Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KERAJAAN TULANG BAWANG DAN KOTA KAPUR

(Dalam rangka memenuhi tugas Sejarah Indonesia Oleh Dra.N Sri Endang
Susetyawati)

Disusun oleh :

Ebih Ila Salsabila

Nurul Hana

Mauluddin Khotib Mudzakir

Pepi Intan Aulia

Siti Fatimahtu Zahra

Kelas X MIPA 6
SMA NEGERI 2 KUNINGAN
Jl.Arujikartawinata No.16 Kuningan 45511(0232)871063

1
KATA PENGANTAR

2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kerajaan Tulang Bawang berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang.
Musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Nusantara pada abad ke-7 yaitu I Tsing yang merupakan
seorang peziarah Buddha. Dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang Po-Hwang
(Tulang Bawang), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau Sumatera). Ahli sejarah Dr. J. W.
Naarding memperkirakan pusat kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala
dan Pagar Dewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat Menggala.
Kerajaan Kota Kapur adalah kerajaan di mana sejarah terbentuknya Kerajaan Sriwijaya atau
lebih tepatnya bibit dari Kerajaan Sriwijaya yang sudah berada di Pulau Bangka dengan bukti-bukti
seperti Arca Durga Mahisasramardhani.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana sejarah kerajaan Tulang Bawang?
2. Bagaimana sejarah kerajaan Kota Kapur?

3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 KERAJAAN TULANG BAWANG
Seiring dengan makin berkembangnya Kerajaan Sriwijaya, nama Kerajaan Tulang
Bawang semakin memudar. Tulang Bawang menganut adat Pepadun, yang memungkinkan
setiap khalayak untuk berkuasa dalam komunitas ini, maka pemimpin adat yang berkuasa selalu
berganti-ganti Trah. Status sosial dalam masyarakat Pepadun tidak semata-mata ditentukan
oleh garis keturunan. Setiap orang memiliki peluang untuk memiliki status sosial tertentu
selama orang tersebut dapat menyelenggarakan upacara adat Cakak Pepadun. Gelar atau status
sosial yang dapat diperoleh melalui Cakak Pepadun diantaranya gelar Sultan, Raja, Pangeran,
dan Dalom. Hingga saat ini belum diketemukan benda-benda arkeologis yang mengisahkan
tentang alur dari Kerajaan ini.
Dari sumber-sumber sejarah Cina, kerajaan awal yang terletak di daerah Lampung
adalah kerajaan yang disebut “Bawang” atau “Tulang Bawang”. Berita Cina tertua yang
berkenaan dengan daerah Lampung berasal dari abad ke-5, yaitu dari Liu-Sung-Shu, sebuah
kitab sejarah dari masa pemerintahan Kaisar Liu-Sung (424 – 479). Kitab ini diantaranya
mengemukakan bahwa pada tahun 499 M sebuah Kerajaan yang terletak di wilayah Nusantara
bagian barat bernama P’ u-huang atau P’ o-huang mengirimkan utusan dan barang-barang upeti
ke negeri Cina. Lebih lanjut Kitab Liu-Sung-Shu mengemukakan bahwa kerajaan P’o-huang
menghasilkan lebih dari 41 jenis barang yang diperdagangkan ke Cina. Hubungan diplomatik dan
perdagangan antara P’ o-huang dan Cina berlangsung terus sejak pertengahan abad ke-5 sampai
abad ke-6, seperti halnya 2 kerajaan lain di Nusantara yaitu Kerajaan Ho-lo-tan dan Kan-t’o-li.
Dalam sumber sejarah Cina yang lain yaitu, Kitab T’ ai-p’ inghuang-yu-chi yang ditulis
pada tahun 976-983 M. Disebutkan sebuah kerajaan bernama T’ o-lang-p’ p-huang yang oleh
G.Ferrand disarankan untuk diidentifikasikan dengan Tulang Bawang yang terletak di daerah
pantai Tenggara Pulau Sumatera, di Selatan Sungai Palembang (Sungai Musi).
L.C. Damais menambahkan bahwa lokasi T’ o-lang P’ o-huang tersebut terletak di tepi
pantai seperti dikemukakan di dalam Wu-pei-chih, “Petunjuk Pelayaran”. Namun, di samping itu
Damais kemudian memberikan pula kemungkinan lain mengenai lokasi dan identifikasi P’ o-
huang atau “Bawang” itu dengan sebuah nama tempat bernama Bawang (Umbul Bawang) yang
sekarang terletak di daerah Kabupaten Lampung Barat, yaitu di daerah Kecamatan Balik Bukit di

4
sebelah utara Liwah. Tidak jauh dari desa Bawang ini, yaitu di desa Hanakau, sejak 1912 telah
ditemukan sebuah inskripsi yang dipahatkan pada sebuah batu tegak,dan tidak jauh dari tempat
tersebut dalam waktu beberapa tahun terakhir ini ditemukan pula 3 buah inskripsi lainnya.

a. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA


Ketika ditemukan I-Tsing pada abad ke-4, kehidupan masyarakat Tulang Bawang masih
tradisional. Meski demikian,mereka sudah pandai membuat kerajinan tangan dari logam
besi dan membuat gula aren. Dalam perkembangan selanjutnya, kehidupan masyarakat
Tulang Bawang masih ditandai dengan kegiatan ekonomi yang terus bergeliat. Pada abad ke-
15,daerah Tulang Bawang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara. Pada
saat itu,komoditi lada hitam merupakan produk pertanian yang sangat diunggulkan.
Deskripsi tentang kehidupan sosial budaya masyarakat Tulang Bawang lainnya masih dalam
proses pengumpulan data.

b. KEHIDUPAN AGAMA
Masyarakat Tulang Bawang sebenarnya telah dididik diajar digembleng dan diresapi
oleh Agama Islam yang sudah berabad-abad lamanya ini, namun pengaruh Animisme Hindu
nampaknya sampai dewasa ini belum juga dapat dikuras habis. Dimana-mana lebih-lebih di
kampung-kampung dan di pedalaman hal ini masih di praktekkan oleh rakyat disana.
Mereka masih meyakinkan bahwa roh-roh itu masih aktif,masih bekerja,masih tetap
mengawasi anak cucunya dimana saja berada. Mereka masih meyakinkan bahwa kayu-kayu
besar, gunung-gunung besar mempunyai penunggu dan penjaganya, inilah yang dinamakan
Animisme.

c. KEHIDUPAN EKONOMI
Semua alat-alat pertanian seperti : pacul,gobek,kapak,dibuat dari besi,demikian juga
alat senjata : tombak,badik,keris dan sebagainya. Pada tahun 671, pendeta Tiongkok I-Tsing
pernah mengadakan pencatatan-pencatatan tentang kerajaan Tulang Bawang. Bahwa
didapatinya rakyat disana sudah maju,pandai membuat gula dan besi.
Jelas disini gula aren yang kita minum sekarang,demikian juga senjata-senjata dari besi
adalah dari Zaman Hindu dari Kerajaan Tulang Bawang tepatnya. Malahan di Pagar Dewa
sekarang ini masih ada pandai besi (tukang membuat senjata) badik,keris,dan sebagainya.

5
Bahkan menurut keterangan Batu Tempaan Kuno ada pada orang tersebut,orang Kalianda
mengakui atas kebenaran ini.

d. KEHIDUPAN POLITIK
Struktur pemerintahan Kerajaan Tulang Bawang belum didapat datanya. Pada tanggal
22 November 1808,pemerintahan Kesiden Lampung ditetapkan oleh Pemerintah Hindia
Belanda berada dibawah pengawasan langsung Gubernur Jendral Herman William. Hal ini
berakibat pada penataan ulang pemerintahan adat yang kemudian dijadikan alat untuk
menarik simpati masyarakat Pemerintah Hindia Belanda dibawah kekuasaan Gubernur
JEndral Herman William kemudian membentuk pemerintahan Marga yang dipimpin oleh
Kepala Marga (Kebuayan). Wilayah Tulang Bawang dibagi kedalam 3 Kebuayan. Yaitu Buay
Bulan, Buay Tegamoan, dan Buay Umpu. Pada tahun 1914,dibentuk Kebuayan baru yaitu
Buay Aji. Namun sistem ini tidak berjalan lama karena pada tahun 1864 mulai dibentuk
sistem pemerintahan Pesirak berdasarkan Keputusan Kesiden Lampung No.362/12 tanggal
31 Mei 1864. Sejak saat itu, pembangunan berbagai fasilitas yang menguntungkan
kepentingan Hindia Belanda mulai dibangun, termasuk di Tulang Bawang. Ketika Kesiden
Lampung dijajah oleh Jepang, tidak banyak hal yang berubah. Setelah Indonesia merdeka,
Lampung ditetapkan sebagai Keresidenan dalam wilayah provinsi Sumatera Selatan. Setelah
Indonesia merdeka,banyak terjadi perubahan system pemerintahan Lampung. Bahkan, sejak
pemekaran wilayah provinsi marak terjadi di era otonomi daerah, Lampung ditetapkan
sebagai wilayah provinsi yang terpisah dari Provinsi Sumatera Selatan. Sejak saat itu, status
Menggala ditetapkan sebagai Kecamatan Menggala dibawah naungan Provinsi Lampung
Utara.
Sejarah Kabupaten Tulang Bawang tidak berdiri begitu saja, melainkan melalui proses
pertemuan penting antara sesepuh dan tokoh masyarakat bersama dengan pemerintah
yang diadakan sejak tahun 1972. Pertemuan tersebut merencanakan pembentukan Provinsi
Lampung menjadi 10 Kabupaten/Kota.
Melalui proses yang begitu panjang, akhirnya keberadaan Kabupaten Tulang Bawang
diputuskan melalui Keputusan Mentri Dalam Negeri pada tanggal 20 Maret 1997. Sebagai
tindak lanjutnya, keputusan tersebut dikembangkan dalam UU No. 2 tahun 1997 tentang
pembentukan daerah tingkat 2 Tulang Bawang dan Kabupaten Tingkat 2 Tagamus.

6
e. Runtuhnya Kerajaan Tulang Bawang
Penyebab keruntuhan kerajaan tulang bawang adalah meningkatnya kekuasaan Kerajaan
Sriwijaya pada akhir abad ke 7 masehi, di sebut dalam sebuah inskripsi batu tumpul Kedukan
Bukit dari kaki Bukit Seguntang, di sebelah barat daya Kota Palembang mengatakan bahwa
pada tahun 683, Kerajaan Sriwijaya telah berkuasa, baik di laut maupun di darat. Dalam
tahun tersebut berarti kerajaan ini sudah mulai meningkatkan kekuasaannya.

Pada tahun 686, negara tersebut telah mengirimkan para ekspedisinya untuk menaklukkan
daerah-daerah lain di Pulau Sumatera dan Jawa. Oleh karenanya, diperkirakan sejak masa
itu Kerajaan Tulang Bawang sudah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya, atau daerah ini tidak
berperan lagi di pantai timur Lampung.

7
2.2 KERAJAAN KOTA KAPUR
Penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur. Pulau Bangka , pada tahun 1994.
Diperoleh petunjuk tentang adanya kekuasaan sebelum munculnya Kerajaan Sriwijaya. Teman –
teman arkeologi berupa sisa – sisa sebuah bangunan candi Hindu ( Waisnawa ) bersama dengan
arca – arca batu, di antaranya dua buah arca Wisnu dengan gaya seperti arca – arca Wisnu yang
ditemukan di Lembah Mekhing. Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal
dari masa sekitar abad ke-5 dan ke-7 masehi
Sebelum di situs Kota Kapur selain telah ditemukan sebuah inskripsi batu dari Kerajaan
Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (686 Masehi ). Telah ditemukan pula peninggalan –
peninggalan yang lain di antaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca Durga
Mahisasuramardhini. Dari peninggalan-peninggalan arkeologi tersebut nampaknya kekuasaan di
Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa. SEperti hal nya di kerajaan
Tarumanegara di Jawa Barat.
Temua lain yang penting dari situs kota kapur ini adalah peninggalan berupa benteng
pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar dibuat dari timbunan tanah, masing
– masing panjangnya sekitar 350m dan 1200m dengan ketinggian sekitar 2-3m. penanggalan
dari tanggal benteng ini menunjukkan masa anatara tahun 530M-870M. Benteng pertahanan
tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan
pula dalam menghadapi ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7.

8
Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwjaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi
Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (686M), yang isinya mengidentifikasikan
dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya. Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini agaknya
berkaitan dengan peranan Belat Bangka sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga
di Asia Tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686
maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.

I. Kehidupan Sosial-Budaya
Ada beberapa tradisi di Kerajaan Kota Kapur :
1. Rasulan
Rasulan adalah sebuah tradisi yang berlangsung sejak lama di
Kabupaten Gudung Kidul dan sekitarnya.Ditempat lain biasanya
tradisi ini disebut dengan tradisi merti dusun/merti desa. Rasulan
diadakan setelah selesai panen. Biasanya kegiatan Rasulan ini
diselenggarkan perdusun dengan waktu pelaksanaan berbeda-beda
2. Kenduren/Slametan
Kenduren/Slametan yaitu do’a bersama yang dihadiri para tetangga
dan dipimpin pemuka adat atau yang dituakan disetiap lingkungan,
yang disajikan berupa tumpeng lengkap dengan lauk pauknya.
Tumpeng dan lauknya nantinya dibagikan kepada yang hadir yang
disebut carikan atau berkat.
3. Tradisi Selapanan
Tradisi Selapanan adalah bentuk upacara slamatan kelahiran yang
dilangsungkan saat bayi berusi 35hari, dan diisi dengan upacar

9
pencukuran rambut dan pemotongan kuku jari bayi tidak jarang
tradisi ini dibarengi prosesi akikah. Padahal akikah adalah ajaran
islam. Tradisi Selapanan dilaksankan seusai dengan hari weton yang
berasal dari penanggalan Jawa yaitu: Pon, wage, kliwon, legi dan
pahing dengan mengadakan kenduri. Upacara ini bertujuan
memohon keslamatan bagi si bayi.
II. Kehidupan Politik

Selain Situs Kota Kapur terdapat temuan lain yaitu peninggalan berupa benteng pertahanan yang kokoh
berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari timbunan tanah, masingmasing panjangnya sekitar 350
meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2–3 meter. Penanggalan dari tanggul benteng ini
menunjukkan masa antara tahun 530 M sampai 870 M. Benteng pertahanan tersebut yang telah
dibangun sekitar pertengahan abad ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam menghadapi
ekspansi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang akhir abad ke-7.

Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi
Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (=686 Masehi), yang isinya
mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya.
b) Kehidupan Sosial
Aspek kehidupan sosial masyarakat Kota Kapur sampai saat ini masih diteliti dan dikaji,
sehingga belum ada keterangan tentang kehidupan sosial masyarakat Kota Kapur.
c) Kehidupan Ekonomi
Penguasaan Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa
sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia Tenggara pada waktu itu.
Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan
awal yang ada di Pulau Bangka.

10

Anda mungkin juga menyukai