21
Tenia Kurniawati, Perkembangan Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat
Mojowarno di Kabupaten Jombang, Tahun 1923-1981, (Jember: Universitas Jember, 2008), hlm.
33-34
13
14
22
Kushadi, Perubahan social Masyarakat Kristen Jawi Di Mojowarno Pada Tahun 1970-
1998, (Surabaya: Universitas Indonesia, 2004), hlm 22.
23
Haidlor Ali Ahmad dan M. Taufik Hidayatulloh, Relasi Antar Umat Beragama, di
Berbagai Daerah, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2016), hlm. 33-34.
15
2. Sejarah Mojowarno
24
Nurhayati dan M. turhan Yani, Transformasi Makna Tradisi Undhuh-Undhuh Pada Era
Globalisasi Di Mojowarno Jombang, (Jurnal, Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 1
Volume 3 Tahun 2013), hlm. 430.
16
Pada sisi lain terdapat seorang pendeta bernama Paulus Tosari yang
sering memberikan wejangan kepada masyarakat di wilayah Singotruno dan
Ditotruno tinggal. Paulus Tosari adalah bawahan C.L. Coolen, seorang
pemimpin dan penguasa Belanda di wilayah Ngoro dan sekitarnya. Paulus
Tosari memberikan wejangan tentang kebijakan hidup yang bertema ‘Ngulati
Tuyo Wening’. Ketiga tokoh panutan ini pada akhirnya bertemu dan
menyatukan misi bersama-sama membina kehidupan masyarakat. Paulus
Tosari yang mempunyai kedekatan dengan C.L. Coolen, meminta ijin agar
Singotruno dan Ditotruno dapat membuka pemukiman baru. Akhirnya Coolen
pun mengijinkan membuka hutan di wilayah tenggara Ngoro yang dikenal
dengan Alas Krancil.
25
Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa Mojowarno 2014-2018, hlm. 7-10.
26
Cekli Setya Pratiwi, “Freedom of Religion in Indonesia on Human Rights Perspective,”
Makalah, Master Level Course On Shariah and Human Rights (2014).
19
Selain Coolen, ada penyebar Injil lain di Jawa Timur, yaitu Johannes
Emde yang mengajarkan Injil di Surabaya. Namun pengajaran Emde berbeda
dengan Coolen, Emde mengajarkan iman Kristiani dengan lebih menekankan
budaya Eropa. Emde melarang pula pengikutnya untuk menonton wayang dan
memainkan gamelan. Segala yang berbau Jawa terlarang bagi Emde dan
pengikutnya. Dengan demikian ada persaingan antara coolen dan Emde dalam hal
penyebaran Injil.
Disisi lain beberapa orang Kristen di daerah Sidoarjo yang telah mengikuti
pendeta Emde merasa tertekan, hal ini dikarenakan ada keterpaksaan untuk
berganti pekerjaan, yang asalnya petani disuruh pindah menjadi pedagang, hal ini
terjadi setelah di baptis oleh penyebar Injil Johannes Emde. Setelah mengetahui
perkembangan Coolen dan Ngoro, para orang Kristen Sidoarjo berniat pindah
menuju Ngoro; daerah di mana komunitas Kristen pertama kali ada di Jawa
Timur. Namun Coolen menolak kehadiran mereka dengan alasan sudah dibaptis
Emde. Penolakan Coolen terhadap orang Kristen yang dibaptis memaksa orang
Kristen Ngoro yang dibaptis Emde membuka lahan baru sebagai tempat tinggal.
Mereka mendirikan Desa Mojowarno tahun 1846. Pendirinya adalah Kiai Abisai
Ditotaruno, penyebar Injil Bumiputera hasil didikan Johannes Emde. Seperti
Ngoro, Desa Mojowarno adalah desa Kristen yang mengembangkan basis
perekonomiannya dengan pertanian. Orang Kristen Sidoarjo tertarik pindah
menuju Mojowarno dan disambut dengan baik Ditotaruno. Bahkan, penyebar Injil
kelahiran Madura, Paulus Tosari, tertarik untuk menetap di Mojowarno. Ia
kemudian memutuskan pindah ke Mojowarno beserta orang Kristen Sidoarjo lain
yang ingin menekuni pertanian. Desa Mojowarno tidak mengizinkan seorang
Muslim pun untuk bertempat tinggal. Kebijakan ini ditetapkan dengan tujuan
27
Van Den End, Harta dalam Bejana (Jakarta: BPK, 1988), hlm. 200.
20
28
C. Guillot, Kiai Sadrach Riwayat Kristenisasi di Jawa, terj. Asvi Warman Adam (Jakarta:
Grafiti Press, 1985), hlm. 38.
21
4. Berdirinya rumah dan rumah sakit kridten, yang merupakan lahan dan
sarana bagi pemberitaan injil karena melalui sarana-sarana tersebut
para guru dan tenaga medis dapat secara aktif membantu menyiarkan
imjil. Para guru dan tenaga medis tersebut pada sebelumnya dibekali
dengan Alkitab dan tata pekabaran masing-masing, mereka aktif pula
dalam menyiarkan injil.
5. Warga gereja semakin sadar akan panggilannya sebagai seorang
Kristen dan secara langsung selalu berbuat memancarkan kasih Allah
dalm lingkungannya masing-masing. Disisi lalin warga yang b aik
juga turut andil dalam pelayanan jemaat dan turut aktif dalam
pekerjaan pekabaran injil dan memberikan persembahan untuk
mencukupi kebutuhan gereja.
22
Selannjutnya pada tahun 1923 tercatat 2,800 jemaat, tahun 1928 tercatat
2.833, tahun 1933 tercatat 2.867, tahun 1938 tercatat 2.899. tahun 1943 tercatat
2.225, tahun 1953 tercatat 2.850, tahun 1958 tercatat 2.885, tahun 1963 tercatat
2.899, tahun 1968 tercatat 3.324, tahun 1973 tercatat 2.960, tahun 1978 tercatat
2.990 dan pada tahun 1981 tercatat 3.110 jemaat. Dalam perkembangan tahun-
tahun tersebut adea bebrapa tahun yang jumlahnya mengalami penurunan jemaat
di GKJW Mojowarno, seperti pada tahun 1943 gterdapat penurunan jumlah
jemaat dari 5 tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan pada tahun 1943 Jepang
berkuasa di Indonesia, dengan adanya kekuasaan Jepang di Indonesia, pekabaran
injil mengalami rintangan, warga banyak mengalami penganiayaan dan
pembunuhan. Pada waktu jepang menduduki Indonesia, Belanda masih menjajah
Indonesia sehingga masih terjadi perang Bumi Hangus, akibat peperangan
tersebut banyak orang-orang Kristen Mojowarno yang meninggal dan mengungsi,
selain itu juga warga Belanda dan keturunannya banyak yang meninggalkan
29
Hendropuspto, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: PT Gramedia, 1984), hlm. 80.
23
Indonesia. GKJW Mojowarno mulai tidak terurus karena banyak yang di tinggal
pergi oleh pengurus dan jemaatnya, warga yang tidak mengungsi juga tidak berani
mengadakan kebaktian kebaktian pada hari Minggu karena ada larangan keras.
Arsip-arsip gereja banyak yang hilang, sehingga dokumentasi penting tidak dapat
ditemukan lagi. Setelah perang selesai, ketika Indonesia merdeka dengan
seutuhnya, maka gereja mulai berbenah lagi, para jemaat yang mengungsi keluar
dari Mojowarno mulai kembali lagi dan mereka mulai menata hidup yang lebih
baik setelah terguncang akibat perang. Dalam perkembangannya warga semakin
banyak, pertambahan warga ini berasal dari dalam jemaat itu sendiri (kelahiran)
ada juga yang berasal dari pernikahan, perpindahan dari GKJW yang berbeda
tempat, dan berasal dari anggota baru yang tertarik memeluk agama keristen.30
Pada tahun 1968 terjadi peningkatan jemaat yang sangat tinggi, hal ini
sebagai akibat dari peraturan pemerintah yang mewajibkan rakyatnya untuk
beragama. Persitiwa G30 S/PKI menyebabkan masyarakat banyak yang memeluk
salah satu agama baik Islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Masuknya orang-orang
eks PKI dikenal sebagai enobatan Masa, Baptisan Masal” dengan adanya
peraturan pemerinta maka jemaat GKJW Mojowarno mengalami peningkatan
yang tajam. Selanjutnya pada tahun 1970 an jumlah jemaat GKJW Mojowarno
mengalami penurunan, hal ini dikarenakan banyaknya anggota yang keluar, gejala
pengunduran diri jemaat tersebut dikarenakan dengan adanya pertambahan jemaat
melalui penobatan masal ini tidak di barengi dengan pertambahan pelayan, selain
kurangnya tenaga pelayan juga kurangnya intensitas pelayanan, penggembalaan
dan pembinaan. Faktor lain yang mengakibatkan penurunan warga adalah
perpindahan tempat kerja, tempat tinggal, tekanan-tekanan pihak lainserta daya
Tarik pelayanan seperti relevansi, aktualitas pelayanan, sikap yang pasif , acuh
kemudian apatis dan akirnya banyak yang meninggalkan gereja, baik secara terus
terang maupun dengan cara diam-diam. Penghayatan persekutuan juga merupakan
factor utama yang menimbulkan kemunduran-kemunduran, artinya tidak ada
harmonis dalam hubungan secara moril antara anggota gereja dengan majelisnya,
30
Wawancara denagn ibu Madoedari, 26 Oktober 2007 olehTenia Kurniawati,
Perkembangan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Mojowarno di Kabupaten Jombang,
Tahun 1923-1981.
24
Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) adalah gereja yang paling tua di
Jawa Timur, struktur dari bangunan greja ini beraliran protestan Calvinisme.
Embrio GKJW ini berasal dari masyarakat pedesaan Kristen yang kemudian
berkembang ke beberapa pedesaan dan perkotaan di Jawa Timur.
Perkembangan gereja ini tidak terlepas dari pola pembentukan komunitas
Kristen awal-awal seperti desa-desa Kristen di wilayah Hutan Keracil, Distrik
Japan (sebutan untuk Mojokerto saat itu dan sekarang Mojowarno, Jombang)
pada awal abad 19 lalu.32
31
Handoyomarno, Benih Yang Tumbuh VII (Malang: GKJW, 1976), hlm.197-199.
32
Madoedari Wiryoadiwismo dkk, Sejarah Riyaya Unduh-Unduh Jemaat Mojowarno,
(Mojowarno: Tim Pencatat Sejarah GKJW Mojowarno, 2011), hlm. 4.
33
Mariso Soedibyo, Paulus Tosarie: Pemrakarsa Pembangunan Gedung Greja
Mojowarno, (Mojowarno: Setecilan 1975), hlm. 52.
25
waktu jemaat semakin banyak dan rumah ibdah yang sudah dibangun pun
tidak cukup untuk menampung para jemaat. Melihat hal demikian Paulus
Tosarie mengusulkan kembali untuk memperbaik dan memperlua bangunan
tempat ibadah, dengan dana sebesar tujuh gulden. Ketika para Zendeling
Belanda utusan NZG masuk ke daerah Mojowarno untuk membantu pemuka
agama dengan ditandai masuknya J.E Jellesma ke Mojowarno pada tahun
1851, masuknya J.E Jellesma ke Mojowarno mempunya dampak yang positif
terhadap jamaat yang semakin bertambah, renovasi gedung rumah ibadah pun
dilakukan kembali dengan dan sebesal 20 gulden darti bantuan Jellesma yang
digunakan untuk membeli sbeuah kerangka rumah yang cukup besar yang
kemudian dijadikan menjadi satu kerangka dengan kerangka rumah ibadah
sebelum direnovasi. Dengan perbikan tersebut untuk sementara waktu dapat
menampung semau jemaat. Setelah J.E Jellesama meninggal NZG mengutus
Hoezoo untuk menggantikan kedudukan Jellesma dalam melakukan
pelayanan kepada para jemaat dengan bersamaan Paulus Tosarie kemudian
melakukan perbaikan terhadap rumah ibadah untuk yang ketiga kalinya,
perbaikan yang ketiga melakukan perbaikan pada lainta tempat ibdah dengan
diplester.34
34
Ibid., hlm 11.
26
35
Tenia Kurniawati, Perkembangan Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat
Mojowarno di Kabupaten Jombang, Tahun 1923-1981, (Jember: Universitas Jember, 2008), hlm.
44.
36
Mariso Soedibyo, Paulus Tosarie: Pemrakarsa Pembangunan Gedung Greja
Mojowarno, (Mojowarno: Setecilan 1975), hlm. 64.
27
37
Soedibjo Meriso, Seabad Gedung Gereja Gereja: Gereja Kristemn Jawi Wetan
Mojowarno 1881-1981 (GKJW: Mojowarno, 1981), hlm. 16-19.
29
38
Soedibjo Meriso, Seabad Gedung Gereja Gereja: Gereja Kristemn Jawi Wetan
Mojowarno 1881-1981, hlm. 19
30
dari pemerintah daerah, isi doa tersebut adalah suatu pengakuan bahwa hanya
Allah lah yang bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik, mohon kekuatan
untuk panitia dan para pekerja. Stelah doa selesai dipanjatkan tepat pada
pukul 11.00 secara simbolis bapak Pdt. Proewito Dwidjosewignjo
menurunkan genting dari gereja lama.39
39
Soedibjo Meriso, Seabad Gedung Gereja Gereja: Gereja Kristemn Jawi Wetan
Mojowarno 1881-1981, hlm. 23.