Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL

PENGARUH PENGUASAAN ASPEK KOGNITIF PADA MATA


PELAJARAN EKONOMI TERHADAP PERKEMBANGAN
MORAL SISWA JURUSAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL DI SEKOLAH MENENGAH ATAS
NEGERI 1 RENGAT

OLEH:

DESWITA AMELIA RESYADI


NIM : 11416203387

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2018 M / 1439 H
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang tidak

dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena pada dasarnya

pendidikan tidak terlepas dari tugas manusia yang memiliki potensi untuk

dididik dan terdidik. Pendidikan tidak terlepas dari tugas manusia untuk

menumbuh dan mengembangkan usaha-usaha bawaan baik jasmani dan

rohani. Usaha-usaha tersebut dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai

agama pada siswa dan norma-norma yang berlaku di lingkungan. Dengan

berkembangnya zaman yang semakin canggih membuat perubahan pola

kehidupan bagi setiap individu. Pada dasarnya manusia selalu mengalami

proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologisnya. Dalam

proses perkembangannya manusia mengalami perubahan-perubahan yang

meliputi perubahan intelektual, sikap, kepribadian, sosial, moral, emosi

dan perasaan. Perubahan-perubahan tersebut membuat perkembangan

psikologis setiap manusia berbeda satu sama lainnya. Adanya perbedaan

tersebut menyebabkan persaingan dan rasa saling membutuhkan antara

manusia yang satu dengan yang lainnya.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama

dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan dan

berkembang menjadi dewasa. Pendidikan yang diterima dalam keluarga

akan digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan di


2

sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang kedua

setelah lembaga pendidikan informal (keluarga). Tugas dan tanggung

jawab sekolah adalah mengusahakan kecerdasan pikiran dan pemberian

berbagai ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan di sekolah mencakup tiga

aspek yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Ketiga

aspek ini saling berkaitan dan bergantung dalam perkembangan dan

pertumbuhan anak.1

Peserta didik tumbuh dan berkembang dilingkungan. Lingkungan

yang di maksud tidak hanya lingkungan keluarga maupun lingkungan

masyarakat yang tinggal di sekelilingnya melainkan lingkungan sekolah.

Di lingkungan sekolah siswa tidak hanya dididik untuk berkembang di

ranah kognitif, afektif dan psikomorik saja, tetapi siswa juga di didik

untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan aturan yang ada

dilingkungan sekolah dan norma-norma yang berlaku di kehidupan

bermasyarakat. Pola kehidupan siswa yang acuh terhadap lingkungan

sekitar dan memiliki kepribadian yang tertutup membuat peserta didik

beranggapan bahwa bersosialisasi atau bercengkrama terhadap teman

sekelas tidak begitu penting. Keinginan yang menuntut peserta didik untuk

menjadi lebih unggul dari yang lainnya membuat peserta didik tidak ingin

berteman dengan sembarang orang. Mereka yang memiliki pengetahuan

yang unggul hanya ingin berbaur kepada teman-teman yang di anggapnya

memiliki pengetahuan yang unggul pula. Sebagaian dari mereka

1
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.476
3

menganggap siswa yang memiliki kapasitas pengetahuan yang lebih

rendah tidak bisa di ajak untuk berteman. Dengan demikian, kehidupan

berkelompok atau geng itu lebih menyenangkan dibanding kan

bercengkrama dengan siswa lainnya.

Perkembangan sosial peserta didik merupakan proses

perkembangan kepribadian peserta didik selaku anggota masyarakat dalam

berhubungan sosial. Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa

berhubungan dengan sesama manusia. Bersosialisasi pada dasarnya

merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan kehidupan sosial,

bagaimana seharusnya seseorang hidup didalam kelompoknya, baik dalam

kelompok kecil maupun kelompok masyarakat luas. Selanjutnya, sejak

anak mulai belajar di sekolah mereka mulai belajar mengembangkan

interaksi sosial dengan belajar menerima pandangan kelompok

(masyarakat), memahami tanggung jawab dan kehidupan sosial lainnya.

Menginjak masa remaja, interaksi dan pengenalan atau pergaulan

dengan teman sebaya terutama lawan jenis menjadi semakin penting. Pada

masa remaja keinginan dan hasrat semakin tinggi. Hal ini menjadi salah

satu faktor bagi peserta didik untuk bertindak yang tidak sesuai dengan

norma-norma yang berlaku. Karena keinginan dan hasrat yang tidak

terpenuhi banyak siswa yang melakukan kenakalan-kenakalan remaja

seperti hal nya pergaulan bebas terhadap lawan jenis, tauran, merampok,

berjudi dan lain sebagainya.


4

Pikiran peserta didik sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori

yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk

guru dan orang tunya. Setiap pendapat orang lain dibandingkan dengan

teori yang di pelajari. Banyak siswa yang merasa dirinya lebih mampu

menjelaskan dibandingkan gurunya. Sikap kritis ini juga ditunjukkan

dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga

terasa ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.

Proses pembelajaran merupakan salah satu prinsip dasar yang

harus senantiasa diperhatikan bahwa dalam penilaian pembelajaran

meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga

aspek ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara satu sama lain

secara eksplisit.2 Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga aspek

ini, namun penekanannya berbeda. Pada mata pelajaran tertentu ada yang

menuntut kemampuan berfikir, menyangkut pada aspek kognitif.

Sedangkan mata pelajaran yang menuntut pada praktik lebih menitik

beratkan pada aspek psikomotorik dan keduanya selalu mengandung aspek

afektif.

Pendidikan ekonomi merupakan mata pelajaran yang terhubung

juga dengan masalah kehidupan masyarakat, sosial serta kebudayaan. Jiwa

sosial dan moral manusia menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

suatu kehidupan yang bermakna, damai serta bermartabat. Orientasi

pendidikan ekonomi diarahkan kepada 3 ranah yang meliputi ranah

2
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja
GrafindoPersada2011), hlm.48
5

kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah tersebut

mempunyai peranan penting dalam pendidikan ekonomi.

Aspek kognitif pada mata pelajaran ekonomi mempunyai pengaruh

terhadap perkembangan sosial dan moral siswa. Dengan mempelajari mata

pelajaran ekonomi diharapkan siswa memiliki jiwa sosial dan moral yang

baik untuk bekal kehidupan yang akan datang.

Menurut Sunarto, karakteristik perkembangan moral siswa (anak)

antara lain:3

1. Pada masa remaja kebutuhan anak telah cukup kompleks,

cekrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas.

2. Penyesuaian diri terhadap lingkungannya, anak telah mulai

memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan yang

berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam

keluarganya.

3. Anak menghadapi berbagai lingkungan bukan saja bergaul dengan

berbagai kelompok umur. Dengan demikian anak mulai memahami

norma pergaulan dengan kelompok remaja, kelompok anak-anak,

kelompok dewasa, dan kelompok orang tua.

4. Pergaulan dengan lawan jenis dirasakan yang paling penting tetapi

cukup sulit, karena disamping harus memperhatikan norma

pergaulan sesama remaja, juga terselip pemikiran adanya

kebutuhan masa depan untukmemilih teman hidup.

3
Sunarto.dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hlm. 128
6

Siswa yang memiliki penguasaan aspek kognitif pada mata

pelajaran ekonomi secara baik diharapkan memiliki penguasaan

pengetahuan yang di pelajarinya itu diterapkan dan diamalkan sehingga

siswa tersebut memiliki perilaku sosial dan moral yang baik pula.

Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rengat merupakan salah satu

lembaga pendidikan yang unggul yang telah berhasil di segi aspek

kognitif, afektif dan psikomotor nya, sehingga mampu menjadi salah satu

pendorong dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Pencapaian aspek

kognitif tersebut dapat dilihat dari keberhasilan siswa dalam meraih

kemenangan di setiap olimpiade yang mereka ikuti seperti olimpiade sains,

geografi, debat bahasa inggris, cerdas cermat, dan lainnya. Sedangkan

bentuk dari pencapaian aspek psikomotoriknya dilihat dari pencapaian

siswa-siswi nya yang mampu mewakili profinsi Riau dalam acara FLS2N

dan O2SN tingkat nasional pada bulan juli dan agustus 2018. Dan

pencapaian aspek afektif di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rengat ini

adalah hubungan yang baik antara siswa dan guru, sesama siswa, siswa

dan petugas-petugas sekolah dan akhlakul karimah yang baik dari siswa-

siswinya. Namun disisi lain masih ada sebagian siswa yang perkembangan

moralnya yang tak sesuai dengan perkembangan aspek kognitifnya.

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan di Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Rengat, ditemukan gejala-gejala sebagai berikut:

1. Masih ada sebagian siswa yang unggul di bidang akademiknya

tetapi masih acuh terhadap lingkungan di sekitarnya.


7

2. Masih ada sebagian siswa yang unggul di bidang akademiknya

tetapi hanya ingin berbaur atau berteman kepada kelompok-

kelompok tertentu.

3. Masih ada sebagian siswa yang tidak bisa menghargai atau

menghormati guru.

4. Masih ada siswa yang tidak bisa mengontrol tutur kata dalam

berbicara kepada guru-guru dan teman-temannya.

5. Masih di temukan nya cara bergaul siswa terhadap lawan jenis

yang kurang baik.

Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Penguasaan Aspek

Kognitif Pada Mata Pelajaran Ekonomi Terhadap Perkembangan

Sosial dan Moral Siswa Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Rengat.”

B. Definisi Istilah

1. Aspek Kognitif

Aspek kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta

didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua

proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu

mempelajari dan memikirkan lingkungannya.4

4
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), hlm. 34
8

Aspek kognitif merupakan perubahan cara berpikir, intelegensi

dan bahasa yang menjadi dasar bagi berkembanganya kemampuan

anak dalam mengingat, berupaya memecahkan masalah matematika,

mengembangkan strategi berpikir kreatif, dan berbicara yang memiliki

makna dalam upaya memecahkan masalah.5

Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan pada paragraf

sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, pengertian aspek kognitif

adalah suatu perkembangan tingkah laku yang berhubungan dengan

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, serta

mengevaluasi.

2. Perkembangan Moral

Perkembangan moral adalah proses perkembangan kepribadian

peserta didik selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan

dengan orang lain.6

Sementara itu menurut Eggen dan Kauchak, perkembangan

moral merupakan kesempatan individu untuk mengembangkan

kemampuannya melakukan interaksi dan hidup berdampingan dengan

sesama dalam rentang waktu tertentu.7

5
Mohammad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi, (Bandung : Alfabeta, 2015),
hlm.143
6
Suardi Syam, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Yogyakarta: Zanafa Publishing,
2015), hlm. 134
7
I Nyoman surna-Olga D. Pandeirot, Psikologi Pendidikan 1, (Jakarta : Erlangga, 2014),
hlm. 134
9

Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan pada paragraf

sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, pengertian perkembangan

moral adalah proses perkembangan kepribadian peserta didik dalam

lingkungan bermasyarakat.

C. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Sebagaimana yang telah dipaparkan dalam latar belakang

masalah bahwa persoalan pokok kajian ini adalah Pengaruh

Penguasaan Aspek Kognitif Pada Mata Pelajaran Ekonomi

Terhadap Perkembangan Sosial dan Moral Siswa Jurusan Ilmu

Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rengat.

Berdasarkan persoalan pokok tersebut, maka persoalan-persoalan

yang terkait dengan kajian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Moral siswa yang belum sepenuhnya baik.

b. Aspek kognitif siswa yang belum menunjuk kan

pengaruh terhadap perkembangan moral.

c. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan

aspek kognitif pada mata pelajaran ekonomi pada

jurusan ilmu pengetahuan sosial di Sekolah Menengah

Atas Negeri 1 Rengat.

d. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan moral siswa pada jurusan ilmu


10

pengetahuan sosial di Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Rengat.

2. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami masalah

yang diteliti maka penulis membuat batasan masalah sebagai

berikut:

a. Penguasaan aspek kognitif siswa pada mata pelajaran

ekonomi.

b. Hasil yang akan diamati adalah perkembangan moral siswa.

c. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS di

SMA N 1 Rengat.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan permasalahan yang telah dipaparkan,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada

pengaruh yang signifikan antara penguasaan aspek kognitif siswa

pada mata pelajaran ekonomi di Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Rengat terhadap perkembangan moral yang baik di lingkungan ?


11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh penguasaan aspek kognitif pada mata pelajaran ekonomi

terhadap perkembangan moral siswa jurusan Ilmu Pengetahuan

Sosial di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rengat.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Siswa

Manfaat penelitian ini bagi siswa yaitu dapat membantu agar

bisa memiliki prilaku moral yang baik.

b. Bagi Guru

Manfaat penelitian ini bagi guru yaitu untuk menambah

wawasan guru khususnya dalam membentuk tingkah laku

siswa.

c. Bagi Sekolah

Manfaat penelitian ini bagi sekolah yaitu dapat menjadi

informasi yang berharga dalam membentuk tingkah laku siswa.

Yang pada akhirnya akan berimbas kepada peningkatan mutu

lembaga pendidikan (sekolah).


12

d. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan sebagai upaya dalam

melengkapi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan

perkuliahan pada jurusan Pendidikan Ekonomi kosentrasi

Akuntansi.
13

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kerangka Teoritik

1. Teori Kognitif

a. Pengertian Kognitif

Istilah kognitif berasal dari kata Cognition yang

padanannya Knowing, berarti Mengetahui. Dalam arti yang luas

Cognition (Kognisi) ialah Perolehan, penataan, dan penggunaan

pengetahuan. Untuk perkembangan selanjutnya istilah kognitif

menjadi populer sebagai salah satu ranah psikologis manusia yang

meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan

pemahaman, pertimbangan, pengelolaan informasi, kesenjangan,

dan keyakinan.8

Kognitif adalah berhubungan atau melibatkan kognisi, 9

Berdasarkan pengetahuan faktual yang empiris. Istilah Kognitif

(cognitive) berasal dari kata cognition yang padanan katanya

knowing, berarti mengetahui. Dari pengertian diatas dapat

disimpulkan pengertian kognitif adalah suatu tingkah laku yang

berhubungan dengan pengetahuan.

8
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2010 ),
Hlm. 65.
9
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (online).
14

Domain kognitif adalah perilaku yang merupakan hasil

proses berpikir. Tahap-tahap aspek kognitif terbagi atas enam

tingkatan sebagai berikut: 10

1) Pengetahuan

Pengetahuan didefinisikan sebagai suatu ingatan

terhadap materi yang telah dipelajari, termasuk ke

dalamnya tujuan kemampuan untuk menghafal, meniru,

mengungkap kembali dan lain sebagainya.

Bentuk penguasaan siswa ini untuk meningkatkan

lagi materi yang telah diperoleh melalui pengalaman yang

telah ia alami maupun pengetahuan yang telah ia pelajari

dari proses pembelajaran. Contoh kata kerja operasional

yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan

siswa adalah: mendefinisikan, menggambarkan,

menunjukkan dan mengidentifikasi.11

2) Pemahaman

Pemahaman yaitu kemampuan seseorang untuk

mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu

diketahui atau diingat. Hal itu dapat diperlihatkan dengan

cara menginterpretasi dan menyatakan kembali sesuatu

yang telah dipelajari dalam bentuk lain. Contoh kata kerja

operasional yang digunakan untuk mengukur tingkat


10
Mardia Hayati, Desain Pembelajaran Berbasis Karakter, (Pekanbaru: Al-Mujtahadah
Press, 2012), hlm. 45-47
11
Zainal Asril, Microteaching, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 146-147
15

pemahaman siswa adalah: Menjelaskan, memberikan

contoh, meringkas dan menyimpulkan.

3) Penerapan

Penerapan yang dimaksud menunjuk pada

kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan

informasi yang telah diketahui ke dalam situasi atau

konteks baru.12 Contoh kata kerja operasional:

mengoperasikan, menunjukkan, menyiapkan.

4) Analisis

Analisis menuntut suatu kemampuan memilah-

milah suatu bahan pada bagian komponennya sehingga

struktur bahan tersebut dapat dipahami. Contoh kata kerja

operasional: memilah, menunjukkan perbedaan dan

mengklasifikasi.

5) Sintesis

Sintesis adalah kemampuan seseorang dalam

mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur

pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang

menyeluruh.13 Contoh kata kerja operasional:

Mengombinasikan, menghimpun dan menyusun.

12
Syarif Hidayat, Teori dan Prinsip Pendidikan, (Tangerang: Pustaka Mandiri, 2013),hlm.
75
13
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 37
16

6) Evaluasi

Evaluasi adalah kemampuan untuk membuat

penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria

tertentu14. Contoh kata kerja operasional: membandingkan,

menafsirkan.

b. Teori Belajar Piaget

Piaget merupakan salah satu pionir konstruktivis, ia

berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari

pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan

Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif

sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif

memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. 15

Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada

pendidikan yaitu 1) memusatkan perhatian kepada cara berpikir

atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya; 2)

mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan

keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Di dalam kelas, Piaget

menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi (ready made

knowledge), anak didorong menentukan sendiri pengetahuan ini

melalui interaksi spontan dengan lingkungan; 3) memaklumi akan

adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan


14
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,
2012), hal.127
15
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Kencana, 2011), hlm.113
17

perkembangan.teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa

tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun

pertumbuhan ini berlangsung pada kecepatan berbeda; 4)

mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut

Piaget, pertukaran gagasan tidak dapat dihindari untuk

perkembangan penalaran.16

Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang

terjadi dalam kawasan kognisi. Proses belajar yang melibatkan

kognisi meliputi kegiatan sejak dari penerimaan stimulus eksternal

oleh sensori, penyimpanan dan pengolahan dalam otak menjadi

informasi hingga pemanggilan kembali informasi ketika diperlukan

untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena belajar melibatkan otak

maka perubahan perilaku akibatnya juga terjadi dalam otak berupa

kemampuan tertentu oleh otak untuk menyelesaikan masalah.17

Teori belajar Kognitif berasumsi bahwa belajar adalah

sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan

menggunakan pengetahuan. Oleh karna itu, perilaku yang tampak

pada manusia tidak dapat diukur dan diamati oleh tanpa melibatkan

mental, motivasi, kesengajaan, dan keyakinan.

Belajar dalam Teori Kognitif adalah proses internal yang

kompleks berupa pemprosesan informasi dikarenakan setiap

individu memiliki kemampuan untuk memproses informasi sesuai


16
Fatimah Ibda, Perkembangan Kognitif : Teori Jean Piaget, Volume 3, Nomor 1,
Januari-Juni 2015
17
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hlm. 50
18

dengan faktor kognitif berdasarkan tahapan usianya sehingga hasil

belajar adalah perubahan struktur kognitif yang ada pada individu

tersebut.18

Menurut Piaget, adanya informasi baru yang diperoleh dari

lingkungan kemudian dicocokkan dengan skema pembelajaran, hal

ini menyebabkan disekuilibrium (ketidakseimbangan) pada

struktur kognitif yang disebut konflik kognitif atau disonansi

kognitif. Piaget juga menyatakan bahwa setiap organisme yang

ingin mengadakan adaptasi dengan lingkungannya harus menvapai

keseimbangan (ekuilibrium), antara aktivitas individu terhadap

lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu

(akomodasi). Agar terjadi ekulibrasi antara individu dengan

lingkungan, maka peristiwa asimilasi dan peristiwa akomodasi

harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan komplementer.19

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam

pembelajaran ialah sebagai berikut :20

1. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang

dewasa.

2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat

menghadapi lingkungan dengan baik.

18
Baharudin dan Wayuni adalat tokoh yang menjelaskan tentang teori belajar kognitif.
Jerome Bruner adalah tokoh yang menjelaskan tentang belajar menurut teori kognitif, dikutip dari
Tatang S, Ilmu Pendidikan,(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), hlm. 47-48.
19
Suyono.dkk, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011),
hlm. 87
20
Ibid., hllm. 87
19

3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan

sebagai bahan baru tetapi tidak asing.

4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap

perkembangannya.

5. Didalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk

saling berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.

c. Teori Belajar Lev Vygotsky

Tokoh konstruktivis lain ialah Vygotsky. Sumbangan

penting dari teori Vygotsky ialah penekanan pada pembelajaran

sosio-kultural. Inti teori Vygotsky ialah menekankan interaksi

antara aspek “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan

penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori

Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-

masing individu dalam konsep budaya. Teori belajar Vgotsky

adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan

model pembelajaran kooperatif karena di dalam model

pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu interaksi

antara siswa dan siswa, siswa dan guru dalam usaha menemukan

konsep-konsep dan pemecahan masalah.21

Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori

pembelajarannya antara lain:

21
Syamsu Yusuf.dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),
hlm.81
20

1. Zona Perkembangan Proksimal (Zona of Proximal

Development – ZPD)

ZPD adalah suatu area di mana seorang anak merasa

sulit mengerjakan tugas secara sendirian, tetapi akan

menjadi mudah jika dikerjakan dengan bantuan dan

bimbingan orang dewasa atau anak yang lebih terampil.

Batas bawah ZPD adalah tingkat keterampilan yang dapat

diraih oleh anak yang dilakukan secara mandiri. Sedangkan

batas atas ZPD adalah tingkat tanggung jawab tambahan

yang dapat diterima anak dengan bantuan orang lain yang

lebih berkompeten seperti guru, orang tua, atau teman.22

2. Scaffolding

Konsep Scaffolding adalah mengubah tingkat dukungan.

Dalam pembelajaran, teknik pengubahan tingkat dukungan

selama rangkaian pembelajaran dengan cara seseorang yang

lebih kompeten sebagai pembimbing menyesuaikan jumlah

bimbingan agar sesuai dengan kinerja anak. Menurut

Vygotsky, anak-anak memiliki konsep yang kaya, tetapi

tidak sistematis, tidak terorganaisasi dan spontan.23

22
Karwono.dkk, Belajar dan Pembelajaran Suatu Pemanfaatan Sumber Belajar, (Depok:
Rajawali Pers, 2017), hlm.91
23
Ibid, hlm.91
21

d. Teori Belajar Albert Bandura

Teori kognitif sosial Bandura (social cognitive theory)

menyatakan bahwa faktor-faktor sosial dan kognitif serta perilaku

berperan penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif meliputi

harapan peserta didik untuk berhasil. Faktor sosial meliputi

pengamatan peserta didik terhadap perilaku orang lain. Bandura

mengatakan bahwa ketika peserta didik belajar, peristiwa belajar

tersebut secara kognitif mampu mengubah pengalaman mereka.24

Teori pembelajaran sosial terjadi melalui pembelajaran

pengamatan (observation learning), yaitu pembelajaran yang

meliputi perolehan keterampilan, strategi, dan keyakinan dengan

cara mengamati orang lain. Bandura percaya bahwa ketika

seseorang anak mengamati perilaku, tetapi tidak membuat respons

seperti yang mereka amati, anak tersebut tetap mendapatkan respon

yang dimodelkan dalam bentuk kognitif.25

Selain mengemukakan belajar melalui pengamatan,

Bandura juga mengembangkan sebuah model determinisme timbal

balik yang terdiri atas tiga faktor yaitu perilaku, lingkungan dan

kognitif seseorang.26

24
Suyono.dkk, Opt.,Cit, hlm. 92
25
Karwono.dkk, Opt.,Cit, hlm. 92
26
Ibid, hlm.93
22

e. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata

sensorimotor yang memberi kerangka bagi interaksi awal dengan

lingkungannya. Melalui interaksi dengan lingkungan struktur

kognitif akan berubah dan memungkinkan perkembangan

pengalaman terus menerus.27

Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk

memahami dunianya melalui empat periode utama :28

1) Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun)

Tahapan sensorimotor adalah tahapan pertama dari

empat tahapan. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini

menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman

spesial penting dalam enam sub-tahapan:

a) Sub-tahapan skema refleks.

b) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer.

c) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder.

d) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular

sekunder.

e) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier.

f) Sub-tahapan awal representasi simbolis.

27
Muhibbin Syah, Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : Rajawali Pers,
2014), hlm.115
28
Yudrik Jahja, Op.,Cit, hlm.115-122
23

2) Tahapan Pra-operasional (usia 2-7 tahun)

Pemikiran (pra) operasi dalam teori Piaget ialah

prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap

objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental

yang jarang dan secara logika tidak memadai.

Pemikirannya masih bersifat egosentrisme (anak

kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain).

3) Tahapan Operasional Konkrit (usia 7-11 tahun)

Tahapan ini merupakan tahapan ketiga dari empat

tahapan. Tahapan ini mempunyai ciri berupa

penggunaan logika yang memadai. Proses-proses

penting selama tahapan ini antara lain :

a) Pengurutan, kemampuan untuk mengurutkan

objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.

b) Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama

dan mengidentifikasi serangkaian benda

menurut tampilannya, ukurannya, atau

karakteristik lain termasuk gagasan bahwa

serangkaian benda-benda dapat menyertakan

benda lainnya kedalam rangkaian ini. Anak

tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa

animisme.
24

c) Decentering, anak mulai mempertimbangkan

beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk

bisa memecahkannya.

d) Reversibility, anak mulai memahami bahwa

jumlah atau benda-benda dapat diubah,

kemudian kembali ke keadaan awal.

e) Konservasi, memahami bahwa kuantitas,

panjang, atau jumlah benda-benda ialah tidak

berhubungan dengan pengaturan atau tampilan

dari objek atau benda.

f) Penghilangan sifat egosentrisme, kemampuan

untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang

lain (bahkan saat orang lain berpikir dengan cara

yang salah).

4) Tahapan Operasional Formal (usia 11 tahun sampai

dewasa)

Tahap operasional formal adalah periode terakhir

perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahapan ini

mulai dialami anak saat pubertas (usia 11 tahun) dan

terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini

ialah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara

abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan

dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini,


25

seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti

logis, dan nilai.

2. Perkembangan Moral

a. Pengertian Perkembangan Moral

Istilah moral berasal dari bahasa latin mos (moris), yang

berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan.

Adapun moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan

melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.29

Moral menurut Hock didefenisikan sebagai sikap dan

keyakinan yang dimiliki oleh seseorang yang membantu orang

tersebut untuk memutuskan apa yang benar dan apa yang salah. 30

Perkembangan moral merupakan salah satu wujud dari

penerapan ranah afektif. Ranah afektif adalah salah satu domain

yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interes, apresiasi

(penghargaan) dan penyesuaian perasaan sosial. 31 Menurut Bloom,

tingkatan afektif ini ada lima, yaitu:32

1. Menerima (A1)

Menerima merupakan keinginan untuk

memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu, seperti

keinginan membaca buku, mendengar musik atau bergaul

29
I Nyoman surna-Olga D. Pandeirot, Opt.,Cit,.hlm. 134
30
Robert E Slavin, Op.,Cit, hlm.73
31
Abdorrakhman Gintings, Belajar & Pembelajaran, (Bandung: Humaniora, 2010),
hlm.36
32
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.50-51
26

dengan orang yang mempunyai ras yang berbeda. Contoh

kata kerja operasional: mempertanyakan, memberi,

memilih, mengikuti, mematuhi.

2. Menanggapi (A2)

Menanggapi merupakan kegiatan yang menunjuk

pada partisipasi aktif dalam kegiatan tertentu, seperti

menyelesaikan tugas terstruktur, mentaati peraturan,

mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan tugas di

laboratorium atau menolong orang lain. Contoh kata kerja

operasional: membantu, mengkompromikan, menyetujui,

menyeseaikan diri.

3. Menilai (A3)

Penilaian dalam hal ini berkenaan dengan kemauan

menerima sistem nilai tertentu pada diri individu. Contoh

kata kerja operasional: memutuskan, menolak, mengajak,

menyatakan pendapat.

4. Mengelola (A4)

Mengelola dalam hal ini mencakup kemampuan

membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan

pegangan hidup. Contoh kata kerja operasional:

merumuskan, mengintegrasikan, menyesuaikan,

melengkapi.
27

5. Menghayati (A5)

Menghayati mencakup kemampuan menghayati

nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan

pribadi. Contoh kata kerja operasional: mendengarkan,

berakhlak mulia, memperlihatkan, bertindak, melayani.

Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan

dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya

dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.33

Perkembangan moral terdiri atas tahapan-tahapan kualitatif yang

menjelaskan bagaimana seseorang bernalar tentang aturan yang

mengatur perilaku mereka.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan

moral peserta didik, antara lain :

1) Sikap dan perlakuan orang tua, yakni sikap dan perlakuan

ayah kepada ibu dan sebaliknya juga sikap dan perlakuan

kedua orang tua itu kepada anak.

2) Konsistensi orang tua dalam mendidik anak, yakni keajegan

sikap dan perlakuan mereka dalam memerintah, melarang

dan memberi teladan kepada anak.

3) Ketaatan orang tua terhadap norma-norma yang di anut

seperti norma agama dan norma hukum yang berlaku.34

33
Desmita, Opt.,Cit. hlm. 258
34
Muhibbin Syah, Op.Cit., hlm. 51
28

b. Tahapan Perkembangan Moral

Perkembangan moral sama halnya seperti kemampuan

kognisi dalam teori perkembangan kognisi Piaget juga melalui

tahapan-tahapan, seperti yang telah dinyatakan oleh Kohlberg yaitu

pra-konvensional, konvensional dan pasca-konvensional. Setiap

tingkat perkembangan terdiri atas dua tahap perkembangan,

sehingga secara keseluruhan perkembangan moral manusia itu

terjadi dalam enam tahap. Berikut tingkat dan tahap perkembangan

moral versi Kohlberg.

1. Tingkat perkembangan moral antara lain :35

a. Tingkat prakonvensional.

Pada level ini anak-anak memberikan respons

terhadap aturan-aturan kebiasaan, baik dan buruk, benar

atau salah, tetapi interpretasi ini mereka terjemahkan

menurut tarap pemikiran mereka sendiri atau kosekuensi

kesenangan dan ketidaksenangan mereka terhadap

adanya tindakan tertentu (hukuman, reward, ganjaran

kebaikan) atau dalam batas kekuasaan fisik dari orang-

orang yang menetapkan aturan atau label tersebut.

b. Tingkat konvensional.

Pada level ini telah tumbuh kesadaran dan

penghargaan terhadap individu lain, keluarga, kelompok

35
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2010), hlm.62-64
29

atau negara dan hal-hal tersebut dianggap memiliki nilai

baginya. Tahap ini lebih memberikan penekanan kepada

usaha aktif untuk mengidentifikasikan diri dengan

pribadi-pribadi ataupun kelompok yang ada di

sekitarnya.

c. Tingkat pasca-konvensional.

Pada level ini sudah ada usaha kongkrit dalam diri

seseorang untuk menentukan nilai-nilai atau prinsip-

prinsip moral yang dianggap memilki validitas yang

diwujudkan tanpa harus mengaitkannya dengan otoritas

kelompok atau pribadi-pribadi yang mendukung prinsip-

prinsip tersebut, sekaligus terlepas dari identifikasi

seseorang terhadap kelompok.

2. Tahap perkembangan moral antara lain :36

a. Tahap 1 (memperhatikan ketaatan dan hukum).

Pada tahap ini biasanya perilaku baik yang muncul

pada anak-anak bukan tumbuh sebagai suatu kesadaran

akan kebaikan tersebut, akan tetapi hal itu muncul karena

adanya kosekuensi tertentu bila mana mereka melakukan

atau tidak melakukan sesuatu tindakan tersebut.

Keputusan untuk melakukan sesuatu tersebut merupakan

upaya untuk menghindari hukuman dan kepatuhan

36
Robert E Slavin,Op.,Cit, hlm.73
30

terhadap kekuasaan, bukan bentuk moral dari rasa

hormat terhadap nilai-nilai kebaikan dalam tindakan

tersebut.

b. Tahap 2 (memperhatikan pemuasan kebutuhan).

Pada tahap ini pandangan terhadap perbuatan yang

benar adalah perbuatan yang secara instrumental

memuaskan kebutuhan dirinya dan kadang-kadang

kebutuhan orang lain. Suatu tindakan yang tidak ada

kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan seseorang dapat

pula dianggap sebagai tindakan yang baik sepanjang

tindakan tersebut tidak menimbulkan kerugian.

c. Tahap 3 (memperhatikan citra “anak baik”).

Pada tahap ini perilaku yang baik diartikan sebagai

perilaku yang menyenangkan atau yang dapat membantu

orang lain dan yang disetujui oleh mereka.

d. Tahap 4 (memperhatikan hukum dan peraturan).

Pada tahap ini tindakan sseseorang lebih banyak

berorientasi pada otoritas, aturan-aturan yang pasti dan

pemeliharaan tata aturan sosial. Perilaku yang dianggap

benar atau bermoral adalah terarah pada pelaksanaan

tugas, menaruh rasa hormat terhadap otoritas dan

pemeliharaan tata aturan sosial tertentu.


31

e. Tahap 5 (memperhatikan hak perseorangan).

Pada tahap ini perbuatan baik didefenisikan sebagai

kebenaran individual secara umum dalam ukuran-ukuran

yang standar yang telah diuji secara kritis dan disepakati

oleh seluruh masyarakat. Seseorang yang berada pada

tahap kelima ini telah mempunyai kesadaran yang cukup

tinggi akan adanya perbedaan individu yang berkaitan

dengan nilai-nilai ataupun pendapat-pendapatnya.

f. Tahap 6 (memperhatikan prinsip-prinsip etika).

Pada tahap ini, apa yang secara moral di pandang

benar tidaknya harus dibatasi oleh hukum-hukum atau

aturan-aturan sosial, akan tetapi lebih dibatasi oleh kata

hati dan kesadaran menurut prinsip-prinsip etik. Prinsip-

prinsip tersebut merupakan prinsip universal mengenai

keadilan, timbal balik dan persamaan hak asasi manusia

serta mengenai rasa hormat terhadap martabat individual

manusia.

B. Pengaruh Penguasaan Aspek Kognitif terhadap Perkembangan Moral

Siswa

Aspek kognitif adalah kawasan yang membahas tujuan

pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat


32

pengetahuan sampai ketingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. 37 Domain

kognitif adalah perilaku yang merupakan hasil proses berpikir, dalam

bahasa sederhananya perilaku hasil kerja otak.38

Pengaruh penguasaan aspek kognitif terhadap perkembangan moral

siswa dapat dilihat dari pendapat:

Piaget dan Kohlberg menekankan bahwa pemikiran moral seorang


anak, terutama ditentukan oleh kematangan kapasitas kognitifnya. 39
Adanya keselarasan antara perkembangan kognisi dan
perkembangan moral telah diakui oleh Piaget dan Kohlberg,
mereka juga berpendapat bahwa para remaja menerapkan struktur
kognitif-moral mereka pada dilema moral. Sejalan dengan ini
Slavin juga menyatakan ketika orang berkembang kemampuan
kognisinya maka pemahaman mereka tentang masalah moral juga
semakin canggih.40
Berdasarkan ulasan pada paragraf sebelumnya, dapat disimpulkan

bahwa penguasaan aspek kognitif memiliki hubungan dengan

perkembangan moral siswa. Karena dengan memiliki penguasaan aspek

kognitif yang baik siswa mampu berperilaku sesuai dengan norma-norma

yang berlaku dilingkungan.

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang digunakan sebagai

perbandingan untuk menghindari manipulasi terhadap karya ilmiah dan

juga menguatkan penelitian yang penulis lakukan benar-benar belum

pernah diteliti oleh orang lain.

37
Hamzah B.Uno.dkk, Assessment Pembelajaran, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2013),
hlm.61
38
Mardia Hayati, Op.,Cit, hlm.45
39
Muhibbin Syah, Op.,Cit, hlm. 152
40
Rosyda Fitria. Perkembangan Moral Siswa SMP terhadap Permasalahan Lingkungan
Pendulangan Intan melalui Penyelesaian Masalah. Vol.13 (1) 2016: 145-150
33

1. Madayansyah Tambunan, mahasiswa Pendidikan Agama Islam,

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau tahun 2014

meneliti dengan judul Kemampuan Aspek Kognitif siswa dalam

Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Jurusan

Teknik Otomotif Sekolah Menengah Kejuruan Taruna Pekanbaru.

Berdasarkan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan

aspek kognitif siswa dalam proses pembelajaran pendidikan

Agama islam pada jurusan teknik otomotif Sekolah Menengah

Kejuruan Taruna Pekanbaru tergolong “ kuat/baik” secara

kuantitatif diperoleh skor 61,13%.

Penelitian yang telah dilakukan madayansayah Tambunan

dengan judul Kemampuan Aspek Kognitif siswa dalam Proses

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Jurusan Teknik

Otomotif Sekolah Menengah Kejuruan Taruna Pekanbaru memiliki

persamaan yang peneliti lakukan sama-sama meneliti tentang

kemampuan Aspek Kognitif sedangkan perbedaannya

Madayansyah Tambunan lebih fokus kepada proses pembelajaran

sedangkan peneliti lebih fokus kepada Kemampuan Kognitif

siswa.41

2. Puji Pelita Pratiwi, mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau tahun 2015 meneliti

dengan judul Pengaruh Penguasaan Aspek Kognitif pada Mata

Pelajaran Agama Islam Terhadap Perilaku Beragama Siswa di


41
Madayansyah Tambunan, Kemampuan Aspek Kognitif siswa dalam Proses
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Jurusan Teknik Otomotif Sekolah Menengah
Kejuruan Taruna Pekanbaru, Pustaka Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2014.
34

Sekolah Menengah Pertama Negeri 25 Pekanbaru. Berdasarkan

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada pengaruh yang

signifikan antara Penguasaan Aspek Kognitif Pada Mata Pelajaran

Pendidikan Agama Islam Terhadap Perilaku Beragama Siswa Di

Sekolah Menengah Pertama Negeri 25 Pekanbaru. Kontribusi

pengaruh penguasaan aspek kognitif pada mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam terhadap perilaku beragama siswa adalah

sebesar 74%.

Penelitian yang telah dilakukan Puji Pelita Pratiwi dengan

judul Pengaruh Penguasaan Aspek Kognitif Pada Mata Pelajaran

Pendidikan Agama Islam Terhadap Perilaku Beragama Siswa Di

Sekolah Menengah Pertama Negeri 25 Pekanbaru memiliki

persamaan yang peneliti lakukan sama-sama meneliti tentang

kemampuan Aspek Kognitif sedangkan perbedaannya yaitu penulis

meneliti perkembangan sosial dan moral siswa. Sedangkan Puji

Pelita Pratiwi meneliti perilaku beragama siswa. 42

3. “Perkembangan Moral Siswa SMP terhadap Permasalahan

Lingkungan Pandulangan Intan melalui Penyelesaian Masalah”.

Penelitian ini dilakukan oleh Rosyda Fitria, mahasiswa Universitas

Lambung Mangkurat. Vol: 13(1) 2016: 145-150.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang

bertujuan untuk mengetahui perkembangan moral terhadap


42
Puji Pelita Pratiwi, Pengaruh Penguasaan Aspek Kognitif pada Mata Pelajaran Agama
Islam Terhadap Perilaku Beragama Siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri 25 Pekanbaru,
Pustaka Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2015.
35

permasalahan lingkungan pandulangan intan melalui penyelesaian

masalah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII.

Sampel yang digunakan adalah seluruh jumlah pupolasi. Data

dikumpulkan dengan observasi dan wawancara. Hasil penelitian

didapati bahwa keputusan siswa dalam penyelesaian masalah dapat

mewakili berbagai tingkat perkembangan moral, namun dapat

ditentukan pada tahapan mana siswa tersebut berada melalui

karakteristik keputusan siswa yang sering muncul dalam

penyelesaian masalah yang ia kerjakan.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa peneliti

sama-sama meneliti Perkembangan Moral Siswa, perbedaannya

yaitu penulis meneliti Penguasaan Aspek Kognitif sedangkan

penelitian di atas meneliti Permasalahan Lingkungan melalui

Penyelesaian Masalah.

D. Konsep Operasional

Konsep Operasional merupakan penjabaran dari kajian teoretis

dalam bentuk yang konkrit sehingga mudah dipahami. Konsep ini

digunakan untuk memperjelaskan konsep teoritis agar tidak menyimpang

dari konsep teoritis, hal ini sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan

pengertian dalam memahami tulisan ini sebagaimana yang telah diuraikan

diatas.
36

Penelitian ini berkenaan dengan Pengaruh Penguasaan Aspek

Kognitif pada Mata Pelajaran Ekonomi (variabel X) terhadap

Perkembangan Moral (variabel Y) siswa Jurusan IPS di SMA N 1

RENGAT.

1. Berdasarkan Indikator Penguasaan Aspek Kognitif (Variabel X) pada

tingkat pengetahuan, pemahaman, dan penerapan, analisis, sintesis,

dan evaluasi.

Indikatornya :

a. C1 – Pengetahuan

a) Siswa dapat menyebutkan pengertian kesempatan kerja.

b) Siswa dapat mengulang pengertian kesempatan kerja

yang telah dijelaskan oleh guru.

b. C2 – Pemahaman

a) Siswa dapat membuat kesimpulan tentang materi

kempatan kerja dengan menggunakan bahasa sendiri.

b) Siswa dapat membedakan antara tenaga kerja dan

pekerja.

c. C3 – Aplikasi

a) Siswa dapat menghubungkan angkatan kerja, tenaga kerja

dan kesempatan kerja.

b) Siswa dapat mendeskripsikan pasar tenaga kerja.

d. C4 - Analisis

a) Siswa dapat mengidentifikasi jenis kesempatan kerja.


37

b) Siswa dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi kesempatan kerja.

e. C5 – Evaluasi

a) Siswa dapat mensintesakan pengaruh pendidikan dalam

pasar dunia kerja.

f. C6 - Kreasi

a) Siswa dapat menggabungkan berbagai sumber seperti

buku, internet, dan lain-lain dalam penentuan atas

jawaban yang benar dari suatu permasalahan.

2. Berdasarkan Indikator Perkembangan Moral (Variabel Y) pada tingkat

menerima, menanggapi, menilai, mengelola, menghayati.

Indikatornya :

a. A1 – Menerima

a) Siswa mengikuti aturan yang ada di lingkungan sekolah.

b) Siswa memiliki sikap tanggung jawab dalam menerima

tugas dari guru.

b. A2 – Menanggapi

a) Siswa melaksanakan gotong royong di lingkungan sekolah.

b) Siswa menolong temannya yang lagi mengalami kesulitan.

c. A3 – Menilai

a) Siswa selalu berkata jujur.


38

b) Siswa bersikap sopan ketika berbicara kepada orang yang

lebih tua.

d. A4 – Mengelola

a) Siswa membentuk kelompok belajar untuk saling bertukar

pikiran.

b) Siswa menyesuaikan cara belajarnya dengan peraturan

yang ada di sekolah.

e. A5 – Menghayati

a) Siswa saling menghargai kepada teman yang berbeda

keyakinan.

b) Siswa bersilaturrahmi kerumah guru.

E. Asumsi dan Hipotesa

1. Asumsi

a. Ada kecenderungan apabila Penguasaan Aspek Kognitif kurang

baik maka Perkembangan Sosial dan Moral kurang baik pula.

b. Ada kecenderungan apabila Penguasaan Aspek Kognitif baik

maka Perkembangan Sosial dan Moral baik.

c. Ada kecenderungan apabila Penguasaan Aspek Kognitif baik,

tetapi Perkembangan Sosial dan Moral kurang baik.

d. Ada kecenderungan apabila Penguasaan Aspek Kognitif Kurang

baik, tetapi Perkembangan Sosial dan Moral baik.


39

2. Hipotesis

a. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Penguasaan

Aspek Kognitif pada Mata Pelajaran Ekonomi terhadap

Perkembangan Sosial dan Moral siswa Jurusan IPS di Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Rengat.

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada pengaruh yang signifikan antara Penguasaan Aspek

Kognitif pada Mata Pelajaran Ekonomi terhadap Perkembangan

Sosial dan Moral siswa Jurusan IPS di Sekolah Menengah Atas

Negeri 1 Rengat.
40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada semester ganjil tahun ajaran

2018/2019 yang dimulai pada tanggal 02 Agustus 2018 . Penelitian ini

berlokasi di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rengat. Pemilihan lokasi ini

didasari oleh adanya masalah – masalah yang penulis teliti dilokasi ini.

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa/i Jurusan Ilmu

Pengetahuan Sosial Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rengat.

2. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah pengaruh penguasaan aspek

kognitif pada mata pelajaran ekonomi terhadap perkembangan sosial

dan moral siswa Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Rengat.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 43 Populasi

43
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2016), hlm.91
41

dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i kelas XI IPS Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Rengat.

TABEL III. 1
KEADAAN POPULASI SISWA/I SMAN 1 RENGAT
TAHUN AJARAN 2018-2019

JENIS KELAMIN
KELAS JUMLAH
LAKI-LAKI PEREMPUAN
XI IPS 1 7 25 32
XI IPS 2 10 20 30
XI IPS 3 9 22 31
TOTAL 93
Sumber Data: Dokumentasi SMAN 1 Rengat

Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilki

oleh populasi. Dalam menentukan jumlah sampel apabila subjek kurang

dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan

penelitian populasi, sedangkan jika subjek lebih dari 100 dapat diambil

antara 10% -15% atau 20% - 25% atau lebih.44

Dalam Penelitian ini, peneliti mengambil sampel Hanya Pada

Siswa/i Kelas XI IPS yang berjumlah 93 orang yang belajar mata pelajaran

ekonomi di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rengat. Dikarenakan jumlah

sampel kurang dari 100, maka peneliti mengambil Sampel secara

keseluruhan dari siswa/i kelas XI IPS di SMAN 1 Rengat.

Berdasarkan pernyataan pada paragraf sebelumnya, maka teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara

44
Riduwan, Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian, (Bandung : Alfabeta,
2014), hlm.95
42

Sampling Jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua abggota

populasi digunakan sebagai sampel.45

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,

maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengetahui sejarah sekolah,

keadaan guru, dan siswa serta sarana prasarana yang ada disekolah.

2. Tes

Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang

digunakan untuk mengukur pengetahuan, kemampuan, keterampilan

yang dimiliki individu atau kelompok.46 Penulis memberikan beberapa

pertanyaan atau pernyataan kepada siswa untuk mengukur Penguasaan

Aspek Kognitif siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi yang telah

dipelajari oleh siswa tersebut.

3. Angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawabnya. 47 Dalam penelitian ini digunakan

45
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualutatif dan R&D,
(Bandung : Alfabeta, 2016), hlm.124
46
Hartono, Analisa item Instrumen, ( Pekanbaru : Zanafa Publishing, 2010 ), hlm. 73.
47
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2016), hlm.199
43

angket tertutup untuk mengumpulkan data tentang Perkembangan

Moral Siswa.

E. Teknik Analisis Data

1. Uji Validitas

Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur

benar-benar cocok atau sesuai sebagai alat ukur yang diinginkan.

Menurut Sugiono instrument data (mengukur) itu valid. Valid berarti

instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur.48

Penentuan valid atau tidaknya pernyataan adalah dengan cara

membandingkan “r” hitung “r” table dengan ketentuan jika “r”

hitung > “r” tabel maka butir pernyataan tersebut dinyatakan valid,

dan begitu juga sebaliknya.49

Pengujian validitas instrument dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus product moment. Berikut rumus yang

digunakan:50

Keterangan :
N = Number of Coses
𝝨X = Jumlah Skor X
𝝨Y = Jumlah skor Y

48
Hartono, Analisis Item Instrumen,(Pekanbaru, Zanava Publishing bekerja sama dengan
nusa media Bandung, 2010),hlm.90.
49
Ibid. hlm.91
50
Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 228
44

𝝨XY = Jumlah Skor XY


𝝨X² = Jumlah skor X setelah terlebih dahulu di kuadratkan
𝝨Y² = Jumlah skor Y setelah terlebih dahulu di kuadratkan

2. Uji Realibilitas

Uji realibilitas untuk mengukur tingkat kekonsenan

instrument. Untuk menguji realibilitas instrument dalam penelitian

ini dengan membuat SPSS for widows. Adapun rumus yang

digunakan crinbach alpha:

r11 =( )( )

Keterangan :

r11 = Nilai Reabilitas

𝝨st = Jumlah hasil perkalian antara p dan q

St = Variabel total

K = Jumlah item.51

51
Ibid., hlm. 90
45
46
47
48

Anda mungkin juga menyukai