Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM DASAR-DASAR PROSES


REKRISTALISASI ASAM OKSALAT

( C )

NAMA : ADRIAN YOGA PERMANA


MOHAMMAD YUZER IROSONERI

NIM : 20/460362/TK/50951
20/460393/TK/50982

HARI/TGL : SENIN, 29 NOVEMBER 2021

ASISTEN : AMALIA KHOIRUL MUTHMAINNAH

LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR PROSES 2021

dengan judul mata praktikum:

REKRISTALISASI ASAM OKSALAT

Disusun oleh:

Nama Praktikan NIM Tanda Tangan

Adrian Yoga 20/460362/TK/50951


Permana

Mohammad Yuzer 20/460393/TK/50982


Irosoneri

Dosen Pembimbing Praktikum Yogyakarta, 29 November 2021


Asisten,

Indra Perdana, S.T., M.T., Ph. D. Amalia Khoirul Muthmainnah


NIP. 19731127 199903 1 002

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... 1


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2
I. TUJUAN PERCOBAAN ......................................................................................... 3
II. DASAR TEORI ........................................................................................................3
III. METODOLOGI PERCOBAAN .............................................................................8
A. BAHAN ................................................................................................................8
B. ALAT ....................................................................................................................9
C. CARA KERJA .....................................................................................................11
D. ANALISIS DATA................................................................................................ 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................20
V. KESIMPULAN.........................................................................................................25
VI. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 26
VII. LAMPIRAN ..............................................................................................................27
A. IDENTIFIKASI HAZARD PROSES DAN BAHAN KIMIA .......................... 27
B. PENGGUNAAN ALAT PERLINDUNGAN DIRI ...........................................28
C. MANAJEMEN LIMBAH ...................................................................................29
D. DATA PERCOBAAN ......................................................................................... 30
E. PERHITUNGAN .................................................................................................33

2
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan ini antara lain:
1. Meningkatkan kemurnian asam oksalat kotor dengan metode pelarutan, rekristalisasi,
dan penyaringan
2. Menentukan kemurnian asam oksalat dan percent recovery kristal asam oksalat

II. DASAR TEORI


Kelarutan (solubility) adalah kuantitas jumlah maksimum zat terlarut atau yang
disebut solute yang dapat dilarutkan atau diuraikan ke dalam suatu jumlah pelarut atau yang
disebut solvent. Secara kuantitatif artinya adalah sebagai besarnya konsentrasi zat yang
larut dalam campurang homogen yang sudah membentuk larutan basah pada kondisi
tertentu (Lachman, L & dkk, 1986). Zat yang terurai dan terlarut disebut sebagai solute dan
zat yang melarutkan disebut solvent. Proses pelarutan suatu zat dalam pelarut air sering
dikenal dengan istilah hidrasi (hydration). Kelarutan adalah properti dari solute cairan, gas,
dan padat untuk terlarut di dalam solvent cairan, gas dan padat membentuk suatu campuran
homogen (Martin & dkk, 1994).

Beberapa faktor yang dapat menjadi pengaruh dalam besarnya daya larut suatu zat
dalam suatu pelarut adalah sebagai berikut (Smith B & Templar, 2016).

1. Kekuatan gaya tarik menarik antara solvent dan solute


Gaya tarik menarik (interaksi antarmolekul) yang kuat antara solute dan
solvent yang lebih kuat akan meningkatkan kelarutan suatu zat dalam pelarut. Hal ini
terjadi karena molekul-molekul solute dan solvent terikat bersama jauh lebih kuat.

2. Polaritas dari solute dan solvent


Interaksi antara molekul-molekul dengan kepolaran yang serupa akan jauh
lebih kuat dibandingkan dengan kepolaran yang berbeda. Molekul-molekul zat
terlarut yang mempunyai sifat kepolaran yang kuat, kelarutannya dalam pelarut polar
akan menjadi lebih baik, begitupun dengan sebaliknya. Karakteristik polaritas yang

3
cukup berbeda antara zat terlarut dan pelarut akan membentuk larutan non-ideal. Hal
ini dijabarkan dengan teori like dissolve like dimana zat-zat polar atau ionik
cenderung larut lebih baik dalam pelarut polar daripada pelarut non-polar dan
sebaiknya karena adanya gaya tarik menarik antara kutub-kutub polar positif dan
negatif pelarut dan zat terlarut.

3. Suhu
Reaksi endoterm adalah reaksi dimana terjadinya penyerapan panas (⍙H>0).
Reaksi eksoterm adalah reaksi dimana terjadinya pelepasan panas (⍙H<0). Reaksi
pelarutan exothermic akan terhambat pada suhu yang tinggi begitupun sebaliknya.
Hal ini berarti besarnya suhu dapat mempengaruhi nilai kelarutan dari suatu zat.

4. Ionisasi solute dan solvent serta pH solvent


Nilai keasaman dari suatu pelarut mempengaruhi kelarutan dari suatu zat.
Solute yang bersifat asam akan lebih susah terlarut dalam pelarut asam karena zat
cenderung berada dalam bentuk unionized yang lebih susah berinteraksi dengan
pelarut.

5. Ukuran molekuler
Semakin besar ukuran molekul suatu zat maka zat tersebut semakin kecil
kelarutannya. Molekul yang besar membuat luas interaksi solvent-solute per volume
semakin kecil sehingga mengurangi efektivitas interaksi antarmolekul yang terjadi.

Selain kelarutan, dikenal juga istilah larutan supersaturated. Larutan supersaturated


adalah larutan suatu zat yang kelarutannya sudah melebihi daya larut jenuh dalam
pelarutnya pada kondisi tertentu (Remington, 1990). Terdapat dua langkah yang dapat
dilakukan sehingga kondisi saturated ini dapat tercapai. Pertama adalah pemekatan dengan
menguapkan solvent sehingga konsentrasi zat terlarut naik melewati kelarutannya. Kedua
adalah penurunan suhu baik secara perlahan (slow cooling) maupun secara cepat
(quenching). Dalam industri, metode penguapan biasanya menggunakan udara panas kering

4
yang akan membawa kelembaban dari larutan encer sehingga menjadi lebih pekat. Untuk
zat yang sensitif terhadap panas, penguapan biasanya dilakukan menggunakan metode
vacuum drying dimana tekanan larutan diturunkan hingga mencapai kondisi vacuum.
Metode quenching adalah metode yang cukup sering digunakan dalam industri dimana suhu
larutan diturunkan hingga konsentrasi ion lebih kecil dari kelarutannya dan kristal-kristal
akan mulai terbentuk. Pendinginan ini biasanya dilakukan dengan fluida pendingin berupa
air es, ammonia, dan sebagainya.

Ketika mencapai kondisi supersaturated, zat terlarut dalam larutan akan mulai
mengalami kristalisasi. Kristalisasi adalah transformasi fisik (phase transformation) dari
air, larutan, atau gas menjadi kristal, jenis padatan dengan molekul-molekul yang tersusun
seragam (L. Yu & S.M.R. Edens, 2003). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
kristalisasi sebagai berikut.

1. Derajat lewat jenuh, kristal akan terbentuk lebih cepat jika derajat lewat jenuh makin
besar.
2. Jumlah inti yang ada, inti yang banyak akan meningkatkan laju pembentukan kristal.
3. Pergerakan antara larutan asam dan kristal, pergerakan larutan yang kecil akan
mempercepat pembentukan kristal, contoh pengadukan yang lambat.
4. Viskositas larutan, larutan dengan viskositas yang besar akan memperlambat
pengendapan kristal dan proses kristalisasi.
5. Adanya pengotor, bahan yang sukar larut dalam pelarut akan membentuk kristal
dengan lebih cepat dan keberadaan pengotor akan mempengaruhi kemurnian hasil
kristal yang didapat.

Kristalisasi terdiri atas dua tahap, yaitu nukleasi dan pertumbuhan kristal. Nukleasi
adalah tahap dimana molekul-molekul kristal mulai berkumpul membentuk sebuah gugus.
Ukuran gugus ini harus mencapai suatu ukuran minimum (critical size) agar gugus ini tidak
terlarut kembali dalam larutan. Pertumbuhan kristal adalah tahaoan terjadinya pertumbuhan
ukuran gugus-gugus tersebut setelah mencapai critical size.

5
Salah satu jenis kristal yang aplikasinya sangat banyak dalam industri adalah asam
oksalat. Asam oksalat atau asam etanoat (rumus kimia: 𝐻2 𝐶2 𝑂4) adalah senyawa kimia
yang termasuk dalam jenis asam alkanoat sebagai asam organic alifatik yang mempunyai
gugus rantai karboksil. Asam oksalat tergolong sebagai asam lemah (weak acid). Akan
tetapi, dibandingkan dengan asam organik lainnya, asam oksalat tergolong relatif asam
kuat.

Gambar 1. Struktur Kimia Asam Oksalat

Anion dalam asam ini sering dikenal dengan nama oksalat (-OOC-COO-). Asam
oksalat biasanya dijual dalam bentuk kristal padat dengan sifat fisis tidak berbau, tidak
berwarna atau putih, dan tidak volatil dengan titik leburnya sebesar 101,5. Selain itu, rapat
massa yang dimiliki sebesar 1,653 g/cm3 dan berat molekul bernilai 126,07 g/gmol.
Kelarutannya dalam air yaitu pada 1 gram per 7 mililiter air. Zat ini bersifat iritan, korosif,
dan permeator. Pada suhu yang tinggi, zat ini sedikit dapat terbakar. Asam oksalat dapat
larut dalam air dingin, dietil eter, dan alkohol.

Asam oksalat biasanya diproduksi dalam kondisi kotor (tidak murni) sehingga perlu
adanya proses pemurnian sebelum dijual di pasaran, salah satu proses pemurnian tersebut

6
adalah rekristalisasi. Rekristalisasi adalah pembentukan kembali padatan-padatan kristal
dalam suatu zat yang telah terlarut dalam sebuah larutan homogen (Polmear, 2017). Proses
ini dilakukan dengan membuat suatu larutan mencapai kondisi jenuh (supersaturated).
Kristal kotor dilarutkan dalam pelarut untuk memisahkan pengotornya dari larutan. Setelah
itu, larutan dibuat supersaturated sehingga kristal-kristal solute terbentuk kembali dengan
kemurnian yang lebih tinggi. Setelah itu, kristal-kristal ini dipisahkan dari pelarut dengan
metode sedimentasi gravitasi ataupun filtrasi.

Proses pemisahan kristal menggunakan metode sedimentasi gravitasi dilakukan


dengan mendiamkan larutan sehingga kristal-kristal yang sudah terbentuk akan mengendap
ke bawah membentuk sedimen yang bisa dipisahkan dengan mudah dari larutan. Adapun
filtrasi dilakukan dengan melewati larutan pada saringan dengan ukuran yang spesifik
sehingga partikel-partikel kristal yang terbentuk akan terhalang dan bisa dipisahkan dari
larutannya. Penggabungan metode keduanya biasanya dengan sedimentasi diikuti dengan
filtrasi. Kristal-kristal yang dipisahkan ini biasanya dikeringkan lebih lanjut dengan udara
panas atau silika. Kelemahan rekristalisasi sebagai metode pemurnian kristal adalah
terdapatnya sisa-sisa kristal dan zat terlarut yang masih berada dalam larutan.

Proses rekristalisasi di industri biasanya digunakan dalam proses pemurnian suatu


kristal yang memiliki pengotor supaya kualitas yang ddidapat terjamin dan tinggi sehingga
harga jual yang ditentukan juga dapat tinggi pula. Sebagai contoh, pemurnian asam oksalat
kotor agar menjadi jauh lebih murni. Proses ini juga digunakan sebagai metode pemisahan
zat -zat yang tercampur dalam larutan. Sebagai contoh, pemisahan campuran garam-garam
yang terkandung dalam air laut. Zat-zat ini biasanya memiliki kelarutan yang berbeda
sehingga dapat dipisahkan dengan metode rekristalisasi. Rekristalisasi pada logam
digunakan untuk mengubah sifat fisik dan mekanis suatu logam sesuai yang diinginkan.
Sebagai contoh, rekristalisasi atom-atom campuran besi-karbon dalam proses quenching
untuk meningkatkan kekerasan baja. Selain itu terdapat juga beberapa pengolahan limbah

7
blotong dalam industri kimia yang biasanya juga menggunakan proses rekristalisasi dengan
memisahkan limbah blotong dari limbah-limbah jenis lain.

III. METODOLOGI PERCOBAAN

A. Bahan

Beberapa bahan yang digunakan dalam proses percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Asam Oksalat Kotor A yang diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses,
DTK, FT UGM
2. Asam Oksalat Pro-analitis yang diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar
Proses, DTK, FT UGM
3. Larutan HCL 0,1021 N yang diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses,
DTK, FT UGM
4. NaOH pellets diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK, FT UGM
5. Boraks diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK, FT UGM
6. Indikator Phenolphthalein diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses,
DTK, FT UGM
7. Indikator Methyl Orange diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK,
FT UGM
8. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK, FT UGM
9. Es batu diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses, DTK, FT UGM
10. Kertas saring Whatman 42 diperoleh dari Laboratorium Dasar-Dasar Proses,
DTK, FT UGM

8
B. Alat

1)
Keterangan:
9.
7. 1. Gelas Beker 250 mL
2. Magnetic Stirrer
8. 3. Batang Magnet

1. 4. Knop pengatur kecepatan


3. 5. Knop pengatur suhu
6.
6. Steker
2. 5. 4.
7. Gelas arloji
8. Asam Oksalat kotor
Gambar 2. Rangkaian Alat Pelarutan
9. Sendok pengaduk

2) Keterangan:

1. Elenmeyer 250 mL
6.
5. 2. Corong Buchner
7. 8.
2. 3. Kertas saring Whatman 42
3.
4. Filtrat hasil saring
1.
9. 5. Gelas pengaduk
4.
6. Gelas beker
Gambar 3. Rangkaian Alat Penyaringan 7. Larutan Asam Oksalat kotor
Vakum 8. Pompa Vakum
9. Botol pengaman

9
3)

3. Keterangan:

2. 1. Baskom
2. Es batu
1. 3. Gelas beker 250 mL

Gambar 4. Rangkaian Alat Pendinginan

4)
Keterangan:
7.
1. Gelas beker 250 mL dengan
5. asam oksalat
4.
2. Pemanas listrik
6. 1. 3. Steker
3. 4. Statif
2.
5. Termometer
6. Kipas angin
Gambar 5. Rangkaian Alat Pemekatan
7. Klem
Larutan Asam Oksalat
5)

Keterangan:

3. 1. Buret
2. 2. Statif
1.
3. Klem
4. Larutan sampel
5.
5. Elenmeyer 125 mL
4.

Gambar 6. Rangkaian Alat Titrasi

10
C. Cara Kerja

1. Standarisasi larutan HCL 0,0858 N


Boraks sebanyak 0,2054 gram; 0,2063 gram, dan 0,2067 gram ditimbang
dengan gelas arloji di neraca analitis digital. Setelah itu, masing-masing boraks
dilarutkan daalam elenmeyer 125 mL dengan 25 mL aquadest dan dipanaskan
agar larut. Tiga tetes indicator Methyl Orange lalu ditambah ke masing-masing
larutan tersebut. Buret kemudia diisi dengan larutan HCl 0,0858 N dan
dilakukan proses titrasi dengan larutan boraks sebanyak 3 kali. Volume HCl
yang dibutuhkan untuk titrasi adalah sebanyak 12,7 mL; 12,7 mL; dan 12,4 mL.

2. Pembuatan larutan NaOH 0,1021 N


NaOH pellets sebanyak 1,0499 gram ditimbang dengan botol timbang di
neraca aanalitis digital. Lalu, NaOH tersebut dilarutkan dalam gelas beker yang
sudah berisi 100 mL aquadest. Setelah itu, larutan NaOH diaduk hingga
homogen dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan diencerkan dengan
aquadest hingga tanda batas sambil digojog hingga homogen.

3. Standardisasi Larutan NaOH 0,1021 N dengan HCl 0,0858 N


Pertama-tama buret diisi terlebih dahulu dengan larutan HCl 0,0858 N.
Setelahnya, 10 mL NaOH 0,1021 N diambil dengan pipet volune 10 mL ke
dalam elenmeyer 125 mL dan ditambah indikator phenolphthalein sebanyak 3
tetes. Larutan tersebut lalu dititrasi dengan larutan HCl 0,0858 N sampai 3 kali.
Volume HCl yang dibutuhkan untuk titrasi adalah sebanyak 12,2 mL; 11,8 mL;
dan 11,7 mL.

4. Penentuan Kadar Larutan Asam Oksalat Kotor A


Asam Oksalat kotor A sebanyak 1,0362 gram ditimbang dengan gelas arloji
di neraca analitis digital dan dilarutkan dengan 50 mL aquadest yang sudah
diambil dengan pipet volume 25 mL ke dalam gelas beker 250 mL. Setelah
larutan homogen, 5 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam

11
elenmeyer 125 mL. Larutan tersebut lalu ditambah dengan 3 tetes indikator
phenolphthalein daaan dititrasi dengan NaOH 0,1021 N sampai 3 kali. Volume
NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi adalah sebanyak 12,8 mL; 12,7 mL; dan
13,0 mL.

5. Penentuan Kadar Larutan Asam Oksalat Pro-analitis


Asam Oksalat Pro-analitis sebanyak 1,0345 gram ditimbang dengan gelas
arloji di neraca analitis digital dan dilarutkan dengan 50 mL aquadest yang
sudah diambil dengan pipet volume 25 mL ke dalam gelas beker 250 mL.
Setelah larutan homogen, 5 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke
dalam elenmeyer 125 mL. Larutan tersebut lalu ditambah dengan indikator
phenolphthalein sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan NaOH 0,1021 N
sebanyak 3 kali. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi adalah sebanyak
16,0 mL; 16,0 mL; dan 16,3 mL.

6. Proses Pemurnian Asam Oksalat Kotor A


Pertama-tama, 20,0086 gram asam oksalat kotor ditimbang dengan Petri
dish di neraca analitis digital. Aquadest sebanyak 100 mL diambil dengan gelas
ukur 100 mL ke dalam gelas beker 250 mL. Alat magnetic stirrer dirangkai
terlebih dabulu untuk proses pencampuran. Gelas beker berisi aquadest
diletakkan di atas alat itu dan ke dalamnya juga dimasukkan asam oksalat kotor
tadi. Alat magnetic stirrer lalu dihidupkan dengan skalanya berada pada angka
dua. Pengadukan dengan alat tersebut dilakukan selama 30 menit.

Setelah larutan homogen, campuran langsung disaring ke dalam Elenmeyer


vakum dengan bantuan kertas saring Whatman 42 dan corong Buchner. Filtrat
yang sudah tersaring, dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk dicatat hasil
volume yang besarnya 95 mL. Lima mililiter larutan tersebut kemudian diambil
dengan pipet volume 5 mL ke dalam labu ukur 250 mL untuk diencerkan. Sisa
filtrat yang ada dimasukkan ke dalam gelas beker 250 mL.

12
Sisa filtrat dipanaskan dengan pemanas listrik pada skala 600 Watt dan
dijaga agar suhunya tidak lebih dari 80°C saampai volumenya menjadi setengah
dari volume awal. Setelah kondisinya terpenuhi, larutan tersebut langsung
didinginkan dengan es batu yang telah ditambah air sambil digoyang-goyang
supaya didapatkannya kristal-kristal asam oksalat. Setelah muncul, kristal-
kristal tersebut disaring ke dalam elenmeyer vakum dengan bantuan kertas
saring Whatman 42 dan corong Buchner untuk difiltrasi vakum. Kristal yang
didapat setelahnya langsung di-oven dengan suhunya pada 70°C dan
dimasukkan ke dalam eksikator selama 5 menit.

7. Penentuan Kadar Larutan Asam Oksalat Sebelum Proses Pemurnian


Sepuluh mililiter asam oksalat pada labu ukur 250 mL diambil dengan pipet
volume 10 mL ke dalam elenmeyer 125 mL. Larutan tersebut lalu ditambah
indikator phenolphthalein sebanyak 3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH
0,1021 N sampai 3 kali. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi adalah
sebanyak 4,0 mL; 3,8 mL; dan 3,9 mL.

8. Penentuan Kadar Asam Oksalat Sisa Setelah Proses Pemurnian


Filtrat hasil filtrasi setelah dilakukannya penyaringan krisatal dimasukkan
ke dalam gelas ukur 100 mL untuk diperoleh volumenya yang besarnya 21 mL.
Setelah itu, larutan tersebut diambil sebnyak 5 mL dengan pipet volume 5 mL
ke dalam labu ukur 250 mL untuk diencerkan dengan aquadest hingga tanda
batas. Sepuluh mililiter larutan encer kemudian diambil ke dalam elenmeyer
125 mL dan di beri 3 tetes indikator phenolphthalein. Larutan tersebut lalu
dititrasi dengan larutan NaOH 0,1021 N sebanyak 3 kali. Volume NaOH yang
dibutuhkan untuk titrasi adalah sebanyak 5,2 mL.

9. Penentuan Kadar Larutan Asam Oksalat Hasil Pemurnian


Pertama-tama asam oksalat hasil pemurnian sebanyak 1,0624 gram
ditimbang dengan gelas arloji di neraca analitis digital. Asam oksalat tersebut

13
lalu dilarutkan dengan 50 mL aquadest dan diaduk hingga larutan homogen.
Lima mililiter asam oksalat hasil pelarutan diambil ke dalam elenmeyer 125
mL dengan pipet volume 5 mL. Larutan tersebut lalu ditambah 3 tetes indikator
phenolphthalein dan dititrasi sampai 2 kali dengan larutan NaOH 0,1021 N.
Volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi adalah sebanyak 15,9 mL dan
16,1 mL.

10. Perhitungan Percent Recovery Kristal Asam Oksalat


Petri Dish dengan kertas saring Whatman 42 ditimbang di neraca aanalitis
digital dan diperoleh beratnya sebesar 43,6948 gram. Petri Dish dan kertas
saring tersebut yang sudah berisi kristal-kristal asam oksalat pemurnian dan
yang sudah dimasukkan ke dalam eksikator juga di timbang di neraca analitis
digital dengan beratnya sebesar 51,2092 gram. Kedua hasil penimbangan itu
berguna untuk perhitungan percent recovery kristal asam oksalat.

D. Analisis Data

1. Beberapa asumsi yang ada di dalam percobaan ini adalah sebagai berikut.
a. Semua proses titrasi diberhentikan tepat saat titik ekuivalennya tercapai yang
biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna sehingga data volume
titran yang didapat akurat
b. Pada proses pengenceran NaOH 0,1021 N, asam oksalat, dan pemanasan
boraks, larutan yang tercampur benar-benar homogen sehingga konsentrasi
campurannya sama di setiap bagian.
c. Proses penyaringan tahap pertama dan kedua terhadap asam oksalat kotor,
semua zat pengotor dan kristal-kristalnya tersaring semua sehingga data
percent recovery yang diperoleh akurat
d. Selama pengovenan, air dan zat pengotor yang ada di dalam kristal asam
oksalat teruapkan semua sehingga kristal asam oksalat terjamin kemurniannya

14
dan bebas dari air dan cairan lainnya serta hasil penimbangannya juga menjadi
akurat.
e. Kemurnian larutan asam oksalat pro analitis dapat dianggap 100% sehingga
bisa digunakan sebagai referensi dalam menentukan kadar asam oksalat

2. Perhitungan
a. Penentuan Normalitas Larutan HCl 0,0858 N
1) Normalitas Larutan HCl 0,0858 N
2×𝑊𝑏
𝑁𝐻𝐶𝑙 = (1)
𝑉×𝐵𝑀𝑏

dengan,
𝑁𝐻𝐶𝑙 : Normalitas larutan HCl sesungguhnya, N
𝑊𝑏 : Massa boraks, g
𝐵𝑀𝑏 : Berat molekul relative boraks, g/mol
𝑉 : Volume larutan HCl untuk titrasi, L

2) Normalitas Larutan HCl rata-rata


∑ 𝑁𝐻𝐶𝑙
𝑁𝐻𝐶𝑙 = (2)
𝑛
dengan,
𝑁𝐻𝐶𝑙 : Normalitas larutan HCl rata-rata, N
∑ 𝑁𝐻𝐶𝑙 : Jumlah normalitas larutan HCl hasil titrasi, N
𝑛 : Jumlah data

b. Penentuan Normalitas Larutan NaOH 0,1021 N


1) Normalitas Larutan NaOH 0,1021 N
𝑉𝐻𝐶𝑙 ×𝑁𝐻𝐶𝑙
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = (3)
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻

dengan,

15
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 : Normalitas larutan NaOH, N

𝑉𝐻𝐶𝑙 : Volume larutan HCl 0.0858 N

𝑁𝐻𝐶𝑙 : Normalitas larutan HCl yang bernilai 0,0858 N

𝑉𝑁𝑎𝑜𝐻 : Volume larutan NaOH, mL

2) Normalitas Larutan NaOH rata-rata


∑ 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = (4)
𝑛
dengan,
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 : Normalitas NaOH rata-rata
∑ 𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 : Jumlah normalitas larutan NaOH titrasi, N
𝑛 : Jumlah data

c. Penentuan Kadar Asam Oksalat


1) Normalitas Larutan NaOH rata-rata
2×𝑊𝑎𝑡
𝑁𝑎𝑡 = (5)
𝑉×𝐵𝑀𝑎𝑜

dengan,
𝑁𝑎𝑡 : Normalitas larutan asam oksalat, N
𝑊𝑎𝑡 : Massa asam oksalat, g
𝐵𝑀𝑎𝑜 : Berat molekul relatif asam oksalat, g/mol
𝑉 : Volume larutan, L

2) Normalitas Asam Oksalat Titrasi


𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻
𝑁𝑎𝑠 = (6)
𝑉𝑎𝑠

dengan,

16
𝑁𝑎𝑠 : Normalitas larutan asam oksalat, N
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 : Volume larutan NaOH untuk titrasi, mL
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 : Normalitas larutan NaOH yang bernilai 0.1021 N
𝑉𝑎𝑠 : Volume larutan asam oksalat, mL
*Perhitungan dilakukan untuk larutan asam oksalat pro-analitis, larutan
asam oksalat kotor, larutan asam oksalat hasil pemurnian, larutan asam
oksalat sebelum proses pemurnian, dan larutan asam oksalat setelah
proses pemurnian. Khusus untuk sebelum dan setelah pemurnian, perlu
diperhitungkan factor pengenceran sebanyak 50 kali

3) Normalitas Asam Oksalat Hasil Rata-rata


∑ 𝑁𝑎𝑠
𝑁𝑎𝑠 = (7)
𝑛
dengan,

𝑁𝑎𝑠 : Normalitas asam oksalat titrasi rata-rata, N


∑ 𝑁𝑎𝑠 : Jumlah normalitas asam oksalat hasil titrasi, N
𝑛 : Jumlah data
*Perhitungan dilakukan untuk larutan asam oksalat pro-analitis, larutan
asam oksalat kotor, larutan asam oksalat hasil pemurnian, larutan asam
oksalat sebelum proses pemurnian, dan larutan asam oksalat setelah
proses pemurnian. Khusus untuk sebelum dan setelah pemurnian, perlu
diperhitungkan factor pengenceran sebanyak 50 kali

4) Kadar Asam Oksalat


• Kadar asam oksalat kotor
𝐾𝑎𝑘
𝐾𝑎𝑘 = × 100% (8)
𝐾𝑎𝑝
• Kadar asam oksalat hasil pemurnian

17
𝐾𝑎ℎ
𝐾𝑎ℎ = × 100% (9)
𝐾𝑎𝑝

dengan,
𝐾𝑎𝑘 : Kemurnian asam oksalat kotor, %
𝐾𝑎ℎ : Kemurnian asam oksalat hasil pemurnian, %
𝑁𝑎𝑘 : Normalitas asam oksalat kotor, N
𝑁𝑎ℎ : Normalitas asam oksalat hasil pemurnian, N

𝑁𝑎𝑝 : Normalitas asam oksalat pro-analitis rata-rata, N

5) Kadar Asam Oksalat Rata-rata


∑ 𝐾𝑎𝑘
𝐾𝑎𝑘 = (10)
𝑛
∑ 𝐾𝑎ℎ
𝐾𝑎ℎ = (11)
𝑛
dengan,

𝐾𝑎𝑘 : Kemurnian asam oksalat kotor, %

𝐾𝑎ℎ : Kemurnian asam oksalat pemurnian rata-rata, %


∑ 𝐾𝑎𝑘 : Jumlah kemurnian asam oksalat kotor, %
∑ 𝐾𝑎ℎ : Jumlah kemurnian asam oksalat pemurnian, %
𝑛 : Jumlah data

6) Standar Deviasi Kadar Asam Oksalat

1
𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 = √ × ∑𝑛1(𝐾𝑎𝑘 − 𝐾𝑎𝑘 )2 (12)
𝑛

1
𝑆𝐷𝐾𝑎ℎ = √ × ∑𝑛1(𝐾𝑎ℎ − 𝐾𝑎ℎ )2 (13)
𝑛

dengan,

18
𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 : Standar deviasi kadar asam oksalat kotor
𝑆𝐷𝐾𝑎ℎ : Standar deviasi kadar asam oksalat pemurnian

7) Massa Asam Oksalat Sebelum Pemurnian


𝑁𝑎𝑖 ×𝑉𝑎𝑖 ×𝐵𝑀𝑎
𝑚𝑎𝑖 = (14)
𝑒𝐾𝑎

dengan,
𝑚𝑎𝑖 : Massa asam oksalat sebelum pemurnian, g
𝑁𝑎𝑖 : Normalitas asam oksalat sebelum pemurnian, N
𝐵𝑀𝑎 : Berat molekul asam oksalat, g/mol
𝑒𝐾𝑎 : Bilangan ekuivalen asam oksalat
𝑉𝑎𝑖 : Volume filtrat hasil filtrasi tahap pertama, L

8) Massa Sisa Asam Oksalat Setelah Pemurnian


𝑁𝑎𝑓 ×𝑉𝑎𝑓 ×𝐵𝑀𝑎
𝑚𝑎𝑓 = (15)
𝑒𝐾𝑎

dengan,
𝑚𝑎𝑓 : Massa sisa asam oksalat setelah pemurnian, g

𝑁𝑎𝑓 : Normalitas sisa asam oksalat setelah pemurnian, N

𝐵𝑀𝑎 : Berat molekul asam oksalat, g/mol


𝑒𝐾𝑎 : Bilangan ekuivalen asam oksalat
𝑉𝑎𝑓 : Volume filtrat hasil filtrasi tahap kedua, L

9) Massa Asam Oksalat Teoritis

𝑚𝑎𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 = 𝑚𝑎𝑖 − 𝑚𝑎𝑓 (16)

dengan,
𝑚𝑎𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 : Massa asam oksalat teoritis yang terkristal, g

19
𝑚𝑎𝑖 : Massa asam oksalat sebelum pemurnian, g
𝑚𝑎𝑓 : Massa asam oksalat setelah pemurnian, g

d. Perhitungan Percent Recovery Kristal Asam Oksalat


1) Percent Recovery Kristal Asam Oksalat (basis massa padatan)

𝑉𝑎𝑖
𝑚𝑎ℎ = × 𝑚𝑎ℎ𝑜 (17)
(𝑉𝑎𝑖 −5)
𝑚𝑎𝑏
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% (18)
𝑚𝑎𝑘

dengan,
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 : Presentase massa kristal yang didapat kembali, %
𝑚𝑎ℎ𝑜 : Massa kristal asam oksalat pemurnian, g
𝑚𝑎𝑘 : Massa kristal asam oksalat kotor, g

2) Percent Recovery Kristal Asam Oksalat (basis hasil titrasi)

𝑚𝑎𝑖 −𝑚𝑎𝑓
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100% (19)
𝑚𝑎𝑖

dengan,
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 : Presentase massa kristal yang didapat kembali, %
𝑚𝑎𝑖 : Massa asam oksalat sebelum pemurnian, g
𝑚𝑎𝑓 : Massa asam oksalat sisa setelah pemurnian, g

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan rekristalisasi asam oksalat terdiri atas enam tahap, yaitu pelarutan,
penyaringan pertama, pemekatan, kristalisasi, penyaringan kedua, pengovenan dan
penimbangan. Tahap pelarutan bertujuan membentuk larutan asam oksalat yang homogen.
Pada tahap ini, digunakan magnetic stirrer pada skala dua. Alasan penggunaan magnetic

20
stirrer adalah proses pelarutan asam oksalat kotor yang cukup sulit karena adanya
keberadaan pengotor. Pelarutan juga memerlukan waktu pengadukan yang cukup lama,
sekitar tiga puluh menit sehingga penggunaan magnetic stirrer lebih cocok daripada
pengadukan manual. Asam oksalat kotor dimasukkan dengan menyisakan sedikit aquadest
untuk mencuci sisa-sisa asam kotor yang menempel pada petridish.

Zat-zat pengotor yang tidak larut selanjutnya dipisahkan dari larutannya melalui
tahap penyaringan pertama menggunakan kertas Whatman 40 dan pompa vakum. Alasan
penggunaan kertas Whatman 40 adalah karena kertas ini memiliki pori-pori yang cukup
kecil sehingga sebagian besar pengotor tidak dapat lolos. Pompa vakum bekerja dengan
menciptakan tekanan negatif yang akan menghisap filtrat sehingga melewati kertas saring
Whatman 40 dengan cepat dan terpisah dari pengotor yang tidak ikut tersaring. Setelah itu,
volume filtrat diukur lalu diambil sebanyak 5 mL. Volume filtrat hasil penyaringan pertama
diukur sebanyak 95 mL.

Tahap selanjutnya adalah pemekatan. Pada tahap ini, filtrat yang telah dimasukkan
ke dalam gelas beker selanjutnya dipanaskan dengan pemanas listrik hingga volumenya
berkurang menjadi setengah volume semula agar menjadi lebih pekat. Pemekatan ini
bertujuan meningkatkan konsentrasi asam oksalat agar melebihi kelarutannya. Dalam tahap
ini, kipas angin dihidupkan agar uap-uap air yang menguap dan uap-uap asam yang
berbahaya tertiup sehingga proses pemanasan terjadi lebih cepat.

Setelah mencapai kurang lebih setengah volume awal, larutan segera didinginkan
secara cepat di dalam air berisi batu es (proses quenching). Suhu akhir larutan setelah
pendinginan sekitar 2°C. Pada tahapan ini, kelarutan asam oksalat akan turun akibat
penurunan suhu sehingga menjadi lebih kecil dari konsentrasi asam oksalat. Hal ini
menyebabkan larutan menjadi supersaturated dan kristal-kristal asam oksalat mulai
terbentuk kembali. Larutan ditunggu hingga kristal asam oksalat mulai terbentuk dan
terendap di dasar gelas beker. Setelah kurang lebih 15 menit, larutan hasil pemekatan segera
disaring dengan pompa vakum menggunakan kertas saring Whatman 40. Volume filtrat

21
hasil penyaringan kedua diukur dengan gelas ukur dan didapat sebesar 21 mL. Petridish
dan kertas saring Whatman 40 yang digunakan ditimbang terlebih dahulu dengan neraca
analitis digital sebelum dipakai. Setelah itu, kristal hasil penyaringan bersama dengan kertas
saring Whatman 40 dan petridish dimasukkan ke oven lalu dipanaskan selama 15 menit
pada suhu 70 C. Setelah itu, dimasukkan ke dalam eksikator dan dibiarkan selama 5 menit.
Kristal bersama kertas saring dan petridish ditimbang di atas neraca analitis digital dan
dicatat massanya. Hal ini bertujuan untuk mencari tahu percent recovery asam oksalat.

Kadar asam oksalat kotor dan hasil pemurnian ditentukan melalui serangkaian titrasi.
Proses ini memanfaatkan sifat asam oksalat yang bereaksi dengan NaOH 0,1021 N yang
telah distandardisasi terlebih dahulu. Kadar asam oksalat kotor ditentukan dengan
melarutkan masing-masing asam oksalat kotor sebanyak 1,0362 gram dan asam oksalat
proanalitis sebanyak 1,0345 gram ke dalam 50 mL aquadest yang berbeda. Selanjtutnya,
kedua bahan tersebut. Kedua larutan tersebut diambil sebanyak 10 mL dan dititrasikan
dengan larutan NaOH 0,1021 N. Sebanyak tiga tetes indikator phenolphtalein ditambahkan
sebagai indikator dalam proses titrasi. Kadar asam oksalat kotor adalah perbandingan antara
normalitas larutan asam oksalat kotor dan normalitas larutan asam oksalat proanalitis.
Kemurnian asam oksalat hasil pemurnian ditentukan dengan melarutkan asam oksalat hasil
pemurnian sebanyak 1,0624 gram ke dalam 50 mL aquadest. Larutan ini kemudian
dititrasikan dengan larutan NaOH 0,1021 N. Kadar asam oksalat hasil pemurnian adalah
perbandingan normalitas larutan asam oksalat hasil proses pemurnian dan normalitas
larutan asam oksalat pro analitis yang telah dicari sebelumnya. Dalam proses ini, indikator
phenolphtalein menunjukkan warna bening di awal titrasi dan warna ungu ketika titik
ekuivalen tercapai. Adapun reaksi titrasi yang terjadi antara ion-ion asam oksalat dan ion-
ion NaOH adalah sebagai berikut:

𝐻2 𝐶2 𝑂4 (𝑎𝑞) + 2 𝑁𝑎𝑂𝐻(𝑎𝑞) → 𝑁𝑎2 𝐶2 𝑂4 (𝑎𝑞) + 2𝐻2 𝑂(𝑙) (20)

22
Titrasi dinyatakan selesai (ekuivalen) ketika semua asam oksalat telah habis bereaksi
sehingga pH dari larutan akan naik dan indikator phenolphtalein membuat larutan menjadi
berwarna ungu.

Tabel I. Hasil Perhitungan Normalitas Pemurnian Asam Oksalat

Normalitas rata-rata
No Jenis Asam Oksalat Normalitas (N)
(N)

0,3268
1 Pro Analitis 0,3268 0,3288
0,3329
0,2614
2 Kotor 0,2594 0,2621
0,2655
0,3247
3 Hasil Pemurnian 0,3268
0,3288

Tabel II. Hasil Perhitungan Kemurnian Asam Oksalat

Kadar Kadar rata-rata Standar Deviasi


No Jenis Asam Oksalat
(%) (%) (%)

79,50
1 Kotor 78,88 79,71 0,77
80,75
98,76
2 Hasil Pemurnian 99,38 0,62
100,00

Melalui percobaan diperoleh kadar asam oksalat hasil pemurnian yang lebih tinggi
dari asam oksalat kotor. Perhitungan menunjukkan kadar asam oksalat kotor sebesar 79,71
% sedangkan kadar asam oksalat hasil pemurnian sebesar 99,38 %. Dalam perhitungan
kadar ini, digunakan asam oksalat pro analitis sebagai referensi dengan kemurnian sebesar
100 %. Dapat disimpulkan, kemurnian kristal asam oksalat dapat kita tingkatkan dengan
metode pelarutan, rekristalisasi, dan penyaringan.

23
Kemurnian kristal tidak mencapai 100 % seperti referensi disebabkan masih adanya
pengotor yang tidak tersaring saat proses filtrasi karena ukurannya sangat kecil. Selain itu,
ada kemungkinan terdapatnya pengotor yang terlarut dalam air sehingga tidak bisa
dipisahkan dengan proses filtrasi biasa,

Trend data yang didapatkan pada percobaan ini sesuai dengan dasar teori pada poin
sebelumnya. Kadar asam oksalat dan normalitasnya jauh lebih tinggi setelah proses
pemurnian dibandingkan sebelum proses pemurnian (kotor) tetapi lebih rendah dari asam
oksalat pro analitis. Hal ini disebabkan masih adanya pengotor yang tertinggal dalam kristal
asam oksalat hasil pemurnian. Untuk partikel yang berukuran sangat kecil dapat lolos dari
kertas saring Whatman 40.

Dalam percobaan ini, standar deviasi (SD) digunakan untuk mengetahui sebaran
data-data yang didapat sehingga dapat ditentukan besar kecilnya penyimpangan data yang
terjadi. Standar deviasi atau juga simpangan baku adalah nilai statistik yang menunjukkan
kedekatan data-data dari kumpulan data statistik denganrata-rata dari data tersebut.
Perhitungan standar deviasi kadar asam oksalat kotor dan hasil pemurnian menunjukkan
standar deviasi berturut-turut sebesar 0,77 % dan 0,62 %. Standar deviasi ini cukup kecil
dibandingkan dengan data-data sehingga data yang diperoleh cukup akurat.

Proses rekristalisasi asam oksalat ini sangat berguna dalam proses pemurnian kristal
dari pengotor agar memiliki baku mutu dan harga jual yang lebih tinggi. Selain itu, proses
ini sangat berguna dalam proses pemisahan senyawa-senyawa dengan sifat kelarutan yang
berbeda.

Dapat dilihat dari perhitungan data, nilai recovery percent rekristalisasi asam
oksalat sebesar 37,56% (basis padatan) dan sebesar 70,53% (basis titrasi). Nilai recovery
ini tidak sempurna karena masih ada sisa-sisa kristal yang tertinggal di dalam gelas beker
yang tidak terambil oleh sendok kaca. Selain itu, masih ada sisa-sisa ion asam oksalat yang
terlarut dalam filtrat hasil penyaringan kedua. Oleh karena itu, perlu adanya titrasi filtrat

24
sebelum dan sesudah penyaringan kedua untuk mengetahui berapa banyak asam oksalat
yang masih terlarut dalam proses pelarutan asam oksalat kotor dan ikut terbuang bersama
pengotor hasil penyaringan pertama.

Kesulitan yang didapat dalam melakukan percobaan ini adalah sulitnya menjaga
suhu pada proses pemanasan atau pemekatan asam oksalat kotor. Suhu perlu dijaga agar
tidak melebihi 80°C agar asam oksalat dalam larutan tidak rusak. Kesulitan lainnya pada
saat filtrasi kedua dimana ada sedikit kristal asam oksalat yang tertinggal dalam gelas beker
yang sulit untuk diambil. Kesulitan lainnya adalah proses titrasi yang cukup memakan
waktu yang lama.

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dihasilkan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.

1. Nilai kemurnian asam oksalat dapat ditingkatkan dengan metode pelarutan,


rekristalisasi, dan penyaringan;
2. Normalitas larutan asam oksalat pro analitis, kotor, dan hasil pemurnian berturut-turut
sebesar 0,3288 N; 0,2621 N; dan 0,3268 N;
3. Nilai kemurnian asam oksalat
a. Asam oksalat kotor : 79,71 %
b. Asam oksalat hasil pemurnian : 99,38 %
4. Nilai recovery percent
a. Basis padatan : 37,56 %
b. Basis titrasi : 70,53 %

25
VI. DAFTAR PUSTAKA

Alfonso R & Joseph P Remington. 1990. “Remington's Pharmaceutical Sciences”.


Easton, Pa. Mack Pub. Co.

Hartel. 2001. “Crystalization in Foods”. Aspen Publishes. Gothersburg.

L. Yu & S.M.R. Edens. 2003. “Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition (Second Ed)”.
Lilly Research Laboratories. Indianapolis USA.

Lachman, L & L, Eberman. 1986. “The Theory and Practice of Industrial Pharmacy 3rd
ed”. Lea & Febriger.

Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1994. “Physical Pharmacy”. B. I. Waverly
Pvt. Ltd.

Polmear. 2017. “Light Alloys”. Butterworth-Heinemann.

Smith B, Templar. 2016. “Pharmacology for Nurses”. Jones and Bartlett.

26
VII. LAMPIRAN

A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia


1. Hazard Proses
Hazard proses yang terdapat dalam praktikum ini terjadi saat proses
pemanasan larutan asam oksalat. Pada proses ini digunakan pemanas listrik,
sehingga praktikan harus berhati-hati dalam pemakaiannya dan menjauhkan
bahan yang mudah terbakar dari pemanas. Selain itu, saat pemanasan, larutan
asam oksalat mengeluarkan uap yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga selama
pemanasan kipas angin harus terus dinyalakan. Praktikan juga harus menghindari
berada di sekitar kipas sehingga tidak menghirup gas berbahaya yang ditiupkan
kipas angin. Alat-alat dalam percobaan ini terbuat dari kaca sehingga jika pecah
maka pecahannya atau serpihannya dapat melukai tubuh. Aquadest atau larutan
yang dipakai dalam percobaan ini dapat tumpah dan membuat lantai menjadi licin
sehingga praktikan dapat terpleset. Percobaan ini juga menggunakan kipas angin
yang memiliki baling-baling cukup tajam dan dapat melukai praktikan

2. Hazard Bahan
a. Asam oksalat
Asam oksalat bersifat iritan, yang artinya dapat menyebabkan iritasi bila
berkontak dengan mata atau kulit, dan juga bila tertelan maupun terhirup.
Asam Oksalat juga bersifat korosif bila terkena mata ataupun kulit,
berbahaya bila terhirup dan dapat meledak pada suhu tinggi.

b. Larutan HCl 0,0858 N


HCl 0,0858 N bersifat irritant apabila berkontak dengan mata dan kulit,
juga apabila tertelan, maupun terhirup. Larutan HCl 0,0858 N juga
bersifat korosif apabila mengenai mata atau kulit, serta berbahaya bagi
tubuh apabila tertelan.

27
c. Larutan NaOH 0,1021 N
NaOH 0,1021 N bersifat irritant jika berkontak dengan mata, kulit,
tertelan, maupun terhirup. Larutan NaOH 0,1021 N juga bersifat korosif
bila berkontak dengan mata atau kulit, reaktif terhadap logam, serta
berbahaya bagi tubuh apabila tertelan.

d. Boraks (Natrium Tetraborat)


Boraks bersifat iritan bila berkontak dengan kulit, mata, tertelan, atau
terhirup. Selain itu, boraks tidak bersifat korosif dan tidak mudah terbakar.

e. Aquadest
Aquadest tidak memiliki hazard yang berbahaya bagi tubuh.

f. Indikator phenolphthalein
Phenolphtalein bersifat irritant apabila berkontak dengan mata atau kulit,
dan juga apabila terhirup, maupun tertelan. Indikator phenolphthalein juga
bersifat flammable (mudah terbakar).

g. Indikator methyl orange


Methyl orange bersifat iritan bila berkontak dengan mata dan kulit, juga
bila terhirup maupun tertelan. Indikator methyl orange juga berbahaya
bagi tubuh jika tertelan karena bersifat toxic.

B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri


Alat pelindung diri yang digunakan pada praktikum ini adalah:

1. Jas laboratorium lengan panjang


Jas laboratorium lengan panjang digunakan untuk melindungi tubuh praktikan
dari kontak langsung dengan bahan kimia berupa asam oksalat, HCl, NaOH,

28
boraks, indikator phenolphtalein, dan indicator methyl orange yang menyebabkan
iritasi pada kulit.

2. Googles
Goggles digunakan untuk melindungi mata praktikan dari kontak dengan bahan
kimia, terutama berupa cipratan maupun serbuk padatan bahan kimia antara lain
asam oksalat, HCl, NaOH, Boraks, indicator phenolphtalein, dan indikator methyl
orange.

3. Masker
Masker berfungsi untuk melindungi mulut dan hidung praktikan terhadap kontak
dengan bahan kimia, agar tidak menghirup uap asam oksalat serta melindungi dari
partikel-partikel debu selama praktikum.

4. Gloves
Gloves digunakan untuk melindungi tangan praktikan dari bahan kimia berbahaya
karena tangan belum tertutup oleh jas laboratorium. Gloves melindungi tangan
praktikan dari asam oksalat, HCl, NaOH, Boraks, indikator phenolphtalein, dan
indikator methyl orange yang mengiritasi tangan.

5. Sepatu tertutup dan kaos kaki


Sepatu tertutup dan kaos kaki digunakan untuk melindungi kaki praktikan dari
kontak dengan bahan kimia, berupa asam oksalat, HCl, NaOH, boraks, indikator
phenolphtalein, dan indikator methyl orange.

C. Manajemen Limbah
Kategori manajemen limbah dalam percobaan ini berdasarkan jenisnya adalah.
1. Limbah standardisasi HCl 0,0858 N dengan boraks dibuang ke tempat
penampungan limbah halogen.

29
2. Larutan HCl 0,0858 N sisa titrasi dikembalikan ke botol penyimpanan larutan
HCl 0,0858 N.
3. Limbah standardisasi NaOH 0,1021 N dengan HCl 0,0858 N dibuang ke tempat
penampungan limbah halogen.
4. Limbah titrasi asam oksalat kotor dengan NaOH 0,1021 N dibuang ke tempat
penampungan limbah non halogen.
5. Limbah titrasi asam oksalat pro analitis dengan NaOH 0,1021 N dibuang ke
tempat penampungan limbah non halogen.
6. Limbah titrasi larutan asam oksalat hasil pemurnian dengan NaOH 0,1021 N
dibuang ke tempat penampungan limbah non halogen.
7. Larutan NaOH 0,1021 N sisa titrasi dibuang ke tempat penampungan limbah non
logam berat
8. Sisa asam oksalat kotor dibuang ke tempat penampungan limbah non halogen.
9. Sisa kristal asam oksalat hasil pemurnian dibuang pada tempat khusus yang
disediakan.
10. Sisa asam oksalat pro analitis dibuang ke tempat penampungan limbah non
halogen.
11. Sisa asam oksalat hasil pemurnian dibuang ke temat penampungan limbah non
halogen.
12. Filtrat hasil penyaringan kristal dibuang ke tempat penampungan limbah non
halogen.
13. Cake pengotor sisa penyaringan pertama dibuang ke tempat sampah.

D. Data Percobaan
1. Standardisasi Larutan HCl 0,0858 N dengan Larutan Boraks
Volume Larutan Boraks : 25 mL

30
Tabel III. Data Standardisasi Larutan HCl 0,0858 N dengan Boraks
Titrasi ke- Massa Boraks, gr Volume HCl, mL
1 0,2054 12,7
2 0,2063 12,7
3 0,2067 12,4

2. Standardisasi Larutan NaOH 0,1021 N


Tabel IV. Data Standardisasi Larutan NaOH 0,1021 N dengan Larutan HCl 0,0858 N
Titrasi ke- Volume NaOH, mL Volume HCl, mL
1 10 12,2
2 10 11,8
3 10 11,7

3. Penentuan Kemurnian Asam Okasalat Kotor


Berat Asam Oksalat Kotor : 1,0362 gram
Volume Larutan : 50 mL
Kode Sampel :A

Tabel V. Titrasi Larutan Asam Oksalat Pro Analitis dengan Larutan NaOH 0,1021 N
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH, mL
1 5 12,8
2 5 12,7
3 5 13

4. Penentuan Kemurnian Asam Oksalat Pro Analitis


Massa Asam Oksalat Pro Analitis : 1,0345 gram
Volume Larutan : 50 mL

31
Tabel VI. Titrasi Larutan Asam Oksalat Pro Analitis dengan Larutan NaOH 0,1021 N
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH, mL
1 5 16
2 5 16
3 5 16,3

5. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Oksalat sebelum Rekristalisasi


Volume Filtrat Awal : 95 mL
Pengenceran : 50 kali

Tabel VII. Titrasi Asam Oksalat dengan Larutan NaOH 0,1021 N sebelum
Rekristalisasi
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH , mL
1 10 4
2 10 3,8
3 10 3,9

6. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Oksalat Sisa setelah Rekristalisasi


Volume Filtrat Akhir : 21 mL
Waktu Pendinginan : 10 menit
Suhu Pendinginan : 2°C
Pengenceran : 50 kali

Tabel VIII. Titrasi Larutan Asam Oksalat Sisa demham Larutan NaOH 0,1021 N
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH, mL
1 10 5,2

7. Penentuan Kemurnian Asam Oksalat Hasil Pemurnian


Massa Asam Oksalat Hasil Pemurnian : 1,0624 gram

32
Volume Larutan : 50 kali

Tabel IX. Titrasi Asam Oksalat Hasil Pemurnian dengan NaOH 0,1021 N
Titrasi ke- Volume Asam, mL Volume NaOH, Ml
1 10 15,9
2 10 16,1

8. Penentuan Percent Recovery Asam Oksalat Hasil Pemurnian


Massa Asam Oksalat sebelum Pemurnian : 20,0086 gram
Volume Larutan : 50 mL
Massa Petridish + Kertas Saring Kosong : 43,6948 gram
Massa Petridish + Kertas Saring + Kristal Asam Oksalat : 51,2092 gram

E. Perhitungan

a. Perhitungan Normalitas HCl 0,0858 N


1. Normalitas HCl 0,0858 N

2 × 0,2054 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑁𝐻𝐶𝑙1 = = 0,0848 𝑁
0,025 𝐿 × 12,7

2 × 0,2063 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑁𝐻𝐶𝑙2 = = 0,0852 𝑁
0,025 𝐿 × 12,7

2 × 0,2067 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑁𝐻𝐶𝑙3 = = 0,0874 𝑁
0,025 𝐿 × 12,7

2. Normalitas HCl 0,0858 N rata-rata


0,0848 𝑁 + 0,0852 𝑁 + 0,0874 𝑁
𝑁𝐻𝐶𝑙 = = 0,0858 𝑁
3

33
b. Perhitungan Normalitas NaOH 0,1021 N
1. Normalitas HCl 0,1021 N

12,2 𝑚𝐿 × 0,0858 𝑁
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻3 = = 0,1047 𝑁
10 𝑚𝐿

11,8 𝑚𝐿 × 0,0858 𝑁
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻2 = = 0,1013 𝑁
10 𝑚𝐿

11,7 𝑚𝐿 × 0,0858 𝑁
𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻3 = = 0,1004 𝑁
10 𝑚𝐿

2. Normalitas NaOH 0,1021 N rata-rata

0,1047 𝑁 + 0,1013 𝑁 + 0,1004 𝑁


𝑁𝑁𝑎𝑂𝐻 = = 0,1021 𝑁
3

c. Penentuan Kadar Asam Oksalat


1. Normalitas Asam Oksalat Pro Analitis Teoritis

2 × 1034,5 𝑚𝑔
𝑁𝑎𝑡 = = 0,3284 𝑁
50 𝑚𝐿 × 126 𝑚𝑔/𝑚𝑚𝑜𝑙

2. Normalitas Asam Oksalat Hasil Titrasi


• Asam Oksalat Pro Analitis:
16 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑝𝑎 = = 0,3268 𝑁
5 𝑚𝐿
16 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑝𝑎 = = 0,3268 𝑁
5 𝑚𝐿

34
16,3 𝑚𝐿 × 01021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑝𝑎 = = 0,3329 𝑁
5 𝑚𝐿

Normalitas Asam Oksalat Pro Analitis rata-rata:

0,0,3268 𝑁 + 0,0,3268 𝑁 + 0,3329 𝑁


𝑁𝑎𝑠 𝑝𝑎 = = 0,3288 𝑁
3

• Asam Oksalat Kotor:

12,8 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑘 = = 0,2614 𝑁
5 𝑚𝐿

12,7 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑘 = = 0,2594 𝑁
5 𝑚𝐿

13 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 𝑘 = = 0,2655 𝑁
5 𝑚𝐿

Normalitas Asam Oksalat Pro Analitis rata-rata:

0,2614 𝑁 + 0,2594 𝑁 + 0,2655 𝑁


𝑁𝑎𝑠 𝑘 = = 0,2621 𝑁
3

• Asam Oksalat Sebelum Rekristalisasi


Dengan persamaan (6) dan (7), dan dengan perhitungan yang sama pada
penentuan normalitas asam oksalat titrasi lainnya, maka didapatkan tabel
sebagai berikut:

35
Tabel X. Data Hasil Perhitungan Normalitas Asam Oksalat Sebelum Rekristalisasi

Vol Asam Oksalat, mL Vol Naoh, mL Nas i Nas I x 50


10 4 0,0408 2,0422
10 3,8 0,0388 1,9401
10 3,9 0,0398 1,9912
Rata-rata 0,0398 1,9912

• Asam Oksalat Setelah Rekristalisasi


5,2 × 0,1021
𝑁𝑎𝑠 𝑓 =
10

𝑁𝑎𝑠 𝑓 = 0,0531 𝑁

𝑁𝑎𝑠 𝑓 50 × = 0,0531 × 50

𝑁𝑎𝑠 𝑓 50 × = 2,6549 𝑁

• Asam Oksalat Hasil Pemurnian:


15,9 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 ℎ = = 0,3247 𝑁
5 𝑚𝐿

16,1 𝑚𝐿 × 0,1021 𝑁
𝑁𝑎𝑠 ℎ = = 0,3288 𝑁
5 𝑚𝐿

Normalitas Asam Oksalat Pro Analitis rata-rata:


0,3247 𝑁 + 0,3288 𝑁
𝑁𝑎𝑠 ℎ = = 0,3268 𝑁
2

3. Kadar Asam Oksalat Kotor dan Hasil Pemurnian:

• Kadar Asam Oksalat Kotor:

36
0,2614 𝑁
𝐾𝑎𝑘1 = × 100% = 79,50%
0,3288 𝑁

0,2594 𝑁
𝐾𝑎𝑘2 = × 100% = 78,88%
0,3288 𝑁

0,2655 𝑁
𝐾𝑎𝑘3 = × 100% = 80,75%
0,3288 𝑁

Kadar Asam Oksalat Kotor Rata-Rata:

79,50% + 78,88% + 80,75%


𝐾𝑎𝑘 = = 79,71%
3

• Kadar Asam Oksalat Hasil Pemurnian:

0,3247 𝑁
𝐾𝑎ℎ1 = × 100% = 98,76%
0,3288 𝑁

0,3288 𝑁
𝐾𝑎ℎ2 = × 100% = 100,00%
0,3288 𝑁

Kadar Asam Oksalat Kotor Rata-Rata:

98,76% + 100,00%
𝐾𝑎ℎ = = 99,38%
2

4. Standar Deviasi Asam Oksalat

1
𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 = √ ((69,92% − 70,13%)2 + (70,55% − 70,13%)2 + (69,92% − 70,13)2 )
3

𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 = 7,7457 × 10−3

37
1
𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 = √ ((98,76% − 99,38%)2 + (100,00% − 99,38%)2 )
2

𝑆𝐷𝐾𝑎𝑘 = 6,2000 × 10−3

5. Massa Asam Oksalat Sebelum Pemurnian


1,9912 × 0.095 × 126,07
𝑚𝑎𝑖 =
2

𝑚𝑎𝑖 = 11,9238 𝑔𝑟𝑎𝑚

6. Massa Asam Oksalat Setelah Pemurnian


2,6549 × 0.021 × 126,07
𝑚𝑎𝑓 =
2

𝑚𝑎𝑓 = 3,5144 𝑔𝑟𝑎𝑚

7. Massa Asam Oksalat Teoritis


𝑚𝑎𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 = 11,9238 − 3,5144

𝑚𝑎𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 = 8,4094 𝑔𝑟𝑎𝑚

d. Perhitungan Percent Recovery Kristal Asam Oksalat


1. Percent recovery Kristal Asam Oksalat (basis massa padatan)
95
𝑚𝑎ℎ = × 7,5144
(95 − 5)

𝑚𝑎ℎ = 7,9319 𝑔𝑟𝑎𝑚

7,5144
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100%
20,0086

% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 37,56%

38
2. Percent Recovery Kristal Asam Oksalat (basis hasil titrasi)
8,4094
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = × 100%
11,9238

% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 70,53%

39
RESUME

Resume dari revisi laporan resmi praktikum kode C ini adalah sebagai berikut.

1. Font pada judul cover laporan resmi telah diubah jenisnya


2. Sudah diberi tanda tangan pada lembar pengesahan
3. Sudah dirapikan semua spacing dan dan penjorokan awal kalimat di semua bab.
4. Faktor tekanan pada pengaruh besarnya kelarutan sudah dihilangkan
5. Penggunaan titik dua seudah dibenarkan sesuai PUEBI dan diganti dengan titik
6. Kesalahan salah ketik pada kalimat yang tidak benar sudah dibenarkan
7. Penulisan pengejaan huruf kapital, konjungsi, dan unsur-unsur lain sudah dibenarkan
sesuai PUEBI
8. Sudah ditambah kelarutan asam oksalat dalam air dan pengaplikasian pengkristalah pada
industri
9. Sudah dibenarkan penulisan cara kerja dan bold judul subbabnya
10. Penulisan sitasi dasar teori sudah disamakan dengan daftar pustakanya
11. Penulisan kesimpulan sudah menggunakan poin-poin
12. Korelasi tidak 100%-nya percent recovery dengan referensi sudah ditulis
13. Penulisan daftar Pustaka dan penambahan sumber yang kurang sudah ditulis dan
dibenarkan beserta spasinya
14. Bagian kesulitan dalam percobaan sudah dipindah di pembahasan
15. Penulisan derajat sudah ditambahkan dan tulisan di tabel sudah ditengahkan
16. Daftar Pustaka sudah ditambah
17. Revisi Turnitin sudah di lakukan pada dasar teori, pembahasan, dan lampiran

Anda mungkin juga menyukai