Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“PRAKTIK PENGASUHAN ANAK (PARENTING)”

Disusun Sebagai Persyaratan Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Psikologi Keluarga

DISUSUN OLEH :
NAMA: NIM:
BITRY KURNIATI 2110101018
ALGHINA DYANDRA PUTRI 2110101013
RISKI RAMADHON 2110101002

DOSEN PENGAMPU:
JERI ARIANSYAH, S.H, M.H

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang ..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................2
C. Tujuan ................................................................................................................2
PEMBAHASAN ............................................................................................................4
A. Gaya Pengasuhan Dan Interaksi Antara Orang Tua Dan Anak .....................4
B. Perilaku Dan Praktik Pengasuhan ....................................................................9
C. Pentingnya Sifat Empati Dan Simpati Dalam Keluarga ................................ 11
D. Upaya Mewujudkan Sifat Empati Dan Simpati Dalam Anggota Keluarga .. 12
PENUTUP ................................................................................................................... 14
Kesimpulan .............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 16

ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengasuh adalah kegiatan yang tidak dapat dilepaskan darikehidupan
masyarakat di seluruh dunia. Tidak hanya negara-negara dibelahan timur seperti
di Asia, tetapi juga negara-negara barat seperti di Eropa, dan juga negara-negara
di Amerika dan Afrika. Tiap negara memiliki cara mengasuh yang berbeda-beda.
Bahkan di negara kita sendiri (Indonesia, cara mengasuh ada bermacam-macam.
Antara suku Jawa dengan suku Batak cara mengasuh anak sangatlah berbeda.
Dapat disimpulkan bahwa cara mengasuh orang tua sangat dipengaruhi
kebudayaan di daerah tersebut.
Anak dibawah usia lima tahun adalah anak yang memiliki sesuatu hal
yang luar biasa pada otaknya, dan anak dengan mudah dapat merespon tiap
rangsang yang diberikan kepada mereka. Maria Montessori filsuf pendidikan
anak berpendapat jika pada kisaran usia 0-6 tahun adalah masa peka anak
(sensitive periods). Cara orang tua maupun orang-orang yang berperan dalam
pengasuhan sangatlah penting. Karena pola pengasuhan akan membentuk
karakteristik dasar anak dan akan dibawa sampai dewasa. Memberikan stimulus
atau rangsangan yang baik akan berdampak baik kedepannya dan sebaliknya,
fatal dampaknya jika kita sebagai pengasuh salah memberikan stimulus kepada
objek atau anak.
Pada tahapan ini anak juga mendapat pengaruh yang besar dari
lingkungan karena pada usia ini anak sudah memasuki jenjang pendidikan. Jadi
anak tidak akan menghabiskanwaktunya hanya dengan bermain di rumah saja.
Sekolah juga berperan dalam pengasuhan anak. Seringkali, terdapat perbedaan
yang mencolok antara model pengasuhan yang ada di keluarga (rumah) dengan
pengasuhan yang ada di lingkungan sekolah. Perbedaan inilah yang seringkali
membuat anak bingung. Terlebih jika di rumah anak mendapat pendidikan
agama yang kuat sedangkan di lingkungan sekolah yang umum, pengasuhan
tidak menekankan pada satu agama yang seperti dilakukan di rumah. Disinilah
peran orang tua yang notabene sebagai pengasuh utama di rumah dan guru atau
1
2

pendidik yang notabene adalah pengasuh utama di sekolah mengerti dan


memahami bagaimana cara pengasuhan yang tepat untuk anak.
Pengasuhan memiliki pola yang bermacam-macam tergantung sifat dan
sikap orangtua. Dari beberapa pola pengasuhan akan menghasilkan anak dengan
output yang bermacam-macam juga. Tiap agama juga memiliki pola
pengasuhannya sendiri-sendiri. Termasuk agama islam yang sangat
mengutamakan pengasuhan anak dengan alasan, anak adalah titipan dan anugrah
yang paling indah dari Allah SWT untuk setiap orang tua. Anak diajarkan
tentang ketauhid-an, habluminAllah (hubungan merekadengan Allah SWT),
habluminannas (hubungan mereka dengan orang-orang di sekitarnya), dan
habluminalam (hubungan mereka dengan alam).
Dengan tujuan utama, kelak akan terbentuk pribadi yang baik. Pada era
sekarang ini, para orang tua sedang mengalami krisis pengasuhan. Mereka
lebih banyak meluangkan waktunya untuk bekerja tanpa mementingkan anak.
Mereka beranggapan, materi yang terhitung lebih yang mereka berikan kepada
anak sudah cukup untuk memenuhi segalanya. Namun anehnya, mereka ‘latah’
dengan kegiatan-kegiatan yang berbau parenting. Para orang tua rela
mengeluarkan jutaan rupiah untuk mengikuti kegiatan semalam itu, namun
mereka tidak pernah menerapkannya dikehidupan nyata. Berdasarkan hal
tersebut, maka penulis menyusun makalah dengan judul makalah “Praktik
Pengasuhan Anak (Parenting).”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gaya pengasuhan dan interaksi antara orang tua dan anak?
2. Bagaimana perilaku dan praktik pengasuhan?
3. Apa pentingnya sifat empati dan simpati dalam keluarga?
4. Apa upaya mewujudkan sifat empati dan simpati dalam anggota keluarga?

C. Tujuan
1. Memahami gaya pengasuhan dan interaksi antara orang tua dan anak
2. Memahami perilaku dan praktik pengasuhan
3. Memahami pentingnya sifat empati dan simpati dalam keluarga
3

4. Memahami upaya mewujudkan sifat empati dan simpati dalam anggota


keluarga
PEMBAHASAN

A. Gaya Pengasuhan Dan Interaksi Antara Orang Tua Dan Anak


1. Gaya Pengasuhan
Gaya Pengasuhan atau Pola Asuh Anak (Parenting Style) adalah suatu
bentuk sikap orang tua untuk mendidik anak didalam keluarga. Sikap orang
tua tersebut meliputi pemberian aturan-aturan, hadiah, hukuman, menunjukan
otoritas orang tua, memberikan perhatian dan tanggapan terhadap anak.
Menurut Diana Blumberg Baumrind (23 Agustus 1927-13 September 2018);
seorang psikolog klinis dan perkembangan yang dikenal karena penelitiannya
tentang Gaya Pengasuhan atau Pola Asuh Anak (Parenting Style) ada 4
(empat) janis yaitu:
a. Gaya Pengasuhan Authoritative (Otoritatif)
Gaya Pengasuhan Authoritative (Otoritatif) berada di Kuadran I
yang berarti High Dmandingness dan High Responsiveness. Orang tua
yang Authoritative memiliki harapan yang tinggi untuk berprestasi dan
kedewasaan, namun demikian mereka juga hangat dan responsif. Orang
tua ini menetapkan aturan dan menegakkan batasan dengan memiliki
diskusi terbuka, memberikan bimbingan dan menggunakan penalaran.
Orang tua dengan jenis gaya pengasuhan ini memberi anak-anak
mereka alasan dan penjelasan atas tindakan mereka. Penjelasan
memungkinkan anak-anak untuk memiliki rasa kesadaran dan
mengajarkan anak-anak tentang nilai-nilai, moral, dan tujuan. Metode
disiplin mereka bersifat konfrontatif, yaitu beralasan, dapat
dinegosiasikan, berorientasi pada hasil, dan berkaitan dengan mengatur
perilaku.
Orang tua otoritatif penuh kasih sayang dan mendukung. Mereka
memberi anak-anak mereka otonomi dan dorongan kemerdekaan. Mereka
juga memungkinkan komunikasi dua arah. Pola asuh ini gaya ini juga
dikenal sebagai gaya pengasuhan demokratis. Anak-anak dari orang tua
yang berwibawa dihargai.
4
5

Berdasarkan penelitian Baumrind tentang gaya pengasuhan (pola


asuh), anak-anak dari orang tua yang otoritatif cenderung :
1. Tampil senang dan puas.
2. Lebih mandiri
3. Lebih aktif.
4. Mencapai kesuksesan akademik yang lebih tinggi.
5. Mengembangkan harga diri yang baik.
6. Berinteraksi dengan teman sebaya menggunakan keterampilan sosial
yang kompeten.
b. Gaya Pengasuhan Authoritarian (Otoriter)
Gaya Pengasuhan Authoritarian (Otoriter) berada pada posisi
Kuadran II yang berarti High Demandingness dan Low Responsiveness.
Meskipun pola asuh Authoritative dan pola asuh Authoritarian memiliki
nama yang mirip, namun demikian memiliki beberapa perbedaan yang
penting dalam hal kepercayaan, tuntutan, dan pendekatan pengasuhan.
Sementara kedua gaya orang tua menuntut standar yang tinggi, orang tua
jenis Authoritarian (Otoriter) menuntut kepatuhan yang membabi buta
menggunakan alasan seperti "karena saya berkata begitu". Mereka hanya
mengizinkan satu cara komunikasi melalui aturan dan perintah.
Orang tua Authoritarian (Otoriter) tidak responsif (peka) terhadap
anak-anak mereka kebutuhan dan umumnya tidak mengasuh. Mereka
biasanya membenarkan memperlakukan anak-anak mereka sebagai cinta
yang keras. Anak-anak yang orang tuanya memiliki pola asuh otoriter
cenderung:
1. Memiliki watak yang tidak bahagia.
2. Kurang mandiri.
3. Tampak tidak aman.
4. Memiliki harga diri yang rendah.
5. Tunjukkan lebih banyak masalah perilaku.
c. Gaya Pengasuhan Permisif (Indulgent)
6

Gaya Pengasuhan Permisif (Indulgent) berada pada posisi Kuadran


III yang dapat diartikan bahwa Low Demandingness dan High
Responsiveness. Orang tua yang permisif menetapkan sangat sedikit
aturan dan batasan dan mereka enggan menegakkan aturan. Orang tua jenis
ini hangat dan sangat memanjakan anak tetapi mereka juga tidak suka
mengatakan tidak atau tidak mau mengecewakan anak-anaknya. Hampir
tidak ada atura, anak-anak didorong untuk berpikir sendiri, menghindari
hambatan, dan tidak menghargai kesesuaian. Orang tua mengambil
pendekatan "lepas tangan", yang memungkinkan anak-anak untuk belajar
dari konsekuensi dari tindakan mereka. Perilaku buruk biasanya diabaikan.
Pengasuhan yang permisif juga dapat memaksa anak untuk
membuat terlalu banyak pilihan sebelum mereka siap. Sisi positifnya
adalah bahwa orang sangat mengasuh dan sangat peduli pada anak anak.
Namun juga memiliki kelemahan bahwa jika selalu membiarkan seorang
anak melakukan apa pun yang mereka inginkan, mereka tidak akan pernah
mengerti bahwa di dunia nyata ada konsekuensi atas tindakan mereka.
Anak-anak dari pola asuh permisif cenderung memiliki hasil yang
terburuk:
1. Tidak bisa mengikuti aturan.
2. Memiliki kontrol diri yang lebih buruk.
3. Memiliki kecenderungan egosentris.
4. Menghadapi lebih banyak masalah dalam hubungan dan sosial
interaksi.
d. Gaya Pengasuhan Neglectful Parenting (Uninvolved)
Gaya PengasuhanNeglectful Parenting (Uninvolved) berada pada
posisi Kuadran IV yang dapat diartikan bahwa Low Demandingness dan
Low Responsiveness. Orang tua yang lalai tidak menetapkan batasan yang
tegas atau tinggi standar. Mereka acuh tak acuh terhadap kebutuhan anak-
anak mereka dan tidak terlibat dalam kehidupan mereka. Orang tua yang
tidak terlibat ini mungkin memiliki masalah mental sendiri seperti depresi,
7

atau kekerasan fisik atau penelantaran anak ketika mereka adalah anak-
anak.
Orang tua ini adalah orang tua yang “tidak melakukan apa-apa dan
tidak mengatakan apa-apa”. Orang tua mengizinkan anak-anak untuk
melakukan apa pun yang mereka ingin lakukan, kapan pun mereka ingin
melakukannya, tanpa imbalan atau konsekuensi apa pun atas perilaku
mereka. Dalam kasus ekstrim, Pola asuh ini dapat berkembang menjadi
pengabaian terhadap anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua
yang lalai:
1. Lebih impulsif.
2. Tidak bisa mengatur emosi sendiri.
3. Menghadapi lebih banyak masalah kenakalan dan kecanduan.
4. Memiliki lebih banyak masalah mental mis. kecenderungan perilaku
bunuh diri pada remaja. 1
2. Interaksi Antara Orang Tua dan Anak
Kehadiran keluarga sebagai komunitas masyarakat terkecil memiliki
arti penting dan strategis dalam pembangunan komunitas masyarakat yang
lebih luas. Oleh karena itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun
di atas sistem interaksi yang kondusif. Namun dalam membangun interaksi,
sebenarnya kita belum mengetahui bentuk-bentuk interaksi dalam keluarga.
Bentuk interaksi antara ayah dan anak serta interaksi ibu dan anak menurut
Djamarah (2004: 49) adalah :
a. Interaksi antara Ayah dan Anak
Di Indonesia seorang ayah dianggap sebagai kepala keluarga yang
diharapkan mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang mantap. Sebagai
seorang pemimpin di dalam rumah tangga, maka seorang ayah harus
mengerti serta memahami kepentingan-kepentingan dari keluarga yang
dipimpinnya. Seorang ayah dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya

1
Insan, “4 Jenis Gaya Pengasuhan Atau Pola Asuh Anak (Parenting Style), Pilih Yang
Mana ?,” INSAN-Q Home, last modified 2022, https://insanq.co.id/artikel/4-jenis-gaya-pengasuhan-
atau-pola-asuh-anak-parenting-style-pilih-yang-mana/.
8

perhatian bagi anak, seorang ayah akan membantu anak dalam mengalami
kesulitan belajar. Selain itu ayah juga dapat menjadi pendengar yang baik
ketika anak menceritakan berbagai pengalaman yang didapatkan di luar
rumah.
b. Interaksi antara ibu dan anak
Hubungan antara ibu dan anak tidak hanya terjadi pasca melahirkan
saja, namun sudah berlangsung semenjak anak ada pada kandungan ibu.
Hubungan ibu dan anak bersifat fisiologis. Secara fisiologis makanan yang
dimakan oleh ibu yang sedang hamil akan memengaruhi pertumbuhan
fisik anak, sehingga ketika ibu mengandung akan menjaga kondisi salah
satu cara dengan mengkonsumsi makanan sehat. Peranan ibu pada anak-
anaknya sangatlah besar. Sejak anak dilahirkan, peranan itu terlihat nyata.
Ibu membantu anak dalam proses bersosialisasi dengan diperkenalkan
pada kehidupan kelompok yang saling ketergantungan dalam jaringan
interaksi sosial.
Pemberian rasa aman juga berkaitan dengan pola hubungan
interaksi orang tua anak, dimana anak akan mendapatkan kepuasan akibat
terpenuhinya segala kebutuhan fisik dan emosional oleh orang tuanya
terutama ibu (Izzaty, 2005: 67). Hubungan darah antara ibu dan anak
melahirkan pendidikan yang bersifat kodrati. Karenanya secara naruli,
meskipun mendidik anak merupakan suatu kewajiban, tetapi setiap ibu
merasa terpanggil untuk mendidik anaknya dengan cara mereka sendiri.
Sebab mereka lebih mengetahui kondisi fisik dan psikologis anak mereka.
Di dalam keluarga, orang tua dapat mencurahkan perhatian untuk
mendidik anaknya agar anak tersebut dapat memperoleh dasar-dasar pola
pergaulan hidup yang benar melalui penanaman disiplin sehingga
membentuk kepribadian yang baik bagi anak. Oleh karena itu, orang tua
memiliki peran untuk:
1. Selalu dekat dengan anak-anaknya.
2. Memberi pengawasan dan pengendalian yang wajar, sehingga jiwa
anak tidak merasa tertekan.
9

3. Mendorong agar anak dapat membedakan antara benar dan salah, baik
dan buruk, pantas dan tidak pantas, dan sebagainya.
Apabila terjadi sesuatu kondisi yang berlainan dengan hal di atas,
maka anak-anak akan mengalami kekecewaan. Kondisi tersebut
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
a. Orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya dan terlalu sibuk
dengan kepentingan-kepentingannya, sehingga anak merasa diabaikan,
hubungan anak dengan orang tua menjadi jauh, padahal anak sangat
membutuhkan kasih sayangnya.
b. Orang tua terlalu memaksakan kehendak dan gagasannya kepada anak
sehingga anak akan tertekan jiwanya.

B. Perilaku Dan Praktik Pengasuhan


Secara keseluruhan, sebagian besar orang tua menerapkan praktik
pengasuhan yang termasuk dalam kategori cukup baik (85%). Hal ini disebabkan
karena para orang tua tersebut berupaya untuk memberikan stimulasi yang
optimal pada anak dengan nilai rata-rata sebesar 63,6. Bentuk upaya yang
dilakukan oleh orang tua antara lain memberikan stimulasi motorik, stimulasi
kognitif, stimulasi bahasa, stimulasi sosial emosi, maupun disiplin positif pada
anak.
1. Stimulasi Motorik
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa lebih dari separuh orang tua
(59%) dan memiliki nilai rata-rata 69,7 sudah cukup optimal dalam
memberikan stimulasi motorik pada anak. Hal tersebut karena masih terdapat
orang tua yang jarang meluangkan waktunya untuk bermain bersama
misalnya menyusun kubus-kubus kecil, meronce, maupun melakukan
permainan fisik (melempar dan menangkap bola). Hal ini diakui orang tua
yang hanya menyediakan alat tulis maupun permainan edukasi lainnya namun
kurang dieksplorasikan kepada anak.
2. Stimulasi Kognitif
10

Capaian dimensi praktik pengasuhan yang belum optimal terletak


pada dimensi stimulasi kognitif dengan nilai rata-rata sebesar 52,6. Hal
tersebut dikarenakan orang tua cenderung hanya menyediakan sarana belajar
untuk anak, seperti alat tulis dan permainan edukatif, tetapi tidak
menggunakannya secara optimal untuk menstimulasi anak dari aspek
kognitifnya. Kurangnya kualitas waktu antara orang tua dengan anak dalam
hal bermain dan membacakan cerita mengindikasikan bahwa praktik
pengasuhan dimensi stimulasi kognitif masih rendah (45%).
3. Stimulasi Bahasa
Hasil kajian menunjukkan bahwa pada dimensi ini menunjukan lebih
dari separuh (59%) orang tua berusaha memberikan stimulasi yang cukup
optimal dengan nilai rata-rata 69. Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa
sebagian besar orang tua sudah melakukan stimulasi bahasa di rumah kepada
anak dengan baik yang ditandai dengan seringnya membangun komunikasi
bersama anak (misalnya bercerita) dan mendorong rasa ingin tahu anak
menggunakan kata tanya. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan
bahasa anak dengan baik.
4. Stimulasi Sosial Emosi
Dimensi ini memiliki capaian yang cukup optimal dengan nilai
ratarata 57,8. Hal tersebut dikarenakan tujuh dari sepuluh orang tua (68%)
berusaha untuk dapat mengembangkan sosial emosi anak dengan cara sering
mengajak untuk beraktivitas di luar rumah seperti mengunjungi saudara,
ataupun mengajarkan saling membantu terhadap teman yang kesusahan.
Melalui aktivitas di luar rumah mendorong anak untuk dapat bersosialisasi
dan mengamati lingkungan sekitarnya. Namun, masih terdapat orang tua yang
belum mampu memahami perasaan anak (seperti tanda kapan anak marah,
sedih, ataupun takut) serta pengendalian emosi diri orang tua ketika anak
marah.
5. Disiplin Positif
Capaian dimensi praktik pengasuhan yang sudah optimal terletak pada
dimensi disiplin positif dengan nilai rata-rata sebesar 76,6. Hal ini
11

mengindikasikan bahwa orang tua sudah baik dalam menanamkan disiplin


positif pada anak dengan cara membiasakan untuk bangun pagi, berangkat
sekolah tepat waktu, membuat kesepakatan serta konsekuensi terhadap aturan
di rumah tanpa melakukan kekerasan baik secara fisik maupun psikologis. 2

C. Pentingnya Sifat Empati Dan Simpati Dalam Keluarga


Rasa simpati adalah rasa untuk memvisualkan rasa emosional seseorang
seperti kalian melihat orang yang sedang tertimpa musibah merasakan rasa sedih
dan kasihan, sedangkan rasa empati ialah ikut serta merasakan apa yang
dirasakan orang tersebut dan membantu untuk mengurangi kesedihannya. Rasa
simpati dan empati merupakan hal yang penting untuk diterapkan, perasaan ini
menimbulkan rasa kepedulian terhadap orang sekitar kita. Sikap simpati dan
empati ini harus diterapkan karena kita telah dewasa untuk mengetahui perasaan
orang lain dari perbuatan maupun ucapan seseorang.
Individu yang menerapkan sikap simpati dan empati ini cenderung
mengurangi atau tidak akan melakukan intimidasi. Sikap ini pun akan membantu
para individu mencapai kesukesannya, sebab sikap ini membantu untuk mengerti
pemahaman atau perasaan orang lain. Rasa ini mewujudkan untuk membangun
hubungan sosial yang baik, kita lebih memahami apa yang dirasakan orang lain
serta mengurangi dari rasa egoisme dan membuat banyak disukai orang lain.
Cara menerapkan rasa simpati dan empati dalam bermasyarakat yaitu lebih
peduli, peka serta antusias dengan apa yang ada di sekitarnya. Hal tersebut akan
lebih mudah untuk membentuk rasa simpatik dan empatik tersebut.
Contoh simpatik dalam keluarga ialah membantu orang tua
membersihkan rumah merupakan salah satu bentuk simpati kita kepada orang
tua di rumah, karena tentunya kita tidak akan diam saja ketika orang tua kita
kerepotan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah seperti menyapu laintai,
menyapu halaman rumah, mencucui baju, mencuci piring, dan lain sebagainya.

2
Hilda Fauziah, Dwi Hastuti, and Lilik Noor Yuliati, “PRAKTIK PENGASUHAN,
KETERLIBATAN ORANG TUA DI SEKOLAH, KONSEP DIRI ANAK, DAN KESIAPAN
SEKOLAH,” Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen (2020).
12

Kemudian contoh empatik dalam keluarga ialah mengajak anak melakukan


pekerjaan rumah tangga, mengajarkan anak untuk meminjamkan mainan pada
teman, mengenali emosi orang di sekitarnya. Kedua sikap tersebut, harus selalu
diterapkan dan dilakukan di kehidupan keluarga, ada pun cara untuk
membangun rasa simpati dan empati yaitu terus melihat keadaan sekitar dan
mendengarkan orang lain dengan baik. 3

D. Upaya Mewujudkan Sifat Empati Dan Simpati Dalam Anggota Keluarga


1. Upaya mewujudkan sifat empati dalam anggota keluarga
Melansir dari Parenting Science, empati berarti kemampuan
merasakan emosi orang lain, memahami perspektif orang lain, mampu
menempatkan diri pada posisi orang lain, hingga ingin membantu. Ini tentulah
dibentuk melalui pembelajaran dan latihan. Empati dapat membantu anak-
anak dalam membangun hubungan yang lebih dekat, menjaga persahabatan,
mengembangkan komunitas yang kuat, dan secara umum mendorongnya
bersikap ramah sekaligus peduli pada orang lain. Dalam hal ini Upaya yang
dilakukan untuk mewujudkan sifat empati diantaranya:
a. Beri contoh langsung
b. Ajari anak mengenali berbagai perasaan dalam dirinya
c. Bicarakan tentang perasaan orang lain
d. Berikan kesempatan pada anak untuk menunjukkan empati
e. Jangan larang anak mengekspresikan emosinya 4
2. Upaya mewujudkan sifat simpati dalam anggota keluarga

3
Bebeclub, “4 Contoh Empati Anak Yang Perlu Ibu Ajarkan Setiap Hari,” Bebeclub.Co.Id,
last modified 2022, https://bebeclub.co.id/artikel/ibu-perlu-tahu/3-tahun-atas/contoh-empati-anak-
yang-perlu-diajarkan ; Bahasan Sosiologi, “7 Contoh Simpati Di Kaluarga Dalam Kehidupan
Sehari-Hari,” Dosensosiologi.Com, last modified 2023, https://dosensosiologi.com/contoh-simpati-
di-kaluarga/ ; Tria Mutiara Salma, “Pentingnya Menerapkan Rasa Simpati Dan Empati Dalam
Kehidupan Masyarakat,” Kompasiana.Com, last modified 2023,
https://www.kompasiana.com/triamutiara/63c43ebf4addee0bba363672/pentingnya-menerapkan-
rasa-simpati-dan-empati-dalam-kehidupan-masyarakat.
4
Amelia Riskita Putri, “8 Cara Menumbuhkan Empati Anak, Orang Tua Wajib Berikan
Contoh!,” Orami.Co.Id, last modified 2023, https://www.orami.co.id/magazine/empati-anak .
13

Agar bisa bersikap simpatik, kita harus bisa memahami masalah yang
dihadapi orang lain dari sudut pandang orang tersebut. Meskipun sulit, kita
tetap bisa mendukung orang terkasih dan teman-teman kita dengan belajar
mengungkapkan rasa simpati. Jangan ragu dan jangan bersikap negatif
terhadap diri sendiri agar kita bisa menumbuhkan rasa simpati yang tulus
lebih dari pada yang pernah yang dibayangkan. Cara mewujudkannya
diantaranya:
a. Biarkan orang lain menceritakan perasaannya.
b. Tunjukkan rasa simpati melalui bahasa tubuh.
c. Dengarkan dulu ia berbicara, jangan langsung memberikan tanggapan.
d. Tawarkan bantuan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.
e. Berikan dukungan rohani. 5

5
Evan Parks, “Cara Bersikap Simpatik,” Wikihow.Com, https://id.wikihow.com/Bersikap-
Simpatik .
PENUTUP

Kesimpulan
Keluarga merupakan tempat utama bagi anak menjalani proses tumbuh
kembang. Orangtua sangat berperan penting dalam mendampingi proses
perkembangan yang dijalani anak. Relasi orang tua-anak yang berkualitas berperan
penting dalam mencapai keberhasilan proses sosialisasi yang dijalankan orangtua.
Kualitas relasi orangtua-anak tersebut diketahui dari berapa hal berikut:
Pertama, kredibilitas orang tua, anak yang memandang orangtuanya sebagai
figur yang kredibel, artinya dapat dipercaya karena perkataannya sesuai dengan
tindakannya, dan memberikan keteladanan dalam berperilaku dalam kehidupan
sehari-hari, membuat anak mau mendengarkan nasihat yang disampaikan orangtua.
Kedua, keterbukaan dalam komunikasi. Suasana komunAts yang terbuka antara
orangtua dan anak juga mendukuing keberhasilan proses sosialisasi, yang
diwujudkan dengan membangun pola komunikasi timbal balik (dua arah) dalam
keluarşa. Melalui komunikasi imbal balik, terjadnya kesalahpahaman antara
oranstua dan anak yang berujung konflk dapat diminimalkan. Kalaupun teriadi
konflik, komunikasi yang berkualitas dapat memudahkan pengelolaan konflik
secara konstruktf, dan meminimalkan konflik yang destruktif.
Ketiga, berorientasi pada kebutuhan dari pada kebutuhan orang tua. Orang
tua idealnya berupaya memahami keingiñan pribadi anak dan membenikan
kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan sendiri, sehingga dikemudian
hari anak dapat menemukan jati dirinya. Kempat, kepercayaan pada anak.
Memberikan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan merupakan salah
satu wujud dan kepercavaan orang tua pada anak, yang secara tidak langsung
berperan juga menghargai anak dan mengaku keberadaannya (eksistensinya).
Keluarga juga memiliki peran utama dalam menanamkan nilai-nilai pada
anak. Melalui interaksi dengan anak, orangtua melakukan sosialisasi nilai, sikap,
dan budaya yang dipandang penting untuk dimiliki oleh anak. Keberhasilan
penanaman nilai yang dilakukan orang tua terhadap anak ini ditentukan oleh
bagaimana kualitas relasi yang terbentuk antara orang tua dan anak. Penanaman
14
15

nilai merupakan bagian penting dan pembentukan karakter. Seperti maraknya


perilāku tidak jujur di masyarakat saat ini, menunjukkan bahwa penanaman nilai
jujur yang terjadi di mesyarakat baik oleh keluarga maupun sekolah belum berhasil
mencapai harapan. Kurang berhasinva pendidikan karakter dalam keluarga dapat
ditengarai, karena metode yang digunakan kurang tepat dan kurang terbentuknya
kedekatan antara anak dengan orangtua.
DAFTAR PUSTAKA
Bebeclub. “4 Contoh Empati Anak Yang Perlu Ibu Ajarkan Setiap Hari.”
Bebeclub.Co.Id. Last modified 2022. https://bebeclub.co.id/artikel/ibu-perlu-
tahu/3-tahun-atas/contoh-empati-anak-yang-perlu-diajarkan .
Fauziah, Hilda, Dwi Hastuti, and Lilik Noor Yuliati. “PRAKTIK PENGASUHAN,
KETERLIBATAN ORANG TUA DI SEKOLAH, KONSEP DIRI ANAK,
DAN KESIAPAN SEKOLAH.” Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen (2020).
Insan. “4 Jenis Gaya Pengasuhan Atau Pola Asuh Anak (Parenting Style), Pilih
Yang Mana ?” INSAN-Q Home. Last modified 2022.
https://insanq.co.id/artikel/4-jenis-gaya-pengasuhan-atau-pola-asuh-anak-
parenting-style-pilih-yang-mana/.
Parks, Evan. “Cara Bersikap Simpatik.” Wikihow.Com.
https://id.wikihow.com/Bersikap-Simpatik .
Putri, Amelia Riskita. “8 Cara Menumbuhkan Empati Anak, Orang Tua Wajib
Berikan Contoh!” Orami.Co.Id. Last modified 2023.
https://www.orami.co.id/magazine/empati-anak .
Salma, Tria Mutiara. “Pentingnya Menerapkan Rasa Simpati Dan Empati Dalam
Kehidupan Masyarakat.” Kompasiana.Com. Last modified 2023.
https://www.kompasiana.com/triamutiara/63c43ebf4addee0bba363672/penti
ngnya-menerapkan-rasa-simpati-dan-empati-dalam-kehidupan-masyarakat.
Sosiologi, Bahasan. “7 Contoh Simpati Di Kaluarga Dalam Kehidupan Sehari-
Hari.” Dosensosiologi.Com. Last modified 2023.
https://dosensosiologi.com/contoh-simpati-di-kaluarga/ .

16

Anda mungkin juga menyukai