Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan

pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan

perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan, daya cipta,

kecerdasan emosi, kecerdasan jamak dan kecerdasan spiritual. Untuk itu

pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan pada dasar-dasar

yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia seutuhnya yaitu

pertumbuhan dan perkembangan fisik, daya pikir, daya cipta, sosial emosional,

bahasa dan komunikasi yang seimbang sebagai dasar pembentukan pribadi yang

utuh.

Hal ini termuat dalam tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana yang

disebutkan di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun

2003 Bab. 2 Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut :

“Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta


didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggungjawab.”

Dalam mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, ternyata pada prakteknya

tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Penyelenggaraan pendidikan

1
2

dihadapkan pada berbagai tantangan, baik menyangkut kualitas maupun kuantitas

unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Peran dan fungsi pendidikan prasekolah dalam kehidupan sehari-hari


seperti tertuang pada tujuan umum pendidikan prasekolah pada jenjang
pendidikan dasar, yaitu membantu anak didik mengembangkan berbagai
potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama,
sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni
untuk siap memasuki pendidikan dasar.(Depdiknas, 2003:4)

Anak akan mempelajari sesuatu tidak dengan cara duduk tenang,

mendengarkan keterangan-keterangan dari orang tua maupun guru, tetapi anak

akan mempelajari sesuatu hal dengan cara bermain. Dalam kegiatannya saat

bermain tersebut anak akan menemukan hal-hal baru yang sebelumnya tidak dia

ketahui. Program belajar mengajar bagi anak usia dini dirancang dan dilaksanakan

sebagai suatu sistem yang dapat menciptakan dan memberi kemudahan bagi anak

usia dini untuk belajar sambil bermain melalui berbagai aktivitas dan sesuai

dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan serta kehidupan anak usia dini.

Setiap metode yang digunakan diharapkan dapat menjadikan situasi

Kegiatan Belajar Mengajar yang efektif kepada siswa. Guru memberikan

pengalaman kepada para siswa, sebagai pengayom, sebagai tempat bertanya,

sebagai pengarah, sebagai pembimbing, sebagai fasilitator dan sebagai organisator

dalam belajar. Guru harus memperlakukan anak didik dengan penuh kasih sayang,

membimbing anak didik ke arah selalu ingin tahu dan tidak lekas puas dengan

hasil yang dicapai.

Menurut Piaget (1973), perkembangan kognitif anak usia TK (5-6 tahun)

sedang beralih dari fase Pra Operasional ke fase konkret operasional. Cara

berpikir konkret berpijak pada pengalaman akan benda-benda konkret, bukan


3

berdasarkan pengetahuan atau konsep-konsep abstrak. Pada tahap ini anak belajar

terbaik melalui kehadiran benda-benda, obyek permanen sudah mulai

berkembang. Anak dapat belajar mengingat benda-benda, jumlah dan ciri-cirinya

meskipun bendanya sudah tidak berada dihadapnnya. Misalnya, setelah melihat

mobil, anak dapat mengingat warnanya, banyaknya ban maupun ciri lainnya

secara sederhana.

Selain bersifat konkret sebagaimana yang dijelaskan di atas, cara berpikir

anak juga bersifat transduktif. Anak menghubungkan benda-benda yang baru

dipelajarinya berdasarkan pengalamannya berinteraksi dengan benda-benda

sebelumnya. Anak biasanya hanya memperhatikan salah satu ciri benda yang

menurutnya paling menarik untuk membuat suatu kesimpulan. Cara pengambilan

kesimpulan seperti itu disebut cara berpikir transduktif. Misalnya, anak pernah

melihat balon berwarna merah dengan gambar yang menarik, maka ketika ia akan

membeli balon, ia akan memilih balon yang berwarna merah.

Anak TK juga masih sulit membuat generalisasi atau menarik kesimpulan

yang mencakup semua fakta. Sebagai contoh, anak dihadapkan pada satu

keranjang buah-buahan yang di dalamnya ada pisang, semangka, salak dan

langsat. Kemudian ditanyakan apa isi keranjang tersebut, maka anak akan

menjawab dengan menyebutkan satu persatu isi keranjang tersebut, yaitu pisang,

langsat, salak dan semangka berturut-turut sesuai apa yang paling digemarinya.

Mereka tidak mengambil kesimpulan bahwa isi keranjang tersebut adalah buah-

buahan.
4

Dari cara berpikir anak TK di atas, hal yang mempengaruhi kegiatan

belajar anak juga adalah bergantung pada tipe kecerdasan dan modalitas belajar

anak yang berbeda. Sehingga pembelajaran untuk tiap anak juga akan sangat

menentukan keberhasilan mereka. Modalitas belajar ialah semua organ indera

yang mendukung fungsi belajar anak. Ada anak yang memiliki pendengaran yang

tajam, selain itu ada anak yang penglihatannya awas dan tajam atau perabaannya

yang sensitif. Di sisi lain, ada anak yang memiliki perasaan yang peka. Semua

modalitas belajar tersebut selanjutnya digunakan untuk belajar.

Berdasarkan tahapan kognitif tersebut maka anak usia 5-6 tahun berada

pada tahap peralihan antara kemampuan berpikir praoperasional dan operasional

konkrit. Sebagian anak kurang memperoleh stimulasi lingkungan masih

meninggalkan ciri-ciri berpikir pada tahap praoperasional. Oleh sebab itu kegiatan

pembelajaran harus dilakukan sesuai karakteristik dan ciri-ciri berpikir pada tahap

ini.

Bruner (1966) mengungkapkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran anak

sebaiknya diberikan kesempatan untuk memanipulasi benda-benda atau alat

peraga, sehingga anak dapat melihat langsung bagaimana keteraturan serta pola-

pola yang terdapat pada benda yang sedang diperhatikannya. Perkembangan

pemahaman konsep dilakukan anak melalui tiga tahapan yaitu: (1) tahap enaktif,

(2) tahap ikonik, (3) tahap simbolik.

Berdasarkan pendapat tersebut, pada tahap enaktif anak secara langsung

terlibat dalam memanipulasi obyek. Pada tahap ikonik, kegiatan yang dilakukan

anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari obyek-obyek


5

yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi obyek seperti pada

tahap pertama. Pada tahap simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau

lambang-lambang tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan obyek-obyek pada

tahap sebelumnya.

Menurut Baugh (Arsyad, 2007:10) mengemukakan bahwa kurang lebih

90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang dan hanya sekitar

5% diperoleh melalui indera dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya. Begitu

pula menurut Edgar Dale (Arsyad, 2007:10) menyatakan bahwa pemerolehan

hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar

13% dan melalui indera lainnya sekitar 12%.

Berdasarkan pengamatan di TK Tunas Pertiwi khususnya kelompok B

tahun ajaran 2011/2012, jumlah anak yang memiliki kemampuan dalam

memahami konsep bilangan masih 25%. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran

masih cenderung konvensional dan guru belum optimal menggunakan media

dalam pembelajaran. Ketika guru menyampaikan pembelajaran mengenai konsep

bilangan, guru bersifat monoton, jarang sekali menggunakan media, kecuali buku

paket pembelajaran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat diangkat

dalam kajian ini adalah: “Membangun karakter anak usia dini yang takut Tuhan di

TK Tunas Pertiwi sesuai dengan Ulangan 6 : 4-7”, dengan rincian rumusan

masalahnya sebagai berikut:


6

1. Bagaimana kondisi obyektif pembelajaran tentang membangun karakter

anak usia dini yang takut Tuhan di TK Tunas Pertiwi ?

2. Bagaimana kondisi obyektif pemahaman dalam membangun karakter anak

usia dini yang takut Tuhan di TK Tunas Pertiwi ?

3. Bagaimana proses peningkatan karakter anak usia dini yang takut Tuhan di

TK Tunas Pertiwi ?

C. Pembatasan Masalah

Tujuan pembelajaran di sekolah dapat berhasil dengan optimal apabila

nilai profesionalisme guru dalam pembelajaran di kelas dianggap cukup memadai

sehingga siswa Taman Kanak-Kanak dapat belajar dan bermain dengan

menyenangkan di kelas.

Dalam membangun karakter anak usia dini yang takut Tuhan di TK Tunas

Pertiwi Purwakarta ada banyak hal yang menjadi faktor penunjang untuk

membangun karakter yang takut Tuhan sejak usia dini. Dalam hal ini, maka

penulis akan memberitahukan bagaimana pembentukan karakter takut Tuhan bagi

anak usia dini sebagai berikut :

1. Karakter anak satu persatu

2. Anak usia dini (usia 4-5 tahun)

3. Subyek penelitian di TK Tunas Pertiwi


7

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam kajian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakter anak usia dini di sekolah TK Tunas Pertiwi.

2. Untuk memberikan kualitas karakter anak supaya terjadi pertumbuhan

karakter takut Tuhan di TK Tunas Pertiwi.

3. Untuk mengembangkan karakter khususnya bagi pertumbuhan dalam

membangun karakter takut Tuhan sejak usia dini di TK Tunas Pertiwi.

4. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru PAK bahwa pentingnya pengaruh

pendidikan Kristen terhadap pertumbuhan anak usia dini dalam

membangun karakter Takut Tuhan.

5. Penulis menulis karya tulis ini tujuannya untuk mengambil program study

S1 SPd.K

E. Definisi Istilah

Karakter merupakan ciri pribadi membentuk penampilan seseorang atau

obyek tertentu. Ciri-ciri personal mempunyai karakter terdiri dari kualitas moral

dan etis, kualitas kejujuran, keberanian, integritas, reputasi yang baik. Semua nilai

tersebut merupakan kualitas yang melekat pada kekhasan individu.

Adalah seseuatu yang telah dipahat dalam hati sehingga merupakan tanda

yang khas, karakter mengacu pada moralitas kehidupan sehari-hari.

Peran pendidikan agama Kristen dalam membangun pembentukan karakter

yang takut akan Tuhan sejak usia dini sangat berperan dalam membentuk watak
8

setiap anak/murid. Nilai-nilai agama yang diberikan bisa memberi semangat bagi

setiap anak (individu).

Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir, berperasaan, bersikap, berbuat,

membuat tekstur dan motivasi bagi setiap anak. Karakter erat dengan pola,

tingkah laku, kecenderungan pribadi untuk berbuat baik. Disinilah pentingnya

pendidikan nilai Kristen yang takut Tuhan untuk anak usia dini. Ada beberapa hal

yang sangat penting dalam membangun karakter takut Tuhan untuk anak usia dini

yang bias kita berikan kepada anak tersebut adalah :

a. Merenungkan Firman Tuhan siang dan malam

b. Mentransfer nilai-nilai/karakter Tuhan secara berulang-ulang dan dapat

mengimplementasikan (lakukan/terapkan) dalam kehidupan sehari-hari

(Etika Kristen)

c. Prinsip peserta didik (anak/siswa) harus diberi kesempatan untuk

menjadi pelaku Firman (Bersaksi), aktif secara fisik dan mental,

menghafal beberapa ayat hafalan yang sesuai dengan usia anak, Firman

Tuhan itu harus menjadi daging di setiap anak tersebut.

F. Metodologi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menulis judul “Membangun karakter

anak usia dini yang Takut Tuhan di TK Tunas Pertiwi Purwakarta sesuai Ulangan

6 : 4-7” menggunakan metodologi kajian pustaka dan pengambilan data dari

buku-buku yang ada di perpustakaan dan bahan-bahan catatan kuliah yang

bersangkutan dengan pembahasan skripsi ini.


9

a. Desain Penelitian

- Wawancara dengan siswa

- Kegiatan sekolah

b. Subyek Penelitian dan Lokasi Penelitian

- Siswa-siswi TK Tunas Pertiwi

- Tahun 2016, semester 1

c. Instrumen Penelitian

- Wawancara dengan anak

- Questioner (pertanyaan yang dijawab oleh anak)

d. Prosedur Penelitian

Prosedur pengumpulan data dilakukan melalui langkah-langkah sebagai

berikut :

1. Wawancara dengan siswa lewat pertanyaan sesuai yang siswa pahami.

e. Pengolahan data

Dari hasil wawancara akan dirangkum untuk dapat menghasilkan

kesimpulan.

G. Asumsi

Kebenaran dari kitab Ulangan 6 : 4-7 akan membangun karakter anak usia

dini yang Takut Tuhan di sekolah Taman Kanak-kanak Tunas Pertiwi Purwakarta

sesuai Ulangan 6 : 4-7.


10

H. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematikan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai

berikut :

Bab kesatu adalah pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi istilah, metodologi penelitian, asumsi

dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berisikan tinjauan pustaka yang terdiri dari pengertian karakter,

membangun karakter takut Tuhan untuk anak usia dini dalam Alkitab Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru, pengertian membangun karakter takut Tuhan, faktor-

faktor yang mempengaruhi karakter takut Tuhan, faktor lingkungan kelas, dan

faktor di anak itu sendiri. Faktor-faktor yang menjadi hambatan baik dari

pengaruh sikap dan perilaku, pengaruh peranan guru Kristen, hubungan guru

dengan murid, hubungan guru dengan sesama, hubungan guru dengan atasannya,

hubungan guru dengan orangtua murid dan hubungan guru dengan masyarakat.

Bab ketiga, prosedur dan metodologi penelitian.

Bab keempat, pembahasan mengenai hasil penelitian.

Bab kelima, penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari penulis.
11

MEMBANGUN KARAKTER ANAK USIA DINI YANG TAKUT


TUHAN DI TK TUNAS PERTIWI PURWAKARTA SESUAI
ULANGAN 6 : 4-7

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH

RISA MILIANA OKTAVIA PANJAITAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


SEKOLAH TINGGI THEOLOGI SUNERGEO – BANTEN
2016

Anda mungkin juga menyukai