Anda di halaman 1dari 14

CERITA LEGENDA BABAD DESA JEMBULWUNUT

Maulinatun Khoiriyyah
203111015/PAI 2A
Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri Surakarta
Tahun Akademik 2020/2021
Maulinatun2002@gmail.com

Abstrak
Sejarah merupakan hal yang menjadi dasar suatu tempat berdirinya kehidupan, dimulai dari
kehidupan di masa lampau dan sejarah adalah interprestasi yang di dalamnya tidak lepas dari sebuah
penelitian, penganalisaan, dari berbagai sumber. Pada kesempatan ini, Penulis berusaha untuk
menggali sejarah Asal Mula Suatu Tempat atau Sejarah terjadinya Desa Jembulwunut. Untuk
mengetahui siapa pendirinya dan bagaimana proses terjadinya sebuah desa Jembulwunut. Tujuan dari
penulisan ini tiada lain untuk mengetahui asal-usul Desa Jembulwunut dan tentunya untuk menjaga
arsib desa supaya tidak akan hilang di telan lapuknya usia dan generasi penerus bisa mengetahui Asal
Mula Terjadinya Desa Jembul Wunut, dan sejarah Desa Jembul wunut ini tidak hilang begitu saja dari
ingatan masyarakat khususnya warga Desa Jembulwunut.
Keywords : sejarah, asal-usul, masa lampau

PENDAHULUAN
Desa jembulwunut Kecamatan Gunungwungkal Kabupaten Pati desa ini jauh dari keramaian
letaknya yang di himpit dua sungai perbatasan di antara pegungungan dan dataran, desa ini terletak di
sebelah selatan Desa Bendokaton Kidul dan di sebelah utara Desa Ngetuk Desa Sumberrejo di sebelah
timurnya Desa Bancak, di desa ini terdapat tiga makam keramat, yang masyarakat desa menyebutnya
GEDONG GOSARI, GEDONG TENGAH, GEDONG NDADAH. Ketiga gedong ini mempunyai
wali atau sosok penyebar agama islam, dari gedong gosari yang bernama Syekh Abdul Rozaq, gedong
tenggah Syekh Kudo Negoro, gedong dadah bernama Syekh Suto Wancono dan masih ada makam
yang di keramatkan oleh warga yaitu Mbah Mantri dan Mbah Kudo Panoleh, nama nama-wali atau
leluhur Desa Jembulwunut sampai sekarang dari para pengiat dan pemerhati sejarah di pati belum
menemukan silsilah yang pas dari berbagai sumber sejarah, dalam babad pati sendiripun tidak
menceritakan.
Sejalan dengan perkembangan zaman di era melenia ini banyak dari sekalangan masyarakat
yang sudah meng imanni, meyakini sejarah desa yang bersumber dari sebuah kesenia cerita ketoprak
terkhusus kesenian ketoprak di Kabupaten Pati. Ketoprak di Kabupaten Pati hanya sebuah kesenian
yang tentunya bukan sebuah sumber sejarah. Karena itulah penulis berniat sekali untuk menulis

1
sejarah Desa Jembulwunut dengan berbagai macam medote. Di antara metode yang di gunakan
penulis antara lain:

I. METODE ADAPTASI
Penulis menggunakan metode Adaptasi karena penulis sendiri putra desa jembul wunut , yang dari
kecil sampai dewasa hidup di desa jembul wunut dan tidak akan pernah lupa siapa siapa sesepuh desa
jembul wunut sebagai Narasumber yang bisa memberikan keterangan atau cerita-cerita yang ada
hubungannya langsung dengan Babat Sejarah Desa Jembulwunut. Dari keterangan atau cerita tersebut
akan menjadi bahan penulisan babat sejarah terjadinya Desa Jembulwunut yang tidak menyimpang
dari yang sebenarnya. Dan di tulis denggan kejujuran tentunya denggan izin sesepuh sesepuh desa
jembul wunut Dari hasil adaptasi penulis dengan nara sumber bahwa di Makam Desa Jembul Gosari
Beliu Ki Abdul Rozaq yang punya sebutan Ki Gede Watang, Ki Gede Gender, Ki Gede Watu Bangko
Trenggulunan, yang menurut keterangan dari narasumber dari Penulis Babad desa ngablak beliu
berasal dari desa ngablak di suruh berpindah ke sebelah selatan desa ngablak oleh Ki Gede Kiringan
Dan Kemudian menetab di dukuh Gosari Desa Jembul Wunut.

II. METODE OBSERVASI


Melihat serta mengamati obyek-obyek yang ada hubungannya dengan babat sejarah Desa Ngablak
seperti Watu Bangko Trenggulunan, Sawah Boyo, Sawah Kali Tengah, Sawah Plintahan, Watu
Damar, Watu Pawon, Duren Gede dan Makam di Nggosari Jembul. Obyek-obyek itu ada ceritanya
sendiri-sendiri (dari masing-masing obyek tersebut). Selain itu dari tutur tinular yang telah penulis
dapat mendengar langsung cerita maupun penuturan dari narasumber yang pernah penulis hubungi
yang sudah meninggal maupun yang masih hidup, hasilnya sama dalam cerita maupun dalam
penuturan tuturan tinular.Bahwa Ki Gede Ngablak yang mempunyai nama sebutan Ki Gede Watang,
Ki Gede Gender, Ki Gede Watu Bangko Trenggulunan yang nama sebenarnya adalah Ki Abdul
Rozaq adalah adik angkat dari Ki Gede Kiringan (Ki Asyiq). Bahwa Ki Gede Ngablak yang punya
sebutan nama lain yaitu : Ki Abdul Rozaq yang dipindahkan oleh Ki Abdul Asyiq Kiringan ke Gosari
Jembul dan meninggal dan dimakamkan di situ (di Gosari Jembul) Kecamatan Gunungwungkal.

III. METODE INTERVIEW (WAWANCARA)


Keterangan-keterangan atau cerita-cerita dari orang-orang tua dari desa jembul wunut dan desa
ngablak sebagai nara sumber yang telah penulis wawancara (interview). Ada satu narasumber yang
tidak putra dari desa jembul wunut beliu adalah penulis babad Ngabalak Semua cerita penuturan
keterangan dari semua para narasumber sama tidak ada yang menyimpang maupun berbeda. Yang
babat hutan dan akhirnya menjadi Desa Ngablak adalah orang yang punya sebutan Ki Gede Watang,
Ki Gede Watu Bangko Trenggulan, Ki Gede Gender, Ki Gede Ngablak, yang meninggal dunia dan
dimakamkan di Desa Gosari Jembulwunut Kecamatan Gunungwungkal. Tidak semua nama dari

2
narasumber penulis masukkan di sini, karena keterangan atau ceritanya sama tidak ada yang
berbeda.Kesimpulannnya bahwa Ki Gede Ngablak, yang punya nama sebutan Ki Gede Gender, Ki
Gede Watang, Ki Gede Watang, Ki Gede Watu Bangko Trenggulunan adalah orang yan dipindahkan
Ki Gede Kiringan ke Desa Jembul sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Dukuh Gosari Desa
Jembulwunut.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Cerita Legenda Babad Desa Jembulwunut
Berdasarkan tutur tinular serta dikuatkan dengan obyek peninggalan yang ada, maka hipotesa
penulis menyatakan bahwa pendiri atau cikal bakal Desa Jembul wunut adalah orang yang punya
sebutan Ki Gede Watu Bangko Trenggulunan, Ki Gede Watang, Ki Gede Gender yang berasal dari
desa ngablak yang dipindahkan atau di suruh berpindah dari Watu Bangko Trenggulunan oleh Ki
Gede Kiringan atau Ki Ageng kiringan, atau syekh Abdullah Al Asyiq. Di Dukuh Gosari Desa
Jembulwunut Gunungwungkal sampai akhir hayatnya dan di makamkan di Dukuh Gosari Desa
Jembulwunut. Desa Jembulwunut Kecamatan Gunungwungkal Kabupaten Pati desa ini jauh dari
keramaian letaknya yang di himpit dua sungai perbatasan di antara pegungungan dan dataran, desa ini
terletak di sebelah selatan Desa Bendokaton Kidul dan di sebelah utara Desa Ngetuk Desa Sumberrejo
di sebelah timurnya Desa Bancak, di desa ini terdapat tiga makam keramat, yang masyarakat desa
menyebutnya GEDONG GOSARI, GEDONG TENGAH, GEDONG NDADAH, ketiga gedong ini
mempunyai wali atau sosok penyebar agama islam dari gedong gosari yang bernama Syekh Abdul
Rozaq, gedong tenggah Syekh Kudo Negoro, gedong dadah bernama Syekh Suto Wancono dan masih
ada makam yang di keramatkan oleh warga yaitu Mbah Mantri dan Mbah Kudo Panoleh, nama nama-
wali atau leluhur Desa Jembulwunut sampai sekarang dari para pengiat dan pemerhati sejarah di pati
belum menemukan silsilah yang pas dari berbagai sumber sejarah, dalam babad pati sendiripun tidak
menceritakan, bahkan babad pati sendiri di ragukan kevalidtannya oleh para peminat pemerhati
sejarah bedah sejarah pati. Saya sebagai putra Desa Jembulwunut sangat antusias dalam mensikapi hal
ini, karna menyangkut desa tanah kelahiran saya dan para leluhur leluhur desa, Babad Desa
Jembulwunut Kecamatan Gunungwungkal tidak akan lepas dari Babad Desa Ngablak Kecamatan
Cluwak, bedasarkan cerita tutur tinular babad Desa Ngablak, sejarah awal Desa Jembulwunut
Kecamatan Gunungwungkal bermula, tertulis dalam cerita sejarah babad ngablaki Gede Ngablak, Ki
Gede Watu Bangko Trenggulunan, Ki Gede Gender, Ki Gede Watang Nama nama di atas hanya
sebuah nama gelar bukan nama asli dan nama aslinya sendiri belum di ketahui, masyarakat Desa
Jembulwunut mengenal dengan nama Syekh Abdul Rozak Muhammad Abdullah, menurut tutur cerita
dari sang juru kunci nama ini bermula dari sewaktu makam di dukuh gosari ini dibuka oleh salah satu
ulama dari Desa Pondowan tiada yang lain beliu adalah Mbah Yai Muhammaddun Desa Pondowan
Bapaknya Abah Yai Aniq pendiri Pondok Pesantren Mambaul Ulum Desa Pakis. Menurut dari cerita

3
tutur juru kunci makam gedong Gosari atau yang masyarakat Jembulwunut mengenalnya Mbah
Sumadi makam tersebut dahulu bernama MBAH SORGI sebelum makan tersebut di buka oleh Mbah
Muhammadun, setelah makam tersebut di buka oleh Mbah Muhammaddun Pondowan baru nama
Syekh Abdul Rozak Muhammad Abdullah ini muncul.
Dan dari berbagai sumber yang beberapa kali di temukannya sebuah sumber di sekitaran
lereng gunung Muria, analisa bedasarkan sebuah sumber desa desa di sekitaran gunung Muria ini
sudah ada sejak semasa kerajaan Mataram i poh pitu pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah
balitung. Pada tahun 800 san Masehi. Ada sebuah penumpukan zaman sehingga di sinyalir desa desa
yang sudah ada di masa Mataram i poh pitu berangsur angsur hilang dan yang tersisa hanya sebuah
Yoni dan batu lumpang, dan berganti dengan desa desa yang baru setelah runtuhnya kerajaan
Mataram i poh pitu di sekitaran lereng gunung Muria.
Hal ini terjadi semasa peralihan kekuasaan Demak ke pajang, pajang ke Mataram Islam. Dan
sebelum pegunungan Muria dengan pengunungan kendeng menyatu, banyak sekali sebuah karya
sastra yang di tulis oleh pujanga pujanga Jawa di antaranya sastra sastra itu berupa Babad tanah Jawi,
Babad Pati, Postaka darah agung, serat syekh jangkung, serat cebolek, babad saradrah dan masih
banyak lagi karya sastra pujangga pujangga Jawa baru lainnya, mengali sejarah desa jembul wunut
pastinya juga tidak akan lepas mengali sejarah desa desa di sekitarannya sejarah desa jembul tidak
akan lupa dengan cerita sejarah Babad sejarah Desa Ngablak Kecamatan Cluwak.

Pembahasan
Mbah Abdul Rozak, demikian masyarakat di Desa Jembulwunut dan Desa Ngablak sering
menyebutnya, Abdul Rozak Muhammad Abdullah menurut Mbah Sumadi yang merupakan juru kunci
dari Makam Mbah Abdul Razaq yang ada di Dukuh Gosari ini menuturkan bahwasanya Abdul Rozaq
Muhammad Abdullah masyarakat Desa Jembulwunut dan Desa Ngablak menyebutnya, beliau berasal
dari Bejagung Tuban Jawa Timur, yang konon masih mempunyai garis keturunan dengan Raden
Khasan atau Raden Patah Sutan Demak bintoro I entah dari garis ibu siapa belum ada atau di
temukannya catatan yang menerangkan dari silsilah beliau. Mbah Abdul Rozaq beliau dari daerah
asalnya Mejagung Jawa Timur hendak menuju Demak Bintoro, sesampai di wilayah Kemaguhan
sekarang Kropak beliau singgah dan menetap di Kropak hampir sepertiga dari hidupnya. Kemudian
beliu melanjutkan perjalanannya sampai di sekitan bumi Pati Utara. Dikisahkan beliau berkeinginan
untuk berguru kepada Syech Jangkung, tapi oleh Syech Jangkung disarankan untuk berguru kepada
ayah handanya yaitu Syech Abdullah Asyiq atau Ki Ageng Kiringan. Setelah melalui perjuangan yang
berat akhirnya Abdul Rozak menemukan padepokan Ki Ageng Kiringan atau Syech Abdullah Asyiq
di Dusun Kiringan Punden Rejo. Namun Rozak tidak langsung di terima sebagai murid, untuk
sementara diterima sebagai abdi membantu pekerjaan sehari-hari. Meskipun sebagai abdi, Rozak
menerima pekerjaan tersebut dengan ikhlas, sehingga akhirnya Rozak diterima sebagai murid Ki
Ageng Kiringan. Suatu ketika Ki Ageng Kiringan memerintahkan Rozak untuk membuat sumur,

4
walaupun saat itu musim kemarau, pada tengah malam beliau berdo’a bermunajat dan mendekatkan
diri dengan tuhan agar apa yang dikerjakan mendapat ridho Allah SWT. Pada malam itu juga beliau
keluar rumah serta memanjatkan do’a sekaligus menghentakkan kaki tiga kali. Bersamaan itu juga
sudah menjadi lubang sumur, akan tetapi belum keluar sumber airnya., sampai pagi harinya Ki Ageng
Kiringan menemukan Rozak duduk bersila disamping sumur buatannya, sambil tetap berdo’a kepada
Allah SWT.
Tiba tiba beliau mengambil keranjang yang ada dirumah gurunya, untuk mengambil air
dengan keranjang tersebut ke sungai. Keranjang tersebut seperti timba saja, air yg diambil Rozak dari
sungai dimasukkan ke sumur, yang akhirnya muncul sumber air di sumur tersebut. Ada kemungkinan
sumur yang dibuat oleh Mbah Rozak adalah sumur yang saat ini ada di dalam kompleks masjid
Kiringan, yang airnya tidak pernah kering meskipun musim kemarau panjang. Berkat ketekunannya,
Ki Ageng Kiringan menjadikan Abdul Rozak sebagai murid kesayangan dan mengawinkan dengan
seorang wanita bernama Ni Tambi, dan Abdul Rozak diberi tanah disebelah barat Kiringan atau yang
sekarang disebut dukuh Kesambi. Namun kebiasaan Abdul Rozak di Kropak tak bisa begitu saja beliu
tinggalkan. Seni tayub masih menjadi kegemarannya, maka suatu ketika beliau datang ke Desa Giling
memenuhi undangan Ki Gede Giling untuk bergabung disana. Arak pun sempat diminumnya sehingga
beliau mabuk sampai esuk harinya masih ada di Desa Giling. Karena beliau tidak bisa berjalan , maka
beliau membuat sayembara pada siapa saja yang mampu menggendongnya maka akan diberi hadiah
berupa tanah pelintahan yang ada di Ngablak. Dengan hadiah tersebut sudah banyak orang yang
berusaha menggendong beliau, namun tidak ada satu orangpun yang mampu, sehingga datanglah
seorang yang dianggap danyang Giling yang bernama Ki Darmo Wongso. Ki Danyang ini yang
sanggup menggendong Abdul Rozak sampai Ngablak dan berhak atas tanah pelintahan tersebut.
Pada suatu ketika Abdul Rozak menderita sakit, sampai tidak terasa sebelah kakinya terluka dan
mengeluarkan nanah karena terlalu lama berbaring ditempat tidur tidak bisa jalan. Setelah beliau
dapat berjalan berganti penyakit yang dideritanya, yang semua keluar nanah kemudian menjadi borok
yang semakin parah, sampai sampai beliau mengeluarkan ultimatum atau sabda “ Bagi siapa saja yang
masih keturunan Ngablak, akan terlaknat bila minum arak”. Pernah diceritakan setelah Rozak
mengeluarkan ultimatum tersebut ada seseorang yang kebetulan melewati Ngablak hendak menjual
arak, sesampai di wilayah Abdul Rozak, maka botol botol arak tersebut meledak semua. Pada suatu
saat Rozak akan membersihkan borok pada kakinya di sungai, namun aliran sungai tersebut mengalir
di hilir yang biasa dipakai untuk berwudlu Ki Ageng Kiringan. Karena menimbulkan bau yg kurang
sedap pada air yang mengalir, maka Ki Ageng Kiringan menyarankan agar Abdul Rozak
membersihkan boroknya di dekat pohon Bendo yang katon (kelihatan), dan kelak dinamakan desa
Bendokaton. Sungainya masih satu arah melewati Bangkol, Kiringan serta Tayu. Sehingga sangat
menggangu aktivitas Ki Ageng Kiringan beserta murid-muridnya. Maka diutuslah salah satu murid
untuk menemui Abdul Rozak agar Rozak mencuci boroknya di selatan desa Ngablak, yakni di daerah

5
sungai kecil yang sekarang menjadi sungai kembang atau masyarakat sekitar menyebutnya kalen
kembang yang waktu itu masih termasuk wilayah Ngablak.
Akhirnya dengan susah payah Abdul Rozak menuju tempat tersebut dengan bantuan
isterinya. Dan beliau berhenti di sebuah sungai kecil atau Kalen orang Jawa menyebutnya untuk
membersihkan boroknya yang sudah mulai berdarah. Namun anehnya bau air yang dipakai untuk
membersihakan borok tersebut baunya menjadi harum mewangi , maka oleh Abdul Rozak tempat
tersebut dinamakan Kalen Kembang. Sumber air kalen tersebut berada di bawahnya makam mbah
abdul Rozak dan hingga kini kalen itu masih ada dan airnya digunakan untuk mengairi sawah-sawah
warga Desa Jembulwunut setempat. Namun Sakit yang diderita Abdul Rozak rupanya dibawa sampai
beliau wafat, pada hari Ahad Wage bulan Dzul Qoidah beliau kembali pulang keharibaan Allah SWT
untuk selamanya. Oleh karenanya bagi penduduk Jembulwunut bila terserang borok pada kakinya
besar kemungkinan ajalnya dekat. Hal ini kemungkinan bila si penderita mengindap diabetes, atau
sering disebut borok riti (Marine yen Mati) atau sembuhnya kalau sudah meninggal. Tidak berselang
lama Ni Tambi menyusul sang suami pulang ke Rahmatullah, keduanya dimakamkan di Dukuh
Gosari secara berdampingan. Sampai sekarang banyak para peziarah dari luar daerah yang datang
untuk bertawasul dimakam Mbah Abdul Rozak Biasanya para peziarah banyak yang datang pada
bulan Dzul Qoidah hari Ahad Wage karena pada hari tersebut diadakan Hajatan Besar atau
“SEDEKAH BUMI”.
Selain itu nama Abdul Rozak juga di gunakan sebagai nama Masjid di desa Jembulwunut
yang bertujuan untuk mengenang sosok seseorang yang pertama kali membabad kawasan hutan yang
dulunya banyak pohon serutnya. Dan di setiap acara sedakah bumi banyak sekali orang yang ingin
mendapatkan berkah dan tentunya tidak hanya warga Jembulwunut saja melainkan dari berbagi luar
desa mereka biasanya menginab satu malam dalam area kompleks pemakaman pagi harinya di adakah
tahlillan masal secara bersamaan bersama warga Desa Jembulwunut.
Warga Desa Jembulwunut yang pertama kali menjadi juru kunci makam Gosari adalah
bernama Mbah RAU. Pada sekitar tahun 1901 penduduk Desa Jembulwunut mengadakan kerja bakti
untuk mengganti cungkup makam yang sudah rusak. Ada salah satu diantara penduduk yang hendak
membakar sampah bekas atap atap daun rumbia. Tidak disangka sangka api menjalar sampai ke
cungkup yang mengakibatkan kebakaran tidak bisa dihindari. Semua terlalap api dan hanya pintunya
saja yang tidak terbakar, disaksikan oleh warga, pintu yang sedianya akan roboh karena tidak punya
penyangga lagi tiba-tiba terbang terbawa angin, menuju kearah timur dan jatuh kurang lebih 2 km di
sebelah timur makam. Maka tempat yang kejatuhan pintu makam yang terbakar tersebut dinamakan
dukuh Nglawang.
Pada tahun 1990 makam Gosari mengalami pemugaran lagi dengan swadaya masyarakat dan
uang dari kas amal. Setelah pembangunannya berjalan ternyata tanpa terpikir dana yang dikeluarkan
habis, sehingga pembangunan makam terpaksa dihentikan dan untuk nisan terpaksa ditiadakan. Akan
tetapi pagi harinya, ketika para tukang batu hendak mengemasi peralatannya untuk pulang, tiba tiba

6
sudah ada dua buah nisan terbungkus kain kafan dalam keadaan masih baru, sehingga masyarakat
yang ikut kerja disitu banyak yang mempertanyakan, dari mana asal benda tersebut dan siapa yang
menaruhnya dalam waktu yang relative singkat sudah ada disitu? Atau kah ada salah satu warga Desa
Jembulwunut yang mendonasikan batu nisan untuk makam beliu dan sengaja di pasang tengah malam
supaya tidak ada warga yang mengetahu? Entahla? Jangan lah di kaitkan dengan sesuatu yang mistik
atau spiritual.
Berdasarkan tutur tinular serta dikuatkan dengan obyek peninggalan yang ada, maka hipotesa
penulis menyatakan bahwa pendiri cikal bakal Desa Ngablak Kecamatan Cluwak dan Desa
Jembulwunut Kecamatan Gunungwungkal adalah orang yang punya sebutan Ki Gede Watu Bangko
Ki Trenggulunan, Ki Gede Watang, Ki Gede Gender yang di suruh berpindah dari Watu Bangko
Trenggulunan oleh Ki Gede Kiringan di Dukuh Gosari Desa Jembulwunut kecamatan
Gunungwungkal sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di pemakaman dukuh gosari yang sekarang
makam itu sudah dibangun yang di pintu makamnya bertuliskan “MAKAM WALI ABDUL
ROZAQ”. Jadi pendiri Desa Ngablak adalah orang yang makamnya ada di Gosari, Jembulwunut
Kecamatan Gunungwungkal.
Sejarah mengenai asal usul dari Syekh Kudo Negoro, Syekh Sutowancono, Syekh Kudo
Panoleh dan Syekh Mantri. Mengenai asal usul, Mbah Sumadi hanya berpendapat bahwa Syekh
Kudo Negoero tidak lain adalah seorang pahlawan Pati atau Telik Sandi semasa kesultanan Mataram
Islam sedangkan Mbah Sutowancono beliu adalah seorang panglima perang semasa Pati beradipati
Wasis Wijayakusuma, yang pada waktu itu Kadipaten Pati di masa kepemimpinan Wasis Wijoyo
Kusuma mengempur kesultanan Mataram Islam, hal ini terjadi di saat Pati berperang melawan
Mataram Islam semasa Mataram Islam beraja Sultan Agung Hanyongkrowati. Di sini lah sosok dari
Mbah Kudo Negoro, Mbah Suto Wancono dan Mbah Kudo Panoleh. Tiada yang lain hanya beliu
beliu lah yang kemungkinan besar orang orang yang di suruh oleh Kesultanan Mataram untuk
meredam amarah Pribumi Pati Utara semasa pertempuran Kadipaten Pati dengan Kesultanan Mataram
Islam yang terjadi pada kisaran tahun 1500-1600 an M.
Sedangkan mbah mantri adalah sosok juru mantri. Menurut Mbah Sueb, Mbah Kudo Panoleh
adalah teman atau kerabat dekatnya Mbah Kudo Negoro, Mbah Kudo Negoro dan Mbah Kudo
Panoleh inilah yang mensinyalirnya seorang Telik Sandi yang di kirim mataram islam untuk
meredam amarah Pribumi Pati Utara di saat Pribumi Pati berperang melawam Kesultanan Mataram di
bawah kekuasaan Sultan Agung Hangyomgkrowati semasa Kadipaten Pati beradipati Wasis
Wijoyokusumo, maka dari itu sangat kesulitan sekali menggali sejarah dari latar belakang beliu
sayogyanya seorang Telik Sandi pasti merahasiakan namanya sendiri dan pastinya namanya di
samarkan atau di rahasiakan, dan tentunya Mbah Kudo Negoro, Mbah Panoleh, Mbah Mantri dan
Mbah Suto Wancono ini bukanlah nama asli. Cukup bagi kita warga Desa Jembulwunut untuk
menjaga melestarikan menguri uri budaya dan sejarahnya dan menjadi sebuah arsib desa yang
nantinya bisa di baca di fahami untuk kelak anak cucu kita terkhusus warga Desa jembulwunut.

7
Makam Syekh Kudo Negoro gedong tengah sudah beberapa kali di pugar oleh masyarakat
Desa Jembulwunut setempat juru kunci makam gedong tengah (komplek pemakaman Mbah Kudo
negoro) pada tahun 1988 beliu bernama Mbah Parto rasiman. Kemudian di pegang oleh Mbah sawi
kromo, Mbah Rasmi (Mbah Ireng) Mbah jasmin sampai sekarang dan di bantu oleh Bapak Sarwan.
Mbah kudopanoleh.
Makam beliu berada di dalam (kompleks ndalam) makam Mbah Kudo Negoro berada di
sebelah dalam cungkup sebelah barat laut tepat di bawah pondasi dari bangunan cukup makam Mbah
Kudo Negoro batu nisannya di simpan di dalam cungkup (ndalem) karna pada saat awal dari
pembangunan cukup makam Mbah kudonegoro, batu nisan makam Mbah kudopanoleh di cabut karna
dalam pengalian pondasi bangunan cungkup melintasi makam Mbah Kudo Panoleh sampai sekarang
batu nisan dari Mbah Kudo Panoleh masih tersimpan rapi di dalam kompleks ndalem cungkup Mbah
Kudo Negoro.
Mbah Mantri atau Mbah Juru Mantri.
Makam beliu berada di komplek luar dari pemakaman Mbah Kudo Negoro tepat di sebelah
setalan dari makamnya Mbah Kudo Negoro dan Mbah Kudo Panoleh.Pada tahun 1999 makam Mbah
Mantri ini belum di kasih cungkup dan hanya berupa makam tua dan berbatu nisan batu cadas biasa,
tahun berganti tahun lama kelamaan makam tersebut di beri sebuah cungkup dari warga sekitar
sampai sekarang.
Mbah sutowancono (makam gedong Ndadah).
Makam keramat yang berada di sebelah pekarangan rumah warga Desa Jembulwunut RT 2
RW 1 tepat di belakang rumahnya Mbah Kemad Langgeng. Pada sekitaran tahun 1997 makam ini
hanya bertutup kain kafan biasa dan tidak ada bagunan cungkupnya dan batu nisannya sudah lapuk di
kikis oleh lapuknya zaman baru di sekitaran tahun 2000an makam Mbah Sutowancono ini di pugar,
juru kunci makam Mbah Sutowancono Gedong Ndadah pertama kali di pegang oleh Mbah Patmo
Semen, dan di teruskan oleh Mbah Sueb di bantu oleh Mbah Kemad Langgeng sampai sekarang.
Demikian mengenai sejarah babad desa jembul wunut yang dapat di rangkum dan di tulis ulang
kembali semoga menjadi sebuah arsip desa dan tidak harus hilang entah kemana, dan kelak anak cucu
kita generasi yang akan datang bisa membacanya bisa mengenal dan mencintai desanya dengan cara
mengetahui dan mengali sejarah sejarahnya dan bisa di interprestasikan, seiring perkembangan zaman
desa jembul wunut mengalami kemajuan dari sector pertanian, perdagangan, usaha rumahhan, dan
menjadi desa yang produktif. Penduduk desa kebayakan berprofesi sebagai petani, perantau,
pedangan, dan karyawan swasta.
Pada sekitaran tahun 1840an tentunya sebelum kemerdekaan pengede atau pemimpin petinggi
desa pertama kali desa jembul wunut adalah bernama Mbah Wiro Dipo makam beliu berada di
kompleks pemakaman umum Desa Jembulwunut dan kemudian pemimpinan Desa Jembulwunut di
terus kan sampai sekarang. Daftar nama nama petinggi desa yang dapat penulis rangkum di antaranya
adalah sebagai berikut:.

8
1. Mbah Wiro Dipo memerintah padai tahun 1840-1887.M
2. Mbah Jebres memerintah pada tahun 1891-1892, M
3. Mbah Tumpak memerintah pada tahun 1892-1896.M
4. Mbah Trunojoya memerintah pada tahun 1896-1902.M
5. Mbah Astro Karijah memerintah pada tahun 1902-1906. M
6. Mbah Kromo Rasiah dari dukuh Gosari memerintah pada tahun 1906-1910 M
7. Mbah Reso Sarman dari dukuh Gosari memerintah pada tahun 1910-1916 M
8. Mbah Sinung dari dukuh Gosari memerintah pada tahun 1916-1918 M
9. Mbah Reno Joyo Karman memerintah pada tahun 1918-1945 M
10. Mbah Kiyai H Abdullah Khanan memerintah pada tahun 1945-1975 M
11. Mbah Kiyai H Abdullah Hafid memerintah pada tahun 1975-1988 M
12. Bapak Suroso memerintah pada tahun 1988-2008 M
13. Bapak Hadi Prabowo memerintah pada tahun 2008-2013 M
14. Ibu Sri Dwi (istri bapak suroso) memerintah awal tahun 2013-sampai sekarang

KESIMPULAN
Pendiri atau cikal bakal Desa Jembul wunut adalah orang yang punya sebutan Ki Gede Watu
Bangko Trenggulunan, Ki Gede Watang, Ki Gede Gender yang berasal dari desa ngablak yang
dipindahkan atau di suruh berpindah dari Watu Bangko Trenggulunan oleh Ki Gede Kiringan atau Ki
Ageng kiringan, atau syekh Abdullah Al Asyiq. Di Dukuh Gosari Desa Jembulwunut
Gunungwungkal sampai akhir hayatnya dan di makamkan di Dukuh Gosari Desa Jembulwunut.
Dikuatkan dengan objek peninggalan yang ada yaitu terdapatnya tiga makam keramat, yang
masyarakat desa menyebutnya GEDONG GOSARI, GEDONG TENGAH, GEDONG NDADAH,
ketiga gedong ini mempunyai wali atau sosok penyebar agama islam dari Gedong Gosari yang
bernama Syekh Abdul Rozaq, gedong tenggah Syekh Kudo Negoro, gedong dadah bernama Syekh
Suto Wancono dan masih ada makam yang di keramatkan oleh warga yaitu Mbah Mantri dan Mbah
Kudo Panoleh. Ketiganya mempunyai sejarah masing – masing dalam menyebarkan agama Islam.

UCAPAN TERIMA KASIH


Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan karunia
kepada saya, sehingga saya mampu menyusun sebuah Karya Ilmiah berjudul “Penulisan Singkat
Sejarah Desa Jembulwunut” sebagai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Ika Martanti Mulyawati, M. Pd selaku dosen Bahasa
Indonesia yang telah menjelaskan cara penyusunan karya ilmiah dan memberikan ilmunya kepada
kita semua, sehingga kita mampu menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditentukan.

9
Penulis sampaikan terimakasih juga kepada narasumber yang telah memberikan informasi
tentang sejrah Desa Jembulwunut untuk penyusuna artikel ilmiah ini semoga bermanfaat bagi kita
semua.

DAFTAR PUSTAKA

http://jembulwunut-gunungwungkal.desa.id/profil/sejarah/
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view/310
https://sejarahjawaid.wordpress.com/2020/10/23/cerita-babad-sejarah-desa-jembul-wunut/
https://www.banjarsari-labuhanhaji.desa.id/artikel/2020/11/10/sejarah-terbentuknya-desa-di-
indonesia#:~:text=Awal%20sejarah%20terbentuknya%20desa%20diawali,yang%20sama%20dari
%20bahaya%20luar.&text=Kepala%20desa%20dibantu%20oleh%20Pamong,daerah%20dengan
%20daerah%20yang%20lain.
https://www.wikiwand.com/id/Jembulwunut,_Gunungwungkal,_Pati

BUKTI-BUKTI

10
. TRANSKRIP WAWANCARA
Informan
Tanggal Wawancara :12 April 2021
Tempat/Waktu : Kediaman Mbah Sumadi

Identitas Informan
Nama : Mbah Sumadi
Umur : 70 Tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Pendidikan Formal : SD
Pendidikan Non formal :-
Pekerjaan : Menjual belikan kambing 9 (blantek) sekaligus tokoh agama di
Dukuh Gosari
Hasil Wawancara
1. Sejak kapan mbah menjadi juru kunci di makam Syekh Abdul Razaq?
Jawab
Sudah lama nak, sekitar tahun 90 an kira – kira setelah Mbah Rau wafat yang merupakan juru
kunci makam yang sebelumnya.
2. Lalu bagaimana asal mula Desa Jembulwunut ini ada?
Jawab
Proses terjadinya Desa Jembulwunut ini berawal dari kedatangan waliullah yang bernama
Syekh Abdul Razaq dari Desa Ngablak ke Desa Jembulwunut lebih tepatnya di Dukuh Gosari
ini.
3. Dan bagaimana proses kedatangan beliau ke Desa Jembulwunut ini mbah?
Jawab
Mbah Abdul Rozak Muhammad Abdullah berasal dari Bejagung Tuban Jawa Timur, yang
konon masih mempunyai garis keturunan dengan Raden Khasan atau Raden Patah Sutan
Demak bintoro I entah dari garis ibu siapa belum ada atau di temukannya catatan yang
menerangkan dari silsilah beliau. Mbah Abdul Rozaq beliau dari daerah asalnya Mejagung
Jawa Timur hendak menuju Demak Bintoro, sesampai di wilayah Kemaguhan sekarang
Kropak beliau singgah dan menetap di Kropak hampir sepertiga dari hidupnya. Kemudian
beliu melanjutkan perjalanannya sampai di sekitan bumi Pati Utara. Dikisahkan beliau
berkeinginan untuk berguru kepada Syech Jangkung, tapi oleh Syech Jangkung disarankan
untuk berguru kepada ayah handanya yaitu Syech Abdullah Asyiq atau Ki Ageng Kiringan.

11
Namun Rozak tidak langsung di terima sebagai murid, untuk sementara diterima sebagai abdi
membantu pekerjaan sehari-hari. Meskipun sebagai abdi, Rozak menerima pekerjaan tersebut
dengan ikhlas, sehingga akhirnya Rozak diterima sebagai murid Ki Ageng Kiringan. Suatu
ketika Ki Ageng Kiringan memerintahkan Rozak untuk membuat sumur, ada kemungkinan
sumur yang dibuat oleh Mbah Rozak adalah sumur yang saat ini ada di dalam kompleks
masjid Kiringan, yang airnya tidak pernah kering meskipun musim kemarau panjang. Berkat
ketekunannya, Ki Ageng Kiringan menjadikan Abdul Rozak sebagai murid kesayangan dan
mengawinkan dengan seorang wanita bernama Ni Tambi, dan Abdul Rozak diberi tanah
disebelah barat Kiringan atau yang sekarang disebut dukuh Kesambi. Namun kebiasaan
Abdul Rozak di Kropak tak bisa begitu saja beliu tinggalkan. Seni tayub masih menjadi
kegemarannya, maka suatu ketika beliau datang ke Desa Giling memenuhi undangan Ki Gede
Giling untuk bergabung disana. Arak pun sempat diminumnya sehingga beliau mabuk sampai
esuk harinya masih ada di Desa Giling.
Pada suatu ketika Abdul Rozak menderita sakit, sampai tidak terasa sebelah kakinya terluka
dan mengeluarkan nanah karena terlalu lama berbaring ditempat tidur tidak bisa jalan. Setelah
beliau dapat berjalan berganti penyakit yang dideritanya, yang semua keluar nanah kemudian
menjadi borok yang semakin parah. Pada suatu saat Rozak akan membersihkan borok pada
kakinya di sungai, namun aliran sungai tersebut mengalir di hilir yang biasa dipakai untuk
berwudlu Ki Ageng Kiringan. Karena menimbulkan bau yg kurang sedap pada air yang
mengalir, maka Ki Ageng Kiringan menyarankan agar Abdul Rozak membersihkan boroknya
di dekat pohon Bendo yang katon (kelihatan), dan kelak dinamakan desa Bendokaton.
Sungainya masih satu arah melewati Bangkol, Kiringan serta Tayu. Sehingga sangat
menggangu aktivitas Ki Ageng Kiringan beserta murid-muridnya. Maka diutuslah salah satu
murid untuk menemui Abdul Rozak agar Rozak mencuci boroknya di selatan desa Ngablak,
yakni di daerah sungai kecil yang sekarang menjadi sungai kembang atau masyarakat sekitar
menyebutnya kalen kembang yang waktu itu masih termasuk wilayah Ngablak.
Akhirnya dengan susah payah Abdul Rozak menuju tempat tersebut dengan bantuan
isterinya. Dan beliau berhenti di sebuah sungai kecil atau Kalen orang Jawa menyebutnya
untuk membersihkan boroknya yang sudah mulai berdarah. Namun anehnya bau air yang
dipakai untuk membersihakan borok tersebut baunya menjadi harum mewangi , maka oleh
Abdul Rozak tempat tersebut dinamakan Kalen Kembang. Sumber air kalen tersebut berada di
bawahnya makam mbah abdul Rozak dan hingga kini kalen itu masih ada dan airnya
digunakan untuk mengairi sawah-sawah warga Desa Jembulwunut setempat. Namun Sakit
yang diderita Abdul Rozak rupanya dibawa sampai beliau wafat, pada hari Ahad Wage bulan
Dzul Qoidah beliau kembali pulang keharibaan Allah SWT untuk selamanya. Oleh karenanya
bagi penduduk Jembulwunut bila terserang borok pada kakinya besar kemungkinan ajalnya
dekat. Hal ini kemungkinan bila si penderita mengindap diabetes, atau sering disebut borok

12
riti (Marine yen Mati) atau sembuhnya kalau sudah meninggal. Tidak berselang lama Ni
Tambi menyusul sang suami pulang ke Rahmatullah, keduanya dimakamkan di Dukuh Gosari
secara berdampingan. Sampai sekarang banyak para peziarah dari luar daerah yang datang
untuk bertawasul dimakam Mbah Abdul Rozak Biasanya para peziarah banyak yang datang
pada bulan Dzul Qoidah hari Ahad Wage karena pada hari tersebut diadakan Hajatan Besar
atau “SEDEKAH BUMI”.
4. Selain bukti dari Mbah Abdul Rozaq, apakah ada bukti lain dari terbentuknya Desa ini mbah?
Jawab
Tentu ada, selain makam dari Syekh Abdul Rozaq ada makam lainnya yang dikeramatkan dan
sebagai waliullah yang di perintahkan untuk menyebarkan agama Islam di Desa Jembulwunut
ini.
5. Kalau boleh tahu siapa saja mereka mbah?
Jawab
Selain Syekh Abdul Rozaq yang ada di Gedong Gosari, terdapat makam Syekh Kudo Negoro
di Gedong Tengah, dan gedong dadah bernama Syekh Suto Wancono yang dikeramatkan oleh
masyarakat Desa Jembulwunut dan masih ada makam yang di keramatkan oleh warga yaitu
Mbah Mantri dan Mbah Kudo Panoleh yang makamnya juga terletak di Gedong Tengah.

LAMPIRAN

13
Mbah Sumadi

Makam Gedong Gosari Makam Gedong Tengah

14

Anda mungkin juga menyukai