Anda di halaman 1dari 15

Paraf Asisten

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


REKRISTALISASI

Tujuan Percobaan :

- Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik.

Pendahuluan
Senyawa organik seringkali didapatkan dalam keadaan yang tidak murni di alam. Keadaan
yang tidak murni menandakan didalam suatu senyawa organik masih terdapat zat-zat pengotor
yang ikut bergabung dalam senyawa organik. Teknik menghilangkan zat – zat pengotor atau
memurnikan senyawa organik disebut dengan rekristalisasi. Pemurnian senyawa organik ini
dilakukan dengan menggunakan prinsip kelarutan. Rekristalisasi dapat diaplikasikan dalam
bidang pangan untuk memurnikan garam dari air laut dan dapat memurnikan gula dari tebu.
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan agar dapat mengetahui teknik - teknik rekristalisasi
yang dapat digunakan untuk memurnikan senyawa organik sehingga didapatkan suatu
senyawa organik dalam keadaan murni. Proses pemisahan dapat digunakan untuk
mendapatkan produk yang lebih murni. Senyawa kimia biasanya bercampur dengan senyawa
lain. Proses pemisahan perlu dilakukan misalnya untuk proses sintesis senyawa kimia yang
memerlukan bahan baku senyawa kimia dalam keadaan murni. Proses pemisahan campuran
dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada
fasa komponen penyusun campuran yang bersifat homogen atau heterogen (Arsyad, 2001).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat, dimana zat tersebut
dilarutkan dalam suatu pelarut yang kemudian dikristalkan kembali. Cara ini bergantung pada
kelarutan zat dalam pelarut tertentu ketika suhu diperbesar. Konsentrasi total impuriti biasanya
lebih kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, jika dalam keadaan dingin maka konsentrasi
impuriti yang rendah dan produk yang memiliki konsentrasi tinggi sehingga mengendap.
Rekristalisasi hanya bekerja  pada pelarut bersuhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu
yang lebih tinggi. Langkah- langkah rekristalisasi sebagai berikut:
1. Melarutkan zat pada pelarut
2. Melakukan filtrasi
3. Mengambil kristal zat terlarut
4. Mengumpulkan kristal dengan filtrasi vakum
5. Mengeringkan kristal
(Fessenden, 1983)
Syarat-syarat agar terjadi proses rekristalisasi dengan baik yaitu proses rekristalisasi suatu
senyawa harus memilih pelarut yang cocok. Senyawa tersebut dilarutkan dalam pelarut yang
sesuai kemudian dipanaskan sampai semua senyawa larut. Senyawa yang telah larut di dalam
pelarut tidak perlu dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila
senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan suhu kamar. Salah satu faktor
penentu keberhasilan proses kristalisasi dan rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut. Cara
memilih pelarut yang cocok digunakan pada proses rekristalisasi adalah
1. Pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat-zat yang akan dimurnikan dalam
keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut.
2. Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar dapat
mempermudahkan pengeringan kristal.
3. Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan.
(Fessenden, 1983).
Larutan rekristalisasi mulai mengendapkan suatu senyawa apabila larutan tersebut
mencapai titik jenuh. Pelarut bereaksi dengan zat padat dan akan melarutkannya pada tingkat
partikel. Tarik menarik zat terlarut dalam pengendapan akan terjadi kembali saat zat terlarut
meninggalkan larutan. Proses melarutkan dan kemudian mengendapkan suatu senyawa dapat
menghasilkan bahan dengan rumus kimia berbeda dan massa berbeda (Oxtoby, 2001).
Kemurnian suatu zat ditentukan oleh beberapa sifat fisiknya yaitu titik leleh, kelarutan, titik
didih, tekanan uap, dan densitas. Kelarutan adalah sifat zat padat apabila dilarutkan dalam
pelarut. Jumlah zat spesifik mengakibatkan zat tersebut larut pada temperatur tertentu dalam
sistem pelarut (Svehla, 1979).
Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Molekul zat terlarut membentuk
agrerat dengan molekul pelarut. Hal tersebut akan menyebabakan terjadinya kisi - kisi diantara
molekul zat terlarut yang terus membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul
pelarutnya dan melepaskan sejumlah energi. Kristalisasi dari zat akan menghasilkan kristal
yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat kristal senyawanya. Pembentukan
kristal ini akan mencapai optimum bila berada dalam kesetimbangan (Arsyad, 2001). Ukuran
kristal bergantung pada dua faktor penting yaitu nukleasi dan laju pertumbuhan Kristal. Laju
pembentukan inti yang besar menyebabkan kristal yang terbentuk juga semakin banyak. Laju
pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Semakin tinggi derajat
lewat jenuh maka semakin besar kemungkinan untuk membentuk inti baru, sehingga makin
besar pula laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan salah satu faktor lain
yang mempengaruhi ukuran kristal. Laju yang tinggi menyebabkan kristal - kristal yang akan
terbentuk berukuran besar yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Vogel 1990).
Pengotor pada kristal dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengotor pada permukaan kristal dan
pengotor yang ada di dalam kristal. Pengotor pada permukaan kristal berasal dari larutan induk
yang terbawa pada permukaan kristal pada saat proses pemisahan padatan dari larutan
induknya. Pengotor pada permukaan kristal dapat dipisahkan hanya dengan pencucian. Cairan
yang digunakan untuk mencuci harus mempunyai sifat yang dapat melarutkan pengotor tetapi
tidak melarutkan padatan kristal. Cara yang digunakan untuk menghilangkan pengotor yang
ada didalam kristal yaitu dengan menggunakan rekristalisasi, yaitu dengan melarutkan kristal
tersebut kemudian mengkristalkannya kembali (Puguh et al., 2003).
Proses rekristalisasi dapat berlangsung karena beberapa factor. Berikut ini faktor yang
mempengaruhi kristal sebagai berikut :
a. Laju pembentukan inti
Laju pembentukan ini dinyatakan pada jumlah inti yang terbentuk dalam satuan waktu.
Laju pembentukan inti tinggi, maka banyak Kristal yang terbentuk tetapi tak satupun yang
menjadi besar ukuranya. Kristal tersebut akan berbentuk partikel – partikel koloid.
b. Laju pertumbuhan Kristal
Merupakan factor lain yang mempengaruhi ukuran Kristal yang terbentuk selama
pengendapan berlagsung. Laju pembentukan kristal tinggi maka Kristal dalam ukuran besar
akan terbentu. Laju pertumbuhan kristal juga dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh.
Kecepatan pembentukan kristal juga dipengaruhi oleh berapa factor. Factor – factor tersebut
diantaranya adalah derajat lewat jenuh, jumlah inti yang ada atau luas permukaan total dari
kristal yang ada, pergerakan antara larutan dan kristal, viskositas larutan, jenis dan banyaknya
pengotor (Fessenden, 1983).

Prinsip Kerja
A. Pemilihan Pelarut
Prinsip pemilihan pelarut yang tepat pada proses rekristaliasi yaitu padatan tidak larut
pada suhu dingin sehingga tidak cocok untuk digunakan pelarut dalam proses rekristaisasi.
Campuran dipanaskan apabila secara langsung campuran tersebut larut maka pelarut tersebut
dapat digunakan atau sesuai untuk proses rekristalisasi. Campuran dibiarkan hingga dingin jika
terbentuk endapan, maka pelarut tersebut dapat digunakan atau sesuai dengan proses
rekristalisasi
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Prinsip kerja dari rekristalisasi yaitu didasarkan pada perbedaan daya larut antara zat yang
dimurnikan dengan zat pengotor dalam suatu pelarut tertentu. Zat yang akan dimurnikan
selanjutnya dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dipanaskan dan diuapkan kembali.
Pengotor yang tidak dapat dilarutkan dapat dipisahkan dari larutan dengan cara penyaringan
sedangkan bahan pengotor yang mudah larut akan berada dalam larutan.

Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan rekristalisasi diantaranya yaitu tabung reaksi, rak
tabung reaksi, bunsen, gelas ukur 5 mL, pipet tetes, penjepit besi, kertas saring, erlenmeyer
125 mL, corong, timbangan, penangas air, pengaduk kaca.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan rekristalisasi yaitu asam salisilat, asam benzoat,
etanol 95%, etil asetat, aseton, n-heksana, toluena, akuades.

Prosedur Kerja
A. Pemilihan Pelarut
Dimasukkan masing-masing 0,05 g sampel yang telah dihaluskan ke dalam 6 tabung
reaksi. Aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan heksan kemudidan ditambahkan
sebanyak 2 mL secara terpisah pada masing-masing tabung reaksi tadi dan beri nomor 1-6
secara berurutan. Tabung reaksi digoyang dan diamati apakah sampel larut dalam pelarut
tersebut pada suhu kamar, lalu catat pengamatannya. Tabung yang telah berisi sampel yang tak
larut kemudian dipanaskan, lalu goyang tabungnya dan catat bilamana sampel tersebut larut
dalam pelarut panas, kemudian catat pengamatannya. Larutan yang telah dipanaskan dibiarkan
menjadi dingin dan diamati pembentukan kristalnya. Masing-masing pelarut dicatat dan
ditunjukkan pelarut manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan cocok untuk
proses rekristalisasi sampel. Prosedur yang sama dengan di atas dilakukan untuk sampel
unknown dan ditentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Dimasukkan sampel unknown 0,05 g ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2 mL pelarut
yang sesuai (hasil dari prosedur A). Campuran perlahan dipanaskan sambil digoyang larutan
hingga semua padatan larut. Padatan jika tidak larut sempurna, tambahkan sedikit pelarut
(kira-kira 0,5 mL) dan dilanjutkan proses pemanasan. Setiap penambahan pelarut diamati
apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau tidak. Padatan yang banyak tidak larut,
kemungkinan karena adanya pengotor. Larutan panas tersebut kemudian disaring melewati
penyaring pipet Pasteur untuk menghilangkan pengotor yang tak larut atau dapat
menggunakan karbon aktif. Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan cara memasukkan
sedikit kapas pada pipet lalu ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada pada
bagian bawah (posisi menyumbat tip). Pipet penyaring dipanaskan dengan cara melewatkan
pelarut panas beberapa kali ke dalam pipet dan tampung pelarut panas yang telah melewati
pipet kedalam wadah penampung atau erlenmeyer, bilamana larutan memenuhi pipet, dorong
larutan dengan bantuan karet penghisap. Larutan sampel sebelum dilewatkan dalam pipet
penyaring, encerkan dulu untuk mencegah terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan.
Pipet Pasteur penyaring kemudian dicuci dengan sejumlah pelarut panas untuk recovery solute
yang kemungkinan terkristalisasi di dalam pipet dan kapas. Wadah penampung atau
erlenmeyer ditutup dan biarkan filtrat atau larutan menjadi dingin, setelah larutan berada
dalam suhu kamar, siapkan ice bath untuk menyempurnakan proses kristalisasi. Wadah larutan
dimasukkan ke dalam ice bath dan diamati pembentukan kristalnya. Kristal yang didapat
kemudian disaring dan dicuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan penyaring
Buchner, lalu lanjutkan penyaringan hingga kering. Kristal terssebut selanjutnya ditimbang
dan dihitung persen recovery-nya serta ditentukan titik leleh kristalnya.
Waktu yang dibutuhkan
No Kegiatan Waktu
1. Persiapan praktikum. 10 menit
Mengecek kelengkapan praktikan dan pengarahan sebelum
2. 10 menit
melakukan percobaan.
3. Praktikum pemilihan pelarut 60 menit
4. Praktikum rekristalisasi sampel unknown 60 menit
Total Waktu 140 menit

Data dan Perhitungan


1. Rekristalisasi Sampel Unknown dalam Akuades
 Data
Berat sampel awal = 0,2 gram
Berat kertas saring = 0,30 gram
Berat Kertas Saring + kristal = 0,35 gram
 Perhitungan
Berat sampel recovery = 0,35 gram - 0,3 gram = 0,05 gram
0,05
% recovery = x 100 %=25 %
0,2
 Tabel perhitungan
Berat sampel awal 0,2 gram
Berat sampel recovery 0,05 gram
% recovery 25 %
Hasil
A. Pemilihan Pelarut
1. Tabel Hasil Pemilihan Pelarut
Sampel Pelarut Sebelum pemanasan Setelah pemanasan
Akuades Tidak larut Larut (+++), terbentuk kristal
Unknown setelah didiamkan pada suhu ruang
(Asam Etanol Larut (+++)
Salisilat) Etil asetat Larut (+++)
Aseton Larut (+++)
Toluena Larut (+) Larut (+++)
Heksana Tidak larut Tidak larut
Akuades Larut (+++)
B Etanol Larut (+++)
(Asam Etil asetat Tidak larut Larut (++)
Benzoat) Aseton Larut (+) Larut (++)
Toluena Tidak larut Larut (++)
Heksana Tidak larut Larut (++)

Keterangan : +++ = larut sempurna


++ = larut sebagian (lebih banyak yang larut)
+ = larut sebagian
- = tidak larut
2. Tabel Gambar Pemilihan Pelarut
No Perlakuan Gambar
1 Sampel A (Asam Salisilat)
2 Sampel B
(Asam Benzoat)
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Sampel Pelarut Massa kertas Massa kristal Massa kristal Recovery
Unknown saring + kertas
saring
Akuades 0,30 gram 0,35 gram 0,05 gram 25 %

Pembahasan Hasil
Percobaan kali ini membahas tentang rekristalisasi. Rekristalisasi menurut Fessenden
(1983) yaitu cara pemurnian zat padat dengan melarutkan dalam suatu pelarut kemudian
dikristalkan kembali. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari teknik
rekristalisasi yang dapat digunakan pada pemurnian senyawa organik. Proses pemurnian
senyawa organik mengutamakan tingkat kelarutan yang dimiliki oleh senyawa tersebut dalam
pelarut. Rekristalisasi dapat dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pelarutan, pemanasan,
penyaringan, dan pendinginan. Prinsip dari rekristalisasi yaitu dengan melihat perbedaan
kelarutan zat yang akan dimurnikan dalam suatu pelarut yang digunakan. Percobaan ini
dilakukan melalui dua tahap yaitu pemilihan pelarut yang tepat untuk proses rekristalisasi dan
rekristalisasi sampel unknown. Sampel yang digunakan yaitu asam benzoate dan sampel
unknown. Pelarut yang digunakan pada percobaan ini yaitu akuades, etanol 95%, etil asetat,
aseton, toluena, dan heksana.
Perlakuan yang pertama yaitu menentukan pelarut yang tepat untuk proses rekristalisasai.
Pemilihan pelarut merupakan tahap yang paling penting untuk memperoleh pemurnian dengan
sempurna. Pelarut yang baik merupakan pelarut yang tidak dapat melarutkan zat terlarut pada
suhu kamar, akan tetapi melarutkannya ketika dipanaskan. Pemanasan ini dilakukan jika
sampel pada suhu ruang tidak larut, tetapi jika sampel telah larut maka tidak perlu dilakukan
pemanasan. Proses pemanasan berperan penting dalam kelarutan, semakin besar temperatur
yang diberikan maka semakin besar pula tingkat kelarutannya. Hal ini terjadi karena saat
proses pemanasan, partikel-partikel padatan akan semakin cepat berinteraksi dengan partikel-
partikel pelarut sehingga akan menghasilkan kelarutan yang tinggi. Pelarut yang tepat untuk
proses rekristalisasi merupakan pelarut yang memiliki kemampuan melarutkan zat yang akan
dimurnikan, serta harus memiliki titik didih lebih rendah dari sampel. Titik didih yang lebih
rendah akan membantu untuk mempermudah dalam pengeringan kristal yang terbentuk. Titik
didih pelarut juga harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan dimunikan agar zat tidak
terurai.
Sampel yang digunakan pertama yaitu sampel A. Sampel A adalah senyawa asam
benzoat yang digunakan sebanyak 0,05 g. Struktur dari asam benzoat yaitu sebagai berikut:

Gambar 10.1 Struktur Asam Benzoat


Sampel A kemudian dilarutkan dalam pelarut akuades, etanol, etil asetat, aseton, toluena,
heksana sebanyak 2 mL pada suhu kamar. Hasil yang didapat yaitu sampel A akan larut
dalam pelarut akuades, etanol, dan aseton sedangkan etil asetat, toluena, dan heksana tidak
larut. Asam benzoat dapat larut dalam pelarut akuades, etanol, dan aseton yang bersifat polar
karena dapat bereaksi dengan sisi polar (gugus –OH) yang dimiliki asam benzoat. Pelarut
aseton direaksikan dengan asam bezoat kelarutannya masih kecil atau larut sebagian maka
harus dipanaskan untuk memperbesar kelarutannya. Asam benzoat tidak dapat larut dalam
pelarut etil asetat, toluena, dan heksana sehingga perlu dilakukan pemanasan untuk
mempercepat kelarutannya. Hasil pada proses pemanasan yaitu asam benzoat larut dalam
aseton, etil asetat, toluena, dan heksana.
Pelarut yang tepat untuk melarutkan asam benzoat seharusnya yaitu akuades dan heksana
karena memiliki titik didih lebih rendah dari pada titik leleh asam benzoat. Data yang didapat
menyatakan bahwa pelarut yang sesuai yaitu etil asetat, toluene, dan heksana. Hal tersebut
tidaklah sesuai dengan literature. Hal ini dapat dibuktikan degan kepolaran akuades dan
heksana yang dapat mendukung pemilihan pelarut yang tepat pada percobaan rekristalisasi.
Asam benzoat memiliki sisi polar (gugus –OH) sehingga dapat larut dengan akuades dan
heksana yang bersifat polar. Padatan yang dilarutkan dalam akuades dan heksana pada suhu
kamar juga tidak langsung larut, tetapi ketika didinginkan setalah pemanasan akan
membentuk kristal kembali atau rekristalisasi. Hal tersebut menunjukkan ciri-ciri pelarut yang
cocok digunakan untuk proses rekristalisasi.
Sampel kedua yang digunakan yaitu sampel unknown. Sampel unknown adalah senyawa
yang belum diketahui yang digunakan sebanyak 0,05 g. Sampel unknown ini dapat diketahui
bahwa asam salisilat. Hal ini dikarenakan sampel yang berupa padatan yaitu asam benzoate
dan asam salisilat saja. Struktur dari asam salisilat adalah sebagai berikut:

Gambar 10.2 Struktur Asam Salisilat


Sampel ini kemudian dilarutkan dalam pelarut akuades, etanol, etil asetat, aseton, toluena,
heksana sebanyak 2 mL pada suhu kamar. Hasil yang didapat yaitu sampel unknown akan larut
dalam pelarut etanol, etil asetat, toluena dan aseton dan tidak larut dalam akuades dan heksana.
Gambar 1 menunjukkan bahwa struktur asam salisilat memiliki gugus polar dan gugus
nonpolar. Gugus polarnya yaitu gugus –OH, sedangkan gugus nonpolarnya berupa gugus
cincin benzena. Asam salisilat larut sebagian pada pelarut polar dan sebagian pada pelarut non
polar, tetapi sukar larut pada pelarut polar atau nonpolar saja. Hal ini dikarenakan memiliki
gugus polar dan nonpolar sekaligus dalam satu gugus, sehingga asam salisilat akan larut pada
pelarut semipolar. Pelarut etanol, etil asetat dan aseton bersifat polar dan asam salisilat bersifat
semipolar sehingga asam salisilat akan melarut sebagian. Akuades bersifat polar dan asam
salisilat sukar larut dalam pelarut polar karena larutan mengalami kejenuhan. Kejenuhan ini
terjadi karena perbandingan antara pelarut dengan zat terlarut tidak sebanding. Pelarut toluena
dan heksana bersifat nonpolar sehingga tidak dapat melarutkan asam salisilat. Hasil didapat
tidak sesuai dengan literatur misalnya pada pelarut toluena yang direaksikan dengan sampel
asam salisilat larut sebagian sebelum pemanasan.
Perlakuan selanjutnya adalah proses pemanasan pada sampel yang tidak larut dan larut
sebagian. Fungsi pemanasan ini bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang tidak larut
dan larut sebagian dapat larut secara sempurna jika dipanaskan. Pemanasan ini juga dilakukan
agar proses kelarutannya meningkat seiring dengan naiknya suhu. Pemanasan dilakukan pada
sampel akuades, toluena, dan heksana. Hasil yang didapat yaitu akuades dan toluena larut
secara sempurna. Hal berbeda yang didapat dari pemanasan heksana yaitu sampel tetap tidak
larut atau terjadi proses penguapan dan hanya meninggalkan endapan pada tabung reaksi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sampel pada akuades dan toluena mengalami kelarutan. Larutan
heksana ketika dipanaskan menguap karena pelarut ini merupakan senyawa volatil, sehingga
ketika dipanaskan akan cepat mengalami penguapan. Proses selanjutnya yaitu pendinginan.
Hasil yang diperoleh saat larutan didinginkan yaitu terbentuk kristal pada pelarut akuades.
Pelarut yang baik pada percobaan ini yaitu akuades. Pelarut yang baik merupakan pelarut yang
tidak dapat melarutkan zat terlarut pada suhu kamar, akan tetapi melarutkannya ketika
dipanaskan. Asam salisilat memiliki sisi polar pada gugus –OH sehingga akan larut bersama
akuades yang bersifat polar ketika dipanaskan. Sampel pada pelarut akuades ketika
didinginkan akan membentuk kristal kembali atau disebut dengan rekristalisasi.
Tahap kedua dalam percobaan ini yaitu rekristalisasi sampel unknown berupa asam
salisilat. Sampel unknown ditimbang sebanyak 0,2 gram yang dilarutkan kedalam pelarut
akuades sebanyak 8 mL. Alasan digunakannya pelarut akuades yaitu pelarut yang cocok untuk
proses rekristalisasi. Akuades dapat digunakan sebagai pelarut yang cocok karena memiliki
titik didih lebih rendah dibandingkan dengan titik leleh asam salisilat. Sampel unknown yang
dilarutkan dalam akuades pada suhu kamar tidak langsung melarut sehingga perlu dilakukan
pemanasan, dan didinginkan untuk mendapatkan kristal kembali. Sampel unknown yang
dilarutkan pada suhu kamar, kemudian dipanaskan sampai sampel benar-benar larut. Sampel
unknown dapat larut dalam akuades karena adanya proses pemanasan. Suhu yang meningkat
menyebabkan kelarutan zat semakin tinggi. Akuades juga tidak melarutkan zat pengotornya.
Hal ini ditunjukkan dengan perubahan larutan menjadi keruh setelah dipanaskan. Zat pengotor
tersebut dihilangkan dengan disaring dalam keadaan panas agar zat pengotor yang ada dalam
sampel tersaring sempurna dalam kertas saring. Larutan yang telah disaring kemudian
didinginkan dan ditutup dengan alumunium foil untuk mendapatkan kristal yang lebih banyak.
Kristal yang terbentuk apabila sudah banyak maka dapat dilakukan proses penyaringan dengan
menggunakan kertas saring, jika kristal yang disaring yang terbentuk tertinggal pada tabung
reaksi maka tabung reaksi dapat dicuci dengan pelarut.
Kristal yang diperoleh berukuran kecil dan banyak, hal ini menunjukkan bahwa laju
pembentukan inti tinggi namun laju pertumbuhan kristal rendah karena kristal yang terbentuk
berukuran kecil. Larutan yang telah terbentuk kristal kemudian disaring. Tujuan penyaringan
ini yaitu untuk mendapatkan kristal yang telah terbentuk dan menimbangnya. Kristal yang
tersaring kemudian dikeringkan didalam oven hingga kering. Kertas saring dan kristal yang
telah kering kemudian ditimbang sehingga diperoleh berat kristal yang dihasilkan yaitu sebesar
0,05 gram pada pelarut akuades. Persentase recovery-nya yang didapat yaitu sebesar 25%.
Hasil ini menunjukkan bahwa tidak semua sampel unknown yang larut tersebut terbentuk
menjadi kristal kembali semuanya. Kurangnya persentase recovery ini dapat diakibatkan
bahwa sampel sebagian mengalami kelarutan dalam pelarut. Kurangnya persentase recovery
ini juga dapat diakibatkan karena kristal yang terbentuk kembali masih tertinggal di dalam
tabung reaksi dan tidak terikut dalam proses penyaringan.

Kesimpulan
Rekristalisasi merupakan teknik pemurnian zat padat dari zat pengotornya yang dilakukan
dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat
pengotornya. Pelarut yang cocok pada percobaan ini yaitu akuades. Akuades digunakan
sebagai pelarut yang cocok untuk proses rekristalisasi karena memiliki titik didih lebih rendah
dibandingkan dengan titik leleh asam salisilat

Referensi
Arsyad, M. Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia.
Fessenden, Ralph J. 1983. Kimia Organik, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Oxtoby, D.W. 2001. Prinsip-prinsip. Kimia Modern Edisi ke-4 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Puguh, S. Wahyudi S., dan Heru. 2003. Studi Eksperimental Pemurnian Garam NaCl dengan
Cara Rekristalisasi. Surabaya : Universitas Surabaya.
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel: Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Tim Dosen Kimia Organik. 2019. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Jember: Universitas
Jember.
Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jilid II. Jakarta:
PT Kalman Media Pusaka.

Saran
Percobaan tentang rekristalisasi diharapkan kepada praktikan agar dilakukan dengan teliti
dan cermat dalam mengamati sampel hasil reaksi agar hasil yang didapatkan sesuai dengan
literatur. Praktikan juga harus mengerti prosoedur kerja dari praktikum ini agar tidak
kebingungan ketika praktikum dilaksanakan. Praktikum ini disarankan juga agar menyediakan
alat penimbangan yang mencukupi agar praktikan tidak terlalu lama antre menimbang dan
supaya praktikum cepat diselesaikan. Praktikan harus cermat membagi prosedur mana yang
harus dikerjakan terlebih dahulu agar pratikum tidak melebihi batas waktu yang telah
ditentukan.

Nama Praktikan
M. Ari Pratama (181810301065)

Anda mungkin juga menyukai