Anda di halaman 1dari 29

MATERI INTI 3

KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN

I. Deskripsi Singkat
Setiap kehamilan memiliki peluang untuk berkembang menjadi masalah atau
komplikasi setiap saat. Saat ini, secara umum sudah diterima bahwa setiap kehamilan
membawa resiko bagi ibu. WHO memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh
wanita yang hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan
kehamilannya, serta dapat mengancam jiwanya.
Dari wanita hamil di Indonesia, sebagian besar akan mengalami komplikasi
atau masalah yang bisa menjadi fatal. Sebagai bidan akan menemukan wanita hamil
dengan komplikasi-komplikasi yang mungkin dapat mengancam jiwanya.
Pemeriksaan dan pengawasan terhadap ibu hamil sangat perlu dilakukan
secara teratur. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan seoptimal mungkin kondisi fisik dan
mental ibu dan bayi selama dalam kehamilan. Selain itu juga untuk mendeteksi dini
adanya kelainan, komplikasi dan penyakit yang biasanya dialami oleh ibu hamil
sehingga hal tersebut dapat dicegah atau diobati sehingga angka morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi dapat berkurang.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu mendeteksi adanya komplikasi pada
kehamilan.
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan tentang hiperemesis gravidarum
2. Menjelaskan tentang perdarahan pada kehamilan muda
3. Menjelaskan tentang perdarahan pada kehamilan lanjut
4. Menjelaskan tentang preeklampsia/eklampsia
5. Menjelaskan tentang infeksi pada kehamilan
6. Menjelaskan tentang ketuban pecah sebelum waktunya

III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan


1. Hiperemesis Gravidarum
2. Perdarahan pada Kehamilan Muda

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 1


3. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut
4. Preeklampsia / Eklampsia
5. Infeksi pada Kehamilan
6. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)

IV. Bahan Belajar


1. Sarwono Prawirohardjo, 2014, “Ilmu Kebidanan” Edisi Keempat Cetakan Keempat”,
PT.Bina Pustaka, Jakarta.
2. Bapelkes Makassar, 2001, “ Pelatihan Berdasarkan Kompetensi (PBK) Asuhan
Antenatal, “ Makassar.
3. Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO, 2003,” Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan
Fisiologis Bagi Dosen D III Kebidanan Asuhan Antenatal” Jakarta.
4. Direktorat Bina Kesehatan RI Ministry of Health, Directorate General Communicable
Disease Control Indonesia, “ Expandel Program On Immunisation”, Jakarta.

V. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


A. Langkah 1. Pengkondisian
1. Fasilitator memulai kegiatan dengan menyapa peserta dengan ramah dan
hangat.
2. Fasilitator memperkenalkan diri (bila belum pernah menyampaikan sesi di kelas
sebelumnya).
3. Menciptakan suasana nyaman dan mendorong kesiapan peserta untuk
menerima materi dengan menyepakati proses pembelajaran.
4. Dilanjutkan dengan penyampaian judul materi, deskripsi singkat, tujuan
pembelajaran serta ruang lingkup pokok bahasan yang akan dibahas pada sesi
ini.
B. Langkah 2. Penyampaian pokok pembahasan
1. Fasilitator melakukan curah pendapat dengan mengajukan beberapa pertanyaan
kepada peserta untuk mengukur pengetahuan peserta tentang kasus-kasus
komplikasi dalam kehamilan.
2. Fasilitator mencatat semua pendapat peserta di kertas flipchart. Selanjutnya
merangkum dan menyampaikan paparan materi tentang kompikasi pada
kehamilan sesuai urutan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan
tayang.
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau menyampaikan

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 2


klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban atau tanggapan yang
sesuai.
C. Langkah 3. Kesimpulan
1. Fasilitator mengajak peserta untuk mengungkapkan kembali beberapa hal
penting tentang komplikasi pada kehamilan yang telah dibahas pada sesi ini
dengan mengacu pada tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator menutup proses pembelajaran pada sesi ini, dengan mengucapkan
terima kasih dan memberikan apresiasi kepada semua peserta yang telah
berpartisipasi aktif sehingga tujuan pembelajaran pada sesi ini dapat tercapai.

VI. Uraian Materi


1. HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A. Pengertian
Adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu
pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi
dehidrasi.

B. Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Frekuensi kejadian antara 2 per 1.000 kehamilan.
Faktor-faktor predesposisi yang dikemukakan :
1) Sering terjadi pada primigravida, molahidatidosa, diabetes, dan kehamilan ganda
akibat peningkatan kadar HCG
2) Faktor organik, karena masuknya vili khorials dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabolik
3) Faktor psikologik : keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab, dan
sebagainya

C. Gejala dan Tingkat


Batas mual muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada
kesepakatan. Ada yang mengatakan bisa lebih dari 10 kali muntah; akan tetapi
apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis.

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 3


1) Tingkat I = Ringan
Mual muntah terus menerus menyebabkan penderita lemah, tidak mau makan,
berat badan turun dan rasa nyeri di epigastrium; nadi sekitar 100 kali permenit,
tekanan darah turun, turgor kulit kurang, lidah kering, dan mata cekung
2) Tingkat II= Sedang
Mual dan hebat yang hebat menyebabkan keadaan umum penderita lebih parah;
lemah, apatis, turgor kulit mulai jelek, lidah kering dan kotor; nadi kecil dan cepat,
suhu badan naik (dehidrasi), ikterus ringan, berat badan turun, mata cekung,
tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi. Dapat pula terjadi
asetonuria, dan dari nafas keluar bau aseton.
3) Tingkat III= Berat
Keadaan umum jelek, kesadaran sangat menurun, somnolen sampe koma, nadi
kecil, halus dan cepat; dehidrasi hebat, suhu badan naik, dan tensi turun sekali,
ikterus. Komplikasi yang dapat berakibat fatal terjadi pada susunan syaraf pusat
(ensefalopati Wernicke) dengan adanya: dispolpia, perubahan mental.

D. Patologi
Dari otopsi wanita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum diperoleh
keterangan bahwa terjadi kelainan pada organ-organ tubuh sebagai berikut :
1) Hepar : pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak sentrilobuler
tanpa nekrosis
2) Jantung : jantung atrofi, kecil dari biasa,. Kadang kala dijumpai perdarahan sub-
endokardial
3) Otak : terdapat bercak perdarahan pada otak
4) Ginjal : tampak pucat, degenerasi lemak pada tubuli kontorti
E. Penanganan
1) Pencegahan, dengan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan
kepada ibu-ibu dengan maksud menghilangkan faktor psikis dan rasa takut. Juga
tentang diit ibu hamil, makan jangan sekaligus banyak; tetapi dalam porsi sedikit-
sedikt tapi sering. Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan tersa oyong,
mual, dan muntah. Defikasi hendaknya diusahakan teratur
2) Terapi obat, menggunakan sedativa (Luminal, Stesolid), Vitamin (B1 dan B6),
anti-muntah (Mediamer B6), antasida dan anti-mulas.
3) Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 4


 Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur dirumah sakit saja, telah
banyak mengurangi mual muntahnya
 Isolasi. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter
saja yang boleh masuk. Kadang kala hal ini saja, tanpa pengobatan khusus
telah mengurangi mual dan muntah
 Terapi psikologik. Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang
wajar, normal dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir. Cari dan coba
hilangkan faktor psikologis seperti keadaan sosio ekonomi, pekerjaan serta
lingkungan
 Penambahan cairan. Berikan infus dekstrosa atau glukosa 5 % sebanyak 2-3
liter dalam 24 jam.
 Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas
 Pada beberapa kasus dan bila terapi tidak dapat dengan cepat memperbaiki
keadaan umum penderita, dapat dipertimbangkan suatu abortus provokatus.

2. PERDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA


A. Batasan
Perdarahan pada kehamilan dibawah 20 minggu atau perkiraan berat badan janin
kurang dari 500gram di mana janin belum memiliki kemampuan untuk hidup diluar
kandungan.

B. Penilaian klinik
Gejala dan tanda jenis-jenis perdarahan pada kehamilan muda dapat dilihat pada
table berikut.
Pemeriksaa Diagnosi
Gejala Tanda
n s
 Amenore  Uterus lebih besar dari usia  T3&T4 Abortus
 Hiperemesis kehamilan  Titer hCG mola
 Perdarahan bercak bulanan  Serviks dan korpus sangat  PA
yang berlanjut dgn lunak  Foto thorax
perdarahan banyak  Keluar gelembung mola
 Tirotoksikosis dan jaringan
 Kista lutein
 Amenore Mengidam  Uterus lebih kecil dari usia  Kuldosinte- Kehamilan
 Perdarahan bercak atau kehamilan sis ektopik

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 5


sedang yang berlanjut  Massa pada adnexa  USG terganggu
dengan nyeri perut bawah  Nyeri goyang portio  Reaksi
 Pre-syok/syok yang tidak  Kavum Douglasi menonjol Arias Stella
sesuai dengan jumlah  Cairan bebas dalam perut
perdarahan
 Amenore  Uterus sesuai dengan usia  USG Abortus
 Mengidam kehamilan insipiens
 Kram suprasimfisis  Perdarahan keluar melalui atau
 Perdarahan sedang hingga ostium inkomplit
hebat  Serviks terbuka
 Pre-syok/syok tergantung  Tampak selaput ketuban
dari jumlah perdarahan atau fragmen konsepsi
 Amenore  Uterus sesuai dengan usia  USG Robekan
 Mengidam kehamilan dinding
 Perdarahan banyak  Portio livide dan lunak vagina
pascakoital/trauma  Perdarahan dari dinding atau
 Kondisi keadaan umum vagina atau forniks forniks
sesuai dengan jumlah posterior atau lateral
perdarahan  Laserasi pada fourchette
atau labia minora
Tabel 1. Gejala dan Tanda Perdarahan pada Kehamilan Muda

1) Abortus
a) Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan.Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

b) Gejala dan Tanda


Untuk wanita yang masih dalam usia reproduksi, sebaiknya dipikirkan
suatu abortus inkomplit apabila :
 terlambat haid (tidak datang haid lebih dari saru bulan, dihitung dari haid
terakhir)
 terjadi perdarahan per vaginam
 spasme atau nyeri perut bawah (seperti kontraksi saat persalinan)

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 6


 keluarnya massa kehamilan (fragmen plasenta)
Apabila tidak terdapat gejala tersebut diatas, sebaiknya dipertimbangkan
diagnosis lain (mis, infeksi panggul). Terminasi kehamilan secara paksa
dilakukan dengan memasukkan kayu, plastik atau benda tajam lainnya
kedalam kavum uteri dan ini menjadi penyebab utama dari berbagai
komplikasi serius abortus inkomplit. Karena berbagai alasan tertentu,
kebanyakan pasien abortus provokatus, segan atau dengan sengaja
menyembunyikan penyebab abortus yang dapat membahayakan atau
mengancam keselamatan jiwa pasien.
c) Penapisan Komplikasi Serius
Bila seorang pasien datang dengan dugaan suatu abortus inkomplit penting
sekali segera menentukan ada-tidaknya komplikasi berbahaya (syok,
perdarahan hebat, infeksi/sepsis dan trauma intra abdomen/perforasi
uterus). Bila ditemui komplikasi yang membahayakan jiwa pasien maka harus
segera dilakukan upaya stabilisasi sebelum penanganan lanjut/merujuk ke
fasilitas kesehatan rujukan.
d) Riwayat Medik
(1) Informasi khusus tentang reproduksi, yang harus diperoleh diantaranya :
 Hari pertama haid terakhir dan kapan mulai terlambat haid
 Alat kontrasepsi yang sedang digunakan (amenore akibat kontrasepsi
hormonal dapat dikelirukan dengan abortus bila kemudian terjadi
menoragia)
 Perdarahan per vaginam (lama dan jumlahnya)
 Demam, menggigil atau kelemahan umum
 Nyeri abdomen atau punggung/bahu (berkaitan dengan trauma intra
abdomen)
 Riwayat vaksinasi dan kemungkinan risiko tetanus (abortus provokatus)
(2) Informasi medik yang penting meliputi:
 Alergi obat (anestesi atau antibiotika)
 Gangguan hematologi (anemia bulan sabit/sickle cell anaemia,
thalasemia, hemofili atau gangguan pembekuan darah)
 Penggunaan obat jangka panjang (misalnya, kortikosteroid)
 Minum jamu atau obat-obatan yang tidak jelas komposisi dan khasiatnya
(apabila bersifat toksik, dapat menimbulkan efek samping yang serius)
 Kondisi gangguan kesehatan lain (misalnya, malaria dan kehamilan)

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 7


e) Pemeriksaan
(1) Pemeriksaan Fisik
Penting untuk diperhatikan :
 Periksa dan catat tanda vital (temperatur, tekanan darah, pernafasan,
nadi)
 Gangguan kesehatan umum (anemia, kurang gizi, keadaan umum j elek)
 Periksa keadaan paru, jantung dan ekstremitas
(2) Pemeriksaan Abdomen
Periksa adanya :
 Massa atau kelainan intra abdomen lainnya
 Perut kembung dengan bising usus melemah
 Nyeri ulang-lepas
 Nyeri atau kaku dinding perut (pelvik/suprapubik)
(3) Pemeriksaan Panggul
Tujuan utama pemeriksaan panggul atau bimanual adalah untuk:
 Mengetahui besar, arah, konsistensi uterus, nyeri goyang serviks, nyeri
tekan parametrium, pembukaan ostium serviks.
 Melihat sumber perdarahan lain (trauma vagina/serviks) selain akibat
sisa konsepsi.
(4) Pemeriksaan dengan Spekulum (Inspekulo)
Sebelum memasukkan spekulum perhatikan :
 Daerah genitalia eksterna, perhatikan sifat dan jumlah perdarahan per
vaginam
 Darah yang bercampur dengan sekret yang berbau
Setelah selesai melakukan pengamatan bagian luar, masukkan spekulum
untuk melihat dinding vagina dan serviks. Bersihkan bekuan darah/massa
kehamilan dalam lumen vagina atau terjepit di ostium serviks. Apabila
diperlukan, awetkan jaringan/sisa konsepsi untuk pemeriksaan
histopatologi. Tentukan apakah darah keluar melalui ostium atau dari
dinding vagina. Bila diduga atau jelas terjadi infeksi lakukan pemeriksaan
bakteriologis dan uji resistensi. Pasien segera diberi antibiotika spektrum
luas secara adekuat, sebelum melakukan prosedur AVM.
(5) Pemeriksaan Bimanual
Apabila periksa luar, sulit menentukan tinggi fundus uteri maka
lakukan periksa dalam (besar, arah dan konsistensi uterus).

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 8


Nilai besar dan posisi uterus
Temuan yang pasti tentang besar dan arah uterus, sangat
menentukan keamanan dan keberhasilan prosedur klinik yang akan
dijalankan. Bila uterus lebih besar dari dugaan usia kehamilan,
kemungkinannya adalah :
• Usia kehamilan memang lebih besar dari HPHT
• Hamil ganda/kembar
• Uterus dipenuhi bekuan darah (sindroma pascakeguguran)
• Hamil Mola
• Mioma uteri dengan kehamilan
Uterus retroversi, obesitas atau kekakuan dinding perut, akan menyulitkan
perabaan uterus. Penting sekali untuk mengetahui besar dan arah uterus
sebelum melakukan prosedur AVM.
 Uterus Anteversi
Prosedur evakuasi massa kehamilan pada uterus sangat anteversi atau
antefleksi, sebaiknya dilakukan dengan hati-hati karena uterus retroversi
memiliki risiko perforasi yang cukup tinggi.
 Uterus Lateroposisi
Apabila oleh sebab tertentu, uterus berada atau terdorong ke lateral
maka operator harus menyesuai-kan arah kanula pada saat melakukan
proses evakuasi, untuk menghindarkan terjadinya perforasi.
f) Derajat Abortus
Dengan memperhatikan temuan dari pemeriksaan panggul, tentukan derajat
abortus yang dialami pasien. Pada abortus iminens, pasien harus
diistirahatkan atau tirah baring total selama 24-48 jam. Bila perdarahan
berlanjut dan jumlahnya semakin banyak, atau jika kemudian timbul gangguan
lain (misalnya, terdapat tanda-tanda infeksi) pasien harus dievaluasi ulang
dengan segera. Bila keadaannya membaik, pasien dipulangkan dan
dianjurkan periksa ulang 1 hingga 2 minggu mendatang. Untuk abortus
insipiens atau inkomplit, harus dilakukan evakuasi semua sisa konsepsi.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan hasil proses evakuasi untuk
menentukan adanya massa kehamilan dan bersihnya kavum uteri.
Karena waktu paruh hCG adalah 60 jam, pada beberapa kasus, uji kehamilan
dengan dasar deteksi hCG, akan memberi hasilpositif beberapa hari
pascakeguguran

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 9


Evaluasi Medik
Riwayat Medik Tanya dan Catat :
 Lamanya tidak datang haid (HPHT dan dugaan usia kehamilan)
 Perdarahan per vaginam (lama dan jumlahnya)
 Apakah sedang menggunakan alat kontrasepsi (AKDR, Implant,
suntik, pil)
 Spasme atau kram (lama dan intensitasnya)
 Nyeri abdomen atau punggung (dugaan trauma intra abdomen)
 Jaringan yang keluar (massa kehamilan)
 Alergi obat
 Gangguan pembekuan darah atau perdarahan
 Minum jamu atau bahan berbahaya lainnya
 Kondisi kesehatan lainnya
Pemeriksaan  Periksa dan catat tanda vital (temperatur, nadi, tekanan darah,
Fisik pernafasan)
 Nilai keadaan umum (kurang gizi, anemia, kelemahan)
 Periksa jantung, paru dan abdomen (cembung, tegang dan nyeri
tekan/peritonitis lokal, lokasi dan intensitas nyeri, nyeri ulang-
lepas, tumor, bising usus)
Pemeriksaan  Bersihkan bekuan darah dan massa kehamilan dalam lumen
Panggul vagina dan ostium serviks
 Perhatikan adanya sekret yang berbau
 Sifat dan jumlah perdarahan
 Pembukaan serviks
 Besar (sesuaikan dengan HPHT), konsistensi dan arah
uterus
 Nyeri goyang serviks atau nyeri tekan parametrium atau nyeri
pada organ
 genitalia dalam lain (lokasi, intensitas)
 Tumor Pelvik
Tabel 2. Evaluasi Medik

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 10


Jenis dan Derajat Abortus
Diagnosis Perdarahan Serviks Besar Uterus Gejala Lain
Abortus Sedikit-sedang Tertutup Sesuai dengan - Plano test (+)
Iminens usia kehamilan - Kram
- Uterus lunak
Abortus Sedang - Terbuka Sesuai atau - Kram
insipiens banyak lebih kecil - Uterus lunak
Abortus Sedikit - Terbuka (lunak) Lebih kecil dari - Kram
inkomplit banyak usia kehamilani - Keluar jaringan
- Uterus lunak
Abortus Sedikit/tidak Lunak (terbuka Lebih kecil dari - Sedikit/tak
komplit ada atau tertutup) usia kehamilan kram
- Keluar
jaringan
- Uterus kenyal
Tabel 3. Jenis dan Derajat Abortus

Karena lapisan antara plasenta dan desidua basalts bam sempurna pada minggu ke
28 kehamilan maka (secara histologis) sulit terjadi pengeluaran spontan seluruh
massa kehamilan pada peristiwa abortus (baik spontan maupun buatan). Secara
klinis, abortus komplit, tidak memerlukan prosedur evakuasi.

2) Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)


Kehamilan ektopik ialah terjadinya implantasi (kehamilan) di luar kavum uteri.
Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi di tuba, hanya sebagian kecil di ovarium,
kavum abdomen dan kornu. Kejadian kehamilan ektopik ialah 4,5 – 19,7 per
1000 kehamilan.
Beberapa faktor risiko ialah: radang pelvik, bekas ektopik, operasi pelvik, anomali
tuba, endometriosis dan perokok.
Gejala tria yang klasik pada kasus KET ialah amenorrhea, nyeri perut dan
perdarahan per vaginam.
Pada kondisi perdarahan dapat ditemukan syok dan nyeri hebat di perut bawah.
Uterus mungkin lebih besar sedikit dan mungkin terdapat massa tumor di
adneksa.
Dengan USG, kehamilan intrauterin akan dapat ditentukan, sebaliknya harus
dicari adanya kantong gestasi atau massa di adneksa/kavum Douglas.
Bila ditemukan kantong gestasi intrauterin (dengan USG abdomen), biasanya
kadar B-hCG ialah 6500 iu atau 1500 iu bila dilakukan USG transvaginal. Bila
ditemukan kadar seperti itu dan tidak ditemukan kehamilan intrauterin, carilah
adanya kehamilan ekstrauterin.

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 11


3. PERDARAHAN PADA KEHAMILAN LANJUT
A. Definisi
Perdarahan dalam kehamilan yang terjadi setelah usia gestasi di atas 22 minggu.

B. Gejala dan Tanda

Gejala dan Tanda Utama Faktor Penyulit Lainnya Diagnosis


Predisposisi
 Perdarahan tanpa nyeri Nullipara atau  Umumnya tidak Plasenta
dengan usia gestasi di atas multipara ada Previa
22 minggu  Bagian terendah
 Darah segar atau kehitaman tidak masuk pintu
dengan bekuan panggul
 Perdarahan dapat setelah (gangguan
miksi atau defekasi, aktivitas akomodasi)
fisik, kontraksi braxton hicks,  Gawat janin
trauma atau koitus.
 Perdarahan dengan nyeri  Hipertensi  Syok yang tidak Solusio
intermitten atau menetap  Versi luar sesuai dengan Plasenta
 Warna darah kehitaman dan  Trauma abdomen jumlah darah yang
cair tetapi mungkin terdapat  Polihidramnion keluar (tipe
bekuan bila solusio relatif  Gemelli tersembunyi)
baru  Defisiensi nutritif  Anemia berat
 Bila jenis terbuka, terjadi  Melemah atau
perdarahan dengan warna hilangnya gerak
merah segar. fetus
 Gawat janin atau
hilangnya DJJ
 Uterus tegang dan
nyeri

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 12


Gejala dan Tanda Utama Faktor Penyulit Lainnya Diagnosis
Predisposisi
 Kelelahan dan dehidrasi  Pernah operasi  Syok atau Ruptur
 Adanya konstriksi Bandl sesar takikardi Uteri
 Nyeri perut bawah yang  Partus lama atau  Hilangnya gerak
hebat sebelum terjadi kasep dan DJJ
perdarahan dan syok.  Disproporsi  Bentuk uterus
 Setelah fase diatas, kepala/fetopelvik abnormal atau
kontraksi, nyeri dan gerakan  Kelainan konturnya tidak
bayi menghilang (kondisi letak/presentasi jelas
khas ini sulit dikenali bila ibu  Persalinan  Nyeri raba/tekan
syok dan perut kembung) traumatik dinding perut dan
 Gejala di atas tidak khas bagian-bagian
pada bekas operasi SC anak mudah
dipalpasi

 Perdarahan berwarna merah  Solusio plasenta  Perdarahan gusi Gangguan


segar  Janin mati dalam  Gambaran memar pembekuan
 Uji pembekuan darah tidak rahim bawah kulit darah
menunjukkan adanya  Eklampsia  Perdarhan dari
bekuan darah setelah 7  Emboli air ketuban tempat suntikan
menit dan jarum infus
 Rendahnya factor
pembekuan darah,
fibrinogen, trombosit,
fragmentasi sel darah merah
 Perdarahan saat amniotomi  Kehamilan  Sulit dikenali pada Vasa
atau selaput ketuban pecah multipara saat pembukaan previa
spontan  Genetik masih kecil
 Pulsasi di sepanjang alur  Tidak jelas sehingga
pembuluh kaitannya dengan perdarahan dapat
beberapa faktor terjadi secara
mendadak

Tabel 4. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 13


C. Penatalaksanaan umum
 Siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat karena perdarahan antepartum
merupakan komplikasi yang dapat membahayakan keselamatan ibu.
 Setiap tingkat fasilitas pelayanan harus dapat mengenali, melakukan stabilisasi,
merujuk dan menatalaksana komplikasi pada ibu dan anak sesuai dengan
jenjang kemampuan yang ada.
 Setiap kasus perdarahan antepartum memerlukan rawat-inap dan
penatalaksanaan segera.
 Lakukan restorasi cairan dan darah sesuai dengan keperluan untuk memenuhi
defisit dan tingkat gawatdarurat yang terjadi.
 Tegakkan diagnosis kerja secara cepat dan akurat karena hal ini sangat
mempengaruhi hasil penatalaksanaan perdarahan antepartum.
 Tindakan konservatif dilakukan selama kondisi masih memungkinkan dan
mengacu pada upaya untuk memperbesar kemungkinan hidup bayi yang
dikandung.
 Pada kondisi yang sangat gawat, keselamatan ibu merupakan pertimbangan
utama.
 Luas implantasi plasenta previa akan sangat menentukan derajat komplikasi
yang mungkin terjadi dan jenis tindakan yang akan dilakukan.
 Perhatikan riwayat perdarahan plasenta previa (perdarahan bercak dan berhenti
secara spontan, perdarahan ulangan atau banyak disertai syok) karena
merupakan masukan bagi tindakan konservatif atau aktif.
 Pemeriksaan dalam hanya diperkenankan apabila dilakukan di atas meja operasi
dan tindakan seksio sesar telah disiapkan. Pengecualian untuk manuver ini
adalah pada pasien dengan kondisi sangat anemis dan kesimpulan klinik
menunjukkan bahwa kasus ini adalah perdarahan hebat yang disebabkan oleh
plasenta previa.
 Pemeriksaan inspekulo secara hati-hati dan benar, hanya untuk penapisan
sumber perdarahan (dari kanalis servisis yang berkaitan dengan dugaan
plasenta previa atau sumber lain seperti servisitis, polip, keganasan, laserasi
atau trauma)
 Pemeriksaan Ultrasonografi

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 14


Bila pemeriksaan ini dilakukan secara akurat maka implantasi plasenta dapat ditentukan
berdasarkan level plasenta dan bagian terendah janin. Sonogram yang mengesankan
perluasan implantasi plasenta berada di dekat serviks atau lebih rendah dari bagian terendah
janin atau terdapat jarak (gap) antara kepala bayi dan segmen bawah rahim maka diagnosis
plasenta previa sudap dapat ditegakkan.

Bila tidak dijumpai plasenta previa, lakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat sumber
perdarahan lain (serviks, forniks atau dinding vagina).
Bila pemeriksaan ultrasonografi determinan tidak memungkinkan, kasus ini di anggap sebagai
plasenta previa.

4. PRE EKLAMPSIA / EKLAMPSIA


A. Pendahuluan
Penyakit tekanan darah tinggi selama kehamilan merupakan penyebab utama
kematian ibu di Indonesia yang terkait dengan 27% penyebab obstetrik langsung
dan 22% dari semua kematian ibu.

B. Klasifikasi dan Definisi


1) Hipertensi dalam Kehamilan
 Tekanan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya selama kehamilan
 Tidak terdapat proteinuria.
 TD kembali normal dalam waktu 12 minggu pasca persalinan (jika
peningkatan TD tetap bertahan, ibu di diagnosis menderita hipertensi kronis).
 Diagnosis akhif bafu dibuat pada periode pasca persalinan.
 Tanda-tanda lain pre-eklampsia seperti nyeri epigastrik dan trombositopenia
mungkin ditemui dan dapat mempengaruhi penatalaksanaan yang diberikan.
2) Pre Eklampsia
a) Pre Eklampsia Ringan
 TD > 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu
 Proteinuria ≥ 1+ pada pengukuran dengan dipstick urin atau kadar protein
total ≥ 300mg/24jam
b) Pre Eklampsia Berat
 TD sistolik > 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg
 Proteinuria ≥ 2+ pada pengukuran dengan dipstick urin atau kadar protein
total sebesar 2 gm /24 jam
 Kadar kreatinin darah melebihi 1,2 mg/dL kecuali telah diketahui
meningkat sebelumnya

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 15


 Sakit kepala yang terus bertahan atau gangguan serebral atau visual lain
 Nyeri epigastrik yang terus menerus
 Enzim hati yang meningkat (SGOT, SGPT,
LDH)
 Hitung trombosit < 100,000/mm3
3) Eklampsia
Kejang konvulsi yang bukan disebabkan oleh infeksi atau trauma
4) Sindrom HELLP
Keterlibatan hematologis dan hepatik pada pasien dengan pre-eklampsia berat
yang menyebabkan hemolisis, peningkatan enzim hati dan hitung trombosit yang
rendah (HELLP)
5) Pre Eklampsia Super Impos
 Proteinuria awitan baru ≥ 300mg/24 jam pada ibu penderita darah tinggi tetapi
tidak terdapat proteinuria pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.
 Peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit <
100.000/mm3 secara tiba-tiba pada ibu penderita hipertensi dan proteinuria
pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.
6) Hipertensi Kronis
 Hipertensi sebelum kehamilan atau yang didiagnosis sebelum usia kehamilan
20 minggu.
 Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan
terus bertahan setelah 12 minggu pasca persalinan.

C. Faktor-Faktor Predisposisi
 Usia: primigravida dengan usia di bawah 20 tahun dan semua ibu dengan uasia
di atas 35 tahun dianggap lebih rentan.
 Paritas: primigravida memiliki insidensi hipertensi hampir dua kali lipat.
 Status sosial ekonomi: pre-eklampsia dan ecklampsia lebih umum ditemui di
kelompok sosial ekonomi rendah.
 Predisposisi genetik: bukti adanya pewarisan secara genetik paling mungkin
disebabkan oleh turunan resesif.
 Komplikasi obstetrik: kehamilan kembar, kehamilan mola atau hydrops fetalis.
 Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya: hipertensi kronis, penyakit ginjal,
diabetes mellitus, Systemic Lupus Erythematosus (SLE), sindrom antifosfolipid
antibodi.

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 16


D. Perubahan-Perubahan Patofisiologis dalam Pre-Eklampsia
Perfusi uteroplasental yang berkurang dan mengarah ke:
 Disfungsi endotel yang menyebabkan edema, proteinuria dan hemokonsentrasi.
 Vasospasme yang menyebabkan hipertensi, oliguria, iskemia organ, solusio
plasenta dan terjadinya kejang-kejang.
 Aktifasi koagulasi yang menyebabkan trombositopenia dan pelepasan zat
molekul berbahaya (sitokin dan lipid peroksidase) yang menyebabkan penurunan
perfusi uteroplasenta lebih lanjut.
 Pelepasan molekul vasoaktif seperti prostaglandin, nitrit oksida, dan endotelin,
yang seluruhnya menurunkan perfusi uteroplasenta.

E. Patologi dan patogenesis


Tiga lesi patologis utama yang terutama berkaitan dengan pre-eklampsia dan
eklampsia:
 Perdarahan dan nekrosis di banyak organ, sekunder terhadap konstriksi kapiler
 Endoteliosis kapiler glomerular
 Tidak adanya dilatasi arteri spiral

F. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Riwayat pribadi
Usia, pekerjaan, status sosial ekonomi
b) Riwayat di masa lalu
 Pengobatan medis antihipertensi sebelumnya.
 Kerusakan ginjal sebelumnya (gagal ginjal, glomerulonefritis, jantung
polisistik atau nefropati diabetik).
 Diabetes Mellitus
 Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
c) Riwayat menstruasi
HPHT, tanggal perkiraan kelahiran, usia kehamilan
d) Riwayat obstetrik
 Jumlah, cara dan hasil akhir persalinan sebelumnya
 Peningkatan tekanan darah antepartum pada kehamilan sebelumnya
 Pengobatan anti hipertensi pada kehamilan sebelumnya

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 17


 Komplikasi antepartum terkait dengan pre-eklampsia pada kehamilan
sebelumnya
 Keluhan dan riwayat kehamilan saat ini

Catatan : Dengan asuhan antenatal yang sesuai, mayoritas kasus dapat dideteksi secara dini
dan minoritas kasus ditemukan secara tidak sengaja sebagai pre-eklampsia berat.

e) Gejala-gejala saja dalam diagnosis pre eklampsia tidak dapat diandalkan.


 Sakit kepala: Sakit kepala bagian depan, tidak hilang dengan
menggunakan analgesik biasa, tidak biasa pada kasus ringan, tidak dapat
diandalkan untuk mendiagnosis secara mandiri.
 Manifestasi gastrointestinal: mual, muntah, nyeri epigastrik dan
hematemesis.
2) Pemeriksaan
a) Pemeriksaan Fisik
 Hipertensi: didefenisikan sebagai hasil pengukuran sistolik menetap
(selama
setidaknya 4 jam) > 140-150 mmHg, atau diastolik 90-100 mmHg.
Pengukuran
tekanan darah bersifat sensitif terhadap posisi tubuh ibu hamil sehingga
posisi harus seragam, terutama posisi duduk, pada lengan kiri setiap kali
pengukuran. Apabila tensi ≥ 160/110 maka kita dapat menetapkan
hipertensi.
 Edema: Meskipun tidak bersifat sensitif maupun spesifik, edema teramati
pada sejumlah persentase besar ibu penderita pre-eklampsia. Edema
muncul secara sekunder terhadap hipoalbuminemia dan kerusakan
endotelial kapiler. Edema mandiri yang cukup jelas (wajah dan tangan)
mungkin pula ditemui. Edema seringkali bermanifestasi dalam bentuk
kenaikan berat badan yang sangat cepat.
 Manifestasi-manisfestasi ginjal termasuk oliguria, hematuria, bahkan anuria
pada kasus-kasus parah.
b) Pemeriksaan penunjang
 Kelainan hematologi: Peningkatan kadar hematokrit dan trombositopenia
merupakan konsekuensi berkurangnya volume intravaskuler
(hipoalbuminemia) dan hemolisis mikroangiopati.

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 18


 Kerusakan hati: Kerusakan hati tidak umum ditemui bersamaan dengan
pre-eklampsia tetapi mungkin disebabkan oleh vasospasme dan iskemia
hepatik. Tanda-tandanya terlihat dalam bentuk peningkatan enzim hati
(SGOT, SGPT).
 Gangguan hepatik dan hematologik: sindrom HELLP merupakan varian
unik dari hipertensi dalam kehamilan (HDK) yang terjadi ketika
abnormalitas hepatik dan hematologik muncul secara bersama-sama
(hemolisis, peningkatan enzim hati dan trombosit rendah).
 Gangguan kardiopulmoner: resistensi vaskuler sistemik yang tinggi
merupakan predisposisi bagi ibu dengan pre-eklampsia berat hingga timbul
oliguria, gagal ventrikuler kiri dan edema paru. Edema paru dalam pre-
eklampsia bersifat sekunder terhadap gagal ventrikuler kiri, kerusakan
endotelial kapiler paru dan oliguria.
 Gangguan janin: IUGR/ PJT (pertumbuhan janin terhambat),
oligohidramnion, persalinan prematur iatrogenik dan solusio plasenta
semuanya bersifat sekunder untuk perubahan perfusi utero-plasenta yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

G. Indikator-indikator keparahan pre-eklampsia


 Keberadaan gejala, terutama sakit kepala, gangguan penglihatan dan/atau nyeri
perut atas (epigastrik atau hipokondrial)
 TD diastolic ≥ 110 mmHg
 Proteinuria 2+ atau lebih jika diukur dengan dipstick urin atau kadar protein total
2 gr/liter dalam sampel urin 24 jam
 Oliguria
 Temuan laboratorium abnormal, khususnya kreatinin serum yang meningkat,
trombositopenia, hyperbilirubinemia dan/atau enzim hati yang meningkat.
 Pertumbuhan janin terhambat yang jelas dan/atau oligohidramnion
 Efek-efek neurologi :
- Skotomata, hiperefleksia (gejala-gejala ini tidak dapat digunakan sebagai
prediksi peningkatan risiko aktifitas kejang).
- Kejang-kejang eklampsia yang terjadi pada sekitar 1% pasien pre-eklampsia.
Mekanismenya tidak diketahui tetapi mungkin disebabkan oleh edema
serebral, vasospasme atau iskemia sementara.

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 19


H. Penatalaksanaan Pre Eklampsia
Pre eklampsia dapat merupakan suatu penyakit yang fatal. Tidak terdapat
program penapisan yang pasti tersedia untuk keiainan ini sehingga deteksi dini
dan penatalaksanaan yang baik merupakan hal yang sangat penting untuk
memperbaiki hasil akhir ibu dan janin, penentuan persalinan, pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, penatalaksanaan cairan dan asuhan pendukung untuk
berbagai komplikasi organ akhir.

I. Predisi (penapisan) Pre Eklampsia


Saat ini tidak terdapat pemeriksaan tunggal yang dapat diandalkan untuk digunakan
di klinik.

J. Pencegahan Pre Eklampsia


Diet protein tinggi dan rendah lemak, aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium
telah dicoba untuk mencegah pre-eklampsia. Belum ada cara yang telah terbukti
untuk menurunkan insidensi pre-eklampsia sehingga deteksi dini dan
penatalaksanaan yang baik merupakan satu-satunya perangkat esensial untuk
meningkatkan hasil akhir ibu dan janin.

Hipertensi Kronis dalam Kehamilan


 Diagnosis
- Riwayat sebelumnya
Hipertensi yang diobati sebelum kehamilan dengan berbagai obat anti hipertensi
Masalah ginjal
- Riwayat obstetrik
 Kehamilan sebelumnya mungkin juga mengalami hal yang sama
 Pre-eklampsia yang terjadi ketika ibu juga mengalami hipertensi sebelumnya
 IUFD, IUGR, dan aborsi sebelumnya
- Riwayat keluarga
Riwayat hipertensi pada keluarga mungkin ditemui
- Gejala dan tanda
 Biasanya tanpa gejala
 Edema biasanya tidak ditemukan kecuali pre-eklampsia terjadi bersamaan
dengan keadaan hipertensi kronis

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 20


 Pemeriksaan
- Hipertensi ditemui sebelum usia kehamilan 20 minggu
- Pembesaran jantung mungkin ditemui
- Edema biasanya terjadi ketika pre-eklampsia atau gagal jantung terjadi
akibat komplikasi hipertensi
• Pemeriksaan Laboratorium
- Analisis urin: proteinuria biasanya menunjukkan adanya pre-eklampsia yang
terjadi bersamaan dengan hipertensi kronis
- Fungsi ginjal: mencatat kreatinin serum, asam urat dan BUN baseline
- Pemeriksaan fundus: mendeteksi perubahan yang terkait dengan hipertensi
jangka panjang
 Penatalaksanaan
Pengobatan anti hipertensi yang mencakup salah satu dari berikut ini:
- Alfa metildopa (obat yang beraksi pada SSP). Dosis: 1-3 gm/hari
- Atenolol atau labetalol (beta blocker). Dosis:
 Atenolol 50 mg dosis awal; dapat ditingkatkan hingga 200 mg/hari sekali
sehari
 Labetalol 200-2000 mg/hari
- Nifedipin
 Blocker kanal kalsium. Dosis 30-90 mg/hari per oral
 Diuretik tidak direkomendasikan untuk ibu hamil
 Inhibitor enzim yang mengubah angiotensin merupakan kontraindikasi
dalam kehamilan
- Terminasi dilakukan jika:
 Kematangan j anin telah tercapai
 Gawat janin dan IUGR parah
 Komplikasi tambahan terjadi (pre-eklampsia berat, solusio plasenta)

5. INFEKSI PADA KEHAMILAN


A. Definisi
Ibu hamil sangat peka terhadap terjadinya infeksi dari berbagai mikroorganisme,
secara fisiologik sistem imun pada ibu hamil menurun. Infeksi bisa disebabkan oleh
bakteri, virus, dan parasit, sedangkan penularan dapat terjadi intrauterine, pada
waktu persalinan atau pasca lahir.

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 21


Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kasus-kasus dengan
perdarahan pada kehamilan muda atau persalinan traumatik Sisa konsepsi atau
debris merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Infeksi
tersebut umumnya terjadi akibat prosedur pencegahan infeksi tidak dilakukan
secara benar. Infeksi lokal perlvik akan cepat berkembang menjadi infeksi sistemik
(sepsis) bila tidak ditangani dengan segera dan memadai. Stabilisasi dan
pengobatan sumber infeksi, sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.

B. Tanda dan Gejala Infeksi


Berikut ini tanda-tanda atau gejala infeksi lokal atau sistemik:
 Tanda-tanda:
- Demam (temperatur > 38°C), menggigil atau berkeringat
- Sekret pervaginam yang berbau/keluar cairan mukopurulen melalui ostium
serviks
- Tegang/kaku dinding perut bawah (dengan atau tanpa nyeri ulang-lepas)
- Nyeri goyang serviks (pada abortus infeksiosa)
 Gejala:
- Riwayat pengakhiran kehamilan secara paksa atau persalinan traumatic
- Nyeri perut bawah
- Perdarahan pervaginam yang lama (> 8 hari)
- Kelemahan umum (gejala seperti flu)
Pada kasus infeksi, kemungkinan sepsis/syok septik dengan melihat:
 Usia kehamilan
 Penyebab perdarahan
 Adanya trauma atau manipulasi yang berlebihan
 Demam tinggi (>40°C) atau dibawah normal (<36,5°C)
 Adanya trauma intraabdomen atau syok

C. Jenis-jenis Infeksi
1) Infeksi Virus
a) Varicella – Zoster
Virus ini termasuk kelompok DNA Herpes Virus dan hidup laten pada ganglion
bagian belakang setelah infeksi primer. Sebagian besar orang dewasa ( 80 –
90 % ) pernah terinfeksi virus ini sehingga sudah mempunyai kekebalan . jika
infeksi primer baru terjadi pada orang dewasa, secara klinis akan lebih parah

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 22


dan dikatakan 50 % kematian infeksi ini, terjadi pada 5 % dari orang dewasa
yang terinfeksi secara primer. Pada kehamilan infeksi primer varisela bisa
mengalami reaktivasi setelah beberapa tahun dalam bentuk infeksi Herpes
Zoster.
Pengaruh Infeksi varisela pada kehamilan
Infeksi varisela pada ibu hamil trimester I mungkin menyebabkan cacat
bawaan seperti korioretinitis, atrofi kortek serebri, hidronefrosis, dan kelainan
pada tulang dan kulit. Jika infeksi pada kehamilan kurang dari 13 minggu,
cacat bawaan terjadi sebesar 0,2 %, jika pada kehamilan 13 – 20 minggu
sebesar 2 %, tetapi jika infeksi terjadi setelah 20 minggu umummnya tidak
terjadi kelainan. Masa inkubasi varisela virus umumnya kurang dari 2 minggu.
Jika persalinan terjadi sebelum masa inkubasi atau pada persalinan, maka
karena antibodi pada tubuh ibu belum terbentuk, bayi akan terinfeksi dan
menimbulkan cacat pada usus dan susunan saraf pusat.
b) Virus Hepatitis
Sampai saat ini telah dikenal tujuh macam Virus Hepatitis
(HVA,HVB,HCV,HDV, HEV, TTV, HGV). Dua virus hepatitis yang terakhir
belum diketahui secara jelas pengaruhnya pada manusia. Infeksi virus
hepatitis yang bisa memberikan pengaruh khusus pada kehamilan adalah
infeksi Virus Hepatitis B (VHB), Virus Hepatitis D ( VHD), dan Virus Hepatitis E
(VHE)
Pencegahan
 Kewaspadaan universal (universal precaution)
Hindari hubungan seksual dan pemakaian alat atau bahan dari pengidap.
Vaksinasi HB bagi seluruh tenaga kesehatan sangat penting, terutama
yang sering terpapar dengan darah.
 Skrining HbsAg pada ibu hamil
Skrining HbsAg pada ibu hamil, terutama pada daerah dimana terdapat
prevalensi tinggi.
 Imunisasi
Penularan dari ibu kebayi sebagian besar dapat dicegah dengan imunisasi.
Pemerintah telah menaruh perhatian besar terhadap penularan vertikal
VHB dengan membuat program pemberian vaksinasi HB bagi semua bayi
yang lahir difasilitas pemerintah dengan dosis, 5mikrogram pada hari ke 0,

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 23


1 dan 6 bulan, tanpa mengetahui bayi tersebut lahir dengan HbsAg positif
atau tidak.
Disamping global imunisasi seperti disampaikan sebelumnya, selektif
imunisasi dilakukan pada bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg Positif, yaitu
dengan pemberian Hepatitis B ImmunoGlobulin (HBIG) + vaksin HB, vaksin
mengandung pre S2 atau pemakaian vaksin dengan dosis dewasa pada hari
ke 0, 1 bulan, dan 2 bulan.
c) Demam Dengue
Pengertian
Demam Dengue adalah merupakan infeksi Virus Dengue (sero tipe 1, 2, 3,
dan 4) yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol di
Asia Tenggara terutama di Indonesia.
Gejala klinik
Secara umum akan terjadi fase febril (febrile phase) dimana terjadi panas
tinggi mendadak dan berkesinambungan 2-7 hari, kemudian terjadi fase
afebril, pasien tidak panas. Fase ini merupakan fase kesembuhan pada DF,
tetapi masih merupakan fase kritis pada DHF. Pada awal sukar dibedakan
berdasarkan gejala apakah akan terjadi DF atau DHF.
Penanganan
Tidak ada obat khusus. Pengobatan hanya simptomatik dan suportif disertai
pengawasan ketat secara klinik maupun laboratorium. Penanganan secara
umum adalah sebagai berikut:
 Istirahat
 Antiperitek untuk panas diatas diatas 39 °C dengan paracetamol setiap 6
jam
 Kompres dengan air hangat (tepid water)
 Terapi rehidrasi (minum atau perenteral jika tidak cukup)
 Pemeriksaan laboratorium khususnya Hb, Leukosit, trombosit, dan
hematokrit
 Pemeriksaan penunjang, antara lain foto toraks dan USG
Penanganan pada Kehamilan
Sebaiknya ditangani oleh tim kalau mungkin hindari persalinan berlangsung
pada masa kritis. Kalau terjadi persalinan, dilakukan pengawasan intensif dan
tindakan obstetrik dengan kewaspadaan. Informasi atau informed consent
untuk pasien, suami serta keluarganya jangan dilupakan.

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 24


d) Infeksi Malaria
Pada kehamilan malaria adalah penyakit infeksi yang merupakan gabungan
antara masalah obstetrik, sosial, dan kesehatan masyarakat dengan
pemecahan multi dimensi dan multi disiplin.
Diagnosis Malaria
 Anamnesis
- Demam, menggigil ( dapat disertai mual, muntah diare, nyeri otot, dan
pegal )
- Riwayat sakit malaria, tinggal didaerah endemik malaria, minum obat
malaria 1 bulan terakhir, transfusi darah.
- Untuk tersangka malaria berat, dapat disertai satu dari gejala dibawah,
gangguan kesadaran, kelemahan, umum, kejang, panas tinggi, mata
dan tubuh kuning, perdarahan hidung, gusi, saluran cerna, muntah,
warna urin seperti teh tua, oliguria, dan pucat.
 Pemeriksaan fisik; panas, pucat, splenomegali, hepatomegali.
 Pemeriksaan mikroskopik; sedioaan darah ( tetes tebal/tipis) untuk
menetukan ada tidaknya parasit malaria, spesies, dan kepadatan parasit
Komplikasi
Terdapat tendensi bahwa komplikasi lebih sering terjadi pada kehamilan dan
lebih berat. Komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan dan lebih berat.
Komplikasi yang sering terjadi adalah :
 Hipoglikemia
 Edem paru
 Anemia berat
Penanganan malaria pada kehamilan :
 Pengobatan pada malaria
 Penanganan komplikasi
 Penanganan persalinan
e) Demam Tifoid
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di
daerah yang sedang berkembang karena erat hubungannya dengan
kemiskinan, pengetahuan yang rendah, hygiene dan sanitasi jelek.
Penyebabnya adalah Salmonella typhi dengan masa inkubasi antara 3 - 60
hari. Di Indonesia rata-rata terdapat 900.000 kasus, 91 % pada umur 3 – 19
tahun dengan 20.000 kematian setiap tahun. Penyakit ini ditandai dengan

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 25


panas tinggi dan persisten 7 - 10 hari, disertai sakit kepala, malaise,
gangguan defikasi ( obstipasi atau diare ). Pada daerah endemik gejala klinik
sering terjadi multidrug resistant sehingga pasien akan kelihatan lebih toksik
dengan gangguan kesadaran, hepatomegali, DIC, dan komplikasi lainnya.
Infeksi akut bisa mengalami komplikasisebesar 10, bergantung pada kondisi
klinik dan kualitas perwatan yang ada. Komplikasi yang sering terjadi adalah
perforasi usus (3%), dimana keadaan ini akan sangat mempengaruhi
prognosis.
Pengaruh pada kehamilan terjadi karena panas yang lama dan tinggi
disamping keadaan umum yang jelek sehingga menyebabkan keguguran,
persalinan prematur, dan kematian janin intera uterin terutama kalau terjadi
infeksi pada trimester pertama dan kedua. Morbidatas dan mortalitas bisa
terjadi lebih tinggi pada kehamilan.
Kehamilan sendiri tidak mempengaruhi jalannya penyakit. Dengan
berkembangnya antibiotika dan penanganan terhadap penyakit ini morbidatas
dan mortalitas demam tifoid dapat diturunkan secara bermakna.
2) Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus,
parasit, atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari
seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Infeksi menular seksual
merupakan salah satu penyebab infeksi saluran reproduksi (ISR). Tidak semua
IMS menyebabkan ISR, dan sebaliknya tidak semua ISR disebabkan IMS.
Berdasarkan penyebabnya, ISR dapat dibedakan menjadi :
 Infeksi menular seksual, misalnya gonore, sifilis, trikomonisiasi, ulkus mole,
herpes genetalis, kondiloma akuminata, dan infeksi HIV
 Infeksi endogen oleh flora normal komensal yang tumbuh berlebihan,
misalnya kandidosis vaginalis dan vaginosis bakterial
 Infeksi iatrogenik yang disebabkan bakteri atau mikroorganisme yang masuk
ke saluran reproduksi akibat prosedur medik atau intervensi selama
kehamilan, pada waktu partus atau pacsapartus dan dapat juga oleh karena
kontaminasi instrumen.
Infeksi Menular Seksual (IMS) terdiri atas :
 Gonore
 Klamidiasis
 Trikomoniasis

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 26


 Vaginosis Bakterial
 Sifilis
 Genital Warts ( Kutil Kelamin )
 Herpes Genetalis
 Infeksi HIV dan AIDS
3) Infeksi TORCH
Terdiri atas
 Infeksi Sitomegalovirus
 Toksoplasmosis Kongenital
 Rubela
 Herpes Simplex Virus
D. Penanganan Awal
Pengobatan segera pada sepsis akan menyelamatkan pasien dari kondisi yang
lebih buruk lagi. Sisa konsepsi merupakan sumber infeksi sehingga setelah kondisi
pasien stabil, harus dikkukan evakuasi. Trauma intraabdomen, abses pelvik dan
peritonitis, merupakan indikasi untuk melakukan tindakan laparotomi (operatif).
Perhatian khusus sangat diperlukan dalam menangani kasus-kasus infeksi dengan
gas gangren dan/atau tetanus. Bila ada sumber infeksi lain, lakukan tindakan
pengobatan yang sesuai.
E. Penanganan Lanjutan
Setelah penyebab infeksi ditangani dan antibiotika diberikan, lanjutkan pengamatan
tanda vital dan keseluruhan kondisi pasien, Perhatikan keseimbangan cairan dan
produksi urin. Sesuaikan pengobatan yang diberikan dengan perubahan kondisi
pasien (oksigen, obat vasoaktif, antibiotika, cairan dan sebagainya).dan antibiotika
diberikan, lanjutkan pengamatan tanda vital dan keseluruhan kondisi pasien,
Perhatikan keseimbangan cairan dan produksi urin. Sesuaikan pengobatan yang
diberikan dengan perubahan kondisi pasien (oksigen, obat vasoaktif, antibiotika,
cairan dan sebagainya).
6. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
A. Definisi
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korin yang
sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel
mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput
ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 27


Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
Pecah Sebelum Waktunya (KPSW) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum usia kehamilan sebelum persalinan. Bila KPSW terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu disebut KPSW pada kehamilan prematur. Dalam keadaan
normal 8 – 10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPSW.
KPSW Prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban berkaitan
dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen metriks ekstra
selular amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua
bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan
memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas “matrix degrading enzym”.

B. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Sebelum Waktunya ( KPSW ) adalah:
 Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen;
 Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena antara lain merokok.
 Faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang yang menjalar dari vagina. Ketuban
Pecah Sebelum Waktunya ( KPSW ) prematur sering terjadi pada polihidramnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta.

C. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintetsis dan degradasi ekstraselular matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabilisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

E. Tanda dan Gejala


1) Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2) Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3) Janin mudah diraba

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 28


4) Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban kering
5) Inspekulo : tanpa air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.

F. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Sebelum Waktunya ( KPSW )
bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,
persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.

G. Penanganan
 Pastikan diagnosis
 Tentukan umur kehamilan
 Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
 Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin
Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Sebelum Waktunya ( KPSW )
harus masuk Rumah Sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air
ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat
persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, gawat janin, persalinan determinasi.
Bila KPSW pada kehamilan prematur, diperlukan penatalaksaan yang
komprehensif. Scara umum penatalaksanaan pasien Ketuban Pecah Sebelum
Waktunya ( KPSW ) yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat
janin, penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan.

Panduan Peserta Pelatihan ANC Terpadu 29

Anda mungkin juga menyukai