Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


MODUL 4
PENGENALAN TEORI DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
Dosen Pengampu: Dedi Mulia, S.Pi, S.Pd, M.Pd.

SAMLANI NIM. 857149741


DWI RISMA RINI NIM. 857152148
HELMI HIDAYAT NIM. 857144774
SARI SWIASTUTI NIM. 857144251
ASTRI NOPIANI NIM. 857153308

UPBJJ JAKARTA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas “Pemberian Nilai Dan Tindak
Lanjut Hasil Penilaian” ini dapat diselesaikan.

Tujuan dari penulisan tugas ini adalah untuk memberi informasi kepada semua pihak
yang membaca nya dan sebagai salah satu tugas pada mata kuliah “Perkembangan Peserta
Didik”.

Penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengalaman Penulis masih terbatas,


sehingga penyusunan tugas ini banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Akan
besar manfaat nya bila adanya kritik dan saran dari semua pihak, agar tugas ini dapat menjadi
lebih sempurna dan bermanfaat bagi semua pembaca.

Pada kesempatan ini Penulis tak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan, terutama yang terhormat Dedi
Mulia, S.Pi, S.Pd, M.Pd. selaku dosen pembimbing.

Akhirnya segala puji syukur bagi Allah SWT atas berkat Ridho-Nya, tugas ini dapat
diselesaikan. Mudah-mudahan tugas ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Peserta Didik
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
C. Perkembangan Anak Usia Dini

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut UU Sisdiknas 2003 anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-6
tahun dan antara 0-8 tahun menurut para pakar Pendidikan. Pada masa ini anak mengalami
2 pertumbuhan serta perkembangan sangat pesat yang tidak akan tergantikan di masa
mendatang sehingga masa ini disebut sebagai masa golden age. Masa golden age ini sangat
berpengaruh pada tahap tumbuh kembang selanjutnya. Masa ini juga hanya berlangsung
satu kali dalam seumur hidup setiap individu (Trianto, 2011: 7). Maka dari itu proses
tumbuh kembang pada masa ini harus sangat diperhatikan oleh guru maupun orangtua.
Selain itu, masa usia dini ini disebut juga sebagai periode sensitif (critical period). Dimana
pada periode ini kematangan fungsi fisik dan psikis anak sudah siap untuk merespon
stimulasi yang diberikan oleh lingkungan (Musringati, 2017: 1). Oleh karena itu, seluruh
kebutuhan tumbuh kembang anak harus dipenuhi dengan baik agar tumbuh kembang anak
berlangsung dengan optimal. Kebutuhan tumbuh kembang itu meliputi asupan gizi,
pemberian stimulasi dan intervensi, serta lingkungan yang mendukung. Jika salah satu atau
sebagian kebutuhan itu tidak terpenuhi, maka akan menyebabkan terganggu atau kurang
optimalnya tumbuh kembang anak. Misalkan, seorang anak yang diasuh dan distimulasi
dengan baik, namun asupan gizinya tidak terpenuhi dengan baik maka tumbuh kembang
anak itu terhambat (Anwar & Ahmad, 2016: 8-9). Pendidikan yang diberikan pada masa
usia dini ini sangat penting karena pada masa ini potensi kecerdasan dan karakter dasar
seorang individu dibentuk (Trianto, 2011: 5). Pendidikan yang diberikanpun harus
berdasarkan pada kebutuhan tumbuh kembang anak. Selain itu juga, pendidikan harus
dilaksanakan dengan dukungan penuh dari orangtua, guru, masyarakat, dan lingkungan.
Pendidik (orangtua dan guru) harus mampu menciptakan suasana belajar yang aman dan
menyenangkan bagi anak (Aqib, 2009: 9). Maka dari itu, pada masa ini anak harus
mendapatkan pendidikan yang optimal agar pertumbuhan dan perkembangannya berjalan
dengan baik hingga ia dewasa. Anak-anak memiliki beberapa aspek perkembangan, salah
satunya adalah aspek sosial-emosional. Meski sosial dan emosional adalah dua kata yang
memiliki makna yang berbeda, tetapi sebenarnya aspek sosial emosional ini tidak dapat
dipisahkan. Hal ini dikarenakan kedua aspek ini saling bersinggungan satu sama lain
(Mulyani, 2014: 145). Perkembangan sosial emosional ini bertujuan agar anak memiliki
keprcayaan diri, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan mengendalikan emosi
(Musringati, 2017: 1). Optimalisasi perkembangan sosial emosional ini ditentukan oleh
kualitas kerjasama antara orangtua, guru, dan lingkungan (Wahyuni, Syukri, & Miranda,
2015:2). Untuk optimalisasi perkembangan sosial emosional ini dapat dilakukan dengan
mulai mengajak anak mengenal dirinya sendiri dan lingkungan. Proses pengenalan ini 3
dapat berupa interaksi anak dengan keluarga yang akan membuat anak belajar membangun
konsep diri. Juga dapat dengan cara bermain bersama teman sebaya yang akan melatih dan
meningkatkan kemampuan sosialisasi anak (Musringati, 2017: 1-2). Kemudian, orangtua
maupun guru dapat mengembangkan aspek ini melalui beberapa keteladanan (Nurjannah,
2017: 52), seperti beribadah, saling interaksi dengan orang lain, bekerja sama, berpakaian,
cara belajar, gaya hidup, dan lainnya. Semakin sering perilaku sosial emosional anak
dilatih, maka kemampuan problem solving-nya pun akan semakin baik (Wahyuni, dkk,
2015:2). Maka dari itu orangtua maupun guru harus sesering mungkin mengajak anak
bermain permainan yang dapat melatih kemapuan sosial emosional anak. Orangtua dan
guru dapat melakukannya melalui metode bercerita, bermain peran, dan sebagainya.
Ketika orangtua maupun guru memberikan stimulasi dan intervensi yang baik serta
didukung oleh lingkungan yang baik pula, maka kemampuan sosial emosional anak akan
berkembang dengan optimal. Perkembangan sosial diartikan sebagai kemampuan anak
dalam berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa, dan masyarakat luas agar dapat
meyesuaikan diri dengan baik sesuai dengan harapan bangsa dan negara (Mayar, 2013:
459). Perkembangan sosial ini mengikuti suatu pola perilaku sosial. Dimana pola ini
berlaku pada semua anak yang berada dalam satu kelompok budaya. Perkembangan ini
dimulai sejak bayi mampu berinteraksi dengan keluarganya. Pengalaman sosial yang
dialami anak saat usia dini sangat memengaruhi pembentukkan karakter anak di masa yang
akan datang (Aqib, 2009: 40-41). Adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan
meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok
merupakan sebagian tanda dari perkembangan perilaku sosial anak (Mayar, 2013: 460).
Perkembangan sosial anak dimulai dari sifat egosentrik, individual, hingga ke arah
interaktif komunal (Mansur, 2014: 56). Pada usia 3 tahun anak mulai tumbuh sifat
sosialnya, seperti bergaul dengan anak lain dan bermain bersama. Hal ini dapat dilihat
ketika anak mulai belajar bersosialisasi saat ia memasuki pendidikan prasekolah
(PAUD/TK). Disana anak belajar menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebayanya
(Aqib, 2009: 41). Perkembangan sosial ini meliputi dua aspek penting, yaitu kompetesi
sosial (kemampuan anak beradaptasi dengan lingkungannya secara efektif) dan
tanggungjawab sosial (komitmen anak terhadap tugastugasnya, menghargai perbedaan
invidual, dan memperhatikan lingkungannya) (Mansur, 2014: 56). 4 Emosi adalah
perasaan yang ada dalam diri manusia baik senang atau sedih, maupun baik atau buruk.
Menurut E. Mulyasa (2012) dalam Ginawati (2017) emosi adalah suatu keadaan atau
perasaan yang bergejolak dalam diri seseorang yang disadari dan diungkapkan melalui
wajah atau tindakan, yang berfungsi sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam)
terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu. Menurut
Shapiro (1999) dalam Putra dan Dwilestari (2013: 50) kecerdasan emosional perlu
diajarkan sejak dini agar anak tumbuh menjadi seseorang yang dewasa, bertanggung jawab
dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Selain itu, anak yang mempunyai
kecerdasan emosional tinggi akan terlihat lebih bahagia, lebih percaya diri dan lebih
berprestasi di sekolah. Kecerdasan emosional memiliki dua peran penting bagi anak-anak
(Putra dan Dwilestari, 2013: 50-51). Pertama, peran substansial yang berkaitan dengan
bagaimana membuat anak dan kehidupannya menjadi lebih manusiawi. Kedua, peran
fungsional yang berkaitan dengan bagaimana menggunakan kecerdasan emosional dalam
kehidupan seharihari. Perkembangan sosial emosional menurut American Academy of
Pediatrics (2012) dalam Nurmalitasari (2015) adalah kemapuan anak untuk memiliki
pengetahun dalam mengelola dan mengekspresikan emosi secara lengkap baik emosi
positif, maupun negatif, mampu berinteraksi dengan anak lainnya atau orang dewasa di
sekitarnya, serta aktif belajar dengan mengeksplorasi lingkungan. Perkembangan sosial
emosional adalah proses belajar menyesuaikan diri untuk memahami keadaan serta
perasaan ketika berinteraksi dengan orang-orang di lingkungannya baik orang tua, saudara,
teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran sosial emosional
dilakukan dengan mendengar, mengamati dan meniru hal-hal yang dilihatnya. Menurut
Dodge, Colker, dan Heroman (2002) dalam Hildayani (2009: 10.3), pada masa kanak-
kanak awal perkembangan sosial emosional hanya seputar proses sosialisasi. Dimana anak
belajar mengenai nilai-nilai dan perilaku yang diterimanya dari masyarakat. Pada masa ini,
terdapat tiga tujuan perkembangan sosial emosional. Pertama, mencapai pemahaman diri
(sense of self) dan berhubungan dengan oranglain. Kedua, bertanggungjawab atas diri
sendiri yang meliputi kemampuan mengikuti aturan dan rutinitas, menghargai oranglain,
dan mengambil inisiatif. Ketiga, menampilkan perilaku sosial seperti empati, berbagi, dan
mengantri dengan tertib. 5 Perkembangan sosial emosional erat kaitannya dengan
interaksi, baik dengan sesama atau benda-benda lainnya. Jika interaksinya tidak baik, maka
pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi tidak optimal. Namun kebanyakan
orangtua kurang memerhatikan hal tersebut pada anak padahal perkembangan sosial
emosional setiap anak berbeda. Dalam hal ini peran pendidik sangat diperlukan untuk
memahami perkembangan sosial emosional pada anak agar mereka dapat mengembangkan
kemampuannya dengan baik.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1. Apa hakekat peserta didik dalam pandangan anthropologi maupun dalam pandangan
islam?
2. Apa kedudukan peserta didik dalam proses pembelajaran?
3. Apa hakekat pertumbuhan dan perkembangan?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan?
5. Apa saja hukum-hukum pertumbuhan dan perkembangan?
6. Bagaimana karakteristik anak usia dini?
7. Apa saja yang menjadi masalah perkembangan anak usia dini?
8. Bagaimana karakteristik anak usia sekolah dasar?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah :

- Mengetahui kedudukan peserta didik


- Mengetahui hakekat pertumbuhan dan perkembangan
- Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
- Mengetahui hukum-hukum pertumbuhan dan perkembangan
- Mempelajari karakteristik anak usia dini
- Mengetahui permasalahan perkembangan anak usia dini
- Mempelajari karakteristik anak usia sekolah dasar

D. Manfaat Penulisan

1. Membantu Anak Mengenal Lingkungan

Salah satu pentingnya aspek sosial-emosional untuk anak karena bisa membantunya dalam
bersosialisasi. Hal ini sangat penting mengingat makhluk hidup tidak bisa hidup sendirian. Di
usia dini, anak sudah boleh diajari untuk membangun hubungan sosial. Melalui perkenalan,
anak mulai bisa berinteraksi dan saling berbagi.

Bahkan, seiring usia, perkembangan emosional anak akan berubah menjadi perkembangan
sosial. Pada tahap ini, pengembangan aspek sosial-emosional berubah menjadi pertemanan.
Bahkan, anak-anak juga bisa menangani konflik bersama-sama. Selain itu, perkembangan
sosial anak bisa membawa dampak baik saat dewasa nanti.

2. Membuat Anak Lebih Mandiri

Salah satu alasan kenapa aspek sosial dan emosional penting dikembangkan karena membawa
dampak baik pada anak. Anak-anak bisa menjadi lebih mandiri. Biasanya di umur 1-2 tahun,
anak akan merasa tidak nyaman saat berpisah dengan seseorang. Nah, jika dibiarkan, maka
pribadi anak yang tidak mandiri akan mulai terbentuk.

Oleh karena itu, kamu bisa melatihnya dengan cara berpisah dari anak sebentar. Cukup 10-15
menit saja saat anak sudah mulai terbiasa. Namun, orang tua harus berpamitan kepada anak
agar anak mengerti kondisinya. Dengan begitu, perkembangan sosial dan emosionalnya akan
lebih baik sejak dini.

3. Membantu Mengenali Perasaan pada Anak

Tahap perkembangan sosial emosional anak usia dini mulai terlihat pada usia 2-3 tahun.
Biasanya, di usia tersebut emosional anak cenderung meledak. Saat hal tersebut terjadi, kamu
bisa meminta anak untuk bercerita. Jangan biarkan anak memendamnya sendiri karena akan
membuatnya menjadi kebiasaan buruk.

Kamu bisa memberitahu anak mengenai emosi yang dia rasakan. Hal ini sangat membantu si
kecil untuk mengenali dan memahami perasannya. Seperti yang diketahui, emosi terbagi
menjadi dua bagian, emosi positif dan emosi negatif. Kamu bisa mengajarkan semua emosi
tersebut untuk membantu perkembangan emosionalnya.

Selain itu, saat anak tidak bisa mengontrol emosinya, kamu bisa mengubah pandangan anak.
Terkadang, saat anak marah, orang tuanya merasa kesal. Hal inilah yang membuat
perkembangan emosi pada anak menjadi tidak baik. Sebagai gantinya, kamu bisa membuatnya
mengerti akan hal terjadi.

Jika perlahan dia mulai mengerti permasalahannya, maka emosinya pun mulai mereda. Dengan
begitu, kamu bisa membantu si kecil untuk mengambil langkah yang positif. Hal ini juga
pastinya membuat anak merasa aman dan nyaman.

4. Membantu Anak Menyelesaikan Masalah

Pentingnya perkembangan sosial anak usia dini karena bisa membantunya dalam
menyelesaikan masalah. Biasanya, saat anak berusia 4-5 tahun, mereka sudah mulai belajar
mengatasi masalah. Misalnya bagaimana meminta maaf kepada teman, mengucapkan terima
kasih, dan sebagainya.

5. Membantu Anak untuk Berekspresi

Alasan penting adanya pengembangan aspek sosial-emosional yaitu membantu anak untuk
mengekspresikan diri. Anak-anak cenderung mengikuti tingkah laku dan cara berbicara orang
di sekitarnya. Namun, anak tidak tahu bahwa itu baik atau tidaknya. Jadi, kamu bisa membantu
si kecil untuk mengungkapkan emosinya sendiri.

Caranya adalah dengan memberi ruang pada anak untuk bercerita. Biarkan si kecil cerita
tentang apa yang dialaminya. Lalu, kamu bisa menanggapinya dengan tanggapan positif agar
anak merasa dihargai.
Itulah beberapa alasan pentingnya pengembangan aspek sosial-emosional anak sejak usia dini.
Jika kamu tidak ingin anak tumbuh secara emosional, maka kamu bisa mencegahnya sejak
anak masih kecil.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peserta Didik

1. Hakekat Peserta Didik

Hakekat peserta didik menurut ilmu filosofi adalah menuntut pemikiran secara dalam, luas,
lengkap, menyeluruh, tuntas serta mengarah pada pemahaman tentang peserta didik.

Sedangkan menurut pandangan tradisionil, anak (peserta didik) adalah miniatur manusia
dewasa (Elizabeth B.Hurlock. 1978:2).

Johan Amos Comenius (abad ke-17) mempelopori kajian tentang anak bahwa anak harus
dipelajari bukan sebagai embrio orang dewasa melainkan sosok alami anak. Pengikut
Comenius mengembangkan pendapat bahwa mengamati anak secara langsung akan memberi
manfaat ketimbang mempelajari secara filosofis.

Pandangan menurut ilmu psikolog tentang peserta didik adalah individu yang sedang
berkembang baik jasmani maupun rohani. Perubahan jasmani biasa disebut pertumbuhan, ialah
terdapatnya perubahan aspek jasmani menuju kearah kematangan fungsi, missal kaki, tangan
sudah mulai berfungsi secarea sempurna. Sedangkan perkembangan adalah perubahan aspek
psikis secara lebih jelas.

2. Pandangan Anthropologi tentang Peserta Didik

Pandangan lama mengatakan bahwa manusia adalah primat, artinya kerabat kera besar,
simpanse dan gorila yang telah mengalami evolusi. Sedang pandangan baru mengatakan bahwa
peserta didik adalah homosapien, artinya makhluk hidup yang telah mengalami evolusi paling
sempurna.

Dari tinjauan Anthopologi hakekat peserta didik dapat ditafsirkan sebagai berikut:

Peserta didik sebagai makhluk yang bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan.


Peserta didik sebagai organism yang harus ditolong, sebab pada waktu lahir dia dalam kondsi
yang lemah.

Imran Manan (1989: 12-13) menjelaskan bahwa dari dimensi Anthropologi peserta didik dapat
dijelaskan dari tiga dimensi:

- Pertama, peserta didik adalah makhluk social yang hidup bersama-sama.


- Kedua, peserta didik dipandang sebagai individualistis, yakni mampu menampilkan
kepribadian yang khas yang berbeda dengan individu yang lain.
- Ketiga, peserta didik dipandang memiliki moralitas.

3. Pandangan Islam tentang Peserta Didik

Islam menjelaskan bahwa manusia (peserta didik) adalah makhluk Allah swt sesuai firman-
Nya dalam Al-Qur’an surat At-Tin : 4

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Manusia dibekali potensi berupa fitrah kecenderungan jahat dan kecenderungan baik
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syams : 8

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”

Agar dapat menjalankan fungsinya selain dibekali dengan kodrat tersebut juga dibekali akal,
pikiran, nafsu. Dalam banyak ayat peserta didik berpotensi untuk diperlakukan sebagai subjek
didik yang harus dididik, hal tersebut dijelaskan dalam surat Al-Anbiya’ : 12-17 dan juga surat
Al-A’raf : 179.

Beberapa sebutan manusia dalam Al-Qur’an antara lain Al-Basyr, An-Nas, Abdullah, Kholifah
fil Ard.
4. Kedudukan Peserta Didik dalam Pembelajaran

Dalam pembelajaran, peserta didik dapat dipandang sebagai objek didik, subjek didik, dan
sebagai subjek dan objek didik sekaligus.

Dalam pandangan konvensional, peserta didik dipandang sebagai objek didik, ialah sebagai
wadah yang harus diisi dengan pengetahuan, dan ketrampilan. Peserta didik diperlakukan pasif,
ia harus menereima semua yang diberikan guru.

Dalam pandangan modern, peserta didik dipandang sebagai subjek yang memiliki potensi
tersendiri, ia aktif mengembangkan potensinya, ia merespon, bertanya dan menanggapi
keterangan guru pada saat berlangsungnya pembelajaran. Guru berfungsi sebagai fasilitator,
menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga peserta didik terjadi proses belajar.

Ciri khas peserta didik adalah :

- Sebagai individu yang memiliki potensi fisik dan psikis


- Sebagai individu yang sedang berkembang baik potensi fisik maupun psikis
- Dalam pengembangan potensi tersebut peserta didik membutuhkan bantuan orang lain
- Memiliki kemampuan untuk mandiri.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik

1. Hakekat Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmaniah atau
fisik dan atau menunjukkan kepada suatu fungsi tertentu yang baru (yang tadinya belum
tampak) dari organisme atau individu.

Hasil pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran kuantitatif badan anak (dari misalnya 100 cm
menjadi 110 cm), kekuatan fisiknya, dll. Pertumbuhan juga menyangkut perubahan yang
semakin sempurna tentang fungsi suatu aspek jasmani (fungsi tangan pada anak 2 tahun untuk
memegang benda, semakin dewasa dapat dipergunakan untuk menulis, menari, dll), system
jaringan syaraf, sehingga istilahnya pertumbuhan adalah proses perubahan dan pematangan
fisik.
Perkembangan diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan
berkesinambungan baik fisik maupun psikis. Perkembangan juga bias diartikan suatu
perubahan aspek psikis dari kurang terdeferensiasi menuju deferensiasi, terarah, terorganisasi
dan terintegrasi meningkat secara bertahap menuju kesempurnaan.

Proses pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara interdependensi, artinya saling


bergantung, saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan antara lain :

a) Faktor turunan (warisan)

Turunan memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia lahir ke
dunia ini membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari kedua Ibu-Bapak atau nenek dan
kakek. Warisan (turunan atau pembawaan) tersebut yang terpenting, antara lain bentuk tubuh,
raut muka, warna kulit, inteligensi, bakat, sifat-sifat atau watak dan penyakit.

Warisan atau turunan yang dibawa anak sejak lahir dari kandungan sebagian besar berasal dari
kedua orang tuanya dan selebihnya berasal dari nenek dan moyangnya dari kedua belah pihak
(ibu dan ayahnya). Hal ini sesuai dengan hukum Mendel yang dicetuskan Gregor Mendel
(1857).

b) Ilmu watak (karakterologi)

Karakterologi adalah istilah Belanda, berasal dari kata karakter, yang berarti watak dan logos,
yang berarti ilmu. Jadi karkaterologi dapat kita terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
menjadi ilmu watak.

Kata Belanda karakter, itu berasal dari kata Yunani charassein, yang berarti (mula-mula)
coretan, atau gorasan. Kemudian berarti stempel atau gambaran yang ditinggalkan oleh stempel
itu. Jadi di sini kita menganggap bahwa tingkah laku manusia adalah pencerminan dari seluruh
pribadinya. Ini telah lama sekali dikenal oleh manusia.
c) Inteligensi (kecerdasan)

Andaikata pikiran kita umpamakan sebagai senjata, bagaimanakah kualitas dari senjata itu,
tajam atau tidakkah? Membicarakan tentang tajam atau tidaknya kemampuan berpikir tidak
lain kita membicarakan inteligensi (kecerdasan). Sehubungan dengan ini perlu diketahui lebih
dahulu apakah intelek dan apakah inteligensi itu.

Intelek adalah (pikiran) dengan intelek ornag dapat menimbang, menguraikan, menghubung-
hubungkan pengertian satu dengan yang lain dan menarik kesimpulan.

Inteligensi adalah (kecerdasan pikiran), dengan inteligensi fungsi pikir dapat digunakan dengan
cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi/untuk memecahkan suatu masalah. Dengan lain
perkataan inteligensi adalah situasi kecerdasan berpikir, sifat-sifat perbuatan cerdas (inteligen).

3. Hukum Pertumbuhan dan Perkembangan

Hukum-hukum tersebut antara lain :

a) Hukum Chepalocoudal

Bahwa dalam pertumbuhan fisik khususnya dimulai dari kepala ke arah kaki. Bagian kepala
tumbuh terlebih dahulu baru menuju ke bagian kaki.

b) Hukum Proximodistal

Hukum ini berlaku pada pertumbuhan fisik yang mengatakan bahwa pertumbuhan fisik
berpusat pada sumbu dan mengarah ke tepi, Perkembangan terjadi dari umum ke khusus

Pada setiap aspek pertumbuhan dan perkembangan dimulai dari hal-hal yang bersifat umum,
kemudian sedikit demi sedikit menuju ke hal yang bersifat khusus. Perkembangan berlangsung
sesuai dengan tahap perkembangan.

Pada umumnya para ahli membagi tahap-tahap perkembangan manusia sebagai berikut :

- Masa pra-lahir
- Masa bayi (0-2 tahun)
- Masa kanak-kanak (3-5 tahun)
- Masa sekolah (6-12 tahun)
- Masa remaja (13-24 tahun)
- Masa awal remaja (13-15 tahun)
- Masa remaja (16-20 tahun)
- Masa akhir remaja (21-24)
- Masa dewasa (25-60 tahun)
- Masa awal dewasa (25-30 tahun)
- Masa dewasa (31-45)
- Masa akhir dewasa (46-60 tahun)
- Masa tua (61 tahun ke atas)
- Masa lansia (71 tahun ke atas)

Hukum tempo dan irama perkembangan

Tahap perkembangan berlangsung secara berurutan, terus menerus, tetap, berlaku secara umum
dalam suatu tempo dan irama perkembangan tertentu. Cepat lambatnya waktu perkembangan
sesuai dengan irama masing-masing individu. Setiap aspek perkembangan memiliki tempo dan
irama perkembangan masing-masing.

C. Perkembangan Anak Usia Dini

1. Karakteristik Anak Usia Dini

Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena
itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga
dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara
lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut :

Usia 0 – 1 tahun

Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding
usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari anak pada usia ini.
Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :
Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan
berjalan.

Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba,
mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.

Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial
dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan
memperluas respon verbal dan non verbal bayi.

Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak
untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya.

Usia 2 – 3 tahun

Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara
fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang
dilalui anak usia 2 – 3 tahun antara lain :

Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan
observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh
anak terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat
efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding
sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.

Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian


satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi,
memahami pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.

Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak didasarkan pada
bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan
namun lebih banyak pada lingkungan.

Usia 4 – 6 tahun

Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :


Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini
bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun besar.

Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang
lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu.

Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang
luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala
sesuatu yang dilihat.

Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktifitas
bermain dilakukan anak secara bersama.

Usia 7 – 8 tahun

Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain :

Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara
kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir
analisis dan sintesis, deduktif dan induktif.

Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini
ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan
teman sebaya.

Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang
dengan saling berinteraksi.

Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian
anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak
sebenarnya telah menampakkan hasil.

2. Perkembangan Anak Usia Dini

Perkembangan anak dimulai sejak dalam kandungan, kehidupan anak dimulai saat sel telur
dibuahi oleh sel sperma. Dari sel yang sama bentuk dan fungsinya berkembang manjadi sel
yang bersifat khusus seperti sel syaraf , sel otot, sel darah, sel tulang. Sel-sel tersebut
membentuk jaringan, seperti jaringan saraf, jaringan otot, jaringan darah, jaringan epitel, dan
jaringan tulang, jaringan membentuk organ, seperti otak, jantung, mata, telinga, tangan dan
kaki.

Aspek-aspek perkembangan anak usia dini meliputi :

1. Perkembangan fisik-motorik

Meliputi perkembangan badan, otot kasar dan otot halus, yang selanjutnya disebut motorik
kasar dan motorik halus. Perkembangan anak meliputi 4 unsur yaitu : kekuatan, ketahanan,
kecekatan, keseimbangan.

2. Perkembangan kognitif

Menurut Jean Piaget, semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama yaitu :

a) Tahap sensor motor (0 – 2 tahun) .

Kegiatan intelektual pada tahap ini hampir seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara
langsung melalui indra. Pada saat anak mencapai kematangan dan mulai memperoleh
keterampilan berbahasa, mereka mengaplikasikannya dengan menerapkannya pada objek-
objek yang nyata. Anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama yang diberikan
kepada benda tersebut.

b) Tahap praoperasional (2 – 7 tahun)

Pada tahap ini perkembangan sangat pesat. Lambang-lambang bahasa yang dipergunakan
untuk menunjukkan benda-benda nyata bertambah dengan pesatnya. Keputusan yang dianbil
hanya berdasarkan intuisi, bukannya berdasarkan annlisis rasional. Anak biasanya mengambil
kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar. Menurut
pendapat mereka pesawat terbang adalah benda kecil yang berukuran 30 cm; karena hanya
itulah yang nampak pada mereka saat mereka menengadah dan melihatnya terbang di angkasa.
c) Tahap operasional konkrit (7 – 11)

Kemampuan berpikir logis muncul pada tahap ini. Mereka dapat berpikir secara sistematis
untuk .mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang dihadapinya adalah
permasalahan yang konkret.

Pada tahap ini anak akan menemui kesulitan bila diberi tugas sekolah yang menuntutnya untuk
mencari sesuatu yang tersembunyi. Misalnya, anak sering kali menjadi frustasi bila disuruh
mencari arti tersembunyi dari suati kata dalam tulisan tertentu. Mereka menyukai soal-soal
yang tersedia jawabannya.

d) Tahap operasional formal (11 -15 tahun)

Tahap ini ditandai dengan pola berpikir orang dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan cara
berpikir terhadap permasalahan dari semua kategor baik yang abstrak maupun yang konkret.
Pada tahap ini anak sudah dapet memikirkan buah pikirannya, dapat membentuk ide-ide,
berpikir tentang masa depan secara realistis.

- Perkembangan moral,disiplin,etika

Ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku,
perilaku anak sangat dipengaruhi oleh konsekwensi fisik maupun hidonistik yang diterima
anak sebagai balasan atas perilakunya.

- Perkembangan sosial,empati,kerjasama

Pasa tahap ini perkembangan sosial anak dimulai dari sifat egosentrik, individual kearah
interaktif, komunal.

- Perkembangan emosional,harga diri,aktualisasi diri.

Perkembangan emosional, harga diri pada anak usia dini dimulai dengan
e) Tahap Basic Trust vs Mistrust (0-1 tahun)

Anak mendapat rangsangan dari lingkungan, dalam merespon rangsangan anak mendapatkan
pengalaman yang menyenangkan akan tumbuh rasa percaya diri, tetapi kalau anak tidak
mendapatkan pengalaman yang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga.

f) Tahap Autonomy vs Doumt (2-3 tahun)

Anak sudah harus mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh otot
tubuhnya.

g) Tahap Intiative vs Guilt (4-5 tahun)

Pada masa ini anak harus dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari orang tua, anak harus dapat
bergerak bebas dan berinteraksi dengan lingkungannya.

- Perkembangan bahasa dan literasi

Perkembangan bahasa anak dimulai dari menangis untuk mengekspresikan responnya terhadap
bermacam-macam stimuli.

- Perkembangan kreativitas dan daya cipta

Perilaku mencerminkan kreativitas alamiah pada anak usia dini dapat diidentifikasikan dengan
ciri-ciri sebagai berikut :

a) Senang menjajaki lingkungannya


b) Mengamati dan memegang segala sesuatu, eksplorasi secara ekspansif dan eksesif
c) Rasa ingin tahunya besarnya
d) Bersifat spontan menyatakan pikiran dan perasaannya
e) Suka berpetualang
f) Suka melakukan eksperimen
g) Jarang merasa bosan
h) Mempunyai daya imajinasi yang tinggi.
3. Permasalahan Perkembangan Anak Usia Dini

Permasalahan-permasalahan yang muncul adalah :

- Bahaya fisik
- Kematian
- Penyakit
- Kecelakaan
- Kejanggalan
- Tangan kidal
- Bahaya psikologis
- Bahaya dalam berbicara

Ada tiga bahaya sehubungan dengan masalah kemampuan anak berkomunikasi, yakni:

1. Orang lain tidak dapat mengharapkan anak-anak untuk mengerti apa yang dikatakan
apabila orang lain memakai kata-kata yang tidak dimengerti oleh anak-anak.

Dalam awal masa kanak-kanak, mutu pembicaraan yang buruk dapat disebabkan salah ucap
atau kesalahan

Berbahasa dua merupakan hambatan yang serius dalam perkembangan sosial anak.

Bahaya emosional

Bahaya emosional awal masa kanak-kanak yang besar kelihatan pada dominasi emosi yang
kurang baik, terutama amarah.

Bahaya sosial

Ada sejumlah bahaya terhadap perkembangannya penyesuaian sosial yang baik pada awal
masa kanak-kanak, misal: kalau pembicaraan atau perilaku anak menyebabkan ia tidak populer
diantara teman-teman sebaya, ia tidak hanya akan merasa kesepian tapi yang lebih penting ia
kurang mempunyai kesempatan untuk belajar.
Bahaya moral

Pada masa ini anak usia dini mempunyai kecenderungan disiplin yang kurang konsisten akan
memperlambat proses untuk belajar menyesuaikan diri.

Bahaya kepribadian

Bahaya kepribadian yang paling serius adalah perkembangan konsep diri yang kurang baik
yang dapat disebabkan perilaku anggota keluarga dan teman-teman.

D. Karakteristik Anak Usia Dini Sekolah Dasar

1. Pertumbuhan Fisik atau Jasmani

Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain, sekalipun anak-anak
tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula.
Sedangkan pertumbuhan anak-anak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok.
Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap anak,
kebiasaan hidup dan lain-lain.

Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak. Kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan pertumbuhan anak menjadi lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya
anak yang memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang, perlakuan orang
tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak.

Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak. Anak yang kurang
berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita kegemukan atau kelebihan berat badan yang
dapat mengganggu gerak dan kesehatan anak.

Orang tua harus selalu memperhatikan berbagai macam penyakit yang sering kali diderita anak,
misalnya bertalian dengan kesehatan penglihatan (mata), gigi, panas, dan lain-lain. Oleh karena
itu orang tua selalu memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi,
kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari sekalipun sederhana.
2. Perkembangan Intelektual dan Emosional

Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama, antara lain
kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua. Akibat terganggunya
perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki
kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam berkomunikasi dengan
teman-temannya.

Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis kelamin, usia,
lingkungan, pergaulan dan pembinaan orang tua maupun guru di sekolah. Perbedaan
perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa.

Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut
dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang
tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat
mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak
larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka
menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat
mempengaruhi keseimbangan emosional anak.

Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali bertemu dan bergaul juga
memegang peranan penting pada perkembangan emosional anak.

Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang tua dan anak, biasanya
orang tua berkonsultasi dengan para ahli, misalnya dokter anak, psikiatri, psikolog dan
sebagainya. Dengan berkonsultasi tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan anak
dengan sebaik mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang dapat merugikan bahkan
memperlambat perkembangan mental dan emosional anak.

Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran orang tua, keadaan
ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang sering kali timbul. Sedangkan dari pihak
orang tua yang menyebabkan stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering kali
mendapat marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak disuruh melakukan sesuatu
di luar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta
berbagai pengalaman yang bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam
masyarakat.

3. Perkembangan Bahasa

Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 – 5 bulan. Orang tua yang bijak selalu
membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana sampai anak memiliki
keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan bahasa. Oleh karena itu bahasa
berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan
orang tua membimbing anaknya.

Fungsi dan tujuan berbicara antara lain:

(a) sebagai pemuas kebutuhan,

(b) sebagai alat untuk menarik orang lain,

(c) sebagai alat untuk membina hubungan sosial,

(d) sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri,

(e) untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain,

(f) untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal. Yaitu:

(a) kematangan alat berbicara,

(b) kesiapan mental,

(c) adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak,

(d) kesempatan berlatih,

(e) motivasi untuk belajar dan berlatih dan

(f) bimbingan dari orang tua.


Di samping adanya berbagai dukungan tersebut juga terdapat gangguan perkembangan
berbicara bagi anak, yaitu: (a) anak cengeng, (b) anak sulit memahami isi pembicaraan orang
lain.

4. Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap

Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan juga harus
mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat dengan tepat, dan dituntut menjadi
teladan yang baik bagi anak, mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan
memberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau berperilaku
yang positif.

Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu yang berupa materiil
dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar pada kemudian hari anak
berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam masyarakat luas.

Fungsi hadiah bagi anak, antara lain:

(a) memiliki nilai pendidikan,

(b) memberikan motivasi kepada anak,

(c) memperkuat perilaku dan

(d) memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.

Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah:

(a) fungsi restruktif,

(b) fungsi pendidikan,

(c) sebagai penguat motivasi.


Syarat pemberian hukuman adalah:

(a) segera diberikan,

(b) konsisten,

(c) konstruktif,

(d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak melainkan kepada perbuatannya,

(e) harus disertai alasan,

(f) sebagai alat kontrol diri,

(g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Peserta didik dipandang miniature orang dewasa dimana Islam memandang peserta didik
sebagai individu yang diberi potensi berkecenderungan berbuat buruk dan baik. Pertumbuhan
adalah perubahan kuantitas fisik akibat pematangan fungsi fisik.Perkembangan adalah
perubahan aspek psikis karena kematangan fungsi psikis dari yang sifatnya kurang
terdeferensiasi menuju ke deferensiasi.

Perubahan-perubahan pada diri individu merupakan bagian dari pertumbuhan dan


perkembangan. Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain, meskipun
anak-anak tersebut usianya tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi yang relatif
sama pula.

Saran

Semoga makalah ini dapat dijadikan salah satu referensi dalam pembelajaran Perkembangan
Peserta Didik khususnya pada pembahasan Bab Peserta Didik, Pertumbuhan dan
Perkembangan Peserta Didik, Perkembangan Anak Usia Dini, dan Krakteristik Anak Usia
Sekolah Dasar.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca sekalian sangat penulis harapkan guna kesempurnaan
makalah ini di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Felicia, Nisa. (2022). Perkembangan Peserta Didik. Banten: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai