Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum

jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan

bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki

pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan

informal. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk

penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah

pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar),

kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio

emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan

keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. (Roisah,

2013:5).

Anak usia dini menurut National Assosiation in Education for Young

Children (NAEYC) adalah anak yang berada pada rentang usia lahir sampai usia 8

tahun. Anak usia dini memiliki potensi genetik dan siap untuk dikembangkan

melalui pemberian berbagai rangsangan. Sehingga pembentukan perkembangan

selanjutnya dari seorang anak sangat ditentukan pada masa - masa awal

perkembangan anak.

1
2

Seorang guru dituntut untuk membuat media pembelajaran agar minat

belajar anak lebih meningkat. Dengan adanya media pembelajaran, hal tersebut

dapat memudahkan guru dalam menyampaikan pembelajaran kepada anak,

dengan media yang bermacam-macam itu dapat lebih memudahkan anak dalam

mengingat pembelajaran dihari itu.

Media pembelajaran adalah alat atau metodik dan teknik yang digunakan

sebagai perantara komunikasi antara seorang guru dan murid dalam rangka lebih

mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses

pendidikan pengajaran di sekolah.

Dalam proses pembelajaran seluruh kecerdasan yang ada pada anak akan

terstimulus, baik yang bersifat akademik ataupun bukan. Anak-anak tidak hanya

selalu dipembelajarkan dalam hal membaca atau menulis, tetapi kecerdasan

intrapersonal juga harus dikembangkan. Percuma saja ketika anak pandai berhitung,

membaca, menulis tetapi mereka tidak mempunyai rasa percaya diri dan malu untuk

tampil. Sebagai contoh, anak disuruh untuk maju ke depan bernyanyi, atau bercerita

tetapi tidak mau, karena anak-anak merasa tidak berani, anak-anak merasa tidak

percaya diri.

Menurut Budiono, dalam Hartuti (2000:21), orang yang memiliki rasa

percaya diri memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melakukan tugas-tugas yang

harus dikerjakan dan menyelesaikan dengan cara yang kreatif dan sikap positif

terhadap kemampuan yang ada pada dirinya. Apabila kita memberi stimulasi yang

baik, secara menyeluruh, kecerdasan anak akan berkembang secara optimal. Anak

pandai dalam hal akademik, tetapi dari sisi kecerdasan sosial emosional anak juga
3

berkembang, anak berani untuk melakukan sesuatu, melaksanakan tugas dan merasa

percaya diri.

Dalam kenyataannya pendidik selalu memberikan kegiatan yang mampu

melatih agar anak berani dan percaya diri. Guru memberikan kegiatan kepada anak

sesuai dengan Tingkat Pencapaian Perkembangan yang ada dalam Permendiknas

(2014) seperti memberikan kesempatan kepada anak untuk bercerita di depan kelas,

mengajak anak untuk melakukan koordinasi gerakan kaki, tangan, kepala dalam

menirukan tarian atau senam. Melalui hal tersebut guru melatih anak untuk tampil,

agar anak merasa percaya diri, tapi orang tua tidak meneruskan stimulasi yang

dilakukan oleh pendidik di sekolah dan hanya putus begitu saja. Anak hanya

melakukan di sekolah saja, sehingga rasa percaya diri anak tidak tumbuh.

Pendidik memberikan kegiatan misal bermain di luar, seperti meloncat,

memanjat, ke kamar mandi sendiri, melakukan sesuatu sendiri. Tetapi orang tua

memperlakukan anak-anak secara berbeda di rumah, kebanyakan mereka terlalu

memanjakan anak-anak. Hal ini sama saja, ketika pendidik sudah memberikan

stimulasi agar keberanian, percaya diri anak tumbuh, tetapi di rumah tidak

diteruskan oleh orang tua. Alangkah baiknya apabila ada komunikasi dan kerjasama

antara pendidik dan orang tua, agar stimulasi, kegiatan yang mereka berikan

berkesinambungan dan tidak sia-sia. Dilihat dari sisi anak, mungkin kurangnya

motivasi sehingga anak-anak kadang enggan melakukan kegiatan yang diberikan

oleh pendidik, anak memilih diam dan tidak mau melakukan, sehingga keberanian

dan percaya diri belum dapat berkembang, karena anak-anak merasa takut dan

kurang motivasi.
4

Permendiknas No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pendidikan Anak Usia

Dini (PAUD) pada tingkat pencapaian perkembangan usia 5–6 tahun untuk aspek

sosial emosional anak dituntut untuk: a) menunjukkan sikap mandiri dalam memilih

kegiatan; b) menunjukkan antusiasme dalam melakukan permainan; c) menunjukkan

rasa percaya diri. Anak yang kurang memiliki rasa percaya diri sangat berpengaruh

pada proses pembelajaran, seperti kurang berani dalam melakukan aktivitas, selalu

tergantung kepada orang tua maupun guru, kurang kreatif, tidak mandiri.

Berdasarkan hal tersebut, salah satu metode dalam pembelajaran anak usia

dini adalah melalui permainan. Permainan yang dimaksud adalah bermain peran

dengan menggunakan boneka jari sebagai media untuk menumbuhkan rasa percaya

diri pada anak usia dini.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru TK B di PAUD Cinta Ananda

Banda Aceh, ditemukan bahwa anak kurang berani untuk bertanya dan

cenderung pasif dan diam saja saat proses pembelajaran berlangsung. Hal tersebut

disebabkan pembelajaran yang dilakukan di PAUD Cinta Ananda pada umumnya

masih bersifat konvensional, dimana guru kurang kreatif dalam menyampaikan

materi pembelajaran dan media yang digunakanpun masih terbatas. Dalam kegiatan

bercerita dan bercakap-cakap jarang sekali guru menyediakan media pembelajaran

yang menarik bagi anak, padahal media pembelajaran memegang peran yang sangat

penting dalam kegiatan pembelajaran bahasa. Media pembelajaran dapat dijadikan

sebagai wahana penyalur pesan atau informasi belajar dari guru kepada anak.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti ingin meninjau lebih

jauh apa penyebab rasa percaya diri yang belum optimal pada anak. Untuk
5

memecahkan masalah tersebut diperlukan salah satu metode serta media yang

tepat agar nantinya anak usia dini dapat mningkatkan rasa percaya diri anak tentunya

tidak melupakan unsur kegembiraan sehingga konsep bermain sambil belajar dapat

berjalan dengan baik. Salah satu media yang digunakan dalam penelitian ini

adalah media permainan boneka jari.

Boneka sebagai media dalam kegiatan pembelajaran memiliki peranan yang

sangat penting, karena media boneka dapat mendorong anak- anak untuk aktif,

ekspresif, bahkan kreatif. Anak-anak pada umumnya menyukai boneka, sehingga

materi pembelajaran yang disampaikan melalui boneka jelas akan mengundang

minat dan perhatian anak untuk mengikuti pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sukartini

(2015:8) dapat diketahui bahwa pembelajaran menggunakan media boneka jari

terbukti dapat mengembangkan kemampuan berbicara pada anak-anak kelompok A

PAUD Menur Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung Tahun Ajaran

2014/2015.

Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Sari (2015:11) dari hasil

penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa penerapan media boneka tangan dapat

meningkatkan keterampilan berbicara.

Berdasarkan paparan diatas, peneliti ingin melakukan penelitian yang

berjudul “Permainan Boneka Jari dalam Meningkatkan Rasa Percaya Diri

Anak Usia 5-6 Tahun Di PAUD Cinta Ananda Banda Aceh”

1.2 Identifikasi Masalah


6

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan

permasalahan di PAUD Cinta Ananda Banda Aceh berikut:

1. Kurang kreatifnya media pembelajaran yang diterapkan dalam peningkatan

kepercayaan diri anak.

2. Anak kurang tertarik dalam pembelajaran sehingga berpengaruh dalam

rendahnya kepercayaan diri anak

3. Media pembelajaran yang digunakan masih terbatas

4. Kurang optimalnya pelaksanaan media pembelajaran dikelas dalam

pembelajaran.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka perlu

adanya suatu rumusan masalah yang akan memberikan arah penelitian. Adapun

rumusan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah

permainan media boneka jari dapat meningkatkan rasa percaya diri anak usia 5-6

tahun di PAUD Cinta Ananda Banda Aceh?”

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui permainan media boneka jari dalam meningkatkan rasa percaya

diri anak usia 5-6 tahun di PAUD Cinta Ananda Banda Aceh.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat bagi anak:

1. Untuk membantu keaktifan anak dalam berbahasa dengan adanya media

boneka jari
7

2. Untuk membantu keberanian anak dalam meningkatkan keberaniannya

dalam mengeluarkan ide-ide ataupun gagasan

1.5.2 Manfaat bagi guru:

1. Membantu guru menemukan strategi mengajar yang tepat, dan dengan

suasana kelas yang tidak pasif karna adanya media boneka jari

2. Melalui media boneka jari guru dapat memperbaiki sistem pembelajaran

yang masih belum tepat.

1.5.3 Manfaat bagi sekolah:

1. Melalui boneka jari, memberikan gambaran kepada pihak sekolah untuk

menyiapkan fasilitas-fasilitas yang cukup untuk membantu kelangsungan

proses pembelajaran

2. Melalui media boneka jari, pihak sekolah bisa menyiapkan media-media

yang lebih menarik dan bermakna untuk anak.

3. Meningkatkan prestasi sekolah melalui prestasi belajar anak dan prestasi

kinerja guru yang kreatif.

1.6 Definisi Operasional

Penulis akan menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul, agar

tidak terjadi kesalahpahaman dalam memberikan penafsiran. Adapun istilah yang

perlu dijelaskan adalah seperti uraian berikut ini:

1. Permainan Boneka Jari

Menurut Sukartini (2015:15) Permainan Boneka jari merupakan boneka

yang terbuat dari kain fanel yang dibentuk pola menyerupai bentuk manusia,

binatang, buah dan lain sebagainya yang dimasukan ka jari-jari tangan manusia
8

dan dimainkan sesuai dengan karakter yang dimainkan. Permainan media

boneka jari yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah memerankan tokoh

pahlawan Aceh yang pada umumnya dikenali oleh anak seperti Teuku Umar,

Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, dan lain sebagainya. Tujuannya untuk

memperkenalkan tokoh dan sejarah Aceh secara singkat pada anak sekaligus

mengembangkan rasa percaya diri mereka.

2. Peningkatan

Menurut Musfiroh (2012:69) Peningkatan merupakan suatu

Perkembangan perubahan yang berlangsung seumur hidup dan dipengaruhi

oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif, dan

sosio-emosional. Peningkatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

peningkatan rasa percaya diri anak umur 5-6 tahun, peningkatan tersebut dilihat

berdasarkan hasil observasi yang berdasarkan aspek peningkatan rasa percaya

diri Anak umur 5-6 tahun.

3. Percaya Diri Anak

Rasa percaya diri adalah suatu sikap positif yang dimiliki seorang anak

terhadap dirinya untuk melakukan suatu tindakan yang diketahuinya tanpa

adanya keraguan dan dapat bertindak positif terhadap lingkungan disekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai