Anda di halaman 1dari 2

Kritik al-Ghazali terhadap Teori Emanasi

Lahirnya teori emanasi dikalangan filosof muslim mendapat kritik yang


tajam dan keras bukan hanya dari para teolog yang meyakini akan kuasa mutlak
Tuhan dan berpandangan bahwa alam tercipta dari ‘tiada’ melalui kalam ‘kun’.
Namun kritik tentang teori emanaasi juga datang dari kalangan filosof yang tidak
sepakat dengan pemikiran emanasi.
Diantara kalangan teolog yang mengkritik teori emanasi adalah al-Ghazali (450-
505 H/ 1058-1111 M) dan Ibnu Taimiyah (661-728 H/ 1263-1328 M). Menurut
al-Ghazali, sekiranya alam melimpah dari Allah sebagai suatu keniscayaan,
misalnya melimpahnya sinar dari matahari, alam ini akan qadim serupa qadim-
nya dengan Allah. Paham ini sama dengan mazhab panteisme. Pada pihak lain,
tentu saja alam tidak diciptakan dan Allah tidak lagi pencipta alam. Menurutnya
pula, tidak akan ada orang yang mengatakan lampu membuat sinar dan orang
membuat bayang-bayang. Atas dasar itulah al-Ghazali mengecam para filosof
muslim yang mengemukakan filsafat emanasi ini dengan kafir zindik.
Kritik al-Ghazali lainnya terhadap klaim para filosof muslim tentang teori
emanasi, adalah bahwa Allah hanya memikirkan dirinya, sedangkan akal-akal
dapat memikirkan Allah dan dirinya. Pendapat seperti ini, menurutnya, telah
menempatkan Allah lebih rendah atau hina dari ciptaannya. Allah hanya bisa
memikirkan zatnya, sedangkan makhluknya (akal-akal) bisa memikirkan Allah
dan bisa pula memikirkan yang lain (dirinya). Pandangan ini tentu saja akan
membawa pada kesimpulan bahwa akal-akal yang melimpah dari Allah lebih
sempurna dan lebih mulia kedudukannya daripada Allah.
Pandangan para filosof emanasi yang menyatakan alam qadim juga dikritik oleh
al-Ghazali. Menurutnya, penciptaan alam yang tidak bermula itu tidak dapat
diterima oleh teologi, karena menurut teologi tuhan adalah pencipta dan yang
dimaksud dengan pencita dalam paham teologi itu adalah penciptaan sesuatu dari
tiada (creation ex nihilo). Dan kalau alam dikatakan tidak bermula maka alam ini
bukanlah diciptakan dan tuhan bukanlah sebagai pencita. Karena alam diciptakan
dari tiada sehingga ia tidak qadim.
Kritik al-Ghazali tentang teori emanasi, erat hubungannya dengan pemahamannya
sebagai seorang tokoh Asy’ary yang bertolak dari kekuasaan dan kehendak
mutlak Allah. Dan menurutnya, perbedaan ini merupakan hal yang lumrah karena
filosof muslim bertolak dari rasio, sedang al-Ghazali bertolak dari empirik
keagamaan.
Menurut Harun Nasution, kritik al-Ghozali terhadap filsafat emanasi para filosof
Islam hanya berkisar pada kurang lurusnya pendapat para filosof itu. Ia menuduh
mereka merendahkan derajat Tuhan dan meninggikan derajat akal-akal, karena
Tuhan dalam paham emanasi berpikir hanya tentang zat-Nya dan mewujudkan
hanya yang berbilang satu. Sedang akal-akal selain berpikir tentang dirinya juga
berpikir pula tentang yang ada di luar dirinya dan mewujudkan yang terbilang
banyak. Pandangan emanasi ini, kata al-Ghazali, menghilangkan keagungan Allah
Swt dan membuat Tuhan dekat pada keadaan mati. Namun demikian, filsafat
emanasi, dalam pendapatnya tidak sampai membawa kepada kekufuran.
Kepustakaan:
Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf: Dirasah Islamiyah IV,
(Jakarta: Rajawali, 2001). Achmad Baiquni, al-Qur’an Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2001).

Anda mungkin juga menyukai