Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH DESA

SUMBERSAWIT

(Sebuah inspirasi sumber kehidupan di kaki Gunung Lawu)

Menurut data yang berhasil dikumpulkan dari sumber sejarah tulisan, lisan dan peninggalan
benda-benda bersejarah serta beberapa sesepuh sebagai saksi hidup yang dijadikan
rujukan menguak tabir sejarah Desa Sumbersawit Kecamatan Sidorejo Kabupaten Magetan.
Bahwa peradaban manusia yang bermukim di Kawasan Desa Sumbersawit sudah ada sejak
zaman dahulu kala, sebagaimana sejarah antropologis kehidupan manusia, sebuah
kehidupan tidak bisa dipisahkan dari air untuk kelangsungan hidupnya dari mulai minum,
mandi bercocok tanam dan keperluan lainnya. Di wilayah Desa Sumbersawit ada 8 titik mata
air yang mengalir jernih tak pernah jeda sekalipun di dera oleh kemarau Panjang. Di sekitar
titik-titik mata air inilah mulai berkembang peradaban manusia Tumbuh berkembang sesuai
dengan kodrat iramanya, berkelompok bersosial budaya hingga akhirnya terbentuk dalam
satu komunitas sebuah desa.

Secara Ethymology Nama Sumbersawit sendiri ada beberapa versi yang dijadikan rujukan
nama Desa yang kaya akan flora fauna dan sumber air bersih ini menjadi sebuah desa yang
bernama Sumbersawit:

Sumber Sak Wit (Satu pohon rindang yang dibawahnya mengalir sumber air). Ini merujuk
pada sumber mata air Sedoyo yang menurut gothek dongeng mampu memberikan daya
kekuatan lahir batin. Menurut spiritualis dari Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat yang tidak
mau disebutkan namanya, aliran air mata air sumber Sedoyo ini ada aliran bawah tanah
yang berhubungan dengan Sendang Derajat Gunung Lawu. Pada malam-malam tertentu
dan Bulan Suro banyak spiritualis yang datang di tempat ini entah itu tirakatan, siram jamas
atau sekedar mengambil airnya untuk membasuh benda keramat dan tosan aji.
Konon era tahun 1800 dibumi Sumbersawit banyak tumbuh subur pohon kelapa yang
tumbuh menjulang tinggi menggapai angkasa raya. Dari hipotesa banyak sumber air dan
banyak pohon kelapa inilah yang menjadi inspirasi. penguasa tempo dulu memberi nama
desa ini dengan nama Desa Sumbersawit. Sebuah desa yang banyak sumber air dan pohon
kelapa. Jadi inisiatif pencetusan nama desa hampir-hampir sama dengan nama Desa
Sumberdodol (Areal sumber yang dijadikan tempat dodolan/jual beli) ataupun Desa Tapak
Ada jejak/tapak kaki dewa di atas batu).
Dukuh Sawit yang artinya pawitan, permulaan, mula bukane, bibit kawitane, babed alas
membuka tempat pemukiman baru diawiti dari Dukuh Sawit lalu sosok cikal bakal yang
babad alas tersebut berjalan ke arah utara menuju pada sebuah mata air, kemudian mandi
bersuci di sumber air tersebut. Setelah bersuci, membuka selasang (tempat bekal untuk
dimakan) hingga rejaning jaman sumber air tersebut diberi nama Sumber Selasang.
Kesimpulanya banyak sumber air di dekat Dukuh Sawit sebagai pawitan bahad hutan
belantara akhirnya diberi nama Sumbersawit. Desa Sumbersawit terdiri dari 3 Dusun, 33
Rukun Tetangga, dan 9 Dukuhan (Kampung) yang semuanya memiliki sejarah
sendiri-sendiri.

Baran
Batu umpak Masjid Tiban

Di Baran dijumpai ompak penyangga tiang saka guru, menurut sumber sejarah lisan ini
adalah ompak Masjid Tiban yang urung didirikan karena fajar keburu menyingsing dari ufuk
umur, masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah "kamanungsan", menurut cerita
turun temurun Masjid Tiban berdiri dalam tempo yang sangat singkat yaitu satu malam saja.
Saat Agama Islam mulai masuk ke tata kehidupan masyarakat Jawa yang dipandegani oleh
Wali Sanga, karena kemanungsan terlanjur pagi maka pendirian Masjid Tiban ini pun urung
alias gagal atau BUBARAN/BAR- BARAN. Hingga rejaning jaman pedukuhan itu bernama
Dukuh Baran. Nampak dalam foto 2 buah ompak atau landasan tiang penyangga bangunan
kayu yang masih terjaga sebagai cagar budaya oleh masyarakat setempat. Di tempat ini
juga banyak dijumpai patahan-patahan batubata merah dengan ukuran besar yang ada
Huruf Hijaiyah. Karena gagal mendirikan atau yasa masjid di Baran kemudian dilain waktu di
Dukuh Sampung Desa Sidorejo Kecamatan Sidorejo Masjid Tiban itu bisa berdiri dan
makmur hingga sekarang. SAMPUNG dari kerata basa Jawa SAMpun ramPUNG
anggenipun yasa masjid nggiyaraken kapitayan Agama Islam di Kawasan kaki Gunung
Lawu

Dukuh Growong (Titik Mata Air Di Dalam Goa)


Dari katag growongan atau lobang goa yang menjorok ke dalam tanah, hingga rejane jaman
pedukuhan setempat bernama Dukuh Growong. Analisis sejarah ini merujuk pada lokasi
areal sumber air sebelah barat kolam pemandian dijumpai adanya lubang goa yang dahulu
mengalir sumber air sebelum titik mata air berpindah karena evolusi perubahan alam muncul
disebelah timurnya seperti yang kita saksikan saat ini. Di areal tegal Seklunthung konon
dahulu juga ada growongan Goa Macan dan ada batu besar tempat harimau Jawa berjemur.
Dan belum lama ini ditemukan growongan Lorong Goa Landak yang berusia ratusan tahun
yang oleh pemuda setempat dikelola untuk melengkapi destinasi wana wisata yang telah
ada.

Dukuh Belik Desa Sumbersawit Merujuk pada Belik sumur mata air alami yang konon dicipta
pada jaman wali.
Sebelum mata air masuk ke rumah tiap-tiap penduduk masyarakat sekitar mengambil air
untuk keperluan sehari-hari dari Sumber Belik, anehnya meskipun kemarau panjang dan di
ambil terus menerus oleh sekitar kurang lebih 200 KK. airnya tak pernah berkurang dan
selalu cukup. Sampai saat ini tempat ini masih di anggap sakral oleh masyarakat meskipun
keperluan air minum sudah mengambil dari mata air Nglegok dan Sumber Mudal Pacalan
melalui program PAMSIMAS namun acara bersih desa setiap Bulan Suro hari Selasa Kliwon
tetap dilaksanakan dengan menyembelih kambing kendhit. Dengan satu syarat kambingnya
harus dibeli pada hari itu kalau jauh hari sudah dibeli kambingnya menurut cerita yang
sudah beredar turun temurun kambingnya akan mati lebih dulu. Menurut cerita beberapa
sesepuh dan Narasumber. Dukuh Belik tahun 1950 baru dihuni oleh 30 KK Jalan utama
belum macadam dan jalan menuju mbelik lor masih berupa jalan akses jalan setapak untuk
menuju ke Growong ataupun ke Ngrobyong. Pohon- pohon raksasa masih banyak dan
tumbuh subur di Mbelik dan Thuk Miri, era pemerintahan mbah Lurah Abu sudah mulai ada
gagasan memperlebar jalan Belik Growong dan bisa realisasi pada saat pemerintahan
Lurah Widji Santoso dengan kerja bakti. Sekitar tahun 1950 belum ada kendaraan yang
masuk ke Dukuh Belik, kisaran tahun 1953 baru ada mobil Jeep Adm Perhutani yang
melintas turunan jalan Thuk Miri dari kantor perhutani Manggis Sidomulyo menuju arah
Magetan kota.

Adapun nama-nama yang pernah menjabat sebagai kepala desa Sumbersawit adalah
sebagai berikut:

Lurah Dhengis
Berkedudukan di Dukuh Jagungan rumah kediamannya sekarang di pekarangan yang
dihuni Mbah Sarmun RT 010/RW 001.

Lurah Yun
Berkedudukan di Jagungan rumah kediaman ditengarai sekarang yang ditempati Roni
Suyanto RT 011/RW 001.

Lurah Growong
Berkedudukan di Dukuh Growong rumah kediaman yang sekarang di huni Sujono RT
009/RW 003.

Ki Kromo Menggolo (1861-1891)


Berkedudukan di Mitir rumah kediaman yang sekarang di tempati keluarga Suwarno RT
007/RW 003 Dukuh Mitir. Rumah di Mitir dengan wangun (bentuk) Joglo yang berusia
ratusan tahun itu masih bisa kita saksikan hingga sekarang dan masih dipertahankan
keaslianya oleh cucunya Suwamo atau Suno dengan dikombinasi joglo modern. Anak cucu
dan keturunan untuk menelusuri alur nasab beliau di antaranya: Sujinem bintilsmirah,
MurtiniBinti Marto Unus, Kasminah binti Darmo Gumbreg, Sudjono, Suyono. Konon Bekel Ki
Kromo menggolo adalah Demang yang gemar ulah kanuragan berpostur gagah pidegsa
tinggi besar juga gemar laku prihatin dan tirakat sebagai media pendekatan diri kepada
Tuhan dengan harapan agar desa yang dipimpinya kelak subur makmur gemah ripah loh
jinawi titi tata tentrem kerta raharja.

Bekel Soemoredjo( 1891-1921)


Berkedudukan di Sawit Menurut penuturan sumber sejarahrumah kediaman beliau di
sebelah barat SDN Sumbersawit 1 yang halaman rumahnya ada pohon sawo kecik dan
masih ada hingga saat ini. Lurah Ki Soemoredjo, berkedudukan di Sawit yang bilamana
ditarik nasab keturunan merupakan masih kakek Buyut dari Lurah Sunyoto (kepala desa
sekarang) Makamnya di Tempat pemakaman umum Dukuh Jagungan. Konon Bekel
Soemoredjo adalah sosok yang gemi setiti, disiplin, ulet, terampil dan memiliki etos kerja
yang tinggi.

Bekel Karto Dikromo (1921-1951)


Berkedudukan di Selogedong rumahnya menghadap ke selatan di depan. rumah Pak
Bandi.Beliau di Makamkan di TPU selogedong.

Bekel Abu Sutomo Khusnun (1951-1978)


Bekel Abu Sutomo Khusnun berkedudukan di Dukuh Meri RT 002/001 Konon sosok bekel
yang memiliki pancaran kharisma kewibawaan yang besar dan sosok demang yang disegani
karena memiliki aji Gelap Sayuta. Bila konferensi di Kecamatan Panekan karena saat itu
Sumbersawit masih termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Panekan beliau
menunggang kuda jantan yang gagah dan garang Ketika itu desa belum memiliki Kantor
desa. Kegiatan administrasi surat menyurat, pertemuan rutin, rapat desa, kegiatan
pemerintahan, konferensi punggawa desa ditempatkan di rumah pendopo kepala desa yang
lengkap dengan kenthongan besar. Bila dibunyikan saat akan dimulai konferensi pamong
desa suaranya jelas terdengar sampai kesegenap penjuru desa. Pada era pemerintahan
Bekel Abu Sutomo Khusnun memindah lumbung desa dari Selogedong ke timur pertigaan
Mbaran yang sekarang menjadi milik Pak Yadi Slagreng. Pertigaan Baran yang menjadi
pusat pertemuan penjual dan pembeli dari penjuru desa bertransaksi disitu yang akhirnya
menjadi pasar desa sekarang. (belakang Poskamling Baran). Tak kalah pentingnya di era
pemerintahan Mbah Lurah Abu tahun 1960 ada undang-undang konversi tanah hingga
munculnya hak milik tetap tanah yang dulunya masih cara undian. Sehingga muncul istilah
kulen, krocokan, sisipan dan empolan sawah. Tahun 1960 di Dukuh Godoh saja baru ada 32
KK dilihat dari jumlah 32 kulen. Saksi hidup ukur yang hingga diterbitkanya tulisan ini masih
hidup Mbah Saderi Jagungan dan Mbah Kasah Sawit. Setiap 2% bumi dukuhan di ambil
untuk sisipan yang ketika itu sebagai cadangan bangunan desa. Sebelum dibagi bagikan
kepada masyarakat. Karena karena ada gugatan masyarakat tanah jangan
digunting-gunting tanah sisipan cadangan pembangunan desa untuk dikembalikan menjadi
milik masyarakat berikut tanah tambahan atau krocokan.

Perjalanan riwayat Desa Sumbersawit sebagai bagian dari NKRI tak bisa dipisahkan dari
sejarah kelam era pendudukan Kekaisaran Jepang banyak pemuda yang direkrut Heiho dan
kerja untuk membangun jembatan dan bunker pertahanan Durenan. Era 1965 banyak tapol
yang sebenarnya tidak tahu menahu banyak yang terdaftar dalam kasus 65 namun atas
inisiatif bekel Abu Sutomo dan Kamituwo Suro Diryo daftar catatan itu sengaja dikaburkan
dan dihilangkan sehingga masyarakat Sumbersawit terbebas dari daftar terlibat dalam partai
terlarang. Tahun 1972 Mbah Lurah Abu diwakili mbah Kamituwo Suro Diryo (berkedudukan
di Dukuh Meri Rumah kediaman beliau yang sekarang ditempati Bapak Guntoro RT 002/RW
001) hingga tahun 1978 mulai dirintis makadam jalan yang semula tanah yang rawan abrasi
tergerus air dan licin saat hujan mulai ditlasah makadam atau telford pada jalan jalan
protokol desa. Jalan gang jalan dukuhan atau jalan cacingan masih sangat memprihatinkan
ukuran kecil, belum makadam.

Lurah Wiji Santoso


Lurah Widji Santoso berkedudukan di Selogedong 1978-1990. Berlatar belakang TNI AD
yang mempersunting ibu Suyatmi putri sulung pasangan Mbah Slamet-Suratmi, dimana
mbok Suratmi ini masih trah anak ragil dari Demang Ki Karto Dikromo. Era kepemimpinan
Mbah Widji santosa inilah seakan Sumbersawit menapak paradigma baru seiring dengan
derap pembangunan yang lagi gencar-gencarnya dan Indonesia sukses mencapai
swasembada pangan.
Akses jalan-jalan baru dibuka dan dibedah sketsa tata ruang Desa Sumbersawit yang
semula terisolir perlahan mulai terbuka seiring dengan laju pembangunan ekonomi dan
infrastruktur masyarakat Sumberswit yang semakin meningkat. Jalan makadam mencapai
98 presen, akses jalan sawah diperluas hingga kendaraan roda 4 bisa masuk, jalan jalan
gang diperlebar dan bermakadam, akses jalan tembus Growong Mbelik di buka dengan
gotong royong, akses jalan Sawit mbelik dibenahi biar tidak terlalu berat di tanjakan saat
truck atau roda 4 lewat. Di sektor pendidikan dan kebudayaan SD Inpres dibangun sebagai
upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat di Godoh ada group kesenian Wayang Orang
Tresno Budoyo yang cukup memiliki nama di jamanya, ada seni kethoprak, Reog di Dukuh
Mbaran dan Jagungan. Di sektor birokrasi pemerintahan memindah kantor desa yang
semula di rumah Mbah Abu ke Dukuh Sawit, mendirikan Baledesa sebagai gedung serba
guna untuk tempat olah raga pertunjukan kesenian tonil dll. Memindahkan pasar desa dari
Mbaran ke pertigaan Sawit. Penghijauan dengan menanam andras untuk mencegah erosi
sekaligus mendesain tanah miring dengan terasering, dropping bibit cengkeh, alpokat, sana
keling, sengon, mahoni, jambu mete dll. Di era pemerintahan Mbah Widji Santoso sudah
mulai menggagas konsep wisata Sumber Selasang dan jalan baru sebagai kegiatan gas
track balap trail sebagai hiburan rakyat.

Lurah Sunyoto berkedudukan di Sawit menjabat 2 periode 1990-2007.


Lurah Sunyoto tahun 1990 sukses menjadi kepala desa, kecermelangan beliau memimpin
desa Sumbersawit berlanjut hingga periode ke-2. Gerakan Bangga Suka Desa (Bangun
keluarga suasana kota di desa) yang dicanangkan pemerintah propinsi Jawa timur Ketika itu
benar benar menjadi pijakan beliau untuk memoles wajah Desa Sumbersawit,di antaranya
pembangunan Jalan sebagai urat nadi perekonomian masyarakat yang semula makadam
atas inisiatif gagasan beliau dibangun lebih maju dengan program aspalisasi dengan
menggerakan potensi swadaya gotong royong masyarakat, mulai dari koral 0,5 koral 0,3
hingga pasir dan split adalah swadaya urunan masyarakat. Kemudian pembangunan sarana
irigasi yang semula masih tradisional dibangun dengan gorong-gorong beton hingga akhir
2007 hampir 100 persen saluran irigasi teknis sudah menggunakan gorong-gorong.
Selanjutnya tak kalah penting adalah pengadaan program air bersih di tiap rumah penduduk,
dari yang semula di tempat pemandian umum dengan cara ngangsu dengan jerigen atau jun
sekarang dengan pipanisasi air bersih sudah hampir 90 persen masuk kerumah rumah
penduduk yang dilanjutkan dengan jambanisasi oleh tiap penduduk desa Sumbersawit.

Lurah Dullah berkedudukan di Meri menjabat 2 periode 2007-2019


Melanjutkan kepemimpinan Lurah Sunyoto yang sudah akhir masa bakti di era
pemerintahan Mbah Lurah Dullah periode kesatu adalah estafet pembangunan yang telah
dilaksanakan sebelumnya, meliputi pembangunan dan perbaikan akses jalan-jalan aspal
yang merupakan agenda tahunan. Jalan-jalan gang yang belum tersentuh aspal di paving
dan dicor beton selanjutnya di aspal untuk meningkatkan kekuatan daya tahan badan jalan.
Saluran irigasi yang mengalami kerusakan disana sini mendapat skala proritas untuk
diperbaiki. Lampu penerangan jalan mulai dimaximalkan hingga ke tempat-tempat
pemakaman umum. Di era kepemimpinan Mbah Dullah seiring dengan terbitnya
Undang-undang Desa dan Nawacita geliat dan semarak pembangunan fisik dan
pemberdayaan masyarakat semakin meningkat di antaranya pembangunan sarana olah
raga yang megah di Lapangan desa Sumbersawit.

Lurah Sunyoto berkedudukan di Sawit terpilih Kembali 2019-sekarang.


Sumbersawit juga menyimpan cerita yang ada kaitannya dengan Majapahit, karena ada
petilasan makam yang diyakini makam punggawa yang bernama Layang Seta dan Layang
Kumitir, inilah yang dinamakan serpihan Majapahit di bukit Seta Kumitir dan
petilasan-petilasan yang lain. Di bawah cungkup sederhana dan terkesan wingit itu dinaungi
rindang pohon beringin raksasa dan dikelilingi bebatuan cadas alami yang berdiri
mengelilingi makam seakan memberi firasat untuk tidak gegabah ditempat ini. Suara parau
burung kokobeluk seakan memberi isyarat seakan tempat ini enggan untuk dijamah. Ada 2
makam yang membujur di dalam cungkup seakan menggambarkan sebuah loyalitas dan
dedikasi yang kuat dalam menunaikan sebuah tugas. Konon 2 makam itu pengawal setia
yang menjaga layang atau surat wasiat yang disembunyikan ditempat itu hingga akhir
hayatnya. Tidak banyak yang tahu surat wasiat yang dikawal dan dijaga ketat oleh 2
pengawal setia. Petilasan ini pada masa Dinasti Isyana Kerajaan Kahuripan, Kerajaan
Kediri, Majapahit ataupun jaman Mataram Islam. Hingga akhirnya disimpulkan masyarakat
setempat lokasi disekitar tempat itu bernama pedukuhan Mitir. Karena ada surat atau layang
wasiat kerajaan yang disembunyikan ditempat itu (Layang Seta Layang Kumitir). Sampai
saat ini masyarakat setempat tidak ada yang berani mendirikan bangunan rumah posisi
membelakangi petilasan Seta Kumitir ini karena menurut kepercayaan adat setempat secara
rumah yang didirikan suatu saat akan bubar, kosong tak berpenghuni dan akhirnya. buyar.
Bahkan di era akhir tahun 1990-an cungkup petilasan ini enggan dibangun permanen dan
hanya diberi atap alang-alang atau ijuk. Pernah diberi atap genteng permanen namun rontok
seperti dihempas pusaran angin besar.

Adapun gambaran Dukuh Mitir dahulu baru dihuni 14KK akses jalan dari perempatan mitir
ke Growong masih berupa jalan setapak, belum makadam. Jembatan Saren masih berupa
sesek selebar 1 meter dan Selasang juga belum ada jembatan. Baru era Mbah Lurah Abu
mulai dibangun Jembatan Saren, Selasang. Meri, Godoh, kulon Sawit. Pohon-pohon
raksasa dan hutan bambu masih tumbuh menaungi kawasan pedukuhan Mitir. Era Mbah
Kamituwo Suro Dirjo menjabat wakil Lurah mulai memperlebar jalan ke Growong dan
tembus prapatan ke Dukuh Ngembak Sumberdodol dan mulai di makadam. Era Mbah Lurah
Widji santoso jalan gang mulai diperlebar supaya dapat dilalui kendaraan roda empat.

Sumbersawit juga terdapat makam keramat Wong Kanung di areal tegalan Gunung Ploso
Selasang dijumpai pesareaan yang di anggap keramat oleh masyarakat sekitar dan pada
malam-malam tertentu menjadi tujuan ziarah oleh kalangan spiritualis. Menurut cerita
turun-temurun itu adalah cikal bakal orang yang pertama kali babad alas membuka
pemukiman baru di pedukuhan Sawit. Versi cerita yang lain itu pesarean punggawa keraton
jaman dulu yang namur laku (menyamar) dan bersemedi disitu hingga akhir hayatnya maka
dinamakan Wong Kanung atau kawula manunggal maneges kepada Sang Pencipta alam
semesta. Cerita versi yang lain Wong Kanung adalah sosok berpostur tinggi besar
bertenaga kuat, tidak punya puser dan sakti mandraguna. Ada sisi menarik lainnya yaitu
Watu Gong yang bentuknya menyerupai Gong dan bila ditabuh berbunyi seperti gong letak
dan posisinya di tegal Seklonthong. Nama Seklonthong konon pedati yang ditarik sapi di
jalanan Desa Candirejo Magetan klonthongnya terdengar nyaring dan jelas di sekitar watu
gong Tegal Seklonthong ini.

Selain itu ada nama Watu Kelir di sawah sebanjiran karena dahulu pernah ada banjir besar
yang menerjang kawasan sawah Sebulu. Dahulu aliran sungai berada disebelah utara dan
bekasnya masih bisa dilihat sampai sekarang, karena banjir besar ini membawa material
lumpur dan bebatuan hingga menutup akses aliran sungai dan berganti ke sungai yang ada
saat ini. Adapun Watu Kelir berada di sebelah utara areal sawah Sebulu tebing batu yang
kini sudah tertutup semak belukar ini konon menjadi kelir pertunjukan wayang kulit yang
ditanggap oleh bangsa makhluk halus, dilihat dari dekat tidak nampak kalau ada pagelaran
wayang kulit namun dari jauh suaranya terdenga sayup-sayup. Hingga masyarakat
menamai daerah tersebut Watu kelir.

● Nama : Binti Rosiyani


● No. :7
● Kelas : IX-C

Anda mungkin juga menyukai