Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PROFIL GEREJA KRISTEN JAWI WETAN MOJOWARNO

A. Sekilas Mojowarno Jombang


1. Letak Geografis Mojowarno

Secara geografis Mojowarno merupakan daratan rendah yang subur


dan berjarak 12 Km dari pusat pemerintahan kota Jombang, Desa Mojowarno
terletak pada 112º 18 menit 20, 37 detik BT dan 112º 17 menit 16,77 detik BT
serta 7º 38 menit 10,27 detik LS sampai 7º 38 menit 55, 38 detik LS dengan
ketinggian ± 60 m DPL. Desa Mojowarno dilalui oleh Kali Jiken yang
melalui tengah desa Mojowarno, Kali Joyo yang melalui daerah persawahan
di bagian timur desa, serta Kali Sat yang melalui daerah persawahan di
bagian barat. Selain itu di perbatasan dengan desa Karanglo terdapat Kali
Konto. Desa Mojowarno beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 600
ml/tahun dan bulan hujan 6-7 bulan/tahun. Kelembapan udara 80 %, dan suhu
rata-rata 32º C. Desa Mojowarno sebagian besar adalah daerah pertanian
dengan luas sawah irigasi teknis 216 hektar dan 23 hektar irigasi ½ teknis.
Tekstur tanah lampungan dengan warna kehitam-hitaman 60%. Kemiringan
tanah 180º. Desa Mojowarno terdiri dari 3 dusun, yaitu : Dusun Mojowarno 1
yang terletak di sebelah barat Kali Jiken, terdiri dari 3 RW dengan 11 RT,
Dusun Mojowarno 2 terletak di sebelah timur Kali Jiken terdiri dari 2 RW
dengan 9 RT, dan Dusun Sidoluwih yang terletak di bagian barat daya terdiri
dari 1 RW dengan 2 RT.21

Mojowarno merupakan perlintasan dengan posisi yang strategis dari


arah selatan Mojowarno terdapat pusat kerajaan Kediri sedangkan pada sisi
utara terdapat pusat kerajaan Majapahit. Pada era Majapahit terdapat
bangunan suci untuk melkukan ritual keagamaan pada masa itu yang terletk
di desa Arimbi (Ngarimbi) yang berupa candi, untuk menuju candi tersebut

21
Tenia Kurniawati, Perkembangan Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat
Mojowarno di Kabupaten Jombang, Tahun 1923-1981, (Jember: Universitas Jember, 2008), hlm.
33-34

13
14

harus melewati daerah Mojowarno, dan sebelum Mojowarni berdiri sebagai


perkampungan, di sebelah selatan sudah ada penguasa dengan julukan Ki
Geede Ngoro, selain itu di sisi timur Mojowarno di sebuah desa Japanan di
temukan sebuah bekas pondasi bangunan, namun hal tersebut di anggap hal
biasa yang tidak bernilai oleh orang yang tidak mengerti benda kuno,
sedangkan benda lain yang masih ada yaitu berupa patung yang bernamakan
Mbah Gambar, patung tersebut diatfsirkan sebagai tempt tiang bendera
kerajaan pada masa itu. Dengan melihat keadaan tersebut memungkinkan
Mojowarno merupakan kawasan yang ramai.22

Selain di kelilingi berbagai sungai, Mojowarno ketika mulai membuka


hutan, daerah sekitarnya merupakan sebuah daerah perkebunan, yang terletak
di sebelah timur di lereng Gunung Arjuno yang berupa perkebunan kopi, teh
dan karet. Sedangkan di sebelah barat, pada tahun 1870 dibangun Pabrik Gula
Cukir dan Pabrik Gula Selorejo. Dengan keberadaan perkebunan dan
beberapa pabrik gula yang nota benenya adalah milik pemeritah Hindia
Belanda, Mojowarno merupakan sebagai tempat peristirahatan bagi orang-
orang Belanda yang berdomisili di daerah perkebunan dan pabrik gula
tersebut.23

Luas Desa Mojowarno 315,7 hektar yang terdiri dari lahan


pemukiman seluas 67,3 hektar, lahan persawahan seluas 239 hektar, lahan
perkantoran dan fasilitas umum 6,5 hektar serta areal pemakaman 2,9 hektar.
Batas-batas wilayah Desa Mojowarno sebagai berikut:

1) Sebelah Utara : Desa Mojowangi - Kec. Mojowarno

2) Sebelah Timur : Desa Penggaron - Kec. Mojowarno

3) Sebelah Selatan : Desa Mojotengah - Kec. Bareng dan

22
Kushadi, Perubahan social Masyarakat Kristen Jawi Di Mojowarno Pada Tahun 1970-
1998, (Surabaya: Universitas Indonesia, 2004), hlm 22.
23
Haidlor Ali Ahmad dan M. Taufik Hidayatulloh, Relasi Antar Umat Beragama, di
Berbagai Daerah, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2016), hlm. 33-34.
15

Desa Latsari - Kec. Mojowarno

4) Sebelah Barat : Desa Karanglo - Kec. Mojowarno

Mojowarno berpenduduk ± 5.665 dengan perbedaan jumlah penduduk laki-


laki sebayak 2.867 dan penduduk perempuan 2.798, dalam perbandingan tersebut
tidak terlalu banyak selisih antara penduduk laki-laki dan perempuan, dari jumlah
tersebut terdapat kepala keluarga sebanyak 1.636. Mojowarno terdapat beberapa
instansi penting seperti gereja peninggalan Belanda yang masih terawat, Rumah
Sakit Kristen (RSK) yang terletak di depan gereja. Sebelum Mojowarno
berkembang, mayoritas penduduk Mojowarno beragama Kristen. Namun Sedikit
demi sedikit terjadi perubahan ketika masyarakat pendatang menyebarkan agama
Islam. Perubahan dari masyarakat yang agraris menjadi modern tidak lepas dari
pendidikan yang ditempuh oleh penduduk Mojowarno. Pendidikan yang ditempuh
menunjukankan semakin majunya intelektual masyarakat. Karena mereka
menginginkan kehidupan yang lebih baik dari sekedar hidup sebagai petani.
Kesejahteraan petani memang dipandang kurang dari pada pegawai negeri. Sehingga
masyarakat Mojowarno bersama-sama meraih pendidikan yang lebih tinggi.
Perubahan tidak hanya terjadi pada pendidikan, namun juga pada agama masyarakat.
Pada tahun 1871, Mojowarno terkenal dengan mayoritas agama Kristen Protestan.
Hal ini terbukti karena penyebaran agama Kristen Protestan oleh Paulus Tosari.
Selain itu, pembangunan Gereja juga dilakukan pada tahun yang sama. Pada
perkembangannya, Kristen Protestan di Mojowarno tergeser oleh agama Islam.
Kristen Protestan menempati urutan kedua setelan Islam.24

2. Sejarah Mojowarno

Pada masa perang Diponegoro 1825-1830, banyak prajurit pengikut


Pangeran Diponegoro yang lari dan mengasingkan diri ke arah timur wilayah
Mataram. Mereka mencari keselamatan diri dan keluarganya dari kejaran
VOC (Persekutuan Dagang Belanda di Indonesia). Dalam pengasingannya,

24
Nurhayati dan M. turhan Yani, Transformasi Makna Tradisi Undhuh-Undhuh Pada Era
Globalisasi Di Mojowarno Jombang, (Jurnal, Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 1
Volume 3 Tahun 2013), hlm. 430.
16

mereka menyamar sebagai pedagang, buruh tani, buruh perkebunan,


pengrajin dan lain-lain.

Diantara sekelompok prajurit Mataram yang melarikan diri ke timur,


terdapat sekelompok prajurit yang dipimpin oleh Singotruno dan Ditotruno
yang menempati salah satu wilayah di Gunung Kendeng (Pulosari). Dalam
sosial kemasyarakatan, Singotruno dan Ditotruno dikenal sebagai pekerja
keras, rajin, ulet, tekun, cerdas serta sering memberikan pitutur-pitutur dan
olah kebatinan. Dengan kepribadian yang seperti itu, mereka menjadi panutan
dan suri tauladan masyarakat.

Pada sisi lain terdapat seorang pendeta bernama Paulus Tosari yang
sering memberikan wejangan kepada masyarakat di wilayah Singotruno dan
Ditotruno tinggal. Paulus Tosari adalah bawahan C.L. Coolen, seorang
pemimpin dan penguasa Belanda di wilayah Ngoro dan sekitarnya. Paulus
Tosari memberikan wejangan tentang kebijakan hidup yang bertema ‘Ngulati
Tuyo Wening’. Ketiga tokoh panutan ini pada akhirnya bertemu dan
menyatukan misi bersama-sama membina kehidupan masyarakat. Paulus
Tosari yang mempunyai kedekatan dengan C.L. Coolen, meminta ijin agar
Singotruno dan Ditotruno dapat membuka pemukiman baru. Akhirnya Coolen
pun mengijinkan membuka hutan di wilayah tenggara Ngoro yang dikenal
dengan Alas Krancil.

Dari titik Babat Alas Krancil inilah sebenarnya sejarah desa


Mojowarno dan desa-desa di sekitarnya dimulai. Hanya sayang tidak ada
catatan waktu tentang kejadian ini yang ada hanya catatan peristiwa secara
garis besar. Dengan hanya ada catatan peristiwa dan tokoh utama,
berkembanglah legenda tentang desa Mojowarno.

Tersebutlah Alas Krancil yang terkenal angker karena lebatnya pohon


dan dihuni binatang buas serta makhluk-makhluk gaib. Begitu angkernya
hingga seseorang yang masuk ke dalam hutan apalagi menebang pohon dan
mengeluarkan bunyi ketika peralatan digunakan, orang tersebut akan mati
seketika. Dengan keadaan seperti ini, Singotruno dan Ditotruno menggunakan
kesaktiannya dan berhasil menggunakan Kuku Jari tangannya untuk
17

menebang pohon. Diantara ribuan pohon yang ditebang, terdapat banyak


aneka Pohon Mojo tetapi rasa buahnya Pahit.

Dalam waktu relatif singkat, terbentuklah pemukiman baru yang


menarik bermacam-macam orang, bermacam profesi, bermacam keyakinan.
Keberagaman penghuni wilayah ini dan faktor ditemukannya pohon mojo
yang bermacam-macam jenisnya, maka derah baru ini diberi nama
Mojowarno. Mojo yang berasal dari kata buah “Mojo” dan “Warno” yang
berarti bermacam-macam, beraneka jenis.

Sebagai daerah pemukiman baru, Mojowarno berkembang dengan


cepat. Hal ini disebabkan letaknya yang strategis karena berada diantara dua
daerah yang telah tumbuh lebih dulu, yaitu Ngoro dan Mojokerto. Begitu
cepatnya wilayah ini berkembang dalam waktu ± 50 tahun, Mojowarno sudah
dikenal di seluruh Nusantara. Area persawahan dan pemukiman tertata rapi
sehingga Pemerintah Hindia Belanda membangun pusat pemerintahan,
sekolah, rumah sakit, pasar, dan gereja. Infrastruktur kereta api, pabrik gula
di Selorejo juga merupakan bukti bahwa Mojowarno pernah disiapkan untuk
menjadi pusat pendidikan dan pemerintahan. Bahkan R.A. Kartini dalam
buku Habis Gelap Terbitlah Terang berkeinginan menimba ilmu medis di
Mojowarno yang dikelola oleh Zending. Ini membuktikan bahwa Mojowarno
pada 100 tahun lalu merupakan daerah yang maju.

Di sisi lain seiring perkembangan, Kyai Haji Hasyim Asyari pengasuh


pondok pesantren Tebuireng mengirim salah satu muridnya Kyai Ichsan
untuk membina kehidupan masyarakat beragama di Mojowarno. Kedatangan
murid beliau ini diterima dengan baik oleh warga dan pihak pemerintahan
desa Mojowarno. Diberikanlah kepada Kyai Ichsan sebidang tanah untuk
mendirikan Masjid ‘At Taqwa’ dan tempat tinggal serta sawah bengkok yang
dapat digunakan untuk kehidupan keluarga beliau dan pembinaan umat. Hal
ini menjadi salah satu keunikan desa Mojowarno yang tidak ditemukan di
18

desa lain karena pemimpin umat (Agama Islam) berkedudukan selayaknya


pamong yang mendapat pembagian tanah bengkok desa.25

B. Komunitas Gereja Kristen Jawi Wetan

Komunitas Kristen di Jawa Timur pertama kali terdapat di Ngoro Jombang


pada tahun 1827. Pemimpin komunitas tersebut adalah Conrad Lauren Coolen.
Coolen adalah seorang bekas tentara yang kemudian membuka daerah hutan di
Ngoro. Colen bukan seorang teolog atau pendeta. Ayahnya seorang
berkebangsaan Rusia. Sedangkan ibunya seorang priyayi Solo. Fakta sejarah
tersebut membantah asumsi umum bahwa penyebaran Injil dilakukan oleh
penjajah Belanda melalui kolonialisme. Penjajahan bangsa Barat terhadap
Indonesia dipahami dalam acuan 3 G: yakni gold (emas), glory (kejayaan) dan
gospel (penyebaran Injil). Belanda melarang penyebaran agama Kristen karena
khawatir menimbulkan perlawanan dari masyarakat.26

Coolen membuka daerah hutan di Ngoro dan menjadi desa Kristen


pertama di Jawa Timur, namun penduduk desa tidak semuanya beragama Kristen.
Coolen tidak pernah memaksa para penduduk desa tersebut beragama Kristen. Dia
juga mengizinkan penduduk yang beragama Islam bertempat tinggal di Ngoro.
Coolen menjadi seorang pemimpin baru dan mengajarkan nilai-nilai Kristiani
kepada orang Jawa yang turut membuka hutan. Coolen yang mengajarkan agama
baru tersebut menarik beberapa orang Jawa di Surabaya yang sedang ngelmu
untuk berjalan kaki dari Surabaya menuju Ngoro selama 25 jam hanya untuk
mendengarkan dan mengimani pengajaran Coolen. Coolen mengajarkan iman
Kristiani dengan adat istiadat Jawa. Hal ini diKarenakan Coolen terpengaruh
dengan budaya Jawa, Menurutnya untuk menjadi pengikut Kristus tidak perlu
menanggalkan budaya dan adat istiadat Jawa dan tidak perlu dibaptis pula.
Menjadi seorang Kristen tidak harus meninggalkan adat setempat dan tidak pula
mengikuti prilaku seperti orang belanda. Bahkan, Konsep pengajaran Kristen

25
Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa Mojowarno 2014-2018, hlm. 7-10.
26
Cekli Setya Pratiwi, “Freedom of Religion in Indonesia on Human Rights Perspective,”
Makalah, Master Level Course On Shariah and Human Rights (2014).
19

Coolen memadukannya dengan kebatinan Jawa. Kristen yang diajarkan Coolen


adalah Kristen sinkretis yang tidak hanya bercampur dengan animisme dan
dinamisme, melainkan pula dengan Islam. Syahadat Kristen yang diajarkan
hampir serupa dengan syahadat Muslim, “La ilaha illa Allah, Yesus Kristus iyo
Roh Allah” (Tiada Tuhan kecuali Allah, Yesus Kristus itu Roh Allah).27

Selain Coolen, ada penyebar Injil lain di Jawa Timur, yaitu Johannes
Emde yang mengajarkan Injil di Surabaya. Namun pengajaran Emde berbeda
dengan Coolen, Emde mengajarkan iman Kristiani dengan lebih menekankan
budaya Eropa. Emde melarang pula pengikutnya untuk menonton wayang dan
memainkan gamelan. Segala yang berbau Jawa terlarang bagi Emde dan
pengikutnya. Dengan demikian ada persaingan antara coolen dan Emde dalam hal
penyebaran Injil.

Disisi lain beberapa orang Kristen di daerah Sidoarjo yang telah mengikuti
pendeta Emde merasa tertekan, hal ini dikarenakan ada keterpaksaan untuk
berganti pekerjaan, yang asalnya petani disuruh pindah menjadi pedagang, hal ini
terjadi setelah di baptis oleh penyebar Injil Johannes Emde. Setelah mengetahui
perkembangan Coolen dan Ngoro, para orang Kristen Sidoarjo berniat pindah
menuju Ngoro; daerah di mana komunitas Kristen pertama kali ada di Jawa
Timur. Namun Coolen menolak kehadiran mereka dengan alasan sudah dibaptis
Emde. Penolakan Coolen terhadap orang Kristen yang dibaptis memaksa orang
Kristen Ngoro yang dibaptis Emde membuka lahan baru sebagai tempat tinggal.
Mereka mendirikan Desa Mojowarno tahun 1846. Pendirinya adalah Kiai Abisai
Ditotaruno, penyebar Injil Bumiputera hasil didikan Johannes Emde. Seperti
Ngoro, Desa Mojowarno adalah desa Kristen yang mengembangkan basis
perekonomiannya dengan pertanian. Orang Kristen Sidoarjo tertarik pindah
menuju Mojowarno dan disambut dengan baik Ditotaruno. Bahkan, penyebar Injil
kelahiran Madura, Paulus Tosari, tertarik untuk menetap di Mojowarno. Ia
kemudian memutuskan pindah ke Mojowarno beserta orang Kristen Sidoarjo lain
yang ingin menekuni pertanian. Desa Mojowarno tidak mengizinkan seorang
Muslim pun untuk bertempat tinggal. Kebijakan ini ditetapkan dengan tujuan
27
Van Den End, Harta dalam Bejana (Jakarta: BPK, 1988), hlm. 200.
20

menjadikan Mojowarno sebagai desa Kristen sekaligus pusat pengembangan


Kristen di Jawa Timur. Bersamaan dengan itu, Desa Ngoro sebagai desa Kristen
mengalami kemunduran. Penyebaran Agama Kristen berpindah dari Ngoro
menuju Mojowarno. Coolen kehilangan kharisma sebagai penyebar Agama
Kristen.28 Akibatnya, status Ngoro sebagai tanah persil dicabut dan diambil alih
pemerintah Belanda. Hampir tiga abad GKJW menyebarkan Kristen Protestan
yang mengalami asimilasi dengan Jawa di Mojowarno dan sekitarnya. Kini,
Kristen di Jombang telah berkembang, tidak terbatas di Mojowarno dan Ngoro.
Kecamatan Mojoagung dan Jombang juga terdapat pemeluk agama Kristen.
Mojowarno yang didirikan sebagai desa Kristen dan tidak mengizinkan orang
Muslim tinggal, namun hal demikian telah mengalami perubahan. Beberapa meter
di samping GKJW Jemaat Mojowarno telah berdiri sebuah masjid.

Jemaat GKJW Mojowarno terdiri dari jemaat-jemaat yang tersebar di


seluruh kecamatan Mojowarno, tidak terpisah-pisah tapi menjadi satu tubuh
Kristen di seluruh dunia, gereja merupakan misi yang diwujudkan dalam tri
panggilan yaitu;

1. Diakonia atau pelayanan yaitu, gereja berkewajiban untuk menyatakan


dan mewujudkan pelayanan kasih dan pengorbanan Tuhan Yesus
Kristus di tengah-tengah dunia dan masyarakat.
2. Koinonia atau persekutuan yaitu, gereja yang merupakan persekutuan
dari orang-orang yang terpanggil, dikuduskan dan diperbarui untuk
hidup dalam persekutuan, misalnya persekutuan dan kebaktian
keluarga.
3. Marturia atau kesaksian yaitu, gereja gereja sebagai juru bicara Allah
untuk menyatakan kehendak Allah, untuk memberikan kebenaran,
keadilan, kasih Allah kepada dunia dan masyarakat yang bentuknya
berupa pekabaran injil.

28
C. Guillot, Kiai Sadrach Riwayat Kristenisasi di Jawa, terj. Asvi Warman Adam (Jakarta:
Grafiti Press, 1985), hlm. 38.
21

Dengana bertambahnya dan berkembangnya jumlah warga GKJW jemaat


Mojowarno, maka diperlukan tempat ibadah yang memadai. Pada tahun 1881
dibangun gedung gereja yang layak untuk beribadat, yang menjadi warga GKJW
jemaat Mojowarno adalah mereka yang suadah di baptis dan dicatat dalam buku
induk anggota GKJW jemaat Mojowarno, perkembangan ini terlihat dari tahun
ketahun, pada tahun 1881 tercatat jemaat GKJW berjumlah 2.323, tahun 1886
tercatat 2.377 jemaat, tahun 1891 tercatat 2.432 jemaat, tahun 1896 tercatat 2.477
jemaat, tahun 1901 tercatat 2.525 jemaat, tahun 1906 tercatat 2.568, tahun 1911
tercatat 2.603 jemaat, tahun 1916 tercatat 2.668 jemaat dan pada tahun 1922
tercatat 2.748. Warga GKJW jemaat Mojowarno mengalami pengembangan
dalam bentuk kuantitas dan kualitas, dalam bentuk kuantitas dapat dilihat dari
jumlah jemaatnya yang semakin banyak, sedangkan dalam bentuk kualitas jemaat
mojowarno dapat mengurus kebutuhannya sendiri, memelihara dirinya sendiri dan
mampu mengabarkan injil kepada sekitarnya, sehingga oleh pengurus NZG,
GKJW Jemaat Mojowarno di dewasakan pada tahun 1923.

Setelah GKJW Mojowarno didewasakan oleh pengurus NZG dari Belanda,


pertumbuhan dan perkembangan jemaat GKJW mengalami peningkatan, hal inio
disebabkan oleh bebrapa factor;

4. Berdirinya rumah dan rumah sakit kridten, yang merupakan lahan dan
sarana bagi pemberitaan injil karena melalui sarana-sarana tersebut
para guru dan tenaga medis dapat secara aktif membantu menyiarkan
imjil. Para guru dan tenaga medis tersebut pada sebelumnya dibekali
dengan Alkitab dan tata pekabaran masing-masing, mereka aktif pula
dalam menyiarkan injil.
5. Warga gereja semakin sadar akan panggilannya sebagai seorang
Kristen dan secara langsung selalu berbuat memancarkan kasih Allah
dalm lingkungannya masing-masing. Disisi lalin warga yang b aik
juga turut andil dalam pelayanan jemaat dan turut aktif dalam
pekerjaan pekabaran injil dan memberikan persembahan untuk
mencukupi kebutuhan gereja.
22

6. Sebagai akibat dari kegagalan pemberontakan G30S/PKI dan


pemerintah yang menyatakn PKI sebagai parta terlarang di Indonesia,
pemerintah bertindak tegas dan mewajibkan rakyat Indonesia untuk
memeluk salah satu agama, jika ada orang yang tidak mengikuti
aturan tersebut maka dicurigai sebagai seorang atheis yang
mendukung PKI. Instruksi pemerintah itu diikuti dengan bentuknya
badan penggerak dan penyuluh keagamaan (Bappenka) ditiap
Kabupaten dan Kecematan, akibat instruksi gtersebut rakyat mulai
berduyun-duyun pergi ke masjid atau ke gereja.
7. Dengan adanya bermacam-macam penderitaan yang di alami umat
manusia terutama karena Perang Dunia ke II, manusia mulai sadar
akan kedudukannya sebagai manusia ciptaan Tuhan. Dengan
dipanggilnya orang-orang beriman oleh Roh Kudus untuk turut serta
membangun kerajaan-Nya maka timbullah gerakan kebangunan
rohani dimana-mana yang menghasilkan orang-orang percaya masuk
Kristen.29

Selannjutnya pada tahun 1923 tercatat 2,800 jemaat, tahun 1928 tercatat
2.833, tahun 1933 tercatat 2.867, tahun 1938 tercatat 2.899. tahun 1943 tercatat
2.225, tahun 1953 tercatat 2.850, tahun 1958 tercatat 2.885, tahun 1963 tercatat
2.899, tahun 1968 tercatat 3.324, tahun 1973 tercatat 2.960, tahun 1978 tercatat
2.990 dan pada tahun 1981 tercatat 3.110 jemaat. Dalam perkembangan tahun-
tahun tersebut adea bebrapa tahun yang jumlahnya mengalami penurunan jemaat
di GKJW Mojowarno, seperti pada tahun 1943 gterdapat penurunan jumlah
jemaat dari 5 tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan pada tahun 1943 Jepang
berkuasa di Indonesia, dengan adanya kekuasaan Jepang di Indonesia, pekabaran
injil mengalami rintangan, warga banyak mengalami penganiayaan dan
pembunuhan. Pada waktu jepang menduduki Indonesia, Belanda masih menjajah
Indonesia sehingga masih terjadi perang Bumi Hangus, akibat peperangan
tersebut banyak orang-orang Kristen Mojowarno yang meninggal dan mengungsi,
selain itu juga warga Belanda dan keturunannya banyak yang meninggalkan

29
Hendropuspto, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: PT Gramedia, 1984), hlm. 80.
23

Indonesia. GKJW Mojowarno mulai tidak terurus karena banyak yang di tinggal
pergi oleh pengurus dan jemaatnya, warga yang tidak mengungsi juga tidak berani
mengadakan kebaktian kebaktian pada hari Minggu karena ada larangan keras.
Arsip-arsip gereja banyak yang hilang, sehingga dokumentasi penting tidak dapat
ditemukan lagi. Setelah perang selesai, ketika Indonesia merdeka dengan
seutuhnya, maka gereja mulai berbenah lagi, para jemaat yang mengungsi keluar
dari Mojowarno mulai kembali lagi dan mereka mulai menata hidup yang lebih
baik setelah terguncang akibat perang. Dalam perkembangannya warga semakin
banyak, pertambahan warga ini berasal dari dalam jemaat itu sendiri (kelahiran)
ada juga yang berasal dari pernikahan, perpindahan dari GKJW yang berbeda
tempat, dan berasal dari anggota baru yang tertarik memeluk agama keristen.30

Pada tahun 1968 terjadi peningkatan jemaat yang sangat tinggi, hal ini
sebagai akibat dari peraturan pemerintah yang mewajibkan rakyatnya untuk
beragama. Persitiwa G30 S/PKI menyebabkan masyarakat banyak yang memeluk
salah satu agama baik Islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Masuknya orang-orang
eks PKI dikenal sebagai enobatan Masa, Baptisan Masal” dengan adanya
peraturan pemerinta maka jemaat GKJW Mojowarno mengalami peningkatan
yang tajam. Selanjutnya pada tahun 1970 an jumlah jemaat GKJW Mojowarno
mengalami penurunan, hal ini dikarenakan banyaknya anggota yang keluar, gejala
pengunduran diri jemaat tersebut dikarenakan dengan adanya pertambahan jemaat
melalui penobatan masal ini tidak di barengi dengan pertambahan pelayan, selain
kurangnya tenaga pelayan juga kurangnya intensitas pelayanan, penggembalaan
dan pembinaan. Faktor lain yang mengakibatkan penurunan warga adalah
perpindahan tempat kerja, tempat tinggal, tekanan-tekanan pihak lainserta daya
Tarik pelayanan seperti relevansi, aktualitas pelayanan, sikap yang pasif , acuh
kemudian apatis dan akirnya banyak yang meninggalkan gereja, baik secara terus
terang maupun dengan cara diam-diam. Penghayatan persekutuan juga merupakan
factor utama yang menimbulkan kemunduran-kemunduran, artinya tidak ada
harmonis dalam hubungan secara moril antara anggota gereja dengan majelisnya,

30
Wawancara denagn ibu Madoedari, 26 Oktober 2007 olehTenia Kurniawati,
Perkembangan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Mojowarno di Kabupaten Jombang,
Tahun 1923-1981.
24

perhatian yang sungguh-sungguh dan usaha pastoral di dalam jemaat, perku


jungan ke rumah tangga ataupun ketempat-tempat kerja merupakan kekuatan yang
menggerakkan persekutuan. Faktor lain yang tidak kalah pentingny adalah
pendidikan agama kusus didalam jemaat sendiri yang umumnya kur5ang sekali
mendapat perhatian spenuhnya, Pendidikan Agama Khusus bukan hanya
merupakan kurikulum agama di sekolah-sekolah namun Pendidikan Agma
Khusus ini juga merupakan sarat mutlak terhadap kelangsungan hidup dan
keyakinan Iaman keristen, oleh karena itu pendidikan agam khusu ini juga mutlak
untuk orang dewasa juga.31

C. Asal Mula Gereja Kristen Jawi Wetan


1. Proses Pembangunan GKJW Mojowarno

Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) adalah gereja yang paling tua di
Jawa Timur, struktur dari bangunan greja ini beraliran protestan Calvinisme.
Embrio GKJW ini berasal dari masyarakat pedesaan Kristen yang kemudian
berkembang ke beberapa pedesaan dan perkotaan di Jawa Timur.
Perkembangan gereja ini tidak terlepas dari pola pembentukan komunitas
Kristen awal-awal seperti desa-desa Kristen di wilayah Hutan Keracil, Distrik
Japan (sebutan untuk Mojokerto saat itu dan sekarang Mojowarno, Jombang)
pada awal abad 19 lalu.32

Berdirinya gedung GKJW merupakan sebuah ide dari Paulus Tosarie


yang ketika itu telah menetap di Mojowarno sebagai pemuka agama keristen,
awalnya ibadah hari minggu dan pengajaran jemaat dilakuan di rumah Paulus
Tosarie. Setelah berkembang dengan jumlah yang banyak dan rumah Paulus
tidak bias menampung para jemaat yang hadir, Paulus mengusulkkan kepada
Abisai Ditoretno untuk membangun rumah ibadah.33 Bentuk rumah ibadah
tersebut adalah sebuah gubug (rumah dari anyaman bambu), berjalannya

31
Handoyomarno, Benih Yang Tumbuh VII (Malang: GKJW, 1976), hlm.197-199.

32
Madoedari Wiryoadiwismo dkk, Sejarah Riyaya Unduh-Unduh Jemaat Mojowarno,
(Mojowarno: Tim Pencatat Sejarah GKJW Mojowarno, 2011), hlm. 4.
33
Mariso Soedibyo, Paulus Tosarie: Pemrakarsa Pembangunan Gedung Greja
Mojowarno, (Mojowarno: Setecilan 1975), hlm. 52.
25

waktu jemaat semakin banyak dan rumah ibdah yang sudah dibangun pun
tidak cukup untuk menampung para jemaat. Melihat hal demikian Paulus
Tosarie mengusulkan kembali untuk memperbaik dan memperlua bangunan
tempat ibadah, dengan dana sebesar tujuh gulden. Ketika para Zendeling
Belanda utusan NZG masuk ke daerah Mojowarno untuk membantu pemuka
agama dengan ditandai masuknya J.E Jellesma ke Mojowarno pada tahun
1851, masuknya J.E Jellesma ke Mojowarno mempunya dampak yang positif
terhadap jamaat yang semakin bertambah, renovasi gedung rumah ibadah pun
dilakukan kembali dengan dan sebesal 20 gulden darti bantuan Jellesma yang
digunakan untuk membeli sbeuah kerangka rumah yang cukup besar yang
kemudian dijadikan menjadi satu kerangka dengan kerangka rumah ibadah
sebelum direnovasi. Dengan perbikan tersebut untuk sementara waktu dapat
menampung semau jemaat. Setelah J.E Jellesama meninggal NZG mengutus
Hoezoo untuk menggantikan kedudukan Jellesma dalam melakukan
pelayanan kepada para jemaat dengan bersamaan Paulus Tosarie kemudian
melakukan perbaikan terhadap rumah ibadah untuk yang ketiga kalinya,
perbaikan yang ketiga melakukan perbaikan pada lainta tempat ibdah dengan
diplester.34

Seiring dengan perkeembangan masyarakat Mojowarno, berkembang


pula para jemaat, dengan keadaan yang demikian Pulus Tosarie terdorong
untuk memberikan pelayanan kepada para jemaat dengan baik lagi, pada saat
itu Paulus Tosarie mempunyai keinginan untuk mempunyai gedung gereja
buat para jemaat Mojowarno yang bisa menampung seluruh jemaat. Untuk
memenuhi cita-cita Paulus pada tahun 1871 Paulus Tosarie mengusulkan
pembangunan gedung gereja yang baru dan mengumpulkan dana kepada J.
Kruyt yakni rekan pelayanannya. Setelah ada persetujuan J. Kyurt dan para
anggota jemaat. Langkah pertama yang dilakukan oleh Pulus adalah
mengumpulkan dana dari para jemaat denagn membentuk lumbung
pirukunan. Tiap-tiap anggota dengan sukarela memberikan sebagian hasil
panen untuk gedung gereja yang baru. Setelah semua sumbangan dari para

34
Ibid., hlm 11.
26

jemaat terkumpul, kemudian dijual pada musim paceklik, dan hasl


penjualannya dimasukan pada Nutsapar bank (bank tabungan untuk umum
Surabaya). Pada tahun 1879 pemberian dari para jemaat telah terkumpul
sbanyak 6000 gulden, selain menymbangkan hasil panen para jemaat juga
menyumbangkan pasir, batu bata merah tenaga dan yang lainnya yang
diperlukan untuk membangun pelebaran gedung ibadah.35

Pada bulan November 1879 para jemaat kemudian bergotong royong


atau dikenal dengan kegiatan soyo yakni membuat pondasi bangunan yang
hanya diselesaikan dalam waktu lima hari saja, pada tanggal 24 februari 1879
bertepatan pada hari senin dilaksanakan peletakan batu pertama oleh
Christiana Kruyt putri pendeta J.Kruyt, disaat yang sama Paulus Tosarie juga
mengusulkan rumah kepanditaan dengan bentuk yang memadai. Pada tahun
inilah para jemaat Mojowaru mempunyai dua proyek besar yakni
pembangunan gedung gereja dan rumah kepanditaan sebagai kantor ruang
kerja para diakonia. Dalam pembangunan dua proyek tersebut, setelah
menyelesaikan pembangunan dasar muncul masalah yaitu melesetnya
anggaran dana sbelumnya yang sudah diperhitungkan ternyata masih kurang,
dari situ Paulus Tosarie mengusahakan bantuan kepada beberapa
perkumpulan keristen yang ada di Surabaya, yakni perkumpulan Vresfond
yang memberikan lonceng gereja yang di datangkan langsung dari Belanda
dengan tanda cap mahkota kerajaan Belanda, selain kelompok Vresfond ada
juga yang menyumbngkan dana sebesar 15.000 gulden yakni Gubernur
Jenderal Batavia melalui Raad Van Indie.36

Setelah selesai pembangunan gedung gereja yang menghabiskan lbih


dari 25.000 gulden, Paulus Tosarie dan J. Kruyt dengan para jemaat
berkumpul untuk membiarakan maslah penyempurnaan banguna serta
langkah-langkah yang akan di lakukan dalam peresmian gedung. Dalam

35
Tenia Kurniawati, Perkembangan Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat
Mojowarno di Kabupaten Jombang, Tahun 1923-1981, (Jember: Universitas Jember, 2008), hlm.
44.
36
Mariso Soedibyo, Paulus Tosarie: Pemrakarsa Pembangunan Gedung Greja
Mojowarno, (Mojowarno: Setecilan 1975), hlm. 64.
27

perkumpulan tersebut muncullah beberapa keputasan-keputusan penting


yakni;

a. Diadakan ibadah kebaktian syukur di rumah ibadah yang lama


sebelum melakukan peresmian gedung gereja.
b. Peresmian gedung di tetapkan 3 Maret 1881.
c. Membangun rumah kepanditaan sebagai tempat pelayanan bagi
jemaat.
d. Merencanakan pembangunan balai kesehatan jemaat Mojowarno yang
akan menjadi cikal bakal rumah sakit Kristen Mojowarno.

Pada tanggal 27 februari 1881 para jemaat melakukan ibadah syukur


untuk yang terkhir di rumah ibdah lama, setelah itu empat hari kemudian
yakni tanggal 3 Maret 1881 telah diresmikan gedung gereja baru jemaat
Mojowarno yang dihadiri oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda F.S. Jacob
beserta jajaran pemerintahan. Dalam peresmian tersebut J. Kruyt memimpin
ibadah mengambil nas dari 1 Korintus 1: 9 yang berbunyi”Allah yang
memanggil kamu kepada persekutuan dengan anaknya Yseus Kristus Tuhan
kita adalah setia” sebagai khotbahnya dan kemudia Paulus Tosarie
memberikan sebuah sambnutan yang berbunyi “besar sekali kebahagiaan kita
hari ini, karena boleh memasuki gedung gereja yang megah dan maha indah
ini adalah pusaka bagi anak cucu kita turun-temurun di kemudian hari”
demikianlah bebrapa penggalan khotabah dan sambuan ketika peresmian
gedung GKJW Mojowarno.

2. Perkembangan Gedung GKJW Mojowarno

Perkembangan gedung GKJW, mengalami perubahan yakni dengan


melakukan pemugaran gedung. Setelah proklamasi kemerdekaan puasat
kegiatan keristen di Mojowarno tinggal puing-puing, selain itu keadaan
ekonomi juga mengalami kesulitan, namun keadaain demikian tidak
mengurangi rasa semangat yang tertanam pada jiwa para jemaat. Hal
demikian terbukti dari generasi ke tiga dan ke empat, dengan sebuah
kesederhanaan dan ketulusan hati parra jemaat tergerak dan terbuka kembali
28

untuk menyelenggarakan rumah sakit dan sekolah. Usaha demikianlah yang


nanti bisa diharapkan untuk mengembalikan kegitan gereja sperti
sebelumnya.

Dalam rangka mengembangkan gedung untuk direnovasi banyak


bantuan yang mengalir baik berupa uang dan barang dari para anggota jemaat
dan para orang-orang yang sebelumnya pernah ditolong, para jemaat juga
memperhatikan betul keadaan gedung gereja, hal ini yang kemudian memicu
para jemaat untuk melakukan pemugaran gedung gereja, namun hal demikian
disadari betul oleh para jemaat, dengan melakukan pemugaran gedung gereja
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, oleh karena kitu perlu adanya
dukungan dana dari seluruh jemaat yang bisa menyisihkan hartanya untuk
pemugaran gedung gereja.

Pada tanggal 3 Februari 1978 terbentuk panitia pemugaran gedung


gereja yang terdiri dari patra-putri Mojowarno generasi ketiga dan keempat
yang menetap di Mojowarno, adapun susunan panitianya sebagai berikut

a. Penasehat : Bapak R. Soedibjo Meriso


b. Ketua Umum : Bapak Pdt. Proewito Dwidjosoewigjo
c. Ketua I : Bapak Poerbodarsono
d. Ketua II : Bapak Srijanto
e. Sekretaris I : Bapak Kolil
f. Sekretaris II : Bapak R. Loekmaksono
g. Bendara I : Bapak Soerjatno
h. Bendahara II : Bapak Soeharso
i. Pembantu : Ibu Wirjoadiwismo
: Ibu Listianingati.37

Selnjutnya pada tanggal 28 Februari 1979 para pengurus gereja


mengadakan peringatan 100 tahun peletakan batu pertama gedung gereja,
peringatan ini bermaksud untukl menarik hati para jemaat agar mereka ikut

37
Soedibjo Meriso, Seabad Gedung Gereja Gereja: Gereja Kristemn Jawi Wetan
Mojowarno 1881-1981 (GKJW: Mojowarno, 1981), hlm. 16-19.
29

aktif untuk selalu memperhatikan pelaksanaan pemugaran gedung gereja.


Peringatan tersebut terbagi menjadi dua waktu satu waktu di pagi hari yang di
isi dengan acara kebaktian anak-anak TK keristen, SD keristen, SMP keristen
dan siswa-siswi SMA keristen, waktu kedua dilakukan di sore hari dengan
diisi kebaktian orang-orang dewasa yang di pimpin Pdt. Srisanto S.Th.setelah
selasai acara kebaktian dilanjutkan dengan sambutan dari ketua majelis
jemaat Mojowarno, yaitu Bapak Pdt. Proewito Dwidjosewignjo, dilanjutkan
sambutan dari bapak buapati kepala daerah tingkat II Kabupaten Jombang
H.A Hudan Dardiri kemudian sambutan dari PPMA (Pangreh Padintenan
Majelis Agung atau sama dengan pengurus harian Synode) dan terakhir
sambutan dari sekertaris umum bapak Soeharto S.H.38

Proses peristiwa peletakan batu pertama ini telah membuktikan bahwa


kemauan, pengorbanan dan pengabdian sebagai unsur hidup yang dimiliki
oleh para leluhur ini juga dimiliki oleh para generasi penerus, peninggalan ini
adalah sebuah warisan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan oleh
generasi-generasi selanjutnya. Sekalipun gedung gereja itu adalah merupakan
barang mati, namun oleh tuhan gedung ini dijadikan sarana untuk
menghimpun makhluk-Nya dan juga sebagai tempat terkumpulnya kekuatan
sepiritual yang luhur. Walaupun pada saat itu jemaat Mojowarno
dikategorikan sebagai jemaat yang masih muda secara kuantitas dan kualitas,
namun semangat untuk memiliki gedung gereja yang layak akhirnya dapat
terwujud, yaitu dengan mulainya pemugaran pada tanggal 23 Juli 1979, satu
hari sebelumnya pada hari Minggu yaitu pada tanggal 22 Juli 1979 diadakan
kebaktian terakhir di gedung gereja lama, nast yang di ambil dalam kebaktian
ini adalah dari Hagai 1:8 yang berbunyi ”Pergilah kamu kegunung meramu
kayu dan bangunkan pula rumah ini, maka aku kelak berkenan akan dia dan
akupun akan di permuliakan, demikianlah firman Tuhan”. Kemudian kesokan
harinya pada tanggal 23 Juli 1979 diakadakan doa Syafaat yang dihadiri oleh
majelis jemaat , panitia pemugaran, pemborong, tukang-tukang dan undangan

38
Soedibjo Meriso, Seabad Gedung Gereja Gereja: Gereja Kristemn Jawi Wetan
Mojowarno 1881-1981, hlm. 19
30

dari pemerintah daerah, isi doa tersebut adalah suatu pengakuan bahwa hanya
Allah lah yang bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik, mohon kekuatan
untuk panitia dan para pekerja. Stelah doa selesai dipanjatkan tepat pada
pukul 11.00 secara simbolis bapak Pdt. Proewito Dwidjosewignjo
menurunkan genting dari gereja lama.39

39
Soedibjo Meriso, Seabad Gedung Gereja Gereja: Gereja Kristemn Jawi Wetan
Mojowarno 1881-1981, hlm. 23.

Anda mungkin juga menyukai