Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat-Nya saya

dapat menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul

“Upaya Meningkatkan Sosial Emosional Anak Melalui Alat Permainan Edukatif (APE) Outdoor Pada

Anak Kelompok B Di TK Kartika VI-10 Yonif 751/R Sentani “

Adapun tujuan penulisan proposal yaitu untuk memenuhi persyaratan Ujian sarjana pendidikan program

studi Guru Anak Usia Dini Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas

Cenderawasih.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih terdapat kekurangan, namun bantuan dari berbagi

pihak, maka proposal ini dapat terselesaikan dengan baik, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Dr.Ewendi W Mangolo, M.Kes, sebagai ketua jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan Dan

Ilmu Pendidikan di jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Uncen

2. Agustinus T. Mamma, S.Pd., M.Pd., Kons, sebagai ketua program studi PG-PAUD Universitas

Cendrawasih yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan proposal

penelitian.

3. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan masukan masukan yang berharga kepada saya sehingga

penulisan proposal ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Kepada rekan-rekan Mahasiswa di program PG-PAUD Universitas Cendrawasih yang berjuan

bersama-sama memberikan masukan serta kritik yang membangun sehingga proposal ini dapat

selesai.
5. Rekan-rekan Taman Kanak-Kanak Kartika VI-10 Yonif 751/R Sentani yang telah memberikan

dukungan, saran, dan masukan masukan kepada saya.

6. Kepada kedua orang tua terkasih Bapak Semuel Yeuyanan dan Ibu Martafina Yeuyanan yang

telah memberikan dukungan baik moril maupun meteril kepada saya dalam penulisan proposal

ini.

7. Kepada pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan baik berupa dukungan doa maupun

dukungan materil kepada saya.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masukan berupa saran maupun

kritikan yang membangun masih saya harapkan.

Jayapura, Agustus 2018

Penulis

YUSTINA YEUYANAN

NIM. 20140111144011
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak usia dini adalah sosok individu yang yang menjalani suatu proses dengan

pesat dan funtamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentang

usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai

aspek sedang mengalami masa yang sangat cepat dalam rentang perkembang hidup

manusia (Berk.1992:18).

Pendidikan usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan

oleh pendidik dan orang tua dalam prosese perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada

anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi

pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan melalui potensi dan

kecerdasannya.

Pendidikan di TK merupakan pendidikan bentuk pendidikan untuk rentang usia

empat sampai enam tahun. Pendidikan di TK bukan pendidikan yang diwajibkan namun

sangat penting bagi kehidupan manusia dimasa mendatang.

Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional berkaitan

dengan pendidikan anak usia dini tertulis pada pasal 28 ayat 1 yang berbunyi

“Pendidikan anak usia dini di selenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam

tahun dan bukan merupakan persyaratan untuk mengikuti pendidikan dasar. Pada Bab 1

pasal 1 ayat 14 di tegaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya

pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai dengan enam tahunyang

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan


perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut (Depdiknas USPN, 2004:4). Pendidikan anak usia dini merupakan

salah satu bentuk penyelenggaran pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar

ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik-motorik, kecerdasan sosio emosional,

bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang

dilalui oleh anak usia dini.

Salah satu aspek yang perkembangan yang harus menjadi perhatian penuh dari pihak

guru maupun orang tua adalah perkembangan sosial emosional anak. Perkembangan

sosial emosional merupakan salah satu aspek deri perkembangan anak usia dini.

Perkembangan sosial emosional dimulai deri dari egosentris individual yang artinya

memandang dari satu sisi yaitu dirinya sendiri, konsep diri, dan kontrol diri kemudian

secara bertahap menujuh kearah berinteraksi dengan orang lain (Direktorak PAUD,

2003).

Sosial emosional memainkan peren yang sangat penting dalam kehidupan, maka perlu

diketahui bagaimana perkembangan dan pengaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi

dan sosial. Pada dasarnya kemampuan untuk berinteraksi secara sosial dan emosional

sudah ada semenjak bayi pada setiap individu.

Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa dalam mengembangkan sosial emosional

sangat di pengaharui oleh rangsangan untuk mengembangkan sosial emosional secara

maksimal. Kemampuan sosial emosional anak usia dini perlu dikembangkan karena

kemampuan sosial emosional merupakan kemampuan awal bagi anak untuk berinteraksi

dengan lingkungannya yang lebih luas.


Berdasarkan pengalaman sehari-sehari pada kelas B di Taman Kanak-Kanak

Kartika VI-10 Yonif 751/R Sentani, terdapat 15 anak yang terdiri dari 8 anak laki laki,

dan 7 anak perempuan, dari 15 siswa tersebut terdapat beberapa siswa yang sosial

emosionalnya belum berkembang saat bermain menggunakan APE Outdoor.

Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan sosial emosional anak melalui Alat

Permainan Edekatif Outdoor, peneliti mengadakan observasi dan pengamatan. Dari 15

anak murid terdapat 2 anak murid berkembang sangat baik, 2 anak murid berkembang

sesuai harapan, 3 anak murid mulai berkembang, dan sisanya 8 anak murid belum

berkembang. Sehingga perlu dilakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan

kemampuan sosial emosional anakada usia dini.

Untuk mengatasi masalah diatas perlu dilakukan suatu upaya yang kreatif agar anak

dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dalam keadaan aman, nyaman,

menyenangkan, dan bermakna bagi anak-anak. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan

oleh orang tua dan guru melalui kegiatan bermain, salah satunya adalah dengan

menggunakan APE Outdoor. Dengan mengangkat masalah diatas harapan yang ingin

dicapai adalah meningingkatkan kemampuan interaksi, kemampuan kerjasama, dan

kemampuan disiplin.

Berdasarkan paparan diatas mendorong peneliti melakukan penilitian tindakan

kelas dengan judul “UPAYA MEMINGKATKAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK

MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF OUTDOOR PADA ANAK

KELOMPOK B DI TK KARTIKA VI-10 YONIF 751/R SENTANI”


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang dirumuskan dalam

penelitian ini adalah apakah melalui permainan APE Outdoor dapat meningkatkan sosial

emosional anak..........???

C. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu meningkatkan kemampuan sosial emosional sehingga

kemampuan anak dapat ditingkatkan melalui permainan dengan menggunakan APE

Outdoor.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Guru

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru dalam

melaksanakan tugas pembelajaran. Selain itu juga dapat dijadikan bahan masukan

dalam proses pembelajaran dan memberikan alternatif media yang tepat untuk

meningkatkan kemampuan sosial emosional snsk.

2. Sekolah

Sebagai bahan masukan untuk sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas

pembelajaran.

3. Anak

Penelitian ini bermanfaat bagi anak untuk memotivasikan belajar dan

meningkatkan kemampuan sosial emosional.


E. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian tindakan kelas adalah kelompok B pada TK

KARTIKA VI-10 Yonif 751/R Sentani dengan jumlah anak 15 yang terdiri dari 8 anak

laki-laki dan 7 anak perempuan.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun 2018/2019 di bulan Agustus sampai

Oktober.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Hakikat perkembangan sosial emosional

a. Pengertian sosial emosional anak usia dini

Emosi anak adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan

senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Emosi didefinisikan sebagai

berbagai perasaan yang kuat yaitu perasaan benci, takut, marah, senang, dan

kesedihan merupakan macam-macam dari perasaan emosi, berdasarkan definisi di

atas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang

kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh

perubahan biologis yang muncul serta terjadinya suatu perilaku.

Menurut Patmonodewo (1995:32) anak adalah makhluk sosial mereka

membutuhkan sosialisasi dengan teman sebaya. Mereka akan sangat jika diminta

untuk bekerjasama dalam membuat rencana dan menyelesaikan pekerjaan.

Mereka secara bersama saling memberi semangat, anak membangun konsep diri

melalui interaksi sosial disekolah. Ia akan membangun kepuasan melalui

pengahargaan diri ketika diberikan kesempatan untuk bekerjasama dengan

temannya. Untuk itu pembelajaran dilakukan dalam membantu perkembangan

penghargaan diri dengan cara menyatukan strategi pembelajaran sosial seperti

bekerjasama, simulasi guru dengan teman sebaya dan pembelajaran silang usia.
Masalah sosial emosional muncul pada anak usia pra sekolah antara lain rasa

cemas yang berkepanjangan atau takut yang tidak sesuai dengan kenyatan,

kecendrungan depresi, permulaan dari sikap apatis dan menghindar dari orang-

oarang dilingkungannya, sikap yang bermusuhan terhadap anak dan orang lain.

Hurlock dalam Djaali (2007:48-49) berpendapat bahwa perkembangan sosial

yaitu kemampuan seseorang dalam bersikap, berperilaku dalam berinteraksi

dengan unsur sosial di masyarakat, hal ini banyak dipengaharui oleh sifat pribadi

individu yang ekstrovert mudah dipahami orang lain dan introvert yang sukar

bergaul, saran dalam mengatasi emosi yaitu dengan cara menyibukan diri,

mengembangkan rasa humor, sekalipun menertawakan diri sendiri atau menangis

untuk membantu pelampiasan emosi.

Menurut Bruno dalam Syah (2009:74) perkembang sosial merupakan bentuk

sosial (spcial self), yakni pribadi dalam keluarga budaya, bangsa, dan negara,

sejak usia dini anak dibelajarkan untuk mempunyai jiwa pribadi sosial agar dapat

berdampingan dengan orang lain dan lingkungan sekitar dari kelompok kehidupan

masyarakat yang terkecil sampai pada dunia sosial tingkat dunia internasional.

Sukandi menjelaskan bahwa emosi adalah perpauduan dari beberapa perasaan

yang mempunyai intensitas yang relative tinggi dan menimbulkan suatu gejolak

suasana batin, dengan cara pengalaman emosional bersifat pribadi, adanya

perubahan aspek jasmani, kadang di ekspresikan dalam perilaku dan sebagai

motif dalam perkembangan emosi terdapat pola-pola ekspresi dan pengendalian

emosi kerena pengaruh kebudayaan.


Dodge dalam Reni, dkk, (2014;10.3-10.17) memberi penjelasan bahwa

perkembangan sosial emosional merupakan proses ketika anak mempelajari nilai-

nilai dan perilaku yang diterima dari masyarakat anak yang berkembang dengan

baik dalam aspek-aspek sosial emosionalnya akan memilki kualitas diri yang

positif, situasi yang sama dapat memberikan reaksi yang berbeda bagi dirinya

dengan orang lain.

Terdapat tiga tujuan perkembangan sosial emosional yaitu :

1. Mencapai self of self atau pemahaman diri dalam berhubungan dengan orang

lain, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri yang meliputi kemampuan

untuk mengikuti aturan dan rutinitas,

2. mengahargai orang lain dan mengambil inisiatif, menampilkan perilaku sosial

seperti empati,

3. dan berbagai menunggu giliran.

Ada lima bentuk kegiatan bermain dalam mengembangkan sapek sosial

emoaional diantaranya adalah :

1. solitari paly (bermain sendiri atau anak dengan mainan yang dipegang atau

yang dibawahnya sendiri, begitupun dengan anak lainnya tidak ada

komunikasi meskipun satu lingkungan),

2. Onlooker behavior (melihat tapi tidak terlihat atau melihat anak lain dalam

permainan yang sama tapi tidak membuat pendekatan sosial),

3. Parallel play (bermain berdampingan, mereka tidak berbicara banyaksatu

sama lain),
4. Assosiative play (bermain bersama, bisa berbagai objek dan berbicara sedikit

dengan anak lain),

5. Cooperative play (aktif berkordinasi dalam permainan, bertukar mainan,

mengambil peran tertentu dan memilihara interaksi yang sedang berlangsung.

Kesimpulan bahwa perkembangan sosial emosional merupakan tingkat

jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua, saudara, teman

bermain hingga masyarakat secara luas, sedangkan perkembangan emosional

merupakan luapan perasaan ketika anak berinteraksi dengan orang lain,

perkembangan sosial emosional merupakan kepekaan anak untuk memahami

perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari, di

lingkungan dimana ia tinggal, dengan siapa, apa yang harus dilakukan dan

bagaimana bersikap yang berlansung terus menerus sehingga berhasil

menyesuaikan dengan apa yang diharapkan oleh orang lain disekitarnya.

2. Ciri-ciri perkembangan sosial emosional Anak Usia Dini

Ciri khas penampilan emosi pada anak ditunjukan dengan kuat pada suatu situasi

atau tekanan emosi sering timbul berupa ledakan-ledakan emosional dan sering

berakibat negative, ada emosi yang besifat sementara karena menjadi peralihan yang

cepat pada anak dari tertawa kemudian menangis, hal ini akibat dari faktor sistem

emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang, kekurangan sempurnaan

pemahaman terhadap situasi kerena ketidak matangan intelektual dan pengalaman

serta rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian mudah dialihkan, emosi anak
bisa diketahui melalui gejala perilaku seperti gelisa, malemun, menangis dan tingkah

laku lainnya.

Emosi yang tergabung pada anak usia dini akan semakin menggerakan tubuh

untuk mempersiapkan suatu tindakan, melalui perubahan mimik wajah dan fisik yang

menyertai sehingga anak dapat mengkomikasikan perasaan kepada orang lain.

Hurlock dan Suyadi (2010:110-113) menjelaskan bahwa pola perkembangan sosial

emosional anak meliputi sembilan ciri yaitu : rasa takut, anak belum bisa

membedakan antara bahaya yang mengancam dan tidak apabila mendapat rangsangan

suara keras, gelap, binatang, rasa sakit yang menimbulkan reaksi lemas tak berdaya,

menangis, teriak minta tolong dan rasa malu.

Hurlock (1978:211) menjelaskan bahwa sumber penilaian diri dan sosial serta

perlakuan orang dewasa yang didasarkan pada penilaian diri serta mewarnai

pandangan anak terhadap kehidupan, bagaimana anak memandang peran mereka

yang dipengharui oleh emosi yang ada seperti : malu, takut, agresif, ingin tahu,

bahagia, emosi diperlihatkan pada ekspresi wajah, emosi memainkan peran penting

bagi penerimaan sosial dan suasana prikologis, dimana saja, rumah, sekolah,

tetangga, atau pada suatu kelompok bermain.

Anita Yus (2011:31) mengemukakan tentang ciri perkembangan sosial

emosional anak usia dini antara lain bebas mengekspresikan, terbuka, sikap marah

lebih sering diperhatikan, irihati pada anak lain, selalu memperebutkan perhatian

orang dewasa yang ada didekatnya (gurunya), mampu mengadakan hubungan dengan

orang lain, mematuhi disiplin, dan menunjukan reaksi emosi yang wajar.
Gordong & Browne (1985:332:373) dalam Yus (1999:20-21) emosi yang

berkembang pada anak adalah memberi nama perasaan dan menerima perasaan, anak

menyatakan perasaan dengan cara yang tepat sesuai dengan usia dan situasi yang

dihadapi, dengan mengikuti perasaan orang lain terbantu untuk menerima dan

menghargai perasaannya sehingga menumbuhkan pengertian dan kerjasama.

Sufia (2005:83) menjelaskan unsur sosial merupakan kondisi yang

memungkinkan anak melakukan kerjasama melalui kegiatan kerja kelompok yang

terdiri dua anak atau lebih kondisi ini dapat mendorong untuk bisa menghargai orang

lain, dengan kerjasama anak diarahkan untuk bisa merencanakan melakukan dan

mengambil keputusan bersama sedangkan unsur emosi berkaitan dengan motivasi

dorongan yang ada dalam diri seseorang.

Wantah (2005:52) menjelaskan bahwa perkembangan aspek sosial emosional

juga akan turut menyertai proses pertimbangan dan mempengharui seseorang anak

untuk melakukan suaru perbuatan moral.

3. Tahapan perkembangan sosial emosional

Perkembangan sosial emosional tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena

keduanya terinteraksi dalam bingkai kejiwaan yang utuh.

Kondisi yang mempengaruhi perkembangan sosial bergantung pada peran dari faktor

pematangan emosi yang diperlihatkan dalam mengelola emosi dirinya dengan orang

lain sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi, yang membuat pergaulan anak

menjadi lusa, dari faktor pembelajaran melalui metode antara lain :belajar secara
coba-coba , meniru atau menyamakan diri, melalui pengkondisian dengan cara

asosiasi, serta dengan bimbingan dan pengawasan.

Bandura dalam Daryanto (2007:211) mengemukakan teori belajar sosial

(social Learning Theory) tentang perkembangan diri seorang anak dimulai dari proses

pengamatan, pemahaman dan pembelajaran dari lingkungan sosial, yang

membutuhkan kemampuan evaluasi diri (self Evalution) kemampuan memahami,

mengevaluasi serta menilai kelebihan dan kekurangan pengaturan diri

(self Regulation) kemampuan untuk melakukan suatu tindakan-tindakan terarah

sesuai keinginan, harapan, maupun tujuan yang hendak dicapai dalam hidupnya.

Menurut George Herbert Mead dalam Pramita (2010:6) sosialisasi yang

dialami seseorang dibedakan menjadi tahapan berikut : Tahapan persiapan

(Preparatory Stage), yaitu tahap mengenal dunia sosialnya, termasuk memperoleh

pemahaman tentang diri, Tahap meniru (play stage), Tahap siap bertindak (game

stage), Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized stage) dan Tahap perilaku

sosial emosional anak.

Hal-hal yang menjadi bekal anak bersosialisi dengan lingkungan antara lain

berkomunikasi, mengatakan segala sesuatu yang ada disekitar, yang di rasakan ingin

dilakukan, dibuat, dan sebagainya, mengerti perbedaan antara lingkungan rumah, luar

rumah, apa yang harus dilakukan didalam rumah, diluar rumah apa yang boleh

dilakukan atau tidak.

Anak biasakan merespon sapaan dari lingkungan luar, seperti teman, tetangga, tamu

bahkan orang lain yang pertama bertemu, biasa dengan memulai membawa anak jala-

jalan disekitar rumah, mengenal bagaimana etika apabila bertemu yang usia lebih
kecil, teman sebaya, orang yang lebih tua, guru dan orang lainnya, mengajari anak

mengenal aturan-aturan sosial, bagaimana bila ada yang minta tolong dan bantua lain

tidak boleh saling menggangu serta merugikan lingkungan.

Charles H Cooley dalam paramita (2010:61) menjelaskan tahapan dengan

menekankan peran interaksi antara manusia yang menghasilkan konsep diri (self

concept & looking glass self) terbagi menjadi tiga tahapan, seorang anak

membayangkan bagaimana dia diminta orang lain, bagaimana orang lain menilainya

dan apa yang dirasakan akibat penilaiannya.

Erikson dalam Yus (2011,11) mengenalkan delapan tahapan perkembangan

individu yaitu;

1. usia 0-1 tahun/masa bayi (oral sensory) krisis prikososial pada pembentukan rasa

percaya vs tidak percaya (trust vs mistrust)

2. usia 2-3 tahun/masa balita (amal muscular) pada pembentukan otonomi vs malu

dan ragu-ragu (autonomy, Shame & doubt),

3. usia 4-5 tahun/masa prasekolah (genital locomotor) pada pembentukan inisiatif vs

bersalah (initiative vs guilt),

4. usia 6-11 tahun/masa Sekolah Dasar/SD (jatency) pada pembentukan rasa

percaya diri vs rendah diri (industri vs inferiority).

5. Usia 12-18 tahun masa remaja (adolesence) pada pembentukan identitas vs

kebingungan identitas (indentity vs indentity confusion),

6. usia 19-35 tahun/ masa dewasa awal (young adulthood) krisis psikososial

intimasi intim vs isolaso (intimacy vs isolation),


7. usia 35-65 tahun / masa tengah baya (middle adulthood) ditandai dengan

munculnya kebangkitan vs stag (generativity vs stagnation),

8. usia dari 65 tahun / masa tua (late adulthood) ditandai dengan munculnya

intregritas vs kehampaan (intergrity vs despair).

b. Alat permainan Edukatif (APE) Outdoor

1. Pengertian Alat Permainan Edukatif (APE)

Tedjasaputra dalam kamtini dan Husni (2005:61) menjelaskan bahwa alat

permainan edukatif adalah alat permainan yang secara optimal mampu merangsang

dan menarik minat anak, sekaligus mampu mengembangkan berbagai jenis potensi

anak, dan dimanfaatkan dalam berbagai aktivitas. Depniknas (2007:2) mendefiniskan

alat permainan edukatif ialah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana

atau peralatan untuk bermain yang mengandung nilai edukatif (pendidikan) dan

dapat mengembangkan seluruh kemampuan anak. Hal serupa diungkapkan oleh

adang ismail (2009:157) bahwa alat permainan edukatif merupakan serangkaian alat

yang digunakan anak, orang tua maupun guru untuk meningkatkan fungsi kognitif,

sosial emosional, dan spritual anak, sehingga muncul kecerdasaan dan

mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak. Outdoor berarti luar ruangan,

jadi dapat disimpulkan bahwa Alat Permainan Edukatif (APE) Outdoor adalah alat

permainan yang berbeda diluar ruangan yang dapat digunakan sebagai sarana untuk

bermain yang mengandung nilai pendidikan (edukatir) dan mengembangkan seluruh

aspek anak usia dini.


2. Ciri-ciri, syarat-syarat, dan fungsi Alat Permainan Edukatif (APE)

Alat permainan dapat dikatakan edukatif apabila memiliki ciri-ciri salah satunya

yaitu mengandung nilai-nilai pendidikan. Selain itu, dalam pembuatan Alat

Permainan Edukatif memiliki syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan yang

telah ditetapkan sehingga akan anam saat menggunakan dan dapat berfungsi untuk

menstsimulus perkembangan anak.

Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai ciri-ciri, syarat, dan fungsi Alat

Permainan Edukati (APE).

Ciri-ciri Alat Permainan Edukatif (APE) menurut Andang Ismail (2009:109-146)

antara lain :

1) Merangsang anak secara aktif beradaptasi dalam proses, tidak hanya diam secara

pasif dan hanya melihat

2) Bentuk mainan “unstrusure” sehingga menungkinkan anak untuk membentuk,

mengubah, mengembang sesuai imajinasinya.

3) Dibuat dengan tujuan untuk mengembangkan sapek perkembang tertentu sesuai

dengan tahapan usianya.

4) Desain yang mudah dan seherhana ssehingga tidak menghambat kebebsan anak

untuk berkreativitas.

5) Aman bagi anak, baik dari cat, warna, serta bahan dasarnya yang rapi dan tidak

tajam, sehingga membantu orang tua atau pendidik dalam mengawasi kegiatan

anak.

Pendapat diatas memiliki kesamaan dengan pendapat yang diungkapkan oleh

Tedjasaputra (Kamtimi dan Husni, (2005:61) bahwa ciri-ciri Alat Permainan


Edukatif (APE) yaitu dapat dimanfaatkan dengan berbagai tujuan terutama untuk

anak-anak prasekolah : segi keamanan, sangat diperhatikan baik dalam bentuk,

penggunaan cat, maupun pemilihan bahannya; membentuk anak terlihat aktif dan

konstruktif. Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri alat permainan edukatif adalah

dapat digunakan oleh anak dengan berbagai cara sesuai dengan kreativitasnya.

Pembuatan Alat Permainan Edukatif (APE) tentu memiliki syarat-syarat yang

harus dipenuhi, sehingga memberi dapat positif bagi pengunanya. Persyaratan

Alat Permainan Edukatit (APE) yaitu mengandung nilai pendidikan, tidak

berbahaya bagi anak (aman), ukuran dan bentuknya sesuai dengan usia anak

(Depdiknas, 2007:8).

Sedangkan fungsi Alat Permainan Edukatif (APE) yaitu memberikan ilmu

pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran bermain sambil belajar,

merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa, dapat

menumbuhkan sikap, mental serta akhlak yang baik; menciptakan lingkungan

bermain yang menarik, memberikan rasa aman, dan menyenangkan; serta

meningkatkan kualitas pembelajaran anak-anak (Adang Ismail, 2009:138).

3. Pentingnya Alat Permainan Edukatif (APE)

Alat Permainan Edukatif (APE) menjadi sebuah kebutuhan yang amat strategis bagi

anak-anak karena memiliki nilai-nilai pendidikan bagi anak.

Menurut Andang Ismail(2009:113) pentingnya Alat Permainan Edukatif (APE) antara

lain :
1. Melatih kosentrasi anak karena pembelajaran yang disampaikan dengan

menggunakan Alat Permainan Edukatif (APE) dapat membantu anak untuk

mempertahankan kosentrasinya karena anak merasa tertarik dengan alat praga

yang digunakan,

2. Mengajar lebih menjadi lebih cepat karena pembelajaran yang diinginkan,

sebaliknya jika guru lebih banyak menggunakan kata-kata lisan saat pembelajaran

maka dapat disalah artikan oleh anak dan membutuhkan waktu yang lama. Selain

itu menyampaikan sesuatu dengan alat praga akan lebih berhasil dibandingkan

dengan hanya melalui kata-kata, dan

3. Pembelajaran lebih menyenangkan karena cara mengajar yang disampaikan

dengan bentuk yang berbed-beda akan memberikan suasana belajar yang

menyenangkan dan mampu membangkitkan motivasi belajar. Penggunaan Alat

Permainan Edukatif juga harus bervariasi agar anak tidak membosankan.

4. Macam-macam alat permainan edukatif (APE) Outdoor

Adapun macam-macam alat permainan edukatif outdorr adalah sebagai berikut :

1. Perosotan

Perotan merupakan alat permainan edukatif outdoor yang banyak dijumpai

ditaman bermain kanak kanak. Cara menggunakan alat permainan ini

sangatlah mudah, karena anak tinggal naik keatas dengan menggunakan

tangga yang tersedia, kemudian duduk di papan tumpuan dan meluncur dari

atas kebawah,
2. Ayunan

Cara menggunakan alat permainan ini, yaitu dengan cara menduduki ayunan

tersebut, kemudian diayun perlahan-lahan. Pada saat berayun anak harus

berpegangang pada tali/rantai pengikat dan penjaga keseimbangan, supaya

tidak terjatuh saat diayunkan. Biasanya ayunan dimainkan secara

berpasangan, satu orang duduk diayunan dan yang satu bertugas

mengayunkan. Demikian dilakukan sampai selesai.

3. Jungkitat-jungkit

Cara menggunakan alat permainan ini, yaitu dengan menduduki masing-

masing ujung besi atau kayu, kemudian masing-masing anak saling

menggenjok supaya terjadi gerak keatas dan kebawah. Jadi alat permainan ini

digunakan secara berpasangan, minimal dua anak.

4. Papan titian

Cara menggunakan alat permainan ini, yaitu dengan berjalan diatas papan

titian tersebut dari ujung satu sampai keujung yang lain.

5. Kereta putar

Cara menggunakan alat permainan kereta putar, yaitu drngan naik langsung

kedalam kereta, kemudian diputar secukupnya sampai kereta tersebut

berputar. Untuk dapat berputar tenaga yang dibutuhkan cukup besar. Oleh

karenanya, membutuhkan kerjasama antara satu dengan yang lain.


B. Kajian Empiris

Tabel 2.1v

Kajian Empiris

No Judul penelitian Kesimpulan Persamaan Perbedaan

1. Meningkatkan Hasil penelitian Masa penelitian tahun

kegiatan sosial menunjukkan bahwa ajaran 2013/2014

emosional melalui melalui permainan Lokasi kecamatan

permainan Gobag Gobog Sodor dapat Wonoboyo Kabupaten

Sodor pada anak di meningkatkan sosial temanggung


 Ruang lingkup
TK Mutiara Semen emosional anak menjadi Bidang yang diteliti
yang di teliti
rata rata sebesar 81% tentang permainan
sama sama di
Gobog Sodor
lingkungan pra
Jumlah responden
sekolah
sebanyak 16 anak.

2 Peningkatan Hasil penelitian Masa penelitian tahun


 Batasan
kemampuan sosial memunjukkan bahwa ajaran 2014/2015
masalah yang
emosional melalui melalui permainan Lokasi kecamatan
diteliti
permainan tradisioan sosial Sambirejo kabupaten
merupakan
tradisional pada anak emosional anak Sragen
penelitian
kelompok B di TK meningkat menjadi Bidang yang diteliti
tindakan kelas
Asisyiyah 1 rata-rata 83,6% permainan tradisional

Jumlah responden

sebanyak 25 anak.
C. Kerangka berpikir

Dalam kerangka berpikir ini penulis mengambarkan bahwa sebagian besar anak yang

masuk Tanam Kanak Kanak pada khusunya di TK Kartika VI-10 Yonif 751/R Sentani

masih belum memahami dan mengetahui tentang cara bermaian dengan menggunakan

Alat Permainan Edukatif (APE) Outdoor dengan baik dan benar, bahkan sebagian anak

sosial emosionalnya masih belum berkembang.

Namun seiring dengan berjalannya waktu proses pembelajaran yang berlangsung dengan

menggunakan Alat Permainan Edukatif outdoor anak sudah dapat mengetahui bagaimana

cara bermain dengan baik, melalui Alat Permainan Edukatif Outdoor sosial emosional

anak sudah dapat meningkat hal ini terbukti pada saat anak bermain anak sudah dapat

melakukan interaksi, bekerjasama dengan teman sebaya, dan disiplin dalam memanutuhi

aturan yang dibuat. Kesemuanya itu mengacu kepada peningkatan kemampuan sosial

emosional anak melalu permainan APE Outdoor.


Pemahaman anak tentang
Pembelajaran sebelum permainan masih kurang
menggunakan APE Outdoor

Pembelajaran Siklus I dengan


Sudah ada peningkatan jumlah
menggunakan media perostan
anak yang paham tentang
permainan perosotan, namun
belum sesuai yang diharapkan
Jumlah anak yang
Pembelajaran Siklus II dengan
memahami tentang
menggunakan media Ayunan
permainan, meningkat
sesuai yang diharapkan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

A. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori tersebut dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut :

metode bermain APE Outdoor dapat meningkatkan kemampuan bekerjasama, sosialisasi, dan rasa

percaya diri anak. Pada anak kelompok B di TK Kartika VI-10 Yonif 751/R Sentani.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan sebuah cara untuk mengetahui hasil dari

sebuah permasalahan spesifi, dimana permasalahan tersebut disebut juga masalah

penelitian. Menurut Surakhman, 1982:134: metodologi penelitian adalah cara utama yang

digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Hadi Sutrisno, 1974:4
mengemukakan bahwa metode adalah hal yang paling penting untuk kegiatan penelitian

sehingga tidak menyimpang dari tujuan yang diharapkan dari sebelumnya.

A. Jenis pendekatan dan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan

mengunakan pendekatan kualitatif. Penelitian tindakan kelas ini berfokus pada upaya

yang mengubah kondisi riil sekarang ke arah kondisi yang diharapkan (improvemen

oriented). Dalam kajian ini penelitian tindakan dilakukan untuk meningkatkan sosial

emosional anak melalui permainan. Penelitian tindakan kelas ini dimaksudkan untuk

pemecahan masalah dengan ruang lingkup yang tidak terlalu luas berkaitan dengan hal-

hal yang dihadapi guru sendiri dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di luar

kelas. Menurut Maryunis (2003:113) ciri ciri penelitian tindakan kelas adalah : “diawali

dengan adanya hal-hal yang tidak beres dalam praktek pendidikan, dan dapat juga diawali

dengan adanya ide atau gagasan untuk melakukan perbaikan atau perubahan”.

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini untuk mengakaji permasalahan yang

menyangkut perilaku seseorang atau kelompok tertentu disuatu lokasi tertentu dengan

penelahaan yang diteliti terhadap suatu perlakuan dan mengaji sampai sejauh mana

dampak perlakuan itu dan menghilangkan aspek aspek negatif dari pelaku yang sedang

diteliti. Soedarsono (2001:3) menjelaskan penelitian tindakan kelas merupakan “suatu

proses dimana dosen dan mahasiswa mwngingikan terjadinya perbaikan, meningkatkan

dan perubahan pembelajaran dapat tercapai secara optimal”.

Penelitian tindakan kelas ini dengan mengikuti model yang dikembangkan oleh kemmis

dan Mc Taggart (1988:47), yaitu “action reseach is cyclic process of of planning, action,

observation and reflection”, atau model yang berdasarkan pada suatu siklus spiral yang
terdiri dari empat komponen, yang meliputi : (1) rencana tindakan (planning), (2)

pelaksanaan (action), (3) observasi (observtion), (4) refleksi (reflection).

B. Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan peneliti di Taman Kanak-Kanak

Kartika VI-10 Yonif 751/R Sentani.

2. Waktu penelitian

Pelaksanaan peneliti ini dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan juli sampai

september tahun ajaran 2018/2019.

C. Subyek penlitian

Yang menjadi subyek dalam penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah anak kelompok B

dengan jumlah murid sebanyak 15 (lima belas) anak yang terdiri dari 8 murid laki-laki,

dan 7 murid perempuan.

D. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data,

yaitu :

1. Observasi

Yaitu pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah

sehingga diperoleh pemahaman atau pembuktian terhadap informasi/keterangan yang

diperoleh sebelumnya. Observasi ini dilakukan selama proses pembelajaran/perbaikan

berlangsung untuk memperoleh data tentang sosial emosional anak pada saat bermain

menggunakan Alat Permainan Edukatif Outdoor. Observasi dilakukan oleh peneliti


dan dibantu oleh teman sejawat yang bertindak sebagai pengamat (observer) dengan

harapan agar data yang diperoleh lebih obyektif.

2. Studi Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data dengan cara dokumentasi peneliti menelusuri berbagi

macam dokumen antara lain buku dan sumber-sumber informasi lainnya (Daryono,

2010:80). Studi dokumentasi ini juga digunakan untuk memperoleh data tentang

anak-anak kelompok B yang dijadikan subyek penelitian, misalnya data tentang

identitas anak, capaian hasil yang diharapkan serta hasil tes anak.

3. Wawancara

Yaitu suatu kegiatan komunikasi atau kegiatan tanya jawab lisan antara pewawancara

(peneliti) dan narasumber (anak).

E. Alat/Instrumen pengumpulan data

1. Pedoman Observasi

Dalam pengumpulan data penelitian, alat yang digunakan adalah pedoman observasi atau

lembar observasi untuk anak. Lembar observasi adalah lembar pengamatan yang

digunakan oleh peneliti sebagai pedoman pencatatan pada anak yang difokuskan pada

aspek sosial emosional anak.

Adapun aspek-aspek yang diamati dalam penelitian ini yaitu kemampuan berinteraksi,

kemampuan, kemampuan empati, dan kemampuan bekerjasama untuk lebih jelas lembar

observasi yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1

Kisi-kisi lembar observasi tentang sosial emosionak pada anak


No Aspek yang diobservasi Indikator BB MB BSH BSB

1. Kemampuan anak 1. Anak mematuhi aturan yang

berinteraksi dibuat oleh guru

2. Anak bermain bersama

3. Anak secara

bergantian/menukar permainan

2. Kemampuan bekerjasama 1. Bergotong-royong

2. Perilaku anak yang menerima

perbedaan teman dengan

dirinya.

3. Cara berterima kasih atas

bantuan yang diterima.

3. Kemampuan anak dalam 1. anak mampu mengikuti aturan

kedisiplinan bermain

2. Anak mampu mengatur dirinya

sendiri

Keterangan :

BB : Belum berkembang, diberi skor bintang 1, apabila sosial emosioanl anak belun

Berkembang dengang baik.

MB : Mulai berkembang, diberi skor bintang 2, apabila sosial emosional anak mulai

Berkembang dengan baik.

BSH : Berkembang sesuai harpan, diberi skor bintang 3, apabila sosial emosional
Anak berkembang sesuai harapan

BSB : Berkembang sangat baik, diberi skor bintang 4, apabila sosial emosional anak

sudah berkembang dengan sangat baik.

Setelah dilaksanakan obeservasi oleh peneliti, data yang didapat terbentuk daftar hasil

penilaian yang berisikan nilai yang dicapai oleh masing-masing anak. Adapun kriteria

ketuntasan dapat ditentukan dengan rumus :

P = F x 100%

Dimana :

P : Persentase yang dicapai

F : Nilai keseluruhan yang diperoleh tiap anak

N : Skor Maksimal

Sedang untuk kriteria penilaian dapat ditentukan dengan tabel dibawah ini :

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian

No Presentase (%) Kriteria Penilaian Pemberian Bintang

1. > 76 Berkembang Sangat Baik (BSB) ****

2. 51 – 75 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) ***

3 26 – 50 Mulai Berkembang (MB) **

4 0 – 25 Belum Berkembang (BB) *


Apabila anak sudah mencapai/melebihi tingkat ketuntasan/keberhasilan > 71 maka

anak tersebut dapat dinyatakan sudah TUNTAS (Mencapai KKM).

F. Prosedur Peneltian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam beberapa siklus. Tiap-tiap siklus terdiri

dari 4 (empat) tahap yaitu : “Perencanaan (Planning), Tindakan (Acting), Pengamatan

(Observing), dan Refleksi (Reflecting)” (Daryono, 2011:31).

Penelitian dilakukan dalam 2 (dua) siklus dan masing-masing siklus terdiri dari 4

(empat) tahapan yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, Tindakan, Observasi dan Refleksi.

Tahp-tahap PTK pada setiap siklus dapat di gambarkan pada bagan sebagai berikut :

Bagan Siklus PTK :


Perencanaan

Analisis
SIKLUS I dan Refleksi Pelaksanaan

Observasi

Perbaikan Rencana Tindakan

Analisis dan Refleksi Pelaksanaan


SIKLUS II Tindakan

Observasi

dst

Gambar 3.2 Bagan Siklus PTK

Model Penelitian Tindakan dari Kemmis dan Taggart

Dalam Suharsimi Arikunto (2002:83)

1. Siklus I

Dalam siklus I tindakan dilaksanakan melalui tahapan-tahapan penelitian, perencanaan,

pelaksanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.

a. Perencanaan

Rencanaa tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

sosial emosional anak melalui Alat Permainan Edukasi (APE) Outdoor dengan rincian tahap

perencaanan adalah sebagai berikut :

- Melakukan pertemuan dengan guru kelas untuk membicarkan persiapan kegiatan

pembelajaran.
- Menyiapkan RPPH (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian)

- Menyiapkan lembar observasi untuk guru

Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proses pembelajaran.

b. Pelaksanan Tindakan Kelas

Pelaksanaan tindakan kelas ini adalah pelaksanaan kegitan pembelajaran dengan

materi Upaya meningkatkan sosial emosioanal anak melalui alat permainan edukatif

(APE) outdoor.

1) Kegiatan Awal ( + 30 menit )

Guru menyiapkan anak didik, berbaris di depan kelas dan masuk kedalam kelas

sebelum melakukan kegiatan, diawali dengan doa dan mengucapkan salam

setelah itu guru mengabsen anak didk. Setelah mengabsen, guru melakukan

apersepsi. Guru mengajak anak didik menyanyi lagu “Mars TK Indonesia”.

2) Guru melaksanakan kegiatan inti ( + 60 menit ).

a. Tanya jawab tentang permainan

b. Guru mengenalkan aturan atau tata cara bermain

c. Guru mengajak anak untuk melakukan pemanasan sebelum bermain

d. Guru memberi contoh mengenai cara bermain secara langsung didepan anak

e. Anak anak diminta melakukan permainan tersebut secara bersama sama

ataupu secara bergiliran sesuai dengan aturan permainan dengan bimbingan

dan arahan guru.

f. Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan dimana anak-anak diminta untuk duduk

bersama. Kegiatan ini bertujuan untuk pendinginan serta dapat digunakan


untuk tanya jawab mengenai permainan serta bagaiman sikap yang baik saat

bermain bersama dalam kelompok. Reward berupa pujian atau bintang

dapat diberikan untuk anak yang dinilai telah menunjukan sikap yang baik

saat bermain. Reward juga dapat diberikan selama permainan berlangsung.

3) Guru melakukan kegiatan akhir ( + 30 menit)

Pada kegiatan akhir guru melakukan evaluasi, tanya jawab kepada anak

didik, dari kegiatan awal dimulai dan dilanjutkan pembelajaran dan memberikan

motivasi kepada anak didik.

a. Observasi

Pada tahap pengamatan ini meliputi pengumpulan data pada lembar

observasi yang sudah disiapkan. Observasi ini dilakukan dari proses sampai

ke hasil. Hal-hal yang diamati kemampuan interaksi antara teman sebaya

maupun dengan guru, kemampuan bekerjasama, kemampuan Kedisiplinan.

b. Refleksi

Refleksi dilakukan berdasarkan hasil observasi, analisi dan diskusi dengan

teman sejawat. Refleksi dilakukan untuk pelaksanaan pembelajaran apakah

sudah dapat mengembang kemampuan sosial emosional pada anak.

2. Siklus II

Siklus II dilaksanakan dengan tahapan yang sama apabila masih terdapat keadaan

anak yang belum mencapai harapan penelitian dan seterusnya.


Adapun jadwal kegiatan siklus I direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Januari

2019 dengan tindakan tindakan dilakukan seperti melakukan survei tentang permainan

yang akan digunakan dalam penelitian seperti permainan Ayunan dan mangkok putar,

serta menyiapkan lembar observasi siswa dan guru. Apabila masih belum tercapai

ketuntasan yang direncanakan, maka dilanjutkan dengan siklus II yang akan

dilaksanakan pada akhir bulan Januari 2019, dengan tindakan tindakan menggunakan

permainan Jungkat-jungkit dan Bak Pasir.

G. Analisi Data Penelitian

Pada penelitian tindakan kelas ini, data dianalisis sejak tindakan pembelajaran

dilakukan dan dikembangkan selama proses penyusunan laporan. Untuk keseimbangan

dan kedalaman pengajaran data, penyajian data dan penarikan kesimpulan maka

dilakukan bentuk interaktif dengan pengumpulan data suatu siklus sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok memfokuskan hal-

hal yang penting, mencari tema dan polanya serta membuat hal yang tidak perlu”.

(Sugiono, 2006 : 338). Reduksi data dilakukan melalui pemilihan data,

penyederhanaan data, serta transformasi data kasar catatan lapangan.

2. Penyajian Data

Adalah teknik penyajian data yang terorganisir, tersusun, dalam pola hubungan

sehingga akan semakin muda dipahami. Penyajian data dalam penelitian ini dalam

bentuk tabel-tabel yang diperjelas dengan narasi sehingga mudah dipahami maknanya.
3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan merupakan langkah terakhir dengan cara menafsirkan atau

menginterpretasikan data yang telah disajikan secara jelas. Berdasarkan intrepretasi

itu barulah disusun temuan-temuan penelitian, sehingga kesimpulan data diambil

dan lebih valid.


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 1. DATA AWAL PEMAHAMAN ANAK KELOMPOK B TENTANG PERMAINAN APE OUTDOOR

TK KARTIKA

VI-10 YONIF 751/R SENTANI

No Nama anak Aspek penilaian Presentasi Keterangan

Kemampuan Kemampuan Kemampuan 100%

interaksi bekerjasama kedisiplinan

1. Alif ** *** *** 66.77 %

2. Rasyid *** *** *** 75 %

3. Syalendra * ** * 33.33 %

4. Raidan * * * 25 %

5. Fadhil * * * 25 %

6. Taufik ** * * 33.33 %

7. Firman * * * 25 %

8. Bhangkit * * * 25 %

9. Jeanne * * * 25 %

10. Falen * * * 25 %

11. Cah cah *** **** **** 91,67 %

12. Indah ** *** ** 58,33 %

13. Anggun * * * 25 %

14. Queen **** **** *** 91,67 %

15. Nadia * * * 25 %
REKAP DATA AWAL

Data Awal TK KARTIKA VI-10 YONIF 751/R SENTANI

No ASPEK BSB BSH MB BB TOTAL

F % F % F % F %

1 Kemampuan 2 12,50 3 18,75 2 12,50 9 56,25 100

Interaksi

2 Kemampuan 1 6,25 5 31,25 1 6,25 9 56,25 100

kerjasama

3 kemampuan anak 1 6,25 3 18,75 3 18,75 8 56,25 100

Disiplin

Anda mungkin juga menyukai