PEMBUATAN ACETANILIDE
Disusun oleh :
FAKULTAS TEKNIK
III. Reaksi
2 C6H5NH2 + (CH3CO)2O 2 C6H5NHCOCH3 + CH3COOH
Anilin Anhidrida Asam Asetat Acetanilide asam asetat
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :
a. Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala
luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar
pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya
dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.
b. Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui
fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk
rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi
gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut
adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena
perubahan temperature.
c. Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah
pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur
kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya
mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan
temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah
bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak
berubah karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan
temperatur.
Menurut Fessenden (1989), saran-saran yang dibutuhkan untuk melakukan
metoda kristalisasi adalah sebagai berikut:
1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang
besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat
diabaikan. Jadi, pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena
mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal
bibit, mungkin akan efektif.
2. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut
non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan
pelarut yang buruk untuk senyawa polar.
3. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun, sekali lagi
pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut
biasanya bukan masalah sederhana.
Herkristalisasi (Rekristalisasi)
Herkirtalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya
dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut
yang cocok.
Prinsip herkristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur/pencemarnya. Larutan yang terjadi
dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan
cara menjenuhkannya.
Herkristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dimana zat-zat
tersebut tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara
ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu di kala suhu diperbesar.
Konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan,
bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara
produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap.
Herkristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian
komponen larutan organik. Ada tujuh langkah dalam herkristalisasi yaitu: memilih
pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan, memindahkan zat
padat, mengkristalkan larutan, mengumpulkan dan mencuci kristal, serta
mengeringkan produknya (hasil).
Karakteristik Bahan
Anilin (C6H5NH2)
Proses pembuatan anilin dapat dilakukan melalui berbagai macam proses antara
lain:
1) Aminasi Chlorobenzen
Pada proses aminasi chlorobenzen menggunakan zat pereaksi amonia cair, dalam
fasa cair dengan katalis Tembaga Oksidasi yang dipanaskan akan menghasilkan
85- 90 % anilin. Sedangkan katalis yang aktif untuk reaksi ini adalah Tembaga
Klorida yang terbentuk dari hasil reaksi samping ammonium klorida dengan
Tembaga Oksidasi. Mula-mula amonia cair dimasukkan ke dalam mixer dan pada
saat bersamaan chlorobenzen dimasukkan pula, tekanan di dalam mixer adalah 200
atm. Dari mixer campuran chlorobenzen dengan amonia dilewatkan ke reaktor
dengan suhu reaksi 235 °C dan tekanan 200 atm.
Pada reaksi ini ammonia cair yang digunakan berlebihan. Dengan menggunakan
katalis tertentu, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
C6H5Cl + 2 NH3 C6H5NH2 + NH4Cl ..................................................... (1)
Pada proses aminasi chlorobenzen, hasil yang diperoleh berupa nitro anilin dengan
yield yang dihasilkan adalah 96 %.
2) Reduksi Nitrobenzen
a. Reduksi fasa cair
Untuk fasa cair, nitrobenzen direduksi dengan hidrogen dalam suasana asam (HCl)
serta adanya iron boring, dengan suhu sekitar 135 - 170 °C dan tekanan antara 50
- 500 atm, dimana asam ini akan mengikat oksigen sehingga akan terbentuk air,
dengan bantuan katalis Fe2O3 reaksinya sebagai berikut :
4 C6H5NO2 + 11 H2 4 C6H5NH2 + 8 H2O ...................................... (2)
Proses reduksi dalam fasa cair sudah tidak digunakan lagi karena tekanan yang
digunakan tinggi sehingga kurang effisien dari segi ekonomis dan teknis. Yield
yang dihasilkan adalah 95 %.
b. Reduksi fasa gas
Proses pembuatan anilin dari reduksi nitrobenzen dalam fasa gas, sebagai
pereduksi adalah gas hidrogen dan untuk mempercepat reaksi dibantu dengan
katalisator Nikel Oksida, reaksinya sebagai berikut :
C6H5NO2 + 3 H2 C6H5NH2 + 2H2O ............................................... (3)
Pada proses reduksi fasa gas dengan suhu didalam reaktor sekitar 275 - 350 °C dan
tekanan 1,4 atm, reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis karena mengeluarkan
panas. Yield yang dihasilkan pada proses ini adalah 98 % dan kemurnian dari hasil
(anilin) yang tinggi ini (99 %) mengakibatkan anilin dari segi komersial dapat
digunakan.
Benzene (C6H6)
Benzen adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna
dan mudah terbakar serta mempunyai bau yang manis dan bersifat karsinogen.
Benzena adalah salah satu komponen dalam bensin dan merupakan pelarut yang
penting dalam dunia industri. Benzena juga digunakan untuk bahan dasar dalam
produksi obat-obatan, plastik, bensin, karet buatan, serta pewarna. Dan merupakan
kandungan alami dalam minyak bumi.
Benzena pada umumnya digunakan sebagai bahan dasar dari senyawa kimia
lainnya. Sekitar 80% benzena dikonsumsi dalam 3 senyawa kimia utama yaitu
etilbenzena, kumena, dan sikloheksana, Senyawa turunan yang paling terkenal adalah
etilbenzena, karena merupakan bahan baku stirena, yang nantinya diproduksinya
menjadi plastik dan polimer lainnya. Kumena digunakan sebagai bahan baku resin dan
perekat. Sikloheksana digunakan dalam pembuatan nilon. Sejumlah benzena lain dalam
jumlah sedikit juga digunakan pada pembuatan karet, pelumas, pewarna, obat, deterjen,
bahan peledak, dan pestisida.
Acetanilide (C6H5NHCOCH3)
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang
digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan
dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam
minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau
sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat
molekul 135,16.
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan
cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime
yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun
1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O
dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan
asam asetat.
Rumus Bangun Acetanilida
1. Air (H2O)
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun
atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat
tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan
100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut
yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya,
seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul
organik.
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat
kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah
tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai
sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida
(OH-).
V. Rangkaian Alat
Bahan
1. Anilin (C6H5NH2)
2. Benzene (C6H6)
3. Asam cuka
4. Kertas saring
5. Carbon aktif
3. Benzene
Volume = 20 cm3 = 20 ml
5. Acetanilide
m C6H5NHCOCH3 = mol x Mr
𝑔
= 0,0538 𝑚𝑙 𝑥 153 𝑚0𝑙
= 7,263 𝑔
6. Berat kertas saring + isi = 46,25 g
7. Berat kertas saring + kosong = 37,94 g
8. Berat kristal + karbon = 8,31 g
9. Berat kristal = 6,31 g
6,31 𝑔𝑟𝑎𝑚
10. Rendemen = 𝑥 100% = 86,88 %
7,263 𝑔𝑟𝑎𝑚
IX. Pembahasan
Reaksi asetilasi merupakan reaksi memasukkan gugus acetyl kedalam suatu
subtrat yang sesuai. Asetilasi pada praktikum ini adalah proses penggantian atom H
pada gugus NH2 dengan gugus asetil yang berasal dari senyawa anhidrida asam asetat.
Pada percobaan ini, 5 gram (5 ml) anilin direaksikan dengan 20 ml benzene.
Anilin berfungsi sebagai reaktan sedangkan benzene berfugsi sebagai katalis tipe
homogen karena mempunyai fase yang sama dengan perekasinya yaitu fase cair yang
memberikan reaksi alternatif untuk dapat menjalankan reaksi dengan energi aktivasi
yang lebih rendah.
Sintesa acetanilida dilakukan dengan mencampurkan 5 gram (5 ml) anilin
dengan 20 ml benzene ke dalam labu alas bulat yang telah terhubung dengan pendingin
tegak. Kedua larutan ini mempunyai sifat volatil sehingga akan cepat menguap dan
akan mengeluarkan bau yang menyengat, maka harus ditutup alufo. Kemudian
campuran tersebut dipanaskan di atas pemanas listrik hingga mendidih. Setelah
mendidih, ditambahkan Asam Asetat Anhidrat secara perlahan sedikit demi sedikit
melalui pendingin. Penambahan Asam Asetat Anhidrat dilakukan sedikit demi sedikit
agar reaksi eksoterm yang terjadi pada campuran tersebut tidak terlalu keras.
Campuran tersebut kemudian dipanaskan (direfluks) selama 30 menit. Proses
refluks. Proses refluks yang dilakukan tersebut memiliki dua fungsi, yaitu untuk
mempercepat reaksi, karena adanya proses pemanasan. Pemanasan akan menigkatkan
temperatur pada sistem sehingga tumbukan antar molekul yang terjadi akan lebih
banyak dan lebih cepat yang menyebabkan reaksi berlangsung cepat. Fungsi yang
kedua yaitu agar didapatkan reaksi yang sempurna. Pada saat pelarut yang digunakan
mulai menguap maka konsentrasi larutan dalam labu alas bulat akan meningkat.
Setelah proses refluks selesai, campuran tersebut dimasukan ke dalam beaker
glass yang telah berisi es batu, yang nantinya akan membentuk kristal acetanilida. Hal
ini dilakukan untuk mendinginkan campuran tersebut. Tujuan pendinginan agar
didapatkan kristal padat Acetanilida. Kemudian campuran tersebut di herkristalisasi
dengan menggunakan karbon aktif. Penambahan karbon aktif disini berfungsi untuk
menyerap air (adsorbsi) agar kristal yang didapat bebas air, dan untuk mengikat kotoran
– kotoran dan zat warna yang terdapat pada kristal, sehingga didapat kristal yang lebih
murni.
Campuran tersebut kemudian disaring dengan menggunakan corong kaca yang
telah dilapisi kertas saring. Kristal yang diperoleh selanjutnya dipanaskan di dalam
oven pada suhu 80 – 900C untuk menghilangkan uap air yang masih terkandung dalam
kristal. Kemudian kristal acetanilida yang telah kering ditimbang untuk diketahui
bobotnya. Bobot kristal Acetanilida yang diperoleh sebesar 3.89 gram dengan bobot
teoritis yang didapatkan dari perhitungan sebesar 7.263 gram, sehingga diperoleh
presentasi rendemen Acetanilida sebesar 53.56%.
Kristal Acetanilide yang didapat berwarna putih agak kekuningan, hal ini
kemungkinan disebabkan oleh adanya pengotor di dalam bahan baku dan peralatan
yang digunakan. Atau proses penyerapan kotoran yang kurang sempurna pada saat
herkristalisasi.
X. Kesimpulan
1. Pembuatan Acetanilide menggunakan prinsip asetilasi
2. Metode yang digunakan dalam proses ini yaitu dengan cara destilasi, refluks,
kristalisasi dan hekristalisasi
3. Syarat – syarat dalam proses kristalisasi yaitu larutan harus homogen, larutan harus
jenuh, serta adanya perubahan suhu.
4. Pemurnian kristal Acetanilide dilakukan dengan proses herkristalisasi dengan
menggunakan karbon aktif (norit) sebagai pengikat kotoran.
5. Kristal yang didapatkan sebanyak 6,31 gram
6. Hasil rendeman yang di dapat 86,88 %
TUGAS
1. Jelaskan kegunaan dari Acetanilide di Industri ?
Jawab
- Sebagai bahan pembuat cat
- Sebagai bahan pembuat zat warna diazo
- Sebagai bahan plastis
- Sebagai bahan bakar roket
- Sebagai bahan peledak
- Sebagai obat-obatan