


Hubungan benda dengan penggunaannya, dan cara-cara tertentu
mengombinasikan beberapa benda menjadi alat untuk suatu kegunaan, dapat Namun
demikian perlu di ingat agar anak tidak dijajali terlalu banyak konsep dalam suatu
singkat,memperkaya konsep himpunan penggunaan. Hal-hal semacam ini
mengajarkan logika kepada anak, membiasakan antisipasi suatu tindakan (memukirkan
akan tejadi apa sebagai akibat suatu indakan atau suatu pristiwa), membiasakan berfikir
kausal (sebab-akibat). Konsep matematika membutuhkan antisipasi terhadap hasil-
hasil yang mungkin terjadi. Makin kaya anak akan pengalaman semacam ini, semakin
baik perkembangan dasar-dasar keterampilan berfikir logika matematis asal ada orang
dewasa yang berminat menjelaskan kejadian-kejadian ini.

D. Waktu, Hari, dan Bulan


Meskipun sehari-hari anak mendengar omongan orang mengenai waktu, hari dan
buan, ia belum tentu menyadari konsep abstrak buatan manusia ini. Perkenalan dengan
konsep waktu ini perlu dilakukan secara sederhaan. Misalnya dengan menghubungkan
kegiatan-kegiatan sehari-hari yang rutin dengan jam. Kegiatan-kegiatan mingguan
orang tua dengan hari. Pentingnya konsep waktu, juga dapat diperkenalkan dengan jam
yang beralarm, misalnya untuk menandai waktu bangun, menandai waktu agar tidak
terlambat perfi keduatu tempat, dan sebagainya.
Beberapa nyanyian dapat membantu anak menghafal nama-nama hari nama-
nama bulan dalam setahun/ sedang belajar membaca jam, dapat dilakukan dengan jam
mainan yang dapat diputar oleh anak, sambil menyebut jam dan kegitan yang dilakukan
pada jam tersebut. Semua ini dilakukan dalam bentuk permainan.

E. Belajar Fungsi dan Pelaksaan Mateatika


Menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi dapat diperkenalkan dan
diterapkan dalam kegatan-kegiatan yang sederhana pula. Konsep perkalian dan
pembagian baru dapat diperkenalkan bila anak telah benar-benar matang dengan
konsep penambahan. Sebab perkalian adalah penambahan suatu himpunan yang sama
berulang-ulang. Konsep pecahan dapat dilakukan bila membagi sesuatu dengan
memotong-motong.

F. Konsep Satuan Ukuran


Satuan ukuran dapat disebutkan dalam keadaan wajar. Satuan panjang dapat diukur dan
ditunjukkan sdengan pita ukuran, penggaris, dan sebagainya. Satuan berat dapat dapat
diperkenalkan bila orang menimbang badan di rumah sakit di tempat-tempat lain
(lapangan udara, stsiun), atau menimbang takaran waktu termasuk kue.
Sedangkansatuan volume dapat diperkenalkan mulai ukuran sendok, cangkir sampai
ukuran formal seperti cc dan liter.

G. Kesimpulan
Belajar matematika perlu di dukung dengan kesenangan. Penanaman konsep-konsep
terlalu banyak membuat anak bingung dan merasa tidak mampu, justru membuat anak
menghindari matematika, bahkan menghindari angka. Konsep-konsep matematika
hendaknya diperkenalkan dalam kesempatan dan keadaan wajar sehari-hari.
IX. MENGEMBANGKAN MINAT TERHADAP ILMU PENGETAHUAN ALAM

A. Kehidupan ilmiah anak


Banyak hal mengenai fenomena ilmiah telah dilihat oleh anak-anak sebelum
mereka memasuki sekolah, bumi, langit, air, benda-benda dan fungsi badan manusia,
binatang-binatang, perbedaan suhu, mesin, maupun proses-proses yang dijumpai
dalam kehidupan seharu-hari, merupakan bagian dari fenomena yang dipelajari dalam
ilmu pengetahuan alam. Fenomena ini telah sering menggugah pertanyaan anak-anak
sebelum mereka memasuki pendidikan formal. Tentu saja, keheranan anak yang
tercetus dalam pertanyaan tersebut tergantung pada taraf perkembangan kognisi anak.
Dari teori perkembangan kognisi Piaget, kita tahu bahwa taraf operasi konkret
baru dicapai anak pada usia 7 tahun. Anak-anak di bawah usia 7 tahun masih
menggunakan cara berfikir intuitif. Mereka lebih banyak menggunakan kesan daripada
menggunakan logika dalam berbagai pertimbangan. Ciri khas tingkat intuisi dalam
berpikir adalah sebagai beirkut ini.
1. Dalam Berpikir Sebab-Akibat, hal yang mungkin terjadi adalah:
a. Generasi terlalu cepat
b. Menggunakan penyebab gaib untuk menerangkan kejadian-kejadian.
c. Menggunakan animisme sebagai penyebab, sehingga benda-benda dan alam
mempunyai jiwa seperti manusia.
d. Menganggap kebutuhan sendiri atau kebutuhan manusia sebagai penyebab.
2. Dalam berpikir kualitatif, hal yang mungkin terjadi adalah:
a. Berpikir egosentris, ialah semua berlangsung karena dia, atau karena
kebutuhannya.
b. Berpikir hanya dari satu atribut atau dari satu sifat. Artinya, bila sudah berpikir
mengenai bentuk, tidak lagi berpikir mengenai isi (kesulitan konservasi
volume).
c. Berpikir absolutisme.
3. Berpikir klasifikasi dipengaruhi oleh berpikir kualitatif. Akibat klasifikasi ini
tampak pada tugas memisah-misahkan benda berbagai bentuk dan berbagai warna.
4. Berpikir konservasi, baik konservasi cacah (kuantitas), koservasi panjang, cairan
(volume), benda padat, daerah, maupun berat, masih mengalami kesulitan. Ini juga
disebabkan penggunaan atribut tunggal dalam berpikir dan logika yang tidak
dapat dibalik (irreversable).
Konsep-konsep ilmu pengetahuan alam itu sendiri dapat disajikan pada tingkat
canggih, maupun tingkat sederhana. Kedua tingkat penyajian itu membutuhkan mutu
tindakan yang serupa. Pada tingkat sederhana tindakan anak dapat diperinci sebagai
Pengamat yang cermat dan obyektif,
Memahami fungsi dan operasi suatu hal/peristiwa (misalnya apa yang terjadi
bila ditekan, bila dipanasi, bila diletakkan di tempat tertentu, dan sebagainya),
Menemukan prediksi dari suatu kejadian,
Menceritakan hasil penemuan.

Jadi perbedaan keilmiahan yang dilakukan secara sederhana dengan yang lebih
canggih adalah : ilmu yang lebih canggih telah didasari oleh banyaknya (1) fakta-fakta
yang telah terkumpul, (2) banyaknya pengetahuan yang mendasari penjajagan, (3)
metode penjajagannya, serta (4) metode pengambilan kesimpulan. Pada kedua tingkat
keilmiahan, obyektifitas merupakan syarat yang harus dipenuhi.

B. Memanfaatkan Pengalaman Anak


Perkembangan pengetahuan mengenai alam sekitar berjalan seiring dengan
tingkat perkembangan kognisi anak. Pada tingkat kognisi tertentu, mereka memahami
peristiwa yang terjadi, dan pemahaman akan peristiwa ini meningkatkan
perkembangan kognisi mereka, terutama bila ada dukungan meninggalkan taraf
berpikir yang intuitif ke taraf yang lebih tinggi. Berbagai cara yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan kognisi anak, berlaku pula untuk mengembangkan minat anak
terhadap lingkungan alamiahnya.
1. Pengamatan yang cermat. Anak dapat dibiasakan mengamati sesuatu secara global
maupun secara terinci dengan memberikan pengarahan secara wajar. Bila
pengamatan ilmiah dilakukan dengan instrumen yang canggih, pengamatan ilmiah
anak dapat dibantu dengan alat-alat sederhana yang dimiliki keluarga. Kaca
pembesar untuk melihat bagian-bagian badan semut, atau teropong untuk melihat
burung yang jauh di atas pohon, dapat diperkenalkan sebagai alat-alat pengamatan.
2. Memanipulasi dan eksperimen. Pengalaman anak memanipulasi dan melakukan
eksperimen mudah tertanam bila ia memperoleh kesempatan mencoba melakukan
sesuatu terhadap benda-benda yang ada di sekitarnya. Bila pengamatan maupun
manipulasi telah dilakukan berulang kali, anak mulai dapat memprediksikan.
3. Pencatatan dan Pengamatan Lebih Lanjut. Membiasakan anak mengamati secara
global dan mendetail dapat pula dilakukan dengan belajar menggambar. Anak-
anak yang biasa menggambar sesuatu yang telah diamati atau sedang diamati,
cenderung memiliki cara pengamatan yang cermat. Sebab dalam menggambar
diperlukan rincian-rincian untuk kelengkapan. Tambahan pula, menuangkan
ingatan ke dalam gambar merupakan kemampuan rekonstruksi kembali detail-
detail yang ada dalam ingatan, yang merupakan kemampuan yang berharga pula.
4. Menemukan Persoalan dan Mengajukan Persoalan. Hal lain yang tidak kalah
penting dari pengamatan dan manipulasi ialah kemajuan mengajukan pertanyaan
yang relevan dan tepat. Memberi kesempatan anak mengajukan pertanyaan dan
menemukan persoalan yang perlu dipecahkan, serta menghargai pertanyaan dan
persoalan anak, merupakan salah satu kegiatan kurikuler penting dalam
mendukung Kegiatan ilmiah anak. Tanpa Iquiring mind, orang tidak melakukan
cukup eksplorasi (tidak berbeda dengan mahasiswa tahun terakhir, yang tanpa
inquiring mind mengalami kesulitan menemukan topik skripsi).
5. Menemukan Jawaban. Proses menemukan jawaban dalam kegiatan ilmiah anak,
lebih penting daripada jawaban itu sendiri. Karena itu, bila ada kemungkinan anak
menemukan jawaban sendiri, berikan jalan untuk menemukannya. Bila jaawaban
tidak mungkin ia peroleh dengan manipulasi maupun menunggu perkembangan,
maka perlu diberikan jawaban sederhana tetapi logis, sesuai dengan kemampuan
kognitif anak. Mencari jawaban sendiri lebih memerlukan waktu lama daripada
mendapat jawaban langsung. Tetapi hal ini penting sebagai latihan dalam kegiatan
ilmiah. Demikian pula, bila anak sudah dapat membaca, menemukan jawaban
melalui membaca, merupakan pendukung kegiatan ilmiahnya.

C. Verbalisasi Pengalaman
Verbalisasi hasil eksplorasi berkembang sesuai dengan perkembangan
kemampuan biacara anak. Sebaliknya, kemampuan bicara anak lebih berkembang
(terutama dalam struktur ceritera dan urutannya) dengan adanya kesemapatan
menceritakan pengamatan dan eksplorasi yang dialami.

D. Jangkauan Penelitian dan Segi Pengamanan


Makin besar anak, makin luas jangkauan penelitian dan minatnya. Karena itu
minat dan penjajagan dapat menjangkau hal-hal mulai masalah makanan, kesehatan,
anatomi, sampai alat-alat rumah tangga yang modern.

X. MENGEMBANGKAN MINAT TERHADAP ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

A. Pengetahuan Sosial dalam Kehidupan Anak


Perbedaan ilmu pengetahuan alam dengan ilmu pengetahuan sosial dalam
penjajagan anak ialah: ilmu alam mudah digeneralisasikan dari satu eksplorasi, sedang
ilmu pengetahuan sosial digeneralisasikan dengan mengingat kondisi-kondisi atau
variable-variabel lain.
Anak dapat memahami dengan baik kehidupan sosial bila mereka menyadari
aturan-aturan, konsep, ide, kenyataan, dan generalisasi tertentu, yang mewakili pola
pikiran manusia mengenai cara masyarakat dan warga-warganya harus membawakan
diri. Meskipun pergantian dasa warsa diikuti oleh perubahan tata cara kehidupan,
namun anak yang tumbuh dalam keluarga perlu memiliki ide-ide tata cara dalam
kehidupan, seperti tata cara makan, berbicara, berpakaian, berjalan, menyapa orang lain
dalam kehidupan sehari-hari, dan norma-norma lain yang dapat diamati dalam
masyarakatnya.

B. Pengetahuan Sosial pada Permulaan Sekolah


Anak-anak pada permulaan sekolah mulai dapat diperkenalkan bahwa masing-
masing anak dapat datang dari keluarga dengan latar belakang berbeda. Salah satu cara
adalah mempekenalkan studi mengenai keluarga masing-masing. Anak-anak dapat
melakukan sharing mengenai keluarga mereka: dengan siapa mereka hidup, apa yang
dilakukan pada pagi hari, atau sepulang sekolah, pada rekreasi keluarga, dan
sebagainya. Pelaksanaan dapat dilakukan sedikit demi sedikit, misalnya bergantian
berceritera mengenai kehidupan rutin dalam keluarga, kemudian ceritera mengenai
kehidupan bersaudara, mengenai pekerjaan atau hal-hal yang dikerjakan orangtua
(pekerjaan mereka maupun kesibukan mereka di rumah), dan seterusnya.

C. Menghindari Ethnosentrisisme
Ethnosentrisisme ialah pandangan bahwa pla perilaku kelompok sendiri lebih
unggul dari perilaku kelompok orang lain. Bangga pada keadaan maupun tata cara
kehidupan diri/kelompok sendiri adalah sesuatu yang wajar dan perlu dipupuk.
Mengkritik, menolak, atau menertawakan tata cara kehidupan orang/kelompok lain
merupakan pertanda adanya ethnosentrisisme. Anak perlu diberi kesadaran mengenai
hal-hal semacam ini. Hampir setiap orang merasa bahwa cara mereka dibesarkan
adalah cara yang terbaik. Dengan adanya informasi yang lebih luas, orang dapat
meninjau kembali, segi baik dan segi buruknya, namun orang perlu menghargai dan
menghormati tata cara kehidupan bermasyarakat orang lain.

D. Penerapan Hal-hal yang Dipelajari di Sekolah


Minat pada ilmu pengetahuan sosial dapat dipupuk bila di rumah bila hal-hal
yang telah dipelajari diterapkan dalam keluarga. Misalnya, pelajaran geografi dapat
dikonkretkan dengan melacak perjalanan mengunjungi keluarga, atau perjalanan ayah
ke luar kota.
Demikian juga, perkenalan pada budaya tertentu dapat diperkenalkan dapat
melalui brosur-brosur yang diperoleh dari kenangan perjalanan seseorang yang dekat
dengan anak, oleh-oleh yang berbentuk realia, ialah sesuatu yang khas yang ada pada
kebudayaan tertentu atau lingkungan tertentu. Realia ini dapat berupa benda yang
sepele, misalnya batu, kerang, sapu tangan, kalung, tali, dan sebagainya. Foto-foto,
kartu bergambar, film, dapat pula mlengkapi realita.

XI. SENI DAN KEHIDUPAN ANAK

Seni dalam kehidupan merupakan ekspresi-diri yang paling bebas dalam dari
kekangan hidup bermasyarakat dan keterbatasan kehidupan pribadi. Mulai anak masuk
dunia pendidikan formal, anak mengenali banyak batasan-batasan yang dikenakan bagi
kebebasan ekspresi
A. Menggambar
Kegiatan gambar dapat menarik perhatian anak bila aktivitas ini diperkenalkan
sebagai aktivitas yang dapat dilaksanakan oleh setiap orang. Karena menggambar
merupakan kegiatan yang didukung tidak hanya oleh proses kognitif tetapi juga
persepsual dan psikomotor, maka ketrampilan menuangkan ekpresi ini perlu latihan.
Sekarang banyak buku yang memberikan ide menyediakan bahan-ahan untuk
menggambar atau berkarya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat member kesempatan anak
menggambar cukup banyak. Manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut ini.
1. Anak belajar bahwa ia dapat menciptakan sesuatu. Dengan menggambar anak
merasa bahwa ia dapat mengadakan sesuatu yang tadinya tidak ada. Kesadaran ini
juga melatih anak bahwa suatu tindakan menimbulkan konsekuensi, bahwa ia dapat
melakukan sesuatu dalam lingkungannya, tidak hanya pasif dikenai lingkungan.
2. Bahwa gambaran yang diciptakan dapat merupakan symbol, ialah mewakili sesuatu
yang sebenarnya. Simbol merupakan abstraksi dari sesuatu yang konkret. Karena
itu dengan menggambar anak mendapat manfaat belajar melakukan abstraksi dan
transformasi abstraksi menjadi simbol.
3. Gambaran yang berbentuk simbol dapat dijadikan permainan. Symbol-simbol
dapat digunakan dalam fantasi. Misalnya, gambar akan naik kapal terbang, naik
roket, dan sebagainya. Jadi gambar dapat merupakan alat yang membantu
perkembangan imaginasi anak. Dalam kehidupan sosial, imaginasi ini penting
untuk empati (dapat merasakan perasaan, pikiran dan kebutuhan orang lain). Dalam
kehidupan intelektual dan kehidupan sehari-hari imainasi penting bagi antisipasi,
perencanan, dan sebagainya.
4. Gambaran melatih anak menggunkan pertimbangan dan membuat keputusan.
Melukis sesuatu, berarti menyusun kembali hal yang dilihat berdasarkan suatu
keputusan, bukan kegiatan mematuhi suatu aturan. Struktur ini harus disusun tanpa
standar eksternal, tetapi tergantung pada proses internal anak itu sendiri.
5. Gambaran memberikan kesempatan anak belajar menghubungkan satu benda
dengan benda lain, atau mengintegrasikan satu elemen dengan elemen lain. Satu
gambar bend dapat dihubungkan dengan benda lain untuk membentuk satu
keseluruhan. Makin lama integrasi ini makin canggih, atau makin membutuhkan
pertimbangan dalam segi keserasian, keseimbangan, warna nilai-nilai, dan
sebagainya.
6. Menggambar merupakan latihan ketrampilan mengekpresikan diri, ekpresi ini
dapat semakin komunikatif bila anak makin mahir menggambar. Ekpresi
kemarahan atau agresi dapat tertuang tanpa konsekuensi merusak lingkungan fisik.
Ekpresi persuasi dapat diumpamakan seperti karikatur.
7. Menggambar juga merupakan pengenalan dan penuangan secara konkret emosi
yang biasanya bersifat abstrak. Pada anak yang lebih besar, anak juga belajar bahwa
ide dapat dituangkan melalui gambar (bandingkan dengan blue-print yang diuat
arsitek, bagan mesin, dan sebagainya).
8. Menggambar juga memungkinkan anak memahami bahwa ada ide-ide, perasaan,
dan pelukisan, yang hanya dapat dituangkan dalam gambar. Misalnya, ide yang
demikian ruwet bila dinyatakan dalam kata-kata, dapat dituangkan dengan gambar.
9. Menggambar juga membangun kemampuan estetik anak. Keterlibatan dan
pengalaman dalam mengamati, menata dan menuangkan kembali berbagai hal yang
dipersepsikan, serta mengevaluasi bentuk, komposisi, warna dan menyebabkan
anak memiliki selera keindahan.
10. Menggambar dapat merupakan kesibukan, pengisian waktu luang atau hobi yang
konstruktif. Di manfaatkan dalam kondisi klinis, menggambar dapat juga dijadikan
terapi.

B. Kolase dan Karya Tiga Dimensi


Kegiatan menempel (membuat kolase) dan membentuk (membuat benda, patung
dan sebagainya) memerlukan lebih banyak keterampilan jari-jari dari pada
menggambar. Ide menempel ini berbeda dengan ide menggambar, lebih jarang timbul
secara wajar (sebab kegiatan ini lebih jarang digunakan oleh awam dalam kehidupan
sehari-hari). Ide menempel biasanya perlu diajarkan kepada anak. Kegiatan menempel
dapat dimulai dengan bahan tempelan yang sudah siap temple untuk ditempelkan di
latar elakang yang cukup luas. Baru kemudian menempel bentuk-bentuk yang perlu
dipotong oleh anak sendiri dan ditempel pada halaman buku gambar yang lebih sempit.
Mengenai karya tida dimensi, ketrampilan membangun ini jauh lebih rumit dari
karya-karya sebelumnya. Karya tiga dimensi dapat dibuat dari berbagai benda padat
yang ditempeli atau digambari. Misalnya kotak-kotak dapat dibuat menjadi manusia
dengan diberi mata, hidung dan mulut. Kaos kaki dapat diisi dengan potongan-
potongan kain untuk dibentuk seperti orang. Tetapi, membangun bentuk yang
tampaknya paling sederhana namun ekspresif bagi anak adalah dengan bebas tanpa
banyak campur tangan orang lain.
Proses dalam mengerjakan prakarya ini sendiri merupakan sesuatu yang sangat
penting. Perhatian juga perlu ditujukan terhadap cara kerja anak-anak. Bila waktu,
ruang, dan bahan yang dibutuhkan telah tersedia di kelas, kelas dapat berubah menjadi
tempat eksperimen dalam mengaduk, menata, dan mencoba ide
Istilah-istilah untuk mengembangkan selera penglihatan dan interpretasi yang lebih
mendalam diperkenalkan sesudah anak membuatnya, misalnya tebal-tipis, warna,
bentuk, dan keseimbangan. Jadi istilah diperkenalkan setelah ide anak telah dicobakan.
Member nama (tidak berbeda dengan memesan karya) dapat mengganggu kebebasan
kreativitas anak.
Seni mengandung ritme, ialah penngulangan sesuatu, seperti sederet pohon atau
bangunan di sana-sini, yang penempatannya memberikan ritme. Keteraturan dalam
ruang, seperti dalam music, membentuk yang menyedapkan pemandangan. Kadang-
kadang seniman menggunakan ritme yang progresif yang berupa pengulangan dengan
perubahan yang konsisten, seperti perubahan bentuk, besar, ataupun warna yang
kurang lebih berurutan. Kolase dan karya tiga dimensi juga memberikan berbagai
kesempatan latihan dan keuntungan-keuntungan yang telah disebutkan dalam
mengambar.

C. Ritme dan Musik


Sejak anak masih kecil, anak telah mendengarkan sesuatu yang ritmis. Suara-
suara dalam kandungan ibu merupakan suara desiran maupun deguban air yang
bergerak dalam ritme. Salah satu penginderaan ritmis yang pernah dialami oleh setiap
orang ialah mendengarkan detik jantungnya sendiri. Detik jantung mempunyai
pengaruh terhadap kecepatan, tenggang waktu dan dinamika gerakan seseorang.
1. Menanamkan Minat pada Musik
Memperkenalkan berbagai macam musik kepada anak dapat memperluas
cakrawala apresiasi musik mereka. Memutar rekaman musik klasik, kemudian
membicarakan mengenai suasana hati yang digambarkan atau menceritakan latar
belakang musik itu sendiri, membuat pendengaran mereka peka terhadap melodi,
keras-lembut, dinamika, ritme, cepat-lambat dan elemen-elemen lain. Demikian juga
memberikan apresiasi musik daerah, yang menggambarkan tempramen dan suasana
alam yang berbeda, yang menimbulkan ritme dan mood yang berbeda pula. Bagi orang
yang tidak tahu apresiasi musik, apalagi tidak mengenal musik, sulit untuk dapat
menikmatinya. Mendengarkan musik dapat menggairahkan, menghilangkan
ketegangan, dan memberikan suasana tentram. Musik dapat pula sebagai pengisi
waktu luang, menghindari kebosanan dan kesepian. Musik latar belakang dapat diatur
untuk mendapatkan efek tertentu.
Beberapa elemen penting yang harus diketahui oleh anak mengenai cara
mendengarkan adalah sebagai berikut.
1. Konsentrasikan hanya pada stimulus yang ada sekarang, atau yang disajikan.
2. Cari elemen-elemen tertentu seperti suara, tinggi rendah dan kualitas nada,
dinamika, perubahan dari satu melodi ke melodi lain.
3. Perhatikan persamaan thema atau ulangan thema dalam penyajian.
4. Kenali iramanya: kroncong, dangdut, waltz, mars, klenengan, dagung, dan
sebagainya.
5. Kenali pesan atau perasaan yang disajikan oleh komposernya.
6. Bayangkan suatu pemandangan yang dapat menjadi symbol music yang sedang
diperdengarkan.
7. Bayangkan orang-orangnya sedang melakukan apa dalam pemandangan tersebut
dan bayangkan latar belakangnya.
8. Pernahkah mendengar musik yang arangemennya serupa ini?
9. Kegiatan apa yang dilakukan sembari mendengarkan musik ini?
10. Ada berapa thema dalam arangemen musik?
11. Apakah ini memberikan ide bagi anda untuk mengarang musik atau lagu?
12. Perhatikan kelembutan dan kekerasan dinamikanya.
13. Apakah arangemen ini kedengaran modern? Mengapa?
14. Apakah perlu berkonsentrasi melalui pada hal yang didengarkan?
15. Apakah kualitas suaranya sudah cocok untuk mendapatkan penyajian yang
terbaik?
16. Apakah semua musik menggambarkan suasana hati composer yang mengarang
lagu-lagunya? Apakah komposernya bahagia atau sedih?
17. Kenali suasana hati anda sendiri dalam musik.
18. Mengapa mendengar dengan penuh konsentrasi membantu kita belajar dengan
efektif?
19. Bagaimanakah music dapat membentuk rasa kita dalam hal irama, kecepatan, dan
ritme? Tanda-tanda apa yang kita pakai untuk memperoleh semua ini?
20. Apakah ada aturan-aturan atau petunjuk-petunjuk tertentu yang mempengaruhi
terciptanya suatu musik?
Cara lain untuk mendengarkan musik dengan baik ialah menggunakan euritmik,
ialah sinkronisasi gerakan dengan musik atau suara. Bagi anak-anak digunakan untuk
menginterpretasikan suara yang didengar. Misalnya anak-anak bergerak atau
menarimengikut musik, dan berhenti bila musik berhenti, atau mempercepat gerak bila
music dipercepat, dan seterusnya. Cara ini bermula dari ide Emile Jacques-Dalcroze,
yang mengajak anak-anak mengikuti permainan pianonya dengan gerakan-gerakan.
2. Menanamkan Minat Terhadap Kegiatan Menyanyi
Anak-anak mulai diajar bernyanyi dengan perkenalkan lagu-lagu sederhana, yang
mudah ditiru. Mereka juga menyenangi lagu-lagu yang dapat diikuti gerakan sebagian
badan atau seluruh badan, sesuai dengan syair lagunya.
Anak-anak dengan mudah belajar menyanyi bila berulang kali mendengarnya.
Sebaliknya, bila seorang guru akan mengajarkan lagu baru, ia menceritakan terlebih
dahulu ide yang mendasari lagu itu. Suasana belajar menyanyi hendaknya
menyenangkan.
Kehidupan seseorang lebih berbahagia bila dapat menikmati musik dan lagu.
Namun musik dan lagu yang diperdengarkan terus-menerus, seperti suara-suara lain
yang idak berhenti, dapat menimbulkan kelelahan, dan tidak memberi kesempata
orang memusatkan pikiran jernih yang bebas dari rangsangan eksternal.
D. Ritme dan Gerak
Sejak manusia memiliki peradaban, ritual gerak telah menjembatani diri manusia
dengan semesta. Ritual gerak merupakan sarana mengekspresikan dan mengalihkan
ketakutan, kesedihan, kemarahan, kenikmatan, permohonan maupun penghormatan.
Ritual gerak ini dilaksanakan demi kelangsungan hidup dan demi menjadikan hidup
ini lebih bermakna. Gerak juga mengekspresikan pembebasan dari belenggu
ketidakberdayaan, merupakan simbolisasi, displacement, maupun katarsis. Ritme dan
gerakan juga dapat mengikuti pembacaan sajak sandiwara, atau pantomin.
Saran-saran untuk menciptakan pengalaman ritmis adalah sebagai berikut:
1. Sediakan tempat di kelas yang dapat diubah menjadi tempat yang baik untuk
kegiatan ini bila saat yang direncanakan tiba.
2. Pilih rekaman yang mendiring gerakan anak-anak selagi mengikuti musik.
Pilihlah berbagai musik yang menginspirasi bebagai suasana hati.
3. Pilih beberapa anak yang dapat dijadikan contoh anak-anak lain.
4. Kenali setiap usaha anak untuk menstimulasi vitalitas dan kelangsungan peran
serta dalam mengekspresikan ritme.
5. Tanyakan kepada mereka apa yang mereka pikirkan selagi melakukan gerakan
tersebut; katakan bahwa anda juga hampir mempunyai perasaan yang serupa.
6. Tunjukan kepekaan dan pengertian terhadap usaha-usaha anak.
7. Orangtua perlu diberi tahu kegunaan dari penggunaan imaginasi yang bebas ini,
dan bahwa kegiatan ini penting bagi perkembangan anak.
8. Mintalah mereka menggambarkan imaginasi mereka selagi memikirkan jatuhnya
hujan, dan semacamnya.
9. Mintalah mereka menggambarkan segelas air yang diminum.
10. Mintalah mereka berpura-pura dalam pesta, dan menunjukan kegiatan selagi
berpesta.
11. Anak-anak juga dapat diminta menggunakan ruang kolong bawah seperti pura-
pura menjadi keong yang merayap dibawah kursi.
12. Berikan kesempatan menggunakan ruang tingkat tengah, misalnya untuk
binatang-binatang yang memanjat.
13. Mintalah mereka menggunakan secara imaginatif ruang atas.
14. Berikan petunjuk-petunjuk pengamanan dalam menciptakan ide-ide imaginasi
(misalnya jangan beride menjadi superman yang terbang dari atap rumah).

XXI. MEMPERLANCAR PENDIDIKAN DI SEKOLAH

Bekal yang mereka peroleh dari keluarga yang disemai selagi prasekolah, sangat
berpengaruh terhadap kesuksesan sekolah mereka. Meskipun demikian, mereka masih
terlalu muda dalam usia, fisik, mental, dan sosial, untuk diserahkan begitu saja kepada
sekolah. Bimbingan, perlindungan dan dukungan orang tua yang efektif masih
diperlukan. Sukses di sekolah ini tidak hanya sukses akademis, tetapu juga sukses
dalam sosialisasi. Di samping itu, sukses ini banyak menentukan masa depan mereka.
A. Sekolah Taman Kanak-Kanak
Taman kanak-kanak adalah suatu taman pembibitan, bukan taman untuk dilihat,
tetapi taman untuk berkembang. Taman ini merupakan tempat yang menyenanngkan
bagi anak-anak, tempat yang produktif, tempat anak yang belum cukup umur untuk
masuk sekolah dikembangkan, dan dipupuk agar potensi yqng dimiliki nanti tumbuh
dan mekar. Potensi ini digarap dan dimanfaatkan secara konstruktif sesuai dengan
kemampuan wajarnya dan taraf perkembangannya. Pertumbuhan dan pemekaran
potensi diarahkan agar anqk siap menghadapi tugas-tugas di kelas 1 SD nanti. Jadi,
kegiatan-kegiatan diarahkan untuk mengembangakan kemampuan persepsi, kognisi,
afeksi, psikomotor maupun koordinasi visual-motorik, agar siap menghadapj
pelajaran baca-tulis-hitung. Namun kesiapan ini nanti tidak dapat dimanfaatkan bila
anak tidak memahami petunjuk-petunjuk guru dan tidak dapat berkonsentrasi dalam
melakukan tugas. Karena itu, kegiatan juga diarahkan untuk mengembangkan dan
memekarkan potensi komunikasi (memahami instruksi dan mengekspresikan diri),
atensi dan kosentrasi.
Taman Kanak-Kanak tidak bertujuan mengajar anak membaca dan menulis. Bila
anak sudah dapat membaca waktu bisa sekolah di taman kanak-kanak, tidak ada
larangan baginya untuk membaca di sekolah. Tetapi bagi mereka yang yang belum
dapat membaca, tidak didorong untuk belajar membaca, sebab tugas guru klas satu
mengajar membaca, bukan tugas guru taman kanak-kanak.
B. Saran-Saran bagi Orangtua Murid SD
Berbagai dan saran dan kesimpulan dari uraian pada bab-bab terdahulu di sajikan
sebagai saran tindakan-tindakan yang dapat dilakukan orangtua di rumah untuk
membantu anaknya seukses belajar.
1. Kondisi Prima Jiwa dan Raga
a. Usahakan agar anak tetap sehat jasmaninya. Penglihatan yang jelas,
pendengaran yang baik dan perasaan sehat (tidak kesakitan), cukup gerak dan
cukup istirahat, gizi memadai, merupakan aset penting untik belajar baik-baik.
b. Usahakan agar lingkungan cukup tenang, cukup teratur, dapat diandalkan, dan
cukup kaya dengan rangsangan untuk penjajagan dari segi lersepsi, kognisi,
afeksi dan psikomotorik.
c. Usahan agar ia mengarahkan ke hidup bahagia, dengan memiliki keterampilan
menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun dirinya sendiri (well
adjusted), dan tidak diganggu oleh kecemasan, ketakutan, konflik-konflik
d. Usahakan agar ia memiliki harga diri yang adekuat (misalnya dengan adanya
acceptance, penghargaan, adanya perasaan dicintai, dibekali dengan
kebiasaan-kebiasaan yang mengundang sikap positif lingkungan terhadap
anak), dan bukan yang berlebihan (misalnya dengan jalan meanjakan, atau
anak terlalu disanjung). Hindari tuntutan yang berlebihan. Tuntutan
berlebihan mudah membuat anak merasa gagal.
e. Usahakan agaria memiliki rasa mampu (kompeten), percaya diri, dan rasa
aman. Anak yang merasa tidak mampu akan tidak bahagia di sekolah, atau
cemas, dan tidak menyukai sekolah.
f. Usahakan agar lingkungan psikologik tenang, memberikan rasa aman, relatif
bebas dari konflik dan tekanan batin.
g. Hindari membandingkan anak satu dengan yang lain. Tiap anak memiliki
kekhasannya sendiri. Ada anak yang cepat belajarnya, ada yang lambat.
Mereka mempunyai cara sendiri-sendiri dalam menyerap pelajaran. Tunjukan
bahwa anda mencintai mereka apa adanya, bagaimanapun prestasi belajarnya.
2. Dukungan Sepenuhnya terhadap pendisikan
a. Tunjukan sejak anak masih kecil, kecintaan, penghargaan, dan kegunaan tidak
hanya pendidikan, tetapi juga sarana-sarananya (misalnya, memelihara baik-
baik buku dan alat-alat sekolahnya).
b. Tunjukan bahwa orangtua berminat pada proses dan hasil pendidikan anak:
sikap positif terhadap keberhasilan anak, dukungan entusiasme dan kesediaan
untuk membantu, memberikan prioritas tinggi bagi kegiatan maupun sarana
pendidikan.
c. Bekerja -samalah dengan sekolah. Mengirimkan anak ke sekolah tidak berarti
menyerahkan seluruh pendidikan kepada sekolah. Kerjasama dapat diujutkan
dalam berbagai kegiatan, misalnya POMG.
d. Ciptakan suasana enak untuk belajar dan mengerjakan PR. Tempat yang
nyaman, cahaya yang cukup terang, tempat meletakan benda-benda sarana
pelajaran, dan jauh dari gangguan yang dapat mengalihkan konsentrasi, dapat
memupuk kerajunan belajar dan mengerjakan PR.
e. Bantulah anak agar mempunyai kebiasaan belajar yang baik, seperti memberi
dorongan dan penghargaan untuk membuat catatan-catatan kecil, menyusun
jadwal dan menerapkannya, mengecek kembalu agar tidak perlu baru belajar
mati-matian bila menghadapi ulangan.
f. Usahan agar anak tidak sering tidak masuk sekolah (karena sakit maupun
karena alasan lain). Ketinggalan pelajaran disekolah dapat menyulitkan anak
untuk mengejarnya, dan anak makin cenderung mencari alassan untuk
membolos.
3. Kebiasaan-Kebiasaan dalam Keluarga
a. Berbicaralah dengan anak. Bicaralah secara wajar, jangan menggunakan baby
talk betapapun masih kecilnya anak anda. Namun demikian jangan cerewet,
jangan berkhotbah dan mendikte terus-menerus.
b. Dengarkanlah ceritanya. Berilah anak anda dorongan untuk bercerita
mengenai segala kegiatan sehari-hari. Berilah kesempatan untuk berinisiatif
bercerita.
c. Kebiasaan sabar memahami keterbatasan kemampuan anak. Meskipun orang
tua telah membantu anak, anak mungkin saja berulang-ulang membuat
kesalahan yang sama.
d. Kebiasaan makan bersama, dan kebiasaan menciptakan suasana
menyenangkan waktu makan. Tuntutan atau paksaan makan membuat waktu
makan waktu yang tidak menyenangkan
e. Kebiasaan menggunakan fasilitas sebagai pendukung, bukan sebagai
penghambat.
f. Kebiasaan meluangkan waktu untuk mengunjungi tempat lain, untuk rekreasi,
pergi ke museum, kebun binatang, melihat pameran, melihat kota lain,
mengunjungi keluarga.
IKHTISAR:

Anda mungkin juga menyukai