Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

NAMA : PINESTI
NIM : 19334728
KELAS :L

I. JUDUL : SINTESIS DAN IDENTIFIKASI ACETANILID


II. TEORI
A. Acetanilid
merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida
primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Acetanilid dapat diperoleh dari asetilasi anilin. Amina aromatis primer dapat bereaksi
dengan anhidrida asetat membentuk larutan monoasetil. Bila pemanasan selama
reaksi diperpanjang dan kelebihan anhidrida asetat, maka akan menghasilkan
bentuk / turunan diasetil. Umumnya bentuk diasetil tidak stabil dalam air dan
mengalami hidrolisis menjadi bentuk monoasetil. Acetanilid dapat dibuat dari anilin
dan anhidrida asetat. Mekanisme reaksinya menyangkut serangan nukleofil oleh
anilin pada karbon karbonil dari suatu turunan asam. Anilin adalah benzena
tersubstitusi yang bereaksi lebih mudah daripada benzenanya sendiri. Jadi anilin
bereaksi substitusi elektrofilik lebih cepat daripada benzena. Hal ini disebabkan
karena anilin mempunyai gugus NH2 yang merupakan gugus aktivasi. Adanya gugus
ini menyebabkan cincin lebih terbuka terhadap subsitusi lebih lanjut. Sedangkan
reaksi dengan nukleofil terhadap anhidrida lebih reaktif.
Acetanilide atau sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul
C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16. Acetalnilide didapat dari reaksi antara
aniline dengan anhidrida asam asetat kemudian dikristalisasi lalu diherkristalisasi.
Acetalnilide mempuyai rumus bangun :
Sifat Fisik Acetanilide
1. Rumus molekul : C6H5NHCOCH3
2. Berat molekul : 135,16 g/gmol
3. Titik didih normal : 305 oC
4. Titik leleh : 114,16 oC
5. Berat jenis : 1,21 gr/ml
6. Suhu kritis : 843,5oC
7. Titik beku : 114 oC
8. Wujud : padat
9. Warna : putih
10. Bentuk : butiran / Kristal
Sifat Kimia Acetanilide
1. Larut dalam pelarut organic
2. Mudah menguap
3. Pirolysis dari Acetanilid menghasilkan N-diphenil urea, anilin, benzena dan
hydrocyanic acid.
4. Acetanilid merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa,
hydrolisa dengan alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam
kedaan panas akan kembali ke bentuk semula.
5. Adisi sodium dalam larutan panas Acetanilid didalam xilena menghasilkan N-
Sodium derivative.
C6H5NHCOCH3 + HOH C6H5NH2 + CH3COOH
6. Bila dipanaskan dengan phospor pentasulfida menghasilka Thio Acetanilid
( C6H5NHC5CH3 ).
7. Bila di treatmen dengan HCl, Acetanilid dalam larutan asam asetat
menghasilkan 2 garam ( 2 C6H5NHCOCH3 ).
8. Dalam larutan yang memgandung pottasium bicarbonat menghasilkan N-
bromo Acetanilid.
9. Nitrasi Acetanilid dalam larutan asam asetat menghasilkan p-nitro Acetanilid.
Kegunaan Produk Acetalnilide
1. Sebagai bahan baku pembuatan obat – obatan
2. Sebagai zat awal penbuatan penicilium
3. Bahan pembantu dalam industri cat dan karet
4. Bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida
5. Sebagai penstabil peroksida

B. Proses Kristalisasi dan Rekristalisasi


Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu larutan atau
suatu lelehan. Disamping untuk pemisahan bahan padat dari larutan, kristalisasi juga
sering digunakan untuk memurnikan bahan padat yang sudah berbentuk kristal. Proses
pemurnian ini disebut kristalisasi ulang atau rekristalisasi. Jika suatu larutan senyawa
tersebut dijenuhkan dalam keadaan panas dan kemudian didinginkan,senyawa terlarut
akan berkurang kelarutannya dan mulai mengendap, membentuk kristal yang murni
dan bebas dari pengotor. Kemurnian zat ini disebabkan oleh pertumbuahan kristal zat
telarut, sehingga za-zat ini dapat dipisahkan dari pengotornya (Austin, 1984).
Sebagian materi padat baik alami maupun buatan terdapat dalam bentuk kristal.
Bentuk dari kristal dapat berupa kubik, orthorhombic, heksagonal, monoklinik,
triklinik, dan trigonal. Namun banyak dari kristal ini berupa polycrystalline yang juga
terbentuk dari kristal tunggal. Dalam kehidupan sehari-hari, kristal tunggal yang sering
dikonsumsi oleh manusia, antara lain kristal garam dan gula(Austin, 1984).
Seperti dijelaskan di atas, proses kristalisasi dimulai dengan menambahkan senyawa
yang akan dimurnikan dengan pelarut panas sampai kelarutan senyawa tersebut berada
pada level super jenuh. Pada keadaan ini, bila larutan tersebut didinginkan, maka
molekul-molekul senyawa terlarut akan saling menempel, tumbuh menjadi kristal-
kristal yang akan mengendap di dasar wadah. Sementara kotoran-kotoran yang terlarut
tidak ikut mengendap(Austin, 1984).
Pembentukkan kristal itu sendiri terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah nukleasi
primer atau pembentukkan inti, yaitu tahap dimana kristal-kristal mulai tumbuh namun
belum mengendap. Tahap ini membutuhkan keadaan superjenuh dari zat terlarut. Saat
larutan didinginkan, pelarut tidak dapat menahan semua za-zat terlarut, akibatnya
molekul-molekul yang lepas dari pelarut saling menempel dan mulai tumbuh menjadi
inti kristal. Semakin banyak inti-inti yang bergabung, maka akan semakin cepat pula
pertumbuhan kristal tersebut.Tahap kedua setelah nukleasi primer adalah nukleasi
sekunder. Pada tahap ini petumbuhan kristal semakin cepat, yang ditandai dengan
saling menempelnya inti-inti menjadi kristal-kristal padat(Austin, 1984).
Rekristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristalin. Seringkali senyawa
yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kimia memiliki kemurnian yang tidak terlalu
tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan rekristalisasi. Untuk
merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang cocok dengan senyawa
tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian
dipanaskan (refluks) sampai semua senyawanya larut sempurna. Apabila pada
temperatur kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna di dalam pelarut, maka tidak
perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila senyawa tersebut
belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. Salah satu faktor penentu
keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (Austin,
1984).
Apabila zat atau senyawa yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi tidak dikenal
secara pasti, maka kita setidaknya harus mengenal komponen penting dari senyawa
tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa organik, maka yang kita ketahui
sebaiknya adalah gugus fungsional senyawa tersebut. Dengan kata lain, kita minimal
harus mengetahui polaritas senyawa yang akan kita kristalisasi atau
rekristalisasi(Austin, 1984).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat :
 Beaker glass 1000ml
 Penyaring Buchner
B. Bahan :
 Anilin
 Asam asetat anhidrat
 HCl pekat
 Na Asetat
 Carbon aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Mekanisme reaksi sintesis asetanilida yang terjadi antara anilin dan asam asetat anhidrat
melalui reaksi substitusi nukleofilik adalah sebagai berikut:

Mekanisme substitusi nukleofilik senyawa anilin bertindak sebagai nukleofil pada atom
N yang memiliki kelektronegatifan yang lebih tinggi, sedangkan asam asetat anhidrat
sebagai gugus fungsi dari senyawa asam karboksilat merupakan elektrofil yang terletak
pada atom C yang lebih elektropositif. Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik antara
senyawa anilin dan asam asetat anhidrat terdiri dari dua tahap yaitu adisi nuklofil pada
gugus asam karboksilat, satu pasang elektron bebas pada ailin menyerang gugus asam
karboksilat pada karbokation (C+) tersier. Kemudian terbentuknya keadaan zat antara
atau intermediet melalui pembentukan kembali ikatan rangkap dari atom karbon oleh
muatan negatif dan satu pasang elektron bebas pada atom oksigen.
Pembentukkan kristal itu sendiri terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah nukleasi
primer atau pembentukkan inti, yaitu tahap dimana kristal-kristal mulai tumbuh namun
belum mengendap. Tahap ini membutuhkan keadaan superjenuh dari zat terlarut. Saat
larutan didinginkan, pelarut tidak dapat menahan semua za-zat terlarut, akibatnya
molekul-molekul yang lepas dari pelarut saling menempel dan mulai tumbuh menjadi inti
kristal. Semakin banyak inti-inti yang bergabung, maka akan semakin cepat pula
pertumbuhan kristal tersebut.Tahap kedua setelah nukleasi primer adalah nukleasi
sekunder. Pada tahap ini petumbuhan kristal semakin cepat, yang ditandai dengan saling
menempelnya inti-inti menjadi kristal-kristal padat. Pada proses pembuatan acetanilid
jika larutan keruh maka di tambahkan karbon aktif yang berfungsi untuk menjernihkan
larutan. Pendinginan dengan es batu berfungsi untuk mempercepat pembentukan kristal.
Setelah pada tahap pertama kristal acetanilid didapatkan maka selanjutnya di lakukan
rekristalisasi agar acetanilid yang dihasilkan lebih murni.
Pengujian titik leleh pada percobaan ini bertujuan untuk membandingkan apakah
acetanilid yang dihasilkan murni atau tidak, jika titik leleh dari sampel pada suhu 114 oC
maka acetanilid yang dihasilkan bisa dikatakan murni karena sudah sesuai dengan
literatur. Selain pengujian titik leleh kemurnian acetanilid bisa diuji dengan penambahan
H2SO4 dan K2CrO7, jika hasilnya dari warna ungu menjadi hijau maka acetanilid yang
dihasilkan murni. Pengujian yang terakhir yaitu jika acetanilid ditambahkan alkohol 96%
dan H2SO4 lalu dipanaskan tercium bau etil asetat maka bisa dipastikan acetanilid hasil
sintesis adalah murni.

V. DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen Kimia Organik. Penuntun Praktikum Kimia Organik Fakultas
Farmasi. Institut Sains dan Teknologi Nasional. Jakarta: 2018
2. Austin, T. George. 1984. “Shreve's Chemical Process Industries”. Fifth Edition.
McGraw-Hill Book Company. New York
3. https://en.wikipedia.org/wiki/Acetanilide diakses pada 20 Juli 2020

Anda mungkin juga menyukai