Anda di halaman 1dari 8

18.

POTENSI BUDAYA
a. TRADISI LISAN
1. Martutur atau Martarombo Marga
Martutur atau martarombo penting diketahui oleh suku batak agar tidak dikatakan manusia
yang tidak mengerti tata keramah atau sopan santun . Tradisi ini artinya saling mengenal margamu
apa marga saya apa, nanti di urut silsilah marganya hingga ketemu benang merahnya maka kita tahu
apakah martulang apa Amang Boru.

Misal seorang anak laki laki yang ber Marga Situmorang, bertemu orang yang lebih muda
dari dia dengan marga Sinaga, Simatupang , Nainggolan , aritonang, Siregar, kedua laki laki ini
martutur dan martarombo sehinnga mereka tahu rumpun mereka sama. Demikian juga marga-
marga lain yang ada di Daerah ini.

Biasanya dalam tutur sapa atau memanggil orang yang ada di Desa kita masih sangat kental
ditekankan, antara lain :

 Laki-laki/Perempuan menyapa laki-laki yang lebih Tua darinya dipanggil dengan


sebutan “ Tulang “ atau “ Amang boru”
 Laki-laki menyapa laki-laki yang lebih muda atau sebaya darinya dipanggil dengan
sebutan “ Lae “
 Laki-laki/Perempuan menyapa Perempuan yang lebih Tua darinya dipanggil dengan
sebutan “ Nantulang “ atau “ Namboru “
 Laki-laki menyapa perempuan yang sebaya dengan dia dipanggil dengan sebutan “
Ito “ atau “ Pariban”
 Perempuan menyapa perempuan yang sebaya dengannya dipanggil dengan sebutan “
Eda”

Panggilan atau sebutan ini masih sangat lekat di lingkungan masyarakat kita sekarang ini,
dikarenakan jika kita menyapa atau memanggil orang lain tanpa sebutan tersebut maka kita
dikatakan “ Orang yang tidak memiliki Sopan santun”.

2. Tuhor Ni Boru (Sinamot)


Tuhor Ni Boru artinya adat yang dijalankan saat menentukan nilai Mahar Perkawinan
untuk meminang calon mempelai wanita oleh Pria.Terkadang tuhor ni boru ini atau mahar ini
dipengaruhi oleh pendidikan dan kecantikan, misal mahar untuk lulusan S2 luar negeri agak mahal
gaes hehehehe......, makanya orang batak kalau mau nikah pusing banget mikirin tuhor ni Boru atau
Sinamot yang makin tahun dan makin mahal.

Apakah tuhor ni boru harus mahal? jawabannya tidak karena kembali kedua pihak calon
pengantinnya jika Marsada Roha atau satu hati maka uang bukan segalanya pernikahan tetap bisa
berlangsung dengan nominal tuhor ni boru semampu ekonominya.

3. Tradisi Unik Suku Batak Mandok Hata


Tradisi yang masih dilakukan hingga sekarang oleh masyarakat Desa Barambang secara
khusus pada waktu-waktu tertentu, contoh :

a. Jelang Tahun baru setelah Natal pas di tengah pergantian tahun umat Kristen dan Katolik
merayakan hari Raya.
b. Mandok Hata atau Kata yang di utarakan adalah mengakui kesalaha selama tahun
sebelumnya dan meminta maaf ke setiap keluarga yang ada pada kumpulan malam itu dan
Sungkem pada kedua Orang tua, semoga di tahun baru ini di maafkan, intinya silaturahmi.

”Secara teknis Mandok hata ini semacam Sharing Session atau Kumpul Silaturahmi, bermaaf
maafan”.

b. Manuskrip

c. Adat Istiadat

Batak Toba – Indonesia dianugrahi dengan kekayaan akan keberagaman suku,


budaya dan adat istiadatnya. itulah salah satu karya ciptaan Tuhan yang
menjadikan segala sesuatunya beragam, termasuk suku batak toba yang memiliki
adat istiadat yang kuat dan kental. Batak ada sangat beragam yaitu Batak Toba,
Batak Karo, Batak Simalungun, Batak mandiling, Batak Nias, Batak pakpak Dairi,
dan Batak Angkota. Maing-masing beragam budayanya, berbeda wilayahnya, dan
berbeda bahasanya juga.

Desa Barangbang yang 99 penduduknya adalah suku Batak Toba,


menerapkan/menggunakan adat Toba dalam kehidupan sehari-hari Baik dalam
Adat istiadat perkawinan,Orang Meninggal, Tutur sapa pada kehidupan sehari hari
dan kesempatan lainya.

Falsafah adat Batak Toba

Falasafah adat Batak Toba dikenal dengan Dalihan Na Tolu artinya 3 adat yang
harus dipahami seorang keturunan batak. Dalihan Na Tolu ini sebagai modal
keturunan batak ketika akan merantau jauh dari bona pasogit. Seperti saya dan
suami harus menjalankan falsafah adat Batak Toba ini dimanapun kami berada.

 1. Somba Marhula-hula
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi
yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-
suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat
kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
 2. Manat Mardongan Tubu
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki
satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang
pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking
dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat
hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah
dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada
semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada
saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
 3. Elek Marboru
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga
(keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai ‘parhobas’ atau
pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap
upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa
diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil
hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.

Adat Istiadat Batak Toba yang Harus di Laksanakan


Pertama, khusus anak pertama semenjak bayi dalam kandungan tujuh bulanan
sudah dibuatkan adat posesi bataknya. Supaya Ibu dan Anak sehat selalu sampai
proses persalinan. Si anak lahir supaya membawa rejeki, kebahagiaan dan berkat
bagi keluarga.

Kedua, kelahiran anak pasti diadakan adat batak namanya “Makkaroani”. Nah,
pada saat posesi ini si anak disahkan namanya dan diperkenalkan kepada seluruh
keluarga dan kerabat. Karena bagi adat batak anak pertama adalah pembawa
nama keluarga. Dalam proses semua adat batak nama anak pertama yang selalu
disebut. Maka anak pertama sangat dinanti-nantikan keluarga batak.

Ketiga, Pernikahan sangat panjang posesi adatnya. Pernikahan adalah merupakan


suatu peristiwa besar, mengundang hulahula, boru, dongan tubu serta dongan
sahuta sebagai saksi pelaksanan adat yang berlaku. Dalam adat Batak Toba
pernikahan haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Na Tolu,
yaitu Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Pernikahan
Batak Toba sangat kuat sehingga tidak mudah untuk bercerai karena dalam
pernikahan tersebut banyak orang-orang yang terlibat dan bertanggung jawab di
dalamnya. Adapun posesi adat nikah batak adalah.

 1. Mangaririt (Dicarikan jodoh)


Mangaririt adalah ajuk-mengajuk hati atau memilih gadis yang akan dijadikan
menjadi calon istrinya sesuai dengan kriterianya sendiri dan kriteria keluarga.
Acara mangaririt ini dilakukan kalau calon pengantin laki-lakinya adalah anak
rantau yang tidak sempat mencari pasangan hidupnya sendiri, sehingga
sewaktu laki-laki tersebut pulang kampung, maka orang tua dan keluarga lainya
mencari perempuan yang cocok dengannya untuk dijadikan istri, tetapi
perempuan yang dicarikan tersebut harus sesuai dengan kriteria silaki-laki dan
kriteria keluarganya.
 2. Mangalehon Tanda (Memberikan tanda)
Mangalehon tanda artinya memberikan tanda yang apabila laki-laki sudah
menemukan perempuan sebagai calon istrinya, maka keduanya kemudian
saling memberikan tanda. Laki-laki biasanya memberikan uang kepada
perempuan sedangkan perempuan menyerahkan kain sarung kepada laki-laki,
setelah itu maka laki-laki dan perempuan itu sudah terlibat satu sama lain. Laki-
laki kemudian memberitahukan hal itu kepada orang tuanya, orang tua laki-laki
akan menyuruh prantara atau domu-domu yang sudah mengikat janji dengan
putrinya.
 3. Marhori-hori Dinding atau Marhusip (Berbisik)
Marhusip artinya berbisik pengertian dalam adat ini pembicaran yang bersifat
tertutup atau dapat juga disebut perundingan atau pembicaraan antara utusan
keluarga calon pengantin laki-laki dengan wakil pihak orang tua calon pengantin
perempuan, mengenai jumlah mas kawin yang harus di sediakan oleh pihak
laki-laki yang akan diserahkan kepada pihak perempuan. Hasil-hasil
pembicaraan marhusip sementara hanya diketahui oleh keluarga inti. Marhusip
biasanya diselenggarakan di rumah perempuan. Domu-domu calon pengantin
laki-laki akan menerangkan maksud kedatangan mereka kepada kaum kerabat
calon pengantin perempuan.
 4. Martumpol (baca : Martuppol)
Martumpol bagi orang Batak Toba dapat disebut juga sebagai acara
pertunangan namun secara harafiah martupol adalah acara kedua pengantin di
hadapan pengurus jemaat gereja diikat dalam janji untuk melangsunkan
perkawinan. Martupol ini dihadiri oleh orang tua kedua calon pengantin dan
kaum kerabat mereka beserta para undangan yang biasanya diadakan di dalam
gereja.
 5. Marhata Sinamot
Marhata sinamot biasanya diadakan selesai membagikan jambar. Marhata
sinamot yaitu membicarakan berapa jumlah sinamot dari pihak laki-laki, hewan
apa yang di sembelih, berapa banyak ulos, berapa banyak undangan dan
dimana dilakukan upacara perkawinan tersebut. Mas kawin yang diberikan
pihak laki-laki biasanya berupa uang yang jumlah mas kawin tersebut di
tentukan lewat terjadinya tawar-menawar.
 6. Martonggo Raja
Perkawinan pada masyarakat Batak Toba bukan hanya urusan ayah dan ibu
kedua calon pengantin, tetapi merupakan urusan semua keluarga. Karena itu
orang tua calon pengantin akan mengumpulkan semua anggota keluarga di
rumah mereka masing-masing dan yang hadir dalam upacara ini terutama
menyangkut dalihan na tolu yaitu hula-hula, boru, dongan sabutuha, dan
dongan sahuta (teman sekampung).
 7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan) dan
Marunjuk
Pemberkatan pernikahan kedua pengantin dilaksanakan di Gereja oleh
Pendeta. Setelah pemberkatan pernikahan selesai, maka kedua pengantin telah
sah menjadi suami istri menurut gereja. Setelah pemberkatan dari Gereja
selesai, lalu kedua belah pihak pulang ke rumah untuk mengadakan upacara
adat Batak dimana acara ini dihadiri oleh seluruh undangan dari pihak laki-laki
dan perempuan.

Marujuk adalah saat berlangsungnya upacara perkawinan, upacara perkawinan


pada masyarakat Batak Toba ada dua macam yaitu alap dan taruhon jual. alap jual
adalah suatu upacara adat perkawinan Batak Toba yang tempat upcara
perkawinan dilaksanakan di tempat perempuan. Pengantin perempuan dijemput
oleh pengantin laki-laki bersama orang tua, kaum kerabat dan para undangan ke
rumah orang tuanya. Dalam upacara adat inilah disampaikan doa-doa untuk kedua
pengantin yang diwakili dengan pemberian ulos. Selanjutnya dilaksanakan
pembagian jambar (jatah) berupa daging dan juga uang yaitu:
A. Jambar yang dibagi-bagikan untuk pihak perempuan adalah jambar juhut
(daging) dan jambar tuhor ni boru (uang) dibagi sesuai peraturan.

B. Jambar yang dibagi-bagikan untuk pihak laki-laki adalah dengke (baca : dekke/
ikan mas arsik) dan ulos yang dibagi sesuai peraturan. Pesta Adat Unjuk ini diakhiri
dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.

 8. Paulak Une
Acara ini dimasukkan sebagai langkah agar kedua belah pihak bebas saling
kunjung mengunjungi setelah beberapa hari berselang setelah upacara
perkawinan yang biasanya dilaksanakan seminggu setelah upacara perkawinan,
pihak pengantin laki-laki dan kerabatnya, bersama pengantin pergi ke rumah
pihak orang tua pihak pengantin perempuan. Kesempatan inilah pihak
perempuan mengetahui bahwa anak perempuanya betah tinggal di rumah
mertuanya.
 9. Manjae
Setelah beberapa lama pengantin laki-laki dan perempuan menjalani hidup
berumah tangga (kalau laki-laki tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan
dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian. Biasanya
kalau anak paling bungsu mewarisi rumah orang tuanya.
 9. Maningkir Tangga
Upacara ini pihak perempuan pergi mengunjungi pengantin dirumah pihak laki-
laki, dimana mereka makan bersama melakukann pembagian jambar. Pada
hakekatnya maningkir tangga ini dimaksudkan agar pihak perempuan secara
langsung melihat dari keadaan putrinya dan suaminya karena bagaimanapun
mereka telah terikat oleh hubungan kekeluargaan dan sekaligus memberi
nasehat dan bimbingan kepada pengantin dalam membina rumah tangga.

Keempat, Mamoholi disebut manomu-nomu yang maksudnya adalah menyambut


kedatangan (kelahiran) bayi yang dinanti-nantikan itu. Disamping itu juga dikenal
istilah lain untuk tradisi ini sebagai mamboan aek ni unte yang secara khusus
digunakan bagi kunjungan dari keluarga hula-hula/tulang.

Kelima, Kematian dalam tradisi Batak, orang yang meninggal akan mengalami
perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat
kematian tersebut diklasifikasi berdasar usia dan status yang meninggal. Untuk
yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum
mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). Tetapi bila
meninggal ketika masih bayi (mate poso-poso), meninggal saat anak-anak (mate
dakdanak), meninggal saat remaja (mate bulung), dan meninggal saat sudah
dewasa tapi belum menikah (mate ponggol), keseluruhan kematian tersebut
mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas
masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-
poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk mate dakdanak dan mate
bulung, ulos dari tulang (saudara laki-laki Mamak) yang meninggal .
 Upacara adat kematian semakin sarat mendapat perlakuan adat apabila
orang yang meninggal :
1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (mate di paralang-
alangan / mate punu),
2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil
(mate mangkar),
3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang
kawin, namun belum bercucu (mate hatungganeon),
4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (mate
sari matua), dan
5. Telah bercucu tidak harus dari semua anak-anaknya (mate saur matua). Mate
Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara, karena meninggal
saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat
kematian tertinggi diatasnya, yaitu mate saur matua bulung (meninggal ketika
semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya
cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan). Namun
keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan
tidak memiliki tanggungan anak lagi).

Keenam, Mangapuli Kegiatan dalam adat batak adalah memberikan penghiburan


kepada keluarga yang sedang berduka cita. Hanya saja Mangapuli tidak dilakukan
secara asal-asal, semua ada prosedurnya dan prosedur ini erat hubunganya
dengan adat Batak Toba. Kita dan Pihak Keluarga datang membawa makanan,
minuman untuk dimakan bersama-sama di rumah duka. Keluarga yang berduka
sama sekali tidak direpotkan dengan makanan namun cukup menyediakan piring-
piring, dan air putih saja. Dan pihak keluarga yang berduka juga biasanya
menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang sudah datang memberikan
penghiburan (dukungan moril) kepada keluarga yang ditinggalkan yang biasa
disebut Mangampu hasuhuton.

Ketujuh, Mangokkal Holi atau menggali dan memindahkan tulang belulang leluhur
merupakan tanda menghormati para leluhur. Lewat mangokal holi juga, orang
Batak Toba berharap mendapat limpahan berkat, berupa banyak keturunan,
panjang umur, dan kekayaan. Dan Mangokal holi juga akan mengangkat martabat
sebuah marga dengan menghormati orangtua dan para leluhur. Kuburan dan tugu
leluhur yang megah nan indah semakin menandakan kemakmuran ke suksesan
keturunan marga tugu tersebut.

Dalam upacara Mongokal Holi, tulang-tulang para leluhur dari keturunan marga
batak yang mengadakan acara mengali kembali kuburan atau makam para leluhur
mereka yang dulunya dikuburkan secara terpisah. Setelah tulan-berulang para
leluhur sudah dikumpulkan dan dicuci bersih, maka kemudaian tulang-tu;ang
tgersebut akan dimasukkan ke dalam kotak atau peti dan dikuburkan dalam sebuah
tugu peringatan yang telah dibangun. Di tugu peringatan inilah tulang-tulang leluhur
tersebut disatukan, Adapun proses dari menggali tulang hingga dikuburkan kembali
dalam Tugu memakan waktu berhari-hari dan membutuhkan dana yang besar.
Sangat panjang dan rumit sekali adat Batak Toba. Selain rumit, pasti sangat
membutuhkan energi, materi dan effort yang besar. Beginilah adat saya Batak
Toba dari jaman dahulu kala bergulir sampai sekarang. Dengan kelangsungan adat
istiadat Batak Toba mempererat tali persaudaraan dan memperkuat kekeluargaan
serta saling mengenal kerabat dekat maupun jauh.

Karena begitu banyaknya kerabat Batak Toba maka dibuatlah silsilah keturuan dari
jaman nenek moyang sampai generasi saat ini. Dan harus perlu dipelajari tentang
silsilah marga dan adat istiadat. Supaya saat merantau di negeri orang dan ketemu
dengan keturunan Batak Toba sudah tahu silsilah dan keturunannya

d. Permainan Rakyat
1. Marjalengkat
Marjalengkat biasaya dilakukan oleh anak-anak laki-laki menggunakan pohon bambu
terdiri dari 2 batang dengan ukuran panjang ±2 M, dan dibagian bawah biasaya
dipasangkan batok kelapa menjadi pijakaqn kaki untuk bisa berdiri dan berjalan.

2. Margala
Margala dewasa ini sudah mulai jarang dimainkan oleh anak-anak di Desa kita karena
harus dimainkan oleh lebih dari 10 orang. Permainan ini terlebih dulu membuat gambar
kotak berbentuk kamar-kamar yang masing-masing kamar dijaga oleh satu orang supaya
tidak bisa dimasuki oleh lawan bermain.

3. Lompat Tali (Main Tali)


Lompat tali di Desa kita ini biasanya tidak menggunakan tali yang dibeli dari warung
atau pasar, tetapi menggunakan akar yang diambil dari pinggiran Pantai/laut, disini
disebut “ tali ni simargadong-gadong”. Tumbuhan ini banyak kita temukan disepanjang
pinggir pantai.

e. Olahraga Tradisional
1. Main Karet
2. Main Kelereng (Main Guli)
3. Jingkrak/Engklek/Kotak Sembilan
4. Main Perang-perangan
f. Pengetahuan Tradisional
Beberapa contoh pengetahuan tradisonal yang masih terdapat di Desa Barambang antara lain
: teknik pengobatan, ilmu tentang meramal, tafsir mimpi, maniti ari (melihat hari baik),
memanggil arwah, teknik pembuatan racun dan tawar, sampai kepada yang berkaitan
dengan ilmu perbintangan (astrologi).
g. Teknologi Tradisional
1. Bidang Transportasi : Rakit Bambu/ Rumbia.
2. Mengayam tikar dari daun pandan
3. Keranjang ayam dari kulit rumbia
4. Atap rumah dari daun Rumbia.
h. Seni
1. Seruling bambu
Seruling bambu bisa kita dengar hampir setiap harinya di Desa ini, seruling bambu
dimainkan oleh gembala-Gembala kerbau pada umumnya.

2. Gondang Batak
Gondang Batak biasanya digunakan pada acara-acara kematian.

i. Bahasa
1. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia sebenarnya masih jarang kita gunakan di Desa ini, adapaun Bahasa ini
kita gunakan biasanya hanya untuk menyapa pendatang baru atau pada saat perantau
pulang kampung biasaya pada hari Lebaran atau Natal dan Tahun Baru.

2. Bahasa Batak Toba


Bahasa Batak Toba adalah menjadi Bahasa sehari hari di Desa ini.

3. Bahasa Pesisir/Baikko
Bahasa pesisir biasanya digunakan masyarakat Barangbang bisa kita dapati disekitar
pinggiran laut Barangbang, Bahasa ini di Gunakan oleh Orang-Orang yang beragama
Islam pada Khususnya. Di Desa ini disebut dengan “Bahasa Baikko”

j. Ritus
Tata cara upaca keagamaan.
Tata cara keagamaan di Desa kita ini sudah seperti tata cara keagamaan di Kota-kota pada
Umumnya. Di Desa ini sudah tidak bisa kita temukan lagi aliran-aliran kepercayaan seperti
crita-crita orang tua kita terdahulu.

Anda mungkin juga menyukai