Anda di halaman 1dari 29

REKRISTALISASI ASAM OKSALAT

I.

TUJUAN PERCOBAAN Percobaan ini bertujuan untuk meningkatkan kemurnian asam oksalat kotor dengan metode pelarutan, rekristalisasi, dan penyaringan, serta menentukan kemurnian asam oksalat.

II.

DASAR TEORI 2.1 Larutan standar Larutan standar terbagi menjadi dua, yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang diketahui konsentrasinya secara pasti. Suatu larutan standar primer harus memiliki kriteria tertentu, yaitu: # nilai stoikiometrinya sudah diketahui # kemurniannya sudah diketahui # stabil jika disimpan dalam waktu lama (contoh: tidak volatil) Larutan yang tidak memiliki kriteria-kriteria di atas dikategorikan sebagai larutan standar sekunder. Kemurnian larutan standar sekunder dapat diketahui dengan menstandardisasi larutan tersebut dengan larutan primer. (Modern, 2000) 2.2 Kelarutan Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu (yang disebut solute) untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum suatu solute yang larut dalam suatu solvent pada keadaan setimbang. (www.Wikipedia.com) Faktor-faktor yang memengaruhi kelarutan antara lain: 1. Jenis zat terlarut dan pelarut Zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan baik. Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar. Contohnya, alkohol dan air dapat terlarut secara sempurna (completely miscible) karena keduanya bersifat polar. Minyak dan air tidak dapat larut (completely immiscible) karena air bersifat polar, sedangkan minyak tidak.

"!

2. Temperatur Pada umumnya kelarutan suatu zat padat dalam zat cair akan semakin tinggi jika temperatur lebih tinggi. Sebaliknya, kelarutan gas dalam zat cair umumnya berkurang pada temperatur yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan timbulnya gelembung-gelembung gas ketika air dipanaskan hingga mendidih. 3. Tekanan Perubahan tekanan hanya berpengaruh kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum Henry (William Henry: 1774-1836), massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya, kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut, misalnya HCl atau NH3 dalam air. 4. Adanya zat lain Pengaruh sifat dan konsentrasi dari zat-zat lain, terutama ion-ion dalam larutan memberikan perbedaan yang signifikan antara efek dari ion-ion yang sejenis dan ion-ion yang berlainan. Kelarutan akan berkurang apabila dalam suatu larutan terdapat ion-ion sejenis dalam jumlah yang berlebihan. Adanya ion-ion yang tidak sejenis dalam suatu larutan dengan jumlah yang berlebih dapat meningkatkan kelarutan karena terbentuk ion kompleks yang dapat larut. (Vogel, 1985) 5. Bentuk dan ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel zat, maka semakin mudah zat tersebut larut. Sebaliknya, semakin besar ukuran partikel zat, maka semakin sukar zat tersebut larut. 2.3 Asam Oksalat Asam oksalat adalah senyawa organik dengan rumus kimia H2C2O4 atau biasa disebut dengan asam etanadioat. Asam yang tergolong sebagai asam dikarboksilat ini memiliki wujud berupa padatan kristalin tak berwarna yang dapat larut dalam air membentuk larutan yang tak berwarna pula. Asam oksalat merupakan zat atau agen pereduksi dan basa konjugatnya dikenal sebagai ion oksalat (C2O42-) yang merupakan chelating agent (agen pengelat) untuk kation logam. ! $!

Asam oksalat terdiri dari 2 macam, yaitu asam oksalat anhidrat dan asam oksalat dihidrat. Asam oksalat anhidrat (H2C2O4) memiliki melting point 187C, tidak berbau, berwarna putih, dan tidak menyerap air. Asam oksalat dihidrat (H2C2O4.2H2O) merupakan jenis yang dijual di pasaran, memiliki melting point 101,5C, tidak berbau, dan dapat kehilangan molekul air jika dipanaskan hingga suhu 100C. Asam oksalat sangat berbahaya jika terkena kulit (irritant), mata (irritant), tertelan, maupun terhirup. Selain irritant, asam oksalat juga bersifat korosif terhadap kulit dan mata. Bahaya utama asam oksalat adalah bersifat racun, dan hal ini dibuktikan dengan angka 3 pada health hazard level MSDS. Asam oksalat dapat mengganggu kinerja ginjal sebab menimbulkan endapan kalsium oksalat yang merupakan komponen utama penyakit batu ginjal dan penyakit nyeri sendi. 2.4 Kristalisasi Kristalisasi adalah salah satu teknik pemurnian, dengan prinsip yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu. Jadi, zat pengotor yang akan dipisahkan harus memiliki daya larut yang berbeda dengan kristal yang akan dimurnikan. Kristalisasi terjadi melalui 2 tahap, yaitu pembentukan inti kristal (nucleation) dan pertumbuhan kristal (crystal growth). Nucleation adalah proses di mana molekul dalam larutan berkumpul dan membentuk suatu agregat kecil yang disebut inti atau nukleus. Particle growth terjadi ketika inti mengalami penambahan molekul sehingga ukurannya bertambah besar dan membentuk kristal. (Harris, 2007) Laju pembentukan inti dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi (keadaan highly supersaturated), maka banyak sekali kristal yang terbentuk, tetapi tak satupun akan tumbuh menjadi besar, bahkan partikel yang terbentuk dapat berupa partikel koloid. Kristal yang terbentuk akan berukuran kecil, bersifat rapuh, dan berjumlah banyak. Keadaan ini terjadi jika penurunan suhu berjalan dengan cepat. Sebaliknya, jika laju pertumbuhan kristal tinggi (keadaan less supersaturated), maka kristal yang terbentuk berukuran lebih besar. Keadaan ini terjadi jika penurunan suhu berjalan dengan perlahan. Kristal yang terbentuk akan berukuran besar, serta bersifat liat dan elastis. ! %!

Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan pembentukan kristal antara lain: 1. Derajat lewat jenuh Semakin tinggi derajat lewat jenuh, maka semakin besar kemungkinan untuk membentuk inti baru, sehingga pembentukan kristal semakin cepat. 2. Jumlah inti yang ada atau luas permukaan total Jika kecepatan pembentukan kristal tinggi, maka jumlah inti yang dihasilkan ke dalam bentuk kristal akan semakin banyak. Semakin luas permukaan total kristal, maka semakin banyak larutan yang ditempatkan pada kisi kristal. 3. Pergerakan antara larutan dan kristal Transportasi molekul atau ion dalam larutan (bahan yang akan dikristalisasi) ke permukaan kristal dengan cara difusi dapat berlangsung semakin cepat jika derajat lewat jenuh dalam larutan semakin besar. 4. Banyaknya Pengotor Adanya pengotor akan memperlambat kecepatan pembentukan inti kristal. (Handojo, 1995) 2.5 Rekristalisasi Rekristalisasi merupakan proses lanjut dari kristalisasi yaitu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Secara umum, proses rekristalisasi terjadi melalui beberapa langkah sebagai berikut: 1. Pelarutan kristal kotor dalam pelarut tertentu. Pelarutan solute dalam solvent ditunjang dengan pengadukan agar solute dapat terlarut sempurna dalam solvent. Prinsip pemurnian dengan metode rekristalisasi didasarkan pada perbedaan daya larut antara zat pengotor dan zat yang akan dimurnikan dalam pelarut tertentu. Oleh karena itu, pemilihan pelarut yang cocok untuk proses rekristalisasi harus berdasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: 1) Pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut. 2) Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar dapat mempermudah pengeringan kristal.

&!

3) Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan. (Cahyono, 1991) 2. Filtrasi secara gravitasi. Filtrasi bertujuan untuk menyaring zat pengotor dalam asam oksalat yang tidak larut dalam solven. Filtrat kemudian dipisahkan untuk direkristalisasi. 3. Pemekatan filtrat dan pembentukan kristal kembali. Filtrat hasil penyaringan dipekatkan dengan cara pemanasan. Tujuan dari pemekatan ini adalah untuk menguapkan sebagian pelarut sehingga diperoleh larutan pekat yang kondisinya lebih jenuh. Kondisi larutan yang jenuh akan memudahkan terjadinya proses kristalisasi, sebab proses kristalisasi terjadi pada keadaan yang lewat jenuh. Proses kristalisasi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: a. Pendinginan Larutan didinginkan sampai terbentuk kristal di dalamnya. Metode ini digunakan untuk zat yang kelarutannya mengecil bila suhu diturunkan. b. Penguapan Solvent Larutan yang dikristalkan merupakan senyawa campuran antara solvent dan solute. Setelah dipanaskan, maka solvent menguap sedangkan kristal tidak. Metode ini digunakan bila penurunan suhu tidak begitu mempengaruhi kelarutan zat pada pelarutnya. Penguapan bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalisir solvent sisa yang terdapat pada filtrat. c. Evaporasi Adiabatis Metode ini digunakan dalam ruang vakum. Larutan dipanaskan, kemudian dimasukkan dalam tempat vakum dengan kondisi tekanan total yang lebih rendah daripada tekanan uap solvent. Pada suhu saat larutan dimasukkan ke ruang vakum solven akan menguap dengan cepat dan penguapan itu akan menyebabkan pendinginan secara adiabatis. (Cahyono, 1991)

'!

4. Pengumpulan kristal dengan filtrasi vakum Tujuan dari filtrasi ini adalah memisahkan zat pengotor yang terlarut dalam solvent dari kristal yang terbentuk. 5. Pengeringan kristal Tujuan dari pengeringan kristal adalah menghilangan kandungan solvent (aquadest) dari kristal. (Fessenden, 1983) III. PELAKSANAAN PERCOBAAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: 1. Asam oksalat kotor 2. Asam oksalat pro analitis 3. Larutan HCl x N 4. Larutan NaOH y N 5. Boraks (natrium tetraboraks) 6. Aquadest 7. Indikator Phenolphthalein 8. Indikator Methyl orange 9. Es batu 10. Kertas saring Whatman 40 B. Alat

5 6 3 2 1 4 7

Keterangan 1. Erlenmeyer 250 ml 2. Kertas saring 3. Corong gelas 4. Filtrat 5. Pengaduk 6. Gelas beker 7. Larutan asam oksalat

Gambar 1. Rangkaian Alat Penyaringan Larutan Asam Oksalat

(!

5 6 2 3 1 4 7 8

Keterangan: 1. Erlenmeyer 250 ml 2. Corong gelas 3. Kertas saring 4. Filtrat 5. Pengaduk 6. Gelas beker 7. Asam oksalat 8. Pompa vakum

Gambar 2. Rangkaian Alat Penyaringan Vakum 7 Keterangan : 1. Gelas beker berisi larutan asam oksalat. 2. Pemanas listrik 3. Steker 4. Statif 5. Thermometer raksa 6. Kipas angin 7. Klem

5 4 1

3 2

Gambar 3. Rangkaian Alat Pemekatan Larutan Asam Oksalat

1 7 5

Keterangan : 1. Gelas beker 250 ml 2. Kompor listrik 3. Magnetic stirrer 4. Knop pengatur skala 5. Kristal asam oksalat 6. Gelas arloji 7. Steker

2 3

4 Gambar 4. Rangkaian Alat Pelarutan

)!

3 2

Keterangan : 1. Statif 2. Klem 3. Buret 50 ml 4. Erlenmeyer 125 ml 4 Gambar 5. Rangkaian Alat Titrasi

3 4 1

Keterangan : 1. Baskom 2. Es Batu 3. Gelas Beker 250 ml 4. Larutan asam oksalat

2 Gambar 6. Rangkaian Alat Pendinginan C. Cara Percobaan 1. Standardisasi Larutan HCl x N Langkah pertama, borak sebanyak 0,2007 gram pada gelas arloji ditimbang dengan neraca analisis digital. Boraks kemudian dilarutkan dengan 25 mL aquadest yang diambil dengan pipet volume. Pelarutan ini dilakukan dengan erlenmeyer 125 mL. Supaya seluruh boraks larut, maka erlenmeyer yang berisi larutan ini dipanaskan dengan kompor listrik. Kemudian, 3 tetes indikator Methyl orange ditambahkan ke dalam larutan borak tesebut.

*!

Langkah selanjutnya, buret 50 mL diisi dengan larutan HCl x N (yang telah tersedia) dengan bantuan corong gelas. Larutan boraks pun dititrasi dengan larutan HCl x N hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga. Setelah berubah warna, maka volume larutan HCl x N dicatat. Langkah percobaan ini diulangi lagi sebanyak dua kali, dengan massa boraks sebesar 0,2034 gram dan 0,2012 gram. 2. Standardisasi Larutan NaOH y N dengan Larutan HCl x N Langkah pertama, NaOH pellet sebanyak 1,5141 gram dalam botol timbang ditimbang dengan neraca analisis digital. Natrium hidroksida kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquadest yang diambil dengan pipet volume 25 mL. Pelarutan ini dilakukan dalam gelas beker, dengan bantuan gelas pengaduk. Setelah itu, larutan NaOH dituangkan ke dalam labu ukur 250 mL dengan bantuan corong gelas. Kemudian, aquadest ditambahkan ke dalam labu ukur hingga mencapai tanda batas, dan larutan pun digojog hingga homogen (dalam keadaan labu ukur yang tertutup). Setelah homogen, larutan NaOH y N ini diambil sebanyak 10 mL dengan pipet volume, dan dituangkan ke dalam erlenmeyer 125 mL. Langkah selanjutnya, buret 50 mL diisi dengan larutan HCl x N (yang telah tersedia) dengan bantuan corong gelas. Larutan NaOH y N kemudian ditambahkan dengan 3 tetes indikator Phenolphthalein. Larutan NaOH y N pun dititrasi dengan larutan HCl x N hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi bening. Setelah berubah warna, maka volume larutan HCl x N yang dibutuhkan untuk titrasi pun dicatat. Langkah percobaan ini diulangi lagi sebanyak dua kali dengan menggunakan larutan NaOH y N yang sama sehingga diperoleh 3 data. 3. Penentuan Kadar Larutan Asam Oksalat Kotor Langkah pertama, asam oksalat kotor sebanyak 1,5090 gram pada gelas arloji ditimbang dengan neraca analisis digital. Asam oksalat kotor kemudian dilarutkan dengan 50 mL aquadest yang diambil dengan pipet volume 25 mL. Pelarutan ini dilakukan dalam gelas beker 250 mL, dengan bantuan gelas pengaduk. Setelah itu, larutan asam oksala kotor diambil sebanyak 5 mL dengan pipet volume, dan dituangkan ke dalam erlenmeyer ! +!

125 mL. Kemudian, 3 tetes indikator Phenolphthalein ditambahkan ke dalam larutan asam oksalat kotor tersebut. Langkah selanjutnya, buret 50 mL diisi dengan larutan NaOH y N (yang telah dibuat) dengan bantuan corong gelas. Larutan asam oksalat kotor pun kemudian dititrasi dengan larutan NaOH y N hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi ungu. Setelah berubah warna, maka volume larutan NaOH y N yang dibutuhkan untuk titrasi pun dicatat. Langkah percobaan ini diulangi lagi sebanyak dua kali dengan menggunakan larutan asam oksalat kotor yang sama sehingga diperoleh 3 data. 4. Standardisasi Larutan HCl x N Langkah pertama, borak sebanyak 0,2007 gram pada gelas arloji ditimbang dengan neraca analisis digital. Boraks kemudian dilarutkan dengan 25 mL aquadest yang diambil dengan pipet volume. Pelarutan ini dilakukan dengan erlenmeyer 125 mL. Supaya seluruh boraks larut, maka erlenmeyer yang berisi larutan ini dipanaskan dengan kompor listrik. Kemudian, 3 tetes indikator Methyl orange ditambahkan ke dalam larutan boraks tesebut. Langkah selanjutnya, buret 50 mL diisi dengan larutan HCl x N (yang telah tersedia) dengan bantuan corong gelas. Larutan boraks pun dititrasi dengan larutan HCl x N hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi jingga. Setelah berubah warna, maka volume larutan HCl x N dicatat. Langkah percobaan ini diulangi lagi sebanyak dua kali, dengan massa boraks sebesar 0,2034 gram dan 0,2012 gram. 5. Standardisasi Larutan NaOH y N dengan Larutan HCl x N Langkah pertama, NaOH pellet sebanyak 1,5141 gram dalam botol timbang ditimbang dengan neraca analisis digital. Natrium hidroksida kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquadest yang diambil dengan pipet volume 25 mL. Pelarutan ini dilakukan dalam gelas beker, dengan bantuan gelas pengaduk. Setelah itu, larutan NaOH dituangkan ke dalam labu ukur 250 mL dengan bantuan corong gelas. Kemudian, aquadest ditambahkan ke dalam labu ukur hingga mencapai tanda batas, dan larutan pun digojog ! ",!

hingga homogen (dalam keadaan labu ukur yang tertutup). Setelah homogen, larutan NaOH y N ini diambil sebanyak 10 mL dengan pipet volume, dan dituangkan ke dalam erlenmeyer 125 mL. Langkah selanjutnya, buret 50 mL diisi dengan larutan HCl x N (yang telah tersedia) dengan bantuan corong gelas. Larutan NaOH y N kemudian ditambahkan dengan 3 tetes indikator Phenolphthalein. Larutan NaOH y N pun dititrasi dengan larutan HCl x N hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi bening. Setelah berubah warna, maka volume larutan HCl x N yang dibutuhkan untuk titrasi pun dicatat. Langkah percobaan ini diulangi lagi sebanyak dua kali dengan menggunakan larutan NaOH y N yang sama sehingga diperoleh 3 data. 6. Penentuan Kadar Larutan Asam Oksalat Kotor Langkah pertama, asam oksalat kotor sebanyak 1,5090 gram pada gelas arloji ditimbang dengan neraca analisis digital. Asam oksalat kotor kemudian dilarutkan dengan 50 mL aquadest yang diambil dengan pipet volume 25 mL. Pelarutan ini dilakukan dalam gelas beker 250 mL, dengan bantuan gelas pengaduk. Setelah itu, larutan asam oksalat kotor diambil sebanyak 5 mL dengan pipet volume, dan dituangkan ke dalam erlenmeyer 125 mL. Kemudian, 3 tetes indikator phenolphthalein ditambahkan ke dalam larutan asam oksalat kotor tersebut. Langkah selanjutnya, buret 50 mL diisi dengan larutan NaOH y N (yang telah dibuat) dengan bantuan corong gelas. Larutan asam oksalat kotor pun kemudian dititrasi dengan larutan NaOH y N hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi ungu. Setelah berubah warna, maka volume larutan NaOH y N yang dibutuhkan untuk titrasi pun dicatat. Langkah percobaan ini diulangi lagi sebanyak dua kali dengan menggunakan larutan asam oksalat kotor yang sama sehingga diperoleh 3 data. D. Analisis Data 1) Penentuan normalitas larutan HCl x N a) Penentuan normalitas Larutan HCl x N Normalitas larutan HCl dihitung dengan persamaan : ! ""!

! ! !"!! dengan: N = normalitas HCl sesungguhnya, N w = berat boraks,g V = volume HCl untuk titrasi, g/ml BM = berat molekul boraks, g/mol b) Penentuan normalitas larutan HCl x N rata-rata Normalitas HCl rata-rata = dengan:
! !!"# !

! !!

(1)

(2)

!!!"# = jumlah normalitas larutan HCl hasil titrasi, N n = jumlah data

2) Penentuan normalitas Larutan NaOH y N a) Penentuan normalitas larutan NaOH y N Normalitas larutan NaOH y N harus ditentukan dengan titrasi menggunakan larutan HCl x N, dan dapat dihitung dengan persamaan: !!"#$ ! dengan:
!!"# !!!"# !!"#$

(3)

N NaOH = Normalitas NaOH, N V NaOH = Volume NaOH,ml N HCl VHCl = Normalitas larutan HCl x N rata-rata,N = Volume HCl, ml

b) Penentuan normalitas larutan NaOH y N rata-rata !!"#$ ! dengan:


! !!"#$ !

(4)

!!"#$ = normalitas larutan NaOH rata-rata, N !!!"#$ ! jumlah normalitas larutan NaOH hasil titrasi, N n = jumlah data

3) Penentuan Kadar Asam Oksalat a) Perhitungan normalitas teoritis asam oksalat !!"!!"# ! !! ! !"! ! (5)

"$!

dengan:

Nas.teo = normalitas asam oksalat teoritis, N W = massa asam oksalat, g N = valensi asam oksalat BM = berat molekul relatif asam oksalat, g/mol V = volume larutan, L

Perhitungan dilakukan untuk asam oksalat pro analitis. b) Perhitungan normalitas asam oksalat hasil titrasi !!" ! dengan: !!"#$ ! !!"#$ !!" (6)

Nas = normalitas asam oksalat, N Vas = volume asam oksalat, mL NNaOH = normalitas NaOH, N VNaOH = volume NaOH, mL

Perhitungan dilakukan untuk asam oksalat kotor, asam oksalat pro analitis, dan asam oksalat hasil pemurnian. c) Penentuan kadar asam oksalat Kadar oksalat dapat ditentukan dengan membandingkan normalitas asam oksalat dengan normalitas asam oksalat pro analitis !"#! !"#"$ !
!"#!!"#"$ !"#!!" !"#!!"

!!""# !!""#

(7) (8)

!"#! !"#$% ! dengan:

!"#!!"#$%

Nas.kotor = normalitas asam oksalat kotor Nas.hasil pemurnian = normalitas asam oksalat hasil pemurnian Nas.pa = normalitas asam oksalat pro analitis Kas.kotor = kemurnian asam oksalat kotor Kas.hasil pemurnian = kemurnian asam oksalat hasil pemurnian

"%!

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kristal asam oksalat kotor masih bercampur dengan zat-zat pengotor sehingga perlu dimurnikan. Pada percobaan ini, pemurnian dilakukan dengan metode rekristalisasi. Prinsip dari percobaan ini adalah perbedaan daya larut antara zat yang akan dimurnikan (asam oksalat) dengan zat-zat pengotor yang terkandung dalam kristal asam oksalat kotor agar didapatkan kristal asam oksalat murni. Pada percobaan ini, larutan boraks digunakan untuk menstandardisasi larutan HCl karena larutan boraks merupakan larutan standar primer, sedangkan larutan HCl merupakan larutan standar sekunder (Vogel, 1989). Melalui standardisasi, maka konsentrasi larutan HCl pun dapat diketahui dengan pasti. Reaksi yang terjadi adalah: !"! !! !!!!!"! ! !!! !!!! ! !!" !!!"! ! !!"# !!!"! ! !!! !!!!!!"! Pada standardisasi ini, indikator yang digunakan adalah Methyl orange yang memiliki trayek pH 3,1-4,4 (Harris, ). Akibat terbentuknya asam lemah H3BO3, maka pada titik ekuivalen, larutan memiliki pH sekitar 4,8 sehingga diperlukan indikator yang berubah warna pada range 4,81. Oleh karena itu, Methyl orange adalah indikator yang tepat karena akan berubah warna dari kuning menjadi jingga (wwwchem.uwimoma.edu.jm) Larutan standar HCl yang telah diketahui konsentrasinya kemudian digunakan untuk menguji keakuratan konsentrasi larutan NaOH. Konsentrasi larutan NaOH perlu diketahui karena akan digunakan untuk menentukan konsentrasi asam oksalat, yaitu dengan cara titrasi. Pada saat titik ekuivalen, seluruh NaOH bereaksi sempurna dengan HCl membentuk garam NaCl. Reaksi yang terjadi adalah: !"#$!!"! ! !" !!!"! ! !"#$!!"! ! !! !!!! Pada standardisasi ini, indikator yang digunakan adalah Phenolphthalein yang memiliki trayek 8,0-9,6 (Harris, 2007). Akibat terbentuknya garam netral NaCl, maka pada titik ekuivalen, larutan memiliki pH sekitar 7,0, sehingga diperlukan indikator yang berubah warna pada range pH yang dekat dengan 7,0. Oleh karena itu, Phenolphthalein adalah indikator yang tepat karena akan berubah warna dari ungu menjadi bening. ! (10) (9)

"&!

Pada percobaan ini, metode rekristalisasi digunakan untuk memurnikan kristal asam oksalat. Sesuai teori, rekristalisasi dimulai dengan pelarutan kristal asam oksalat kotor dalam pelarut tertentu, yaitu aquadest. Pada tahap ini, kristal asam oksalat akan larut dalam aquadest, sedangkan pengotornya tidak. Hal ini disebabkan oleh kelarutan asam oksalat yang lebih besar daripada zat pengotor di dalam aquadest. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer. Pengaduk ini membantu dalam hal mempercepat terbentuknya larutan asam oksalat yang homogen. Kelebihan dari pengaduk ini adalah putaran pengaduk yang lebih konstan. Setelah larutan menjadi jenuh (30 menit), maka tahap selanjutnya adalah penyaringan atau filtrasi. Penyaringan dilakukan dengan sistem filtrasi secara gravitasi. Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman 40. Alasan penggunaan kertas saring ini adalah kemampuannya untuk menyaring partikel atau zat padat yang tersuspensi. Kertas saring Whatman 40 bekerja berdasarkan mekanisme filtrasi permukaan, yaitu partikel yang tersaring akan menempel pada permukaan kertas saring sehingga bagian bawah kertas saring tidak tersumbat dan penyaringan dapat berjalan dengan cepat. Selain itu, kertas saring Whatman 40 mempunyai kandungan debu (ash content) yang rendah, yaitu maksimal 0,007%, sehingga kontaminasi sampel dapat dicegah. Kertas saring ini memiliki struktur yang tebal dan kuat sehingga tidak rusak sewaktu dipakai. (www.whatman.com) (www.jejaringkimia.web.id) Langkah selanjutnya, filtrat dipekatkan dengan cara memanaskannya pada kompor listrik. Pada tahap ini, sebagian solven (aquadest) akan menguap sehingga konsentrasi larutan lebih pekat. Pemekatan filtrat bertujuan untuk mendapatkan larutan dengan kondisi yang mendekati jenuh. Proses pemekatan dilakukan pada suhu yang tidak melebihi 80C. Hal ini dilakukan karena asam oksalat dihidrat akan terdisosiasi menjadi asam oksalat anhidrat dan air pada suhu di atas 80C (onlinelibrary.wiley.com). Akan tetapi, suhu juga tidak boleh terlalu rendah karena penguapan air akan berlangsung lebih lambat, dan percobaan pun tidak efisien dari segi waktu. Suhu dijaga 80C dengan cara menyalakan kipas angin. Penggunaan kipas angin bertujuan untuk menjaga suhu larutan asam oksalat agar tidak melebihi 80C dan menghindari terjadinya pemanasan lanjut dari larutan tersebut.

"'!

Setelah larutan jenuh, maka kristalisasi dilakukan dengan cara pendinginan. Suhu yang rendah akan membuat kondisi larutan lewat jenuh (supersaturated) sehingga kristal dapat dengan cepat terbentuk. Air es yang digunakan pada saat percobaan berperan dalam hal mempercepat penurunan suhu larutan asam oksalat dan memaksimalkan jumlah kristal asam oksalat yang akan terbentuk karena kemungkinan kristal asam oksalat untuk melarut kembali sangat kecil. Apabila selama proses pendinginan hanya menggunakan air ledeng biasa, penurunan suhu akan menjadi lebih lama dan pembentukan kisi-kisi kristal asam oksalat tidak dapat langsung terlihat. (www.wikihow.com) (pages.towson.edu) Setelah kristal asam oksalat terbentuk di dalam larutan, maka larutan disaring dengan kertas saring Whatman 40 yang diletakkan pada corong Buchner. Penyaringan kristal asam oksalat dilakukan secara vakum. Pada proses filtrasi ini, kristal asam oksalat akan tertahan oleh kertas saring Whatman 40. Kristal asam oksalat yang sudah diperoleh kemudian dicuci dengan aquadest agar pengotor yang memiliki kelarutan lebih besar dapat dihilangkan dari kristal asam oksalat. Filtrasi vakum merupakan penyaringan dengan menggunakan pompa vakum yang dipasang pada Erlenmeyer (wadah penampung filtrat), bertujuan supaya solvent dapat lebih cepat diserap dan dihilangkan dari kristal. Pengovenan padatan kristal asam oksalat setelah disaring bertujuan agar diperoleh padatan kristal asam oksalat yang benar-benar kering. (pages.towson.edu) Setelah kristal asam oksalat kotor dimurnikan, kristal asam oksalat ini dilarutkan dalam aquadest dan dititrasi dengan larutan NaOH. Melalui proses titrasi dapat diketahui jumlah asam oksalat yang bereaksi dengan larutan NaOH sehingga kemurniannya dapat diketahui. Selain asam oksalat kotor yang dimurnikan, titrasi juga dilakukan terhadap larutan asam oksalat pro analitis dan larutan asam oksalat kotor. Indikator yang digunakan adalah Phenolphthalein yang memiliki trayek pH 8,0-9,6. Pada titik ekuivalen, larutan akan berubah warna dari bening menjadi ungu. Pada percobaan ini, diperoleh normalitas larutan HCl sebesar 0,0912 N, sehingga normalitas larutan NaOH pun dapat dihitung, yaitu sebesar 0,1195 N.

"(!

Setelah normalitas larutan NaOH diketahui, maka normalitas larutan asam oksalat pun dapat dihitung, yaitu: Larutan asam oksalat kotor Larutan asam oksalat pro analitis Larutan asam oksalat hasil pemurnian : 0,4095 N : 0,4589 N : 0,4238 N

Setelah normalitas masing-masing asam oksalat diketahui, maka kadar asam oksalat dapat dihitung, yaitu: Kadar asam oksalat kotor Kadar asam oksalat hasil pemurnian : 89,2351% : 92,3513%

Dengan ditemukannya kadar (kemurnian) asam oksalat, maka salah satu tujuan percobaan pun tercapai, yaitu menentukan kemurnian asam oksalat. Menurut data yang diperoleh, larutan asam oksalat pro analitis memiliki normalitas yang paling besar, sedangkan larutan asam oksalat kotor memiliki normalitas yang paling kecil. Hal ini sesuai dengan teori karena asam oksalat pro analitis mengandung jumlah pengotor yang jauh lebih kecil daripada asam oksalat kotor. Oleh karena itu, kemurnian larutan asam oksalat pro analitis lebih tinggi daripada larutan asam oksalat kotor. Larutan asam oksalat hasil pemurnian tidak memiliki kemurnian 100% karena masih tertinggalnya zat pengotor dalam padatan kristal asam oksalat yang terbawa oleh pelarut. Menurut data yang diperoleh, larutan asam oksalat hasil pemurnian memiliki normalitas yang lebih besar daripada larutan asam oksalat kotor. Hal ini sesuai dengan teori karena asam oksalat hasil pemurnian telah mengalami tahap rekristalisasi sehingga kontaminasi zat pengotor sudah diminimalisir. Kemurnian asam oksalat hasil pemurnian yang lebih tinggi daripada asam oksalat kotor menunjukkan bahwa salah satu tujuan praktikum telah tercapai, yaitu meningkatkan kemurnian asam oksalat kotor dengan metode pelarutan, rekristalisasi, dan penyaringan.

")!

V.

KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah:

1. Kristalisasi terjadi pada saat konsentrasi zat dalam solven mencapai kondisi lewat jenuh (supersaturated). 2. Proses kristalisasi saja tidak cukup untuk memurnikan suatu bahan padatan karena padatan tersebut hanya dipisahkan dari suatu campuran atau lelehan sehingga masih mengandung pengotor. 3. Peningkatan kemurnian suatu bahan padat dapat dilakukan melalui proses rekristalisasi bahan padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. 4. Prinsip pemurnian dengan cara rekristalisasi didasarkan pada perbedaan daya larut antara zat pengotor dengan zat yang akan dimurnikan. 5. Pelarut yang baik harus bersifat inert, mudah dipisahkan dari padatan kristal yang terbentuk, dan tidak meninggalkan pengotor. 6. Pelarutan bertujuan untuk melarutkan kristal asam oksalat dalam solvent sehingga kemudian dapat dipisahkan dari zat pengotor yang tidak larut. 7. Penyaringan pertama bertujuan untuk memisahkan larutan asam oksalat dari zat pengotor yang tidak larut saat proses pelarutan. 8. Pemekatan filtrat larutan asam oksalat bertujuan untuk mencapai kondisi jenuh dari larutan. 9. Pendinginan bertujuan untuk mempercepat penurunan suhu sehingga terbentuk larutan lewat jenuh dan terjadi pembentukan kristal. 10. Penyaringan kedua bertujuan untuk memisahkan kristal asam oksalat yang terbentuk dari solvent sera zat pengotor yang larut di dalamnya. 11. Penyaringan vakum bertujuan untuk membantu proses pengeringan padatan kristal asam oksalat basah melalui penyerapan air (solvent) dengan bantuan vakum. 12. Pengovenan dilakukan untuk menghilangkan moisture content pelarut yang masih terperangkap di dalam padatan kristal asam oksalat. 13. Hasil percobaan: Kemurnian asam oksalat kotor Kemurnian asam oksalat hasil pemurnian : 89,2351% : 92,3515%

14. Kemurnian asam oksalat hasil pemurnian lebih besar daripada asam oksalat kotor. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemurnian dengan cara rekristalisasi merupakan suatu metode yang tepat untuk memurnikan suatu bahan padat. ! "*!

VI.

DAFTAR PUSTAKA Brown, G.G. 1950. Unit Operations. Modern Asia ed. Pp.493-501. New York: John Wiley and Sons, Inc. Cahyono, Bambang. 1991. Segi Praktis dan Metode Pemisahan Senyawa Organik. Semarang: KIMIA UNDIP. Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. 1983. Organic Chemistry. Brooks/Cole. Handojo, Lienda. 1995. Teknologi Kimia. Jakarta: PT Pradya Paramita. Harris, D.C. 2007. Quantitative Chemical Analysis. 7th ed. New York: WH. Freeman and Company. Nugraha, Riki, 2012, Titrasi Asam Basa, (online), pada

(Rikinugraha.wordpress.com/2012/06/18/titrasi-asam-basa/, tanggal 28 April 2013, pukul 12:35 WIB).

diakses

Anonim, Experiment 3 Standardisation of hydrochloric acid with borax, (online), (wwwchem.uwimona.edu.jm/lab_manuals/c1oexpt3.html, diakses pada tanggal 28 April 2013, pukul 13:13 WIB). Anonim, 10 Maret 2013, Oxalic Acid, (online), (en.wikipedia.org/wiki/oxalic_acid, diakses pada tanggal 29 April 2013, pukul 19:00 WIB). Anonim, 23 Desember 2010, Pemurnian Bahan Melalui Kristalisasi, (online), (sangpenulisnovel.blogspot.com/2010/12/pemurnian-bahan-melaluikristalisasi.html, diakses pada tanggal 29 April 2013, pukul 19:00 WIB). Anonim, Recrystallization: Purification of Solid Compounds, (pdf), diakses (word), (pages.towson.edu/jdiscord/www/331-LabLectures/RecLabLec.pdf, pada tanggal 30 April 2013, pukul 20:00 WIB). Anonim, Percobaan viii kristalisasi dan rekristalisasi, (http://golden21.files.wordpress.com/2010/06/percobaan-viii/kristalisasi-danrekristalisasi1.doc, diakses pada tanggal 28 April 2013, pukul 11:50 WIB). Anonim, Quantitative Filter Papers Ashless Grades (Ash 0,007%), (online), (www.whatman.com/QuantitativeFilterPaperAshlessGrades.aspx, diakses pada tanggal 28 April 2013, pukul 11:22 WIB). Darmin, 2012, Kelarutan sebagai fungsi suhu, (online), (Alchemist0308.blogspot.com/2012_01_01_archive.html, diakses pada tanggal 28 April 2013, pukul 14:49 WIB)

"+!

Difuwu, Garshepp, and friends, How to Crystallize Organic Compounds, (online), (www.wikihow.com/crystallize-organic-compounds, diakses pada tanggal 30 April 2013, pukul 20:00 WIB). Laalaa_Indah_1265, 19 Februari 2011, Hasil Percobaan dan Pembahasan, (online), (www.scribd.com/doc/49157981/Bab-4-vq, diakses pada tanggal 28 April 2013, pukul 10:00 WIB). Ricky_Basjoint_5643, 15 Desember 2011, Bab I: Pendahuluan, (online), (www.scribd.com/doc/75719223/Bab-1-Pendahuluan, diakses pada tanggal 28 April 2013, pukul 10:00 WIB). Septi, D.N., Susilowati, E., Arza, I, Sintesis Asam Oksalat. diakses (word), pada (www.scribd.com/doc/53678527/SINTESIS-ASAM-OKSALAT, tanggal 28 April 2013, pukul 17:11 WIB).

$,!

VII.

LAMPIRAN A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia 1. Identifikasi Hazard Proses Pada percobaan rekristalisasi asam oksalat, bahaya proses yang dapat dijumpai selama percobaan berlangsung antara lain: 1) Pemanasan larutan asam oksalat menggunakan kompor listrik Dari segi fisika, proses ini berbahaya karena: Praktikan dapat tersetrum listrik saat menghubungkan kabel kompor listrik ke sumber listrik. Tangan praktikan dapat tersengat panas dari kompor listrik. 2) Pengisian titran ke dalam buret Proses ini berbahaya karena: Posisi mulut buret yang lebih tinggi dari mata praktikan dapat menyebabkan mata praktikan terpercik oleh larutan bahan kimia dan titran yang diisikan dapat berlebihan. Bila buret terisi terlalu berlebih maka titran dapat tumpah dan mengenai anggota tubuh lainnya. 3) Pemanasan larutan asam oksalat disertai pendinginan dengan kipas angin. Pada proses ini praktikan dapat menghirup uap dari larutan asam oksalat yang bersifat racun sehingga dapat membahayakan kesehatan. 4) Pengovenan. Saat melakukan pengovenan, suhu oven cukup panas sehingga dapat memberikan rasa panas di wajah. Untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat bahaya-bahaya tersebut, maka tindak pencegahan yang dapat dilakukan antara lain: 1) Praktikan harus memastikan bahwa sarung tangan yang digunakan tidak basah saat akan melakukan kontak dengan alat elektronik. 2) Praktikan harus menggunakan sarung tangan dan sepatu yang bersifat isolator listrik, yakni yang terbuat dari karet. 3) Agar kulit praktikan tidak terkena sengatan panas ketika berhubungan dengan kompor listrik maupun oven, maka praktikan harus menggunakan sarung tangan. 4) Praktikan tidak boleh berada tepat pada posisi dimana uap asam oksalat berhembus, yaitu di depan kipas angin.

$"!

5) Praktikan harus menggunakan corong gelas saat akan menuangkan titran ke dalam buret. 6) Praktikan sebaiknya menuangkan larutan titran ke dalam sedikit demi sedikit agar volume larutan titran tidak terlalu berlebih dan tumpah. Pastikan volume titran dalam buret tepat pada skala nol. 7) Praktikan harus selalu mengenakan goggle dan masker dengan benar agar bagian wajah terhindar dari percikan bahan kimia. 8) Praktikan sebaiknya memposisikan buret di tempat yang datar dan lebih rendah dari mata praktikan ketika akan mengisi buret tersebut. 9) Praktikan harus mengenakan jas laboratorium lengan panjang, sarung tangan, sepatu yang tertutup sempurna, dan goggle untuk meminimalisir dampak bahaya yang diterima akibat kecelakaan yang mungkin terjadi. 10) Saat memasukkan petridsk ke oven, praktikan harus memasang goggle dan masker dengan benar agar terhindar dari sengatan panas. 2. Identifikasi Hazard Bahan Kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam percobaan antara lain: 1) Aquadest Bahan ini sama sekali tidak berbahaya dari segi kimiawi. 2) Asam oksalat Bahan ini sangat berbahaya bila terjadi kontak dengan kulit menyebabkan iritasi dan dapat mengganggu kesehatan organ tubuh apabila tertelan maupun terhirup uapnya. Asam oksalat bersifat higroskopis. 3) Natrium tetraboraks Bahan ini bersifat irritant, sedikit berbahaya jika terjadi kontak dengan kulit, mata, tertelan maupun terhirup uapnya. 4) Larutan HCl Larutan asam klorida sangat berbahaya karena bersifat sangat korosif, irritant, dan permeator bila tertelan, berkontak dengan kulit, dan mata. Bahan ini bersifat non-flammable dan tidak mudah meledak. 5) Larutan NaOH

$$!

Larutan natrium hidroksida tidak bersifat racun, non-flammable, dan higroskopis. Larutan ini berbahaya karena bersifat korosif, irritant, dan permeator bagi kulit dan mata. Reaksi antara natrium hidroksida dan air bersifat eksotermis. 6) Indikator Methyl orange Bahan kimia ini berbahaya bagi kulit (irritant), mata (irritant), dan berdampak bagi kesehatan bila terhirup atau tertelan karena bersifat racun. Methyl orange dapat terbakar pada suhu tinggi. 7) Indikator Phenolphthalein Bahan kimia ini tidak bersifat racun, flammable, berbahaya bila tertelan dan memberikan dampak iritasi bila terkontak dengan kulit dan mata. B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri Alat perlindungan diri yang digunakan selama melakukan percobaan antara lain: 1. Jas laboratorium Jas laboratorium yang digunakan selama percobaan harus yang berlengan panjang dan menutupi lutut. Penggunaan jas laboratorium bertujuan untuk melindungi anggota tubuh dari bahan-bahan kimia yang mungkin tertumpah. 2. Masker Masker yang digunakan selama melakukan pecobaan berfungsi untuk mencegah terhirupnya uap dari bahan kimia yang volatile seperti larutan HCl. Selain melindungi sistem pernafasan, masker juga melindungi mulut dari kemungkinan tertelannya bahan kimia. 3. Sarung tangan berbahan lateks Sarung tangan berfungsi untuk melindungi kulit tangan saat berkontak dengan alat dan bahan selama percobaan. 4. Kacamata (goggle) Goggle digunakan dalam rangka untuk meminimalisasi terperciknya bahan-bahan kimia ke bagian mata praktikan maupun objek terbang yang mungkin ditemui dalam lingkungan laboratorium. 5. Safety shoes ! $%!

Sepatu yang wajib digunakan saat melakukan percobaan di laboratorium adalah sepatu yang menutupi seluruh bagian kaki, terbuat dari bahan yang tidak menyerap cairan, dan bersifat isolator. Hal ini bertujuan untuk mecegah luka-luka pada bagian kaki akibat bahan kimia yang bersifat merusak atau menghancurkan, serta melindungi kaki dari kejatuhan barang-barang berat maupun goncangan elektrik. C. Manajemen Limbah Limbah yang dihasilkan dari percobaan ini antara lain: 1. Hasil titrasi antara larutan boraks dengan larutan HCl X N, limbah dibuang ke bagian limbah halogenik karena mengandung unsur halogen. 2. Hasil titrasi antara larutan NaOH Y N dengan larutan HCl X N, limbah dibuang ke bagian penampungan limbah halogenik karena mengandung unsur halogen. 3. Hasil titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH Y N, limbah bersifat basa sehingga dibuang ke penampungan limbah basa. 4. Kristal hasil pemurnian asam oksalat kotor dibuang ke gelas beker penampungan asam oksalat yang telah disediakan. 5. Larutan HCl X N yang tersisa dikembalikan ke botol penyimpanan larutan HCl awal. 6. Larutan NaOH Y N dibuang ke limbah basa. 7. Filtrat asam oksalat hasil penyaringan vakum dibuang ke limbah asam. 8. Aquadest yang digunakan untuk mencuci buret berisi larutan HCL X N limbahnya dibuang ke limbah halogenik. Aquadest yang telah dipakai untuk mencuci buret berisi larutan NaOH Y N limbahnya dibuang ke limbah basa. Aquadest sisa dikembalikan ke tempat penyimpanan awal.

$&!

D. Data Percobaan 1) STANDARDISASI LARUTAN HCl X N Volume larutan Boraks : 25,00 mL

Daftar I. Data Standardisasi Larutan HCl dengan Larutan Boraks Titrasi keI II III Berat boraks (gram) 0,2007 0,2034 0,2012 Volume HCl (ml) 11,60 11,60 11,60

2) STANDARDISASI LARUTAN NaOH Y N Daftar II. Data Standardisasi Larutan NaOH Y N dengan larutan HCl Titrasi keI II III Volume NaOH (ml) 10,00 10,00 10,00 Volume HCl (ml) 13,20 13,10 13,00

3) PENENTUAN KEMURNIAN ASAM OKSALAT KOTOR Berat Asam Oksalat kotor Volume Larutan : 1,5090 : 50,00 gram mL

Daftar III. Data Hasil Titrasi Larutan Asam Oksalat Awal dengan larutan NaOH Y N Titrasi keI II III 4) PENENTUAN PEMURNIAN Volume H2C2O4.2H2O(ml) 5,00 5,00 5,00 KEMURNIAN ASAM Volume NaOH Y N (ml) 17,20 17,10 17,10 OKSALAT gram mL HASIL

Berat Asam Oksalat Hasil Pemurnian : 1,5010 Volume Larutan : 50,00

$'!

Daftar IV. Data Hasil Titrasi Larutan Asam Oksalat Akhir dengan larutan NaOH Y N Titrasi keI II III Volume H2C2O4.2H2O(ml) 5,00 5,00 5,00 Volume NaOH Y N (ml) 17,70 17,80 17,70

5) PENENTUAN KEMURNIAN ASAM OKSALAT PRO ANALITIS Berat Asam Oksalat Pro Analitis Volume Larutan : 1,5090 : 50,00 gram mL

Daftar V. Data Hasil Titrasi Larutan Asam Oksalat Akhir dengan larutan NaOH Y N Titrasi keI II III Volume H2C2O4.2H2O(ml) 5,00 5,00 5,00 Volume NaOH Y N (ml) 19,30 19,10 19,20

E. Penghitungan 1) Penentuan normalitas larutan HCl x N a) Penentuan normalitas Larutan HCl x N !! !! ! !"! ! !! !!!!""#!!"#$! ! !!!"!#!! !"#$ !!"#!!"! ! ! ! ! ! !""# ! ! ! !"# !! !!!!"#$!!"#$! ! !!!"#!!! !"#$ !!"#!!"! ! ! ! ! ! !""# ! ! ! !"# !! !!!!"#!!!"#$! ! !!!"#!!! !"#$ !!"#!!"! ! ! ! ! ! !""# ! ! ! !"#

!! !

!! !

!! !

$(!

b) Penentuan normalitas larutan HCl x N rata-rata !!"# ! !!"# ! !!"# ! ! !!!"!# ! !!!"#! ! !!!"#! !! ! !!!"#$!! !

2) Penentuan Normalitas Larutan NaOH y N a) Penentuan Normalitas Larutan NaOH y N !!"#$ ! !!"#$!! !!"#$!! !!"#$!! !!"# ! !!"# !!"#$ !!"!!"!!"!!!!!"#$!!! ! ! !!!"#$!! !!"!!!!!"! !!"!!"!!"!!!!!"#$!!! ! ! !!!!"#!! !!"!!!!!"! !!"!!!!!"!!!!!"#$!!! ! ! !!!!"#!! !!"!!!!!"!

b) Penentuan Normalitas Larutan NaOH y N rata-rata !!"#$ ! !!"#$ ! !!"#$ ! ! !!!"#$ ! !!!!"# ! !!!!"# !! ! !!!!"#!! !

3) Penentuan Kadar Asam Oksalat a) Perhitungan Normalitas Teoritis Asam Oksalat Pro Analitis !!"!!"# ! !!"!!"# ! ! !! ! !"!! ! !!!"#"!!"#$ ! ! !!!"##!! ! !"#!!" !!!"!!!! !"#

b) Perhitungan Normalitas Asam Oksalat Hasil Titrasi Asam Oksalat Kotor !!"!!" ! !!"#$ ! !!"#$ !!"!!" !!"!!"!!"!!!!!!"#!!! ! !!!"""!! !!!!!!!"!

!!!!!"!! !

$)!

!!"!!"!! ! !!"!!"!!

!!"!!"!!"!!!!!!"#!!! ! !!!"#$!! !!!!!!!"! !!"!!"!!"!!!!!!"#!!! ! ! !!!"#$!! !!!!!!!"! !!"!!" ! ! !!!""" ! !!!"#$ ! !!!"#$ !! ! ! !!!"#$!! !

!!"!!"#"$ ! !!"!!"#"$

Asam Oksalat Pro Analitis !!"!!" ! !!"#$ ! !!"#$ !!"!!"

!!"!!"!! ! !!"!!"!! !!"!!"!!

!!"!!"!!"!!!!!!"#!!! ! !!!"#$!! !!!!!!!"! !!"!!"!!"!!!!!!"#!!! ! ! !!!"#"!! !!!!!!!"! !!"!!"!!"!!!!!!"#!!! ! ! !!!"#$!! !!!!!!!"! !!"!!"
!

!!"!!" ! !!"!!"

! !!!"#$ ! !!!"#" ! !!!"#$ !! ! ! !!!"#$!! !

Asam Oksalat Hasil Pemurnian !!"#$ ! !!"#$ !!"!!" ! !!"!!" !!"!!"!! ! !!"!!"!! !!"!!"!! !!"!!"!!"!!!!!!"#!!! ! !!!"#$! !!!!!!!"! !!"!!"!!"!!!!!!"#!!! ! ! !!!"#!!! !!!!!!!"! !!"!!"!!"!!!!!!"#!!! ! ! !!!"#$!! !!!!!!!"! !!"!!"
!

!!"!!" ! !!"!!"

! !!!"#$ ! !!!"#! ! !!!"#$ !! ! ! !!!"#$!! !

$*!

c) Penentuan Kadar Asam Oksalat ! !"!!"#"$ ! ! !"!!"#"$ !!"!!"#"$ ! !!""# !!"!!" !!!"#$!! ! ! !!""# ! !"!!"#$% !!!"#$!! !!"!!"#$%&'(& ! !!""# !!"!!" !!!"#$!! ! ! !!""# ! !"!!"#!$ !!!"#$!!

! !"!!"#$%&'(& ! ! !"!!"#$%&'(&

$+!

Anda mungkin juga menyukai