Oleh :
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
A. JUDUL PRAKTIKUM : REKRISTALISASI DAN
PEMBUATAN ASPIRIN
B. WAKTU MULAI PERCOBAAN :-
C. WAKTU SELESAI PERCOBAAN : -
D. TUJUAN PERCOBAAN :
1. Rekritalisasi
a. Pengertian Rekritalisasi
Rekristalisasi adalah suatu metode untuk pemurnian senyawa padatan yang
dihasilkan dari reaksi-reaksi organik. Rekristalisasi yaitu perubahan struktur kristal
akibat pemanasan pada suhu kritis. Zat padat sebagai produk dari suatu reaksi
biasanya bercampur dengan zat padat lain. Pemurnian penting untuk dilakukan
guna mendapatkan zat padat yang diinginkan. Prinsip rekristalisasi adalah
perbedaan kelarutan zat pengotornya akibat pelepasan pelarut dari zat terlarutnya.
Rekristalisasi dapat dilakukan dengan cara melarutkan sampel ke dalam pelarut
yang sesuai kemudian dikristalkan kembali dengan cara dipanaskan kemudian
didinginkan. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu saat suhu
ditingkatkan. Konsentrasi total impuritif biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat
yang dimurnikan. Apabila suhu diturunkan maka konsentrasi impuritif yang rendah
namun pada konsentrasi tinggi akan mengendap. Rekristalisasi dapat digunakan
untuk pemurnian zat cair dan zat padat yang saling larut dan hasil kemurniannya
dapat mencapai 100% (Arsyad, 2001).
Rekristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristalin. Seringkali
senyawa yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kimia memiliki kemurnian yang
tidak terlalu tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan
rekristalisasi.Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang
cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam
pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan (refluks) sampai semua senyawanya larut
sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna
di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya
dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan
suhu kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan
rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (T, 1984).
Rekristalisasi merupakan pemurniaan suatu zat padat dari campuran dengan
mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok.
Prinsip kerja rekristalisasi ialah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampurnya. Oleh sebab itu, teknik ini sering
digunakan untuk permunian senyawa hasil sintesis atau hasil dari isolasi bahan alam
(Oxtoby, Gillis, & Nachtrieb, 2001).
Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mula-mula molekul
zat terlarut membentuk agrerat dengan molekul pelarut, lalu terjadi kisi-kisi di
antara molekul zat terlarut yang terus tumbuh membentuk kristal yang lebih besar
di antara molekul pelarutnya, sambil melepaskan sejumlah energi. Kristalisasi dari
zat akan menghasilkan kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan
sifat kristal senyawanya. Dan pembentukan kristal ini akan mencapai optimum bila
berada dalam kesetimbangan (Svehla, 1989).
Apabila zat atau senyawa yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi tidak
dikenal secara pasti, maka kita setidaknya harus mengenal komponen penting dari
senyawa tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa organik, maka yang kita
ketahui sebaiknya adalah gugus fungsional senyawa tersebut. Dengan kata lain, kita
minimal harus mengetahui polaritas senyawa yang akan kita kristalisasi atau
rekristalisasi (T, 1984).
Kristal merupakan suatu benda padat yang mempunyai permukaan datar.
Semakin besar kristal yang terbentuk pada proses pengendapan, maka semakin
mudah kristal tersebut dapat disaring dan semakin cepat kristal tersebut akan turun
keluar dari larutan sehingga dapat mempercepat penyaringan. Bentuk struktur
kristal dapat mempengaruhi proses pencucian setelah disaring. Bentuk kristal yang
sederhana seperti kubus, oktahedron, atau jarum-jarum, lebih menguntungkan,
dikarenakan lebih mudah dicuci setelah disaring. Kristal yang memiliki struktur
lebih kompleks, akan menahan cairan induk (Syabatini, 2010).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang banyak
digunakan, dimana zat-zat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian
dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu
di kala suhu diperbesar. Karena konsentrasi total impuriti biasanya lebih kecil dari
konsentrasi zat yang dimurnikan, bila dingin, maka konsentrasi impuriti yang
rendah tetapi dalam larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan
mengendap. Peristiwa rekristalisasi berhubungan dengan reaksi pengendapan.
Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat dan keluar ke dalam
larutannya. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan
jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang
terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya. Selama pengendapan ukuran
kristal yang terbentuk, tergantung terutama pada dua faktor penting yaitu laju
pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Jika laju pembentukan
inti tinggi, banyak sekali kristal akan terbentuk, dan terbentuk endapan yang terdiri
dari partikel-partikel kecil. Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk
kristal dari suatu larutan atau suatu lelehan. Kristalisasi juga sering digunakan untuk
memurnikan bahan padat yang sudah berbentuk kristal. Proses pemurnian ini
disebut kristalisasi ulang atau rekristalisasi. Metode dalam rekristalisasi ada 7
antara lain : memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna larutan,
memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal,
mengeringkan produknya. Dalam rekristalisasi, padatan yang tidak murni,
dilarutkan dalam cairan yang sesui dengan menaikkan temperaturnya, karena
sebagian besar padatan lebih cepat larut dalam temperatur tinggi.Larutan panas
disaring untuk memisahkan pengotor padat yang tidak larut. Pada saat larutan
didinginkan kelarutan padatan menjadi berkurang dan kristal dari padatan murni
terpisah dari larutan. Pengotor yang dapat akan tetap berada di dalam larutan.
Kristal dari padatan murni kemudian dikumpulkan dengan cara penyaringan. Jadi,
perbedaan kelarutan komponen campuran dalam cairan dapat digunakan untuk
memisahkan dan memurnikan komponen tertentu (Keenan, Kleinfelter, & Wood,
1992).
Adapun pengotor yang ada di dalam kristal tidak dapat dihilangkan dengan
cara pencucian. Salah satu cara untuk menghilangkan pengotor yang ada di dalam
kristal adalah dengan jalan mengkristalkannya kembali. Salah satu kelebihan proses
kristalisasi dibandingkan dengan proses pemisahan yang lain adalah bahwa
pengotor hanya bisa terbawa dalam kristal jika konsentrasi secara bagus dalam
kristal (Setyopratomo, 2003).
b. Prinsip Dasar Rekristalisasi
Prinsip dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat
yang akan dimurnikan dengan zat pengotornya. Karena konsentrasi total prngotor
biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, dalam kondisi dingin,
konsetrasi pengotor yang rendah tetap dalam larutan sementara zat yang
berkonsentrasi tinggi akan mengendap. Pengotor yang ada pada kristal terdiri dari
dua kategori , yaitu pengotor yang ada permukaan kristal dan pengotor yang ada
didalam kristal. Pengotor yang ada dalam permukaan kristal berasal dari larutan
induk yang terbawa pada permukaan kristal pada saat proses pemisahan padatan
dari larutan induknya (retention liquid). Pengotor pada permukaan kristal ini dapat
dipisahkan hanya dengan pencucian. Cairan yang digunakan untuk mencuci harus
mempunyai sifat dapat melarutkan pengotor tapi tidak melarutkan padatan kristal.
Salah satu cairan yang memenuhi sifat diatas adalah larutan jenuh dari bahan kristal
yang akan dicuci, namun dapat juga dipakai pelarutpada umumnya yang memenuhi
kriteria tersebut (Pinalia,A, 2011).
c. Tahapan Proses Rekristalisasi
1. Memilih pelarut yang cocok.
Pelatut yang umum digunakan jika diurutkan sesuai dengan kenaikan
kepolaranya adalah petroleum eter (n-heksana), toluene, kloroform, aseton, etil
asetat, etanol, metanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk mengrekristalisasi suatu
sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut
dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarut dalam keadaan dingin.
Biasanya senyawa yang dalam keadaan polar direkristalisasi dalam pelarut yang
kurang polar dan sebaliknya. Kombinasi dua pelarut kadang-kadang digunakan
dalam rekristalisasi, misalnya kloroform, metanol, heksana-aseton, metanol air dan
lain-lain.
2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin.
Zat yang akan dilarutkanhendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan
volume sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titk jenuhnya. Jika
larutan terlalu encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan
kombinasi dua pelarut mula-mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam
keadaan panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes
demi tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik
agar kekeruhanya hilang, kemudian disaring.
3. Saring larutan dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak
larut.
Penyaring larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat-
zat pengotor yang tidak larut atau trsuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir dan
lain-lain. Agar penyaringan berjalan cepat biasanya digunakan corong buchner.
Jika larutannya mengandung zat warna pengotor maka sebelum disaring
ditambahkan sedikit (± 20 % berat) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna
tersebut. Penambahan arang aktif tidak tboleh terlalu banyak karena dapat
mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan.
4. Dinginkan filtrat.
Filtrat didinginkan dengan suhu kamar sampai terbentuk kristal. Kadang –
kabang pendingnan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (seed) yang
berupa kristal murni ke dalam larutan atau penggorasan dinding wadah dengan
batang pengaduk dapat mempercepat proses kristalisasi.
5. Menyaring dan mengeringkan kristal.
Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, kristal yang diperoleh
perlu disaring dengan cepat menggunakan corong buchner. Keringkan kristal yang
diperoleh alam eksikator (Pinalia,A, 2011).
d. Syarat-Syarat Pelarut
Keberhasilan dari proses rekristalisasi bergantung pada jenis pelarut yang
digunakan, sehingga pelarut yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
(Svehla, 1989):
1) Mudah dipisahkan dari hasil kristal dengan cara penguapan (titik didihnya
relatif rendah)
2) Pelarut harus tidak menimbulkan reaksi (inert) terhadap padatan organik yang
dimurnikan
3) Partikel zat pelarut tidak larut pada pelarut dingin tapi dalam pelarut panas.
4) Murah dan tidak berbahaya
5) Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang dimurnikan dan tidak melarutkan zat
pencemarnya.
6) Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan
agar zat yang dilarutkan tidak terurai pada saat pemanasan berlangsung.
7) Kelarutan merupakan fungsi dari polarias pelarut dan zat terlarut. Pelarut polar
akan melarutkan senyawa polar dan senyawa non polar akan melarutkan senyawa
non polar.
Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam rekristalisasi. Kriteria
pelarut yang baik untuk rekristalisasi adalah mudah melarutkan senyawa yang
dimurnikan pada suhu tinggi dan sulit melarutkan pada suhu rendah, menghasilkan
kristal dengan baik dari senyawa yang dimurnikan, mudah dipisahkan dari senyawa
yang dimurnikan (memiliki titik didih yang relatif rendah) dan tidak bereaksi
dengan senyawa yang dimurnikan (Svehla, 1989).
e. Faktor Mempengaruhi Pembentukan Kristal
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan kristal dalam proses
rekristalisasi, antara lain (Roth & Blaschke, 1998):
1) Konsentrasi, semakin besar konsentrasi maka zat yang diendapkan semakin
banyak dan cepat.
2) Temperatur, semakin besar temperatur maka pelarutannya semakin cepat
sehingga kristal akan lebih cepat terbentuk.
3) Kadar air, semakin sedikit kadar air maka kelarutan kristal semakin kecil.
2. Pembuatan Aspirin
a. Pengertian Aspirin
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki peranan
sangat besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai obat yang berkhasiat anti piretik
dan analgenik. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam, jadi
untuk memperolehnya perlu sintesa. Sintesa adalah reaksi kimia antara dua zat atau
lebih untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organic adalah
sintesis teknik preparasi senyawa yag dapat dianggap sebagai seni, salah satu
senyawa organik yang dapat disentesis adalah aspirin. Aspirin atau asetosal atau
asam asetilsalisilat adalah turunan dari senyawa asam salisilat yang diperoleh dari
simplisia tumbuhan Coretx salicis (Baysinger, 2004).
Aspirin atau disebut juga dengan asam asetil salisilat (acetylsalicylic acid)
dapat dibuat dengan metode asetilasi senyawa fenol menggunakan anhidrida asetat
dengan bantuan sedikit katalis yaitu asam sulfat pekat. Reaksi asetilasi merupakan
suatu reaksi memasukkan gugus asetil ke dalam
suatu substrat yang sesuai. Gugus asetil disini R-
COO- (dimana R merupakan alkil atau aril).
Aspirin merupakan sejenis obat turunan dari
salisilat (Kurniawan, A., Handayani , D.,
Gambar 1.1 Rifqiyani, F., & M.Faizal, M, 2018).
Struktur Kimia Aspirin
Aspirin adalah salah satu jenis obat yang palin dikenal. Aspirin adalah obat
pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan
dalam bentuk bubuk(puyer). Dalam menyambut piala dunia FIFA 2006 di Jerman,
replica tablet aspirin raksasa di pajang di Berlin sebagai bagian dari pameran
terbuka Deutschland, land der Ideen (“Jerman, negeri berbagai ide”). Orang
Romawi dan Yunani kuno telah menggunakan sejenis aspirin yang diekstrak dari
sejenis tumbuhan sebagai analgesic (penghilang rasa sakit). Selain itu, aspirin juga
dikenal sebagai antipyretic (penurun demam), dan anti inflamasi. Penggunaan lain
aspirin digunakan untuk mencegah thrombus koroner dan thorombus vena-dalam
berdasarkan efek penghambat agregas trombosit. Laporan menunjukkan bahwa
dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang diminum tiap hari dapat mengurangi incident
infark miokard akut, dan kematian pada penderita angina tidak stabil (Tjay Tan
Hoan, 2002).
Sedangkan efek samping dari aspirin yang sering terjadi yaitu tukak lambung,
kadang-kadang disertai anemia sekunder (Baysinger, 2004).
Tidak dapat dipungkiri bahwa obat-obatan yang paling banyak dipakai di
dunia adalah turunan dari asam benzoate, asam o-hidroksi benzoate atau asam
salisilat yang dibuat dari fenol dan karbondioksida. Meskipun cara kerja yang tepat
dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik efek-efek berguna dari ester-ester
dari asam ini telah diketahui sejak dahulu kala, daun-daun yang mengandung
jumlah yang cukup dari senyawa-senyawa penawar rasa sakit dan demam ini telah
dikelola oleh dokter-dokter zamakn dahul kala. Asam salisilat merupakan suatu
unsure aktif dari salisilat adalah obat penawar rasa sakit. Aspirin dengan
esternyadengan asam asetat, kurang bersifat asam dan kurang mengiritasi
(Baysinger, 2004).
Pada pembuatan aspirin, reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Ester
merupakan turunan asam karboksilat yang gugus – OH dari karboksilnya diganti
dengan gugus – OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan alkohol, atau
dari anhidrida asam dengan alcohol.Suatu ester asam karboksilat ialah suatu
senyawa yang mengandung gugus -CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun
aril. Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan asam karboksilat membentuk
ester asam karboksilat. Reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. Aspirin dapat
disintesis dari asam salisilat, yaitu dengan mereaksikannya dengan anhidrida asetat,
hal ini dilakukan pertama kali oleh Felix Hofmann dari perusahaan bayer, Jerman
(Fessenden & Fessenden, 1986).
Asam asetil salisilat mempunyai nama sinonim asetosal, asam salisil atasetat
dan yang paling terkenal adalah aspirin (brandname produk dari Bayer).
Serbuk atau kristal asam asetil salisilat dari tidak berwarna sampai berwarna putih.
Asam asetilsalisilat stabil dalam udara kering tapi terdegradasi perlahan jika terkena
uap air menjadi asam asetat dan asam salisilat. Nilai titik lebur atau titik leleh dari
asam asetil salisilat adalah 1350C. Aspirin atau asam asetil salisilat atau asetosal
adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa
analgesik (anti nyeri), antipiretik (penurun panas), dan anti inflamasi (anti
peradangan). Aspirin bersifat antipiretik dan analgesik karena merupakan
kelompok senyawa glikosida (Day & Underwood, 1990).
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan untuk obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar
dalam menilai efek obat sejenis. Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya
digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik, adalah
ester salisilat dari asam organik dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya
asetosal. Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesik,
antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai
antipiretik (Ganiswarna, 1995).
Cara Kerja Aspirin dalam bentuk tablet mengandung asam asetilsalisilat 0,5
g. Dimaksudkan untuk mengatasi segala rasa sakit terutama sakit kepala/ pusing,
sakit gigi, pegal linu dan nyeri otot, pilek, influenza dan demam. Efek terapeutik
aspirin, menghambat pengaruh dan biosintesa dari zat-zat yang menimbulkan rasa
nyeri, demam dan peradangan (prostaglandin, kinin), days keria antipiretik dan
analgetik pada aspirin berpengaruh langsung susunan saraf pusat (POM., 1979).
Pada pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid) berfungsi
sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Aspirin (asam
asetil salisilat) bersifat analgesik yang efektif sebagai penawar nyeri. Selain itu,
aspirin juga merupakan zat anti-inflamasi untuk mengurangi sakit pada cedera
ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat
antipretik yang berfungsi sebagai obat penurun demam. Biasanya aspirin dijual
dalam bentuk garam natriumnya, yaitu natrium asetil salisilat (Baysinger, 2004).
Aspirin adalah asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS
dalam asetilasi dan juga inaktivasi siklo-oksigenese ireversibel. AINS lain
termasuk salisilat semuanya menghambat siklo-oksigenase irreversible. Secara
teori, penghambat COX-2 selektif mungkin menguntungkan karena dapat
membatasi jaringan inflamasi. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam
tubuh, menghasilkan salisilat, yang mempunyai efek anti-inflamasi, anti-piretik dan
anlgesik.Suatu derivat diflurofenil asam salisilat, tidak dimetabolisme menjadi
salisilat dan karena itu menyebakan intoksikasi salisilat (Mycek, 2002).
Selain mempunyai banyak manfaat, penggunaan aspirin juga dapat
menimbulkan bahaya. Penggunaan berulang dapat menyebabkan pendarahan
gastrointestinal, indikasi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang – kadang
disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna dan jika dikonsumsi
dalam dosis tinggi (10 sampai 20 g) dapat mengakibatkan kematian (Tjay Tan
Hoan, 2002).
Sintesis aspirin termasuk dari proses esterifikasi. Esterifikasi merupakan
reaksi antara asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu ester.
Aspirin merupakan salisilat ester yang dapat disintesis dengan asam asetat
(memiliki gugus COOH) dan asam salisilat (memiliki gugus OH). Asam salisilat
dicampur dengan asam asetat anhidrat, akan menyebabkan reaksi menghasilkan
aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan. Sejumlah kecil asam
sulfat umumnya digunakan sebagai katalis (George, Hammond, 1997).
Esterifikasi berkataliskan asam dan merupakan reaksi yang reversible.
Anhidrida asam ialah turunan dari asam dengan mengambil air dari dua gugus
karboksil dan menghubungkan fragmen-fragmennya. Esterifikasi atau
pembentukan ester terjadi jika asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol
primer atau sekunder dengan sedikit asampenghidrat sebagai katalis. Produksi ester
secara industri dilakukan dengan mereaksikan anhidrida asam dengan alkohol.
Ester yang dibuat dengan cara ini adalah asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal
dengan aspirin. Salah satu contoh dari rekristalisasi adalah proses pembuatan
Aspirin. Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam
asetat menggunakan katalis H2SO4 pekat sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat
adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –
COOH.Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang
berbeda. Dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin, sedangkan
dengan metanol ekses akan menghasilkan metil salisilat (Fessenden & Fessenden,
1986).
b. Reaksi Asetilasi
Reaksi asetilasi ini merupakan reaksi yang setimbang. Reaksi asetilasi sama
dengan reaksi esterifikasi, yaitu reaksi antara alkohol dan asam sehingga dihasilkan
suatu ester dan air (Groggin, 1958).
Reaksi asetilasi merupakan proses terjadi pergantian atom H pada gugus –OH
atau –NH3 oleh gugus asetil. Zat pengasetilasi yang sering digunakan ialah anhidra
asetat, etena, dan asetil klorida. Reaksi ini merupakan reaksi yang setimbang.
Reaksi ini sama dengan reaksi esterifikasi, yaitu reaksi antara alkohol dengan asam
sehingga menghasilkan ester dan air (Fessenden & Fessenden, 1986).
Ester dapat dibuat dari reaksi antara asam dengan alkohol atau dari anhidrida
asam dengan alkohol. Produksi ester secara industri dilakukan dengan mereaksikan
asam asetat anhidrat dengan alkohol. Proses pembentukan aspirin harus dalam
kondisi bebas air, dikarenakan aspirin yang terbentuk akan terhidrolisis kembali
menjadi asam salisilat jika dalam keadaan berair. Karena sifat aspirin yang
higroskopis, maka asam sulfat juga berperan sebagai penyerap air (Lewis, David,
2003). Berikut reaksi pembentukan aspirin:
Filtrat Residu
8. Dipanaskan
9. Didinginkan pada suhu ruang
10. Disaring dengan corong buchner yang dilengkapi pompa vakum.
Filtrat Residu
Residu Residu
9. Ditambahkan 7,5 mL etanol 96% dan 25 mL aquades.
10. Dipanaskan
11. Disaring dengan corong buchner dilengkapi dengan pompa
vakum.
12. Dikeringkan
Residu Filtrat
O O O
C (s) (aq)
+ C
H3C O CH3
HO
H3C C
O
CH3
O
(s) + H3C C (aq)
O
OH
C H
3
(aq) +Fe3+
pH 3-5
OH
asam salisilat
3+
COOH HOOC
Fe3+
O O
(aq)
O COOH
10. Dipanaskan disaring = kristal padat yang saling larut dan tetapi sedikit
11. Didinginkan pada suhu ruang memanjang tak hasil kemurniannya dapat melarutkan zat
12. Disaring dengan corong buchner berwarnna mencapai 100% (Arsyad, dalam keadaan
yang dilengkapi pompa vakum. - Massa Kristal 2001). dingin dan biasanya
memanjang = direkristalisasi
Filtrat Residu 0,532 gr dalam pelarut yang
Residu sempurna +
aquades + panas
9. Ditambahkan 7,5mL etanol 96%
= larutan tak
dan 25mL aquades.
berwarna
10. Dipanaskan.
- Larutan tak
11. Disaring dengan corong buchner
berwarna Asam Salisilat
dilengkapi pompa vakum.
disaring = residu
12. Dikeringkan
putih
- Residu putih +
Residu Filtrat
etanol 96% +
aquades =
13. Ditimbang 15.Diuji larutan putih
massanya dengan FeCl3 - Larutan putih +
14. Diuji titik panas = larutan Besi (III) salisilat berwarna
lelehnya ungu.
tak berwarna
(https://dokumen.tips/docu
- Larutan tak mnts/kolorimetri-dan-
Hasil Hasil berwarna spektofotometri-uv.html)
Pengamatan Pengamatan
disaring = kristal
tak berwarna
berbentuk
memanjang
- massa aspirin =
1,520 gram
- Titik leleh
aspirin = 136ºC
- Aspirin + FeCl3
=larutan
berwarna kuning
muda
I. ANALISIS PEMBAHASAN
1. Rekristalisasi.
Rekristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristalin. Seringkali
senyawa yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kimia memiliki kemurnian yang
tidak terlalu tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut perlu dilakukan
rekristalisasi.Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus memilih pelarut yang
cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa tersebut dilarutkan kedalam
pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan (refluks) sampai semua senyawanya larut
sempurna. Apabila pada temperatur kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna
di dalam pelarut, maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya
dilakukan apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan
suhu kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan
rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut (T, 1984). Prinsip rekristalisasi adalah
perbedaan kelarutan zat pengotornya akibat pelepasan pelarut dari zat terlarutnya
Langkah pertama yang dilakukan yaitu : serbuk putih asam salisilat ditimbang
1 g, kemudian dimasukkan ke labu erlenmeyer 125 mL. Lalu ditambahkan 5 mL
aquades. Labu erlenmeyer dipanaskan di atas kompor listrik hingga homogen
sambil diguncang. Saat dipanaskan, ditambahkan pelan-pelan tiap 10 mL air
(±70𝑚𝐿) sampai kristal tepat larut. Volume yang dibutuhkan serbuk asam salisilat
untuk tepat larut seluruhnya yaitu 70 mL. Fungsi penambahan aquades per 10 mL
ialah agar dapat diperkirakan pelarutan yang tepat sekitar titik jenuhnya. Jika
pelarutan yang dilakukan terlalu encer, maka pelarutnya dapat diuapkan, sehingga
tetap tepat jenuhdan agar zat-zat pengotor dalam serbuk asam salisilat dapat larut
dengan maksimal agar diperoleh asam salisilat murni. Aquades dipilih sebagai
pelarut untuk rekristalisasi asam salisilat, karena aquades dapat melarutkan asam
salisilat secara maksimal dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan asam
salisilat dalam keadaan dingin. Selain itu, aquades dipilih sebagai pelarut juga
berdasarkan pada kepolarannya. Senyawa yang kurang polar direkristaliasi oleh
pelarut polar dan senyawa polar direkristalisasi oleh pelarut yang kurang polar.
Beberapa syarat pemilihan pelarut untuk rekristalisasi dapat dituliskan, sebagai
berikut :
Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan.
Partikel zat terlarut tidak larut pada pelarut dingin tapi larut dalam pelarut panas.
Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang dimurnikan dan tidak melarutkan zat
pencemarnya.
Titik didih pelarut harus rendah. Hal ini akan mempermudah proses pengeringan
kristal yang terbentuk.
Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimurnikan
agar zat yang dilarutkan tidak terurai saat pemanasan berlangsung.
Kelarutkan merupakan fungsi dari polaritas pelarut dan zat pelarut. “like dissolve
like” dimana pelarut polar akan melarutkan senyawa zat terlarut yang kurang polar
(Williamson, 1999).
Hasil dari pelarutan 1 gram asam salisilat dengan panas tersebut berupa larutan tak
berwarna. Reaksi pelarutan serbuk putih asam salisilat dengan aquades dapat
dituliskan, sebagai berikut :
2. Pembuatan Aspirin
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan dan
digolongkan untuk obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar
dalam menilai efek obat sejenis. Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya
digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik, adalah
ester salisilat dari asam organik dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya
asetosal. Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgesik,
antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai
antipiretik (Ganiswarna, 1995).
Langkah pertama yaitu menyiapkan 2,5 gram serbuk putih asam salisilat
dimasukkan ke labu erlenmeyer 125 mL, kemudian ditambahkan 3,75 mL larutan
CH3COOH anhidrat ke dalam labu erlenmeyer yang berisi serbuk asam salisilat
menghasilkan larutan putih. Larutan CH3COOH berfungsi sebagai pereaksi agar
menghasilkan ester karena jika fenol dari asam salisilat berreaksi dengan asam
asetat akan menghasilkan ester. Asam asetat digunakan karena hasil esterifikasi
fenol ini akan mendapatkan hasil yang lebih baik apabila digunakan derivat asam
karboksilat yang lebih reaktif. Anhidrida asam asetat merupakan derivat yang lebih
reaktif yang dapat menghasilkan ester asetat.
Larutan putih dipanaskan menggunakan penangas air dengan kompor listrik
pada suhu 55-60ºC sambil diaduk hingga terbentuk kristal putih belum sempurna
atau larutan putih yang menggumpal. Setelah itu, kristal putih belum sempurna
didinginkan pada suhu ruang. Saat kristal putih belum sempurna dingin,
ditambahkan 3 tetes larutan H2SO4 tak berwarna menghasilkan larutan tak berwarna
yang beberapa saat kemudian terbentuk kristal belum sempurna. Fungsi
penambahan larutan H2SO4 tak berwarna ialah sebagai katalis yang dapat
memercepat reaksi pembentukan kristal aspirin. Proses reaksi antara serbuk asam
salisilat dan larutan asam asetat anhidrat dengan katalis asam sulfat dapat dituliskan
reksinya, sebagai berikut :
Reaksi antara Aspirin dengan FeCl3 memberikan warna kuning, berarti dalam
aspirin tidak lagi mengandung asam salisilat. Reaksi antara aspirin komersil dengan
FeCl3 memberikan warna kuning dengan sedikit keunguan, berarti hanya
mengandung sedikit sekali asam salisilat. Dengan persamaan reaksi sebagai berikut
:
Hal ini menunjukkan bahwa kristal aspirin yang terbentuk sudah murni.
J. DISKUSI
1. % rendemen hasil rekristalisasi sebesar 53,2% tidak sesuai teori yang
dinyatakan (Arsyad, 2001) bahwa rekristalisasi dapat digunakan untuk
pemurnian zat cair dan zat padat yang saling larut dan hasil kemurniannya dapat
mencapai 100%, karena massa asam salisilat hasil rekristalisasi yang terbentuk
hanya 0,532 gram, hal ini menunjukkan bahwa proses rekristalisasi asam
salisilat belum sempurna. Apabila asam salisilat yang sudah dipanaskan ulang
dan didinginkan lebih lama, maka semakin banyak jumlah asam salisilat hasil
rekristalisasi yang terbentuk, sehingga % kemurnian asam salisilat hasil
rekristalisasi pun dapat sesuai teori.
2. Titik leleh kristal aspirin memanjang tak berwarna hasil percobaan sebesar
136C tidak sesuai dengan teori yang dinyatakan (Hidajati, 2018) bahwa aspirin
memiliki titik leleh sebesar 133,4 °C (Hidajati, 2018) dan menurut (E.Putnam)
titik leleh asam asetil salisilat paling murni ada pada rentang 133,3ºC – 133,6ºC.
Hal ini disebabkan oleh ukuran kristal aspirin hasil percobaan besar. Semakin
besar ukuran suatu zat padat, maka semakin tinggi suhu yang diperlukan zat
untuk meleleh.
K. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dan pembahasan, dapat disimpulkan, sebagai berikut :
1. 1 gram asam salisilat yang direkristalisasi dapat membentuk kristal memanjang
tak berwarna. Asam salisilat sebesar 0,532 gram tidak berwarna dengan titik leleh
160ºC dan % kemurnian sebesar 53,2% (tidak sesuai teori).
2. Pelarut yang sesuai untuk rekristlisasi ialah pelarut yang dapat melarutkan zat
secara baik dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan zat dalam keadaan
dingin dan biasanya direkristalisasi dalam pelarut yang kurang polar dan
sebaliknya. Pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi asam salisilat ialah aquades.
3. Pengotor dalam senyawa asam salisilat dapat dihilangkan melalui proses
rekristalisasi dengan aquades.
4. Pembuatan aspirin dapat dilakukan dengan asetilasi terhadap gugus fenol
membentuk 1,520 g kristal memanjang tak berwarna dengan titik leleh 136ºC yang
ketika diuji dengan larutan FeCl3 menghasilkan larutan kuning muda.
5. Rekristalisasi aspirin hasil sintesis berupa kristal memanjang tak berwarna.
L. DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H. 2011. Kimia Unsur dan Radiokimia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Arsyad, M. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Ilmiah. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Baysinger, G. a. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.
Day, R. A., & Underwood, A. L. 1990. Analsis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Jakarta: Erlangga.
Dewi Tamayanti, W. d. 2016. “UJI AKTIVITAS ANALGESIK ASAM 2-(3-
(KLOROMETIL) BENZOILOKSI)BENZOAT DAN ASAM 2-
(4(KLOROMETIL)BENZOILOKSI)BENZOAT PADA TIKUS WISTAR
JANTAN DENGAN METODE PLANTAR TES”. Jurnal Farmasi Sains
dan Komunitas, Vol.13, No. 1.
E.Putnam, M. t.thn.. “The Melting Point of Acetyl Salicylic Acid”. Industrial &
Engineering Chemistry Journal, Vo. 16, Issue 8.
Fessenden, F. &. 1986. Kimia Organik Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R. J., & Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga. Jilid
2. Jakarta: Erlangga.
Ganiswarna, S. 1995. Dalam Farmakologi dan Terapi, edisi IV (hal. 271-288 dan
800-810). Jakarta: Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
George, Hammond. 1997. Kimia Organik. Bandung: ITB.
Groggin, P. 1958. Unit Process in Organic Chemitry”, 5th.ed. Kogakusha:
McGraw-Hill Book.
Hidajati, N. d. 2018. Buku petunjuk praktikum kimia organik. Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya.
Keenan, C. W., Kleinfelter, D. C., & Wood, J. H. 1992. Ilmu Kimia Untuk
Uniersitas jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Kurniawan, A., Handayani , D., Rifqiyani, F., & M.Faizal, M. 2018. Pengaruh
Jumlah Asam Salisilat dalam Pembuatan Aspirin. Jurnal Siliwangi Seri
Sains dan Teknologi, 12-16.
Lewis, David. 2003. Aspirin (2nd edition). United Kingdom: Royal Society of
Chemistry.
Mycek, M. 2002. Farmakologi Ulasan Bergamba. Jakarta: Widya Medika.
Oxtoby, D. W., Gillis, H. P., & Nachtrieb, N. H. 2001. Prinsip-prinsip Kimia
Modern.Edisi ke-4. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Pinalia,A. 2011. Penentuan Metode Rekristalisasi yang Tepat Untuk Meningkatkan
Kemurnian Kristal Amonium Perklorat. Sains dan Teknologi Dirgantara,
64-70.
POM., D. 1979. “Farmakope Indonesia”. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Roth, J. H., & Blaschke, G. 1998. Analisis Farmasi Cetakan III. Yogyakarta: UGM
Press.
Setyopratomo, P. 2003. Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl dengan Cara
Rekristalisasi. Uniersitas Surabaya. No.2.
Svehla. 1989. Buku Ajar Vogel: Analisi Anorganik Kuantitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.
Svehla, G. 1989. Vogel 1 Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan
Semimikro Bagian 1. Jakarta: Kalman Media Pusaka.
Syabatini, A. 2010. Pemurnian Bahan secara Rekristalisasi. Banjarmasin:
Universitas Lambung Mangkurat.
T, A. G. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. Singapura: McGra-
Hill Book Co.
Tjay Tan Hoan, d. 2002. Obat – Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media.
Williamson. 1999. Macroscale and Microscale Organix Experiment. USA:
Houghton Mifflin Company.
M. LAMPIRAN
1. JAWABAN PERTANYAAN
Rekristalisasi
Diketahui : - massa awal asam salisilat 1 gram
- Massa akhir asam salisilat 0,532 gram
Ditanya : % Kemurnian Hasil Kristalisasi ?
Jawab
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙
Rendemen asam salisilat : 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 𝑥 100%
0,532 𝑔
= x 100%
1𝑔
= 53,2%
Diketahui : Massa asam salisilat (C7H6O3) = 2,5 gram
Mr asam salisilat = 138,12 gram/mol
Massa asam asetat anhidrida (C4H6O3) = 3,75 gram
Mr asam asetat anhidrida = 102 gram/mol
Massa aspirin hasil percobaan = 1,520 gram
Massa molar aspirin = 180 gram/mol
Ditanya : %Rendemen aspirin ...?
Penyelesaian :
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 2,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙 𝐶7 𝐻6 𝑂3 = = = 0,0181 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑟 138,12 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 3,75 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙 𝐶4 𝐻6 𝑂3 = = = 0,0367 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑟 102 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙
Jadi persentase rendemen aspirin yang dihasilkan dari pembuatan aspirin sebesar
46,6%.
2. DOKUMENTASI
1) Rekristalisasi.
2) Pembuatan Aspirin
Foto 16 : Foto 17 :
Suhu ketika aspirin Aspirin + FeCl3 =
mencapai titik leleh larutan warna kuning
(136°C). (aspirin murni).