Anda di halaman 1dari 1

ASAL-USUL SITU BULEUD

Situ Buleud adalah danau dan tempat rekreasi di daerah purwakarta. Disebut Situ Buleud
karena danau yang luas itu berbentuk bulat (sunda : buleud). Asal-usul Situ Buleud berkaitan
erat dengan peristiwa perpindahan Ibukota Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke
Sindangkasih, tepatnya sejalan dengan infrastrukutur kota Purwakarta pada tahap awal.
Pada zaman dahulu Situ Buleud merupakan tempat “Pangguyangan” (berkubang) para
Badak yang datang dari daerah Simpeureun dan Cikumpay. Badak-badak itu berkubang
mengelilingi danau dan menjadikan danau itu buleud serta danau itu dijadikan pula tempat
minum bagi binatang lainnya yang singgah disana.
Setelah Ibukota Kabupaten Karawang pindah ke Sindangkasih, badak-badak itu sedikit
demi sedikit berkurang dan Bupati R.A. Suriawinata yang terkenal dengan sebutan Dalem
Solawat pendiri kabupaten Purwakarta membuat pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ
Buleud. Bupati R.A. Suriawinata tidak hanya membangun Situ Buleud, pembangunan itu antara
lain pembangunan Gedung Karesidenan, Pendopo, Mesjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak,
termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing.
Pembangunan Situ Buleud tersebut berlangsung antara tahun 1830 – pertengahan tahun
1831. Situ Buleud dibuat dengan beberapa tujuan. Secara garis besar Situ Buleud dibuat dengan
dua tujuan dan kegunaan. Pertama, sebagai sumber air bagi kepentingan pemerintah dan
masyarakat kota Purwakarta. Air dari situ antara lain digunakan untuk keperluan ibadat dan
kegiatan lain di Masjid Agung. Kedua, sebagai fasilitas kota, yaitu sebagai tempat rekreasi.
Untuk kepentingan tujuan atau kegunaan kedua, ditengah situ didirikan bangunan tradisional
sejenis bangunan gazebo (bangunan tanpa dinding) sebagai tempat istirahat (pasanggrahan)
Bupati R.A. Suriawinata. Pembangunan Situ Buleud dengan tujuan atau kegunaan kedua, boleh
jadi berkaitan erat dengan salah satu hak istimewa bupati, yaitu hak menangkap ikan di sungai
atau danau. Hak istimewa itu merupakan bagian dari gaya hidup bupati waktu itu. Dalam
kenyataannya, yang menangkap ikan bukan bupati tetapi sejumlah rakyat. Dalam acara itu,
bupati tinggal di pasanggrahan yang berada di tengah situ menyaksikan sejumlah rakyat
menangkap ikan. Acara itu biasanya dimeriahkan oleh iringan gamelan.
Sekarang bangunan pasanggrahan di tengah situ sudah lenyap dan digantikan Patung
seorang laki-laki yang besar memegang ikan. Demikian pula acara menangkap ikan seperti
disebutkan, tiada lagi. Namun demikian, sampai sekarang Situ Buleud tetap merupakan ciri khas
(landmark) kota Purwakarta. Di pintu gerbang utama Situ Buleud tersebut berdiri Patung Badak
putih yang besar dan di pinggir-pinggir situ terdapat badak-badak yang menghadap ke air,
menandakan bahwa dulu Situ Buleud itu tempat berkubang dan minumnya para badak.

Anda mungkin juga menyukai