KELOMPOK 4 GOLONGAN II
ANGGOTA:
DOSEN PENGAMPU:
Ni Made Widi Astuti, S.Farm., M.Si., Apt
2. TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum, reaksi kimia dibagi menjadi reaksi substitusi, reaksi adisi,
reaksi eliminasi dan reaksi penataan ulang (rearrangement). Reaksi substitusi
terjadi apabila sebuah atom atau gugus yang berasal dari pereaksi
menggantikan sebuah atom atau gugus dari molekul yang bereaksi. Reaksi
substitusi dapat terjadi pada atom karbon yang jenuh dan atau atom karbon
tidak jenuh.
Reaksi adisi terjadi pada senyawa tak jenuh. Hal ini dikarenakan molekul
tak jenuh dapat menerima tambahan atom atau gugus dari suatu pereaksi.
Reaksi adisi sering disebut reaksi yang dapat mengurangi ikatan rangkap,
karena ikatan rangkap pada molekul akan berikatan dengan atom atau senyawa
lain dari pereaksi.
Reaksi eliminasi adalah kebalikan dari reaksi adisi. Pada reaksi eliminasi
terjadi penghilangan dua atom atau gugus untuk membentuk ikatan rangkap
ataupun struktur siklis. Reaksi eliminasi dapat terjadi pada senyawa karbon
jenuh dan senyawa dengan ikatan karbon rangkap II. Reaksi penataan ulang
adalah reaksi penataan kembali struktur molekul untuk membentuk struktur
molekul yang baru yang berbeda dengan struktur molekul yang semula. Reaksi
ini dapat terjadi apabila suatu senyawa ditambah senyawa lain dan diperlukan
kondisi khusus.
1
Selain reaksi-reaksi tersebut, penggantian hidrogen aktif dari senyawa yang
OH O CO 2H
O
+
CH3C O CCH3 + CH3CO 2H
CO 2H OCOCH 3
2
Sublimasi merupakan proses pemurnian suatu zat dengan jalan
memanaskan campuran, sehingga dihasilkan sublimat (zat bila dipanaskan
secara langsung berubah dari bentuk padat menjadi uap tanpa meleleh, namun
apabila didinginkan kembali menjadi zat padat). Sublimasi dapat dilakukan
apabila jumlah kristal sedikit stabil terhadap panas.
Rekristalisasi merupakan metode yang sangat penting dan sering
digunakan untuk pemurnian komponen larutan organik. Rekristalisasi
dilakukan dengan melarutkan zat-zat zat-zat padat dalam suatu pelarut
kemudian dikristalkan kembali. Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah
perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan zat pengotornya.
Karena konsentrasi total pengotor biasa- nya lebih kecil dari konsentrasi zat
yang dimurnikan, dalam kondisi dingin, konsentrasi pengotor yang rendah
tetap dalam larutan sementara zat yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap
(Pinalia, 2011). Metode yang dapat dilakukan untuk rekristalisasi terdiri dari:
1) Pemilihan pelarut
Pelarut harus melarutkan secara mudah zat-zat pengotor dan mudah
menguap, sehingga dapat dipisahkan secara mudah dari materi yang
dimurnikan. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh padatan
untuk mencegah pembentukan minyak.
2) Kelarutan senyawa padat dalam pelarut panas
Padatan yang akan dimurnikan dilarutkan dalam sejumlah minimum pelarut
panas. Pada titik didihnya, sedikit pelarut ditambahkan sampai terlihat
bahwa tidak ada tambahan materi yang terlarut kagi. Hindari penambahan
berlebih.
3) Penyaringan larutan
Larutan jenuh yang telah dipanaskan selanjutnya disaring menggunakan
kertas saring yang ditempatkan dalam suatu corong.
4) Kristalisasi
Filtrat hasil penyaringan selanjutnya dibiarkan kering. Zat padat murni akan
memisah sebagai kristal. Larutan harus dalam keadaan jenuh karena jika
larutan telah mencapai derajat saturasinya, maka di dalam zat padat akan
3
terbentuk zat padat kristal. Apabila kristalisasi tidak terbentuk selama
pendinginan filtrat dalam waktu cukup lama maka larutan harus dibuat
lewat jenuh.
5) Pemisahan dan pengeringan kristal
Kristal dipisahkan dari larutan induk dengan penyaringan. Penyaringan
umumnya dilakukan dibawah tekanan menggunakan corong Buchner.
Kristal yang telah tersaring dicuci dengan pelarut dingin murni untuk
menghilangkan kotoran yang menempel. Kristal kemudian dikeringkan
dengan menekan kertas saring atau dioven (Keenan, 1992).
3.1 Alat
a. Erlenmeyer
b. Water bath
c. Gelas beaker
d. Corong buchner
e. Timbangan
f. Batang pengaduk
g. Oven
h. Tabung uji
i. Kertas litmus
j. Tabung kapiler
k. Burner flame
3.2 Bahan
a. Asam salisilat
b. Anhidrat asetat
c. Asam sulfat pekat
d. Air (air dingin, air hangat, air es)
e. Benzene (dapat diganti dengan propanol atau etanol)
f. Petroleum eter
g. Etanol
4
h. Besi (III) Klorida (FeCl3) 1 %
i. Larutan natrium bikarbonat (NaHCO3) 0,5M
j. HCl 0,5M
k. NaOH encer
l. HCl encer
4. PROSEDUR PRAKTIKUM
4.1 Sintesis Aspirin (Vishnoi, 1979)
1. Timbang 6,0 gram asam salisilat dan ditempatkan dalam Erlenmeyer
250 mL.
2. Tambahkan 8,5 ml anhidrida asetat, diikuti dengan 3-4 tetes asam
sulfat pekat.
3. Panaskan campuran di penangas air/water bath dengan pengadukan
konstan, suhu 60oC selama 15 menit.
4. Dinginkan campuran.
5. Siapkan 100mL air dingin dalam gelas beaker 500mL.
6. Tuang campuran ke dalam air dingin tersebut sambil diaduk.
7. Saring presipitat/kristal kotor dari produk kasar (crude product)
menggunakan corong Buchner, cuci menggunakan air dingin
(sebanyak 5mL masing-masing diulangi sebanyak 3 kali), keringkan.
8. Timbang dan hitung hasil kasarnya.
5
dan dinginkan sedikit larutan dalam air es, sambil digosok dinding
gelas dengan menggunakan batang pengaduk untuk menginduksi
rekristalisasi.
4. Kumpulkan produk kristal dengan filtrasi/corong Buchner, cuci dengan
sejumlah kecil air dingin. Keringkan produk dalam oven (70oC 15
menit), timbang massanya. Hal ini diulangi 3 kali sampai tidak terjadi
perbedaan massa antar penimbangan.
4.3 Pengujian sifat fisika, kimia, dan kemurnian aspirin (Lakukan minimal 2
atau 3 pengujian)
1. Masukkan kristal kedalam tabung uji yang mengandung 5 ml air
(dapat dibantu dengan pemanasan selama beberapa menit, dinginkan),
tambahkan 1 atau 2 tetes besi (III) klorida / FeCl3 1 % ke tabung dan
catat warna. Pembentukan kompleks aspirin dengan Fe (III)
memberikan warna merah ungu.
2. Aduk sejumlah kecil sampel padatan kasar kegelas beaker dan
tambahkan 2 ml larutan natrium bikarbonat (NaHCO 3) 0,5M. Amati
kelarutannya. Tambahkan HCl 0,5M tetes demi setetes sampai terjadi
perubahan, catat hasil pengamatan.
3. Letakkan sejumlah sedikit kristal pada satu lembar kertas litmus biru
yang basah, catat hasil pengamatan.
4. 2 gram sampel ditambahkan 2 mL NaOH encer dan didihkan selama 5
menit. Dinginkan, kemudian asamkan dengan HCl encer. Endapan
putih aspirin akan terbentuk, lalu diuji titik leburnya.
6
5. Ambil sejumlah kecil kristal aspirin, masukkan dalam tabung kapiler
titik lebur. Titik lebur ditentukan menggunakan peralatan pengujian
titik lebur. Buatlah ujung tabung kapiler yang satu lebih pendek dari
yang lainnya. Kunci/tutup salah satu ujung tabung dengan cara
dibakar menggunakan burner flame. Sampel diletakkan pada ujung
tabung yang lebih pendek. Ketukkan tabung secara perlahan untuk
membantu pasukkan sampel ke dalam tabung (sampai tinggi serbuk
kurang lebih 1cm), panaskan perlahan. Naikkan suhu 1oC per menit
mulai dari 120oC. Amati tabung, suhu lebur mulai ketika kristal
aspirin mulai melebur sampai suhu ketika tidak ada kristal aspirin
yang tersisa lagi.
5. SKEMA KERJA
5.1 Skema sintesis aspirin
Ditimbang asam salisilat sebanyak 6,0 gram kemudian ditempatkan pada
erlenmeyer 250 mL.
Ditambahkan 8,5 mL anhidrida asetat dan 3-4 tetes asam sulfat pekat.
7
5.2 Skema pemurnian aspirin secara rekristalisasi
Dilarutkan sampel dari hasil sintesis dalam jumlah kecil benzene (dapat
diganti dengan propanol atau etanol) panas dalam Erlenmeyer.
8
5.3 Skema pengujian sifat fisika, kimia, dan kemurnian aspirin
Dimasukkan kristal ke dalam tabung uji yang mengandung 5 mL air (dapat
dibantu dengan dipanaskan selama beberapa menit dan didinginkan), K
Diaduk sejumlah kecil sampel padatan kasar ke dalam gelas beaker dan
ditambahkan 2 mL larutan natrium bikarbonat (NaHCO3) 0,5 M, diamati
kelarutannya.
Diletakkan sejumlah kristal pada satu lembar kertas litmus biru yang
basah, kemudian dicatat hasil pengamatanya.
Kemudian endapan putih aspirin akan terbentuk dan diuji titik leburnya.
Diletakkan sampel pada ujung tabung yang lebih pendek. Diketukkan tabung
secara perlahan untuk membantu pasukkan sampel ke dalam tabung hingga
tinggi serbuk kurang lebih 1 cm, dan dipanaskan perlahan.
9
Dinaikkan suhu 1oC per menit mulai dari 120oC .
Kemudian diamati tabung, suhu lebur mulai ketika kristal aspirin mulai
melebur sampai suhu ketika tidak ada kristal aspirin yang tersisa lagi.
10
6. HASIL
6.1 Sintesis Aspirin
11
Kertas saring Kertas saring kosong Hasil aspirin(C9H8O4)
kosong + aspirin berdasarkan praktikum
I 0,34 gram 8,07 gram 7,73 gram
II 0,942 gram 9,042 gram 8,1 gram
III 0,654 gram 8,704 gram 8,05 gram
12
Mulai
Petroleum
3. terbentuk - -
eter
kristal
Terbentuk kristal seperti jarum
6. Aquadest Tidak larut -
& banyak
Rekristalisasi Sampel
No Massa sampel awal Massa sampel akhir Titik leleh
1. 7,8 g 7,5 g 136oC
7. PEMBAHASAN
7.1 Sintesis Aspirin
Massa asam salisilat (C7H6O3) 6,0 gram
Mol asam salisilat 0,04 mol
13
Hasil aspirin secara teoritis (C9H8O4) 7,2 gram
2
SD =
2
SD =
SD =
SD =
SD =
SD =
SD =
SD = 0,2
2) Standar Deviasi Relatif (RSD)
RSD = ×100%
14
RSD = ×100%
RSD = 2,51 %
% rendemen = ×100%
% rendemen = ×100%
15
% rendemen = 110,55%
Rekristalisasi Sampel
No Massa sampel awal Massa sampel akhir Titik leleh
1. 7,8 g 7,5 g 136oC
Kristal aspirin yang diperoleh dari hasil permurnian secara rekristalisasi = 7,5
gram
Hasil kristal tersebut menunjukkan apa? Bagaimana kemurnian sampel tersebut?
Apabila sampel aspirin X memberikan melting potint = 146-150 oC. itu artinya
sampel X …..?
Faktor apa yang menentukan keberhasilan proses rekristalisasi?
16
Uji FeCl3 spesifik untuk senyawa yang mengandung gugus fenol. Apabila
setelah ditambahkan FeCl3 terjadi perubahan warna menjadi ungu maka reaksi
dikatakan positif. Timbulnya warna ungu menandakan adanya senyawa fenolik
(Rita, dkk., 2016). Penambahan pereaksi FeCl3 pada sampel asam salisilat
menunjukkan bahwa sampel positif mengandung gugus fenol yang ditandai
dengan terjadinya perubahan warna dari putih menjadi ungu. Hal ini sudah sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa Asam salisilat merupakan senyawa fenol
(Suharyanto, dkk., 2015). Penambahan FeCl3 pada sampel aspirin menunjukkan
perubahan waena putih menjadi orange muda, sedangkan penambahan FeCl3 pada
serbuk aspirin hasil sintesis menunjukkan perubahan warna dari putih menjadi
orange gelap sedikit keunguan. Hal ini menunjukkan bahwa pada serbuk aspirin
hasil sintesis masih mengandung sedikit asam salisilat, sedangkan pada sampel
aspirin tidak mengandung asam salisilat sama sekali.
No Larutan Setelah Penambahan
1. NaHCO3 0,5M Larut
2. HCl 0,5M Keruh, ada sedikit endapan
Selain itu ketika aspirin ditambahkan larutan NaHCO3 0,5M yang terjadi
adalah aspirin larut di dalamnya. Aspirin bereaksi dengan NaHCO3 membentuk
garam natrium yang larut dalam air, namun hasil sampingnya tidak larut.
Kemudian setelah ditambahkan HCl 0,5M yang terjadi adalah larutan menjadi
keruh dan terbentuk sedikit endapan.
Ketika diuji dengan kertas litmus biru, larutan menunjukkan perubahan
warna kertas litmus biru menjadi merah. Hal ini menandakan bahwa aspirin
bersifat asam. Aspirin mengandung gugus karboksil sehingga dapat memerahkan
kertas lakmus biru (Petrucci, 1942). Selain itu, uji kemurnian dilakukan dengan
uji titik lebur. Uji titik lebur dapat digunakan karena titik lebur merupakan sifat
spesifik dari suatu zat. Endapan putih yang telah terbentuk kemudian diuji titik
leburnya. Pada percobaan didapatkan titik lebur aspirin yaitu 136°C. Hal ini
menunjukkan ketidaksesuaian dengan teori dimana dinyatakan bahwa titik lebur
aspirin adalah 140°-144°(Farmakope Indonesia III, hal 43). Ketidaksesuaian ini
mungkin dipengaruhi oleh beberapa factor seperti adanya pengotor dalam aspirin
17
hasil sintesis berupa asam salisilat yang merupakan bahan utama pembuaan
aspirin sehingga aspirin hasil sintesis menjadi tidak murni.
Berdasarkan hasil percobaan, maka aspirin hasil sintesis yang terbentuk
tidak murni. Hal ini ditunjukkan dengan reaksi warna yang ditunjukkan pada
aspirin hasil sintesis saat penambahan FeCl3 yang menunjukkan warna orange
keunguan dimana seharusnya aspirin murni menunjukkan warna orange muda.
Selain itu titik lebur yang didapatkan pada uji titik lebur yaitu 136°, hal ini kurang
sesuai dengan teori dimana dinyatakan bahwa titik lebur aspirin adalah 140°-144°.
Ketidaksesuaian hasil percobaan dengan teori ini disebabkan oleh beberapa factor
seperti masih adanya zat pengotor pada aspirin hasil sintesis yakni asam salisilat.
8. PENUTUP
8.1 Simpulan
8.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Keenan, Charles W,. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Retnoningrum, DA., E. Cahyono, dan E. Kusuma. 2014. Asetilasi Pada Fenol Dan
Anisol Menggunakan Anhidrida Asam Asetat Berkatalis Zr4+-Zeolit Beta.
Jurnal MIPA. Vol. 37(2): 163-171.
Rita, Wiwik S., Sinarsih K., dan Puspawati M. 2016. Uji Efektifitas Ekstrak Daun
Trembesi (Samanea saman (jacq.) Merr) Sebagai Antibakteri Escherichia
coli dan Staphylococcus aureus. Indonesian E-Journal of Applied
Chemistry. Vol. 4(2): 132-135.
19
LAMPIRAN
A. MONOGRAFI
1) Asam salisilat
Nama resmi : Acidum Salicylum
Nama lain : Salycylic Acid
RM / BM : C7H6O3 / 138,12
Rumus struktur :
2) Anhidrat asetat
RM / BM : (CH3CO)2O / BM 102,09
Kegunaan : Pereaksi
(Farmakope Indonesia V, hal. 1685)
Pemerian Bahan : Cairan jernih tidak berwarna; berbau tajam,
mengandung tidak kurang dari 95% C4H6O3
(Farmakope Indonesia III, hal. 647)
Rumus Struktur :
4) Air
Nama resmi : Aqua
Nama lain : dihidrogen monoksida
RM / BM : H2O / 18,02
Rumus struktur : H-O-H
Pemerian Bahan : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Pelarut, pembuatan sediaan-sediaan steril
(Farmakope Indonesia V, hal. 63)
5) Benzene
a. RM / BM: C6H6 / 78,11
b. Rumus struktur:
c. Kegunaan: Pereaksi
(Farmakope Indonesia V, hal. 1694)
6) Petroleum eter
a. Pemerian Bahan: Cairan tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah
terbakar, diperoleh dari minyak tanah, terdiri dari campuran hidrokarbon
dan parafin rendah.
b. Kegunaan: Pereaksi
(Farmakope Indonesia V, hal. 1707)
7) Etanol
a. RM / BM: C2H5OH / 46,07
b. Rumus struktur
c. Pemerian Bahan: Cairan tidak berwarna, higroskopis, bau khas
d. Suhu didih: lebih kurang 78º
e. Kegunaan: Pereaksi
(Farmakope Indonesia V, hal. 1707)
c. Rumus struktur:
d. Pemerian Bahan: serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam
udara lembab secara perlahan-lahan terurai.
e. Kelarutan: larut dalam air; tidak larut dalam etanol
f. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik
(Farmakope Indonesia V, hal. 906)
10) HCl
a. Nama lain: Hydrochloric Acid
b. RM / BM: HCl/ 36,46
c. Rumus struktur: H-Cl
d. Pemerian Bahan: Cairan tidak berwarna; bearasap; bau merangsang. Jika
diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap hilang.
e. Bobot jenis: lebih kurang 1,18
f. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat
(Farmakope Indonesia V, hal. 156)
11) NaOH encer
a. Nama resmi: Natrii Hydroxydum
b. RM / BM: NaOH / 40
c. Rumus struktur:
d. Pemerian Bahan: Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keping,
kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur; putih, mudah
melelh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap
karbondioksida.
e. Kelarutan: sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P
f. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik
g. Kegunaan: Zat tambahan
(Farmakope Indonesia III, hal. 412)
Tambahan:
Lampiran tidak berisi nomer halaman
Laporan dikumpul paling lambat 3 Mei 2020 jam 23.00 Wita ke
korma dengan format pdf
Nama file laprak: KELOMPOK GOLONGAN_LAPRAK 5
Senin, 4 Mei 2020 diskusi di webex bersama Bu Widi
Masing-masing kelompok membuat ppt mengenai laprak 5
Tambahkan video di ppt (video dari youtobe yang berhubungan
dengan praktikum)
Ppt dikumpul paling lambat 3 Mei 2020 jam 23.00 Wita ke korma
Nama file ppt: KELOMPOK GOLONGAN