Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ISLAM DAN BUDAYA JAWA

SEJARAH BOYOLALI
MAKALAH DIBUAT GUNA MEMENUHI TUGAS UTS

Oleh : Muhamad Iqbal Zakiyanto


NIM : 232131031

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS RADEN MAS SAID SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kabupaten Boyolali terdiri atas 22 kecamatan, yang dibagi lagi atas
261 desa dan 6 kelurahan. Pusat pemerintahan nya berada pada Kecamatan
Mojosongo. Selain kecamatan Boyolali, kecamatan lainnya yang cukup
strategis adalah Sambi, Ampel, Banyudono, Sawit, Mojosongo, Simo,
Karanggede, Andong, Musuk, Cepogo, dan Selo. Sekaligus Kawasan
Ngemplak yang berbatasan langsung dengan Kota Surakarta, kini telah
dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan wilayah Soloraya bagian barat.
Kabupaten Boyolali terletak kurang lebih sekitar 25km di sebelah
barat Kota Surakarta. Kabupaten Boyolali berbatasan dengan Kabupaten
Semarang dan Kabupaten Grobogan di bagian utara. Kabupaten Sragen,
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, dan Kota Surakarta di
bagian timur. Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa
Yogyakarta) di bagian Selatan, serta Kabupaten Semarang dan Kabupaten
Magelang di bagian barat.
Segala yang saya cantumkan disini adalah sesuai dengan metodologi
penelitian lisan, yakni adalah pendekatan yang digunakan untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data yang bersifat
lisan, seperti wawancara, cerita rakyat, dan tradisi melalui lisan dan lainnya.
Berikut saya membuat makalah ini dengan hasil wawancara saya dengan
narasumber Ibu Nurmila sebagai pegawai penjaga gerbang Umbul
Pengging.
Demikian makalah ini saya buat untuk membahas sejarah Kabupaten
Boyolali, dan terutama khusus untuk membahas Umbul Pengging yang
merupakan peninggalan dari Keraton Pengging dulunya, yang sekaligus
sebagai lokasi yang saya gunakan untuk miniriset.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Sejarah Kabupaten Boyolali.
2. Sejarah dan latar belakang Umbul Pengging.
3. Nilai kebudayaan yang berada di Umbul Pengging.

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui Sejarah Kabupaten Boyolali.
2. Untuk mengetahui Sejarah dan latar belakang Umbul Pengging.
3. Untuk mengetahui nilai kebudayaan yang berada di Umbul
Pengging.

BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH KABUPATEN BOYOLALI
Sejarah Kabupaten Boyolali menurut sumber yang otentik
tidak dapat ditemukan secara jelas asal muasal nama “Boyolali”
ditemukan pada awalnya. Sumber satu satunya yang ditemukan
adalah yang berasal dari cerita rakyat Kyai Ageng Pandanaran. Maka
sejauh ini Masyarakat lokal setempat menggunakan cerita yang
berasal dari Kyai Ageng Pandanaran sebagai sumber asal muasal
nama “Boyolali” tersebut.
Dikutip dari sumber e-book berjudul “The History Of
Boyolali METAL” didalam eksistensinya, Boyolali mengalami
beberapa fase perkembangan, yakni :
1. Sebagai tempat Benteng Renovatum.
Sumber bagi masa ini hanya terdapat di dalam Peta yang
dibuat dalam tahun 1830. Dalam tahun tersebut benteng itu sudah
ada. Begitu pula kota Boyolali juga sudah terlihat dalam peta itu.
Dari pernyataan ini, dapat disimpulkan paling tidak pada tahun 1830
kota Boyolali sudah ada, dan bahkan mungkin sebelum tahun itu
kota tersebut sudah ada hanya saja, wujudnya bagaimana dan apa
statusnya,belum jelas.
2. Masa Pos Tundan (12 Oktober 1840).
Pada tahun 1840, Boyolali jelas dijadikan Pos Tundan
dengan pembesar seorang Tumenggung (suatu gelar jabatan yang
setingkat dengan jabatan Bupati). Tugas dan kewajibannya adalah
menjaga keselamatan dan kelancaran lalu lintas barang dan surat,
serta jalan dan jembatan sepanjang jalan besar Boyolali-Ampel.
3. Masa Kabupaten Gunung atau Pulisi (5 Juni 1847).
Pada masa ini, berdasarkan Staatsblad (lembaran kertas/buku
yang berisi peraturan pemerintah pada masa kolonial Belanda dulu)
1847 No. 30 tanggal 5 Juni 1847, Boyolali ditetapkan sebagai
Kabupaten Gunung dengan Bupati yang bergelar Tumenggung,
dengan dibantu oleh Kliwon, Panewu dan Mantri Gunung (pada
masa itu). Tugas dan kewajibannya masih tetap melanjutkan tugas
Tumenggung, dan ditambah menjaga ketenteraman penduduk.
Tugasnya dalam bidang kepulisian atas dasar, Staatsblad 1854 No.
32 tanggal 18 April 1854 dan Staatsblad 1874 No. 209 tanggal 8
September 1874. Karena tugasnya, maka Kabupaten Gunung
Boyolali kemudian disebut Kabupaten Pulisi Boyolali. Batas
wilayahnya ditentukan, tugasnya diperluas dengan menciptakan
kemakmuran penduduk di daerahnya. Wilayah itu terbagi dalam
Distrik-Distrik dan Onder Distrik.
4. Masa Kabupaten Pangreh Praja (12 Oktober 1918).
Dasarnya adalah Rijksblad (peraturan hukum yang berlaku di
wilayah Kasultanan dan Pakualaman dengan persetujuan Pemerintah
Kolonial pada waktu itu) Surakarta tahun 1918 No. 23 dan No. 24,
tanggal 12 Oktober 1918. Abdi Dalem Gunung Pulisi yang terdiri
dari Bupati, Kliwon, Panewu dan Mantri diganti namanya menjadi
Abdi Dalem Pangreh Praja. Ini disebabkan selain berkewajiban di
bidang kepulisian juga bertugas dalam bidang pemerintahan.
Wilayahnya terbagi dalam Distrik, Onder Distrik dan Desa atau
Kelurahan. Jenis pangkat dan jabatan Abdi Dalem Pangreh Praja
ditentukan dalam Rijksblad Surakarta tahun 1924 No. 2 dan No. 19.
Berdasarkan Rijksblad Surakarta tahun 1928 No. 7 dan No. 14
sebutan bagi jabatan Panewu Distrik diganti dengan Wedana dan
Mantri Onder Distrik diganti namanya menjadi Asisten Wedana.
5. Masa Pemerintahan Otonom (sekarang).
Dasarnya adalah Undang-Undang No. 22 tahun 1948,
Undang-Undang No. 13 tahun 1950 tanggal 8 Agustus 1950,
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950
yang mulai berlaku sejak tanggal 15 Agustus 1950. DPRD disahkan
pada tanggal 29 Desember 1950. Dengan dem ikian lengkaplah
persyaratan adanya Pemerintahan Daerah Otonom, yaitu ada Kepala
Pemerintahan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, wilayah dan
rakyatnya seperti sekarang ini.

B. SEJARAH DAN LATAR BELAKANG UMBUL PENGGING


Umbul Pengging adalah sebuah kompleks pemandian
peninggalan Kasunanan Surakarta yang berada di Desa Dukuh,
Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Pemandian ini dibangun oleh Raja Kasunanan Surakarta yaitu Sri
Paduka Pakubuwono X.

Berdasarkan riset dan observasi sekaligus wawancara saya


dengan narasumber bernama Ibu Nurmila, yang merupakan pegawai
tetap di Umbul Pengging selama kurang lebih belasan tahun.
“Umbul Pengging ini, dulunya adalah Keraton Pengging dan
merupakan peningalan dari Kasunanan Surakarta. Umbul Pengging
dulunya merupakan tempat pemandian dan juga tempat bersantai
raja dan keluarganya. Hal ini tampak dari bangunan tempat
peristirahatan yang berada didekat kolam pemandian ini. Pada
zaman dahulu, pemandian ini tidak dibuka untuk masyarakat umum.
Namun seiring berjalanya waktu, Umbul Pengging akhirnya kini
bebas dimasuki setiap pengunjung yang ingin mendatangi tempat
ini”, ujar Ibu Nurmila mengenai deskripsi Umbul Pengging.

Terdapat 3 tempat pemandian didalam Umbul Pengging,


yakni Umbul Temanten, Umbul Dudo, dan Umbul Ngabean. Ibu
Nurmila menyatakan bahwa dari masing-masing pemandian di
Umbul Pengging, diantaranya memiliki sejarah dan nilai fungsi
sekaligus kebudayaan nya masing-masing.

1. Umbul Temanten

Foto 2. 2 pintu masuk menuju Umbul Temanten

Kisah legenda Umbul Temanten masih berhubungan dengan


Raja Majapahit, yakni Prabu Brawijaya. Dikisahkan Prabu
Brawijaya mempunyai putri yang cantik, tetapi ia memiliki penyakit
yang membuat tubuhnya berbau amis. Sang Prabu pun mengadakan
sayembara untuk menyembuhkan putrinya itu. "Siapa yang bisa
menyembuhkan putriku, jika perempuan akan menjadi saudara
putriku dan jika laki-laki, maka ia akan aku nikahkan dengan
putriku," ucap Prabu Brawijaya. Akhirnya putri Sang Prabu pun
sembuh. Namun yang berhasil menyembuhkannya adalah seorang
pendeta tua Sang Prabu pun menyampaikan perihal sayembara
kepada putrinya, termasuk hadiah kepada seseorang yang berhasil
menyembuhkannya.
Meski terkejut, akhirnya putri Prabu Brawijaya menikah
dengan pendeta tua yang telah menyembuhkannya itu. Usai
menikah, Sang Putri pun pergi dari istana. Prabu Brawijaya
kemudian mengutus beberapa prajurit untuk mengawasi putrinya
yang pergi seorang diri. Akhirnya perjalanan putri raja sampai di
tempat yang saat ini menjadi Umbul Temanten di kawasan Umbul
Pengging. Sang Putri yang merasa haus, lelah, dan kepanasan
tertarik dengan air bening dari kolam itu. Hingga kemudian Sang
Putri pun menceburkan dirinya ke dalam kolam itu. Namun ternyata
putri raja tak kunjung muncul kembali ke permukaan. Ternyata Sang
Putri hilang di kolam itu. Para prajurit yang sudah mencari Sang
Putri kemudian kembali ke Majapahit untuk melapor Prabu
Brawijaya kemudian meminta pendeta tua yang merupakan
menantunya itu untuk mencari putrinya yang hilang sebagai
tanggung jawabnya menjadi seorang suami. Pendeta tua mencari
istrinya dan ikut menceburkan diri ke kolam tempat putri raja
menghilang. Namun sama dengan Sang Putri, pendeta tua itu juga
tidak kunjung muncul ke permukaan. Prajurit kembali melaporkan
kejadian hilangnya suami putri raja.
Prabu Brawijaya kemudian memerintahkan untuk
membangun kolam mata air itu dengan benteng melingkar dan
kemudian dinamai dengan nama Umbul Temanten atau yang berarti
“pengantin”. Meski demikian, tidak ada mitos apa pun di Umbul
Temanten. Pasangan yang mandi di umbul ini tidak akan menghilang
seperti kisah legendanya. Tidak ada pula mitos jika pasangan mandi
di umbul ini, hubungan akan langgeng. Semua kembali pada kuasa
Tuhan Yang Maha Esa.

2. Umbul Dudo

Foto 2. 3 pintu masuk menuju Umbul Dudo

Legenda dimulai ketika terjadinya perang antara Keraton


Prambanan melawan Keraton Pengging Wanasegara. Pasukan
Keraton Prambanan dipimpin oleh Patih Gupala, sementara Pasukan
Keraton Pengging dipimpin Prabu Damar Maya (ayah dari Bandung
Bondowoso). Suatu ketika Bandung Bondowoso diutus untuk pergi
ke Keraton Prambanan oleh ayahnya. Namun ketika sampai lokasi
(yang sekarang menjadi Umbul Pengging), Bandung Bondowoso
merasa haus dan lelah tetapi tidak ada air di sana, Bandung
Bondowoso akhirnya melubangi tanah dan akhirnya keluar mata air
dan menjadi kolam atau kubangan (sekarang disebut Umbul).
Umbul itu pun awalnya bernama Katunda, berasal dari
perjalanan Bandung Bondowoso menuju Prambanan yang tertunda
(katunda) karena rasa haus. Bandung Bondowoso pun melanjutkan
perjalanan ke Keraton Prambanan. Setelah itu, muncul dua mata air
lain di sekitar Umbul Katunda yang sekarang menjadi Umbul
Temanten dan Umbul Ngabean. Kemudian Umbul Katunda yang
awalnya bernama “Katunda” sekarang ini menjadi Umbul Duda.
Penjelasan nama dudo itu yang maknanya sama dengan kata
duda dalam bahasa Indonesia (seorang laki-laki yang ditinggal oleh
istrinya entah karena cerai maupun ditinggal mati). Menurut cerita
yang tersebar di masyarakat, dahulu ada seorang laki-laki yang
ditinggal istrinya. karena rasa cinta yang besar terhadap istrinya, ia
pun pergi ke umbul dan tinggal di sana untuk menenangkan diri.
Bahkan sampai meninggal dunia, ia tetap ada di sana. Itulah yang
menjadi asal muasal penamaan Umbul Duda.

3. Umbul Ngabean

Foto 2. 4 pintu masuk menuju Umbul Ngabean

Sebagai pemandian raja, Umbul Ngabean dibangun dengan


mewah. Nuansa Keraton Surakarta begitu kental di kolam
pemandian ini. Hal itu karena bangunan yang mengelilingi kolam
berciri khas sama dengan bangunan keraton. Dahulu Umbul
Ngabean merupakan tempat pemandian favorit Pakubuwana X.
Berada di Umbul Pengging, terdapat peninggalan Keraton
Surakarta yakni pesanggrahan atau tempat istirahat raja, yakni
Umbul Ngabean yang merupakan pemandian paling timur di Umbul
Pengging Boyolali. Saat berkunjung ke daerah Pengging,
pesanggrahan itu menjadi tempat favorit Pakubuwana X untuk
beristirahat. Sementara jika ingin mandi, maka Sang Raja pun akan
mengunjungi Umbul Ngabean. Sang Raja tidak hanya seorang diri
menikmati kesegaran pemandian ini. Biasanya Sang Raja turut
mengajak permaisuri dan selir-selir nya.
C. NILAI KEBUDAYAAN YANG ADA DI UMBUL PENGGING
Sesuai dengan pernyataan Ibu Nurmila mengenai
kebudayaan yang ada didalam Umbul Pengging, bahwa masing-
masing Umbul di Umbul Pengging memiliki kebudayaan masing-
masing. Hal ini juga dibuktikan dengan Masyarakat setempat yang
memang melakukan dan juga percaya akan kebudayaan ini,
kebudayaan itu diantaranya adalah :

1. Umbul Temanten
Sesuai Namanya, Umbul Temanten dipercaya oleh
Masyarakat bahwa air yang berasal dari Umbul Temanten dapat
menyebabkan hubungan calon suami dan istri (Manten/Temanten)
menjadi semakin langeng. Mereka percaya bahwa air yang berasal
dari Umbul Temanten dapat memengaruhi hubungan pernikahan di
masa depan, seperti misalnya membuat hubungan mereka lebih
langgeng dan dapat mengurangi masalah yang akan datang di masa
depan
2. Umbul Dudo
Masyarakat setempat percaya bahwa air yang berasal dari
Umbul Dudo dapat berguna bagi karir dimasa tua atau dimasa depan
mereka. Dengan berendam di Umbul Dudo, maka akan dapat
melancarkan pekerjaan seseorang dan sehingga dapat memengaruhi
karir seseorang dimasa depan, sehingga menjadikan seseorang
tersebut sukses dimasa depan.
3. Umbul Ngabean
Sebagai tempat pemandian dan bersantai raja pada zaman
dulu, Umbul Ngabean diyakini Masyarakat setempat dapat untuk
membantu karir, membantu melancarkan rejeki, dan juga dapat
untuk menyembuhkan penyakit. Berbeda dengan umbul lainnya, di
Umbul Ngabean seseorang dapat menggunakan airnya untuk segala
keperluan. Hal ini dikarenakan, Masyarakat setempat mempercayai
air di Umbul Ngabean adalah air yang sakti dan berguna untuk
keperluan apapun, karena dulunya adalah merupakan tempat
pemandian Sang Raja.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan makalah diatas kita dapat menyimpulkan
bahwa, sejarah daerah adalah sejarah yang menggambarkan tentang
peristiwa maupun keadaan dalam suatu daerah dalam lingkup lokal
saja, artinya pada sejarah daerah ini kita mengkaji obyek-obyek yang
ada pada suatu daerah mulai dari asal-usul suatu daerah didirikan,
letak daerah yang memuat sejarah tadi, perkembangan dari masa ke
masa suatu daerah, sekaligus budaya dan adat tradisi yang masih
dilestarikan di dalamnya.
Daftar sumber :
1. Foto 2.1 Wawancara dengan narasumber Ibu Nurmila sebagai
penjaga gerbang atau pintu masuk Umbul Pengging, pada Minggu,
15 Oktober 2023.
2. E-book yang berasal dari website pemerintah lokal Boyolali, yang
berjudul “The History Of Boyolali METAL”
3. Website pemerintah : https://boyolali.go.id/

Anda mungkin juga menyukai