Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PSKIOLOGI

PESERTA DIDIK
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan

Dosen Pengampu: Arini Alhaq M.Pd

Disusun oleh:

ULVA ALIMNNI (2311050104)

KELAS: 1-D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS


TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN
INTAN LAMPUNG TAHUN 202
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat, hidayah dan Inayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini berjalan lancar
dan terselesaikan dengan bantuan pihak dengan baik. Makalah ini disusun untuk
melengkapi tugas kelompok sebagai syarat untukmelakukan presentasi mata
kuliah Pengantar Studi Psikologi Pendidikan.

Makalah ini merupakan makalah yang kami buat tentang bahasan


“Pengaruh lingkungan terhadap psikologi anak didik”. Sebagaimana makalah
ini bermaksud untuk menyumbangkan sebagian pengetahuan yang telah kami
dapat dari berbagai sumber pihak tentunya.

Ucapan terima kasih ini penulis tunjukkan kepada :

1. Ibu Arini Alhaq, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi
Pendidikan yang telah membimbing.

2. Kedua orang tua yang selalu mendoakan, mencurahkan kasih sayangnya


dengan tulus, serta memberikan dukungan dalam bentuk moril dan materil.

3. Adik dan kakak yang selalu memberi semangat dan dorongan.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat memberi
sumbangsi yang positif bagi kita semua. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, dan kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini.

Bandar Lampung, 7 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari orang sering mengartikan lingkungan secara
sempit, menurut mereka seolah-olah lingkungan hanyalah meliputi segala sesuatu
yang ada disekitarnya/ disekitar manusia. Padahal arti lingkunan sebenarnya
adalah segala materil dan stimuli di dan diluar individu baik yang bersifat
fisiologis, psikologis maupun sosial cultural, ( Wasty S. 1983 : 84 ). Dengan
demikian lingkungan dapat diartikan secara fisiologis, secara psikologis, dan
secara sosio cultural.

Secara fisiologis lingkungan meliputi segala kondisi materil jasmaniah


dalam tubuh seperti gizi, vitamin air, suhu, sistem syaraf, peredaran darah,
pernafasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indokrin, sel-sel pertumbuhan,
dan kesehatan jasmani. Secara psikologis lingkungan mencakup segala stimulasi
yang diterima individu mulai sejak dalam konsesi, kelahiran sampai matinya.
Stimulasi ini misalnya berupa selera, perasaan, kebutuhan, minat, tujuan-tujuan,
kemauan, emosi dan kapasitas sosial. Secara sosial cultural, lingkungan mencakup
segenap stimulasi, interaksi dan kondisi ekstrenal dalam hubungannya dengan
perlakuan ataupun karyaa orang lain. Pola hidup keluarga, pergaulan, kelompok,
pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan pengajaran, bimbingan dan
penyuluhan adalah termasuk sebagai lingkungan ini.

Lingkungan sangat penting pada pembentukan anak di tahun-tahun awal


kehidupan mereka. Pengaruh dari eksternal ini dapat memberikan dampak yang
besar bagi pertumbuhannya hingga besar. Lingkungan ini termasuk tempat dirinya
menghabiskan banyak waktu, seperti rumah, sekolah, tempat penitipan anak,
lingkungan sekitar, dan lainnya. Lingkungan tersebut sangat berpengaruh terhadap
tumbuh kembang psikososial anak. Seperti Perkembangan kognitif dan moral dari
ketiga anak tersebut memiliki kemampuan yang di bawah standar.

Dari berbagai macam karakter setiap kelompok masyarakat pasti ada yang
baik dan tidak baik. Karena seorang anak belum atau bahkan tidak bisa
membedakan mana karakter baik dan tidak baik, peran kita sebagai orang tua
maupun orang yang lebih dewasa harus mampu mengarahkan dan mendidik
seorang anak bisa membedakan karakter baik dan tidak. Proses perkembangan
seorang anak, lingkungan merupakan faktor berperan setelah pembawaan. Tanpa
dukungan faktor lingkungan, proses perkembangan mewujudkan dan
membentuk karakter dan pembawaan menjadi suatu kemampuan tidak akan
terjadi. Pengaruh lingkungan bersifat positif, tetapi dapat bersifat negatif. Jika
seorang anak berada di lingkungan baik, perkembangan dan pembentukan
karakternya menjadi baik, begitu pun. Di sinilah peran kita sebagai orang tua
sangat penting dan diperlukan sekali oleh seorang anak dalam perkembangan dan
pembentukan karakternya.

Adanya banyak masalah yang terjadi dalam lingkungan dan memberi


pengaruh besar bagi pertumbuhan anak terutama dalam bidang pendidikannya.
Mulai dari pergaulan, interaksi dengan teman maupun cara anak meniru tingkah
laku masyrakat maupun orang tua disekitarnya menjadi hal yang harus
diperhatikan, dampak dan pengaruh yang sudah seharusnya menjadi perhatian
orang tua maupun tenaga pendidik.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana lingkungan sekolah, keluarga, sosial, dan pertemanan
mempengaruhi perkembangan kognitif anak didik?
2. Bagaimana pola asuh orang tua dapat mempengaruhi tingkat stres atau
kecemasan pada anak didik?
3. Apa dampak interaksi lingkungan sosial di lingkungan sekitar terhadap
pembentukan keperibadian anak didik?
4. Bagaimana lingkungan mendukung dan kurang mendukung dapat
mempengaruhi tingkat motivasi belajar anak?
5. Apa paparan anak didik terhadap lingkungan digital berpengaruh pada
aspek psikologinya?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui lingkungan sekolah, keluarga, sosial, dan pertemanan
mempengaruhi perkembangan kognitif anak didik
2. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh orang tua dapat mempengaruhi
tingkat stres atau kecemasan pada anak didik
3. Untuk mengetahui dampak interaksi lingkungan sosial di lingkungan
sekitar terhadap pembentukan keperibadian anak didik
4. Untuk mengetahui bagaimana lingkungan mendukung dan kurang
mendukung dapat mempengaruhi tingkat motivasi belajar ana
5. Untuk mengetahui paparan anak didik terhadap lingkungan digital
berpengaruh pada aspek psikologinya

1.4. Manfaat
Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca
terkait pengaruh lingkungan terhadap psikologi anak didik serta implemntasi
dalam kehidupan sehari-hari dalam memahami dampak baik maupun buruk
lingkungan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Bagaimana lingkunga keluarga, sekolah, sosial, dan pertemanan


mempengaruhi perkembangan kognitif anak didik
 Lingkungan keluarga

Dari sebuah penelitian didapatkan fakta bahwa yang paling utama dalam
mempengaruhi perkembangan sosial personal anak adalah keluarga. Ketika orang
tua memberikan kebebasan kepada anak untuk banyak bergaul dengan teman
sebayanya maka mereka akan lebih terbuka untuk menerima dunia luar, lebih
mandiri, dan mempunyai perkembangan sosial yang lebih baik. sebaliknya jika
orang tua selalu melarang anak dalam melakukan dan mengikuti suatu kegiatan
maka akan menyebabkan anak selalu tergantung dengan keptusan orang tua dan
akan berpengaruh pada perkembangan psikososal anak kearah yang negatif yaitu
makin meningkatnya rasa bersalah yang dialami oleh anak.

Pendidikan anak yang baik dan yang sempurna antara rumah, sekolah
dan di lingkungan masyarakat akan berhasil apabila setiap anak akan
mendapatkan pelayanan pendidikan yang berkesinambungan dengan nilai
pendidikan karakter yang berkepribadian baik dari setiap keluarga/orang
tua, guru dan contoh di masyarakat. Ini merupakan suatu proses yang dapat
membantu anak-anak untuk mengenal diri mereka sendiri dari komunitas di
mana mereka berada. Hal ini memampukan anak untuk dapat membuat
keputusan yang bebas tetapi bertanggung jawab dalam kehidupan pribadinya
yang lebih matang dan tumbuh dewasa yang siap dengan kehidupan di luar
keluarganya. Usia anak-anak adalah masa peka untuk menerima berbagai
macam rangsangan dari lingkungan guna menunjang perkembangan jasmani
dan rohani yang ikut menentukan keberhasilan anak didik mengikuti
pendidikannya di kemudian hari.

Menurut Soemiarti Padmonodewo, kualitas masa awal anak (early


chilhood),termasuk masa pra sekolah, merupakan cermin kualitas bangsa di
masa yang akan datang. Tentunya hal ini membutuhkan bimbingan, arahan
dan perhatian khusus dari guru dan orangtua kepada anak agar mereka dapat
berkembang secara optimal sejak dini. Pendidikan anak berkaitan dengan
pendidikan partisipatif, yakni pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga
secara utuh, sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sistemik, terbuka
dan multi makna. Paradigma baru pendidikan dalam keluarga lebih
merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan berdasarkan prinsip
memberi keteladanan, dan dorongan berdasarkan prinsip otonomi,
transparansi, tanggung jawab dan akuntabilitas.
Keluarga bagi seorang anak merupakan lembaga pendidikan non
formal pertama, di mana mereka hidup, berkembang dan matang. Di dalam
sebuah keluarga, seorang anak pertama kali diajarkan pada pendidikan. Dari
pendidikan dalam keluarga tersebut anak mendapatkan pengalaman,
kebiasaan, ketrampilan berbagai sikap dan bermacam-macam ilmu pengetahuan.
Menurut Effendi (1995) keluarga memiliki peranan utama didalam mengasuh
anak, di segala norma dan etika yan berlaku didalam lingkungan masyarakat,
dan budayanya dapat diteruskan dari orang tua kepada anaknya dari
generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Keluarga memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia.

Pendidikan moral dalam keluarga perlu ditanamkan pada sejak dini


pada setiap individu. Walau bagaimana pun, selain tingkat pendidikan,
moral individu juga menjadi tolak ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting
serta sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan intelektualitas generasi
muda sebagai penerus bangsa. Keluarga, kembali mengmbil peranan
penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Berbagai aspek
pembangunan suatu bangsa, tidak dapat lepas dari berbgai aspek yang saling
mendukung, salah satunya sumber daya manusia. Terlihat pada garis-garis
besar haluan negara bahwa penduduk merupakan sumber daya manusia yang
potensial dan produktif bagi pembangunan nasional. Hal ini pun tidak
dapat terlepas dari peran serta keluarga sebagai pembentuk karakter dan
moral individu sehingga menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat memerlukan adanya sumber
daya manusia yang berkualitas baik. Untuk mendapatkan sumber daya
manusia yang berkualitas baik tentunya memerlukan berbagai macam cara.
Salah satu diantanya adalah melalui pendidikan. Pendidikan baik formal
maupun informal. Pendidikan moral dalam keluarga merupakan salah satunya.

 Lingkungan sekolah

Lingkungan sekolah yang baik akan meningkatkan minat belajar peserta


didik. Sebaliknya jika lingkungan sekolah kurang baik akan membuat peserta
didik acuh tak acuh dalam belajar. Situasi pembelajaran berkaitan dengan
hubungan guru dengan peserta didik yang harus diperhatikan oleh guru.
Mengingat pembelajaran pada hakikatnya merupakan kegiatan guru mengajar dan
peserta didik belajar, maka interaksi antara guru dengan peserta didik harus
terbuka. Guru tidak boleh beranggapan bahwa dirinya orang yang paling pandai
sehingga tidak bisa menerima pendapat peserta didik, berkuasa dan tertutup.
Sebaliknya guru harus mampu melayani peserta didik dengan sikap keterbukaan
agar peserta didik termotivasi untuk belajar dengan baik. Kondisi ini ternyata
belum sepenuhnya dilaksankan oleh guru, terbukti dengan adanya hubungan yang
kurang baik antara murid dan guru, karena kurangnya komuknikasi yang baik.

Menurut (Hasbullah, 2012) bahwa lingkungan sekolah merupakan


“Lingkungan pendidikan utama yang kedua”. Siswa-siswi, guru, administrator,
konselor hidup bersama dan melaksakan pendidkan secara teratur dan terencana
dengan baik, sedangkan Lingkungan keluarga merupakan lembaga pendidikan
tertua, bersifat informal, yang pertama dan utama dialami oleh anak serta lembaga
pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab memelihara,
merawat, melindungi dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan
baik (Hasbullah, 2012).

 Lingkungan sosial

lingkungan sosial merupakan lingkungan pergaulan antar manusia,


pergaulan antar pendidik dengan peserta didik serta orang-orang lainnya yang
terlibat dalam interaksi pendidikan. Syah (2002,132-139) menjelaskan faktor-
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan anak terdiri dari: (a)
lingkungan sosial sekolah, seperti pendidik, tenaga administrasi dan teman-teman
sekelas. Hubungan yang harmonis diantara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi
siswa untuk belajar lebih baik di sekolah; (b) lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal akan mempengaruhi
perkembangan anak. Lingkungan yang kumuh, banyak pengangguran, dan anak
terlantar, juga dapat mempengaruhi aktivitas anak, paling tidak anak akan
kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi atau meminjam alat-alat
belajar yang kebetulan belum dimilikinya; (c) lingkungan sosial keluarga.
Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan anak. Ketegangan lingkungan,
sifat-sifat orangtua, demografi rumah (letak rumah), pengelolaan keluarga,
semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas anak. Hubungan antara
anggota keluarga, orangtua, kakak, adik yang harmonis akan membantu anak
melakukan aktivitas dengan baik.

Dalam kehidupan sehari-hari anak sering kali berimajinasi dan bermain


peran sebagai bentuk perkembangan dan cara mengelolah mimpi atau
keinginananya, hal itu sangat berpengaruh dalam pembentukan psikologi bagi
anak didik, dan penentuan kearah positif maupun kea rah negatif.

Hal terpenting yang harus diingat adalah fakta bahwa kita harus berperan
aktif mengawasi dan membimbing mereka dalam bermain peran, apapun bentuk
peran yang dipilih nantinya. Pengawasan dan bimbingan orang tua dan guru
terhadap perkembangan imajinasi anak nantinya akan membuat sang anak
semakin kreatif dalam mengembangkan bakatnya. Selain itu, orang tua dan guru
juga bisa membantu mengontrol perkembangan emosi anak. Anak-anak adalah
aktor alami dan mereka selalu bisa menciptakan petualangan besar yang mereka
ciptakan untuk diri mereka sendiri. Pada kenyataannya, anak yang kreatif
seringkali tidak memerlukan teman untuk bermain peran. Sebagian dari mereka
malah merasa nyaman saat bermain dengan imajinasinya dan berbicara dengan
teman-teman lain yang ia ciptakan dalam pikirannya sendiri dan diwujudkan
dalam bentuk mainan seperti boneka. Anak seperti ini bahkan bisa merekareka
cerita dan membuat kita sebagai orang tua atau guru merasa takjub. Jika kita
sebagai orang tua atau guru mengalami hal yang sama, bukan berarti tugas kita
untuk mengasah imajinasi anak dengan bermain peran telah usai. Pengawasan kita
tetap diperlukan.

 Lingkungan pertemanan

Lingkungan perteman juga menjadi factor penting dalam pertumbuhan


kognitif anak, Masa anak-anak merupakan masa yang penting pada proses
perkembangan seseorang. Saat masa tersebut sudah seharusnya seorang anak
mendapatkan perhatian dari lingkungan terdekat. Bagian terpenting pada masa
perkembangan anak-anak adalah dalam kehidupan sosialnya karena pada zaman
sekarang terjadi banyak kasus atau permasalahan akibat dari kurang sempurnanya
perkembangan sosial. Untuk memenuhi tugas perkembangan sosialnya seorang
anak memerlukan orang lain seperti teman sebaya. Teman sebaya berperan
penting terhadap seorang anak terutama yang berkaitan dengan sikap, perilaku,
minat, dan penampilan. Seorang anak akan mengikuti kebiasaan atau meniru dari
teman sebayanya, misalnya dalam hal cara berpakaian, berbicara, dan belajar
dengan mengikuti teman sebayanya biasanya seorang anak akan merasa disukai
dan diterima dalam pergaulannya dengan kelompok sebayanya. Seorang anak
akan merasa senang apabila mereka dapat diterima oleh kelompok sebayanya dan
akan merasa tertekan apabila diremehkan oleh kelompoknya.

Hubungan yang baik dengan teman sebaya sangat diperlukan agar


perkembangan sosial seseorang berjalan normal. Hubungan seseorang dengan
teman sebayanya. Bersama teman sebayanya siswa dapat belajar dan bermain
bersama-sama karena terkadang anak-anak pada usia sekolah dasar senang
membentuk kelompok sebaya (peer group) dan senang melakukan hal-hal menarik
dengan kelompoknya. Mereka akan saling bertukar pengalaman, pengetahuan, dan
belajar budaya yang berbeda sehingga anak yang memiliki kesulitan belajar akan
dapat termotivasi dalam belajarnya karena apabila kemampuannya di bawah
teman-teman kelompok sebayanya ia pasti akan merasa malu. Hal ini akan
membuat kelompok sebaya memberikan suatu pengaruh yang positif bagi anak
yang memiliki kesulitan belajar, dan anak-anak yang memiliki kesulitan belajar
ini pun tidak perlu merasa malu lagi kepada teman-temannya yang lain.

2.2. Bagaimana pola asuh orang tua dapat mempengaruhi tingkat stres atau
kecemasan pada anak didik
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1986: 763) bahwa pola asuh
terbentuk dari dua kata yang saling berhubungan satu sama lain, yang mana
pengertian pola adalah model, contoh, pedoman (rancangan), bentuk dasar kerja,
atau cara kerja. Sedangkan, asuh atau mengasuh adalah menjaga, memelihara,
membimbing, mendidik anak, membantu melatih orang atau anak agar dapat
berdiri sendiri (mandiri). Sedangkan orang tua adalah setiap orang yang
bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga yang dalam
kehidupan sehari-hari lazim disebut bapak ibu. Chabib Thoha mendefinisikan pola
asuh adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orangtua dalam
mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak
(Mansur, 2009: 350).

 Macam-macam Pola Asuh Orang Tua

Hourlock, mengemukakan berbagai cara dalam pola asuh yang dilakukan


orang tua terhadap anaknya, yaitu:

a. Pola asuh otoriter Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh
anak dengan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku
seperti dirinya (orangtua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri
dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukar fikiran dengan orang tua,
orangtua menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu
dipertimbangkan dengan anak. Intinya pada pola asuh otoriter orang tua
mengharapkan kepatuhan mutlak dan melihat bahwa anak butuh untuk dikontrol
(Matsumoto, 2004: 110).

b. Pola asuh demokratis Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya


pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberikan kesempatan
untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Kedua orang tua samasama mau
menghormati anaknya yang sudah remaja sebagai individu yang utuh lahir batin
(Mahfuzh: 79). Menurut Latipah (2012: 240) orang tua yang memiliki sikap
demokratik pada umumnya bercirikan: 1) Menyediakan lingkungan rumah yang
penuh kasih dan suportif. 2) Menjelaskan mengapa beberapa perilaku dapat
diterima dan sebagian lainnya lagi tidak. 3) Menegaskan peraturan-peraturan
secara konsisten. 4) Melibatkan anak dalam proses pengambilan keputusan dalam
keluarga. 5) Menerapkan ekspektasi (harapan) dan standar yang tinggi dalam
berperilaku. 6) Mendorong remaja untuk tetap bebas tapi memberikan batasan-
batasan dan mengendalikan mereka (Santrock, 2003: 186).

c. Pola asuh permisif Pola di mana orang tua sangat terlibat dengan remaja
tetapi sedikit sekali menuntut dan mengendalikan mereka (Santrock, 2003: 186).
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak
dianggap sebagai orang dewasa/muda, ia diberikan kelonggaran seluas-luasnya
untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak
sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya.

d. Pola asuh acuh tak acuh Pola asuh ini di mana orang tua hanya
menyediakan sedikit dukungan emosional terhadap anak (terkadang tidak sama
sekali). Orang tua terkadang tampanya lebih sibuk mengurus masalahmasalahnya
sendiri atau larut dalam kehidupan mereka sendiri. Orang tua menerapkan sedikit
ekspektasi atau standar berperilaku bagi anak, jarang menunjukkan sedikit minat
dalam kehidupan anak. Saat orang tua menggunakan pola asuh ini, anak
cenderung menjadi tidak patuh, banyak menuntut, control diri yang rendah,
kesulitan mengelola perasaan frustasi, kurang memiliki sasaran-sasaran jangka
panjang (Ormrod, 2008: 95)

Cara yang digunakan oleh orang tua untuk membimbing anak-anak mereka dan
tekanan-tekanan yang berasal dari dalam diri seseorang berpengaruh pada
perkembangan kepribadian. Namun, selama pola pengasuhan yang didapatkan
maksimal dan tepat, seseorang akan memiliki tekanan emosional yang minim,
sehingga perkembangan kepribadiannya pun akan baik.

2.3. Dampak interaksi lingkungan sosial di lingkungan sekitar terhadap


pembentukan keperibadian anak didik
Lingkungan sosial merupakan lingkungan dimana aktivitas sehari- hari
dilaksanakan, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun
lingkungan masyarakat tempat anak bermain. Setiap manusia tidak akan dapat
terlepas dari kegiatan interaksi dengan lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang
baik, sopan, dan ramah akan menghasilkan perilaku anak yang baik, sopan, dan
ramah pula. Sementara lingkungan sosial yang kurang baik, tidak memiliki sopan
santun, dan kasar juga akan menghasilkan perilaku anak yang kurang baik, tidak
memiliki sopan santun, dan juga kasar. Dan untuk kedisiplinan, lingkungan sosial
yang sering menerapkan sikap disiplin akan membiasakan anak untuk selalu
bersikap disiplin. Namun jika lingkungan sosial tidak terbiasa menerapkan sikap
disiplin maka anak juga tidak akan terbiasa untuk bersikap disiplin.

Hal tersebut juga diungkapkan Fatminatun (2010: 24) bahwa faktor yang
mempengaruhi kedisiplinan seseorang salah satunya ialah faktor sosial dan faktor
lingkungan. Faktor sosial mempengaruhi anak dari orang- orang disekitarnya,
anak yang terbiasa bergaul dengan orang- orang yang tidak berdisiplin, maka anak
tersebut akan memiliki kebiasaan hidup yang tidak berdisiplin pula. sementara
faktor lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi anak dari lingkungan
tempat tinggalnya, anak yang hidup dalam lingkungan yang tingkat
kedisiplinannya kurang, maka anak akan memiliki tingkat kedisiplinan yang
kurang pula.

2.4. Bagaimana lingkungan mendukung dan kurang mendukung dapat


mempengaruhi tingkat motivasi belajar anak
Salah satu faktor dari dalam yang mempengaruhi adalah motivasi belajar.
Dalam proses belajar motivasi sangat diperlukan karena seseorang yang tidak
mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan melakukan aktivitas belajar.
Sardiman (2008:75) menyatakan bahwa motivasi belajar mempunyai peranan
yang khas diantaranya dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan
semangat dalam belajar. Siswa yang senang dan semangat dalam belajar berarti
memiliki motivasi yang tinggi. Siswa yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar
memungkinkan akan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula, artinya semakin
tinggi motivasinya, semakin besar intensitas usaha dan upaya yang dilakukan,
maka hasil belajar yang diperoleh juga semakin tinggi. Menurut Uno (2011:23)
indikator motivasi belajar mencakup adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya
dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan,
adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar,
adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan seorang siswa
dapat belajar dengan baik.

Selain itu faktor dari luar yang tidak kalah penting dalam mempengaruhi
hasil belajar adalah lingkungan belajar. Lingkungan belajar dibagi menjadi dua
yang terdiri dari lingkungan fisik atau tempat dimana pembelajar itu belajar,
apakah tempat belajar itu nyaman atau tidak, pengap atau tidak, teratur atau tidak,
berisik atau tidak dan lingkungan sosial yang terdiri dari lingkungan sepermainan,
lingkungan sebaya dan kelompok belajar (Suradi, 2015:52). Pengalaman telah
banyak membuktikan bahwa lingkungan kelas atau sekolah yang panas
menyebabkan anak didik gelisah hati untuk keluar kelas daripada mengikuti
pelajaran didalam kelas, selain itu lingkungan diluar sekolah juga dapat
mendatangkan masalah tersendiri dalam belajar. Pembangunan sekolah yang
berada pada hiruk pikuk lalu lintas menimbukan kegaduhan suasana kelas
(Djamarah, 2011:178-179).

Motivasi belajar dan Lingkungan belajar mempengaruhi hasil belajar,


semakin tinggi motivasi belajar siswa dalam proses belajar mengajar dan semakin
baik lingkungan belajar, maka hasil belajar akan semakin tinggi pula. Penelitian
yang menunjukkan adanya pengaruh motivasi belajar dan lingkunagn belajar
terhadap hasil belajar siswa telah membuktikan teori yang dikemukakan oleh
Nursalim, dkk (2007) yang menyatakan bahwa motivasi dapat menentukan hal-hal
apa saja di lingkungan yang dapat memperkuat perbuatan belajar. Lingkungan
dapat berupa lingkungan alami, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan masyarakat. Kondisi lingkungan yang sehat, kerukunan hidup,
ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya sehingga semangat dan motivasi
belajarnya mudah ditingkatkan. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu yaitu
dengan menjaga suasana kelas agar siswa terhindar dari konflik dan frustasi sebab
hal tersebut dapat menyebabkan gairah belajar siswa menurun. Apabila guru dapat
menjaga suasana kelas dan meniadakan konflik, maka konsentrasi siswa secara
penuh akan terpusat pada kegiatan belajar. Pada akhirnya dapat meningkatkan
motivasi belajar anak dan meningkatkan hasil belajarnya.

2.5. Apa paparan anak didik terhadap lingkungan digital berpengaruh pada
aspek psikologinya
Media sosial merupakan bagian dari perkembangan teknologi, yang
banyak menawarkan tentang cara berkomunikasi dan bersosialisai dengan mudah.
Dari penelitian jumlah pengguna media sosial di Indonesia meningkat dan
penggunaan teknologi yang buruk berakibat negatif terhadap diri anak terutama
pada anak remaja (Retnowati, 2015:314). Banyak terjadi di Indonesia bahwa
terjadinya kasus penculikan, pencemaran nama baik dan prostitusi yang di
saksikan oleh anak. Literasi digital dimaknai bukan hanya sebatas proses anak
berinteraksi dengan media digital, di dalam internet, tetapi juga aspek pada proses
perkembangan anak1

Pada bagian pendidikan literasi digital yang baik berperan dalam


mengembangkan pengetahuan seseorang pada materi pelajaran sehingga timbul
rasa ingin tahu dan kreativitas yang dimiliki oleh anak. maka dari itu, literasi
digital butuhkan di dalam masyarakat terutama pada anak untuk dapat mencari
berita ataupun informasi di media sosial. Tetapi literasi yang tidak baik akan
menggangu psikologi pada anak. karena emosi pada anak masih belum stabil.
Dengan melihat berita-berita yang ada di media sosial itu akan mempengaruhi
anak terutama jika berita tersebut dianggap buruk, mereka akan secara cepat
menulis statement yang bermakna membully, merendahkan dan menengelamkan.2

1
Nani Pratiwi dan Nola Pritanova, “Pengaruh Literasi Digital Terhadap Psikologis Anak Dan
Remaja,” Semantik 6, no. 1 (2017): 11
2
B Heni Budiwati, “Proses literasi digital terhadap anak: tantangan pendidikan di zaman now”
(n.d.).
Waktu mereka dengan kegiatan bermain game online belajar daring,
menonton film. Survei NeuroSensum Indonesia Consumers Trend 2021: Social
Media Impact on Kids juga melakukan riset pada perasaan orangtua mengenai
keeratan anak dengan media sosial. Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa
konten yang bersifat kekerasan dan seksual menjadi kekhawatiran terbesar para
orangtua yang telah mengenalkan media sosial ke anakanaknya. Hal ini menjadi
perhatian besar bagi 81% orangtua. Adapun perundungan atau bullying di dunia
maya turut menjadi kekhawatiran 56% orang tua di Indonesia. "Hal ini
menunjukkan bahwa dampak negatif media sosial secara psikologis lebih
mengkhawatirkan dibandingkan dengan efek terhadap kesehatan fisik

Oleh sebab itu literasi digital diperlukan di dalam masyarakat terutama pada anak-
anak sampai orang dewasa untuk dapat menyaring informasi. Literasi digital dapat
diartikan sebagai kemampuan untuk memahami, menganalisis, menilai, mengatur,
mengevaluasi informasi dengan teknologi digital (Maulana, 2015:3). Namun
dengan batasan dan ketentuan sesuai porsi terhadap anak anak di masa
pertumbuhan.

Saputro, H., & Talan, Y. O. (2017). Pengaruh lingkungan keluarga terhadap


perkembangan psikososial pada anak prasekolah. Journal Of Nursing
Practice, 1(1), 1-8.

Hulukati, W., & Hulukati, W. (2015). Peran lingkungan keluarga terhadap


perkembangan anak. None, 7(2), 265-282.
Wahid, F. S., Setiyoko, D. T., Riono, S. B., & Saputra, A. A. (2020). Pengaruh
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah terhadap prestasi belajar
siswa. Syntax Literate, 5(8), 555-564.

Gunadi, A. A. (2017). Pengaruh lingkungan sosial terhadap imajinasi


anak. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 7(2).

Fajariesta Eka Kurnia Titis. (2015). PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP


KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA BERKESULITAN BELAJAR PADA
PEMBELAJARAN IPS (Studi Pada Siswa Kelas III SD Negeri Porodeso,
Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan). Universitas Muhammadiyah
Surabaya. Surabaya. Nomor 2b Desember 2017.

Inikah, S. (2015). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Dan Kecemasan Komunikasi
Terhadap Kepribadian Peserta Didik. Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 6(1), 19-40.

Hadayani Ragil Ismati. (2018). Peran lingkungan sosial terhadap perilaku dan
kedisipianan anak usia dasar. Surakarta.

Sholihah, A., & Kurniawan, R. Y. (2016). Analisis pengaruh motivasi belajar dan
lingkungan belajar terhadap hasil belajar. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE), 4(3).

Anda mungkin juga menyukai