( C )
NIM : 20/460362/TK/50951
20/460393/TK/50982
Disusun oleh:
1
DAFTAR ISI
2
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan ini antara lain:
1. Meningkatkan kemurnian asam oksalat kotor dengan metode pelarutan, rekristalisasi,
dan penyaringan
2. Menentukan kemurnian asam oksalat dan percent recovery kristal asam oksalat
Beberapa faktor yang dapat menjadi pengaruh dalam besarnya daya larut suatu zat
dalam suatu pelarut adalah sebagai berikut (Smith B & Templar, 2016).
3
cukup berbeda antara zat terlarut dan pelarut akan membentuk larutan non-ideal. Hal
ini dijabarkan dengan teori like dissolve like dimana zat-zat polar atau ionik
cenderung larut lebih baik dalam pelarut polar daripada pelarut non-polar dan
sebaiknya karena adanya gaya tarik menarik antara kutub-kutub polar positif dan
negatif pelarut dan zat terlarut.
3. Suhu
Reaksi endoterm adalah reaksi dimana terjadinya penyerapan panas (⍙H>0).
Reaksi eksoterm adalah reaksi dimana terjadinya pelepasan panas (⍙H<0). Reaksi
pelarutan exothermic akan terhambat pada suhu yang tinggi begitupun sebaliknya.
Hal ini berarti besarnya suhu dapat mempengaruhi nilai kelarutan dari suatu zat.
5. Ukuran molekuler
Semakin besar ukuran molekul suatu zat maka zat tersebut semakin kecil
kelarutannya. Molekul yang besar membuat luas interaksi solvent-solute per volume
semakin kecil sehingga mengurangi efektivitas interaksi antarmolekul yang terjadi.
4
yang akan membawa kelembaban dari larutan encer sehingga menjadi lebih pekat. Untuk
zat yang sensitif terhadap panas, penguapan biasanya dilakukan menggunakan metode
vacuum drying dimana tekanan larutan diturunkan hingga mencapai kondisi vacuum.
Metode quenching adalah metode yang cukup sering digunakan dalam industri dimana suhu
larutan diturunkan hingga konsentrasi ion lebih kecil dari kelarutannya dan kristal-kristal
akan mulai terbentuk. Pendinginan ini biasanya dilakukan dengan fluida pendingin berupa
air es, ammonia, dan sebagainya.
Ketika mencapai kondisi supersaturated, zat terlarut dalam larutan akan mulai
mengalami kristalisasi. Kristalisasi adalah transformasi fisik (phase transformation) dari
air, larutan, atau gas menjadi kristal, jenis padatan dengan molekul-molekul yang tersusun
seragam (L. Yu & S.M.R. Edens, 2003). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kristalisasi sebagai berikut.
1. Derajat lewat jenuh, kristal akan terbentuk lebih cepat jika derajat lewat jenuh makin
besar.
2. Jumlah inti yang ada, inti yang banyak akan meningkatkan laju pembentukan kristal.
3. Pergerakan antara larutan asam dan kristal, pergerakan larutan yang kecil akan
mempercepat pembentukan kristal, contoh pengadukan yang lambat.
4. Viskositas larutan, larutan dengan viskositas yang besar akan memperlambat
pengendapan kristal dan proses kristalisasi.
5. Adanya pengotor, bahan yang sukar larut dalam pelarut akan membentuk kristal
dengan lebih cepat dan keberadaan pengotor akan mempengaruhi kemurnian hasil
kristal yang didapat.
Kristalisasi terdiri atas dua tahap, yaitu nukleasi dan pertumbuhan kristal. Nukleasi
adalah tahap dimana molekul-molekul kristal mulai berkumpul membentuk sebuah gugus.
Ukuran gugus ini harus mencapai suatu ukuran minimum (critical size) agar gugus ini tidak
terlarut kembali dalam larutan. Pertumbuhan kristal adalah tahaoan terjadinya pertumbuhan
ukuran gugus-gugus tersebut setelah mencapai critical size.
5
Salah satu jenis kristal yang aplikasinya sangat banyak dalam industri adalah asam
oksalat. Asam oksalat atau asam etanoat (rumus kimia: 𝐻2 𝐶2 𝑂4) adalah senyawa kimia
yang termasuk dalam jenis asam alkanoat sebagai asam organic alifatik yang mempunyai
gugus rantai karboksil. Asam oksalat tergolong sebagai asam lemah (weak acid). Akan
tetapi, dibandingkan dengan asam organik lainnya, asam oksalat tergolong relatif asam
kuat.
Anion dalam asam ini sering dikenal dengan nama oksalat (-OOC-COO-). Asam
oksalat biasanya dijual dalam bentuk kristal padat dengan sifat fisis tidak berbau, tidak
berwarna atau putih, dan tidak volatil dengan titik leburnya sebesar 101,5. Selain itu, rapat
massa yang dimiliki sebesar 1,653 g/cm3 dan berat molekul bernilai 126,07 g/gmol.
Kelarutannya dalam air yaitu pada 1 gram per 7 mililiter air. Zat ini bersifat iritan, korosif,
dan permeator. Pada suhu yang tinggi, zat ini sedikit dapat terbakar. Asam oksalat dapat
larut dalam air dingin, dietil eter, dan alkohol.
Asam oksalat biasanya diproduksi dalam kondisi kotor (tidak murni) sehingga perlu
adanya proses pemurnian sebelum dijual di pasaran, salah satu proses pemurnian tersebut
6
adalah rekristalisasi. Rekristalisasi adalah pembentukan kembali padatan-padatan kristal
dalam suatu zat yang telah terlarut dalam sebuah larutan homogen (Polmear, 2017). Proses
ini dilakukan dengan membuat suatu larutan mencapai kondisi jenuh (supersaturated).
Kristal kotor dilarutkan dalam pelarut untuk memisahkan pengotornya dari larutan. Setelah
itu, larutan dibuat supersaturated sehingga kristal-kristal solute terbentuk kembali dengan
kemurnian yang lebih tinggi. Setelah itu, kristal-kristal ini dipisahkan dari pelarut dengan
metode sedimentasi gravitasi ataupun filtrasi.
7
blotong dalam industri kimia yang biasanya juga menggunakan proses rekristalisasi dengan
memisahkan limbah blotong dari limbah-limbah jenis lain.
A. Bahan
Beberapa bahan yang digunakan dalam proses percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Asam Oksalat Kotor A yang diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses,
DTK, FT UGM
2. Asam Oksalat Pro-analitis yang diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar
Proses, DTK, FT UGM
3. Larutan HCL 0,1021 N yang diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses,
DTK, FT UGM
4. NaOH pellets diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK, FT UGM
5. Boraks diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK, FT UGM
6. Indikator Phenolphthalein diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses,
DTK, FT UGM
7. Indikator Methyl Orange diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK,
FT UGM
8. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK, FT UGM
9. Es batu diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK, FT UGM
10. Kertas saring Whatman 42 diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses,
DTK, FT UGM
8
B. Alat
1)
Keterangan:
9.
7. 1. Gelas Beker 250 mL
2. Magnetic Stirrer
8. 3. Batang Magnet
2) Keterangan:
1. Elenmeyer 250 mL
6.
5. 2. Corong Buchner
7. 8.
2. 3. Kertas saring Whatman 42
3.
4. Filtrat hasil saring
1.
9. 5. Gelas pengaduk
4.
6. Gelas beker
Gambar 3. Rangkaian Alat Penyaringan 7. Larutan Asam Oksalat kotor
Vakum 8. Pompa Vakum
9. Botol pengaman
9
3)
3. Keterangan:
2. 1. Baskom
2. Es batu
1. 3. Gelas beker 250 mL
4)
Keterangan:
7.
1. Gelas beker 250 mL dengan
5. asam oksalat
4.
2. Pemanas listrik
6. 1. 3. Steker
3. 4. Statif
2.
5. Termometer
6. Kipas angin
Gambar 5. Rangkaian Alat Pemekatan
7. Klem
Larutan Asam Oksalat
5)
Keterangan:
3. 1. Buret
2. 2. Statif
1.
3. Klem
4. Larutan sampel
5.
5. Elenmeyer 125 mL
4.
10
C. Cara Kerja
11
elenmeyer 125 mL. Larutan tersebut lalu ditambah dengan 3 tetes indikator
phenolphthalein daaan dititrasi dengan NaOH 0,1021 N sampai 3 kali. Volume
NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi adalah sebanyak 12,8 mL; 12,7 mL; dan
13,0 mL.
12
Sisa filtrat dipanaskan dengan pemanas listrik pada skala 600 Watt dan
dijaga agar suhunya tidak lebih dari 80°C saampai volumenya menjadi setengah
dari volume awal. Setelah kondisinya terpenuhi, larutan tersebut langsung
didinginkan dengan es batu yang telah ditambah air sambil digoyang-goyang
supaya didapatkannya kristal-kristal asam oksalat. Setelah muncul, kristal-
kristal tersebut disaring ke dalam elenmeyer vakum dengan bantuan kertas
saring Whatman 42 dan corong Buchner untuk difiltrasi vakum. Kristal yang
didapat setelahnya langsung di-oven dengan suhunya pada 70°C dan
dimasukkan ke dalam eksikator selama 5 menit.
13
lalu dilarutkan dengan 50 mL aquadest dan diaduk hingga larutan homogen.
Lima mililiter asam oksalat hasil pelarutan diambil ke dalam elenmeyer 125
mL dengan pipet volume 5 mL. Larutan tersebut lalu ditambah 3 tetes indikator
phenolphthalein dan dititrasi sampai 2 kali dengan larutan NaOH 0,1021 N.
Volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi adalah sebanyak 15,9 mL dan
16,1 mL.
D. Analisis Data
1. Beberapa asumsi yang ada di dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
a. Semua proses titrasi diberhentikan tepat saat titik ekuivalennya tercapai yang
biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna sehingga data volume
titran yang didapat akurat
b. Pada proses pengenceran NaOH 0,1021 N, asam oksalat, dan pemanasan
boraks, larutan yang tercampur benar-benar homogen sehingga konsentrasi
campurannya sama di setiap bagian.
c. Proses penyaringan tahap pertama dan kedua terhadap asam oksalat kotor,
semua zat pengotor dan kristal-kristalnya tersaring semua sehingga data
percent recovery yang diperoleh akurat
d. Selama pengovenan, air dan zat pengotor yang ada di dalam kristal asam
oksalat teruapkan semua sehingga kristal asam oksalat terjamin kemurniannya
14
dan bebas dari air dan cairan lainnya serta hasil penimbangannya juga menjadi
akurat.
e. Kemurnian larutan asam oksalat pro analitis dapat dianggap 100% sehingga
bisa digunakan sebagai referensi dalam menentukan kadar asam oksalat
2. Perhitungan
a. Penentuan Normalitas Larutan HCl 0,0858 N
1) Normalitas Larutan HCl 0,0858 N
2×𝑊𝑏
𝑁𝐻𝐶𝑙 = (1)
𝑉×𝐵𝑀𝑏
dengan,
𝑁𝐻𝐶𝑙 : Normalitas larutan HCl sesungguhnya, N
𝑊𝑏 : Massa boraks, g
𝐵𝑀𝑏 : Berat molekul relative boraks, g/mol
𝑉 : Volume larutan HCl untuk titrasi, L
dengan,
15
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 : Normalitas larutan NaOH, N
dengan,
𝑁𝑎𝑡 : Normalitas larutan asam oksalat, N
𝑊𝑎𝑡 : Massa asam oksalat, g
𝐵𝑀𝑎𝑜 : Berat molekul relatif asam oksalat, g/mol
𝑉 : Volume larutan, L
dengan,
16
𝑁𝑎𝑠 : Normalitas larutan asam oksalat, N
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 : Volume larutan NaOH untuk titrasi, mL
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 : Normalitas larutan NaOH yang bernilai 0.1021 N
𝑉𝑎𝑠 : Volume larutan asam oksalat, mL
*Perhitungan dilakukan untuk larutan asam oksalat pro-analitis, larutan
asam oksalat kotor, larutan asam oksalat hasil pemurnian, larutan asam
oksalat sebelum proses pemurnian, dan larutan asam oksalat setelah
proses pemurnian. Khusus untuk sebelum dan setelah pemurnian, perlu
diperhitungkan factor pengenceran sebanyak 50 kali
17
𝐾𝑎ℎ
𝐾𝑎ℎ = × 100% (9)
𝐾𝑎𝑝
dengan,
𝐾𝑎𝑘 : Kemurnian asam oksalat kotor, %
𝐾𝑎ℎ : Kemurnian asam oksalat hasil pemurnian, %
𝑁𝑎𝑘 : Normalitas asam oksalat kotor, N
𝑁𝑎ℎ : Normalitas asam oksalat hasil pemurnian, N
1
𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 = √ × ∑𝑛1(𝐾𝑎𝑘 − 𝐾𝑎𝑘 )2 (12)
𝑛
1
𝑆𝐷𝐾𝑎ℎ = √ × ∑𝑛1(𝐾𝑎ℎ − 𝐾𝑎ℎ )2 (13)
𝑛
dengan,
18
𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 : Standar deviasi kadar asam oksalat kotor
𝑆𝐷𝐾𝑎ℎ : Standar deviasi kadar asam oksalat pemurnian
dengan,
𝑚𝑎𝑖 : Massa asam oksalat sebelum pemurnian, g
𝑁𝑎𝑖 : Normalitas asam oksalat sebelum pemurnian, N
𝐵𝑀𝑎 : Berat molekul asam oksalat, g/mol
𝑒𝐾𝑎 : Bilangan ekuivalen asam oksalat
𝑉𝑎𝑖 : Volume filtrat hasil filtrasi tahap pertama, L
dengan,
𝑚𝑎𝑓 : Massa sisa asam oksalat setelah pemurnian, g
dengan,
𝑚𝑎𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 : Massa asam oksalat teoritis yang terkristal, g
19
𝑚𝑎𝑖 : Massa asam oksalat sebelum pemurnian, g
𝑚𝑎𝑓 : Massa asam oksalat setelah pemurnian, g
𝑉𝑎𝑖
𝑚𝑎ℎ = × 𝑚𝑎ℎ𝑜 (17)
(𝑉𝑎𝑖 −5)
𝑚𝑎𝑏
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% (18)
𝑚𝑎𝑘
dengan,
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 : Presentase massa kristal yang didapat kembali, %
𝑚𝑎ℎ𝑜 : Massa kristal asam oksalat pemurnian, g
𝑚𝑎𝑘 : Massa kristal asam oksalat kotor, g
𝑚𝑎𝑖 −𝑚𝑎𝑓
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% (19)
𝑚𝑎𝑖
dengan,
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 : Presentase massa kristal yang didapat kembali, %
𝑚𝑎𝑖 : Massa asam oksalat sebelum pemurnian, g
𝑚𝑎𝑓 : Massa asam oksalat sisa setelah pemurnian, g
Percobaan rekristalisasi asam oksalat terdiri atas enam tahap, yaitu pelarutan,
penyaringan pertama, pemekatan, kristalisasi, penyaringan kedua, pengovenan dan
penimbangan. Tahap pelarutan bertujuan membentuk larutan asam oksalat yang homogen.
Pada tahap ini, digunakan magnetic stirrer pada skala dua. Alasan penggunaan magnetic
20
stirrer adalah proses pelarutan asam oksalat kotor yang cukup sulit karena adanya
keberadaan pengotor. Pelarutan juga memerlukan waktu pengadukan yang cukup lama,
sekitar tiga puluh menit sehingga penggunaan magnetic stirrer lebih cocok daripada
pengadukan manual. Asam oksalat kotor dimasukkan dengan menyisakan sedikit aquadest
untuk mencuci sisa-sisa asam kotor yang menempel pada petridish.
Zat-zat pengotor yang tidak larut selanjutnya dipisahkan dari larutannya melalui
tahap penyaringan pertama menggunakan kertas Whatman 40 dan pompa vakum. Alasan
penggunaan kertas Whatman 40 adalah karena kertas ini memiliki pori-pori yang cukup
kecil sehingga sebagian besar pengotor tidak dapat lolos. Pompa vakum bekerja dengan
menciptakan tekanan negatif yang akan menghisap filtrat sehingga melewati kertas saring
Whatman 40 dengan cepat dan terpisah dari pengotor yang tidak ikut tersaring. Setelah itu,
volume filtrat diukur lalu diambil sebanyak 5 mL. Volume filtrat hasil penyaringan pertama
diukur sebanyak 95 mL.
Tahap selanjutnya adalah pemekatan. Pada tahap ini, filtrat yang telah dimasukkan
ke dalam gelas beker selanjutnya dipanaskan dengan pemanas listrik hingga volumenya
berkurang menjadi setengah volume semula agar menjadi lebih pekat. Pemekatan ini
bertujuan meningkatkan konsentrasi asam oksalat agar melebihi kelarutannya. Dalam tahap
ini, kipas angin dihidupkan agar uap-uap air yang menguap dan uap-uap asam yang
berbahaya tertiup sehingga proses pemanasan terjadi lebih cepat.
Setelah mencapai kurang lebih setengah volume awal, larutan segera didinginkan
secara cepat di dalam air berisi batu es (proses quenching). Suhu akhir larutan setelah
pendinginan sekitar 2°C. Pada tahapan ini, kelarutan asam oksalat akan turun akibat
penurunan suhu sehingga menjadi lebih kecil dari konsentrasi asam oksalat. Hal ini
menyebabkan larutan menjadi supersaturated dan kristal-kristal asam oksalat mulai
terbentuk kembali. Larutan ditunggu hingga kristal asam oksalat mulai terbentuk dan
terendap di dasar gelas beker. Setelah kurang lebih 15 menit, larutan hasil pemekatan segera
disaring dengan pompa vakum menggunakan kertas saring Whatman 40. Volume filtrat
21
hasil penyaringan kedua diukur dengan gelas ukur dan didapat sebesar 21 mL. Petridish
dan kertas saring Whatman 40 yang digunakan ditimbang terlebih dahulu dengan neraca
analitis digital sebelum dipakai. Setelah itu, kristal hasil penyaringan bersama dengan kertas
saring Whatman 40 dan petridish dimasukkan ke oven lalu dipanaskan selama 15 menit
pada suhu 70 C. Setelah itu, dimasukkan ke dalam eksikator dan dibiarkan selama 5 menit.
Kristal bersama kertas saring dan petridish ditimbang di atas neraca analitis digital dan
dicatat massanya. Hal ini bertujuan untuk mencari tahu percent recovery asam oksalat.
Kadar asam oksalat kotor dan hasil pemurnian ditentukan melalui serangkaian titrasi.
Proses ini memanfaatkan sifat asam oksalat yang bereaksi dengan NaOH 0,1021 N yang
telah distandardisasi terlebih dahulu. Kadar asam oksalat kotor ditentukan dengan
melarutkan masing-masing asam oksalat kotor sebanyak 1,0362 gram dan asam oksalat
proanalitis sebanyak 1,0345 gram ke dalam 50 mL aquadest yang berbeda. Selanjtutnya,
kedua bahan tersebut. Kedua larutan tersebut diambil sebanyak 10 mL dan dititrasikan
dengan larutan NaOH 0,1021 N. Sebanyak tiga tetes indikator phenolphtalein ditambahkan
sebagai indikator dalam proses titrasi. Kadar asam oksalat kotor adalah perbandingan antara
normalitas larutan asam oksalat kotor dan normalitas larutan asam oksalat proanalitis.
Kemurnian asam oksalat hasil pemurnian ditentukan dengan melarutkan asam oksalat hasil
pemurnian sebanyak 1,0624 gram ke dalam 50 mL aquadest. Larutan ini kemudian
dititrasikan dengan larutan NaOH 0,1021 N. Kadar asam oksalat hasil pemurnian adalah
perbandingan normalitas larutan asam oksalat hasil proses pemurnian dan normalitas
larutan asam oksalat pro analitis yang telah dicari sebelumnya. Dalam proses ini, indikator
phenolphtalein menunjukkan warna bening di awal titrasi dan warna ungu ketika titik
ekuivalen tercapai. Adapun reaksi titrasi yang terjadi antara ion-ion asam oksalat dan ion-
ion NaOH adalah sebagai berikut:
22
Titrasi dinyatakan selesai (ekuivalen) ketika semua asam oksalat telah habis bereaksi
sehingga pH dari larutan akan naik dan indikator phenolphtalein membuat larutan menjadi
berwarna ungu.
Normalitas rata-rata
No Jenis Asam Oksalat Normalitas (N)
(N)
0,3268
1 Pro Analitis 0,3268 0,3288
0,3329
0,2614
2 Kotor 0,2594 0,2621
0,2655
0,3247
3 Hasil Pemurnian 0,3268
0,3288
79,50
1 Kotor 78,88 79,71 0,77
80,75
98,76
2 Hasil Pemurnian 99,38 0,62
100,00
Melalui percobaan diperoleh kadar asam oksalat hasil pemurnian yang lebih tinggi
dari asam oksalat kotor. Perhitungan menunjukkan kadar asam oksalat kotor sebesar 79,71
% sedangkan kadar asam oksalat hasil pemurnian sebesar 99,38 %. Dalam perhitungan
kadar ini, digunakan asam oksalat pro analitis sebagai referensi dengan kemurnian sebesar
100 %. Dapat disimpulkan, kemurnian kristal asam oksalat dapat kita tingkatkan dengan
metode pelarutan, rekristalisasi, dan penyaringan.
23
Kemurnian kristal tidak mencapai 100 % seperti referensi disebabkan masih adanya
pengotor yang tidak tersaring saat proses filtrasi karena ukurannya sangat kecil. Selain itu,
ada kemungkinan terdapatnya pengotor yang terlarut dalam air sehingga tidak bisa
dipisahkan dengan proses filtrasi biasa,
Trend data yang didapatkan pada percobaan ini sesuai dengan dasar teori pada poin
sebelumnya. Kadar asam oksalat dan normalitasnya jauh lebih tinggi setelah proses
pemurnian dibandingkan sebelum proses pemurnian (kotor) tetapi lebih rendah dari asam
oksalat pro analitis. Hal ini disebabkan masih adanya pengotor yang tertinggal dalam kristal
asam oksalat hasil pemurnian. Untuk partikel yang berukuran sangat kecil dapat lolos dari
kertas saring Whatman 40.
Dalam percobaan ini, standar deviasi (SD) digunakan untuk mengetahui sebaran
data-data yang didapat sehingga dapat ditentukan besar kecilnya penyimpangan data yang
terjadi. Standar deviasi atau juga simpangan baku adalah nilai statistik yang menunjukkan
kedekatan data-data dari kumpulan data statistik denganrata-rata dari data tersebut.
Perhitungan standar deviasi kadar asam oksalat kotor dan hasil pemurnian menunjukkan
standar deviasi berturut-turut sebesar 0,77 % dan 0,62 %. Standar deviasi ini cukup kecil
dibandingkan dengan data-data sehingga data yang diperoleh cukup akurat.
Proses rekristalisasi asam oksalat ini sangat berguna dalam proses pemurnian kristal
dari pengotor agar memiliki baku mutu dan harga jual yang lebih tinggi. Selain itu, proses
ini sangat berguna dalam proses pemisahan senyawa-senyawa dengan sifat kelarutan yang
berbeda.
Dapat dilihat dari perhitungan data, nilai recovery percent rekristalisasi asam
oksalat sebesar 37,56% (basis padatan) dan sebesar 70,53% (basis titrasi). Nilai recovery
ini tidak sempurna karena masih ada sisa-sisa kristal yang tertinggal di dalam gelas beker
yang tidak terambil oleh sendok kaca. Selain itu, masih ada sisa-sisa ion asam oksalat yang
terlarut dalam filtrat hasil penyaringan kedua. Oleh karena itu, perlu adanya titrasi filtrat
24
sebelum dan sesudah penyaringan kedua untuk mengetahui berapa banyak asam oksalat
yang masih terlarut dalam proses pelarutan asam oksalat kotor dan ikut terbuang bersama
pengotor hasil penyaringan pertama.
Kesulitan yang didapat dalam melakukan percobaan ini adalah sulitnya menjaga
suhu pada proses pemanasan atau pemekatan asam oksalat kotor. Suhu perlu dijaga agar
tidak melebihi 80°C agar asam oksalat dalam larutan tidak rusak. Kesulitan lainnya pada
saat filtrasi kedua dimana ada sedikit kristal asam oksalat yang tertinggal dalam gelas beker
yang sulit untuk diambil. Kesulitan lainnya adalah proses titrasi yang cukup memakan
waktu yang lama.
V. KESIMPULAN
25
VI. DAFTAR PUSTAKA
L. Yu & S.M.R. Edens. 2003. “Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition (Second Ed)”.
Lilly Research Laboratories. Indianapolis USA.
Lachman, L & L, Eberman. 1986. “The Theory and Practice of Industrial Pharmacy 3rd
ed”. Lea & Febriger.
Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1994. “Physical Pharmacy”. B. I. Waverly
Pvt. Ltd.
26
VII. LAMPIRAN
2. Hazard Bahan
a. Asam oksalat
Asam oksalat bersifat iritan, yang artinya dapat menyebabkan iritasi bila
berkontak dengan mata atau kulit, dan juga bila tertelan maupun terhirup.
Asam Oksalat juga bersifat korosif bila terkena mata ataupun kulit,
berbahaya bila terhirup dan dapat meledak pada suhu tinggi.
27
c. Larutan NaOH 0,1021 N
NaOH 0,1021 N bersifat irritant jika berkontak dengan mata, kulit,
tertelan, maupun terhirup. Larutan NaOH 0,1021 N juga bersifat korosif
bila berkontak dengan mata atau kulit, reaktif terhadap logam, serta
berbahaya bagi tubuh apabila tertelan.
e. Aquadest
Aquadest tidak memiliki hazard yang berbahaya bagi tubuh.
f. Indikator phenolphthalein
Phenolphtalein bersifat irritant apabila berkontak dengan mata atau kulit,
dan juga apabila terhirup, maupun tertelan. Indikator phenolphthalein juga
bersifat flammable (mudah terbakar).
28
boraks, indikator phenolphtalein, dan indicator methyl orange yang menyebabkan
iritasi pada kulit.
2. Googles
Goggles digunakan untuk melindungi mata praktikan dari kontak dengan bahan
kimia, terutama berupa cipratan maupun serbuk padatan bahan kimia antara lain
asam oksalat, HCl, NaOH, Boraks, indicator phenolphtalein, dan indikator methyl
orange.
3. Masker
Masker berfungsi untuk melindungi mulut dan hidung praktikan terhadap kontak
dengan bahan kimia, agar tidak menghirup uap asam oksalat serta melindungi dari
partikel-partikel debu selama praktikum.
4. Gloves
Gloves digunakan untuk melindungi tangan praktikan dari bahan kimia berbahaya
karena tangan belum tertutup oleh jas laboratorium. Gloves melindungi tangan
praktikan dari asam oksalat, HCl, NaOH, Boraks, indikator phenolphtalein, dan
indikator methyl orange yang mengiritasi tangan.
C. Manajemen Limbah
Kategori manajemen limbah dalam percobaan ini berdasarkan jenisnya adalah.
1. Limbah standardisasi HCl 0,0858 N dengan boraks dibuang ke tempat
penampungan limbah halogen.
29
2. Larutan HCl 0,0858 N sisa titrasi dikembalikan ke botol penyimpanan larutan
HCl 0,0858 N.
3. Limbah standardisasi NaOH 0,1021 N dengan HCl 0,0858 N dibuang ke tempat
penampungan limbah halogen.
4. Limbah titrasi asam oksalat kotor dengan NaOH 0,1021 N dibuang ke tempat
penampungan limbah non halogen.
5. Limbah titrasi asam oksalat pro analitis dengan NaOH 0,1021 N dibuang ke
tempat penampungan limbah non halogen.
6. Limbah titrasi larutan asam oksalat hasil pemurnian dengan NaOH 0,1021 N
dibuang ke tempat penampungan limbah non halogen.
7. Larutan NaOH 0,1021 N sisa titrasi dibuang ke tempat penampungan limbah non
logam berat
8. Sisa asam oksalat kotor dibuang ke tempat penampungan limbah non halogen.
9. Sisa kristal asam oksalat hasil pemurnian dibuang pada tempat khusus yang
disediakan.
10. Sisa asam oksalat pro analitis dibuang ke tempat penampungan limbah non
halogen.
11. Sisa asam oksalat hasil pemurnian dibuang ke temat penampungan limbah non
halogen.
12. Filtrat hasil penyaringan kristal dibuang ke tempat penampungan limbah non
halogen.
13. Cake pengotor sisa penyaringan pertama dibuang ke tempat sampah.
D. Data Percobaan
1. Standardisasi Larutan HCl 0,0858 N dengan Larutan Boraks
Volume Larutan Boraks : 25 mL
30
Tabel III. Data Standardisasi Larutan HCl 0,0858 N dengan Boraks
Titrasi ke- Massa Boraks, gr Volume HCl, mL
1 0,2054 12,7
2 0,2063 12,7
3 0,2067 12,4
Tabel V. Titrasi Larutan Asam Oksalat Pro Analitis dengan Larutan NaOH 0,1021 N
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH, mL
1 5 12,8
2 5 12,7
3 5 13
31
Tabel VI. Titrasi Larutan Asam Oksalat Pro Analitis dengan Larutan NaOH 0,1021 N
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH, mL
1 5 16
2 5 16
3 5 16,3
Tabel VII. Titrasi Asam Oksalat dengan Larutan NaOH 0,1021 N sebelum
Rekristalisasi
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH , mL
1 10 4
2 10 3,8
3 10 3,9
Tabel VIII. Titrasi Larutan Asam Oksalat Sisa demham Larutan NaOH 0,1021 N
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH, mL
1 10 5,2
32
Volume Larutan : 50 kali
Tabel IX. Titrasi Asam Oksalat Hasil Pemurnian dengan NaOH 0,1021 N
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH, Ml
1 10 15,9
2 10 16,1
E. Perhitungan
2 × 0,2054 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑁𝐻𝐶𝑙1 = = 0,0848 𝑁
0,025 𝐿 × 12,7
2 × 0,2063 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑁𝐻𝐶𝑙2 = = 0,0852 𝑁
0,025 𝐿 × 12,7
2 × 0,2067 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑁𝐻𝐶𝑙3 = = 0,0874 𝑁
0,025 𝐿 × 12,7
33
b. Perhitungan Normalitas NaOH 0,1021 N
1. Normalitas HCl 0,1021 N
12,2 𝑚𝐿 × 0,0858 𝑁
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻3 = = 0,1047 𝑁
10 𝑚𝐿
11,8 𝑚𝐿 × 0,0858 𝑁
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻2 = = 0,1013 𝑁
10 𝑚𝐿
11,7 𝑚𝐿 × 0,0858 𝑁
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻3 = = 0,1004 𝑁
10 𝑚𝐿
2 × 1034,5 𝑚𝑔
𝑁𝑎𝑡 = = 0,3284 𝑁
50 𝑚𝐿 × 126 𝑚𝑔/𝑚𝑚𝑜𝑙
34
16,3 𝑚𝐿 × 01021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑝𝑎 = = 0,3329 𝑁
5 𝑚𝐿
12,8 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑘 = = 0,2614 𝑁
5 𝑚𝐿
12,7 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑘 = = 0,2594 𝑁
5 𝑚𝐿
13 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑘 = = 0,2655 𝑁
5 𝑚𝐿
35
Tabel X. Data Hasil Perhitungan Normalitas Asam Oksalat Sebelum Rekristalisasi
𝑁𝑎𝑠 𝑓 = 0,0531 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑓 50 × = 0,0531 × 50
𝑁𝑎𝑠 𝑓 50 × = 2,6549 𝑁
16,1 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 ℎ = = 0,3288 𝑁
5 𝑚𝐿
36
0,2614 𝑁
𝐾𝑎𝑘1 = × 100% = 79,50%
0,3288 𝑁
0,2594 𝑁
𝐾𝑎𝑘2 = × 100% = 78,88%
0,3288 𝑁
0,2655 𝑁
𝐾𝑎𝑘3 = × 100% = 80,75%
0,3288 𝑁
0,3247 𝑁
𝐾𝑎ℎ1 = × 100% = 98,76%
0,3288 𝑁
0,3288 𝑁
𝐾𝑎ℎ2 = × 100% = 100,00%
0,3288 𝑁
98,76% + 100,00%
𝐾𝑎ℎ = = 99,38%
2
1
𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 = √ ((69,92% − 70,13%)2 + (70,55% − 70,13%)2 + (69,92% − 70,13)2 )
3
37
1
𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 = √ ((98,76% − 99,38%)2 + (100,00% − 99,38%)2 )
2
7,5144
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100%
20,0086
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 37,56%
38
2. Percent Recovery Kristal Asam Oksalat (basis hasil titrasi)
8,4094
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100%
11,9238
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 70,53%
39
RESUME
Resume dari revisi laporan resmi praktikum kode C ini adalah sebagai berikut.