Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan berjuta kebudayaan dan seni, keunikan yang
dimiliki oleh negara kepulauan ini menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun
manca negara. Kebudayaan di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari
pulau-pulau kecil sampai ke pulau-pulau besar. Bali adalah salah satu dari pulau tujuan
wisata paling di sukai oleh para turis selain karena keindahan alamnya berbagai keunikan
budaya serta kehidupan masyarakatnya yang membuat Bali semakin terkenal di mata
dunia. Meskipun Bali sebuah pulau kecil namun setiap daerah di Bali memiliki adat dan
budaya yang berbeda-beda setiap kabupaten, desa, bahkan banjarnya memiliki adatnya
masing-masing. Salah satu desa yang menarik untuk diulas adalah desa Panjer, sebuah
desa kecil yang terletak di daerah Denpasar Selatan. Desa yang terdiri dari 39.223 jiwa ini
memiliki kebudayaan dan masalah sosial yang menjadikan desa ini memiliki keunikannya
sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa alasan penulis berpindah ke Desa Panjer ?

1.2.2 Bagaimana sejarah Desa Panjer?

1.2.3 Apa saja kebudayaan dan icon yang ada di Desa Panjer?

1.2.4 Apa saja masalah sosial Desa Panjer?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui alasan penulis berpindah ke Desa Panjer

1.3.2 Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Desa Panjer

1.3.3 Untuk mengetahui kebudayaan yang terdapat di Desa Panjer

1.3.4 Untuk mengetahui masalah sosial yang terdapat di Desa Panjer

1.4 Manfaat

1
1.4.1 Memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah, kebudayaan, dan
tradisi yang terdapat di Desa Panjer agar masyarkat dapat melestarikannya.

1.4.2 Masyarakat dapat mengetahui dan memberikan solusi permasalahan sosial


yang ada di Desa Panjer.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Alasan penulis berpindah ke Desa Panjer

Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota. Seperti yang kita
ketahui ketimpangan antara desa dan perkotaan di Indonesia cukup tinggi. Ketimpangan
akses antara pedesaan dan perkotaan terhadap infrastruktur seperti jaringan listrik dan jalan
berkualitas, fasilitas umum, sekolah sampai pekerjaan menjadi masalah yang masih sulit
untuk diselesaikan pemerintan. Untuk mendapatkan suatu niat urbanisasi, seseorang biasanya
harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, dll.

Ayah saya lahir di Desa Tianyar Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem, salah satu
desa terpencil yang ada di kabupaten Karangasem sekitar tiga jam dari pusat kota Denpasar
yang menyebabkan sulitnya akses kebutuhan dan fasilitas umum. Ketimpangan antara desa
dan kota ini membuat ayah saya membulatkan tekadnya untuk berpindah ke Kota Denpasar.
Alasan ayah saya saat itu memilih desa Panjer sebagai tinggal di Kota Denpasar karena Desa
Panjer merupakan desa yang cukup padat penduduk nanum juga tidak terlalu ramai juga. Ibu
saya juga lahir di desa yang sama dengan ayah saya yaitu di Desa Tianyar Kecamatan Kubu
Kabupaten Karangasem. Pada tahun 2000 karena ayah dan ibu menikah lalu mereka
memutuskan untuk menetap secara permanen di Desa Panjer yang sekarang menjadi tempat
tinggal tetap saya.
2.2 Sejarah Desa Panjer

Diceritakanlah seorang raja yaitu Arya Tegeh Kori memerintah di Wilayah Badung,
mempunyai permaisuri dan selir, salah satu diantaranya yang bernama Si Luh Semi. Pada
suatu hari terjadilah percekcokan di puri maka pada saat Si Luh Semi sedang mengandung
diperintahkan Kiayi Dukuh Melandang membunuh I Luh Semi yang tidak lain adalah
anaknya sendiri, karena perintah raja Kiayi Dukuh Melandang tetap menjalankan tugasnya
walaupun yang di bunuh adalah anak kandungnya sendiri. Akhirnya I Luh Semi diantar ke
Hutan, sesampainya di tengah hutan begitu I Luh Semi hendak dibunuh oleh Kiayi Dukuh
Melandang selalu dihadang – hadang oleh seekor anjing hitam. Karena tidak jadi dibunuh
akhirnya I Luh Semi ditinggalkan dihutan dan tetap hidup serta mengungsi ke Hutan
Nyanggelan dan melahirkan seorang putra. Diceritakan pula pada suatu hari Ida Dalem di
Puri Gelgel Klungkung beserta rombongan pergi ke Pura Sakenan karena ada upacara piodan.
Sepulang dari Sakenan, selama perjalanan dalam hutan yang lebat pengiring semuanya tidak
dapat membawa pengawin, lelontekan, tedung dengan baik (tegak lurus). Setelah tiba di
Hutan Nyanggelan barulah pengawin, tombak, tedung dapat berdiri nyelejeg / memanjer ke
atas beserta kober, lelontekan berkibar – kibar. Dan akhinya Ida Dalem bersabda bahwa
Hutan Nyanggelan ini dinamai Panjer

2.3 Kebudayaan dan Ikon di Desa Panjer

2.3.1 Tradisi Maburu di Desa Panjer

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budia atau akal); diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Berbicara tentang budaya, Bali tidak pernah luput
dari bahasan setiap orang. Bali memiliki keunikan seni dan budaya yang mengalir di setiap
darah masyarakatnya. Setiap daerah di Bali memiliki perbedaan budaya yang menjadi ciri

3
khas daerah masing-masing. Desa Panjer merupakan salah satu dari sekian banyak daerah di
Bali yang memiliki keunikan budaya tersendiri.
Salah satu tradisi yang terdapat di Desa Panjer adalah tradisi maburu. Maburu dalam
bahasa Indonesia berarti berburu. Tradisi ini dilaksanakan satu hari sebelum hari raya Nyepi.
Tradisi ini Diawali dengan umat Hindu di Desa Pakraman Panjer yang melakukan
persembahyangan di Pura Desa. Setelahnya, semua pemangku/ pendeta yang ikut serta dalam
tradisi meburu inil berkumpul di halaman utama Pura Desa. Mereka menari dengan sukarela,
diiringi oleh gamelan adat khas Bali. Hingga beberapa pemangku yang 'terpilih' untuk
melakukan perburuan. 'Terpilih' disini berarti bahwa pemangku tersebut dijadikan
penghubung Bhuta Kala dengan Bhuana Agung (Alam semesta). Para Bhuta Kala yang
masuk ke dalam raga pemangku akan berlari mencari Caru (Sesajen) ke arah Pura Tegal
Penangsaran. Para butha kala yang masuk ke dalam raga para pemangku berlomba dan berlari
dengan cepat seperti seseorang yang sedang berburu. Itulah kenapa tradisi ini disebut dengan
Maburu. Setelah sampai di Pura Tegal, 'mereka' akan di beri sesajen dan diminta untuk
kembali ke alam mereka masing masing atau yang sering disebut Nyomya. Tujuan dari tradisi
maburu ini sebenarnya adalah untuk menenangkan para Bhuta Kala agar tidak mengganggu
pada saat perayaan Nyepi di Bali dilaksanakan.

2.3.2 Pura Botoh

Bali dikenal orang sebagai pulau seribu pura karena memang banyak sekali pura tersebar
di Pulau Bali. Setiap pura di Bali memiliki keunikan dan sejarahnya masing-masing. Salah
satu pura unik berada di Desa Panjer bernama Pura Botoh. Pura ini sangat menarik perhatian
setiap orang yang melintas karena tampak luar pura ini mewah dihiasi patung naga besar dan
ukiran lain berwarna emas. Hal lain yang membuat semakin penasaran adalah nama dari pura
ini yaitu Pura Botoh dimana di Bali botoh atau bebotoh artinya adalah penjudi sabung ayam.
Inilah yang membuat saya tertarik untuk mengangkat pura ini sebagai topik bahasan untuk
makalah saya mengenai Desa Panjer walaupun pemerintah desa tidak pernah mengatakan
secara resmi bahwa pura ini adalah ikon utama Desa Panjer.
Sebenarnya Pura Botoh bukanlah pura untuk para bebotoh atau penjudi melainkan nama
pura botoh diambil dari sejarahnya yaitu saat Dang Hyang Manik Angkeran sedang menuju
Gunung Tohlangkir untuk mencari Naga Basukhi, ia menancapkan tongkatnya disebuah
tempat kemudian tongkat tersebut mengeluarkan sinar merah kekuning-kuningan, dan sinar
itulah yang disebut sinar botoh dalam bahasa Sansekerta, maka mulai saat itu tempat yang
ditancapkan tongkat tumbuh pohon beringin dan kemudian dinamakan Pura Botoh. Terdapat
tradisi unik di Pura Botoh ini dimana pemangku atau pendeta utamanya adalah pemangku
istri (wanita) padahal kebanyakan pura pemangku utamanya adalah pemangku lanang (laki-
laki). Selain itu, dalam melakukan ritual keagamaan umat hindu yang menghaturkan sesaji
atau banten di pura tersebut tidak diperkenankan menghaturkan daging babi dan para
pemangku pura tersebut juga tidak diperbolehkan mengonsumsi daging babi.

2.3 Masalah Sosial di Desa Panjer

Masalah sosial adalah bentuk problema yang terjadi dalam kehidupan


masyarakat yang disebabkan karena adanya interkasi sosial yang kurang seimbang
antara satu dengan yang lainnya. Sebenarnya tidak ada masalah serius di Desa Panjer,
namun hal yang masih terkadang menjadi masalah adalah kemacetan. Beberapa jalan
di Desa Panjer ini sering dipadati pengendara terutama saat jam-jam pulang kantor,
hal ini disebabkan karena jalan di Desa Panjer termasuk agak sempit namun
pengendara membludak. Selain itu ketiadaan lampu lalu lintas menyebabkan para
pengendara sulit untuk diatur sehingga kemacetan tak terelakan.

5
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sosial budaya merupakan bentuk gabungan istilah sosial dan budaya. Sosial dalam arti
msyarakat, budaya atau kebudayaan dalam arti sebagai semua hasil karya,rasa dan ciptaan
masyarakat.sosial budaya dalam arti luas mencakup segala aspek kehidupan.oleh karna itu
atas landasan pemikiran tersebut. Masalah sosial dan budaya adalah hal yang tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Kedua hal ini saling berhubungan untuk membentuk
keharmonisan di masyarakat. Untuk itu janganlah perbedaan budaya dan sosial dijadikan
masalah yang dapat memecah belah masyarkat justru perbedaan ini menjadi senjata kuat
untuk pemersatu bangsa

3.2 Saran
Sebagai generasi muda mari kita bersama-sama melestarikan keragaman budaya yang
dimiliki setiap daerah sebagai kebanggaan dengan cara mempelajari dan
memperkenalkannya pada masyarakat luas. Keragaman budaya yang dimiliki setiap
daerah dapat dijadikan penguat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Selain
itu diharapkan masyarakat juga ikut membantu pemerintah mengatasi masalah sosial di
daerah agar tidak menyulut pertengkaran.
Daftar Isi
https://beritabali.com/read/2018/12/07/201812070011/Jalan-Penghubung-Tiga-Banjar-di-
Tianyar-Tengah-Rusak-Berat.html
https://budaya-indonesia.org/Tradisi-Maburu
https://baliexpress.jawapos.com/read/2017/10/08/18234/pura-dhang-kahyangan-botoh-
bukan-pura-para-bebotoh

Anda mungkin juga menyukai