Anda di halaman 1dari 49

SIDOMEKAR FESTIVAL

Setiap desa sudah pasti memiliki banyak potensi didalamnya.

Potensi desa adalah segenap sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki desa sebagai
modal dasar yang perlu dikelola dan dimunculkan bagi kelangsungan dan perkembangan desa juga
meningkatkan kesejahteraan bagi warga masyarakat pada suatu wilayah. Sering kali kita tidak menyadari
bahwa apa yang menjadi aktivitas sehari yang sudah menjadi kebiasaan turun menurun dari nenek
moyang kita adalah merupakan kebudayaan yang perlu kita lestarikan dan menjadi suatu potensi yang
bisa kita angkat yang bisa membantu meningkatkan perekonomian masyarakat suatu desa.

Desa Sidomekar merupakan salah satu Desa yang berada di Kab. Jember yang mempunyai berbagai
macam potensi diantaranya:

🔺Pertanian jeruk yang sudah turun temurun dilakukan dari tahun 1980 an

Dahulu di awal petani kebun jeruk di desa Sidomekar sangat bisa membantu dan bisa dijadikan tumpuan
utama perekonomian masyarakat Desa Sidomekar, karena terkenalnya rasa dan khas rasa yang manis &
seger, sehingga tak heran jika Jeruk Semboro Sidomekar terkenal hingga di luar Jawa Timur.

Namun seiring berjalannya waktu, pertanian Jeruk di desa Sidomekar mulai tidak bisa diharapkan
menjadi tumpuan hidup masyarakat desa, hal ini dikarenakan penguasaan pasar oleh tengkulak adalah
masalah yang sering terjadi terhadap produk pertanian di desa-desa di Indonesia, para tengkulak ini
dengan semaunya mempermainkan harga.

🔺PG Semboro

Pabrik Gula Semboro di Sidomekar didirikan pada tahun 1921 oleh HVA (Handles Veriniging Amsterdam)
sebagai pemilik swasta dari negeri Belanda dengan kapasitas 24.000 kw tebu tiap 24 jam. Yang tak
dipungkiri setelah kemerdekaan Indonesia Pabrik Gula Semboro sangat membantu perekonomian
masyarakat desa Sidomekar, karena rata-rata karyawan pabrik adalah masyarakat Sidomekar dan untuk
bahan pembuatan gula yaitu tebu adalah dilakukan oleh masyarakat Desa Sidomekar sebagai petani
tebu.

Saat ini yang terjadi adlah semakin menurunnya hasil produksi gula dikarenakan banyaknya
bermunculan pabrik gula terbaru di Indonesia dg peratanan yg lebih canggih & modern, sehingga bisa
sangat maksimal dalam produksi gula.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat di Sidomekar, banyak petani tebu yg
mengeluh karena kerugian petani dlm menanam tebu tidak seimbang dengan hasil panen, karena dari
pihak Pabrik Gula Semboro tidak mampu membeli panen tebu dari petani jika harga tidak diturunkan.

🔺Beteng Boto Mulyo

Warisan budaya menjadi identitas pembentuk karakteristik dan potensi dari suatu wilayah desa.
Warisan budaya memiliki dua bentuk utama, yaitu: warisan budaya benda (tangible heritage) yang
berwujud berbagai bentuk materi (benda, bangunan, situs & kawasan). Sedangkan warisan budaya tak
benda (intangible heritage) yang berbentuk non materi (tradisi lisan, cerita rakyat, tarian dan kesenian
lainnya).

BBM (Beteng Boto Mulyo) merupakan peninggalan Majapahit wilayah timur berada di Desa Sidomekar
yang selama ini tidak pernah tersentuh dan termanfaatkan dengan baik sehingga perlu dilestarikan dan
dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan dalam rangka
memajukan kebudayaan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rmasyarakat terutama masyaraka Desa
Sidomekar.

❇Event Sidomekar Festival merupakan upaya memunculkan dan mengangkat apa yang menjadi potensi
Desa Sidomekar Kecamatan Semboro yang berada di Kabupaten Jember yang kedepannya akan dikemas
dalam bentuk kemasan pariwisata Wisata Desa Sidomekar bertujuan untuk kemakmuran masyarakat
Desa Sidomekar.

Dalam Sidomekar Festival selain menampilkan apa yang menjadi potensi desa (hasil pertanian, produk
kuliner, produk UMKM) juga menampilkan potensi kesenian lokal Kab. Jember berkolaborasi dengan
kesenian antar bangsa juga kesenian mancanegara. Juga akan diadakan kegiatan Field Trip keliling Pabrik
Gula Semboro & pertanian tebu juga jeruk menggunakan kendaraan gerbong lori kuno Pabrik Gula
Semboro.

Selain penampilan hasil produk lokal, penampilan kesenian lokal & mancanegara dalam Sidomekar
Festival ini juga akan diadakan Seminar Sejarah keberadaan BBM (Beteng Boto Mulyo) yang berada di
Desa Sidomekar yang dihadiri oleh sejarawan, arkeolog dan pemerhati sejarah dari lingkup Kab. Jember
juga lingkup luar Kab. Jember yang bertujuan untuk menjelaskan tentang sejarah keberadaan BBM
(Beteng Boto Mulyo) yang akan dikemas dalam bentuk buku sejarah BBM (Beteng Boto Mulyo).
Jadwal pelaksanaan Sidomekar Festival selama dua hari yang tepatnya adalah pada hari Sabtu Minggu,
8-9 Desember 2018 di Desa Sidomekar Kecamatan Semboro Kabupaten Jember.

======

tahukah bahwa peninggalan Kerajaan besar tersebut ada di kota kecil dan berbudaya pandhalungan
seperti di Kabupaten Jember ini? Bahkan ada pula yang nyaris sirna karena tergerus tangan-tangan jahil
dan sudah terkubur seperti Situs Kuto Kedawung di Paleran dan Situs Gondosari di Tamansari Wuluhan.

Ekspedisi dilakukan ke salah satu tempat ditemukannya bukti-bukti sejarah peninggalan kerajaan
majapahit, tepatnya di Situs Beteng yang berada di Dusun Sidomekar, Kecamatan Semboro Jember.
Situs Beteng ini dijaga turun-temurun, dan saat ini dijaga oleh seorang juru kunci bernama Bapak
Ngabdul Gani. Ditempat penyimpanan bukti sejarah yang telah dijaga oleh beliau terdapat beberapa
artefak seperti beberapa alu dan lesung batu yang dahulunya digunakan untuk menumbuk padi, dan
untuk meracik obat-obatan untuk para prajurit yang kalah dalam peperangan, adapula beberapa
lumpang, batu pipisan, pahoman atau padupaan, dan serpihan batu bata merah majapahit yang menjadi
sisa-sisa bangunan benteng.

Adapun pusaka yang disimpan khusus oleh Bapak Ngabdul Gani berpa Keris Pusaka Kyai Omyang yang
masih dipegang olehnya. Saya bahkan sangat takjub ketika Bapak Budi yang merupakan rekan Bhattara
Saptaprabhu mencoba untuk menyentuh keris tersebut, dan yang terjadi ialah ia mampu membuat keris
kyai omyang berdiri tanpa bantuan benda apapun disampingnya yang menahan berat keris itu.

Usai melihat bukti-bukti sejarah yang telah disimpan, kami menuju lokasi lain yakni peninggalan berupa
sumur kuno. Sumur ini diplengseng susunan batu bata merah era majapahit. Meskipun pada bibir sumur
juga diplester semen untuk menjaga kekuatannya. Bekas Peninggalan bersejarah inilah yang biasanya
lebih banyak dimanfaatkan untuk ritual para peziarah yang datang sebagai sambung do’a, bernadzar,
sekedar memperoleh air sumur, namun hanya segelintir orang saja yang datang untuk penelitian
sejarah.
Selain itu ada juga sumur serupa namun dengan ukuran yang lebih kecil dan lebih dangkal yang
ditemukan tak jauh dari lokasi situs, dan dekat dengan rumah-rumah warga yang sengaja dibiarkan tak
terurus. Ada keinginan untuk membongkar sumur tersebut, tapi warga mengaku takut, dikarenakan
setiap malam jumat legi, sumur itu mengeluarkan bau yang sangat wangi.

Kami kembali ke lokasi situs tempat sisa-sisa bangunan benteng Majapahit. Hanya terdapat pecahan-
pecahan batu bata merah yang tersisa. Setiap batu bata merah tersebut dihiasi ukiran-ukiran yang
berbeda. Menurut Koordinator Forkom Bhattara Saptaprabhu, Bpk.Zainollah, diduga kuat hal tersebut
merupakan sandi-dandi jalan. Seandainya diadakan ekskavasi atau penggalian yang melibatkan arkeolog,
tidak menutup kemungkinan terdapat terowongan dan ruang bawah tanah atau labyrint yang
menghubungkan benteng dengan hutan sekitar atau sungai. Karena lorong tersebut biasanya digunakan
sebagai jalan rahasia untuk menyelamatkan Raja dan keluarganya bila terjadi situasi darurat atau bila
benteng terkepung dan diduduki oleh musuh. Hal ini ada kemiripan dengan ruang bawah tanah Situs
Kedaton dan Sumur Upas yang ada di Trowulan, Mojokerto. Asumsi bahwa bila benar ini terbukti
bangunan benteng, tentu tak akan lepas dari keberadaan ruang bawah tanah, terowongan, penjara
bawah tanah, dan gudang bersenjata.

Berdasarkan catatan tentang ditemukannya situs beteng yang telah turun temurun disimpan oleh Juru
Kunci Situs Beteng dan telah diterjemahkan oleh Bhattara Saptaprabhu, sejarah tentang keberadaan
benteng yang berada di Dusun Sidomekar Desa Semboro (sekarang Kecamatan Semboro), menurut
cerita Eyang Meru, seorang keturunan sisa pelarian laskar Majapahit pada abad XIV yang datang ke
lokasi sekitar tahun 1961 pukul 20.00 malam. Ia mengatakan bahwa Situs Beteng ada kaitannya dengan
Kerajaan Majapahit di Trowulan Mojokerto. Kala itu Raja Kertabhumi (Brawijaya V)mempunyai
permaisuri dari negeri Champa yang telah memeluk agama Islam bernama Ratu Dwarawati. Maksud dari
ayah Sang Puteri menghadiahkan anaknya pada RajaMajapahit adalah untuk menyebarkan agama Islam
pada rakyat dan rajanya. Karena Prabu Brawijaya mempunyai banyak selir, salah satunya ada yang
paling disayangi oleh Sang Prabu, yaitu puteri Cina yang kecantikannya melebihi permaisuri. Puteri
tersebut mempunyai nama asli Dewi Khian dan setelah dewasa diganti namanya menjadi Aryati Sekar
Wangi yang kala itu hamil 5 bulan. Sedangkan Permaisuri sendiri tidak dapat mempengaruhi Prabu
Brawijaya untuk masuk Islam. Apa yang menjadi kendala sesungguhnya dari Sang Prabu tidak mau
Islam? Seorang pejabat istana bernama Demang Kliwon yang sudah memeluk Islam mengetahui dan
beranggapan bahwa Sang Prabu tidak mau masuk agama baru itu karena dipengaruhi oleh Aryati Sekar
Wangi yang menganut agama Budha. Sebenarnya Prabu Brawijaya tetap pada pendiriannya yang kokoh
dengan tetap menganut kepercayaan warisan nenek moyangnya yaitu agama Syiwa-Budha. Bukan
karena akibat hasutan dari Puteri Cina.

Kejadian itu diberitahukan pada Puteri Champa bahwa Sang Prabu mempunyai selir yang kecantikannya
melebihi Puteri Champa. Mendengar hal tersebut Puteri Champa meminta kepada Sang Prabu agar
dipulangkan secara baik-baik ke negerinya. Pada waktu itu Sang Puteri dihadiahkan pada Sang Prabu
secara baik-baik, sehingga Baginda amat terkejut dengan permintaannya. Nanti bila seandainya Sang
Puteri Champa dikembalikan, maka akan berakibat bencana besar akan melanda Kerajaan Majapahit.
Kemungkinan akan terjadi perang besar yang akan menyebabkan kerajaan menjadi lemah dan akhirnya
hancur lembur, untuk menghindari ancaman bencana itu maka Sang Prabu mengusir selir yang bernama
Dewi K Khian (Aryati Sekar Wangi) ke Sriwijaya (Palembang) dan dititipkan pada ipar Sang Prabu yang
bernama Arya Damar.

Sesampainya di Palembang Aryati Sekar Wangi melahirkan anak laki-laki yang bernama Raden Patah
(Panembahan Jimbun). Untuk menghindari kecurigaan, selir tersebut dikawinkan dengan kerabat
Kerajaan Sriwijaya yang kemudian dikaruniai seorang putera bernama Raden Khusin. Setelah menginjak
dewasa dua saudara lelaki tunggal ibu itu merantau ke Jawa dengan tujuan menuntut ilmu agama Islam.
Keduanya menuju ke Pesantren Ampeldenta di Surabaya untuk berguru kepada Raden Rahmat (Sunan
Ampel). Setelah selesai berguru Raden Khusin berangkat mengabdi ke istana Majapahit. Sedangkan
Raden Patah membuka lahan baru (babat alas) untuk pemukiman di daerah Tegalwangi (Demak).
Sebenarnya tujuan Raden Patah ke tanah Jawa adalah untuk membalas dendam karena ibunya dibuang,
meskipun Ia tahu Prabu Brawijaya adalah ayah kandungnya sendiri.

Akhirnya Raden Patah menghimpun kekuatan di Demak dengan dibantu para wali, Ia akhirnya
mengadakan serangan besar-besaran ke istana Majapahit. Di antara panglima perang tentara Kerajaan
Majapahit terdapat seorang senapati bernama Raden Khusin yang tidak lain adalah adiknya sendiri.
Dalam perang tersebut Raden Patah mendapatkan kemenangan yang gemilang, sedangkan Sang Prabu
berhasil meloloskan diri dengan pasukan yang tersisa ke sebelah timur Gunung Semeru yaitu
Pegunungan Tengger.

Gerakan pelarian Prabu Kertabhumi ke Tengger diketahui oleh Raden Patah, sehingga diadakan
pengejaran. Sebelum pasukan Raden Patah dating menyerang, Sang Prabu dapat meloloskan ke wilayah
timur melalui perjalanan jauh dan panjang. Sisa pasukan Majapahit itu akhirnya sampai di daerah
Jember (Semboro) dan membuat benteng pertahanan yang amat kuat dengan bahan batu bata merah.
Kemudian Sang Raja mendirikan kota kecil yang diberi nama Kutho Kedawung, yang sekarang berada di
Desa Paleran Kecamatan Umbulsari.

Tempat pergerakan Prabu Brawijaya V lama kelamaan diketahui oleh telik sandi pasukan Raden Patah.
Kemudian pasukan Majapahit yang tinggal sedikit diserang secara membabi buta sehingga Sang Raja
menyerah kalah dan memeluk agama Islam.

Prabu Brawijaya mengetahui bahwa yang menyerang dirinya adalah Raden Patah anak kandungnya
sendiri. Sehingga kemudian Ia memberi titah (perintah) agar para panglima dan pengawalnya mengemas
dan membereskan peralatan perang untuk disimpan. Semua perintahnya dipatuhi oleh panglima dan
pasukannya, kecuali dua orang abdi kesayangannya yang bernama Sabda Palon dan Naya Genggong.

Dua orang abdi yang terkenal punya kelebihan dan sakti mandraguna itu tidak mau tunduk pada
musuhnya dan tidak mau masuk Islam. Ia lalu berkata “ Saya dan adik saya lebih baik berpisah dengan
Sang Prabu Brawijaya V daripada memeluk agama Islam, karena saya adalah Danhyang (Penunggu)
Tanah Jawa, biarlah adik aya Naya Genggong ke Bali dan Saya (Sabdo Palon) ke Madura “
Berdasarkan kisah sejarah tersebut, di sekitar lokasi Situs Beteng banyak ditemukan beberapa peralatan
(artefak) benda-benda kuno dan pusaka di antaranya :

1.Pada tahun 1956 Bapak Sukadi menemukan tombak pusaka di lokasi Situs Beteng dalam keadaan
berdiri tegak membentuk sudut 45 derajat

2.Pada tahun 1958 Bapak Mat Salam mendapatkan keris pusaka luk sembilan di atas dapur yang masih
menyala setelah peringatan 1 Syuro

3.Pada tanggal 26 Mei 1961 ditemukan batu lumpang di areal sawah Bumisara dengan ukuran besar,
jarak dari lokasi Situs Beteng sekitar 500 meter yaitu di sebelah selatan Puskesmas Sidomekar Semboro

4.Pada tanggal 5 Juli 1991 ditemukan batu lumpang ukuran besar, jarak dari lokasi Situs Beteng sekitar
100 meter

5.Tanggal 2 Agustus 1991 ditemukan lagi 2 buah batu pipisan dan 1 buah batu gunjik di pekarangan
rumah Bapak Sarino, jarak dengan lokasi Situs Beteng sekitar 300 meter

6.Tanggal 23 Desember 1994 didapatkan lagi sebuah batu pipisan dan batu gunjik di gumuk tegalan
Bapak Saminto, jarak dengan lokasi Situs Beteng 80 meter

7.Pada tahun 1995 ditemukan sebuah batu akik (batu mulia) berwarna merah di lokasi Situs Beteng.

Selain itu banyak juga ditemukan pecahan-pecahan keramik, kendi terakota khas Majapahit dan mata
uang logam Cina di dalam areal Situs Beteng dan lokasi sekitarnya.

Banyak peninggalan yang pelan-pelan raib digondol maling, atau dibawa orang untuk berbagai
keperluan serta berada di tangan para kolektor. Sangat disayangkan sekali perhatian Pemkab Jember
dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata atau instansi terkait, karena tidak ada tindakan konkrit
dalam menyelamatkan Situs Beteng dan situs-situs lainnya. Semoga tindakan kami dan aspirasi dari
Forkom Bhattara Saptaprabhu dapat didengar, dan menyadarkan masyarakat Jember, karena tanggung
jawab pelestarian warisan nenek moyang itu ada pada generasi sekarang dan generasi yang akan
datang.

======

Keprihatinan kami sebagai pecinta dan penyelamat cagar budaya khususnya yang ada di Jember makin
mendalam tatkala berada di Situs Beteng yang berlokasi di Dusun Beteng Desa Sidomekar Kecamatan
Semboro. Apa yang semula tergambar di benak kami tentang keberadaan sebuah benteng utuh yang
berdiri kokoh, tidak sesuai harapan. Karena bekas beteng (benteng) yang diperkirakan dibuat pada masa
akhir kebesaran Majapahit sekitar tahun 1477 itu kini sudah hampir sirna. Tinggal pondasi batu bata
merah besar yang menjadi ciri khas bangunan era Majapahit dan beberapa lagi yang sudah tidak utuh
dan masih berserakan di sekitar benteng. Berdasarkan penelitian pada awal ditemukannya bekas
bangunan, panjang benteng itu diperkirakan antara 6- 8 kilometer ke arah timur dan selatan. Pada
bangunan utama (semacam bangsal atau paseban) ditemukan bekas beberapa ruang (kamar) dengan
ketebalan batu bata besar sekitar 80 centimeter. Semula bangunan itu terhubung sampai ke daerah
Kuto Kedawung Desa Paleran Kecamatan Umbulsari. Mengingat banyaknya ditemukan fondasi batu bata
yang terpendam serta keberadaan 6 buah sumur kuno yang di sekitar bangunan benteng.

Di Situs Kuto Kedawung Paleran yang menjadi bagian dari beteng keberadaan bangunan sudah tidak
tampak lagi karena tertutup oleh persawahan milik penduduk. Struktur batu bata sudah dirusak oleh
tangan-tangan jahil dan secara perlahan mulai raib tidak ketemu rimbanya.

Tidak mustahil bila bekas bangunan itu adalah benteng pertahanan yang melingkari "kota baru" yang
dibuat dalam rangka mempertahankan diri dari serangan musuh. Ketebalan batu bata serta beberapa
artefak yang berhubugan dengan kepentingan militer dan keberadaan beberapa buah sumur sebagai
sarana logistik menunjukkan indikasi yang tidak bisa dipungkiri.

Pohon beringin besar yang biasanya selalu tumbuh berdampingan dengan bekas bangunan bersejarah,
tampak menghiasi pelataran dekat tempat penyadranan (ritual) benteng. Sehingga pohon yang disebut
asoka atau bramastana itu sempat membingungkan pengunjung benteng karena mendominasi di lokasi
tersebut. Pohon itu bisa-bisa dianggap obyek utama karena tidak tampaknya onggokan bekas bangunan
beteng yang sebenarnya. Apa yang kelihatan hanya beberapa tinggalan berupa artefak seperti beberapa
alu dan lesung batu yang digunakan untuk meracik obat-obatan untuk prajurit yang terluka dalam
pertempuran. Beberapa lumpang, batu pipisan, batu gunjik, kalung manik-manik, pahoman (pedupaan)
dan serpihan batu andesit dan terakota. Keberadaan pedang kangkam pamor kencana peninggalaan
Prabu Brawijaya V (Bhraa Kertabhumi ?) yang sering diberitakan itu tidak tampak kelihatan.

Konon menurut juru kunci benteng Ngabdul Gani, pedang itu telah moksa (lenyap secara gaib). Pusaka
yang ada sekarang hanya berupa keris pusaka Kiai Omyang yang masih dipegang olehnya dan
ditunjukkan pada kami. Selain itu peninggalan penting lainnya adalah berupa sumur kuno dengan di-
plengseng susunan batu merah era Majapahit meskipun pada bibir sumur di-plester semen untuk
menjaga kekuatannya. Berdasarkan buku tamu yang dipegang juru kunci, bekas peninggalan bersejarah
itu lebih banyak dimanfaatkan untuk ritual para peziarah yang datang untuk sambung do'a, bernadzar,
mengambil air sumur dan daun pohon beringin untuk tujuan ngalap berkah. Hanya beberapa gelintir
yang mengadakan sigi untuk penelitian sejarah.

Kami berdiskusi dengan tim ketika mengamati tempat penyadranan, yaitu seandainya diadakan
ekskavasi (penggalian) yang melibatkan arkeolog tidak menutup kemungkinan adanya terowongan dan
ruang bawah tanah atau labyrint yang menghubungkan benteng dengan hutan sekitar atau sungai.
Lorong tersebut sebagai jalan rahasia untuk menyelamatkan raja dan keluarganya bila terjadi situasi
darurat atau bila benteng terkepung dan diduduki musuh. Kemungkinan hal itu ada kemiripan dengan
ruang bawah tanah Situs Kedaton dan Sumur Upas yang ada di Trowulan Mojokerto. Dengan asumsi bila
benar itu bangunan benteng, tak akan lepas dari keberadaan ruang bawah tanah, terowongan, penjara
bawah tanah, gudang senjata dan sebagainya. Bangunan benteng yang dibangun dengan bata merah
dan direkatkan dengan cara digosokkan, berhubungan dengan bangunan kuno yang ada di Desa Paleran
Umbulsari yang sekarang sudah tidak tampak akibat dijadikan persawahan penduduk.

Menurut Ngabdul Gani, situs beteng yang ditemukan tahun 1939 dengan ketinggian 2,5 meter itu
mengalami pengrusakan parah dan aksi vandalisme tahun 1968 pasca peristiwa Gestapu (G30S/PKI
1965) oleh massa mahasiswa yang mengatasnamakan KAMI/KAPPI. Kalau itu memang benar mahasiswa
yang notabene kaum intelektual, mengapa benda bersejarah yang secara otomatis tempat mereka
mengadakan penelitian dirusak ? Atau mengapa masyarakat juga menjadikan benteng yang "melongo"
itu menjadi sasaran amuk ?

Kalau hanya pelampiasan karena marah dan jengkel pada ulah kaum komunis pada saat konflik
sektarian, tidaklah pada tempatnya mengganyang bangunan tersebut. Tindakan anarkhis mereka tidak
sepatutnya dialamatkan pada bangunan yang didirikan Prabu Kertabhumi (Brawijaya V) saat dikejar-
kejar tentara Raden Patah dari Kerajaan Demak itu .

Sebenarnya konflik antara Raden Patah dengan Brawijaya bukan perang agama, tapi terkait dengan
suksesi dan hegemoni kekuasaan politik. Sebagaimana telah menjadi semacam kelaziman di tiap
kerajaan, intrik politik, perang dan pembunuhan sudah biasa terjadi. Dalam peristiwa ontran-ontran
Kerajaan Demak yang Islam melawan Majapahit yang Syiwa-Budha, justru di pihak Majapahit dipimpin
beberapa senapati dan panglima perang beragama Islam. Di antaranya adalah Raden Kusen murid dari
Raden Rahmat (Sunan Ampeldenta) yang merupakan adik kandung Raden Patah (Panembahan Jimbun -
Sultan Demak). Peristiwa tersebut menghadapkan kakak-adik Raden Patah versus Raden Kusen di
medan perang. Raden Patah sendiri merupakan keturunan dari Brawijaya V dengan puteri Aria Damar
dari Palembang.

Peristiwa pengrusakan pada Situs Beteng pada tahun 1968 berlanjut hingga sekarang. Meskipun
pengrusakan sekarang tidak pada skala masif dan aksi vandalisme, namun bongkahan batu bata kualitas
tinggi itu pelan-pelan raib digondol maling, atau dibawa orang untuk berbagai keperluan serta berada di
tangan para kolektor.

Sangat disayangkan sekali perhatian Pemkab Jember dalam hal ini Dinas Kebudayan dan Pariwisata atau
instansi terkait, karena tidak ada tindakan konkrit dalam menyelamatkan Situs Beteng dan situs-situs
lainnya seperti Candi Deres, Situs Kutho Kedawung dan Situs Gondosari. Semuanya adalah situs-situs
bernilai penting peninggalan Kerajaan Majapahit yang ada di Jember. Hingga kini keberadaan semua
situs itu nyaris sirna, tergerus "tangan-tangan jahil" bahkan ada yang sudah terkubur seperti Situs Kutho
Kedawung di Paleran dan Situs Gondosari di Tamansari Wuluhan.

Sebagai komunitas pecinta sejarah, Bhattara Saptaprabhu telah mengadakan bhakti sosial guna
menjaga dan menyelamatkan situs kuno yang dilindungi Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang
Cagar Budaya tersebut. Di antaranya adalah dengan mengumpulka batu bata yang berserakan dan
benda-benda lainnya, serta memasang papan nama (nambor/banner) dan denah bangunan. Karena
tanggung jawab pelestarian warisan nenek moyang itu ada pada generasi sekarang dan generasi yang
akan datang
======

SEPUTAR MITOS DALAM SEJARAH SITUS BETENG

( Berdasarkan Penuturan Juru Kunci Situs Beteng Ngabdul Gani )

Pada tahun 1918 seorang pemuda bernama Mat Salam asal Desa Pagerwojo Kecamatan Kesamben
Kabupaten Blitar merantau ke Jember tepatnya di Desa Semboro Kulon. Di samping Ia mondok, juga
diserahi menggarap sawah dan menggembala kerbau milik majikannya yang bernama Markonah.

Pada suatu hari majikannya punya hajat untuk menikahkan anaknya, karena kekurangan kayu bakar
pesuruhnya tersebut disuruh mencari kayu bakar di hutan sebelah timur. Untuk mencari kayu bakar
yang kering Mat Salam agak masuk ke dalam hutan, Kemudian Ia menemukan hamparan tanah lapang
yang luas sekitar 5 hektar. Di situ terdapat gundukan tanah dan puing-puing bangunan dari batu bata
yang tingginya sekitar 2,5 meter dengan tebal 80 centimeter. Bangunan tersebut berbentuk sekat-sekat
dan kamar-kamar.

Di sekeliling bangunan ditumbuhi berbagai macam tanaman buah-buahan seperti pepaya jingga,
jeruk bali, dan tumbuhan lain yang buahnya sudah masak dan ranum. Karena buah-buah tersebut sangat
menarik hatinya serta rasa lelah dan lapar yang amat sangat Ia memetik dan makan dengan sepuas-
puasnya serta mengambil lagi untuk dibawa pulang. Kemudian Ia meneruskan mencari kayu bakar dan
setelah dirasa banyak lalu bergegas pulang. Namun setelah berjalan, Ia belum juga sampai di rumah
seperti tidak pernah menemukan jalan pulang dan berlangsung selama tiga hari tiga malam. Ia tetap
berkeliling tanpa disadari di sekitar bekas bangunan mirip benteng (beteng) tersebut. Karena merasa
kelelahan yang luar biasa akibat berjalan, pemuda tersebut beristirahat dengan menaruh buah yang
dibawanya dan tanpa disadari kemudian teringat akan jalan yang ia lewati ketika masuk hutan pertama
kali. Akhirnya Ia pulang ke rumah tanpa membawa buah tersebut dan sampai dengan selamat tanpa
tersesat lagi. Sementara keluarga di rumah sangat khawatir karena sudah beberapa hari Mat Salam
belum pulang. Mereka sudah mencari dengan mengerahkan penduduk menuju hutan tapi tidak
menemukannya. Itulah kisah perjalanan Mat Salam ketika menemukan bangunan berbentuk benteng
yang kemudian dikenal dengan nama Situs Beteng di Desa Sidomekar Semboro.

Pada tahun 1939 ditemukan sumur kuno oleh Harjo Suwondo. Sejak itulah kemudian para pemuka
adat dan tokoh masyarakat bermusyawarah yang memutuskan bahwa setiap tanggal 1 Syuro (Jawa)
diadakan upacara ritual seperti kenduri (barikan, ambengan) dan diramaikan dengan pertunjukan
wayang kulit.

Tahun 1957 Juru Kunci Situs Beteng, tokoh masyarakat dan perangkat desa mengadakan rembug
desa untuk memugar bangunan yang kemudian disetujui oleh Kepala Desa Semboro dan Wedana
Tanggul. Pada waktu itu Situs Beteng dipugar sesuai dengan bangunan aslinya (berbentuk benteng)
dengan membangun gapura (candi bentar) dan motif kepala raksasa Kumbakarna yang selesai pada
tanggal 21 Agustus 1958, kemudian diresmikan oleh pejabat Bupati Jember R.Oetomo pada tahun 1959.

Saat itu Situs Beteng menjadi obyek wisata yang cukup ramai dikunjungi dan terkenal di seantero
Kabupaten Jember dan luar daerah.

Pengunjung yang datang cukup membludak apalagi pada hari-hari tertentu seperti Jum'at Kliwon, Jum'at
Legi dan pada hari Minggu. Tamu yang datang tidak hanya dari Jember, tapi ada yang datang dari
Surabaya, Semarang dan Solo dengan tujuan utama nyekar (tabur bunga) pada kuburan Mbah Ngalwi
Panji Seputro sebagai leluhur, untuk minta berkah selamat dan murah rejeki.

Pada hari Minggu kebanyakan pengunjung adalah para pelajar SD, SLTP dan SLTA utaemanya dari
wilayah Jember dan sekitarnya.

Ada sebuah kejadian aneh yaitu pada tahun 1962 di mana Pak Saji seorang ulu-ulu di Penggungan
Desa Klatakan Kecamatan Tanggul yang datang ke Beteng untuk mengadakan tirakatan semalam suntuk.
Ia kemudian berhasil mendapatkan benda secara gaib berupa mainan anak-anak berbentuk buah-
buahan dan binatang kecil seperti jambe (pinang), jeruk bali, jeruk keprok, pisang dan pepaya,
belimbing, ayam jantan dan betina, belalang dan jangkrik yang semuanya terbuat dari batu item (hitam)
mengkilat. Anehnya satu tahun kemudian orang tersebut menjadi gila meskipun telah di-ruwat secara
besar-besaran dengan hiburan pertunjukan wayang kulit di lokasi Situs Beteng tempat penemuan.

Akhirnya istri dan saudaranya mengembalikan mainan ke tempat asalnya (di dalam Beteng) dan
terjadilah keanehan lagi setelah kantong yang berisi mainan tadi ditumpahkan ke tanah, sekitar 5 menit
kemudian mainan tersebut berputar dengan cepat hingga mengeluarkan bias sinar kekuningan yang
menyilaukan mata. Setelah itu lenyap tanpa bekas, dan Pak Saji sembuh seperti sedia kala.

Sejak dipugarnya Situs Beteng pada tahun 1957 tempat tersebut seperti ada wibawa serta aura
mistis sehingga sering terjadi keajaiban-keajaiban serta keanehan. Misalnya seorang yang bernama
Suwali menusuk-nusuk patung Kumbakarna dengan pikulan bambu. Akibatnya dia terpelanting dan
berbicara meracau serta melantur kemudian sampai di rumah meninggal dunia.

Juru kunci Situs Beteng pada tahun 1963 mendapat firasat agar lokasi dibersihkan dan dicat karena akan
ada rapat akbar di lokasi Beteng yang akan diadakan pada Senin Wage malam Selasa Kliwon.

Suatu ketika sesudah adzan Magrib terjadi lagi peristiwa aneh yaitu dari jauh terdengar suara derap
kaki kuda yang sangat ramai ibarat sepasukan besar dari arah barat serta bunyi suara orang bercakap-
cakap menggunakan bahasa Jawa (kromo). Saat itu kalau dilihat dari kejauhan di lokasi Beteng kelihatan
terang benderang seperti ada barisan lampu dan suara-suara gaib yang terdengar dengan jelas. Namun
ketika dilihat dari dekat tidak ada kejadian apapun. Namun pada pagi harinya di lokasi Situs Beteng
banyak ditemukan puntung rokok jenis cerutu yang berserakan di sekitar bangunan, kalau dikumpulkan
dapat satu baskom (tompo).

Pada waktu pasca terjadinya peristiwa Gerakan 30 September PKI yaitu pada tahun 1968 mahasiswa
yang tergabung dalam KAMI/KAPPI menunggangi gerakan massa untuk mengadakan pengrusakan dan
aksi vandalisme pada bangunan beteng. Tembok-tembok benteng dijebol dan dirobohkan, pohon
beringin besar ditebang dan ditumbangkan. Patung Dewa Syiwa diambil dan dibuang ke Sungai
Menampu. Peristiwa itu berbuntut panjang, pada kejadian berikutnya para pelaku yang terlibat
pengrusakan mengalami gangguan jiwa,

Setelah peristiwa itu Situs Beteng dijaga oleh Batalyon 515 Tanggul yang saat itu bermarkas di Loji
Semboro di sebelah selatan pabrik gula sampai situasi kondusif kembali. Sejak peristiwa pengrusakan itu
kegiatan rutin peringatan 1 Syuro terhenti selama 3 periode, yaitu mulai tahaun 1968 sampai dengan
tahun 1970.

Kemudian pada tahun 1971 Mat Salam mendapat wangsit bahwa sudah ditanami kembali pohon
beringin tempat penyadranan sebelah timur, " anakmu kamu suruh mengambil pada pohon petai cina di
sana, karena ada pohon beringin yang saya tempel pada salah satu cabangnya dan terletak di sebelah
timur lokasi Situs Beteng. Jangan lupa kalau malam hari harus kamu jaga agar tidak dicabut orang "

Selanjutnya Mat Salam melaporkan pada Kepala Desa Semboro dan ditindaklanjuti dengan menugaskan
seorang anggota Babinsa bernama Sersan Mursid sebagai petugas untuk membantu mengamankan dan
menjaga pohon beringin dari tangan orang yang tidak bertanggung jawab.

Dengan ditanamnya kembali pohon beringin tersebut, sejak tanggal 8 Agustus 1971 peringatan rutin
1 Syuro diadkan kembali hingga sekarang. Pada tahun itu juga ada rombongan yang datang dari
Surabaya ke Situs Beteng dengan bertujuan untuk meminta pusaka (mengaku dari ABRI/AL - sekarang
TNI AL). Rombongan itu bukan penduduk asli Surabaya tapi ada yang dari Jogjakarta, Solo, Semarang
dan Jakarta. Mereka diberitahu oleh guru pinasis (spiritual) nya yang ada di Semarang bahwa ada pusaka
hebat yang ada di Semboro Beteng, Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember.

Setelah melaksanakan laku tirakat semalam suntuk, mereka mendapatkan batu permata (akik) berwarna
hijau, lalu dicobalah keampuhannya. Ternyata apabila orang memegang batu itu ditembak dalam jarak 1
meter tidak tembus (kebal) dan pistolnya tidak bisa berbunyi. Apabila saat turun hujan tidak basah
disekelilingnya dalam radius 2 meteran.

Tirakatan terus dijalani pada hari kedua tengah malam, salah satu dari mereka melihat ada barang
berada di permukaan tanah yang mengeluarkan sinar merah kehijau-hijauan. Kemudian sinar itu hilang
dan berubah wujud menjadi pusaka yang berupa pedang kangkam pamor kencana. Yang lainnya juga
melihat cemeti (pecut), bendera merah putih, keris nagasasra, bokor kencana dan sebuah peti besar.

Karena mereka menginginkan semua yang dilihatnya dan batu yang didapat dibiarkan begitu saja
maka apa yang telah mereka dapatkan sia-sia belaka karena batu akik itu kemudian raib tanpa bekas.
Setelah sampai 15 hari, pada malam Jum'at Legi tirakatan mereka dihentikan karena sudah tidak kuat
lagi dan keesokan harinya meminta ijin pulang karena dicari oleh atasannya.

Sejak itu sampai sekarang banyak orang yang datang dari berbagai daerah tidak hanya dari Jawa Timur,
mereka datang dengan tujuan ingin mendapatkan barang antik yang terpendam di lokasi Situs Beteng.
Mereka pada umumnya menjanjikan imbalan yang tinggi (lebih dari 2 milyar rupiah) apabila berhasil
mendapatkan benda yang diinginkan, akan tetapi tidak satupun di antara mereka yang berhasil dan oleh
juru kunci ditolak karena Situs Beteng dilindungi oleh Undang -Undang Cagar Budaya.

Sejarah tentang keberadaan benteng yang berada di Dusun Sidomekar Desa Semboro (sekarang
Kecamatan Semboro), menurut cerita Eyang Meru, seorang keturunan sisa pelarian laskar Majapahit
pada abad XIV yang datang ke lokasi sekitar tahun 1961 pukul 20.00 malam. Ia mengatakan bahwa Situs
Beteng ada kaitannya dengan Kerajaan Majapahit di Trowulan Mojokerto. Kala itu Raja Kertabhumi
(Brawijaya V) mempunyai permaisuri dari negeri Champa yang telah memeluk agama Islam bernama
Ratu Dwarawati. Maksud dari ayah Sang Puteri menghadiahkan anaknya pada RajaMajapahit adalah
untuk menyebarkan agama Islam pada rakyat dan rajanya. Karena Prabu Brawijaya mempunyai banyak
selir, salah satunya ada yang paling disayangi oleh Sang Prabu, yaitu puteri Cina yang kecantikannya
melebihi permaisuri.

Puteri tersebut mempunyai nama asli Dewi Khian dan setelah dewasa diganti namanya menjadi
Aryati Sekar Wangi yang kala itu hamil 5 bulan. Sedangkan Permaisuri sendiri tidak dapat mempengaruhi
Prabu Brawijaya untuk masuk Islam. Apa yang menjadi kendala sesungguhnya dari Sang Prabu tidak mau
Islam ? Seorang pejabat istana bernama Demang Kliwon yang sudah memeluk Islam mengetahui dan
beranggapan bahwa Sang Prabu tidak mau masuk agama baru itu karena dipengaruhi oleh Aryati Sekar
Wangi yang menganut agama Budha. Sebenarnya Prabu Brawijaya tetap pada pendiriannya yang kokoh
dengan tetap menganut kepercayaan warisan nenek moyangnya yaitu agama Syiwa-Budha. Bukan
karena akibat hasutan dari Puteri Cina. Kejadian itu diberitahukan pada Puteri Champa bahwa Sang
Prabu mempunyai selir yang kecantikannya melebihi Puteri Champa. Mendengar hal tersebut Puteri
Champa meminta kepada Sang Prabu agar dipulangkan secara baik-baik ke negerinya.

Pada waktu itu Sang Puteri dihadiahkan pada Sang Prabu secara baik-baik, sehingga Baginda amat
terkejut dengan permintaannya. Nanti bila seandainya Sang Puteri Champa dikembalikan, maka akan
berakibat bencana besar akan melanda Kerajaan Majapahit. Kemungkinan akan terjadi perang besar
yang akan menyebabkan kerajaan menjadi lemah dan akhirnya hancur lembur,

Untuk menghindari ancaman bencana itu maka Sang Prabu mengusir selir yang bernama Dewi K Khian
(Aryati Sekar Wangi) ke Sriwijaya (Palembang) dan dititipkan pada ipar Sang Prabu yang bernama Arya
Damar.

Sesampainya di Palembang Aryati Sekar Wangi melahirkan anak laki-laki yang bernama Raden Patah
(Panembahan Jimbun). Untuk menghindari kecurigaan, selir tersebut dikawinkan dengan kerabat
Kerajaan Sriwijaya yang kemudian dikaruniai seorang putera bernama Raden Khusin. Setelah menginjak
dewasa dua saudara lelaki tunggal ibu itu merantau ke Jawa dengan tujuan menuntut ilmu agama Islam.
Keduanya menuju ke Pesantren Ampeldenta di Surabaya untuk berguru kepada Raden Rahmat (Sunan
Ampel). Setelah selesai berguru Raden Khusin berangkat mengabdi ke istana Majapahit. Sedangkan
Raden Patah membuka lahan baru (babat alas) untuk pemukiman di daerah Tegalwangi (Demak).

Sebenarnya tujuan Raden Patah ke tanah Jawa adalah untuk membalas dendam karena ibunya dibuang,
meskipun Ia tahu Prabu Brawijaya adalah ayah kandungnya sendiri.

Akhirnya Raden Patah menghimpun kekuatan di Demak dengan dibantu para wali, Ia akhirnya
mengadakan serangan besar-besaran ke istana Majapahit. Di antara panglima perang tentara Kerajaan
Majapahit terdapat seorang senapati bernama Raden Khusin yang tidak lain adalah adiknya sendiri.
Dalam perang tersebut Raden Patah mendapatkan kemenangan yang gemilang, sedangkan Sang Prabu
berhasil meloloskan diri dengan pasukan yang tersisa ke sebelah timur Gunung Semeru yaitu
Pegunungan Tengger.

Gerakan pelarian Prabu Kertabhumi ke Tengger diketahui oleh Raden Patah, sehingga diadakan
pengejaran. Sebelum pasukan Raden Patah dating menyerang, Sang Prabu dapat meloloskan ke wilayah
timur melalui perjalanan jauh dan panjang. Sisa pasukan Majapahit itu akhirnya sampai di daerah
Jember (Semboro) dan membuat benteng pertahanan yang amat kuat dengan bahan batu bata merah.
Kemudian Sang Raja mendirikan kota kecil yang diberi nama Kutho Kedawung, yang sekarang berada di
Desa Paleran Kecamatan Umbulsari.

Tempat pergerakan Prabu Brawijaya V lama kelamaan diketahui oleh telik sandi pasukan Raden
Patah. Kemudian pasukan Majapahit yang tinggal sedikit diserang secara membabi buta sehingga Sang
Raja menyerah kalah dan memeluk agama Islam.

Prabu Brawijaya mengetahui bahwa yang menyerang dirinya adalah Raden Patah anak kandungnya
sendiri. Sehingga kemudian Ia memberi titah (perintah) agar para panglima dan pengawalnya mengemas
dan membereskan peralatan perang untuk disimpan. Semua perintahnya dipatuhi oleh panglima dan
pasukannya, kecuali dua orang abdi kesayangannya yang bernama Sabda Palon dan Naya Genggong.

Dua orang abdi yang terkenal punya kelebihan dan sakti mandraguna itu tidak mau tunduk pada
musuhnya dan tidak mau masuk Islam. Ia lalu berkata “ Saya dan adik saya lebih baik berpisah dengan
Sang Prabu Brawijaya V daripada memeluk agama Islam, karena saya adalah Danhyang (Penunggu)
Tanah Jawa, biarlah adik aya Naya Genggong ke Bali dan Saya (Sabdo Palon) ke Madura “

Berdasarkan kisah sejarah tersebut, di sekitar lokasi Situs Beteng banyak ditemukan beberapa
peralatan (artefak) benda-benda kuno dan pusaka di antaranya :

Pada tahun 1956 Bapak Sukadi menemukan tombak pusaka di lokasi Situs Beteng dalam keadaan
berdiri tegak membentuk sudut 45 derajat

Pada tahun 1958 Bapak Mat Salam mendapatkan keris pusaka luk sembilan di atas dapur yang masih
menyala setelah peringatan 1 Syuro

Pada tanggal 26 Mei 1961 ditemukan batu lumpang di areal sawah Bumisara dengan ukuran besar,
jarak dari lokasi Situs Beteng sekitar 500 meter yaitu di sebelah selatan Puskesmas Sidomekar Semboro
Pada tanggal 5 Juli 1991 ditemukan batu lumpang ukuran besar, jarak dari lokasi Situs Beteng sekitar 100
meter

Tanggal 2 Agustus 1991 ditemukan lagi 2 buah batu pipisan dan 1 buah batu gunjik di pekarangan
rumah Bapak Sarino, jarak dengan lokasi Situs Beteng sekitar 300 meter

Tanggal 23 Desember 1994 didapatkan lagi sebuah batu pipisan dan batu gunjik di gumuk tegalan Bapak
Saminto, jarak dengan lokasi Situs Beteng 80 meter

Pada tahun 1995 ditemukan sebuah batu akik (batu mulia) berwarna merah di lokasi Situs Beteng.

Selain itu banyak juga ditemukan pecahan-pecahan keramik, kendi terakota khas Majapahit dan mata
uang logam Cina di dalam areal Situs Beteng dan lokasi sekitarnya.

Akhirnya keberadaan lokasi Situs Beteng diketahui oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(Depdikbud) pada tahun 1988 dan dilindungi keberadaannya dengan mengeluarkan peraturan yang
isinya :

“ Barang siapa yang mengambil, memindahkan, merusak, mengotori peninggalan sejarah setelah ada
perbaikan-perbaikan ini akan menerima hukuman pidana (Monumen Ordonansi STB. 238 Th.1931.
Instruksi Mendagri Tanggal 5 Pebruari 1960 Nomor 65/1/7/1960. Pangkopkamtib Tanggal 8 Januari 1973
Instruksi Nomor 002/Kopkam/I/1973 “

Kemudian pada tahun 1992 dikeluarkan peraturan baru yang isinya adalah :

“ Berdasarkan UUD RI Nomor 5 Tahun 1992 Pasal 15 dan PP Nomor 10 Tahun 1993, maka setiap orang
dilarang merusak benda cagar budaya situs dan lingkungannya “.

Selain itu perlindungan terhadap benda-benda cagar budaya yang kian terancam kelestariannya
maka pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar
Budaya.

(Disusun oleh : Zainollah, S.Pd dan Tim BHATTARA SAPTAPRABHU, tanggal 7 Juni 2013)

======

Bisa jadi tak banyak yang tahu bahwa kemajuan peradaban Majapahit juga meninggalkan sisa di Jember,
tepatnya di Dusun Beteng, Desa Sidomekar, Kecamatan Semboro, Jember. Seperti apa jejak sejarah
kerajaan yang disebut-sebut pernah menyatukan Nusantara itu?
DI sebuah pelataran luas itu, dua pohon beringin besar seolah tertancap kokoh. Di bawahnya, fondasi
dengan batu bata besar membujur ke segala arah. Di ujung pelataran tersebut, terlihat sebuah rumah
sederhana. Di bagian dinding rumah itu masih tegak berdiri batu bata dengan ukuran sangat besar. Siapa
pun tentu mafhum bahwa pelataran itu merupakan komplek peninggalan sejarah.

"Daerah ini disebut Beteng (benteng, Red). Dan, dari sini nama Dusun Beteng, Desa Sidomekar,
Kecamatan Semboro, berasal. Tapi, ini beteng dari kerajaan apa, saya sendiri tidak tahu," kata Gito,
salah seorang warga setempat.

Wajar saja banyak warga yang tidak tahu. Sebab, kondisinya saat ini tidak menggambarkan sebuah
bangunan benteng pertahanan. Di areal itu hanya terdapat pohon-pohon besar dari sebuah rumah yang
ditempati Ngadulgani, seorang lelaki tua. "Pak Ngadulgani ini menjadi juru kunci wilayah ini. Dia yang
tahu banyak tentang lokasi ini," kata Gito memperkenalkan juru kuci saat Erje berkunjung ke lokasi
tersebut.

Setelah berbincang-bincang, Ngadulgani akhirnya membuka rahasia tempat itu. Menurutnya, dia sendiri
sebagai penerus dari pendahulunya, yakni Mat Salam, yang juga ayah kandung Ngadulgani.

Menurut Ngadulgani, sang juru kunci, daerah itu disebut dengan Beteng. "Ini sisa kejayaan Kerajaan
Majapahit. Beteng dalam bahasa Jawa atau benteng dalam bahasa Indonesia ini dibangun oleh Raja
Kertabumi atau terkenal dengan sebutan Brawijaya V," papar pria sepuh yang umurnya sudah mencapai
65 tahun ini.

Konon, kata dia, kala itu Majapahit diserang oleh kerajaan Demak. Penyerangan itu dipimpin Raden
Patah yang juga masih anak turun Raden Brawijaya V. Setelah kerajaan Majapahit berhasil dikalahkan,
Raja Brawijaya dan seluruh pasukannya lari ke Tengger.

Raden patah belum puas dan nekat mengejar Brawijaya sampai ke Tengger. Terus terdesak, Brawijaya
lari ke arah timur dan akhirnya masuk ke Jember dan menemukan daerah lapang di daerah ini.
Kemudian dia mendirikan benteng pertahanan.

Selama di tempat tersebut yang tidak lain adalah asal muasal Dusun Beteng, Brawijaya membangun
peradababan baru. Dia juga menciptakan sebuah kota yang akhirnya diberi nama Kedawung, yang
sekarang menjadi nama sebuah dusun di sebelah utara Dusun Beteng. "Lokasinya tak jauh dari beteng
ini. Dan dulunya berfungsi sebagai pasar," kata Ngadulgani.

Keberadaan benteng ini kian ramai hingga terdengar oleh pasukan Raden Patah. Pengejaran dilakukan.
Namun Brawijaya terus berlari hingga masuk ke Blambangan, Banyuwangi. "Seluruh peralatan dan
beberapa benda pusaka pun ditinggal di sini. Termasuk bendera merah putih dan bangunan beteng ini,"
katanya.

Akibat kalah perang, lokasi ini ditinggal begitu saja. Banyak barang-barang warisan sejarah yang
ditinggalkan rombongan Brawijaya V. "Saya berhasil mengamankan barang yang ada. Namun semua
berbentuk batu yang gunanya untuk peralatan membuat ramuan jamu," katanya.
Kemudian Ngadulgani mengajak ke sebuah bilik di rumahnya. Di tempat yang kecil itu terdapat banyak
peralatan dari batu. Seperti lumpang (alat penumbuk, Red), batu pipisan, gerusan, bengkok (alat
pembuat jamu, Red) dan serpihan keramik. "Sebetulnya banyak peninggalan. Namun banyak juga
diambil orang. Yang ada di sini tinggal sisanya," katanya.

Sisa benteng pertahanan itu, sambung dia, sempat tidak terurus. Setelah itu, benteng kembali
ditemukan pada 1908 oleh Mat Salam, seorang warga Pagerwojo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten
Blitar.

Kedatangan Mat Salam ke lokasi itu sebetulnya bukan untuk mencari situs sejarah Majapahit. Namun dia
nyantrik (berguru, Red) ke Markonah, warga Semboro. "Saat itu Markonah tengah menikahkan anaknya.
Dan Mat Salam di suruh mencari kayu bakar. Di daerah ini masih hutan," paparnya.

Karena di dalam hutan tidak ada kayu yang kering, Mat Salam pun mencari lebih jauh lagi. Sampai
kemudian dia menemukan hamparan lahan seluas 2 hektare. Dan di tengah hamparan itu ada sebuah
gundukan tanah setinggi 2,5 meter yang tidak lain adalah sisa benteng pertahanan tersebut.

Kemudian di dalam gundukan itu terdapat bangunan yang temboknya memiliki tebal 20 cm. Bahan yang
digunakan sebagai tembok dari batu bata dengan ukuran 30-55 cm. "Dan batu bata itu masih banyak
yang utuh. Lihat di dinding rumah itu," katanya sambil menunjuk bukti batu bata sisa situs Majapahit.

Mat Salam pun akhirnya menjadikan tempat itu sebagai lokasi peristirahatan. Dan, masih cerita
Ngadulgani, dia sering menjumpai peristiwa aneh di luar akal manusia. Kemudian setahun kemudian
Mat Salam menjadikan lokasi itu sebagi tempat ritual larung sukerto (penyucian benda pusaka di situs
Majapahit, Red).

Seiring dengan perkembangan, lokasi itu dibersihkan. Dan sangat jelas bahwa lokasi itu merupakan
benteng pertahanan. "Dahulu ada tembok keliling," katanya.

Namun bangunan itu rusak setelah peristiwa 1968. Bangunan itu dihancurkan oleh gerakan yang
dimotori para mahasiswa. Bahkan, patung Siwa yang ada di tengah lokasi itu diambil dan dibuang ke
Sungai Menampu.

Sejak itu bangunan tersebut rusak dan tidak terurus. Banyak barang-barang sejarah hilang entah ke
mana. "Sampai saat ini lahan beteng terus berkurang oleh bangunan-bangunan yang ada di sebelahnya,"
katanya.

Dari tempat itu, banyak ditemukan benda-benda bersejarah warisan dari Majapahit. Seperti tombak
yang berdiri dengan sudut 45 derajat yang kala itu ditemukan Sukadi tahun 1956. Kemudian keris lekuk
sembilan ditemukan Mat Salam pada 1958, batu lempeng yang ditemukan berjarak 500 meter dari
lokasi pada 1961.

Selain itu, lumpang ukuran besar ditemukan 150 meter dari pusat situs pada 1991, 1992, dan 1994. Dan,
pada 1995 ditemukan batu akik warna merah. Selain itu beberapa kotak, uang logam mata uang China.
Bahkan dari informasi di lokasi tersebut masih tersimpan beberapa senjata pusaka. Di antaranya pedang
Kongkam Pamor Kencono yang menjadi senjata Brawijaya V, bendera Merah Putih sebagai simbol
kejayaan Majapahit, mahkota raja, Bokor Kencono, dan beberapa peti senjata.

"Namun sampai saat ini benda itu di mana banyak orang yang tidak tahu. Yang jelas ini semua
peninggalan Majapahit. Itu terlihat ada kesamaan dari peningggalan yang ada di Trowulan, Mojokerto,"
kata Ngadulgani.

Selain itu dari bentuk prakiraan bangunan, semua mirip dengan arsitek khas Majapahit. Di dalam beteng
itu, terdapat tempat pemujaan, podium, gapura, dan kebun kelapa. Dan ciri yang tidak bisa hilang
adalah kelapa bercabang dua dan tiga. "Jika dijumlah, hasilnya lima dan itu merupakan Bhineka Tunggal
Ika yang disimbolkan dengan Pancasila. Ini sudah ada sejak zaman Majapahit," ujar Ngadulgani dengan
gaya yang meyakinkan.

Meski hanya sebatas pelataran, namun sampai saat ini daerah tersebut masih banyak dikunjungi orang.
Mereka ada yang berasal dari Wonogiri Jawa Tengah, Surabaya, Semarang, bahkan Bali. Tidak lain yang
dilakukan para "peziarah" itu adalah melakukan ritual. [BARID ISHOM, Jember]

======

Berdasarkan kisah sejarah

tersebut....

di sekitar lokasi Situs Beteng banyak ditemukan beberapa peralatan "artefak" benda2 kuno dan
pusaka.....

di antaranya....

☆☆☆Pada tahun 1956...

Bapak Sukadi menemukan tombak pusaka di lokasi Situs Beteng.... dalam keadaan berdiri tegak
membentuk sudut 45 derajat...

☆☆☆Pada tahun 1958.....

Bapak Mat Salam mendapatkan keris pusaka luk sembilan....

di atas dapur yang masih menyala setelah peringatan 1 Syuro....

☆☆☆Pada tanggal 26 Mei 1961.... ditemukan batu lumpang di areal sawah Bumisara....

dengan ukuran besar....


jarak dari lokasi Situs Beteng sekitar 500 meter.....

yaitu di sebelah selatan Puskesmas Sidomekar Semboro......

☆☆☆.Pada tanggal 5 Juli 1991.... ditemukan batu lumpang ukuran besar......

jarak dari lokasi Situs Beteng sekitar 100 meter.....

☆☆☆Tanggal 2 Agustus 1991... ditemukan lagi 2 buah batu pipisan dan 1 buah batu gunjik.....

di pekarangan rumah Bapak Sarino.....

jarak dengan lokasi Situs Beteng sekitar 300 meter.....

☆☆☆Tanggal 23 Desember 1994... didapatkan lagi sebuah batu pipisan dan batu gunjik....

di gumuk tegalan Bapak Saminto... jarak dengan lokasi Situs Beteng 80 meter....

☆☆☆Pada tahun 1995....

ditemukan sebuah batu akik "batu mulia"...

berwarna merah di lokasi Situs Beteng.....

Selain itu banyak juga ditemukan pecahan-pecahan keramik.....

kendi terakota khas Majapahit....

dan mata uang logam Cina di dalam areal Situs Beteng dan lokasi sekitarnya......

Banyak peninggalan yang pelan2 raib digondol maling.....

atau dibawa orang untuk berbagai keperluan....

serta berada di tangan para kolektor...

Sangat disayangkan sekali.... perhatian Pemkab Jember dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
atau instansi terkait... karena tidak ada tindakan konkrit.... dalam menyelamatkan Situs Beteng dan
situs2 lainnya yang ada di jember.....

======

Di Dusun Beteng, Desa Sidomekar, Kecamatan Semboro memiliki sebuah situs yang dipercaya sebagai
peninggalan kerajaan Majapahit. Situs yang diperkirakan berusia ratusan tahun tersebut sering
dikunjungi masyarakat. Baik masyarakat desa bahkan masyarakat dari luar kota. Ada yang hanya mengisi
waktu libur bersama keluarga, ada juga yang hanya untuk menikmati panorama di daerah tersebut.
Kesan pertama setelah memasuki kawasan situs adalah angker. Jelas tepat berada di tengah-tengah
situs tumbuh pohon beringin yang berukuran besar. Pohon beringin yang diketahui memiliki usia
puluhan tahun itu membuat suasana situs terlihat seperti pada zamannya dulu.

Untuk membuat banyak masyarakat berkunjung, pemerintah desa dan masyarakat Desa Sidomekar,
Semboro melakukan beberapa upaya. Diantaranya membuat keberadaan situs menjadi lokasi nyaman
berwisata. Sehingga situs yang oleh masyarakat sekitar disebut Mbah Beteng ini mampu menjadi lokasi
wisata yang juga menawarkan edukasi sejarah bagi masyarakat.

Siang kemarin, Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) “Jeruk Siem” Desa Sidomekar melalukan bersih-
bersih Situs Beteng. Terlihat juga beberapa masyarakat yang ikut nimbrung dan melalukan bersih-bersih
situs. Rupanya mereka sudah rutin melakukan aksi bersih-bersih tersebut. Bahkan pihak desa sudah
menjadwal masyarakat untuk melakukan bersih-bersih di situs tersebut.

Namun pada bersih-bersih kali ini ada yang berbeda. Mereka mulai membersihkan rerimbunan pohon
yang ada di sekitaran Mbah Beteng. Bahkan terlihat ada pohon yang juga dipotong sehingga terlihat
tidak seram atau menakutkan lagi. Sementara ada beberapa orang juga memulai menggali fondasi untuk
pembuatan gazebo.

Mereka ingin ada yang berbeda dari Situs Beteng. Tentu perbedaan itu mampu menarik masyarakat
untuk berlama-lama berada di situs bersejarah itu. Atas dasar tersebut Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) Desa Sidomekar memiliki inisiatif untuk membuat gazebo. Gazebo direncanakan bakal
menjadi lokasi santai bagi para pengunjung. Sehingga pengunjung yang tidak membawa alas untuk
menikmati situs bisa duduk bersama keluarga pada gazebo tersebut.

Pembangunan gazebo itu juga dilakukan dengan hasil swadaya. Istilahnya patungan. Mereka secara
cuma-cuma memberikan beberapa kebutuhan untuk keperluan pembuatan gazebo tersebut. Dengan
begitu masyarakat akan memiliki kewajiban sendiri untuk melakukan perawatan terhadap bangunan
yang mereka buat dari hasil patungan tersebut.

Sehingga pembangunan yang dikoordinatori Pokdarwis Desa Sidomekar ini menggunakan barang
seadanya. Mulai dari pohon pinang, bambu, dan daun serai untuk atap gazebo. “Ini merupakan
peninggalan zaman dulu. Konon di sini merupakan salah satu benteng dari kerajaan Majapahit. Patut
kiranya kami menjaga situs ini agar tetap terawat,” kata Sugeng Priyadi, Kades Sidomekar.

Dia menambahkan, keberadaan Situs Beteng tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dengan mengandalkan
Mbah Ngadulhadi, 70, seorang juru kunci untuk melalukan perawatan. Perlu peran aktif dari masyarakat
dan pemerintah tentunya, agar keberadaan situs tidak hanya sebagai peninggalan saja, terlebih mampu
menjadi wadah sejarah untuk masyarakat luas.

Ke depan kata dia, ada mimpi besar terhadap keberadaan Situs Beteng tersebut sehingga tidak hanya
menjadi wisata yang dikunjungi begitu saja oleh masyarakat. Paling tidak mereka yang datang mampu
mengenal sejarah dari Situs Beteng itu sendiri. “Jika sudah demikian adanya, keberadaan situs tidak
hanya menjadi destinasi wisata religi saja, melainkan juga mampu menjadi wisata edukasi sejarah,”
tuturnya. Apalagi ada ruangan khusus yang sengaja disediakan oleh juru kunci untuk menyimpan dan
merawat barang-barang peninggalan Majapahit tersebut.

Dia berharap, tidak hanya beberapa pihak saja yang menjadi imbas atas keberadaan situs. Masyarakat di
sekitar situs perlu diajak bersama-sama untuk meramaikan situs sehingga ada kontribusi bagi
masyarakat sekitar. “Harapan saya jelas, situs ini akan dibangun sedemikain rupa. Selain untuk menjaga
keberadaan situs, upaya ini untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat yang ada di sekitar situs dan
Desa Sidomekar tentunya,” tutupnya.

=====

Kerajaan Sadeng dan Blambangan di Kabupaten Jember

Oleh : Indra G Mertowijoyo

Penetapan hari jadi Pemerintah Kabupaten Jember, yang mendasarkan pada diberlakukannya Staatsblad
nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928, pada 1 Januari 1929, menjadikan sejumlah masyarakat kecewa.
Karena sumber penetapan hari jadi seperti itu sama artinya mengakui keberadaan Pemerintahan Hindia
Belanda. Padahal di Kabupaten Jember, sebelumnya juga pernah berdiri sebuah kerajaan, yaitu Sadeng.

***********

Tanggal 1 Januari 2009, Pemerintah Kabupaten Jember, memasuki usianya yang ke 81. Suatu usia yang
bagi sebuah kota atau daerah, sebenarnya terbilang masih sangat muda, bila dibanding daerah lain yang
sudah mencapai ratusan tahun.

Mudanya usia Kabupaten Jember ini memang tidak bisa dihindari. Karena dari catatan yang ada,
Pemerintah Kabupaten Jember, resmi ada sejak tanggal 1 Januari 1929. Sebelum itu, Jember masih
berstatus sebagai daerah Kepatihan atau bawahan dari Karesidenan Besuki, yang berkedudukan di
Bondowoso.

Bersama Bondowoso, saat itu Jember dipimpin oleh seorang Patih, yang bertanggung jawab kepada
Resident Belanda, di Bondowoso. Patih pertama untuk Jember ketika itu, Raden Ngabehi Astro Dikoro.
Ia menjabat sebagai patih di Jember dari tahun 1805-1908.

Jember baru resmi dinyatakan sebagai regenscap/kabupaten, setelah Pemerintah Hindia Belanda,
mengeluarkan Staatsblad nomor 322 tanggal 9 Agustus 1928, dan ditertibkan secara resmi oleh De
Aglemeene Secretaris (Sekretaris Umum Pemerintah Hindia Belanda), G.R Erdbrink, pada tanggal 21
Agustus 1928.
Dalam staatsblad tersebut dijelaskan, bahwa Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan ketentuan
tentang penataan kembali pemerintahan desentralisasi di wilayah Propinsi Jawa Timur. Ini antara lain
menunjuk Regenschap Djember sebagai masyarakat kesatuan hukum yang berdiri sendiri.

Semua ketentuan yang dijabarkan dalam staatsblad ini dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Januari 1929,
sebagaimana disebutkan pada artikel akhir dari staatblad ini. Hal inilah yang kemudian memberikan
keyakinan kuat kepada Pemerintah Kabupaten Jember, bahwa secara hukum Kabupaten Jember
dilahirkan pada tanggal 1 Januari 1929 dengan sebutan Regenschap Djember dan R.T. Ario Noto
Hadinegoro sebagai Regent/Bupati pertama Kabupaten Jember.

Dilihat dari rujukan yang digunakan, penetapan tanggal 1 Januari sebagai Hari Jadi Pemerintah
Kabupaten Jember, memang tidak salah. Hanya saja, penetapan hari jadi dengan merujuk pada
ketentuan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda, oleh sejumlah kalangan dan cerdik pandai,
dinilai sangat tidak pas.

Karena sama artinya hal itu mengakui keberadaan pemerintahan penjajah Belanda, yang di mata
masyarakat Indonesia, tidak lebih sebagai pembawa kesengsaraan sepanjang ratusan tahun. Karena itu,
ada baiknya kalau penilaian masyarakat maupun para ahli sejarah yang seperti ini, bisa dijadikan sebagai
bahan renungan.

Karena disadari atau tidak, penilaian itu menempatkan Kabupaten Jember, sebagai daerah yang tidak
jelas latar belakang sejarahnya. Tidak seperti daerah lain yang lebih berani memilih peristiwa heroik
sebagai acuan untuk menetapkan hari jadi/ulang tahun bagi daerahnya.

Padahal, kalau saja Pemkab Jember, sedikit mau membuka dan menguak sejarah peradaban kuno
Kabupaten Jember, ada beberapa peristiwa yang mestinya bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk
menentukan Hari Jadi Kabupaten Jember. Lihat saja Prasati Watu Gong, di Kaliputih, Rambipuji, dengan
candrasengkala Parvatesvara yang diperkirakan berasal dari abad 5-6 M, atau Kakawin
Negarakretagama, Serat Pararaton serta Prasasti Congapan, dengan tulisan Tlah Sanak Pangilanganku
atau 1088 M, yang berhasil ditemukan di Desa Karang Bayat, Kecamatan Sumberbaru.

Dalam Kakawin Negarakretagama disebutkan, jauh sebelum pemerintahan Prabu Hayam Wuruk
(Kerajaan Majapahit), di daerah Jember atau tepatnya di kawasan Kecamatan Puger, pernah berdiri
kerajaan kecil. Nama kerajaan ini dalam kita kuno tulisan Mpu Prapanca, disebut Sadeng dan terletak di
sekitar muara Sungai Bedadung.

Kerajaan Sadeng ini akhirnya hancur, setelah pasukan Majapahit, pada masa pemerintahan Prabu
Tribuwana Tunggadewi (1328-1350), menumpas habis. Penyerbuan tentara Majapahit ke Kerajaan
Sadeng, yang dikenal dengan nama ekspedisi Pasadeng ini dipimpin oleh Patih Gajah Mada.

Dalam Kakawin Negarakretagama ditulis, bahwa penghancuran Kerajaan Sadeng oleh tentara Majapahit
terjadi pada tahun 1331 AD (Anno Domini). Dari penjelasan Kitab Negarakretagama, yang selesai
digubah oleh penulisanya, Mpu Prapanca, pada bulan Aswina1287 Saka (September Oktober 1365, hal.
299), setidaknya ada gambaran, bahwa di wilayah Kabupaten Jember pada masa itu telah terjadi
peristiwa heroik, dimana masyarakat Sadeng (baca: Kabupaten Jember) melakukan perlawanan atas
agresi Majapahit.

Penjelasan Negarakretagama ini juga menunjukkan, meski pada saat itu Kota Jember sendiri belum
menjadi pusat kegiatan budaya dan politik, namun untuk beberapa daerahnya yang saat ini menjadi
bagian dari wilayah Kabupaten Jember, pernah menjadi pusat kegiatan politik atau pemerintahan. Bukti
adanya kegiatan budaya dan politik di wilayah Kabupaten Jember ini, bisa dilihat dari serangan
Majahapit atas Sadeng, negara kecil yang terletak di kawasan pantai selatan, Kecamatan Puger.

Majapahit sebagai negara besar, agaknya tidak ingin melihat Sadeng menjadi penghalang bagi cita-
citanya dalam memperluas wilayah kekuasaannya. Lebih dari itu, Majapahit juga tidak ingin melihat
Sadeng, yang letaknya tidak jauh dari ibukota Majapahit, tetap menjadi negara berdaulat, karena akan
mengurangi kebesarannya.

Karena itu dengan segenap kekuatannya, Tribuwana Tunggadewi berusaha menurunkan pasukannya
dalam jumlah besar untuk menghancurkan Sadeng. Hebatnya lagi, pada penaklukan Sadeng yang dikenal
dengan nama Pasadeng tersebut, pasukan Majapahit di bawah komando langsung seorang panglima
terkenal, bernama Patih Gajah Mada.

Kitab Negarakretagama, pada pupuh XLIX, pasal 3, mencatat peristiwa Sadeng dengan candrasengkala
api memanah hari (1253), atau 1331 AD, Sirna musuh di Sadeng. Sedang Serat Pararaton, mencatat
peristiwa Sadeng dengan candrasengkala kaya bhuta non daging (Tindakan Unsur Lihat Daging), 1256
Saka. Baik Negarakretagama maupun Pararaton menyebut peristiwa Sadeng bersamaan dengan
penundukan Keta di Panarukan, Situbondo.

Nah, dari dua dokumen penting dalam menentukan sejarah lahirnya Jember ini, ada gambaran, bahwa
Staatblad Belanda yang dijadikan patokan lahirnya Kabupaten Jember selama ini, sebenarnya bukan
satu-satunya sumber yang bisa dijadikan acuan. Masih ada sumber lain, yang bisa dijadikan acuan dalam
menetapkan hari jadi Kabupaten Jember

Sekarang tinggal kita sebagai orang Jember, apakah dasar pijakan yang akan kita gunakan mengacu dari
sudut pandang Nerlando Centries. Ataukah penetapan hari jadi Kabupaten Jember harus kita kaji ulang
dengan menggunakan sudut pandang Indonesia Centries.

Masyarakat Asli Kabupaten Jember

Selama ini, di kalangan masyarakat banyak yang beranggapan bahwa Jember pada masa lalu (jaman
kuno), tidak ada penghuninya. Atau dengan kata lain, daerah yang saat ini menjadi wilayah Kabupaten
Jember, merupakan hutan belantara atau tanah tak bertuan yang hanya dihuni binatang buas.

Anggapan seperti ini, seharusnya tidak pernah ada kalau saja masyarakat Jember, sedikit mengetahui
sejarah daerahnya sendiri. Karena fakta sejarah adanya kehidupan masyarakat di Kabupaten Jember,
sebenarnya sudah ada sejak jaman dahulu kala, bahkan diperkirakan sebelum berdirinya Kerajaan
Majapahit.

Ini bisa dilihat dari kunjungan Raja Majapahit ke 4, Prabu Hayam Wuruk, ke daerah kekuasaannya di
wilayah timur (Lumajang) pada tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281) atau 1359 Masehi. Pada
kunjungan ini, Mpu Prapanca, yang bertindak sebagai pencatat perjalanan Prabu Hayam Wuruk, menulis
nama sejumlah daerah yang saat ini masuk wilayah Kabupaten Jember.

Diantara nama daerah di wilayah Kabupaten Jember yang ditulis dalam Kakawin Negarakretagama
pupub XXII, antara lain Kunir Basini, Sadeng (Puger), Balung, Kuta Blater, Bacok (Ambulu), Renes
(Wirowongso, Ajung). Berdasarkan kakawin tersebut, saat memasuki wilayah Jember, Hayam Wuruk
sempat bermalam di Sadeng (Puger). Malam berganti malam Baginda pesiar menikmati alam
Sarampuan. Sepeninggalnya beliau menjelang kota Bacok bersenang-senang di pantai, heran
memandang karang tersiram riak gelombang berpancar seperti hujan.

Dalam kitab Negarakretagama itu juga dikatakan, setelah bermalam di Sadeng, sang penulis (Prapanca)
tidak ikut berkunjung ke Bacok, tapi pergi menyidat jalan. Dari Sadeng ke utara menjelang Balung, terus
menuju Tumbu dan Habet, Galagah, Tampaling, kemudian beristirahat di Renes seraya menanti Baginda
Hayam Wuruk.

Pada peristiwa lain, setelah Kerajaan Majapahit hancur, di wilayah timur Jawa Timur terjadi perebutan
pengaruh antara Kerajaan Demak yang bercorak Islam dengan Kerajaan Blambangan yang bercorak
Hindu. Kerajaan Demak yang berambisi besar untuk menguasai Pulau Jawa bagian timur, berusaha
menaklukkan Blambangan yang merupakan kerajaan bercorak Hindu.

Namun untuk mencapai tujuan itu, Demak terlebih dahulu harus menaklukkan Pasuruan, yang
merupakan kekuatan Isalam terbesar di wilayah timur Jawa Timur. Pada tahun 1545, Kerajaan Demak di
bawah pimpinan Sultan Trenggono, berhasil menaklukkan Pasuruan.

Tahun berikutnya, 1546, setelah berhasil menguasai Pasuruan, Kerajaan Demak kembali berusaha
menguasai Kerajaan Blambangan, yang beribukota di Panarukan. Penyerangan yang dilakukan Demak
berhasil menguasai Panarukan, ibukota Blambangan, namun dalam peristiwa itu Sultan Trenggono
terbunuh. Tahun 1601, setelah Panarukan dikuasai Demak, pemerintahan Blambangan lebih memilih
mundur dan memindahkan pusat pemerintahannya ke selatan, tepatnya di Kuto Dawung (Kedawung),
Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari, Jember. Di pusat pemerintahan yang baru ini, Blambangan di
bawah pemerintahan dinasti baru, yakni Tawang Alun.

Sekilas dari catatan dokumen sejarah ini, bisa diambil satu pemahaman, bahwa jauh sebelum kerajaan
Majapahit berdiri, di wilayah Kabupaten Jember, sudah ada pemukiman penduduk. Tidak hanya itu,
bahkan sebelum kunjungan Hayam Wuruk ke wilayah timur, di daerah Kabupaten Jember sekarang, juga
sudah ada kegiatan politik yang pusatnya berada di Sadeng (Puger).
Dari catatan sejarah ini menunjukkan, bahwa Kabupaten Jember, pada masa dulu bukanlah daerah yang
tidak bertuan atau hutan belantara. Di daerah Kabupaten Jember, pada masa dulu atau jauh sebelum
Patih Astro Dikoro, (Patih afdeling Djember) sudah ada lembaga pemerintahan.

Adanya lembaga pemerintahan itu sudah barang tentu menunjukkan adanya kehidupan masyarakat
yang sudah mulai teratur. Kalau memang Jember sudah sejak lama ada pemerintahan dan komunitas
masyarakat, lalu apa nama dari masyarakat tersebut ?. Nah inilah yang menjadi pekerjaan rumah (PR)
para ahli dan pemerhati sejarah Kabupaten Jember.

Hanya saja menurut prakiraan, masyarakat yang tinggal di daerah-daerah di wilayah Kabupaten Jember
sekarang, masih dari rumpun Suku Jawa. Sama dengan daerah lain, seperti Lumajang yang sampai saat
ini tidak diketahui apa nama dari komunitas masyarakat yang mendiami daerah tersebut.

Padahal kalau melihat sejarahnya, Lumajang merupakan ibukota pemerintahan Majapahit bagian timur
pada masa Prabu Jayanegara. Negara Lumajang atau Lamajang ini hancur serta pemimpinnya, Nambi,
tewas setelah diserang Majapahit bagian barat pada tahun 1361. (*).

=====

G. Eksploitasi dan Reportase Kegiatan

Di Kabupaten Jember terdapat lebih kurang 400 situs arkeologi peninggalan abad VII - XIV Masehi mulai
dari Silo sampai Tanggul. Untuk itu dibutuhkan arkeolog, tim ahli cagar budaya, pembangunan museum
dan pemerhati sejarah. Berdasarkan data yang dihimpun komunitas, ada beberapa lokasi situs yang
berhasil mereka identifikasi seperti :

1. Situs Gondosari, Dusun Gondosari Desa Tamansari Kecamatan Wuluhan, berupa struktur batu bata
kuna

2. Makam Srampon, Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan, diperkirakan kuburan seorang leluhur bernama
Mbah Tanjung

3. Penampungan Arca Krajan, Dusun Kreongan Desa Jember Lor Kecamatan Patrang (berupa arca
Polinesia, batu kenong, gandik, kapak, arca, yoni, lingga, penggilisan selodakon)

4. Candi Deres, Dusun Deres Desa Purwoasri Kecamatan Gumukmas (berupa reruntuhan candi, yoni,
dan arca)

5. Situs Seputih, Dusun Sumber Jeding Desa Seputih Kecamatan Mayang, berupa beberapa Sarkofagus

6. Situs Klanceng, Dusun Klanceng Desa Kamal Kecamatan Arjasa (berupa 12 buah batu kenong, 4 buah
Dolmen dan lumpang)
7. Situs Doplang, Dusun Doplang, Desa Kamal, Kecamatan Arjasa (berupa batu kenong, Menhir dan
kubur batu

8. Situs Srimo, Dusun Srimo Desa Sukosari Kecamatan Sukowono (berupa 24 buah Dolmen

9. Situs Mojo, Dusun Mojo, Desa Sukosari, Kecamatan Sukowono (berupa 68 buah Dolmen, Sarkofagus
dan yoni)

10. Situs Sentono, Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger

11. Situs Tempurancu, Desa Tempurancu, Kecamatan Kencong

12. Situs Suko, Dusun Leces dan Pakel Desa Sukojember Kecamatan Jelbuk

13. Situs Beteng, Dusun Sidomekar, Kecamatan Semboro, berupa bekas reruntuhan benteng kuna dan
artefak

14. Situs Kutha Kedawung, Paleran Kecamatan Umbulsari

15. Prasasti Congapan (1088 Saka), Dusun Congapan, Karang Bayat, Sumberbaru

16. Prasasti Batu Gong, Dusun Kaliputih, Kecamatan Rambipuji, bertuliskan "Parvvateswara"

17. Situs Pocangan, Desa Pocangan, Kecamatan Sukowono, berupa dua buah yoni dan struktur batu
bata kuna

18. Situs Sumur Terrakotta, Desa Jatiagung, Kecamatan Gumukmas, berupa sumur jobong era
Majapahit

19. Situs Alas Pekarangan, lereng Gunung Argopuro, berupa Menhir dan batu megalitik

20. Situs Keranjingan, Desa Keranjingan, Kecamatan Sumbersari, berupa bekas reruntuhan candi dari
batu bata kuna.

===== =

Tau gak sih guys??? Sejarah Jember dimulai sejak zaman prasejarah. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya beberapa peninggalan megalitik berupa benda cagar budaya yang tesebar diberbagai
daerah di Jember. Benda-benda megalitik peninggalan zaman prasejarah itu tidak semua dapat
memberikan informasi yang jelas dan lengkap mengenai zamannya. Akan tetapi dengan adanya sumber
sejarah tertua mengenai Jember tersebut dapat digunakan sebagai alat pembuktian bahwa pada zaman
megalitikum Jember sudah berpenghuni.

Dalam perkembangan selanjutnya pola kehidupan mereka itu yang kemudian mendasari kehidupan dan
aktivitas masyarakat pada masa berikutnya. Semakin lama sistem sosial itu maka semakin sempurna,
struktur sosialnya semakin tertata, dan dinamika penduduknya juga semkain berkembang. Sehingga
mampu membentuk Jember bukan saja sebagai daerah domisili semata tetapi juga menjadi daerah
kekeuasaan tertentu.

Beberapa bukti Historis Zaman Prasejarah tertua di Jember xukup variatif bentuknya dan tersebar
diberbagai daerah. Contoh bukti peninggalan zaman prasejarah antara lain; batu kenong, kubur batu,
arca, dan beberapa peralatan untuk bertahan hidup (baca: Perlatan Kebutuhan sehari hari masyarakat
purbakala). Dari ditemukannya benda-benda purbakala tersebut masih diperlukan studi lebih lanjut
guna meningkatkan pengetahuan mengenai kandungan informasi yang terdapat dari benda purbakala
tersebut, baik mengenai waktu pembuatannya, siapa pembuatanya, maksud dan tujuan dibuatnya
benda tersebut, serta makna yang terkandung didalam benda purbakala tersebut, dll.

Peninggalan purbakala yang telah teridentifikasi oleh Balai Arkeologi saat ini terdaftar 8 situs yang
tersebar di seluruh wilayah Jember, antara lain; Situs Duplang, Situs Lamparan, Situs Sukosari, Situs
Sukosari, Situs Sumberpring, Situs Paleran, Situs Sumberpakem – Silo, Situs Sumberpakem – Mayang,
Situs Beteng, Prasasti Batu Gong – Rambipuji, dan Prasasti Congapan – Karangbayat Sumberbaru.

Situs yang ada menyimpan banyak benda purbakala untuk yang masih insitu (berada ditempat
ditemukan/belum dipindahkan tempat) dan berukuran besar masih berada di wilayah situs, akan tetapi
benda purbakala yang sudah tidak insitu dan/atau insitu yang bentuknya kecil diselamatkan dan
disimpan di kantor cabang Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Kabupaten Jember karena rentan atas
tindakan pencurian. Hal ini dilakukan dengan alasa bahwa benda-benda purbakala dapat menjadi bukti
dan kekayaan budaya lokal Jember. Selain itu msyarakat jember sejak zaman dulu memliki kemampuan
local genius yang tinggi dan selanjutnya berkembang menjadi local development (perkembangan lokal)
yang menandai keberadaan mereka. Sampai dengan oleh arkeolog MM. Sukarto K. Atmojo disebutkan
bahwa beberapa tempat di Jember Merupakan Topographia sacra yakni daerah suci atau sakral lho
guys….!!!

===== =

Disamping memiliki berbagai wisata alam dan buatan yang memukau, Jember juga memiliki kekayaan
Budaya Prasejarah yang tersebar di beberapa tempat diantaranya Situs Doplang dan Situs Klanceng di
Desa Kamal Kecamatan Arjasa, Situs Seputih di Kecamatan Mayang dan Candi Deres di Kecamatan
Gumukmas. Benda peninggalan sejarah yang ditemukan rata-rata dibuat antara abad X – XI Masehi dan
sebagian diantaranya masih utuh.
Kec. Patrang

Ds. Jember Lor

Dsn. Kreongan/ Krajan

Kec. Arjasa

Ds. Kamal

Dsn. Doplang

Kec. Arjasa

Ds. Kamal

Dsn. Klanceng

Kec. Jelbuk

Ds. Sukojember

Dsn. Lecces/ Pakel

Kec. Sukowono

Ds. Sukosari

Dsn. Srino

Kec. Sukowono

Ds. Sukosari

Dsn. Mojo
Kec. Mayang

Ds. Seputih

Dsn. Sumberjeding

Kec. Gumukmas

Ds. Puwo Asri

Dsn. Deres

=====

PG Semboro

PG Semboro berada di Desa/Kecataman Semboro, Kabupaten Jember. Beroperasi sejak 1928 sebagai
unit usaha milik perusahaan swasta di era kolonialisme. Setelah mengalami beberapa kali rehabilitasi,
kini PG Semboro berkapasitas 7.000 tth. Peningkatan kapasitas dilakukan tahun 2009 sejalan dengan
dicanangkannya program revitalisasi dari sebelumnya sebesar 4.500 tth. Arel pengusahaan tebu sekitar
9.000 hektar, baik yang berasal dari tebu sendiri maupun rakyat. Tebu digiling mencapai 900.000 ton
dan gula dihasilkan sebanyak 88.000 ton.

Pada tahun 2011, PG Semboro merencanakan giling tebu sebanyak 801.250,0 ton (tebu sendiri
165.030,0 ton dan tebu rakyat 636.220,0 ton) yang diperoleh dari areal seluas 8.285,0 ha (TS 1.600,0 ha
dan TR 6.685,0 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 60.102,6 ton (milik PG 28.030,4 ton dan
milik petani 32.072,2 ton) dan tetes 36.056,4 ton. Kapasitas PG 7.000,0 tth (tidak termasuk jam
berhenti) atau 5.814,0 tth sudah termasuk jam berhenti.

Dalam pada itu, untuk meningkatkan mutu produk sejalan dengan perubahan perilaku konsumen yang
cenderung memilih gula bermutu tinggi dan warna lebih putih cemerlang, pada tahun 2009 juga telah
dilakukan alih proses dari sulfitasi dan remelt karbonatasi. Melalui proses ini, mutu produk dihasilkan
minimal setara gula rafinasi sehingga secara bertahap PTPN XI dapat masuk ke pasar eceran yang
memberikan premium lebih baik.
=====

PG Semboro

PG Semboro berada di Desa/Kecataman Semboro, Kabupaten Jember. Beroperasi sejak 1928 sebagai
unit usaha milik perusahaan swasta di era kolonialisme. Setelah mengalami beberapa kali rehabilitasi,
kini PG Semboro berkapasitas 7.000 tth. Peningkatan kapasitas dilakukan tahun 2009 sejalan dengan
dicanangkannya program revitalisasi dari sebelumnya sebesar 4.500 tth. Arel pengusahaan tebu sekitar
9.000 hektar, baik yang berasal dari tebu sendiri maupun rakyat. Tebu digiling mencapai 900.000 ton
dan gula dihasilkan sebanyak 88.000 ton.

Pada tahun 2011, PG Semboro merencanakan giling tebu sebanyak 801.250,0 ton (tebu sendiri
165.030,0 ton dan tebu rakyat 636.220,0 ton) yang diperoleh dari areal seluas 8.285,0 ha (TS 1.600,0 ha
dan TR 6.685,0 ha). Gula dihasilkan diproyeksikan mencapai 60.102,6 ton (milik PG 28.030,4 ton dan
milik petani 32.072,2 ton) dan tetes 36.056,4 ton. Kapasitas PG 7.000,0 tth (tidak termasuk jam
berhenti) atau 5.814,0 tth sudah termasuk jam berhenti.

Dalam pada itu, untuk meningkatkan mutu produk sejalan dengan perubahan perilaku konsumen yang
cenderung memilih gula bermutu tinggi dan warna lebih putih cemerlang, pada tahun 2009 juga telah
dilakukan alih proses dari sulfitasi dan remelt karbonatasi. Melalui proses ini, mutu produk dihasilkan
minimal setara gula rafinasi sehingga secara bertahap PTPN XI dapat masuk ke pasar eceran yang
memberikan premium lebih baik.

==========

Kegiatan utama usaha dari PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI adalah produksi gula. Bidang usaha yang
lain meliputi produksi / pembuatan alkohol serta spiritus dari tetes tebu dan produksi karung goni dari
serat kenaff dan karung plastik. Perusahaan juga menyediakan jasa pelayanan medis dari Rumah Sakit
Umum yang dimilikinya

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI yang berkantor di jalan merak No.1, Surabaya, mengoperasikan 16
pabrik gula, 4 rumah sakit, 1 pabrik karung plastik dan 1 pabrik penyulingan Alkohol & Spiritus (Ethanol
Distillery)

WILAYAH KERJA & PENGEMBANGAN


Kantor Pusat PT Perkebunan Nusantara XI di Jalan Merak No. 1 Surabaya 60175 Telephone +6231-
3524596 Faximile +6231- 3532525 E-mail: sekper@ptpn11.co.id website: www.ptpn11.co.id ,
mempunyai 16 Unit Usaha Pabrik Gula, 1 Unit Usaha Pabrik Alkohol/Spiritus, 1 Unit Usaha Pabrik Karung
Plastik dan 1 Anak Perusahaan Rumah Sakit, dengan rincian wilayah kerja sebagai berikut :

Pabrik Gula :

1. Kabupaten Ngawi – PG. Soedhono

2. Kabupaten Magetan – PG. Poerwodadie dan PG. Redjosarie

3. Kabupaten Madiun – PG. Pagottan dan PG. Kanigoro

4. Kabupaten Pasuruan – PG. Kedawoeng

5. Kabupaten Probolinggo – PG. Wonolangan, PG. Gending, PG. Padjarakan

6. Kabupaten Lumajang – PG. Djatiroto

7. Kabupaten Jember – PG. Semboro

8. Kabupaten Situbondo – PG. Olean, PG. Wringin Anom, PG. Pandjie, PG. Assembagoes

9. Kabupaten Bondowoso – PG. Pradjekan

Pabrik Alkohol dan Spiritus

Kabupaten Lumajang – PASA Hilirisasi Usaha

Pabrik Karung

Kabupaten Mojokerto – Pabrik Karung Plastik Rosella Baru

Daerah Pengembangan Lahan Tebu :

Kabupaten Bojonegoro – Padangan, PG Poewodadie

Kabupaten Banyuwangi – Benculuk, PG Asembagoes

=========
Program Pendidikan Sistem Ganda atau yang sering disebut PSG didunia SMK sudah tidak akan asing
lagi. sebagai acuan kalian yang akan membuat laporan atau penelitian dengan obyek PTPN XI PG
SEMBORO Jember gambaran perusahaan berikut dapat dijadikan sebagi referensi yang bermanfaat.
Amin

2.1 Sejarah singkat Pabrik Gula Semboro

2.1.1 Penguasaan bangsa asing

2.1.1.1 Zaman pendudukan Belanda

Pabrik Gula didirikan pada tahun 1921 oleh HVA (handles Veriniging Amsterdam) sebagai pemilik
swasta dari negeri Belanda dengan kapasitas 24.000 kw tebu tiap 24 jam.

Pada tahun 1928 Pabrik siap dan mulai menggiling tebu. Tahun 1930-1932 Pabrik mulai giling dengan
kapasitas penuh. Dengan luas lahan 2.103 Ha. Pada tahun 1933 sampai dengan 1937 aktivitas berhenti,
sedangkan pada tahun 1938 giling kembali dengan luas lahan 1.271,4 Ha.

2.1.1.1.1 Bangunan peninggalan Belanda

a. Puing-puing Pabrik Gula Bedadung dan Pabrik Gula Gunungsari.

b. Bangunan kantor, Perumahan, balai Pertemuan, Gedung gula, dan Besali.

c. Bangunan Pabrik Gula Semboro.

2.1.1.1.2 Alat-alat peninggalan Belanda

a. Transportasi Lokomotif uap 23 buah, rail Auto 5 buah, dan Crane putar 1 buah.

b. Turbin uap bergmen-berlin 2 buah non aktif.

2.1.1.2 Zaman pendudukan Jepang dan perang kemerdekaan Indonesia

Sejak tahun 1942 sampai dengan tahun 1945 kegiatan terhenti akibat pendudukan Jepang, PG
Semboro dijadikan pabrik soda. Sesudah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 hingga akhir 1949 PG
Semboro dijadikan pabrik Amunisi untuk mensuplai persenjataan para pejuang. Selama itu PG Semboro
mengalami kerusakan sehingga harus diadakan perbaikan sesudah masa perang kemerdekaan.

Daerah Jember sebelum perang Dunia ke II, memiliki tiga Pabrik Gula yaitu:

Pabrik Gula Semboro diKecamatan tanggul (pada waktu itu).

Pabrik Gula Gunungsari diKecamatan Kencong.

Pabrik Gula Bedadung diKecamatan Balung.


Ketiga pabrik ini pada pendudukan Jepang mengalami kerusakan dan dari sisa-sisa ini dibangun
kembali Pabrik Gula Semboro dengan kapasitas 24.000 kw tebu perhari.

2.1.1.3 Masa sesudah perang Kemerdekaan

Sejak 1950 Pabrik Gula Semboro diaktifkan kembali sampai dengan berakhirnya penguasaan bangsa
asing pada 1957, pada waktu itu perusahaan-perusahaan asing diambil alih oleh pemerintah Republik
Indonesia.

2.1.2 Penguasaan bangsa Indonesia

2.1.2.1 Masa PPN Insepektorat VIII

Sejak diambil alih Pemerintah Republik Indonesia sampai tahun 1968, Pabrik Gula Semboro
termasuk dalam PPN Insepektorat VIII, berkedudukan di jalan Jembatan Merah Surabaya bersama
dengan PG De Maas, PG Wringinanom, PG Olean, PG Pandji, PG Asembagoes, dan PG Pradjekan. PT.
Perkebunan Nusantara XI (Persero) didirikan berdasarkan peraturan pemerintah (PP) No. 16 tanggal 14
pebruari 1996.

Pendirian perusahaan dengan akte notaris No. 44 tahun 1996 pada tanggal 11 Maret 1996.

2.1.2.2 Masa PN Perkebunan XXIV

Sejak masa giling 1969 sampai dengan 1975, Pabrik Gula Semboro termasuk PNP XXIV bersama PG
Kedawoeng, PG Wonolangan, PG Gending, PG Padjarakan, dan PG Djatiroto.

2.1.2.3 Masa PT Perkebunan XXIV-XXV (Persero)

Sejak tahun 1975 dengan penggabungan PNP XXIV dan XXV, Pabrik Gula Semboro termasuk dalam
lingkungan PT. Perkebunan XXIV-XXV (Persero) yang berkedudukan di jalan Merak No. I Surabaya.

2.1.2.4 Restrukturisasi

Sejak 11 Maret 1996 PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) dijadikan satu, meliputi Pabrik Gula RS,
PK, dan PASA diwilayah PT Perkebunan XXIV-XXV (Persero) dan PT Perkebunan XX (Persero).

2.1.2.5 Agro wisata Pabrik Gula Semboro

Agro wisata Pabri Gula Semboro merupakan salah satu agro wisata yang menarik dilingkungan PT.
Perkebunan Nusantara XI (Persero). Dengan menaiki lokomotif dan lori akan dapat menikmati
keindahan alam, tanaman tebu, jeruk, rambutan, salak, dan tanaman pangan serta puing-puing bekas
pabrik gula dan bangunan peninggalan Belanda.

2.1.2.5.1 Jadwal agro wisata

a. Bulan Desember sampai dengan Mei

Rute dari kebun Spada-Gunungsari-Pabrik Gula Semboro.


b. Bulan Juni sampai dengan Nopember

Rute dari Pabrik Gula Semboro-Gunungsari-Pabrik Gula Semboro, dan melihat proses pengolahan
gula.

2.1.2.5.2 Panorama

Dengan menaiki lokomotif dan lori kita akan melihat keindahan Gunung Boto, Gunung Tepes, Gunung
Manggar, Gunung Sukma Elang, Gunung Kapur Grenden, Gunung Tembok, Gunung Kemukoh, gunung
Watangan, Gunung Lincing, Gunung Semeru, pegunungan Kapasan, Pegunungan Hiang, dan Gunung
Kapur Grenden merupakan gunung kapur teluas dan terlebar dipropinsi Jawa Timur.

2.1.3 Pemekaran Kapasitas

Tahun 1978 Pabrik Gula semboro mengalami pemekaran kapasitas dari 24.000 kw tebu perhari
menjadi 48.000 kw tebu perhari dengan perubahan proses dari karbonatasi rangkap menjadi sulfitasi.

Walaupun pemekaran kapasitas sejak 1978, akan tetapi pada tahun itu baru merupakan masa uji
coba mesin-mesin maka praktis pemekaran ini diawali pada tahun 1978, yaitu sebagai tahun pelita III.

Sejak 1982/1983 kapasitas dari 48.000 kw perhari ditingkatkan menjadi 54.000 kw perhari.

2.2 Deskripsi wilayah kerja PG Semboro

2.2.1 Letak dan lokasi perusahaan

Pabrik Gula Semboro teletak pada lokasi yang sangat tepat untuk melakukan produksinya
dikarenakan:

Berada pada daerah pedesaan yang jauh dari keramaian kota.

Tenaga kerja yang cukup banyak disekitar pabrik karena dekat dengan pemukiman.

Dekat dengan sumber air dan irigasi teknis (Bondoyudo).

Kondisi pertanian yang cocok digunakan untuk menanam tebu sebagai bahan baku gula.

Secara adsministratif PG Semboro terletak di Desa Semboro, Kecamatan Semboro, Kabupaten


Jember, Propinsi Jawa Timur, tepatnya 5 km kearah selatan dari Kecamatan Tanggul.

Wilayah kerja PG Semboro berbatasan dengan:

a. Batas barat : Kabupaten Lumajang

b. Batas timur : Kabupaten Banyuwangi

c. Batas Utara : Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Bondowoso


d. Batas Selatan : Samudera Indonesia

Letak geografis PG Semboro adalah sebagai berikut:

a. Ketinggian tempat : 50 m diatas permukaan laut

b. Garis lintang : 18,12o

c. Garis busur : 113, 29o

2.2.2 Iklim dan curah hujan PG Semboro

Menurut metode sehmide ferhuson, wilayah PG Semboro termasuk dalam iklim D atau kriteria
sedang. Rata–rata curah hujan ± 80–90 mm dengan suhu ± 19,9 o-32.6o C. Intensitas sinar matahari
berkisar antara 40%-85%, kecepatan angin ± 1,4 km/jam.

2.2.3 Tepografi

Wilayah PG Semboro dari datar hingga berlereng, dengan jenis tanah alluvial, clay, regosol, andosol,
meditran, dan latosol.

2.3 Jam kerja PG Semboro

Jam kerja yang berlaku di PG Semboro adalah sebanyak tujuh jam sehari atau 40 jam dalam
seminggu, selebihnya dari ketentuan tersebut diperhitungkan sebagai jam lembur.

Berdasarkan ketentuan tersebut, jam kerja di PG Semboro adalah:

2.3.1 Sistem kerja beregu

Jam kerja pada sistem beregu ini berlaku selama masa giling sedang berlangsung dan lamanya adalah
delapan jam perharinya dan dibagi menjadi tiga ship yaitu:

a. Ship pagi : jam 06.00–14.30 WIB

b. Ship siang : jam 14.00–22.00 WIB

c. Ship malam : jam 22.00–06.00 WIB

2.3.2 Sistem kerja tata beregu

Pembagian pada sistem kerja tata beregu ini berlaku diluar masa giling dengan jam kerja yang diatur
sebagai berikut:

a. Hari senin–kamis : jam 06.30–14.30 WIB

b. Hari jum’at : jam 06.30–11.00 WIB

c. Hari sabtu : jam 06.30–12.30 WIB


2.4 Struktur Organisasi

Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolong-golongkan dan mengatur berbagai


macam kegiatan yang dipandang perlu dalam rangka untuk mencapai tujuan.

Struktur organisasi mutlak diperlukan dalam setiap organisasi apapun bentuknya. Karena dengan
adanya struktur organisasi ini dapat diketahui fungsi-fungsi maupun tugas dari masing-masing bagian
yang ada dalam organisasian atau perusahaan tersebut.

PG Semboro dipimpin oleh seorang Administratur yang bertanggung jawab pada Direksi PT Perkebunan
Nusantara XI (Persero) yang berkedudukan di Surabaya. Berdasarkan SK Direktur utama PTPN XI
(Persero) No. XX-SURKP/97.029 tanggal 21 Desember 1997 bahwa struktur organisasi PG Semboro
merupakan Pabrik Gula tipe A terdiri dari 4 bagian yaitu AKU Tanaman, Instalasi, dan Pabrikasi.

2.5 Job discription (tugas dan wewenang masing-masing bagian)

Berdasarkan struktur organisasi tersebut dapat diberikan keterangan singkat mengenai tugas dari
masing-masing bagian sebagai berikut:

2.5.1 Administratur

Tugas bagian Administratur adalah sebagai berikut:

Merencanakan dan menetapkan kebijakan didalam pengolahan perusahaan sesuai dengan yang telah
ditetapkan oleh Direksi.

Memimpin, mengendalikan, dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas semua bagian demi tercapainya
keserasian didalam organisasi.

2.5.2 AKU

Tugas kepala bagian AKU adalah:

Melaksanakan tugas dibagian keuangan sesuai dengan kebijaksanaan administratur dan


menyelenggarakan pengelolahan administratur keuangan dan anggaran serta tugas tugas umum
pensonalia, serta tenaga kerja yang mengelola sumber daya manusia termasuk pengaman dan
keamanan.

2.5.3 Pabrikasi (Pengolahan)

Tugas kepala bagian Pabrikasi (pengolahan) adalah:

a. Mengelola dan mengoperasikan sumber daya proses pengolahan gula agar mencapai susunan
perusahaan dibagiannya secara efektif dan efisien didalam proses produksi.

2.5.4 Instalasi

Tugas kepala bagian Instalasi adalah:


Mengelola dan mengoperasikan sumber daya pabrik sesuai rencana dan permintaan Pabrikasi
(pengolahan) guna mencapai susunan perusahaan dalam bagiannya secara efektif dan efisiensi.

2.5.5 Tanaman

Tugas kepala bagian Tanaman adalah:

Mengelola sumber daya produksi pertanian yang meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam,
sumber daya keuangan dan susunan tani untuk mendapatkan bahan tebu sesuai dengan susunan jumlah
dan kualitas yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

Didalam melaksanakan tugasnya kepala bagian tanaman dibantu oleh seorang wakil kepala bagian
tanaman, kepala riset dan pengembangan serta kepala tebang angkut yang berfungsi sebagai staf
pelaksana penelitian dan pengembangan serta pelaksanaan tebang, pengangkutan sampai
kepenggilingan.

2.6 Sumber daya Manusia ( SDM)

Tenaga kerja atau karyawan dalam istilah managemen dikenal dengan sebutan SDM (Sumber Daya
Manusia). SDM merupakan asep perusahaan yang merupakan unsur penting dalam mencapai unsur
utama.

Karyawa pabrik Gula Semboro dibedakan menjadi dua golongan;

Karyawan Pimpinan, adalah karyawan yang memimpin jalannya operasional dan manejemen pabrik
secara keseluruhan.

Karyawan pelaksana, adalah karyawan yang menjalankan tugas yang telah diberikan oleh pimpinan
untuk menjalankan jalannya operasional dan managemen pabrik, karyawan pada golongan ini dibagi
menjadi dua golongan yaitu:

Karyawan dalam masa giling (DMG) yaitu:

a. Karyawan tetap adalah karyawan yang memiliki hubungan kerja dengan perusahaan untuk jangka
waktu yang tidak tentu.

Karyawan kampanye adalah yang bekerja mulai dari permulaan tebu diangkut melalui timbangan tebu,
pekerjaan digilingan, pekerjaan yang langsung berhubungan dengan penggilingan tebu, pekerjaan dalam
pabrik sampai dengan panampungan gula.

Karyawan kesepakatan kerja waktu tertentu (PKWT) adalah karyawan yang bekerja sesuai kontrak yang
telah disepakati.

Karyawan musiman adalah karyawan yang bekerja pada musim giling dan melaksanakan tugas diluar
emplacement pabrik.

b. karyawan luar masa giling yaitu;


a. karyawan tetap adalah karyawan yang memiliki hubungan kerja dengan perusahaan untuk jangka
waktu yang tidak tentu.

b. Karyawan kampanye adalah yang bekerja mulai dari permulaan tebu diangkut melalui timbangan
tebu, pekerjaan digilingan, pekerjaan yang langsung berhubungan dengan penggilingan tebu, pekerjaan
dalam pabrik sampai dengan panampungan gula.

===========

Pabrik Gula (PG) Semboro, Jember, memiliki tradisi unik saat akan melakukan giling tebu. Tradisi
tersebut yakni menikahkan dua batang tebu sebelum masuk ke penggilingan. Tradisi yang terjadwal tiap
tahun ini disebut Petik Tebu Manten.

Kemeriahan dan kemegahan pernikahan dua batang tebu ini tidak kalah dengan pernikahan manusia.
Bahkan, dua batang tebu yang dinikahkan juga dirias layaknya pengantin sungguhan. Dua batang tebu
pria dan wanita yang diberi nama Raden Bagus Rosan dan Dyah Ayu Roro Manis lalu diarak sejauh 15 km
sebelum penyerahan simbolis ke Kepala Instalasi PG Semboro.

General Manager (GM) PG Semboro Agus Setiono mengatakan, tradisi Petik Tebu Manten ini, digelar
sebagai ungkapan rasa syukur atas akan dilaksanakannya penggilingan gula tahun ini.

"Filosofi mengawinkan Raden Bagus Rosan dan Dyah Ayu Roro Manis ini sebagai simbol perkawinan
antara PG dan Petani agar tetap berhubungan baik," kata Agus di lokasi perkebunan tebu PTP XI
Gunungsari, Kencong, Senin (7/5/2018).

Agus menjelaskan, proses giling rencananya akan dimulai 21 Mei mendatang dan diharapkan selesai
akhir September 2018. Jumlah tebu yang akan digiling diperkirakan sebanyak 8.601 ton.

"Proses penggilingan akan dilakukan selama kurang lebih 130 hari, dengan kapasitas giling rata-rata
7.000 tontebuperhari," jelasnya.
Agus menambahkan, tebu tersebut berasal dari tanaman tebu rakyat yang digiling di PG Semboro, yang
luas lahannya mencapai total 10.500 hektare. Ia menargetkan proses giling akan menghasilkan 66.000
ton gula pasir.

"Gula yang dihasilkan akan didistribusikan untuk masyarakat, setelah proses penghitungan HPP oleh
pemerintah selesai," terangnya.

Meski petik tebu manten digelar setiap tahun, tetapi tidak menyurutkan minat warga untuk melihat.
Mereka tertarik dengan keunikan resepsi pernikahan dua batang tebu tersebut.

Salah seorang warga Kecamatan Semboro, Gito mengaku, setiap tahun menyaksikan tradisi unik ini.

"Tradisi ini unik sekalian untuk edukasi anak tentang adat istiadat," kata Gito.

==========

Ketika musim giling tebu telah tiba, di Pabrik Gula (PG) Semboro Kecamatan Semboro, Kabupaten
Jember punya tradisi unik sebagai bentuk seremonial menyambut kegiatan giling tebu.

Unik, tradisi tersebut ialah menggelar kemanten alias pernikahan, namun bukan dua sejoli yang
dipersatukan akan tetapi menikahkan dua batang tebu sebelum masuk ke penggilingan.

Tradisi yang rutin diadakan tiap tahun itu disebut dengan terjadwal tiap tahun ini disebut "Petik Tebu
Manten".

Suasana yang tersaji dalam pernikahan tersebut mencerminkan kemeriahan dan kemegahan pernikahan
dua batang tebu yang tidak kalah dengan pernikahan manusia.

Bahkan, dua batang tebu yang seakan akan menyatu dalam bingkai pernikahan, juga dirias layaknya
pasangan pengantin sungguhan pada umumnya.

Baca: Setelah Sembilan Bulan, Marcello Tahitoe Akhirnya Resmi Keluar dari Rehabilitasi
Pasangan tebu tersebu juga mempunyai nama, tebu pria diberi nama Raden Bagus Rosan dan tebu
wanita diberi nama Dyah Ayu Roro. Kedua pasangan itu diarak sejauh 15 km sampai akhirnya
penyerahan secara simbolis ke Kepala Instansi PG Semboro.

Agus Setiono selaku General Manager (GM) PG Semboro menuturkan, tradisi Petik Tebu Manten ini,
digelar sebagai representasi ungkapan rasa syukur atas akan dilaksanakannya penggilingan gula tahun
ini.

"Filosofinya adalah mengawinkan Raden Bagus Rosan dan Dyah Ayu Roro Manis ini juga sebagai simbol
perkawinan antara PG dan Petani agar tetap berhubungan baik sehingga keberkahan panen bisa kita
dapatkan bersama-sama bersama segenap masyarakat pula" terang Agus yang hadir dalam seremonial
Senin, (7/5/2018).

Agus menuturkan, proses giling rencananya akan dimulai Senin, (21/05/2018) dan diharapkan selesai
akhir September 2018.

Jumlah tebu yang akan digiling di tahun 2018 diperkirakan sebanyak 8601 ton.

"Proses penggilingan akan dilakukan selama kurang lebih 130 hari, dengan kapasitas giling rata-rata
7000 ton tebu perhari," jelasnya.

Agus menambahkan tebu tersebut berasal dari tanaman tebu rakyat yang digiling di PG Semboro, yang
luas lahannya mencapai total 10.500 hektar.

Ia memasang target proses giling akan menghasilkan 66.000 ton gula pasir.

"Gula yang dihasilkan akan di distribusikan untuk masyarakat, setelah proses penghitungan HPP oleh
pemerintah selesai," terangnya.

Meski digelar setiap tahunnya, acara seremonial unik ini tidak menyurutkan antusias warga untuk
melihat.

Masyarakat tertarik dengan keunikan resepsi pernikahan dua batang tebu tersebut. Salah seorang warga
Kecamatan Semboro, Gito mengaku, setiap tahun menyaksikan tradisi unik ini.

"Tradisi ini unik, sekalian untuk edukasi anak tentang adat istiadat, ya harapannya ini tetap berjalan dan
dilestarikan" pungkasnya

=========
Pra giling Pabrik Gula (PG) Semboro, Kabupaten Jember Jawa Timur memiliki tradisi unik. Hal ini dapat
menjadikan daya tarik wisata datang baik nusantara ataupun mancanegara. Tradisi tersebut ialah
menikahkan dua batang tebu sebelum masuk ke penggilingan. Tradisi yang digelar tahunan ini disebut
"Petik Tebu Manten".

Dilaporkan Kontributor elshinta, Efendi Murdiono, kemeriahan dan kemegahan pernikahan dua batang
tebu ini tidak kalah dengan pernikahan manusia. Bahkan, dua batang tebu yang dinikahkan juga dirias
layaknya pengantin sungguhan. Dua batang tebu pria dan wanita yang diberi nama Raden Bagus Rosan
dan Dyah Ayu Roro Manis lalu diarak sejauh 15 Km sebelum penyerahan simbolis ke kepala instalasi PG.
Semboro.

Disampaikan General Manager (GM) PG. Semboro Agus Setiono, tradisi Petik Tebu Manten ini, digelar
sebagai ungkapan rasa syukur akan dilaksanakannya penggilingan gula setiap tahun.

"Filosofi mengawinkan Raden Bagus Rosan dan Dyah Ayu Roro Manis ini sebagai simbol perkawinan
antara PG dan petani agar tetap berhubungan baik," kata Agus Senin, (7/5) saat di lokasi perkebunan
tebu PTP XI Gunungsari Kencong.

Kata Agus, proses giling rencananya akan dimulai Senin (21/5) dan diharapkan selesai akhir September
2018. Jumlah tebu yang akan digiling di tahun 2018 diperkirakan sebanyak 8.601 ton. "Proses
penggilingan akan dilakukan selama kurang lebih 130 hari, dengan kapasitas giling rata-rata 7000 ton
tebu perhari," jelasnya.

==========

SEJARAH PABRIK GULA SEMBORO – JEMBER

PABRIK GULA SEMBORO merupakan pabrik yang di bangun masa penjajahan belanda di bangun oleh
orang belanda. terletak di sekitar 35 km barat kota Jember.

pabrik gula semboro merupakan pabrik yang memiliki loko uap kuno, yang dikenakan untuk mengangkut
muatan dagangan dan tebu pada masa belanda dan jepang dahulu. pabrik gula Semboro merupakan
peninggalan pada masa belanda. pondasi bangunannya di buat secara kuat dan kokoh. hal itu yang
menjadi pusat warisan sejarah yang berada di desa semboro.

disamping itu argowisata yang menarik dapat di temui di PG. Semboro yaitu dapat menikmati
pemandangan yang begitu indah dengan berkeliling menggunakan loko uap sejauh 45 km. dan biasanya
melewati keindahan gunung boto, gunung kapur grenden, gunung tembok, gunung lincing, dan
pegunungan kapasan. hal itu yang membuat wisatawan ingin berkunjung ke PG. Semboro.

selain itu, dapat melihat atau menyaksikan secara langsung proses penggilingan Tebu menjadi gula. dan
dapat langsung melihat kualitas gula yang di hasilkan.
==========

SEJARAH PABRIK GULA SEMBORO – JEMBER

PABRIK GULA SEMBORO merupakan pabrik yang di bangun masa penjajahan belanda di bangun oleh
orang belanda. terletak di sekitar 35 km barat kota Jember.

pabrik gula semboro merupakan pabrik yang memiliki loko uap kuno, yang dikenakan untuk mengangkut
muatan dagangan dan tebu pada masa belanda dan jepang dahulu. pabrik gula Semboro merupakan
peninggalan pada masa belanda. pondasi bangunannya di buat secara kuat dan kokoh. hal itu yang
menjadi pusat warisan sejarah yang berada di desa semboro.

disamping itu argowisata yang menarik dapat di temui di PG. Semboro yaitu dapat menikmati
pemandangan yang begitu indah dengan berkeliling menggunakan loko uap sejauh 45 km. dan biasanya
melewati keindahan gunung boto, gunung kapur grenden, gunung tembok, gunung lincing, dan
pegunungan kapasan. hal itu yang membuat wisatawan ingin berkunjung ke PG. Semboro.

selain itu, dapat melihat atau menyaksikan secara langsung proses penggilingan Tebu menjadi gula. dan
dapat langsung melihat kualitas gula yang di hasilkan.

==============

Kendati demikian, lanjut dia, produksi tebu giling di PG Semboro tahun 2016 diprediksi menurun karena
masalah lahan yang berkurang untuk suplai tebu ke PG Semboro dan adanya pabrik gula baru di
Kabupaten Banyuwangi yakni Pabrik Gula Glenmore.

"Sebagian petani tebu yang ada di Banyuwangi biasanya menggiling tebunya ke PG Semboro, namun
karena ada pabrik gula di kabupaten setempat, maka tebu petani Banyuwangi akan dialihkan kepada PG
Glenmore," ujarnya.

=============
Zaman pendudukan Belanda di Indonesia

Pabrik gula semboro didirikan pada tahun 1921 oleh H.V.A (Handels Voenig Amsterdam)sebagai pemilik
swasta dari negeri Belanda. Pada tahun 1928, pabrik siap dan mulai menggiling tebu. Pada tahun 1933
s/d 1939 aktivitas berhenti dan pada tahun 1940 mulai beraktivitas kembali...

Zaman pendudukan Jepang dan perang kemerdekaan Indonesia

Sejak tahun 1941 s/d 1949, kegiata berhenti lagi, dan ketika Perang Dunia II (PD II) - Indonesia berada
dalam pendudukan Jepang dan masa kemerdekaan PG Semboro mengalami kerusakan yang parah
sehingga harus diadakan perbaikan...

Oya, sekedar informasi

saja, di Jember sendiri sebelum PD II memiliki 3 pabrik Gula lho.. [aku sendiri juga baru tahu,,hehee]

-PG Semboro di kecamatan Tanggul.. (sekarang berada di kecamatan Semboro)

-PG Gunungsari di Kecamatan Kencong

-PG Bedadung di kecamatan Balung

Tapi untuk saat ini tinggal PG Semboro yang beroperasi di bawah naungan PTPN XI.

-Masa sesudah perang Kemerdekaan

Mulai tahun 1950, PG Semboro di aktifkan kembali sampai berakhirnya penguasaan bangsa asing di
Indonesia, pada tahun 1957 diman semua perusahaan-perusahaan asing diambil oleh pemerintah dan
saat ini PG Semboro menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

===========

Armada Lokomotif Uap PG. Semboro 2016


Kali ini saya akan memberikan kondisi terakhir armada dari lokomotif uap yang tersisa dari Pabrik Gula
Semboro, kab Jember Jawa Timur. Berhubung sehabis kunjungan ke PG tersebut.

0-6-0 Orenstein & Koppel 1926 (1067mm) Kondisi: Terbengkalai

0-6-0F Orenstein & Koppel 1928 (700mm) Kondisi: Hidup (Fireless)

0-6-0F Orenstein & Koppel 1929 (700mm) Kondisi: Hidup (Fireless)

0-4-2T Orenstein & Koppel 1921 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-2T Orenstein & Koppel 1921 (700mm) Kondisi:Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-2T Orenstein & Koppel 1921 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-2T Orenstein & Koppel 1921 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-2T Orenstein & Koppel 1921 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-2T Orenstein & Koppel 1921 (700mm) Kondisi: Terbengkalai

0-4-2T Orenstein & Koppel 1909 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-2T Orenstein & Koppel 1908 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-2T Orenstein & Koppel 1908 (700mm) Kondisi: Di Monumenkan

—————–

0-4-2T Orenstein & Koppel 1908 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-4-0T Orenstein & Koppel 1926 (700mm) Kondisi: Hidup

—————-

0-4-4-0T Orenstein & Koppel 1926 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-4-0T Orenstein & Koppel 1926 (700mm) Kondisi: Terbengkalai

0-4-4-0T Orenstein & Koppel 1926 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

—————-

0-4-4-0T Orenstein & Koppel 1927 (700mm) Kondisi: Terbengkalai

0-4-4-0T Orenstein & Koppel 1927 (700mm) Kondisi: Terbengkalai

0-4-4-0T Ducroo & Brauns 1926 (700mm) Kondisi: Terbengkalai


0-4-4-0T Ducroo & Brauns 1926 (700mm) Kondisi: Terbengkalai

0-4-4-0T Ducroo & Brauns 1926 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-4-0T Ducroo & Brauns 1926 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-4-0T Ducroo & Brauns 1926 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-4-0T Ducroo & Brauns 1926 (700mm) Kondisi: Terbengkalai

0-6-oT Jung – Jungenthal 1961 (700mm) Kondisi: Hidup

0-4-4-0T Borsig 1908 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

0-4-4-0T Borsig 1908 (700mm) Kondisi: Dibesi Tuakan (RUCAT)

Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan data akan di di update kembali.

Refrensi data, Steam Locomotive of the Sugar Mills in Java 1994 dan hasil observasi 2016.

===========

Tapi, kali ini aku cuma ingin membahas sedikit tentang PG Semboro, sedikit sejarah singkat yang aku
tahu,, bukan tentang diriku, pekerjaanku atau yang lainnya.. [yang ini laen kali aja ya..]

Bagi kalian yang belum tahu sejarahnya... begininiii...

-Zaman pendudukan Belanda di Indonesia

Pabrik gula semboro didirikan pada tahun 1921 oleh H.V.A (Handels Voenig Amsterdam)sebagai pemilik
swasta dari negeri Belanda. Pada tahun 1928, pabrik siap dan mulai menggiling tebu. Pada tahun 1933
s/d 1939 aktivitas berhenti dan pada tahun 1940 mulai beraktivitas kembali...

-Zaman pendudukan Jepang dan perang kemerdekaan Indonesia


Sejak tahun 1941 s/d 1949, kegiata berhenti lagi, dan ketika Perang Dunia II (PD II) - Indonesia berada
dalam pendudukan Jepang dan masa kemerdekaan PG Semboro mengalami kerusakan yang parah
sehingga harus diadakan perbaikan...

Oya, sekedar informasi

saja, di Jember sendiri sebelum PD II memiliki 3 pabrik Gula lho.. [aku sendiri juga baru tahu,,hehee]

-PG Semboro di kecamatan Tanggul.. (sekarang berada di kecamatan Semboro)

-PG Gunungsari di Kecamatan Kencong

-PG Bedadung di kecamatan Balung

Tapi untuk saat ini tinggal PG Semboro yang beroperasi di bawah naungan PTPN XI.

-Masa sesudah perang Kemerdekaan

Mulai tahun 1950, PG Semboro di aktifkan kembali sampai berakhirnya penguasaan bangsa asing di
Indonesia, pada tahun 1957 diman semua perusahaan-perusahaan asing diambil oleh pemerintah dan
saat ini PG Semboro menjadi salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Yap, begitulah kurang lebih sejarah singkat PG Semboro, mudah-mudahan bermafaat bagi yang
membacany...

Lain kali akan lebih banyak bercerita tentang PG Semboro ini kepada teman-teman semua

========

PG SEMBORO

Pabrik gula semboro didirikan pada tahun 1921 oleh HVA (Handels Vereninging Amsterdam) sebagai
pemilik swasta dari negri Belanda, dengan kapasitas giling 24000 kuintal tebu tiap 24 jam.
Pada tahun 1928 pabrik siap dan mulai menggiling tebu. Pada tahun 1930 sampai dengan 1932 pabrik
mulai giling dengan kapasitas penuh, dengan luas lahan 2.103 Ha.

Pada tahun 1933 sampai tahun 1939 aktivitas berhenti, sedangkan pada tahun 1940 giling kembali
dengan luas lahan 1.271,4 Ha. Sejak tahun 1941 sampai dengan tahun 1949 kegiatan berhenti lagi pada
masa Perang Dunia II Indonesia dalam pendudukan Jepang dan masa perang kemerdekaan.

Pada saat itu Pabrik Gula Semboro mengalami kerusakan-kerusakan hingga harus diadakan perbaikan
sesudah masa revolusi. Seperti diketahui didaerah Jember sebelum Perang Dunia II memiliki 3 buah
Pabrik Gula yaitu :

1. Pabrik Gula Semboro di Kecamatan Tanggul

2. Pabrik Gula Gunungsari di Kecamatan Kencong

3. Pabrik Gula Bedadung di Kecamatan Balung

Ketiga Pabrik Gula itu pada masa pendudukan Jepang mengalami kerusakan dan dari sisa-sisa ini
dibangun Pabrik Gula Semboro dengan kapasitas giling 24.000 kuintal per hari.

Mulai pada tahun 1950 Pabrik Gula Semboro diaktifkan kembali sampai berakhirnya pengusaan bangsa
asing yaitu tahun 1957, dimana pada waktu itu perusahaan-perusahaan asing diambil alih oleh
Pemerintah Indonesia. Sejak diambil alih Pemerintah Indonesia sampai tahun giling 1968, Pabrik Gula
Semboro termasuk dalam PPN Insepektorat VIIIyang berkedudukan di jalan Jembatan Merah Surabaya,
bersama Pabrik Gula Demaas, Pabrik Gula Wringinanom, Pabrik Gula Olean, Pabrik Gula Panji, Pabrik
Gula Asembagus, Pabrik gula Pradjekan.

Sejak masa giling 1969 sampai dengan 1975, Pabrik Gula Semborotermasuk PNP XXIV bersama Pabrik
Gula Kedawoeng, Pabrik Gula Wonolangan, Pabrik Gula Gending, Pabrik Gula Pajarakan dan Pabrik Gula
Djatiroto.

Sejak tahun 1976 dengan adanya penggabungan PNP XXIV dan XXV Pabrik Gula Semboro termasuk
dalam lingkungan PT. Perkebunan XXIV-XXV (PERSERO) yang berkedudukan di jalan Merak No. 1
Surabaya. Dan sejak tahun 1996 kembali diadakan perubahan dimana PTP XXIV-XXV (PERSERO)
bergabung menjadi satu dengan PTP XX, XXIII, XXIX (PERSERO) menjadi PT. Perkebunan Nusantara XI
(PERSERO) hingga sekarang.

===============

DESA SEMBORO, persisnya sekarang kecamatan Semboro - Kabupaten Jember, Jawa Timur. Jika
ditempuh dari Kota Tanggul cuma 5 Km saja, bisa naik Becak atau Dokar. Jika diukur dari Kota Jember
masih 40 Km ke arah barat, bisa naik Bis atau Colt turun di Pasar Tanggul, lalu keselatan. Mengenai asal-
usul nama desa Semboro Pak Haji Yakup dan Pak Suwardi Tanggul Kulon bercerita: "Begini, dulu tempat
tinggal njenengan itu daerah orang Tanggul dan mana saja cari kerja, basa jawanya "ndarung", sehingga
orang-orang sini mengatakan bahwa tempat tiu dinamai desa Pendarungan. Kemudian dalam
perkembangannya datanglah pedagang-pedagang dari berbagai daerah lain utamanya dari Kediri,
Jogjakarta dan lain-lain, mereka mengatakan ditempat itu dengan maksud "boro", artinya bekerja
setelah dapat hasil, lalu pulang, kembali kedaerah asalnya. Lama-kelamaan para pedagang itu ada
semacam adaptasi dengan tempat njenengan, hingga akhirnya malas kembali kedaerah asal. Orang Jawa
mengatakan "kesengsem olehe boro" sehingga tak pulang kampung. Waktu ada pemekaran wilayah
Tanggul ini maka ditetapkan tempat njenengan itu di beri nama "SEMBORO". Penulis naskah ini dan
kawan saya Pak Suwaki dan Pak Sukardi(Semboro Lor) terkesima mendengarkan al-kisah tersebut : "Ooo
ngaten ta Pak Haji. Alhamdulillah dene kok semerap critane".

Lokasi Desa Semboro sangat luas, dikala itu luasnya 30 Km. Dengan didukung 7(tujuh) padukuhan,
Padukuhan Semboro Pasar termasuk Kendalan, Padukuhan Semboro Kidul termasuk Semboro Kulon,
Semboro Kamaran termasuk Loji Lingkungan PG Semboro, Semboro Lor termasuk Mucukan (barat),
Semboro Tengah termasuk Semboro Beteng, Semboro Besuki dan Semboro Babatan Sidodadi. Jikalau
penulis naskah ini lagi mengadakan inspeksi wilayah, nyampai kembali ke kantor desa spidometer
sepeda motorku bertambah 200 (duaratus).

Warga Desa Semboro dalam perkembangan lebih lanjut ternyata lebih maju jika dibanding dari warga
desa sekitar. Pembangunan bidang apa saja, sektor mana saja, pokoknya semuanya tidak pernah
berhenti membangun. Mulai dari pembangunan Jalan , Pos Keamanan, tempat Pendidikan, tempat-
tempat Ibadah, pertanian dan semuanyalah, merata.

Warga Desa Semboro 90% petani, sedang yang 10% PNS, pegawai swasta, pedagang dan buruh tani.
Padukuhannya meliputi Padukuhan Semboro Kidul, Semboro Pasar, Semboro Kamaran dan Semboro
Lor. Lahan pertaniannya cukup luas, memiliki Pasar yang cukup ramai, dan memiliki lahan buah Salak
yang sudah dikenal di bebagai kota. Hasil tani yang diunggulkan Padi, Jagung, Jeruk serta tanaman
ladang yaitu Kelapa. Tanaman umbian kurang diminati mungkin tanahnya yang "becer", sehingga tidak
cocok untuk ditanami jenis umbi.

Pabrik Gula Semboro termasuk dikawasan Desa Semboro, berada dibagian tengah, dekat dengan Dusun
Kendalan.
Gotongroyong, atau yang biasa disebut dengan kerja bareng-bareng (jawa=soyo) itu sudah biasa
dilaksanakan oleh warga Desa Semboro, mengerjakan program apa saja selalu ditampakkan kerjasama
yang sudah menjadi cirikhas desa ini. Rasa gotong royong warga Semboro masih kental, rasa persatuan
dan kesatuan juga cukup lumayan kuat. Oleh karena itu tidak heran jika semua apa yang direncanakan
akan berhasil dengan baik, apalagi semuanya dibawah komando para pamong desa dan panitia hasilnya
cukup memuaskan. Jika ditilik secara historis, kerja secara gotongroyong ini awalnya kan dimulai dari
misalnya ada tetangga bikin rumah, lalu tetangga-tetangga sekitar ikutlah membantunya, apakah ikutan
menata reng, atau genteng dan lain sebagainya. Kemudian ditingkatnya dengan ke penggarapan tanah
sawah dan hingga menanamnya dan seterusnya. Yang akhirnya ditingkatkannyalah kepembangunan
desa, misalnya bikin jembatan, pengurukan jalan, bikin pos kamling, jaga kampung dan lain-lain.

Olah raga, mengenai yang satu ini Pemuda Desa Semboro sudah dikenal sejak doeloe. Sepak bola, Volly,
Bulu Tangkis, Tenes Meja, Tenes Lapangan, sudah membawa nama desanya. Pernah pada suatu ketika
Sepak Bola Gala Desa ditempatkan di lapangan Desa Semboro. Dengan sangat meriah disambut dengan
hangat oleh warga sampai-sampai cewek-cewekpun ikutan nonton. Padahal waktu itu cewek belum
musim(nggak usum) nonton sepak bola. Apalagi yang namanya pertandingan Bola Volly dan Bulu
Tangkis , wouuuw....... sambutan warga Desa Semboro.....sangat meriah....., mulai kakek-nenek hingga
cucunya ikut nonton..... dan semangat beneran. Mengenai Club Bola Volly, Semboro sudah punya nama
dimana-mana, memangnya sudah sering tour dalam rangka pertandingan persahabatan di berbagai
daerah. Hadiah pertandingan tidak usah disoal, bukan Vandel atau Tanda Penghargaan,
tapi......Kambing.

Seingat penulis, club sepak bola Semboro Lor dipimpin oleh sahabat M. Tohirin dan Imam Khambali, club
Semboro Pasar dipimpin oleh sahabat Cak Ramelan. Untuk club Bola Volly dioimpin oleh sahabat
Hartono, Semboro Kidul.

============

PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) atau PTPN XI adalah badan usaha milik negara (BUMN) agribisnis
perkebunan dengan core business gula. Perusahaan ini bahkan satu-satunya BUMN yang mengusahakan
komoditas tunggal, yakni gula, dengan kontribusi sekitar16-18% terhadap produksi nasional. Sebagian
besar bahan baku berasal dari tebu rakyat yang diusahakan para petani sekitar melalui kemitraan
dengan pabrik gula (PG).

Pendirian perusahaan sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1996 tanggal 14
Pebruari 1996 dan merupakan gabungan antara PT Perkebunan XX (Persero) dan PT Perkebunan XXIV-
XXV (Persero) yang masing-masing didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
6 Tahun 1972 dan No. 15 Tahun 1975. Anggaran Dasar Perusahaan Perseroan yang dibuat berdasarkan
Akte Notaris Harun Kamil SH, No. 44 tanggal 11 Maret 1996, telah dilakukan perubahan dan mendapat
persetujuan sesuai Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-
21048HT.01.04.Th.2002 tanggal 29 Oktober 2002.

================

Anda mungkin juga menyukai