PEMBUATAN ASETANILIDA
I. Prinsip percobaan :
Asetilasi, yaitu proses penggantian atom H pada gugus NH 2 dengan gugus asetil yang berasal dari
senyawa anhidrida asam asetat.
III. Reaksi
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida
primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida
berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan
kloral anhidrat. Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara
mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan
bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida
dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan
asetanilida dari anilin dan asam asetat. Zat ini didapat dari reaksi antara anilin dengan anhidrida asam
kemudian untuk mendapatkan kristal dapat dilakukan pemisahan dengan cara kristalisasi yang
berdasarkan pada perbedaan daya larut suatu zat. Campuran ini dilarutkan dalam jumlah pelarut yang
sekecil-kecilnya pada titik didihnya kemudian didinginkan secara mendadak, bagian yang mempunyai
daya larut terkecil pada temperatur tinggi ketika larutan didinginkan akan mengkristal terlebih dahulu.
Kalau pendinginanan dilanjutkan atau larutan dipekatan dengan penguapan maka dari sisa larutan yang
dipisahkan oleh filtrasi, maka mengkristallah suatu bagian kristal yang terutama terdiri dari bagian yang
mudah larut.
Dengan mengulangi pekerjaan beberapa kali maka akhirnya diperoleh bagian-bagian susunan
terpisah dari satu dengan yang lainnya.
Asil yang umum dipakai adalah CH3CO-. Ini disebut sebagai etanoil. Dalam kimia, asilasi (secara
formal, namun jarang digunakan: alkanoilasi) adalah proses adisi gugus asil ke sebuah senyawa.
Senyawa yang menyediakan gugus asil disebut sebagai agen pengasil. Asil halida sering digunakan
sebagai agen pengasil karena dapat membentuk elektrofil yang kuat ketika diberikan beberapa logam
katalis. Sebagai contoh pada asilasi Friedel-Crafts menggunakan asetil klorida, CH3COCl, sebagai agen
dan aluminium klorida (AlCl3) sebagai katalis untuk adisi gugus asetil ke benzena.
Asil halida dan anhidrida asam karboksilat juga sering digunakan sebagai agen pengasil untuk
mengasilasi amina menjadi amida atau mengasilasi alkohol menjadi ester. Dalam hal ini, amina dan
alkohol adalah nukleofil; mekanismenya adalah adisi-eliminasi nukleofilik. Asam suksinat juga
umumnya digunakan pada beberapa tipe asilasi yang secara khusus disebut suksinasi. Oversuksinasi
terjadi ketika lebih dari satu suksinat diadisi ke sebuah senyawa tunggal. Contoh industri asilasi adalah
sintesis aspirin, dimana asam salisilat diasilasi oleh asetat anhidrida.
Reaksi acetylasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetyl ke dalam suatu subtrat yang
sesuai. Reaksi asetilasi dalam percobaan ini adalah reaksi penggantian atom H pada NH 2 dengan gugus
asetil yang berasal dari Anhidrida Asam Asetat. Gugus acetyl adalah R – C – OO’ (dimana R = alkil atau
aril). Perbedaan Reaksi Asilasi dan Asetilasi adalah pada senyawa yang disubstitusi, pada reaksi asilasi
yang disubstitusikan adalah gugus asil, sedangkan pada asetilasi yang direaksikan adalah gugus asetil.
Metode ini merupakan gabungan dari dua metode diatas. Larutan panas yang Jenuh dialirkan kedalam
sebuah ruangan yang divakumkan. Sebagian pelarut menguap, panas penguapan diambil dari larutan itu
sendiri, sehingga larutan menjadi dingin dan lewat jenuh. Metode ini disebut kristalisasi vakum.
d) Penambahan bahan (zat) lain.
Untuk pemisahan bahan organic dari larutan seringkali ditambahkan suatu garam. Garam ini larut lebih
baik daripada bahan padat yang dinginkan sehinga terjadi desakan dan membuat bahan padat menjadi
terkristalisasi.
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan kristal :
a. Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi
alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau
memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.
b. Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal
biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal
yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya
gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena
perubahan temperature.
c. Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan
temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap
(rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena
tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk
dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak adanya
faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.
Menurut Fessenden (1989), saran-saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisasi adalah sebagai
berikut:
1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu.
Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi, pemurnian NaCl dengan
rekristalisasi tidak dapat dilakukan. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan
pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal
bibit, mungkin akan efektif.
2. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non polar lebih
disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar.
3. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun, sekali lagi pelarut dengan titik
didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana.
C. Herkristalisasi (Rekristalisasi)
Herkirtalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok.
Prinsip herkristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan
zat pencampur/pencemarnya. Larutan yang terjadi dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang
diinginkan dikristalkan dengan cara menjenuhkannya.
Herkristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat dimana zat-zat tersebut tersebut
dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam
pelarut tertentu di kala suhu diperbesar. Konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat
yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang rendah tetapi dalam larutan sementara produk
yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap.
Herkristalisasi merupakan metode yang sangat penting untuk pemurnian komponen larutan organik.
Ada tujuh langkah dalam herkristalisasi yaitu: memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna
larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpulkan dan mencuci kristal, serta
mengeringkan produknya (hasil).
Anilin merupakan senyawa organik dengan komposisi C6H7N yang termasuk kedalam senyawa
aromatik, dengan bantuan anilin dapat menjadi bahan konduktor dengan nilai konduktivitas tertentu.
Panjang gelombang maksimal anilin adalah 230 nm. Hal ini disebabkan oleh NH2 yang berinteraksi
dengan elektron, cincin untuk meningkatkan densitas elektron di keseluruhan cincin, terutama pada posisi
orto dan para dari cincin. Anilin merupakan bahan kimia yang dapat dibuat dari beberapa macam cara dan
bahan, serta dapat digunakan untuk membuat berbagai macam produk kimia. Didalam era industrialisasi
saat ini anilin mempunyai peranan penting dan banyak digunakan sebagai zat pewarna dan karet sintetis
dalam dunia industri.
Anilin merupakan senyawa turunan benzen yang dihasilkan dari reduksi nitrobenzene. Anilin
memiliki rumus molekul C6H5NH2. Anilin merupakan cairan minyak tak berwarna yang mudah menjadi
coklat karena oksidasi atau terkena cahaya, bau dan cita rasa khas, basa organik penting karena merupakan
dasar bagi banyak zat warna dan obat toksik bila terkena, terhirup, atau terserap kulit. Senyawa ini
merupakan dasar untuk pembuatan zat warna diazo. Anilin dapat diubah menjadi garam diazonium dengan
bantuan asam nitrit dan asam klorida.
Proses pembuatan anilin dapat dilakukan melalui berbagai macam proses antara lain:
1) Aminasi Chlorobenzen
Pada proses aminasi chlorobenzen menggunakan zat pereaksi amonia cair, dalam fasa cair dengan katalis
Tembaga Oksidasi yang dipanaskan akan menghasilkan 85- 90 % anilin. Sedangkan katalis yang aktif
untuk reaksi ini adalah Tembaga Klorida yang terbentuk dari hasil reaksi samping ammonium klorida
dengan Tembaga Oksidasi. Mula-mula amonia cair dimasukkan ke dalam mixer dan pada saat bersamaan
chlorobenzen dimasukkan pula, tekanan di dalam mixer adalah 200 atm. Dari mixer campuran
chlorobenzen dengan amonia dilewatkan ke reaktor dengan suhu reaksi 235 °C dan tekanan 200 atm.
Pada reaksi ini ammonia cair yang digunakan berlebihan. Dengan menggunakan katalis tertentu, reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut :
C6H5Cl + 2 NH3 C6H5NH2 + NH4Cl ................................................(1)
Pada proses aminasi chlorobenzen, hasil yang diperoleh berupa nitro anilin dengan yield yang dihasilkan
adalah 96 %.
2) Reduksi Nitrobenzen
a. Reduksi fasa cair
Untuk fasa cair, nitrobenzen direduksi dengan hidrogen dalam suasana asam (HCl) serta adanya iron
boring, dengan suhu sekitar 135 - 170 °C dan tekanan antara 50 - 500 atm, dimana asam ini akan
mengikat oksigen sehingga akan terbentuk air, dengan bantuan katalis Fe2O3 reaksinya sebagai berikut :
4 C6H5NO2 + 11 H2 4 C6H5NH2 + 8 H2O ...................................... (2)
Proses reduksi dalam fasa cair sudah tidak digunakan lagi karena tekanan yang digunakan tinggi sehingga
kurang effisien dari segi ekonomis dan teknis. Yield yang dihasilkan adalah 95 %.
b. Reduksi fasa gas
Proses pembuatan anilin dari reduksi nitrobenzen dalam fasa gas, sebagai pereduksi adalah gas hidrogen
dan untuk mempercepat reaksi dibantu dengan katalisator Nikel Oksida, reaksinya sebagai berikut :
C6H5NO2 + 3 H2 C6H5NH2 + 2H2O ............................................... (3)
Pada proses reduksi fasa gas dengan suhu didalam reaktor sekitar 275 - 350 °C dan tekanan 1,4 atm,
reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis karena mengeluarkan panas. Yield yang dihasilkan pada
proses ini adalah 98 % dan kemurnian dari hasil (anilin) yang tinggi ini (99 %) mengakibatkan anilin dari
segi komersial dapat digunakan.
9. Viskositas : 3.71 cP
E. Bahan Tambahan
1. Benzene (C6H6)
Benzen adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna dan mudah
terbakar serta mempunyai bau yang manis dan bersifat karsinogen. Benzena adalah salah satu
komponen dalam bensin dan merupakan pelarut yang penting dalam dunia industri. Benzena juga
digunakan untuk bahan dasar dalam produksi obat-obatan, plastik, bensin, karet buatan, serta
pewarna. Dan merupakan kandungan alami dalam minyak bumi.
Benzena pada umumnya digunakan sebagai bahan dasar dari senyawa kimia lainnya. Sekitar
80% benzena dikonsumsi dalam 3 senyawa kimia utama yaitu etilbenzena, kumena, dan sikloheksana,
Senyawa turunan yang paling terkenal adalah etilbenzena, karena merupakan bahan baku stirena, yang
nantinya diproduksinya menjadi plastik dan polimer lainnya. Kumena digunakan sebagai bahan baku
resin dan perekat. Sikloheksana digunakan dalam pembuatan nilon. Sejumlah benzena lain dalam
jumlah sedikit juga digunakan pada pembuatan karet, pelumas, pewarna, obat, deterjen, bahan
peledak, dan pestisida.
2. Air (H2O)
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom
hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa
dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K
(0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan
banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam
molekul organik.
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air
berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar.
Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan)
dengan sebuah ion hidroksida (OH-).
Bahan
1. Anilin (C6H5NH2)
2. Benzene (C6H6)
3. Anhidrida Asam Asetat
4. Es batu
5. Karbon Aktif
Keterangan gambar :
1. Statif
2. Pemanas listrik
3. Labu alas bulat
4. Klem
5. Tutup gabus
6. Thermometer
7. Pendingin tegak
Keterangan gambar :
1. Kertas saring
2. Penyaring panas
3. Kaki tiga
4. Corong kaca
5. Bunsen
6. Gelas kimia
Fakultas Teknik-2016430046_@elbahry Universitas Muhammadiyah Jakarta
Page 12
Praktikum Kimia Organik- PTK 3
m 6 gram
= =5.550 ml ≈ 6.00 ml
V= ρ g
1.081
ml
m 6 gram
Mol (n) = = =0.0588 mol
BM 102 gram /mol
3. Benzene (C6H6)
Volume = 20 cm3 = 20 ml
Bobot praktis
5. Presentase (%) Rendemen = x 100
Bobot teoritis
1.83 gram
= x 100
7.263 gram
= 25.2 %
IX. Pembahasan
Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetyl kedalam suatu subtrat yang
sesuai. Asetilasi pada praktikum ini adalah proses penggantian atom H pada gugus NH2 dengan gugus
asetil yang berasal dari senyawa anhidrida asam asetat.
Pada percobaan ini, 5 gram (5 ml) anilin direaksikan dengan 20 ml benzene. Anilin berfungsi
sebagai reaktan sedangkan benzene berfugsi sebagai katalis tipe homogen karena mempunyai fase yang
sama dengan perekasinya yaitu fase cair yang memberikan reaksi alternatif untuk dapat menjalankan
reaksi dengan energi aktivasi yang lebih rendah.
Sintesa acetanilida dilakukan dengan mencampurkan 5 gram (5 ml) anilin dengan 20 ml
benzene ke dalam labu alas bulat yang telah terhubung dengan pendingin tegak. Kedua larutan ini
mempunyai sifat volatil sehingga akan cepat menguap dan akan mengeluarkan bau yang menyengat,
maka harus ditutup dengan penutup gabus. Kemudian campuran tersebut dipanaskan di atas pemanas
listrik hingga mendidih. Setelah mendidih, ditambahkan Asam Asetat Anhidrat secara perlahan sedikit
demi sedikit melalui pendingin. Penambahan Asam Asetat Anhidrat dilakukan sedikit demi sedikit agar
reaksi eksoterm yang terjadi pada campuran tersebut tidak terlalu keras.
Campuran tersebut kemudian dipanaskan (direfluks) selama 30 menit. Proses refluks yang
dilakukan tersebut memiliki dua fungsi, yaitu untuk mempercepat reaksi, karena adanya proses
pemanasan. Pemanasan akan meningkatkan temperatur pada sistem sehingga tumbukan antar molekul
yang terjadi akan lebih banyak dan lebih cepat yang menyebabkan reaksi berlangsung lebih cepat.
Fungsi yang kedua yaitu agar didapatkan reaksi yang sempurna. Pada saat pelarut yang digunakan
mulai menguap maka konsentrasi larutan dalam labu alas bulat akan meningkat.
Setelah proses refluks selesai, campuran tersebut dimasukan ke dalam beaker glass yang telah
berisi es batu, yang nantinya akan membentuk kristal acetanilida. Hal ini dilakukan untuk
mendinginkan campuran tersebut. Tujuan pendinginan agar didapatkan kristal padat Acetanilida.
Kemudian campuran tersebut di herkristalisasi dengan menggunakan karbon aktif. Penambahan karbon
aktif disini berfungsi untuk menyerap air (adsorbsi) agar kristal yang didapat bebas air, dan untuk
mengikat kotoran – kotoran dan zat warna yang terdapat pada kristal, sehingga didapat kristal yang
lebih murni.
Campuran tersebut kemudian disaring dengan menggunakan corong kaca yang telah dilapisi
kertas saring. Kristal yang diperoleh selanjutnya dipanaskan di dalam oven pada suhu 80 – 90 0C untuk
menghilangkan uap air yang masih terkandung dalam kristal. Kemudian kristal acetanilida yang telah
kering ditimbang untuk diketahui bobotnya. Bobot kristal Acetanilida yang diperoleh sebesar 1.83 gram
dengan bobot teoritis yang didapatkan dari perhitungan sebesar 7.263 gram, sehingga diperoleh
persentasi rendemen Acetanilida sebesar 25.3% dari perhitungan. Persentasi tersebut dapat dikatakan
sangat kecil dan masih dibawah 50% ini dikarenakan mungkin dalam prosesnya belum tepat atau
belum sesuai dengan prosedur yang benar, diantara kekeliruan yang dilakukan oleh praktikan adalah
pada saat penuangan larutan ke dalam beaker yang berisi es batu, larutan tidak dalam kondisi panas
yang optimal jadi amat sangat mungkin ketika dituang kedalam beaker melewati kertas saring banyak
kristal-kristal yang terperangkap oleh kertas saring. Hal ini yang menjadi faktor penyebab kurangnya
rendemen zat padat yang mengkristal.
Kristal Acetanilide yang didapat berwarna putih agak kekuningan, hal ini kemungkinan
disebabkan oleh adanya pengotor di dalam bahan baku dan peralatan yang digunakan. Atau proses
penyerapan kotoran yang kurang sempurna pada saat herkristalisasi.
X. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dalam praktikum pembuatan Acetanilide ini antara lain :
1. Asetilasi merupakan reaksi substitusi gugus atom H pada NH 2 dengan gugus asetil yang berasal
dari anhidrida asam (dalam hal ini anhidrida asam asetat).
2. Pembuatan Acetanilida dalam praktikum ini dilakukan dengan dua metode proses, yaitu kristalisasi
dan herkristalisasi.
3. Syarat – syarat dalam proses kristalisasi yaitu larutan harus homogen, larutan harus jenuh, serta
adanya perubahan suhu.
4. Herkirtalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok.
5. Tahap-tahap yang dilakukan pada proses herkristalisasi pada umumnya, yaitu memilih pelarut yang
cocok, melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin, pendinginan filtrat, serta
penyaringan dan pengeringan kristal.
6. Pembuatan Acetanilide pada praktikum ini dilakukan dengan mereaksikan Anilin dan Anhidrida
Asam Asetan, serta benzene sebagai katalis untuk mempercepat reaksi pembentukan Acetanilida.
Kemudian dilakukan penambahan Asam Asetat Anhidrat sedikit demi sedikit melalui pendingin.
7. Pemurnian kristal Acetanilide dilakukan dengan proses herkristalisasi dengan menggunakan
karbon aktif (norit) sebagai pengikat kotoran.
8. Penambahan karbon aktif pada proses herkristalisasi dilakukan untuk mengikat kotoran – kotoran
yang terdapat pada kristal, sehingga didapat kristal yang lebih murni.
9. Bobot kristal Acetanilida yang diperoleh sebesar 1.83 gram dengan bobot teoritis yang didapatkan
dari perhitungan sebesar 7.263 gram, sehingga diperoleh prosentasi rendemen Acetanilida sebesar
25.2%.
10. Menuang larutan dilakukan pada saat kondisi temperature larutan optimal.
XI. Tugas
1. Sebutkan minimal 5 kesalahan analisa dalam praktikum diatas?
a. Proses Pengadukan
Proses pengadukan yang tidak homogeny pada saat dicampur dengan karbon aktif
mempengaruhi serapan yang dilakukan oleh absorber tidak sempurna.
b. Pemanasan Yang Tidak Benar-benar Mendidih
Proses pemanasan tidak dimonitoring secara signifikan juga dapat mempengaruhi terjadinya
reaksi secara tidak sempurna.
c. Penambahaan Asam Asetat Anhidrat
Pada saat penambahan asam asetat tidak pada waktu yang tepat dan cara yang benar, karna
praktikan menambahkannya pada saat mendidih tanpa mengetahui temperature larutan yang
sebenarnya.
d. Batu Es Yang Mencair
Batu es yang digunakan setengah mencair sehingga tidak optimal menurunkan suhu secara
cepat.
e. Lamanya Perangkaian Alat
Juga menyumbang terbengkalainya proses penuangan ketika larutan sudah mendidih.
2. Sebutkan proses pembuatan asetanilida selain mereaksikan anilin dengan asam asetat anhidrida.!
Ada beberapa macam proses pembuatan asetanilida selain mereaksikan anilin dengan asam asetat
anhidrida, yaitu :
a. Pembuatan asetanilida dari ketene dan anilin
Ketene (gas) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan akan menghasilkan
asetanilida.
C6H5NH2 + H2C=C=O C6H5NHCOCH3
b. Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin
Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida
dengan membebaskan H2S.
C6H5NH2 + CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S
Dalam perancangan pabrik asetanilida ini digunakan proses antara asam asetat dengan anilin.
Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalahreaksinya sederhana dan tidak menggunakan katalis
sehingga biaya produksi lebih murah..
c. Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin
Larutan benzen dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad direfluk dalam
sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa.
2 C6H5NH2 + ( CH2CO )2O 2C6H5NHCOCH3 + H2O
Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dngan pendinginan, sdan
filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrad dapat diganti dengan asetil
klorida. Dan pada praktikum kali ini, kita menggunakan asam asetat anhidrida dan anilin sebagai
bahan dasar asetanilida.
Kristalisasi (crystallization) merupakan peristiwa pembentukan kristal-kristal padat dalam suatu fase
homogen. Alat-alat kristalisasi diantaranya.:
a. Evaporator Crystallizer
b. Crystal Cooling Crystallizer
Hartanti, RD. 2011. “Prarancangan Pabrik Asetanilida dari Anilin dan Asam Asetat Kapasitas 15.000
Ton/Tahun”, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Pudjaatmaka, A.H, 1992," Kimia Untuk Universitas Jilid 2", Erlangga, Jakarta