Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DASAR TEORI PARENTING

Dosen pengampuh:

Sita Awalunisah, S. Pd., M. Pd

Disusun Oleh:

Eva Imran A41119053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya

sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami

mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi

dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh

lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan

dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman

kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 02 Januari 2023

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari

kehidupan manusia.Pendidikan berfungsi membentuk kepribadian dan memahami

ilmu pengetahuan.Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau

buruknya pribadi manusia. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius

menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik

diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu

menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keluarga adalah pendidikan pertama dan utama.Anak lahir dalam

pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga.Orang tua tanpa ada yang

memerintah langsung memikul tugas sebagai pendidik, baik bersifat sebagai

pemelihara, sebagai pengasuh, sebagai pembimbing, sebagai pembina maupun

sebagai guru, dan pemimpin terhadap anak-anaknya.Anak menyerap norma-

norma pada anggota keluarga, baik ayah, ibu maupun kakak-kakaknya.Maka

orang tua dalam keluarga harus dan merupakan kewajiban untuk memperhatikan

anak-anaknya serta mendidiknya.

Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena

pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak.Maka di samping keluarga sebagai pusat

pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk

1
membentuk pribadi anak.Dengan sekolah anak dididik menjadi seorang ahli yang

sesuai dengan bidang dan bakat si anak.Sekolah merupakan lembaga pendidikan

kedua setelah pendidikan keluarga, sehingga berfungsi untuk melanjutkan

pendidikan keluarga dengan guru sebagai ganti orang yang harus ditaati.5 Guru

berfungsi sebagai pengganti orang tua. Maka bila guru dalam mendidik anak

benar-benar melaksanakan tuntunan agama dengan baik sehingga membentuk

kepribadian peserta didik, akan nampak makin jelaslah fungsi sekolah sebagai

alam pendidikan kedua sesudah keluarga.

Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang memiliki keterkaitan

yang kuat satu sama lain. Keterlibatan orang tua dan pendidikan anak harus

terjalin kerjasama yang baik antar kedua belah pihak.Orang tua mendidik anaknya

di rumah, dan di sekolah untuk mendidik anak diserahkan kepada pihak sekolah

atau guru sesuai dengan kesepahaman yang telah disepakati oleh kedua belah

pihak dalam memperlakukan anak.

Untuk menjawab ini banyak cara yang dapat dilakukan salah satunya

adalah dengan memahami dasar teori parenting. Parenting ini ditujukan kepada

para orang tua, pengasuh, dan anggota keluarga lain yang berperan secara

langsung dalam proses perkembangan anak. Penyelenggaraan parenting selama ini

lebih banyak dilaksanakan pada Pendidikan Anak Usia Dini, padahal interaksi

anak dengan lingkungan pendidikan berlangsung sepanjang hayat.

B. Rumusan Masalah

 Bagaimana bentuk pola asuh ?

2
C. Tujuan

 Untuk mengetahui bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Teori Parenting

Pendidikan yang paling utama berasal dari keluarga. Anak pertama kali

mendapatkan pendidikannya di lingkungan keluarga yang diajarkan secara

langsung oleh orang tua mereka sendiri. Pendidikan di keluarga mengajarkan

tentang karakter dan penanaman sikap yang baik dalam menjalanjalankan

kehidupan sehari-hari.

Menurut Jeanne Ellis Ormord (2008) dalam (Deni Hardianto, 2014) pengaruh

utama dalam perkembangan anak adalah pola asuh orang tua. Oleh karena itu,

dalam usia prasekolah dan sekolah dasar peran orang tua sangat dibutuhkan dalam

pendidikan. Menurut Gunadi (2008) dalam jurnal Ade Sadikin (2018) peran yang

dapat dilakukan oleh orang tua dalam mengembangkan karakter anak diantaranya

adalah : pertama, menciptakan suasana yang hangat dan tentram adalah kewajiban

dari orang tua. Sehingga dengan menciptakan kedua suasana tersebut, anak dapat

mudah untuk belajar di lingkungan keluarga dan tidak menghambat dalam

pertumbuhan jiwanya. Kedua, orang tua menjadi panutan yang positif bagi

anaknya. Karena awal mula anak belajar adalah dari apa yang dilihat oleh anak

bukan dari apa yang didengar oleh anak. Oleh karena itu, orang tua harus

memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Ketiga, orang tua harus mendidik

4
serta mengajarkan karakter yang baik kepada anaknya. Contohnya adalah seperti

melatih kedisiplinan di dalam lingkungan keluarga.

Parenting berasal dari bahasa Inggris dari kata parent yang memiliki arti orang

tua. Parenting atau pendidikan keorangtuaan adalah proses ketrampilan dalam

mengasuhan anak yang berlandaskan pada aturan yang agung dan mulia (Ilahi,

2013) dalam (Emi Lindasari , 2017). Program parenting adalah program

pendidikan yang diberikan kepada orang tua agar pengetahuan yang dimiliki oleh

orang tua bertambah tentang proses tumbuh kembang anak dan menyelaraskan

pendidikan anak yang diperoleh anatara di rumah dan di sekolah. Menurut Hasan

Basuni (2019) parenting adalah sebuah proses interaksi antara orang tua dan cara

orang tua dalam mengasuh anak. Karena pola pengasuhan yang dilakukan oleh

orang tua dapat berpengaruh pada pendidikan anak. Sehingga, orang tua harus

memperhatikan pola pengasuhan yang diberikan untuk anaknya baik di

lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Selain itu, pendidikan

keorangtuaan ini juga sebagai capaian yang hendaknya dikembangkan untuk

meningkatkan kualitas dalam kehidupan bermasyarakat sehingga karakter yang

terbentuk pada diri anak dapat menjadikakan anak sebagai anggota masyarakat

yang bertanggung jawab. Program ini juga sebagai bentuk kegiatan yang

dilakukan untuk menjalin hubungan yang baik antara guru, orang tua, dan siswa.

2. Bentuk Pola asuh


Pola asuh memiliki dua unsur penting, yaitu tingkat responsiveness dan

tingkat demandingness dari orangtua. Responsiveness disini adalah tingkat

kehangatan atau dukungan yang diberikan oleh orangtua kepada anak serta sejauh

5
mana orangtua menumbuhkan kemampuan regulasi diri dan kemandirian anak,

dengan disertai dukungan dan pemenuhan kebutuhan anak.

Sedangkan, demandingness adalah tingkat kontrol yang dipegang oleh

orangtua terhadap anaknya serta usaha yang dilakukan oleh orangtua agar

anaknya dapat terintegrasi dengan keluarga melalui upaya-upaya untuk

mendisiplinkan anak.

4 Jenis Gaya Pengasuhan atau Pola Asuh Anak (Parenting Style) yaitu sbb:

1) Gaya Pengasuhan Authoritative (Otoritatif)

Gaya Pengasuhan Authoritative (Otoritatif) berada di Kuadran I yang berarti

High Dmandingness dan High Responsiveness. Orang tua yang Authoritative

memiliki harapan yang tinggi untuk berprestasi dan kedewasaan, namun demikian

mereka juga hangat dan responsif. Orang tua ini menetapkan aturan dan

menegakkan batasan dengan memiliki diskusi terbuka, memberikan bimbingan

dan menggunakan penalaran.

Orang tua dengan jenis gaya pengasuhan ini memberi anak-anak mereka

alasan dan penjelasan atas tindakan mereka. Penjelasan memungkinkan anak-anak

untuk memiliki rasa kesadaran dan mengajarkan anak-anak tentang nilai-nilai,

moral, dan tujuan. Metode disiplin mereka bersifat konfrontatif, yaitu beralasan,

dapat dinegosiasikan, berorientasi pada hasil, dan berkaitan dengan mengatur

perilaku. Orang tua otoritatif penuh kasih sayang dan mendukung. Mereka

memberi anak-anak mereka otonomi dan dorongan kemerdekaan. Mereka juga

memungkinkan komunikasi dua arah. Pola asuh ini gaya ini juga dikenal sebagai

6
gaya pengasuhan demokratis. Anak-anak dari orang tua yang berwibawa dihargai.

Berdasarkan penelitian Baumrind tentang gaya pengasuhan (pola asuh), anak-anak

dari orang tua yang otoritatif cenderung :

a) Tampil senang dan puas.

b) Lebih mandiri

c) Lebih aktif.

d) Mencapai kesuksesan akademik yang lebih tinggi.

e) Mengembangkan harga diri yang baik.

f) Berinteraksi dengan teman sebaya menggunakan keterampilan sosial

yang kompeten.

g) Memiliki kesehatan mental yang lebih baik — lebih sedikit depresi,

kecemasan, percobaan bunuh diri, kenakalan, alkohol dan penggunaan

narkoba.

h) Tunjukkan kecenderungan yang tidak terlalu keras.

i) Terpasang dengan aman.Gaya Pengasuhan Authoritarian (Otoriter)

2) Gaya Pengasuhan Authoritarian (Otoriter)

Berada pada posisi Kuadranyang berarti High Demandingness dan Low

Responsiveness. Meskipun pola asuh Authoritative dan pola asuh Authoritarian

memiliki nama yang mirip, namun demikian memiliki beberapa perbedaan yang

penting dalam hal kepercayaan, tuntutan, dan pendekatan pengasuhan. Sementara

kedua gaya orang tua menuntut standar yang tinggi, orang tua jenis Authoritarian

(Otoriter) menuntut kepatuhan yang membabi buta menggunakan alasan seperti

7
"karena saya berkata begitu". Mereka hanya mengizinkan satu cara komunikasi

melalui aturan dan perintah. Orang tua ini menggunakan disiplin yang keras dan

sering kali menggunakan cara yang keras hukuman, seperti hukuman fisik,

sebagai cara untuk mengontrol perilaku anak-anak. Metode disiplin mereka

bersifat memaksa, yaitu sewenang-wenang, ditaati, mendominasi, dan peduli

dengan menandai perbedaan status. Orang tua Authoritarian (Otoriter) tidak

responsif (peka) terhadap anak-anak mereka kebutuhan dan umumnya tidak

mengasuh. Mereka biasanya membenarkan memperlakukan anak-anak mereka

sebagai cinta yang keras.

Anak-anak yang orang tuanya memiliki pola asuh otoriter cenderung:

a) Memiliki watak yang tidak bahagia.

b) Kurang mandiri

c) Tampak tidak aman.

d) Memiliki harga diri yang rendah.

e) Tunjukkan lebih banyak masalah perilaku.

f) Berkinerja buruk secara akademis.

g) Memiliki keterampilan sosial yang lebih buruk.

h) Lebih rentan terhadap masalah mental.

i) Lebih mungkin untuk memiliki masalah penggunaan narkoba.

j) Memiliki keterampilan koping yang lebih buruk.

3) Gaya Pengasuhan Permisif (Indulgent)

8
Gaya Pengasuhan Permisif (Indulgent) berada pada posisi Kuadran III yang

dapat diartikan bahwa Low Demandingness dan High Responsiveness.Orang tua

yang permisif menetapkan sangat sedikit aturan dan batasan dan mereka enggan

menegakkan aturan. Orang tua jenis ini hangat dan sangat memanjakan anak

tetapi mereka juga tidak suka mengatakan tidak atau tidak mau mengecewakan

anak-anaknya. Hampir tidak ada atura, anak-anak didorong untuk berpikir sendiri,

menghindari hambatan, dan tidak menghargai kesesuaian. Orang tua mengambil

pendekatan "lepas tangan", yang memungkinkan anak-anak untuk belajar dari

konsekuensi dari tindakan mereka. Perilaku buruk biasanya diabaikan.

Pengasuhan yang permisif juga dapat memaksa anak untuk membuat terlalu

banyak pilihan sebelum mereka siap. Sisi positifnya adalah bahwa orang sangat

mengasuh dan sangat peduli pada anak anak. Namun juga memiliki kelemahan

bahwa jika selalu membiarkan seorang anak melakukan apa pun yang mereka

inginkan, mereka tidak akan pernah mengerti bahwa di dunia nyata ada

konsekuensi atas tindakan mereka.

Anak-anak dari pola asuh permisif cenderung memiliki yang terburuk hasil:

a) Tidak bisa mengikuti aturan.

b) Memiliki kontrol diri yang lebih buruk.

c) Memiliki kecenderungan egosentris.

d) Menghadapi lebih banyak masalah dalam hubungan dan sosial interaksi.

4) Gaya Pengasuhan Neglectful Parenting (Uninvolved)

9
Gaya PengasuhanNeglectful Parenting (Uninvolved) berada pada posisi

Kuadran IV yang dapat diartikan bahwa Low Demandingness dan Low

Responsiveness. Orang tua yang lalai tidak menetapkan batasan yang tegas atau

tinggi standar. Mereka acuh tak acuh terhadap kebutuhan anak-anak mereka dan

tidak terlibat dalam kehidupan mereka. Orang tua yang tidak terlibat ini mungkin

memiliki masalah mental sendiri seperti depresi, atau kekerasan fisik atau

penelantaran anak ketika mereka adalah anak-anak. Orang tua ini adalah orang tua

yang “tidak melakukan apa-apa dan tidak mengatakan apa-apa”. Orang tua

mengizinkan anak-anak untuk melakukan apa pun yang mereka ingin lakukan,

kapan pun mereka ingin melakukannya, tanpa imbalan atau konsekuensi apa pun

atas perilaku mereka. Dalam kasus ekstrim, Pola asuh ini dapat berkembang

menjadi pengabaian terhadap anak.

Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang lalai:

a) Lebih impulsif.

b) Tidak bisa mengatur emosi sendiri.

c) Menghadapi lebih banyak masalah kenakalan dan kecanduan.

d) Memiliki lebih banyak masalah mental — mis. kecenderungan perilaku

bunuh diri pada remaja.

3. Perbedaan Pola Asuh

Seiring perubahan zaman, berbagai hal pun mengalami perubahan, termasuk

pola asuh anak. Generasi orangtua kita mungkin heran melihat „kehebohan‟

10
generasi kita mengasuh anak. Mulai dari heran karena kita ngotot soal pemberian

ASI eksklusif (“Kenapa nggak dikasih susu formula? Nanti kurus lho bayimu,

waktu kamu bayi juga minum formula nggak apa-apa,” begitu komentar generasi

sang nenek), sampai heran soal „kasak-kusuk‟ kita memilih preschool bagi anak

(“Anak masih sekecil gitu kok sudah masuk sekolah? Kamu dulu kan langsung

masuk TK yang dekat rumah”).

Menurut psikolog anak, Dinasti Widarsari, mengenai perbedaan pola asuh

beda generasi, inti sesungguhnya adalah bagaimana kedua belah pihak

mengombinasikan pola asuh yang ada. Karena jika kedua perbedaan itu

diterapkan dengan baik, akan memberikan dampak positif pada perkembangan

anak. “Jadi awalnya memang harus disepakati antara orang tua dan kakek nenek,

value apa yang harus diterapkan. Sehingga dengan cara masing-masing mereka

memegang value yang sama. Yang satu metodenya old fashioned, sementara yang

lain sudah up to date dengan kondisi sekarang. Itu enggak masalah selama mereka

memegang value yang sama. Sehingga biasanya tidak akan menimbulkan

kebingungan atau dampak psikologis. Malah akan bisa memberi dampak positif,

yaitu anak belajar menerima keragaman pendekatan,” jelasnya.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa program

parenting merupakan pendidikan yang diberikan untuk orang tua agar dapat

mendidik serta merawat anak agar kelak akan bertumbuh dan berkembang secara

optimal dan menjadi anak yang berkualitas baik. Dalam hal ini, orang tua dapat

memberikan bantuan sekaligus dukungan kepada anak secara langsung. Tidak

hanya itu, anak-anak juga dapat berdiskusi dengan orang tua mengenai

permasalahan yang sedang mereka hadapi.

B. Saran

Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan untuk itu, kritik dan saran

sangat diperlukan demi kesempurnaan penulisan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kajian teori parenting

https://eprints.umm.ac.id/76916/3/BAB%20II.pdf

http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=2501397&val=23895

&title=Manajemen%20Program%20Parenting%20di%20Sekolah%20Dasar%20Is

lam%20Terpadu%20Nurul%20Fikri%20Sidoarjo

https://insanq.co.id/artikel/4-jenis-gaya-pengasuhan-atau-pola-asuh-anak-

parenting-style-pilih-yang-

mana/#:~:text=4%204%20Jenis%20Gaya%20Pengasuhan,.%20Gaya%20Pengasu

han%20Permisif%20(Indulgent)

https://www.parenting.co.id/dunia-mama/perbedaan-pola-asuh-anak

13

Anda mungkin juga menyukai