Anda di halaman 1dari 24

0

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL WARNA


MELALUI MEDIA PERMAINAN PUZZLE BUAH PADA
KELOMPOK A RA MIFTAHUL JANNAH PANDAN LARAS

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH :
HUSNUL KHOTIMAH
NPM/NIMKO : 2015.12.01.27.0026

UNIVERSITAS NURUL JADID


PAITON PROBOLINGGO
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)
2019
1

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL WARNA


MELALUI MEDIA PERMAINAN PUZZLE BUAH PADA
KELOMPOK A RA MIFTAHUL JANNAH PANDAN LARAS

A. Latar Belakang Masalah

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Departemen

Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah

suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun

secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan nonfisik dengan

memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, moral, spiritual,

motorik, emosional, dan sosial yang tepat dan benar agar anak dapat tumbuh

dan berkembang secara optimal. Rentang usia anak usia dini yaitu 0-6 tahun

dan sering disebut dengan masa keemasan (the golden age). Pada masa

tersebut sangat menentukan untuk masa-masa selanjutnya. Keberhasilan akan

pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini juga akan berpengaruh pada

keberhasilan masa-masa setelahnya. Untuk itu, pendidikan anak usia dini

memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan.

Pembinaan dalam pendidikan anak usia dini dilakukan untuk

membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar

memiliki kesiapan dalam menghadapi tugas perkembangan selanjutnya.

Selain itu, pendidikan anak usia dini harus mampu memberikan stimulus

dalam mengembangkan seluruh aspek perkembangan yang dimiliki oleh

anak. Adapun aspek perkembangan anak ada lima yaitu aspek fisik motorik,

intelektual, sosial, emosional, dan bahasan. Kelima aspek tersebut


2

berkembang pesat pada usia dini, hal ini memerlukan perhatian khusus

supaya anak dapat optimal dalam perkembangannya.

Salah satu aspek penting yang perlu dikembangkan dalam

pembelajaran pada anak usia dini adalah aspek intelektual/kognitif. Aspek

perkembangan kognitif dalam pendidikan anak usia dini sering pula disebut

daya pikir. Perkembangan kognitif pada anak sangat diperlukan guna untuk

mengembangkan pengetahuannya tentang apa yang mereka lihat, dengar,

rasa, cium, dan raba melalui panca indra yang dimiliki anak. Piaget

memaparkan bahwa anak usia 3-4 tahun berada dalam tahap pra-operasional,

pada tahap pra-operasional anak mulai menunjukkan proses berpikir yang

lebih jelas dan mulai mengenali beberapa simbol termasuk bahasa dan

gambar.1

Dalam mengembangkan kemampuan kognitif anak, salah satu aspek

penting yaitu kemampuan untuk mengenal suatu objek termasuk dalam

mengenal warna. Mengenal warna akan membantu anak untuk dapat

menyebutkan warna, mampu menyampaikan hasil percobaan tentang warna

yang dilakukan anak, dan mampu mengelompokkan warna. Pengenalan

warna untuk anak usia 3-4 tahun yaitu berada pada mengenal 5-7 macam

warna. Kemampuan mengenal warna disesuaikan dengan kemampuan anak

usia dini.2

1
Slamet Suyanto. Pembelajaran untuk Anak Taman Kanak-kanak. (Departemen
Pendidikan Nasional, 2005), 55
2
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini
3

Tujuan dari pengenalan warna yaitu sebagai dasar bagi pengetahuan

anak mengenai pengetahuan selanjutnya yang akan menjadi bekal

pengetahuan bagi anak. Hal ini sesuai dengan tahapan dari perkembangan

kognitif Piaget yang menyatakan bahwa anak usia 3-4 tahun berada pada

tahap praoperasional yang mulai mengenal beberapa simbol dan meningkat

pada tahap selanjutnya yaitu mampu memecahkan persoalan sederhana

secara konkrit. Mengenal symbol warna akan memberikan bekal bagi anak

pada tahap selanjutnya yaitu untuk memecahkan persoalan sederhana yang

berhubungan dengan warna secara konkrit. Maka dari itu, pembelajaran

dalam pengenalan warna menjadi penting bagi anak dan pembelajarannya

disesuaikan dengan tahap dan karakteristik belajar anak.

Karakteristik belajar bagi anak usia dini yaitu belajar yang

melibatkan anak secara langsung dan belajar sambil bermain. Namun, pada

kenyataannya teori belajar yang digunakan oleh guru pada umumnya adalah

teori behavioristik. Teori behavioristik berpandangan bahwa belajar

merupakan pembentukan tingkah laku dan pentingnya masukan atau

stimulus dan keluaran atau respon.3 Salah satu kelemahan dari teori

behavioristik yaitu menekankan pada siswa sebagai subjek dan menciptakan

verbalisme yang mengandalkan pada ingatan anak. Hal ini tampak pada

sekolah-sekolah umum di mana dalam pembelajaran guru cenderung

memberikan nama-nama warna dan menunjukkan warna. Sehingga kurang

3
C. Asri B, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: UNY, 2002), 27
4

memberikan kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman

langsung dalam melakukan percobaan sederhana dalam mengenal warna.

Berdasarkan hasil pengamatan di RA. Miftahul Jannah yang terletak

di Pandan Laras menunjukkan bahwa kemampuan kognitif anak dalam

mengenal warna belum sesuai dengan pencapaian perkembangan anak usia 3-

4 tahun. Hal ini dibuktikan dari 19 anak di kelas hanya terdapat 10 anak yang

mencapai kemampuan mengenal warna yang sesuai dengan tingkat

pencapaian perkembangan anak usia 3-4 tahun yang terdapat pada

Permendiknas Tahun 2009. Hal ini disebabkan proses dalam mengenal

warna kurang bermakna bagi anak. Proses pengenalan warna dilakukan oleh

guru lebih cenderung memberikan nama-nama warna dan menunjukkan

warna dengan metode ceramah. Dengan kurangnya variasi metode

pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran mengakibatkan perkembangan

kognitif anak kurang terlatih, anak hanya menerima informasi dan

kurangnya pemberian kesempatan kepada anak untuk memiliki pengalaman

langsung melakukan percobaan sederhana.

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti, peneliti memilih

pengenalan warna sebagai sarana yang tepat untuk mengembangkan

kemampuan kognitif anak di RA. Miftahul Jannah. Selain itu, pemilihan

strategi, pendekatan, dan metode belajar yang tepat juga mendukung

keberhasilan pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran pada anak usia

dini yaitu pembelajaran dengan media permainan puzzle buah atau percobaan

sederhana, pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan yang lebih


5

banyak memberi kesempatan kepada anak untuk menemukan sesuatu yang

baru dengan cara-cara yang menarik bagi mereka. Dalam pembelajaran

yang melakukan kegiatan percobaan akan mengembangkan potensi dan

kreativitas anak.

Media permainan puzzle buah adalah pemberian kesempatan kepada

anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses

atau percobaan.4 Penggunaan metode ini mempunyai tujuan agar anak

mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-

persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri secara

sederhana. Kelebihan dari media permainan puzzle buah adalah anak lebih

percaya pada kesimpulan berdasarkan pada atas percobaan yang

dilakukannya sendiri. Anak juga dapat terlatih dalam cara berfikir yang

ilmiah dan anak dapat menemukan bukti kebenaran dari sesuatu yang sedang

dipelajarinya. Mengenal warna dengan menggunakan media permainan

puzzle buah memberikan pengalaman langsung kepada anak untuk

menemukan warna baru dan menambah rasa percaya diri anak atas hasil

percobaan yang dilakukan anak.

Berdasarkan latar belakang di atas maka kemampuan kognitif anak

dalam mengenal warna perlu dikembangkan dengan cara pemberian

kesempatan kepada anak untuk melakukan suatu percobaan sederhana guna

mengenalkan warna pada anak sehingga kemampuan kognitifnya

meningkat. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

4
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT
Asdi Mahasatya 2005), 234
6

“Peningkatan kemampuan mengenal warna memalui media permainan puzzle

buah pada kelompok A RA. Miftahul Jannah Pandan Laras.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat

merumuskan permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimana upaya peningkatan kemampuan mengenal warna memalui

media permainan puzzle buah pada kelompok A RA. Miftahul Jannah

Pandan Laras?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat peningkatan kemampuan

mengenal warna memalui media permainan puzzle buah pada kelompok A

RA. Miftahul Jannah Pandan Laras?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1 Untuk mengetahui upaya peningkatan kemampuan mengenal warna

memalui media permainan puzzle buah pada kelompok A RA. Miftahul

Jannah Pandan Laras

2 Untuk mengetahui apa faktor pendukung dan penghambat peningkatan

kemampuan mengenal warna memalui media permainan puzzle buah pada

kelompok A RA. Miftahul Jannah Pandan Laras


7

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan mengenal

warna pada anak usia 3-4 tahun dapat ditingkatkan dengan melalui media

media permainan puzzle buah. Proses pembelajaran dilakukan dengan

melibatkan anak secara langsung dengan memberi kesempatan kepada

anak untuk melakukan eksperimen (percobaan).

E. Manfaat Penelitian.

1. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan pengembangan ilmu tentang

peningkatan kemampuan dalam mengenal warna anak usia dini pada

Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini.

2. Secara Praktis.

a. Bagi Lembaga

Sebagai bahan refleksi bagi sekolah untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia yaitu guru dan peserta didik.

b. Bagi Guru

Memberikan gambaran kepada guru khususnya guru di RA.

Miftahul Jannah dalam hal pengenalan warna menggunakan media

permainan puzzle buah sebagai salah satu metode pembelajaran

c. Peneliti selanjutnya

Penelitian ini memberikan pengetahuan baru mengenai

peningkatan kemampuan mengenal warna melalui media permainan


8

puzzle buah, yang dapat dijadikan pengalaman untuk menerapkannya

dalam pembelajaran.

F. Ruang Lingkup dan keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan mengenal

warna dapat meningkat dengan media permainan puzzle buah. Namun, pada

pelaksanaan kegiatan penelitian ini masih terdapat keterbatasan, yaitu

beberapa percobaan yang dilakukan anak belum divalidasi oleh ahli dari sains

anak

G. Definisi Operasional

1. Mengenal Warna

Mengenal warna, mengenal warna pada penelitian ini adalah

kemampuan anak untuk menyebutkan 5-7 warna, menyampaikan hasil

percobaan sederhana tentang warna dan menggolongkan warna secara

mandiri.

2. Media Puzzle

Puzzle adalah mainan menyusun gambar, gambar diacak terlebih

dahulu. Sehingga anak mencoba menyusunnya di dalam bingkai dengan

menghubungkan potongan-potongan kecil sehingga menjadi gambar utuh.


9

H. Penelitian Terdahulu

Pertama, Yulita Susanti,5 Mahasiswi Jurusan Pendidikan Anak Usia

Dini Universitas Jember dalam Skripsinya yang berjudul “Peningkatan

Kemampuan Pengenalan Warna pada Anak Kelompok A2 Melalui Metode

Eksperimen Bahana Alam di RA Darul Ibad Jember Tahun Pelajaran

2016/2017. Berdasarkan hasil penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan

peningkatan kemampuan mengenal warna anak kelompok A2 melalui metode

eksperimen bahan alam, hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata kelas

pada pra siklus 54,99, siklus I 66,33 dan pada siklus II meningkat menjadi

80,33. Hal tersebut menunjukkan peningkatan hasil belajar pada siklus I ke

siklus II sebesar 14. Selanjutnya juga dapat dilihat dari nilai ketuntasan anak

siklus I sebesar 55% dan pada siklus II meningkat menjadi 85%.

Kedua, Kasmiati,6 dalam jurnalnya yang berjudul “Meningkatkan

Kemampuan Anak Mengenal Warna Melalui Eksperimen Di Kelompok A

TK Pertiwi Palu. Hasil penelitian menunjukkan hasil penelitian ini adalah

terjadinya peningkatan kemampuan anak mengenal warna melalui

eksperimen di kelompok A TK Pertiwi Palu. Hal ini disebabkan karena hasil

penelitian siklus I kemampuan menyebutkan warna, mengelompokkan warna,

dan mengenal simbol warna terdapat 5 anak kategori berkembang sangat

baik (33%), 3 anak kategori berkembang sesuai harapan (20%), 3 anak

kategori mulai berkembang (20%), dan 4 anak kategori belum berkembang

5
Yulita Susanti, Peningkatan Kemampuan Pengenalan Warna pada Anak Kelompok A2
Melalui Metode Eksperimen Bahana Alam di RA Darul Ibad Jember Tahun Pelajaran 2016/2017,
(Jember; Universitas Jember, 2017), 1
6
Sudaryanti, Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini, (Yogyakarta : Jurnal
Pendidikan Anak, Volume 1, Edisi 1, Juni 2012), 1
10

(27%), meningkat pada siklus II kemampuan menyebutkan warna,

mengelompokkan warna, dan mengenal simbol warna terdapat 8 anak

kategori berkembang sangat baik (53%), 4 anak kategori berkembang sesuai

harapan (27%), 2 anak kategori mulai berkembang (13%), dan 1 anak

kategori belum berkembang (7%). Secara umum telah terjadi peningkatan

sebesar 20% dari masing-masing aspek yang diamati.

Ketiga, Utari Gheana Putri,7 dalam jurnalnya yang berjudul “Model

Inkuiri Meningkatkan Kemampuan Mengenal Warna. Dari hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa Hasil uji regresi linier sederhana

menunjukan bahwa ada pengaruh model inkuiri terhadap kemampuan

mengenal warna anak usia 4-5 tahun di TK Muslimin Bukit Kemuning

dengan koefisien sebesar 2,52.

Dari beberapa penelitian di atas pesamaan penelitian ini adalah

sama-sama meneliti tentang peningkatan pemahaman mengenal warna pada

anak usia dini sedangkan perbedaan penelitian dahulu dengan penelitian

sekarang adalah skripsi yang ditulis peneliti adalah metode yang digunakan,

tempat penenelitian, waktu penelitian, dan jenis penelitian yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini.

7
M. Nailash Shofa, Penanaman pendidikan karakter untuk anak usia dini, (Kudus : Jurnal
pendidikan guru raudlatul atfal Vol. 5 No. 1, 2017), 1
11

I. Kajian Pustaka

1. Kemampuan Mengenal Warna

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa,

sanggup), kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan untuk

melakukan sesuatu.8 Sedangkan menurut E. Faiqoh, kemampuan

merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan.9

Kemampuan (ability) juga berarti kapasitas seorang individu untuk

melakukan beberapa tugas dalam suatu pekerjaan (Stephen & Timonthy

dalam K. Agung Hudi, Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat

disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan seorang individu untuk

melakukan beberapa tugas dalam suatu pekerjaan.10

Pengertian dari mengenal yaitu yang berkata dasar kenal yang

artinya tahu dan mengenal berarti mengetahui.11 Sedangkan warna

memiliki arti kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang

dipantulkan oleh benda-benda yang dikenalnya.12 Dari paparan di atas

dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengenal warna memiliki makna

kecakapan seseorang untuk mengetahui cahaya yang dipantulkan oleh

benda yang dikenalnya (warna). Pada penelitian ini yang dimaksud dengan

kemampuan mengenal warna adalah kecakapan seseorang untuk

8
Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1996), 12
9
E. Faiqoh. Pengertian Kemampuan (Malang, Jurnal Pendidikan, 2011), 10
10
K. Agung Hudi, Pengertian Kemampuan, (Jakarta, Jurnal Pendidikan, 2012), 10
11
Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, 2002), 478
12
Sukinten. Peningkatan Kemampuan Mengenal Warna Melalui Bermain Edukatif Balok
Warna pada Anak Usia 3-4 Tahun di KB Tunas Bangsa, (Jurnal PAUD, 2014), 2
12

menyebutkan macam warna, menyampaikan hasil percobaan tentang

warna, dan mengelompokkan warna berdasarkan hasil temuan dan

pengalamannya sendiri.

2. Media Puzzle

Media puzzle dirancang untuk mengjarkan keterampilan seperti

mengenali, bentuk, ukuran, jumlah, warna, kesamaan, dan perbedaan

dalam suatu media itu sendiri.13 Puzzle dapat berupa jigsaw atau bentuk 3

dimensi, mengantu asas potongan homogeny ataupun acak, bisa berupa

kepingan besar atau kecil, atau gabungan keduanya. Puzzle juga dapat

berupa gambar yang dipecah atau komponen yang harus digabungkan,

serta dapat pula disusun pada landasan/bingkai tertentu atau harus dirakit

menjadi bentuk tertentu.14

Pada umumnya, puzzle dapat dirancang sebagai mainan atau

hiburan. Akan tetapi, puzzle juga dapat digunakan untuk tes kecerdasan.

Pada potongan puzzle terdapat teka-teki yang harus dipecahkan. Teka-teki

dibuat berdasarkan pada proses penyelidikan dan penemuan dalam rangka

menemukan solusi yang diinginkan. Jika ingin menemunkan solusi,

seseorang perlu mengenali pola terlebih dahulu dan menciptakan urutan

tertentu. Terdapat banyak macam kecerdasan yang dapat dikembangkan

dalam proses pembelajaran. Kegiatan permainan edukatif dengan media

puzzle dengan bentuk bola (salah satu contoh) juga dapat merangasang

13
Dianne Miller Nielsen, Mengelola Kelas untuk Guru Tk, (Jakarta: PT. Indeks 2009), 98
14
Ibid, 98
13

kecerdasan anak dalam aspek matematis logis, visual, intra-personal, dan

interpersonal.15

J. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti berusaha mendeskripsikan bentuk

pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman siswa dengan menerapkan

pembelajaran matematika berbasis multimedia interaktif pada materi

bangun ruang sisi datar, maka dengan demikian data yang akan

dikumpulkan dalam penelitian bersifat deskriptif yaitu mengenai uraian-

uraian kegiatan pembelajaran siswa dan penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian tindak kelas.

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas

(Classroom Action Research) karena peneliti bertindak secar langsung

dalam penelitian, mulai dari awal sampai akhir tindakan. Menurut

suharsimi dalam (Dila Canrawati, 2013:32) bahwa PTK merupakan

paparan gabungan definisi dari tiga kata “penelitian, tindakan dan kelas”.

Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu obyek, mengguanakan aturan

metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang

bermanfaat bagi peneliti atau orang- orang yang berkepentingan dalam

rangka peningkatan kualitas di berbagai bidang.

Menurut Ebbutt dalam wiriatmadja mengemukakan bahwa

PTK adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi

15
Suyadi, Permainan Edukatif yang Mencerdaskan, (Yogyakarta: Power Books, 2009),
213
14

praktik. pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka

sendiri.16

Penelitian tindakan kelas merupakan sutu upaya untuk

mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan

memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan.17

Dengan demikian tindakan tersebut dilakukan oleh guru, oleh guru

bersama peserta didik, atau oleh peserta didik dibawah bimbingan dan

arahan guru, dengan maksut untuk memperbaiki dan meningkatkan

kualitas pembelajaran.

Proses pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini didesain model

dari Kemmis & Mc. Taggart yang perangkatnya terdiri atas empat

komponen, yaitu planning (perencanaan), acting (tindakan), observing

(pengamatan), dan reflecting (refleksi).18 Penelitian tindakan kelas

mempunyai beberapa karakteristik. Aqib mengungkapkan ada lima

karakteristik PTK, antara lain:19

1. Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional.

2. Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya.

3. Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi.

4. Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas produk

instruksional.

16
Rochiati Wiratmaja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), 13
17
Prof.DR. H. E. Mulyasa, M.Pd, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), 11
18
Iskandar, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Gaung Persada, 2011), 28
19
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Yrama Widya, 2009), 16
15

5. Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.

Berdasarkan paparan diatas, dengan demikian dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di

dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk

memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelas, sehingga hasil belajar

siswa dapat ditingkatkan. Sedangkan dalam pelaksanaan PTK harus sesuai

alur. Secara sederhana alur pelaksanaan tindakan kelas disajikan sebagai

berikut:20

20
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), 16
16

Alur Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Mc. Taggart

Dengan mengacu pada refleksi awal tersebut maka

dilaksanakan penelitian tindakan kelas dengan prosedur sebagai berikut:21

a. Perencanaan (planning)

b. Pelaksanaan tindakan (action)

c. Observasi (observation)

d. Refleksi (reflection)

2. Kehadiran dan Peran Peneliti di Lapangan

Kehadiran peneliti disini bersifat mutlak, artinya kehadiran

peneliti disini sangat diperlukan karena peneliti berperan aktif dalam proses

penelitian. Peneliti disini bertindak sebagai pengajar, pelaksana,

merencanakan, mengumpulkan data, menganalisis, dan melaporkan hasil

penelitian dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh

guru bidang studi matematika dan teman sejawat dengan maksud

membantu mencatat semua hal yang terjadi selam proses pembelajaran

berlangsung sehingga semua data yang bersifat penting tidak terlewatkan.

3. Kancah Penelitian

Penelitian ini berada di kelompok A RA. Miftahul Jannah. RA.

Miftahul Jannah ini terletak di daerah pegunungan tepatnya yaitu di

Desa Pandan Laras, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolinggo

21
Ibid, 28
17

4. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yaitu siswa usia 3-4 tahun di RA. Miftahul

Jannah Semester II Tahun Ajaran 2018/2019 dengan jumlah anak

sebanyak 19

5. Data dan Sumber Data

Data adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian.

Definisi data sebenarnya punya kemiripan dengan definisi informasi,

hanya informasi lebih ditonjolkan dari segi servis, sedangkan data lebih

ditonjolkan aspek materi.22

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data ini

diperoleh berdasarkan hasil observasi dan hasil belajar siswa kelompok A.

Berikut ini uraian penjelasan data dan sumber data.

a. Data tentang peningkatan kemampuan mengenal warna melalui media

puzzle buah, sumber datanya yaitu aktivitas guru pada saat

pembelajaran berlangsung.

b. Data tentang aktivitas belajar siswa melalui media Puzzle buah pada

RA. Miftahul Jannah Pandan Laras, sumber datanya yaitu aktitivitas

belajar siswa.

c. Data tentang hasil belajar siswa melalui melalui media Puzzle buah

pada RA. Miftahul Jannah Pandan Laras, sumber datanya yaitu skor

hasil tes dan evaluasi siswa.

22
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif dan Kualitatif,
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 123
18

6. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah observasi. Observasi digunakan untuk mengamati tingkat

kemampuan mengenal warna. Selain itu, observasi dilakukan untuk

mengamati atau pengambilan data guna melihat seberapa jauh akibat dari

tindakan yang telah diterapkan berdasarkan pada panduan yang telah

dipersiapkan dalam lembar observasi. Kegiatan observasi melibatkan

dua orang yaitu peneliti dibantu oleh teman sejawat. Dalam satu kelas

terdapat 19 siswa dan dua observer, sehingga setiap observer

mengamati 9 atau 10 siswa

7. Analisis data, Evaluasi dan Refleksi

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif kuantitatif. Teknik analisis data deskriptif kuantitatif yaitu

dengan cara mencari rerata skor hasil pengamatan terhadap kemampuan

mengenal warna. Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis

deskriptif persentase. Adapun rumus persentase menurut Acep Yoni

(2010: 176) yaitu sebagai berikut.

P= x 100%

Keterangan : P = Persentase

F = Skor yang diperoleh siswa

N = Jumlah skor maksimum siswa

Setelah data diperoleh dan dikumpulkan maka langkah

selanjutnya dalam proses penelitian adalah menganalisis data yang diambil


19

berdasarkan kriteria dasar menurut Acep Yoni (2010: 176) yang

telah disesuaikan dengan kriteria perkembangan anak di PAUD seperti

pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kriteria Kemampuan Mengenal Warna

Kriteria Menurut Kriteria Kemampuan


No Persentase Nilai
Acep Yoni Mengenal Warna
Tampak Sangat Baik
1 Sangat Baik 75%-100% 4
(TSB)
Tampak Sesuai Harapan
2 Baik 50%- 74,99% 3
(TSH)
3 Cukup 25%- 49,99% 2 Mulai Tampak (MT)
4 Kurang 0%- 24,99% 1 Belum Tampak (BT)

Data atau informasi yang berhasil dikumpulkan selanjutnya

diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif

kualitatif digunakan untuk mengolah data hasil observasi aktivitas guru

dalam menerapkan media puzzle buah, observasi aktivitas belajar siswa,

dan data hasil belajar. Semua data dianalisis dengan analisis deskriptif

kualitatif dengan tahapan: pemaparan data, reduksi data, pengelompokkan

sesuai fokus masalah.

Pemaparan data dilakukan dengan mendeskripsikan bagaimana

pembelajaran sebelum tindakan. Kemudian mendeskripsikan bagaimana

keterurutan dan kelengkapan kerangka TANDUR dalam pegunaan media

puzzle buah dan mendeskripsikan apakah semua jenis aktivitas belajar

siswa dalam penelitian ini sudah terlaksana atau belum. Data hasil belajar

siswa juga dideskripsikan berapa siswa yang nilainya sudah tuntas dan
20

berapa siswa yang nilainya belum tuntas. Analisis data ini dijadikan acuan

untuk memperbaiki pembelajaran selanjutnya.

8. Prosedur Penelitian

Prosedur tindakan kelas ini terbagi ke dalam empat tahapan

tindakan, yaitu tahap perencanaan (planning), tahap pelaksanaan

(acting), tahap pengamatan (observing), serta tahap refleksi

(reflecting). Secara prosedural dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Tahap Perencanaan

Perencanaan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1) Membuat rencana pembelajaran berupa RPPH (Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran Harian).

2) Guru menyiapkan media pembelajaran berupa Puzzle Buah.

3) Guru menerangkan rencana kegiatan yang akan

dilaksanakan bersama anak.

4) Menyiapakan lembaran observasi, lembaran wawancara

dan dokumentasi.

5) Membuat dan menyiapkan format penilaian awal dan akhir

yang akan dilakukan untuk meningkatkan kreativitas anak.

Menurut Muslihuddin (2010: 75) pelaksanaan merupakan

implementasi daripada perencanaan yang telah dibuat. Pada tahap ini

meralisasikan dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang

telah disiapkan sebelumnya. Pada tahap ini peneliti meninjau


21

pelaksanaan daripada perencanaan yang telah dibuat, sedangkan yang

melakukan pelaksanaan ini adalah guru kelas kelompok A, dengan

mengacu kepada alat penelitian yang diberikan oleh peneliti.

Peneliti melihat sejauhmana penguasaan guru dalam

penggunaan media puzzle buah, dan respon serta peningkatan

kreativitas anak di Kelompok RA. Miftahul Jannah Pandan Laras.

b. Tahap Pengamatan

Peneliti melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya

kegiatan. Pengamatan dilakukan secara terus menerus dari siklus I

sampai siklus yang diharapkan dapat tercapai tujuan. Tujuan

pengamatan ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk

melakukan refleksi pada tahapan selanjutnya. Pengamatan dilakukan

secara menyeluruh dan menggunakan instrument pengumpul data

yang sudah ditetapkan, sehingga dapat diperoleh seperangkat data

tentang pelaksanaan tindakan.

c. Tahap Refleksi

Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara

menyeluruh tindakan yang telah dilakukan, berdasarkan data yang

telah terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi. Dalam penelitian

tindakan kelas ini, peneliti melakukan refleksi dari mulai siklus I, II,

dan III sampai tercapainya suatu perbaikan dalam kegiatan

pembelajaran dengan baik. Refleksi ini dilaksanakan oleh peneliti


22

beserta guru sebagai pelaksana tindakan dengan cara mendiskusikan

hasil pengamatan dan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan.

K. Daftar Pustaka

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif dan


Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 123

C. Asri B, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: UNY, 2002), 27

Dianne Miller Nielsen, Mengelola Kelas untuk Guru Tk, (Jakarta: PT. Indeks
2009), 98

E. Faiqoh. Pengertian Kemampuan (Malang, Jurnal Pendidikan, 2011), 10

Iskandar, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Gaung Persada, 2011), 28

K. Agung Hudi, Pengertian Kemampuan, (Jakarta, Jurnal Pendidikan, 2012),


10

M. Nailash Shofa, Penanaman pendidikan karakter untuk anak usia dini,


(Kudus : Jurnal pendidikan guru raudlatul atfal Vol. 5 No. 1, 2017), 1

Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak


Usia Dini

Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996), 12

Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa


Departemen Pendidikan Nasional, 2002), 478

Prof.DR. H. E. Mulyasa, M.Pd, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2011), 11

Rochiati Wiratmaja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2010), 13

Slamet Suyanto. Pembelajaran untuk Anak Taman Kanak-kanak.


(Departemen Pendidikan Nasional, 2005), 55Peraturan Menteri

Sudaryanti, Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini,


(Yogyakarta : Jurnal Pendidikan Anak, Volume 1, Edisi 1, Juni 2012), 1
23

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:


Rineka Cipta, 2002), 16

Sukinten. Peningkatan Kemampuan Mengenal Warna Melalui Bermain


Edukatif Balok Warna pada Anak Usia 3-4 Tahun di KB Tunas Bangsa,
(Jurnal PAUD, 2014), 2

Suyadi, Permainan Edukatif yang Mencerdaskan, (Yogyakarta: Power


Books, 2009), 213

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,
(Jakarta: PT Asdi Mahasatya 2005), 234

Yulita Susanti, Peningkatan Kemampuan Pengenalan Warna pada Anak


Kelompok A2 Melalui Metode Eksperimen Bahana Alam di RA Darul
Ibad Jember Tahun Pelajaran 2016/2017, (Jember; Universitas Jember,
2017), 1

Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Yrama Widya, 2009), 16

Anda mungkin juga menyukai