Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitan


Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang mempunyai
ciri khas dan bersifat kompleks, sebuah kebudayaan yang lahir di dalam suatu
lingkungan etnis tertentu akan ditandai dengan adanya interaksi antara
sekelompok etnis yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut dapat terjadi pada
berbagai unsur kebudayaan, salah satunya yaitu kesenian tradisional yang
merupakan peninggalan masyarakat terdahulu dan masih dipelihara oleh para
pelaku seni sampai sekarang. Untuk memeliharanya yakni dengan cara
memberikan tempat kepada para pelaku seni tersebut untuk berkarya dan
berkesenian serta selalu diapresiasi oleh masyarakatnya, dan pertunjukan adalah
salah satu tempat untuk berkarya dan berkesenian.
Desa Kajoran dengan keberagaman kesenian yang membuat cirikhas dari
desa tersebut, seperti ebleg yang dari dulu sudah ada hingga sekarang. Ebleg di
desa Kajoran berbeda dengan daerah lain, pemainnya pun masih anak-anak, dari
segi tarian, cara mendemnya pun berbeda setiap daerah. Bahkan anak-anak TK
sudah diperkenalkan akan budaya tersebut. Kajoran yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, masih sangat memgang teguh adat istiadat, budaya dan
kesenian. Seperti halnya ebleg terjadi tahapan mendem, terdapat ritual-ritual
namun para tokoh agama tidak mempersalahkan hal itu, karena memandang dari
segi kebudayaan dan adat istiadat yang sudah melekat di desa tersebut.
Dari situ kelompok tertarik untuk melakukan penelitian ebleg dan
bagaimana pandangan ebleg menurut masyarakat muslim, karena dengan
kerukunan yang sangat baik antara agama dengan kebudayaan dan kesenian.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa tradisi ebleg masih berlangsung dalam tradisi masyarakat Kajoran?
2. Bagaimana pemahaman masyarakat muslim Kajoran terhadap tradisi ebleg?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui mengapa tradisi ebleg masih berlangsung dalam tradisi
masyarakat Kajoran.
2. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat muslim Kajoran
terhadap ebleg.
D.

1
BAB II
SKETSA DESA KAJORAN

A. Sejarah Desa Kajoran

Pada jaman dahulu kala Desa ini namanya Desa JurangJero yang
dikelilingi oleh pegunungan kecil, lalu datanglah seseorang yang pintar dan sakti
yaitu Mbah Agung dari Jogjakarta. Mbah Donosari atau dikenal Mbah Agung
atau Mbah Lugu beliau dikenal sebagai orang yang arif, bijak dan disegani oleh
masyarakat Desa Kajoran.
Mbah agung datang ke Desa Jurangjero karena suatu peristiwa yaitu
Mbah Agung bermasalah dengan adiknya. Mbah agung adalah anak dari Surya
Diningrat adiknya bernama Surya Negara. Mbah Agung disuruh mandi keramas
dan minum air degan ijo (kelapa muda hijau) tetapi sudah diminum oleh adiknya.
Mbah Agung adu kesaktian dengan adiknya lalu larilah beliau ke Desa
Jurangjero karena untuk mencari kesaktian lagi (bertapa). Sebelum pergi ke Desa
Jurangjero Mbah Agung berkata kepada adiknya “Runtemurun 7 (pitu) tedap 8
(wolu) yang jadi Ratu adalah Anakku” lalu pergilah ke Desa Jurangjero dan
setelah lama di Desa Jurangjero Mbah Agung memperistri seorang wanita dari
Desa Jurangjero sebagai selir, istri pertama yang dari Jogjakarta sedang
mengandung dan adiknya Mbah Agung yang di Jogjakarta pun sudah beristri dan
sama-sama sedang mengandung juga kemudian lahirlah anak Mbah Agung yang
berasal dari Desa Jurang Jero seorang Putra tetapi namanya tidak diketahui, Istri
dari adiknya Mbah Agung yang di Jogjakarta juga akan melahirkan tetapi
mengalami kesulitan kemudian adik dari Mbah Agung pergi ke Desa Jurangjero
menjemput Mbah Agung untuk membantu persalinan istrinya agar dapat
melahirkan. Mbah Agung menyuruh seorang “Mbah Perempuan” sakti yang
dalam sekejap saja bisa sampai di Jogjakarata, mbah perempuan tersebut disuruh
Mbah Agung untuk membawa anak dari Mbah Agung untuk ditukarkan dengan
bayi dari anak adiknya sehingga anak dari Mbah Agung berada di Jogjakarta dan
anak dari adik Mbah Agung berada di Desa Jurang Jero.

Setelah Mbah Agung meninggal dunia dan dimakamkan di Pesarean


Gede yang letaknya diantara Dukuh Kewao desa Kajoran dan Desa
Karangtengah. Makam Mbah Agung oleh warga masyarakat sampai saat ini
masih dieramatkan bahkan pada bulan-bulan tertentu banyak pendatang yang
berziarah dan bermeditasi.

2
Semula Desa ini dinamakan desa Jurangjero dan Sejak berdirinya Masjid
Kajoran pada tahun 1819 Desa Jurangjero diubah menjadi Desa Kajoran.
Sebelum desa Jurangjero diubah menjadi Desa Kajoran datanglah seorang
muslim yaitu Sunan Kalijaga untuk mengajarkan agama islam karena belum
adanya tempat mengaji/beribadah maka Sunan Kalijaga membuat Suro/Masjid
diDesa Jurangjero yang letaknya di Dukuh Kemojing namun sebelum masjid jadi
sunan Kalijaga pulag ke Demak karena di Demak juga sedang membuat Masjid
sesampainya di Demak disana ada sunan Giri, sunan Ampel dan Sunan Kalijaga
pun ikut membantu membuat Masjid lau ditanyalah Sunan kalijaga oleh Sunan
Giri sebagai berikut :
Sunan Giri : Dari mana Sunan Kalijaga ?
Sunan kalijaga : Dari Jurangjero
Sunan Giri : Ngapain disana ?
Sunan Kalijaga : Membuat Masjid...”
Sunan Giri : Jorjoran banget sih, orang disini belum jadi ko membuat
disana”
Kemudian Sunan Kalijaga diberi kayu/lakar untuk dipahat namun pada
waktu mengkapak kayu tersebut mengenai kepala “Orong-orong” (anjing tanah)
sehingga putuslah kepalanya kemudian disambnglah kepala orong-orong tersebut
dengan tatal kayu (pecahan kayu jati yang dipahat) sehingga menyatu dan orong-
orong tersebut hidup kembali.
Setelah Masjid Demak tersebut jadi daerah tersebut diberi nama Desa
Jorjoran oleh Sunan Giri yang kemudian oleh Sunan Kalijaga namanya
disempurnakan menjadi Desa Kajoran sampai dengan sekarang setelah itu Sunan
Kalijaga kembali ke Desa Jurangjero dan setelah itu Sunan Kalijaga
memerintahkan/ memasrahkan kepada anaknya untuk mengajarkan ajaran-ajaran
agama islam diMasjid Kajoran kemudian Sunan Kalijaga kembali lagi ke Demak.
Orang-orang yang meneruskan mengajarkan agama islam yaitu :
1. KH. Sanmurdi
2. KH. Mad Mustar
3. KH. Mad Dalyar Dullah Ikhsan
4. KH. Santa Wijaya
Ahirnya banyak orang yang mengaji di Masjid Kajoran dan mengenal
agama Islam sampai sekarang ini. Merupakan sumber dari RPJM desa Kajoran.
B. Geografi Desa Kajoran
Desa kajoran adalah sebuah desa yang terletak di sebuah lembah
pegunungan Condong dan pegunungan Mbutak. Berdasarkan sejarah desa

3
Kajoran terletak di antara gunung Condong (sebelah timur) dan gunung
Tumpeng (sebelah barat) serta antara gunung Sirnabaya/ Cungkub (sebelah utara)
dan gunung Mbutak (sebelah selatan). Oleh karena letaknya dikelilingi dengan
gunung sehingga sehingga desa tersebut berada di bawah lembah gunung, hingga
akhirnya nama desa Kajoran pada awalnya adalah Jurangjero, seiring berjalannya
waktu berdasarkan cerita dari hasil observasi kami, desa tersebut digunakan
untuk singgah oleh ‘Ulama besar waktu itu yang sedang menjadi buronan
Belanda, untuk menghilangkan jejak sehingga desa Jurangjero digantikan dengan
nama Kajoran. Sampai saat ini nama itu masih eksis di tengah-tengah kehidupan
masyarakat, dan mungkin tak akan tergantikan.

Sedangkan secara geografis, desa Kajoran terletak di Kecamatan


Karanggayam Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. Adapun batas
wilayah Desa Kajoran adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Desa Karang Tengah


2. Sebelah Selatan : Desa Giripurno dan Desa Penusupan
3. Sebelah Barat : Desa Karanggayam
4. Sebelah Timur : Desa Watulawang dan Desa Condong Campur

Secara area desa Kajoran terdiri dari 7 dukuh, 7 RW, dan 32 RT yaitu :

1. Dukuh Kemojing : 1 RW dan 5 RT


2. Dukuh Sudagaran : 1 RW dan 5 RT
3. Dukuh Muntuk : 1 RW dan 3 RT
4. Dukuh Kaligowok : 1 RW dan 5 RT
5. Dukuh Jatiwera : 1 RW dan 3 RT
6. Dukuh Kewao : 1 RW dan 6 RT
7. Dukuh Condong : 1 RW dan 5 RT

Tujuh dukuh di atas terletak pada dataran tinggi dan dataran rendah yang terdiri
dari pemukiman, sawah, dan tegalan/ ladang. Adapun untuk sarana pendidikan
terbagi menjadi dua, yaitu sarana pendidikan formal yang terdiri dari ( Play
Group, PAUD, TK, dan SD) serta pendidikan non formal yang terdiri dari
(pesantren dan TPQ).

C. Kependudukan Desa Kajoran

Desa Kajoran adalah sebuah desa yang dapat dikatakan maju khususnya
dalam bidang keadministrasian. Ini dapat dilihat dari keadaan fisik balai Desa

4
Kajoran, yang mana secara umum terbukti dengan adanya fasilitas administrasi/
pelayanan kerja yang memadai, seperti : gedung balai desa yang cukup, tata
ruang yang baik, dan juga peralatan kantor yang cukup, sehingga dalam
melayani masyarakat dapat terlaksana dengan baik. Ini juga tidak lepas dari
peran serta kinerja perangkat yang mempunyai skill pemerintahan yang baik
dan energik.

Dilihat dari segi keadaan fisik desa Kajoran sendiri, desa Kajoran dapat
dikatakan maju dalam bidang pembangunan, sebagai misal jalan desa Kajoran
atau sekitarnya yang kondisinya masih cukup baik, walaupun di beberapa titik
masih ada kerusakan, namun masih dapat digunakan. Selain daripada jalan,
kondisi kemakmuran rakyat juga sudah cukup memadai, karena dilihat dari
rumah-rumah yang mereka huni sudah cukup layak, walaupun masih ada rumah
yang tidak layak untuk dihuni.

Adapun luas wilayah Desa Kajoran adalah 820.235 Ha. Sebagian besar
wilayah Desa Kajoran adalah dataran tinggi atau pegunungan. Jarak desa
Kajoran ke kota Kecamatan Karanggayam adalah 2 Km, sedangkan jarak dari
desa Kajoran ke kota Kabupaten Kebumen berjarak 21 Km. Sehingga dapat
dikatakan desa Kajoran adalah desa yang terletak di jantung kota kecamatan
Karanggayam.

Desa Kajoran secara umum merupakan desa yang masih jarang


penduduknya jika dibandingkan dengan luas area desa. Karena jumlah
penduduk desa Kajoran berdasarkan data yang kami dapat adalah sebanyak
4.121 jiwa yang terdiri dari 2.053 laki-laki dan 2.068 perempuan, dan jumlah
kepala keluarga di desa Kajoran sebanyak 600 KK. Jika dilihat dari jumlah
penduduk tersebut, memang termasuk desa yang padat penduduknya serta
kategori desa besar.

Adapun kondisi pendidikan masyarakat desa Kajoran secara pendidikan


formal di usia sekolah sebagian besar sudah menempuh wajib belajar sembilan
tahun. Namun jika dilihat dari pendidikan nonformal khususnya ilmu agama ini
masih sangat jauh, karena masih banyak dari masyarakat Kajoran yang buta
akan ilmu keagamaan. Ini terlihat dari kondisi kegiatan ‘ubudiyyah di masjid
atau musholla setempat.

5
D. Sosial, ekonimi dan Budaya Masyarakat Kajoran
Dari segi sosial ekonomi masyarakat desa Kajoran dapat dikatakan maju,
karena secara kebutuhan primer (pangan, sandang, dan papan) ini sudah
tercukupi dengan baik. Bahkan kebutuhan sekunderpun sudah merata, seperti:
kendaraan, media elektronik, dan alat-alat lain yang mendukung untuk
mengembangkan bakat potensi masyarakat desa Kajoran. Walaupun keadaan
ekonomi yang sudah mencukupi, namun kesosialan masyarakat desa Kajoran
masih sangat erat satu sama lain, ini terbukti masih adanya gotong royong dalam
mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Mayoritas masyarakat Desa Kajoran adalah bermata pencaharian sebagai
petani, namun karena keadaan sawah yang tadah hujan, sehingga mayoritas
masyarakat desa Kajoran lebih cenderung menanam palawija. Tanaman palawija
yang menjadi pokok penghasilan bagi masyarakat desa Kajoran adalah palawija
tembakau juga palawija jenitri. Karena masyarakat desa Kajoran memiliki jiwa
sosial kemasyarakatan yang tinggi. Keinginan untuk saling bantu membantu
antar sesama juga masih terlihat.
Budaya atau adat istiadat adalah merupakan ciri has dari setiap mereka
yang mempunyai budaya tersebut, dan untuk melestarikan budaya atau adat
istiadat tidaklah mudah, namun membutuhkan pengorbanan. Adapun budaya
atau adat istiadat yang ada di desa Kajoran ini berasal dari tradisi jawa yang
sedikit banyak sudah dikolaborasikan dengan mu’amalat Islamiyah. Sebagai
misal tradisi kesenian seperti (Zam Janeng dan Ebleg), dan ada juga tradisi
slametan seperti (pemberian nama bayi: dalam bahasa jawa petetan, tasyakuran
kehamilan : dalam bahasa jawa mapati, mitoni/ keba, dan ndaweti, ritual do’a
kepada orang yang sudah meninggal : dalam bahasa jawa nyaur tanah, nelung
dina, pitung dina, matang puluh, nyatus, mendak I/ II/ III, dan haul).
Tradisi-tradisi di atas tetap dilestarikan oleh masyarakat desa Kajoran
sebagai rasa hormat mereka kepada leluhur mereka. Oleh karena tradisi-tradisi
tersebut tidak merusak aqidah Islam dan dapat dikolaborasikan dengan
mu’amalat Islamiyah, sehingga tradisi-tradisi tersebut selalu dijaga dan
dilaksanakan dengan baik. Adapun adat istiadat yang masih melekat dalam
masyarakat desa Kajoran meliputi berbagai unsur, yaitu:
1. Adat istiadat slametan desa. Adat istiadat slametan desa yang lebih
dikenal dengan istilah ruwat desa atau sedekah bumi ini sangat kental di
tengah-tengah masyarakat. Tradisi ini biasanya dilaksanakan pada bulan
sura sebagai ujud rasa syukur karena masih mendapatkan umur yang
panjang serta do’a mohon ampun terhadap kegiatan-kegiatan pada tahun

6
sebelumnya, dan do’a mogon dilancarkan terhadap kegiatan-kegiatan
pada tahun yang akan datang.
2. Adat istiadat slametan jasmani dan rohani kita. Adat istiadat ini adalah
bentuk permohonan keselamatan jasmani dan rohani kepada Tuhan sang
Pencipta alam semesta. Tradisi ini meliputi upacara petetan yang
dibarengi dengan acara aqiqoh (tasyakuran dengan menyembelih hewan
kurban sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan oleh hukum agama
dalam hal ini Islam), upacara pernikahan (tasyakuran yang diadakan
sesuai dengan kemampuan masing-masing dan sesuai dengan aturan dan
adat yang berlaku)
3. Adat istiadat slametan harta benda kita. Adat yang terakhir ini dilakukan
dengan memohon do’a kepada Tuhan yang bertujuan untuk menjaga harta
benda yang dimilikinya dengan memberikan sedikit hartanya kepada
makhluk-Nya khususnya yang tidak nampak (sesaji)
E. Keagamaan Masyarakat Kajoran
Sosial keagamaan masyarakat adalah kegiatan sosial yang sudah
dilandasi dengan aturan-aturan agama, dan diwadahi secara rapi. Dilihat dari
segi fisik hal ini sudah dapat terlaksana dibuktikan dengan adanya pengajian-
pengajian rutin, TPQ-TPQ, serta adanya paguyuban para tokoh ‘Ulama se-desa
Kajoran. Jadi hal ini sudah terorganisir dengan baik, dan sudah merata ke
seluruh lapisan masyarakat desa Kajoran pada setiap dukuhnya.
Namun demikian dilihat secara kegiatan ubudiyahnya ini belum dapat
dikatakan merata, karena masih adanya sebagian masyarakat yang belum tahu
akan makna substansi dari ubudiyah. Hal ini yang perlu diperhatikan secara
intens, karena secara fisik sudah dapat terorganisir dengan baik, yang masih
dipertimbangkan tinggal bagaimana agar secara non fisiknya juga sama seperti
halnya teori-teori atau program-program yang ada.
Memang bicara tentang sosial masyarakat desa Kajoran termasuk
masyarakat yang mempunyai sosial tinggi, namun ini baru pada tataran sosial
kemanusiaan, sedangkan sosial keagamaannya masih kurang. Namun kami
yakin cepat atau lambat sosial keagamaan pasti akan dapat berkembang dengan
baik, karena di dalamnya sudah terwadahi dengan baik. Hal ini tinggal
membutuhkan proses dinamika sosial keagamaan masyarakat yang ada secara
substansial.

7
BAB III
EBLEG

A. Sejarah Ebleg
Ebleg adalah tarian yang menggambarkan latihan perang prajurit
Mataram ketika melawan Belanda. Latihan perang yang dilakukan prajurit
Kasunanan setiap Sabtu itu kemudian dimodifikasi oleh seniman untuk
mengobarkan semangat perlawan rakyat. Tarian yang demikian agresif dan
gagah itu dipentaskan untuk membumbungkan optimisme rakyat supaya tetap
semangat melawan penjajah. Stigma kuno yang dilekatkan pada tari ebleg dapat
diidentifikasi karena tiga hal. Pertama, sejak dicipta pada masa kekuasaan
Mataram dan diwariskan hingga saat ini tari ebleg tidak mengalami perubahan
yang bermakna. Kedua, nuansa magis yang dibangun dengan menghadirkan roh
saat wuru’ mengesankan lekatnya animisme yang dianut masyarakat Jawa kuno.
Ketiga, semangat memerangi penjajah sudah tidak relevan dengan semangat
juang saat ini.
Ebleg adalah jenis tarian yang berkembang di desa Kajoran Kajoran
khususnya di dukuh kewao. Menurut pak Hadi Surito makna ebleg adalah
menggambarkan masalah keprajuritan peperangan. Dahulu pangeran diponegoro
menggunakan kuda untuk berperang. Menurut Bapak Suripto kaur pembangunan
desa Kajoran yang kebetulan beliau dulu gemar bermain ebleg, dulu sewaktu
masa bupati Ibu Rustriningsih, sekitar tahun 2005desa Kajoran mendapatkan
gamelan, dari situ para tokoh berfikir bahwa dari pada gamelan tidak terpakai,
mereka sering bermain gamelan. Saat 17 agustus 2005 Desa Kajoran dukuh
kewao mengadakan karnaval. Dari enam RT menampilkan bermacam-macam
kreasi. Dukuh kewao menampilkan ebleg, itupun masih sederhana. Dari baju
masih menggunakan baju olahraga, kuda kepangnya masih meminjam. Dari
karnaval itu para tokoh membuat konsep paguyuban ebleg. Saat itu masih
berjumlah dua belas pemain. Tokoh-tokohnya antara lain Pak Suta (mantan BPD
Kajoran), Ibunya Pak surip, Mbah adin dan Ibunya. Target dari ebleg adalah
anak-anak kecil karena saat karnaval yang minat untuk bermain ebleg juga anak-
anak kecil. Sampai saat ini ebleg turonggo mudo masih berjalan, latihan setiap
malam minggu dan malam rabu. Walaupun sekitar tahun 2006 sempat berhenti
dikarenakan anak-anak yang sudah menginjak SMA itu berhenti. Berhentinya
karena factor malu. Dari situ selalu ada pergantian pemain, sulitnya adalah
melatih anak-anak yang memang belum mempunyai basic nari. Untuk yang

8
pemain laki-laki justru semangat dalam bermain ebleg. Walaupun sudah berhenti
karena bekerja, jika pulang masih mau melatih adik-adik yang masih berproses.
B. Tradisi Ebleg
Tradisi ebleg sudah turun temurun dari nenek moyang. Setiap desa
pastilah berbeda tradisi. Sajen itu ada pakemnya atau aturanya, tetapi tidak ada
aturan sajen yang dipatenkan. Tradisi ebleg kewao setiap melakukan pertunjukan
ada beberapa tradisi yang tidak bisa ditinggalkan. Tradisi tersebut seperti
membakar menyan, menyediakan bunga, kelapa muda, itu semua namanya sajen.
Kenapa menggunakan bunga, menurut bapak suripto dan pak lurah bunga pada
dasarnya wangi, dalam islam menganjurkan untuk menggunakan wewangingan,
namun zaman dahulu belum ada parfum seperti sekarang sehingga orang-orang
zaman dulu menggunakan bunga.
Menurut bapak suripto sajen itu asal katanya “ngajeni” yang artinya
bentuk penghormatan baik yang kelihatan atau yang tidak kelihatan. Sajen ada
dua yaitu sajen yang didepan apabila ada yang datang itu untuk menghormati
yang datang, sedangkan sajen yang didalam rumah itu sajen untuk para pemain
jika kelelahan. Sajen itu bentuknya seperi jajanan pasar , wedang jembawuk yaitu
air putih yang ada daun dadap, air kelapa muda, kopi gula jawa, the gula jawa,
kopi pai, bubur merah, bubur putih. Menurut bapak suripto orang jawa sudah
terbiasa dengan tradisi itu untuk mewujudkan rasa syukur.
Desa Kajoran setiap bulan agustus dan bulan syura pastilah mengadakan
pentas kesenian yang ada di Kajoran. Hal itu sudah menjadi tradisi rutin yang
wajib dilaksanakan. Selain untuk melestarikan kebudayaan juga untuk
menambah erat tali kekeluargaan.
C. Ritual ebleg
Ritual ebleg yaitu kebiasaan yang dilakukan agar acara ebleg lancar.
Ritual tersebut di sebut juga dengan tirakat. Adapun ritual-ritual ebleg kewao
antara lain:
1. Tirakat
Tirakat yaitu sebagian dari ritual yang harus dijalankan bagi setiap
anggota. Menurut indah, salah satu pemain ebleg turonggo mudo jika ingin
mendem (kesurupan) terlebih dahulu latian olah spiritual berupa berpuasa satu
hari sebelum pentas. Tirakat sebenarnya itu untuk mempersiapkan jiwa dan
raga supaya dalam melakukan pentas ebleg lancar tidak ada halangan. Tirakat
tersebut selain untuk ritual juga ada tujuan tersendiri. Melihat dari pemain
ebleg yaitu anak-anak, tujuan tirakat untuk memberikan pendidikan kepada

9
anak-anak mengenai unggah-ungguh, kesopanan, dan sikap-sikap yang terpuji
laiinya.
2. Urutan Pementasan
Urutan pementasan ebleg dari awal sampai akhir setiap daerah
berbeda. Urutan pementasan ebleg Turonggo Mudo Kewao tidak pasti
terkadang jika pemain merasa jenuh dengan urutan biasanya, Pak Hadi selaku
pemimpin terkadang membolak – balik urutan pementasan. Berikut urutan
pementasan yang sering dipentaskan :
a. Gendingan tiga kali
Merupakan musik pembukaan untuk menarik penonton.
Gendingan yaitu hanya suara – suara gending, pemberitahu bahwa ebleg
akan segera dimulai.
b. Ayak-ayak (pembukaan)
Merupakan musik gending pertanda pemain akan keluar. Berbeda
dengan yang pertama, ayak-ayak ini music yang mempertandakan pemain
ebleg akan keluar melakukan pementasan.
c. Tari capilan (sembahan)
Merupakan tarian sembahan pertama, atau dikatakan tarian pembukaan.
d. Tari Eling-eling
Merupakan tarian yang bermakna bahwasannya manusia harus mengingat
kepada yang Maha Kuasa.
e. Lintrungan
Tarian sebelum peserta mendem atau kesurupan. Tarian lintrungan ini
tarian paling ramai dan dengan gerakan yang cepat.
f. Janturan
Tahap ini yang biasanya ditunggu-tunggu oleh para penonton yaitu
mendem. Istilah mendem dipakai oleh masyarakat Kajoran maknanya
yaitu pemain ebleg kesurupan setelah pemimpin ebleg melakukan ritual
untuk memanggil atau menimbulkan roh-roh. Menurut pak suripto tidak
semua pemain ebleg bisa kesurupan semua, terkadang ada yang pura-pura
kesurupan karena tidak bisa kesurupan. Tidak sepenuhnya juga dalam
kondisi kesurupan pemain tidak sadar. Melainkan anggota tubuh tertentu
yang mengalami kesurupan. Semua pemain ebleg yang mendem meminta
apa yang telah disediakan, seperti memakan bunga, dan sajen yang telah
dipersiapkan.
g. Penyembuhan

10
Urutan paling akhir dari pementasan ebleg adalah penyembuhan.
Penyembuhan dilakukan oleh pemimpin atau orang yang tadi
menimbulkan. Tanda-tanda pemain yang sudah ingin disembuhan
biasanya mereka meminta minum.

D. Atribut dan Peralatan


Atribut yang dikenakan Penarinya berupa celana panjang dilapisi kain
batik sebatas lutut dan berkacamata hitam (sebagian ada yang tidak berkaca
mata), mengenakan mahkota dan sumping ditelinganya. Pada kedua pergelangan
tangan dan kaki dipasangi gelang-gelang kerincingan sehingga gerakan tangan
dan kaki penari ebleg selalu dibarengi dengan bunyi kerincingan.
Ebleg kewao untuk sekarang berjumlah 30 orang. Dengan rincian 12
pemain ebleg, 10 penabuh gamelan, 2 barong, 3 pemain campuran, 3 penthul.
Peralatan untuk Gendhing pengiring yang dipergunakan antara lain kendang,
saron, kenong, gong, dan seruling. Selain peralatan gendhing juga ada sesaji atau
sajen yang harus disediakan.

11
BAB IV
EBLEG DAN MASYARAKAT MUSLIM

A. Pemahaman dan Makna Ebleg menurut Masyarakat Muslim.


Menurut Bapak Kyai Abdul Rouf makna ebleg adalah suatu kesenian dan
kebudayaan yang sudah menjadi tradisi di desa Kajoran. Jika dilihat dari sisi
agama memang ada yang hal menyimpang karena didalam nya terdapat sajen,
mengundang roh. Jika kita memandang ebleg dari segi kesenian hiburan itu tidak
masalah. Ebleg jika dipahami itu adalah kuda dimana kuda adalah tumpakane
(kendaraan) pahlawan jawa. Menunjukan kegagahan seorang pahlawan. Untuk
menarik penonton selain menggunakan kuda, ditambah dengan gamelan dan
atraksi itu semata-mata untuk hiburan. Ebleg merupakan tradisi jika dihilangkan
tidak bisa, terkadang suatu tradisi jika tidak dilaksanakan akan khawatir aka nada
hal-hal yang tidak diinginkan, itu hal yang perlu kita luruskan.
Budaya justru bisa menarik masyarakat untuk bersyukur, ketika sudah
selesai pementasan dengan lancar disitu para pemain menunjukan rasa syukur.
Menurut beliau, ebleg selain menjadi tontonan juga bisa menjadi tuntunan.
Tuntunan nya yaitu keragaman dan kebersamaan dari pemain ebleg, dengan
tariannya yang sama, walaupun dalam keadaan mendem tarian tetap sama.
Digambarkan dengan kondisi masyarakat yang beranekaragam namun tujuannya
tetap sama. Kedua, dengan gagahnya menggunakan kuda kepang yang kompak
menarikan tarian. Walaupun pemain tinggal satu penonton tetap setia menonton,
tidak seperti tontonan yang lainnya.
Maksud dari tarian setiap grup itu berbeda. Hal itu untuk menunjukan
cirikhas dari suatu grup. Dalam grup ebleg tetap mempunyai pedoman
bahwasanyya tontonan itu harus menjadi tuntunan. Ketika ada pementasan ebleg
anak-anak kecil tenang dan tidak kemana-mana. Menurut bapak Rouf dampak
negative muncul itu tergantung dari pimpinannya. jika pimpinan tidak
memperhatikan kewajiban itu yang menjadikan dampak negative muncul.
Dampak positif dari pemain ebleg yaitu pemain ebleg mampu bersilaturrahim
dengan masyarakat, menambah saudara, memiliki rasa sopan santun dan
tanggung jawab. Untuk masalah kesurupan menurut pak Rouf ada yang asli bisa
mendem ada yang hanya berpura-pura. Karena disitu gamelan yang sudah
merasuk dalam jiwa bisa membuat pemain terlalu menghayati. Untuk masalah
sholat misalnya, sebebnarnya bisa diatur ketika pemain gendang atau peman
ebleg di roling ketika waktu sholat bagaimana caranya pemain berganti. Semua
itu tergantung dari pemimpinnya.

12
Masalah keimanan menurut pak Rouf kembali ke diri sendiri ketika
pemain selalu ingat bahwasannya semua itu milik Allah itu tidak masalah.
Budaya yang beragama itu maksudnya suatu kebudayaan yang bisa menarik
masyarakat untuk beragama. Seperti halnya kenduren itu menarik masyarakat
untuk beragama, selain untuk makan – makan bisa diisi dengan pengajian.
Agama yang berbudaya ketika sesame manusia saling menghargai saling
menghormati. Ketika agama dengan budaya sejalan itu sangat bagus.
Di desa Kajoran termasuk Budaya yang beragama, dari situ nanti saling
meluruskan jika ada hal yang sekiranya jauh menyimpang.
Hampir sama dengan pemaparan pak Kyai Abdul Rouf dengan pak
suripto bahwasanya islam dengan adat istiadat tradisi itu sebaiknya berjalan
beringingan karena jika dihilangkan pun tidak bisa karena sudah menjadi hal
yang turun temurun dari nenek moyang. Menurut Pak Suripto tidak perlu risih
dengan tradisi yang ada di desa karena justru mereka harus belajar dari tradisi
tersebut, karena dalam tradisi mengandung makna tersendiri, menurut pak
Suripto adanya paguyuban ebleg banyak sekali pembelajaran apalagi untuk para
pemain, seperti tirakat misalnya itu mengajarkan pemain untuk berpuasa,
mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa, selain itu pendidikan dalam
paguyuban banyak sekali seperti jadwal latian malam minggu, kenapa malam
minggu karena biasanya anak muda malam minggu jalan-jalan entah kemana,
dengan adanya latihan menjadikan anak-anak tidak bepergian. Dilihat dari segi
ketidak hadiran pastinya ada sanksi yang harus diterima, dari situ anak-anak
dilatih untuk disiplin dan tanggung jawab. Menurut pak suripto yang tidak boleh
di tiru atau diluruskan adalah niat dalam membakar menyan, seharusnya niat nya
adalah untuk mendoakan yang didalam kubur bukan meminta doa kepada yang
ada di dalam kubur.

13
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Desa Kajoran dengan kebragaman budayanya yang masih sangat memegang
teguh adat istiadat menjadikan cirikhas tersendiri untuk desa Kajoran. Hal itulah yang
menjadikan kesenian terus berkembang menjaga kelestarian apa yang telah
diwariskan nenek moyang kepada generasi penerus. Masyarakat desa yang mayoritas
muslim justru mendukung adanya tradisi – tradisi yang ada di Kajoran selama itu
tidak menyimpang dari agama.
Ebleg yang masih sangat kenthal sampai sekarang di desa Kajoran masih terus
dilestarikan. Karena sudah melekat dan turun temurun dari generasi satu ke generasi
selanjutnya menjadikan kesenian tersebut tetap ada. Adanya moment yang setiap
tahun dua kali yaitu agustus dan bulan syura menjadikan kesenian itu tetap lestari.
Berdasarkan wawancara dengan tokoh-tokoh muslim di desa Kajoran dapat dikatakan
bahwasannya masyarakat Kajoran mampu berjalan beriringan antara kebudayaan dan
agama. Para tokoh agama tidak mempersalahkan adanya tradisi ebleg tersebut selagi
tidak menyimpang dari syariat Islam.

14

Anda mungkin juga menyukai