LIQUID-LIQUID EXTRACTION
DISUSUN OLEH :
ETTY RAHMAYANTI 05161022
FRISKA ERINA L. TOBING 05161025
FU’AD SYAFAAT AM 05161026
HELDY GUSMAWAN 05161031
ISMI SHOLIKHAH 05161033
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..............................................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. v
DAFTAR NOTASI ............................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Tujuan Percobaan ..................................................................................... 1
1.2 Dasar Teori ............................................................................................... 1
1.2.1 Ekstraksi ............................................................................................ 1
1.2.2 Batch dan Continous Extraction ....................................................... 2
1.2.3 Jenis Aliran pada Ekstraksi ............................................................... 2
1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi .................................. 3
1.2.5 Tipe-Tipe Alat Liquid-Liquid Extraction .......................................... 4
1.2.6 Hubungan Kesetimbangan dalam Liquid-Liquid Exctraction........... 7
1.2.7 Neraca Massa Single Stage Equilibrium Extraction ......................... 8
1.2.8 Neraca Massa Continous Multistage Crosscurrent Extraction......... 9
1.2.9 Neraca Massa Continuous Multistage Countercurrent Extraction . 10
BAB 2 METODOLOGI PERCOBAAN ............................................................... 11
2.1 Alat dan Bahan ....................................................................................... 11
a. Gambar Alat ........................................................................................... 11
b. Bahan ...................................................................................................... 11
2.2 Prosedur Percobaan ................................................................................ 11
2.3 Diagram Alir ........................................................................................... 12
2.4 Variabel Percobaan ................................................................................. 13
BAB 3 HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN .................................. 14
3.1 Hasil Perhitungan ................................................................................... 14
a. Kondisi Operasi ...................................................................................... 14
b. Data Literatur ......................................................................................... 14
c. Data Hasil Perhitungan ........................................................................... 14
3.2 Pembahasan ............................................................................................ 14
BAB 4 ................................................................................................................... 22
ii
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 22
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 22
4.2 Saran ....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21
LAMPIRAN .......................................................................................................... 25
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR NOTASI
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
disebut extract, dan cairan sisa dari solute yang telah dihilangkan disebut raffinate
(Treybal, 1980).
1.2.2 Batch dan Continous Extraction
Batch extraction biasanya dipraktikkan di dalam laboratorium untuk analisis
atau untuk kapasitas produksi yang kecil. Untuk produksi yang besar, sekitar 5000
ton/tahun dan lebih, maka continous extraction digunakan. Continous extraction
adalah versi yang digunakan untuk penyulingan minyak bumi (Wauquier, 1998).
Batch extraction baik untuk kapasitas rendah dan pabrik multi produk
meliputi industri pharmaceutical, specialty dan agrochemical. Batch extraction
biasanya adalah sebuah tangki agitasi yang mengandung dua vessel, satu vessel
untuk pencampuran dan yang lainnya untuk pemisahan (memiliki diameter yang
besar). Batch meliputi single stage atau multi stage, continous meliputi co-current
dan counter current extraction (Doble, 2016).
1.2.3 Jenis Aliran pada Ekstraksi
1.2.3.1 Ekstraksi Crosscurrent
Ekstraksi crosscurrent terdiri dari ekstraksi seri dimana raffinate dari
stage pertama dikontakkan dengan fresh solvent di stage kedua dan seterusnya
hingga raffinate dengan kemurnian yang diinginkan telah diperoleh (Wauquier,
1998). Ekstraksi crosscurrent adalah sebuah susunan stage yang seri, dimana
raffinate dari stage pertama akan dikontakkan dengan tambahan solvent pada
stage selanjutnya (Perry, 1997).
1.2.3.2 Ekstraksi Countercurrent
Ekstraksi countercurrent adalah ektraksi dimana solvent memasuki tahap
atau akhir ekstraksi dan umpan feed masuk dan dua fase melewatinya secara
silang satu sama lain. Tujuannya adalah untuk memindahkan satu atau lebih
komponen dari larutan feed ke dalam extract (Perry, 1997).
2
(a) Crosscurrent Extraction (b) Countercurrent Extraction
Gambar 1.1 Aliran Proses Ekstraksi
(Perry, 1997)
1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Liquid-Liquid Extraction
Ada beberapa faktor penting yang berpengaruh dalam peningkatan
karakteristik hasil dalam ekstraksi cair-cair, yaitu:
1. Waktu ekstraksi.
Ekstraksi yang efisien adalah maksimumnya pengambilan solut dengan
waktu ekstraksi yang lebih cepat (Martunus & Helwani, 2006). Semakin
lama waktu ekstraksi maka akan semakin tinggi yield yang diperoleh,
namun bila ekstraksi telah mencapai batas maksimum maka penambahan
waktu tidak akan mempengaruhi laju ekstraksi (Doughari, 2012).
2. Kecepatan pengadukan.
Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang baik adalah yang
memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan
minimum, sehingga konsumsi energi menjadi minimum (Martunus &
Helwani, 2006).
4. Suhu
Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas biasanya akan
meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi
yang tinggi. Pada beberapa kasus, batas atas untuk suhu operasi ditentukan
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perlunya menghindari reaksi
samping yang tidak diinginkan (Sapkale, 2010).
5. Pelarut (solvent)
3
Pemilihan solvent dapat mempengaruhi hasil ekstraksi, sifat-sifat solvent
yang perlu dipertimbangkan yaitu :
a. Selektivitas
Selektivitas adalah perbandingan dua komponen dalam fase
extraction-solvent dibagi dengan perbandingan komponen yang sama
dalam feed-solvent. Dengan nilai selektivitas 1, menyebabkan tidak
adanya pemisahan komponen antara dua liquid (Perry, 1997). Pelarut
yang dipilih harus dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen – komponen lain dari sampel yang akan diekstraksi (Genin,
2007).
b. Pemulihan Solvent (Recoverability)
Pelarut biasanya dipulihkan dari aliran extract dan juga raffinate
dalam proses ekstraksi. Latent heat penguapan yang rendah diinginkan
untuk pelarut yang mudah menguap (Perry, 1997).
c. Kapasitas
Kapasitas menyatakan jumlah solute per berat pelarut yang bisa
dicapai pada lapisan extract (Perry, 1997).
d. Kelarutan
Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan solut
sesempurna mungkin. Pelarut yang memiliki nilai kelarutan rendah akan
mengakibatkan pemisahan menjadi lebih sulit (Perry, 1997). Nilai
kelarutan bahan yang diekstak terhadap pelarut harus cukup tinggi agar
pelarut mampu melarutkan ekstrak (Genin, 2007).
6. Koefisien Distribusi
Untuk solute yang terdistrubusi antara dua liquid yang tidak saling larut
(immiscible) terdapat rasio yang disebut dengan koefisien distribusi
(Sangster, 1997).
𝑤𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑓𝑟𝑎𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑖𝑛 𝑒𝑥𝑡𝑟𝑎𝑐𝑡
𝐾= ……………….(1.1)
𝑤𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡 𝑓𝑟𝑎𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑖𝑛 𝑟𝑎𝑓𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡𝑒
(Perry, 1997)
1.2.5 Tipe-Tipe Alat Liquid-Liquid Extraction
Ada beberapa tipe-tipe alat ekstraksi cair-cair diantaranya :
4
1. Mixer-Settlers
Untuk menghasilkan transfer massa yang lebih efisien, mixer biasanya
digunakan untuk menghasilkan kontak yang lebih baik diantara dua fase
liquid. Salah satu fase biasanya dibentuk menjadi tetes-tetes (droplets).
Tetes-tetes kecil akan menghasilkan luas permukaan area yang lebih besar
dan ekstraksi yang lebih cepat. Namun tetes juga diharapkan tidak terlalu
kecil sehingga waktu pengendapan di settler tidak memakan waktu yang
lama (Geankoplis, 2003).
5
Gambar 1.3 Spray Extraction Tower
(Geankoplis, 2003)
3. Packed Extraction Tower
Tipe tower yang paling efektif adalah dengan menggunakan packed
tower seperti Raschig rings, Berl saddles, Pall rings sehingga droplets dapat
bergabung. Packed extraction tower digunakan jika dibutuhkan beberapa
stage saja (Geankoplis, 2003)
6
1.2.6 Hubungan Kesetimbangan dalam Liquid-Liquid Exctraction
Secara umum, dalam liquid-liquid sistem ada tiga komponen, A,B, dan C,
dan dua fase dalam kesetimbangan. Koordinat triangular biasa digunakan untuk
menggambarkan data kesetimbangan dari sistem tiga komponen, sehingga
memiliki tiga sumbu. Ujung dari setiap sumbu menggambarkan komponen murni,
A,B, atau C. Titik M menggambarkan titik campuran dari A,B, dan C. Diagram
yang umum dimana komponen A dan B saling larut (miscible), seperti benzene
(A)-water (B)-acetic acid (C). Dua fase akan identik pada titik P (plait point)
(Geankoplis, 2003).
7
rich) ‘i’ yang disebut lapisan raffinate, dan lapisan yang kaya pelarut (ether-rich
solvent) ‘g’ disebut lapisan extract (Geankoplis, 2003).
8
Neraca massa komponen C :
𝐿0 𝑥𝐶0 + 𝑉2 𝑦𝐶2 = 𝐿1 𝑥𝐶1 + 𝑉1 𝑦𝐶1 = 𝑀𝑥𝐶𝑀 ……………(1.5)
dimana M adalah total (kg/hr), L0 adalah laju alir feed masuk (kg/hr), V2 adalah
laju alir solvent masuk (kg/hr), L1 laju alir keluar raffinate (kg/hr), dan V1 adalah
laju alir keluar extract (kg/hr) (Geankoplis, 2003).
9
Gambar 1.8 Continous Multistage Crosscurrent Extraction
(Geankoplis, 2003)
1.2.9 Neraca Massa Continuous Multistage Countercurrent Extraction
Persamaan neraca massa total :
𝐿0 + 𝑉𝑁+1 = 𝐿𝑁 + 𝑉1 = M …………………..…… (1.9)
Persamaan neraca massa untuk komponen A :
𝐿0 𝑥𝐴0 + 𝑉𝑁+1 𝑦𝐴𝑁+1 = 𝐿𝑁 𝑥𝐴𝑁 + 𝑉1 𝑦𝐴1 = 𝑀𝑥𝐴𝑀 ….………… (1.10)
Persamaan neraca massa untuk komponen C :
𝐿0 𝑥𝐶0 + 𝑉𝑁+1 𝑦𝐶𝑁+1 = 𝐿𝑁 𝑥𝐶𝑁 + 𝑉1 𝑦𝐶1 = 𝑀𝑥𝐶𝑀 ….………… (1.11)
dimana M adalah total (kg/hr), L0 adalah laju alir feed masuk (kg/hr), V2 adalah
laju alir solvent masuk (kg/hr), L1 laju alir keluar raffinate (kg/hr), dan V1 adalah
laju alir keluar extract (kg/hr) (Geankoplis, 2003).
10
BAB 2
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
a. Gambar Alat
Adapun gambar alat yang digunakan pada percobaan Liquid-Liquid
Extraction adalah sebagai berikut :
Batang Statif
Klem
Corong Pemisah
Valve
Beaker Glass
Kaki Statif
11
asam asetat diambil 17,5 mL dari konsentrasi 10% v/v kemudian dilarutkan dalam
kerosene sebesar 157,5 mL. Larutan feed dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500
mL kemudian dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer pada hot plate
stirrer dan dilakukan selama 30 menit. Setelah dilakukan pengadukan, larutan
feed dicampur dengan solvent berupa aquadest sebanyak 175 mL, lalu diukur
konsentrasinya menggunakan metode titrasi dan diukur densitasnya dengan
piknometer. Selanjutnya feed dimasukkan ke dalam corong pemisah dan
didiamkan selama 10 menit. Setelah 10 menit, larutan akan terbentuk 2 lapisan
(layer) yaitu ekstrak (lapisan bawah) dan rafinat (lapisan atas). Lapisan tersebut
dipisahkan dan masing-masing diambil 20 mL untuk dilakukan titrasi dan 10 mL
untuk diukur densitasnya dalam piknometer, namun larutan rafinat (lapisan atas)
tidak diambil semua karena akan menjadi feed pada stage selanjutnya.
Selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan NaOH 0,05 N dan ditambah indikator
PP agar diketahui konsentrasi ekstrak dan rafinat. Hasil ekstrak dan rafinat
dihitung juga densitasnya dengan piknometer. Sisa rafinat hasil ekstrasi stage
pertama digunakan untuk stage kedua dengan penambahan solvent (aquadest)
sebanyak volume rafinat yang tersisa. Langkah ini dilakukan untuk ekstraksi pada
stage 2 dan 3.
12
A
Selesai
13
BAB 3
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
b. Data Literatur
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh data pendukung dari literatur
sebagai berikut :
Tabel 3.2 Data Sifat Komponen Murni
Komponen BM (gr/mol)
Air 18,01528
Kerosene 170-212
Asam Asetat 60,052
14
Tabel 3.4 Data Molaritas Ekstrak, Rafinat, dan Feed
Molaritas Ekstra Molaritas Rafinat Molaritas Feed
Stage
k (M) (M) (M)
1 1,01 0,315
2 0,21 0,17 1,325
3 0,17 0,045
Tabel 3.5 Data Massa Asam Asetat dalam Ekstrak, Rafinat, dan Feed
Massa Asam Asetat Massa Asam Asetat Massa Asam Asetat
Stage
di Ekstrak (gr) di Rafinat (gr) di Feed (gr)
1 10,6142 3,3108
2 1,8286 1,4822 13,925
3 1,1740 0,3082
Tabel 3.6 Data Fraksi Massa Asam Asetat dalam Ekstrak, Rafinat, dan Feed
Fraksi Massa Asam Fraksi Massa Asam Fraksi Massa Asam
Stage
Asetat di Ekstrak Asetat di Rafinat Asetat di Feed
1 0,0602 0,0387
2 0,0134 0,0253 0,0989
3 0,0110 0,0143
3.2 Pembahasan
Telah dilakukan percobaan Liquid-Liquid Extraction (LLE), dan telah
dilakukan pengolahan dan perhitungan hasil data. Percobaan ini dilakukan dengan
menggunakan Acectic Acid / Asam Asetat (A) ; Water / Air (B) ; dan Kerosene /
Kerosin (C), dimana asam asetat sebagai solute (terlarut) dalam kerosene (C) yang
merupakan carrier dan air (B) sebagai solvent. Dimana asam asetat mampu larut
dalam kerosene dan air (miscible) dan kerosene tidak terlarut dalam air
(immiscible) (Kakac, 1999), sehingga sistem yang digunakan adalah LLE dengan
immiscible liquid. Kelarutan asam asetat dalam air yaitu sebesar 1000 mg/mL
(HMDB (Human Metabolome Database)). Sistem aliran yang digunakan pada
LLE adalah multistage cross-current flow extraction secara batch. Pada sistem
15
aliran ini, setiap sisa hasil ekstraksi (rafinat) pada tiap stage akan ditambahkan
solvent yang baru dengan jumlah volume yang sama dengan feed (perbandingan
volume 1:1), kemudian hal yang sama dilakukan pada stage berikutnya. Jumlah
stage percobaan yang digunakan sebanyak 3 stages dan variabel feed yang
digunakan adalah 10% v/v asam asetat terhadap kerosene.
Pada percobaan LLE, didapat hasil ekstrak dan rafinat. Pada ekstrak pertama,
didapatkan konsentrasi sebesar 1,01 M; ekstrak kedua sebesar 0,21 M; dan ekstrak
ketiga sebesar 0,17 M. Sedangkan pada rafinat, yaitu sisa dari feed yang tidak
terekstrak, pada stage pertama memiliki konsentrasi sebesar 0,2525 M; rafinat
pada stage kedua memiliki konsentrasi yang sama dengan rafinat stage pertama
yaitu sebesar 0,2525 M; dan pada stage ketiga sebesar 0,135 M. Untuk
konsentrasi feed yaitu sebesar 1,325 M.
0.09
0.08
0.07
y (fraksi massa ekstrak)
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1 0.11
x (fraksi massa feed dan rafinat)
16
percobaan yang digunakan karena dipengaruhi oleh fraksi massa asam asetat pada
rafinat maupun ekstrak, dimana massa asam asetat dapat dipengaruhi nilainya dari
konsentrasi asam asetat dalam rafinat maupun ekstrak. Dengan nilai fraksi massa
asam asetat pada rafinat yang kurang sesuai dengan nilai yang sebenarnya,
mempengaruhi perhitungan jumlah stage secara grafis.
Pada Gambar 3.1 juga dapat dilihat bahwa pada garis operasi yang pertama
memotong garis equilibrium, sehingga membuat perhitungan stage hanya dapat
ditentukan dari garis operasi pertama saja dan tidak dapat dilanjutkan ke garis
operasi kedua dan ketiga. Garis operasi yang melewati garis equilibrium pada
stage pertama ini disebabkan karena pada saat pengambilan ekstrak di stage 1,
terdapat sejumlah rafinat yang ikut masuk ke dalam erlenmeyer. Rafinat terdiri
dari campuran kerosin yang bersifat non polar dan asam asetat yang bersifat polar.
Metode analisis kandungan asam asetat dalam ekstrak menggunakan titrasi,
titrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi yang
tidak diketahui dengan menggunakan suatu standar, baik primer maupun sekunder
(Sunarya, 2007). Titrasi pada percobaan ini menggunakan larutan standar NaOH
dan indikator PP (phenolphthalein). Indikator PP dibuat dengan dilarutkan dengan
melarutkan serbuk C20H12O4 ke dalam etanol (Ditjen POM, 1995). Etanol
termasuk dalam pelarut polar protik yaitu pelarut yang memiliki atom hidrogen
yang terkait dengan atom yang memiliki elektronegativitas besar (Purnomo,
2008). Asam asetat dan air juga masuk ke dalam golongan pelarut polar protik,
sedangkan sifat kerosin yang non polar sehingga kurang relevan jika dianalisis
dengan metode titrasi ini.
Pada Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa garis operasi kedua tidak mencapai garis
equilbrium dikarenakan pada proses mixer waktu yang digunakan kurang lama.
Akibatnya waktu kontak antara kerosin dan asam asetat hingga menjadi homogen
pun kurang optimal, dan campuran belum sampai ke kesetimbangannya. Garis
operasi ketiga tepat mencapai di garis equilibrium sehingga dapat ditentukan
bahwa penentuan stage nya tepat untuk stage 3.
17
0.09
0.08
0.07
y (fraksi massa ekstrak)
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12
x (fraksi massa feed dan rafinat)
18
1.2
0.8
Konsentrasi
0.6
0.4
0.2
0
1 2 3
Stages
Pada Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa konsentrasi ekstrak cenderung menurun.
Hal tersebut dikarenakan ekstraksi merupakan pengambilan sejumlah terlarut
(solute) dengan menggunakan media berupa pelarut (solvent). Biasanya
disebabkan kemampuan kepolaran pelarut (solvent) untuk dapat mengambil atau
mengekstrak terlarut (solute) (Geankoplis, 2003). Pada praktikum ini, asam asetat
(solute) memiliki kepolaran yang sama dengan air (solvent) yaitu bersifat polar
(Jain, 2014), sedangkan kerosene (carrier) memiliki kepolaran yang berbeda
dengan air (solvent) yaitu bersifat non-polar (Jain, 2014). Hal tersebut yang
menyebabkan konsentrasi asam asetat setiap stage-nya menurun dikarenakan di
setiap stage-nya asam asetat di ekstrak secara bertahap oleh air (solvent).
Pada Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa konsentrasi ekstrak pada stage pertama
ke stage kedua mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan pada stage
pertama jumlah asam asetat pada feed masih banyak sehingga asam asetat yang
terekstrak oleh air lebih banyak dibandingkan pada stage setelahnya. Berkaitan
dengan pembahasan sebelumnya bahwa metode titrasi kurang relevan pada
analisis ekstrak 1 dikarenakan pada percobaan ini sebagian rafinat yang
mengandung kerosin (non polar) ikut masuk ke ekstrak 1.
Kemudian pada stage kedua ke stage ketiga juga mengalami penurunan
namun tidak signifikan. Hal tersebut dikarenakan jumlah asam asetat pada feed
19
sedikit karena telah terekstrak pada stage pertama sehingga asam asetat yang
terekstrak oleh air sangat sedikit. Apabila dilakukan ekstraksi pada stage
selanjutnya terus menerus maka ekstraksi akan mencapai titik jenuhnya yaitu
kondisi dimana sudah tidak terdapat solute yang dapat terekstrak oleh solvent,
karena ekstraksi memiliki waktu maksimumnya sendiri sehingga bila waktunya
terus ditambahkan pun bila telah mencapai kondisi maksimum (jenuh) maka
solute tidak dapat terekstrak lagi (Doughari, 2012).
0.35
0.3
0.25
Konsentrasi
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3
Stages
20
konsentrasi tinggi (rafinat yang diekstraksi kembali) ke konsentrasi rendah
(solvent).
Dari percobaan ini diperoleh bahwa, feed yang berupa kerosene dengan
kandungan asam asetat 10% v/v dengan fraksi massa asam asetat sebesar 0,0989
dapat diekstraksi asam asetatnya dengan metode LLE dan menghasilkan ekstrak
akhir dengan fraksi massa asam asetat sebesar 0,0110. Sisa feed yang dihasilkan
(rafinat) pada stage akhir memiliki fraksi massa asam asetat sebesar 0,0143.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa jumlah fraksi massa asam asetat dalam
kerosene mengalami penurunan yang cukup signifikan mendekati 85% setelah
dilakukan LLE dengan 3 stages.
21
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Liquid-Liquid Extraction adalah sebagai berikut :
1. Pada stage 1 diperoleh konsentrasi asam asetat pada ekstrak sebesar 1,01
M dan konsentrasi rafinat sebesar 0,315 M , pada stage 2 diperoleh
konsentrasi asam asetat pada ekstrak sebesar 0,21 M dan konsentrasi
rafinat sebesar 0,17 M, dan pada stage 3 diperoleh konsentrasi asam asetat
pada ekstrak sebesar 0,17 M dan konsentrasi rafinat sebesar 0,045 M.
2. Jumlah stages teoritis pada proses ekstraksi dengan menggunakan metode
grafis sebanyak 0,4 stages.
4.2 Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan pada
percobaan Liquid-Liquid Extraction antara lain :
1. Metode analisis untuk rafinat kurang relevan menggunakan titrasi asam-
basa sehingga harus dihitung dengan neraca massa komponen.
2. Waktu untuk pengadukan harus diatur agar campuran dapat mencapai titik
kesetimbangannya agar saat perhitungan stage secara grafis diperoleh nilai
yang sesuai.
3. Pencampuran solvent dan feed pada corong pemisah harus dilakukan
dengan hati-hati agar saat pencampuran, volume solvent dan feed yang
masuk pada corong pemisah sesuai dengan yang diinginkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Hendra. 2012. “Ekstraksi Bitumen dari Batuan Aspal Buton Menggunakan
Gelombang Mikro dengan Pelarut n-Heptana, Toluena, dan Etanol”. Skripsi,
Program Sarjana Fakultas Teknik. Depok : Universitas Indonesia.
Jain, S. K., Shaleish K. Jain. 2014. “Conceptual Chemistry Volume 1”. New Delhi
: S. Chand & Company.
Khanuja, Suman Preet Singh, Gennaro Longo, Dev Dutt Rakesh. 2008.
“Extraction Technologies for Medical and Aromatic Plants”. United Nations
Industrial Development Organization and International Centre for Science
and High Technology.
23
Martunus, Fermi M.I., Helwani Z. 2006. “Kecepatan Pengadukan Minimum
Sistim Kerosene-Asam Asetat-Air dalam Ekstraktor Tangki Berpengaduk
(ETB)”. Jurnal Sains dan Teknologi.
Mc Cabe, W.L., Smith J.C, and Harriot P. 1993. “Unit Operations of Chemical
Engineering 5th Edition”. Singapore : McGraw-Hill Book.
Sapkale G.N., S.M Patil, U.S Surwase. P.K Bhatbhage. 2010. “Supercritical Fluid
Extraction”. International Journal Chemical Science.
24
LAMPIRAN
Cara Perhitungan
1. Menghitung Densitas Ekstrak, Rafinat, dan Feed
Diketahui:
Massa piknometer = 15,840 gram
Massa piknometer + isi = 25,906 gram
Volume piknometer = 10 ml
𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑖𝑠𝑖−𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
ρ ekstrak = = = 1,0066
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 10 𝑚𝑙 𝑚𝑙
𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑖𝑠𝑖−𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
ρ rafinat = = 10 𝑚𝑙 = 0,8228
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑚𝑙
𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+𝑖𝑠𝑖−𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
ρ feed = = 10 𝑚𝑙 = 0,804
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑚𝑙
Dengan cara yang sama didapat densitas ekstrak, rafinat, dan feed untuk
setiap stage.
2. Menghitung Molaritas Pengenceran Ekstrak
Diketahui:
Normalitas NaOH = 0,05 N
Molaritas NaOH = 0,05 M
Volume NaOH terpakai Ekstrak = 20,2 mL
Volume Ekstrak titran = 10 mL
Volume NaOH terpakai Rafinat = 5,05 mL
Volume Rafinat titran = 10 mL
Volume NaOH terpakai Feed = 26,5 mL
Volume Feed titran = 10 mL
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖
Molaritas Pengenceran Ekstrak = 𝑉 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
0,05 𝑀 × 20,2 𝑚𝑙
= 10 𝑚𝑙
= 0,101 M
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖
Molaritas Pengenceran Rafinat = 𝑉 𝑅𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
0,05 𝑀 × 5,05 𝑚𝑙
= 10 𝑚𝑙
= 0,02525 M
𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖
Molaritas Pengenceran Feed = 𝑉 𝐹𝑒𝑒𝑑 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛
25
0,05 𝑀 × 26,5 𝑚𝑙
= 10 𝑚𝑙
= 0,1325 M
Dengan cara yang sama pada setiap stage, maka diperoleh data molaritas
pengenceran pada ekstrak, rafinat dan feed.
3. Menghitung Massa Asam Asetat dalam Feed dan Ekstrak
Diketahui:
Molaritas Feed = 1,325 M
Volume Feed = 175 mL
Molaritas Ekstrak = 1,01 M
Volume Ekstrak = 175 mL
BM Asam Asetat = 60,052 gr/gmol
𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 × 𝑉 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 ×𝐵𝑀
Massa Asam Asetat Feed = 1000
1,325 𝑀 × 175 𝑚𝑙 ×60,052 𝑔𝑟/𝑔𝑚𝑜𝑙
= 1000 𝑚𝑙
= 13,925 gr
𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 × 𝑉 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 ×𝐵𝑀
Massa Asam Asetat Ekstrak = 1000
1,01 𝑀 × 175 𝑚𝑙 ×60,052 𝑔𝑟/𝑔𝑚𝑜𝑙
=
1000 𝑚𝑙
= 10,6142 gr
Dengan cara yang sama pada setiap stage, maka diperoleh data massa
asam asetat pada ekstrak
4. Menghitung Massa Asam Asetat dalam Rafinat
Diketahui :
Massa Asam Asetat di Feed = 13,925 gr
Massa Asam Asetat di Ekstrak 1 = 10,6142 gr
Massa Asam Asetat di Ekstrak 2 = 1,8286 gr
Massa Asam Asetat di Ekstrak 3 = 1,174 gr
Menghitung massa di Rafinat tiap stages dengan menggunakan persamaan
neraca massa
Input – Output = Accumulation
(Massa Asam Asetat di Feed) – (Massa Asam Asetat di Ekstrak stage-n +
Massa Asam Asetat di Rafinat stage-n)= 0
Massa Asam Asetat di Rafinat = 13,925 gr – 10,6412 gr
26
= 3,3108 gr
Dengan cara yang sama pada setiap stage, maka diperoleh data massa
asam asetat di rafinat.
5. Menghitung Molaritas Ekstrak, Rafinat, dan Feed
Diketahui:
Berat Molekul Asam Asetat = 60,052 gr
Massa Asam Asetat di Feed = 13, 925 gr
Massa Asam Asetat dalam Ekstrak 1 = 10,6142 gr
Massa Asam Asetat dalam Ekstrak 2`= 1,8286 gr
Massa Asam Asetat dalam Ekstrak 3 = 1,174 gr
Massa Asam Asetat dalam Rafinat 1 = 3,3108 gr
Massa Asam Asetat dalam Rafinat 2 = 1,4822 gr
Massa Asam Asetat dalam Rafinat 3 = 0,3082 gr
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑖 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 ×1000 𝑚𝐿
Molaritas Ekstrak = 𝐵𝑀 𝑥 𝑉 𝐸𝑘𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒
10,6142 𝑔𝑟 × 10000 𝑚𝑙
= 60,052𝑔𝑟
𝑥 175𝑚𝑙
𝑔𝑚𝑜𝑙
= 1,01 M
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑖 𝑅𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡× 1000 𝑚𝐿
Molaritas Rafinat = 𝐵𝑀 𝑥 𝑉 𝑅𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡 𝑑𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒
3,3108 𝑔𝑟× 1000 𝑚𝑙
= 60,052𝑔𝑟
𝑥175 𝑚𝑙
𝑔𝑚𝑜𝑙
= 0,315 M
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑖 𝐹𝑒𝑒𝑑 ×1000𝑚𝐿
Molaritas Feed = 𝐵𝑀 𝑥 𝑉𝐹𝑒𝑒𝑑
0,1325 𝑀 × 10 𝑚𝑙
= 1 𝑚𝑙
= 1,325 M
Dengan cara yang sama pada setiap stage, maka diperoleh data molaritas
ekstrak, rafinat, dan feed.
6. Menghitung Fraksi Massa Asam Asetat dalam Ekstrak dan Feed
Diketahui:
ρ Ekstrak = 1,0066 gr/mL
ρ Feed = 0,804 gr/mL
Volume Ekstrak = 175 mL
27
Volume Feed = 175 mL
Massa Asam Asetat dalam Ekstrak = 10,6142 gr
Massa Asam Asetat dalam Feed = 13,925 gr
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Fraksi Massa Asam Asetat Ekstrak = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
10,6142
= 175 × 1,0066
= 0,0602
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 𝑑𝑖 𝑓𝑒𝑒𝑑
Fraksi Massa Asam Asetat Feed = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑓𝑒𝑒𝑑
13,925
= 175 × 0,804
= 0,0989
Dengan cara yang sama pada setiap stage, maka diperoleh data fraksi
massa asam asetat pada ekstrak dan feed.
7. Menghitung Fraksi Massa Asam Asetat dalam Rafinat
Diketahui :
Fraksi Massa Asam Asetat dalam Feed = 0,0989
Fraksi Massa Asam Asetat dalam Ekstrak 1 = 0,0602
Fraksi Massa Asam Asetat dalam Ekstrak 2 = 0,0134
Fraksi Massa Asam Asetat dalam Ekstrak 3 = 0,011
Dengan menggunakan neraca massa, didapatkan nilai fraksi massa di
rafinat tiap stages adalah
Input – Output = Accumulation
(Fraksi Massa Asam Asetat dalam Feed) - (Fraksi Massa Asam Asetat
dalam Ekstrak stage-n + Fraksi Massa Asam Asetat dalam Rafinat stage-n) = 0
Fraksi Massa Asam Asetat di Rafinat stage-n = 0,0989 – 0,0602
= 0,0387
Pembagian Tugas
Berikut merupakan pembagian tugas :
Tabel A.1 Pembagian Tugas Praktikum
Nama Tugas
Etty, Friska, Fuad, Heldy, Ismi Menyiapkan alat dan bahan
Etty Mencampurkan larutan asam asetat
28
dengan larutan kerosene
Friska Membuat larutan feed dengan
melarutkan campuran larutan asam
asetat-kerosene menggunakan stirrer
Fuad Membuat larutan NaOH
Heldy Memasukkan larutan NaOH ke dalam
buret
Ismi Menghitung densitas feed dengan
menggunakan piknometer
Friska Melakukan titrasi larutan feed dan
menghitung konsentrasi larutan feed
Fuad Memasukkan larutan feed ke dalam
corong pemisah dan menambahkan
aquadest dengan perbandingan 1:1
Heldy Memisahkan rafinat 1 dan ekstrak 1
Etty Menghitung densitas ekstrak 1 dan
rafinat 1
Ismi Menitrasi rafinat 1 dan menentukan
konsentrasi rafinat 1
Fuad Menitrasi ekstrak 1 dan menentukan
konsentrasi ekstrak 1
Etty Mengaduk rafinat 1 hasil pemisahan
pertama menggunakan stirrer
Heldy Memasukkan rafinat 1 hasil stirrer ke
dalam corong pemisah dan
menambahkan aquadest dengan
perbandingan 1:1
Friska Memisahkan rafinat 2 dan ekstrak 2
Fuad Menghitung densitas ekstrak 2 dan
rafinat 2
Heldy Menitrasi rafinat 2 dan menentukan
konsentrasi rafinat 2
29
Etty Menitrasi ekstrak 2 dan menentukan
konsentrasi ekstrak 2
Ismi Mengaduk rafinat 2 hasil pemisahan
kedua menggunakan stirrer
Fuad Memasukkan rafinat 2 hasil stirrer ke
dalam corong pemisah dan
menambahkan aquadest dengan
perbandingan 1:1
Etty Memisahkan rafinat 3 dan ekstrak 3
Heldy Menghitung densitas ekstrak 3 dan
rafinat 3
Ismi Menitrasi rafinat 3 dan menentukan
konsentrasi rafinat 3
Friska Menitrasi ekstrak 3 dan menentukan
konsentrasi ekstrak 3
Etty, Friska, Fuad, Heldy, Ismi Merapikan dan mengembalikan alat
30
Ismi Daftar Pustaka
Ismi dan Friska Cara Perhitungan
Fuad Pembagian Tugas
31