Anda di halaman 1dari 6

PERPINDAHAN PANAS PADA ABSORPSI

Absorpsi adalah proses pemisahan bahan atau komposisi dari suatu


campuran gas dengan cara pengikatan bahan tersebut pada absorben cair yang
diikuti dengan pelarutan. Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya
oleh gaya-gaya fisik jika pada absorpsi fisik atau juga oleh ikatan kimia jika pada
absorpsi kimia. Proses terjadinya absorpsi ini sendiri melibatkan peristiwa
perpindahan, yaitu perpindahan massa (mass transfer) dan juga perpindahan panas
(heat transfer) yang terjadi dalam suatu alat yang disebut dengan absorber.
1. Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang perpindahan
energi dalam bentuk panas yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara
kedua benda atau material (Incopera, 1996)). Ilmu perpindahan panas melengkapi
hukum pertama dan hukum kedua termodinamika, sebagai contohnya pada
peristiwa pendinginan yang berlangsung pada suatu batangan baja panas yang
dicelupkan kedalam air, maka dengan termodinamika kita dapat menentukan suhu
kesetimbangan akhir dari suhu batangan baja tersebut. Termodinamika ini
memiliki keterbatasan yaitu tidak akan dapat menunjukkan kepada kita berapa
lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan itu atau berapa suhu
batangan tersebut pada saat sebelum tercapainya keseimbangan, tetapi disamping
itu, ilmu perpindahan panas dapat membantu kita untuk menentukan suhu
batangan baja sebagai fungsi waktu. Perpindahan panas yang terjadi di dalam
absorber diantaranya adalah antara fluida dengan dinding pipa dan juga pada
dinding pipa itu sendiri. Perpindahan panas yang terjadi pada absorber yaitu:
1) Konduksi
2) Konveksi

2. Siklus Absorpsi
Siklus absorpsi adalah siklus termodinamika yang dapat digunakan
sebagai siklus refrigerasi dan digerakkan oleh energi dalam bentuk panas. Sistem
absorbsi ditemukan oleh Ferdinand Carre, seseorang berkebangsaan perancis
yang memperoleh hak paten tersebut dari pemerintah Amerika Serikat pada
tahun 1959. Siklus absorpsi dapat digunakan untuk menghasilkan efek refrigerasi.
Siklus ini menggunakan panas sebagai sumber energi utama untuk menghasilkan
efek pendinginan. Kunci utama siklus ini adalah memanfaatkan kemampuan
mengikat-melepas pasangan zat kimia antara refrigerant dan absorben. Beberapa
pasangan larutan dan refrigerant yang dapat digunakan pada siklus absorpsi
adalah amonia dengan air dan pasangan litium bromida dengan air. Pasangan
refrigerant dan absorben ini dapat dijumpai di pasaran pada mesin-mesin
pendingin siklus absorpsi.
Prinsip kerja dari siklus absorpsi adalah memanfaatkan ikatan kimia antara
dua zat. Zat yang bertugas menyerap (mengikat) dinamakan dengan absorbat,
sedangkan zat yang diserap atau diikat oleh zat lain disebut dengan absorbat,
Karena zat yang diikat ini juga sekaligus bertindak sebagai fluida kerja yang
melakukan pendinginan, maka absorbate akan bertugas sebagai refrijeran, atau
biasa disebut fluida utama (primer), sementara fluida sekunder adalah absorbent.
Komponen utama siklus absorbsi sederhana ini adalah evaporator,
kondensor, generator, absorber, dan pompa. Prinsip kerja siklus ini dapat dibagi
atas dua bagian siklus, yaitu siklus pertama merupakan siklus refrrigeran
setelah terpisah dari absorbent, Siklus kedua adalah siklus absorbent dimana di
dalamnya juga termasuk refrijeran yang terlarut atau terikat dengan absorbent.

3. Perpindahan Panas Secara Konduksi


Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor
dimana kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu
rendah dalam suatu medium padat atau medium-medium berlainan yang
bersinggungan secara langsung. Perpindahan panas secara konduksi pada
absorber terjadi pada dinding tube dimana panas dari larutan ammonia air akan
merambat melalui dinding tube. Laju aliran kalor secara konduksi dapat
dihitung melalui rumus berikut (Cengel, 1989).

𝛿𝑇
𝑞 = −𝑘𝐴
𝛿𝑥

Keterangan:
q = laju aliran kalor (watt)

k = konduktifitas termal bahan (W/(m2.̊ C)


𝛿𝑇
= beda temperatur ̊C/m
𝛿𝑥
A = luas permukaan perpindahan kalor (m2)

Tanda minus pada persamaan di atas diselipkan dengan tujuan untuk


memenuhi hukum kedua termodinamika dimana hukum tersebut menyatakan
bahwa kalor mengalir dari temperatur tinggi menuju ke temperratur yang lebih
rendah, dan tanda minus tidak berpengaruh pada nilai laju aliran kalornya. Arah
aliran energi kalor adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah.
Bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam)
merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya, dimana jika
sebatang besi atau sembarang jenis logam dimana salah satu ujungnya diulurkan
dalam nyala api, maka kalor akan berpindah dari ujung yang panas ke ujung
yang dingin. Energi kalor lalu diterima batang dari api dan kemudian akan
memindahkan sebagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun
bahan tersebut ketika ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api.
Molekul dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan
menurut proses perpindahan panas konduksi. Aliran elektron akan memainkan
peranan penting dalam pengangkutan kalor di dalam bahan. Jumlah energi kalor
pada berbagai material berbeda disebabkan karena susunan molekul dan juga
atom di dalam setiap bahan adalah berbeda. Susunan molekul antara satu fasa dan
fasa lainnya adalah berbeda. Bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat,
sedangkan bahan berfasa gas seperti udara memiliki molekul udara yang sangat
renggang. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat seperti kayu, dan besi, maka
molekul besi akan lebih rapat susunan molekulnya daripada molekul kayu (Frank
Kreith, 1991). Perpindahan konduksi di absorber terjadi pada tube atau pipa.

3. Perpindahan Panas Secara Konveksi


Perpindahan panas secara konveksi adalah suatu proses perpindahan panas
dengan melibatkan perpindahan massa molekul-molekul fluida dari satu tempat
ke tempat lainnya. Perpindahan panas secara konveksi yang terjadi pada absorber
terdapat pada dua sisi aliran, yaitu sisi aliran luar dan sisi aliran dalam. Sisi aliran
luar adalah sisi aliran absorbat dan sisi aliran dalam adalah sisi aliran absorben.
3.1 Sisi Absorbat (Sisi Aliran Luar)
Pada persoalan sisi aliran luar, lapisan batas aliran akan berkembang
secara bebas tanpa adanya batasan yang disebabkan oleh permukaan yang berada
di dekatnya, sehubungan dengan itu akan selalu ada daerah lapisan batas yang
berada di sisi luar aliran, sehingga membuat kondisi dimana gradien kecepatan
temperatur dapat diabaikan. Salah satu contohnya yaitu pergerakan fluida di atas
plat datar. Laju perpindahan panasnya dinyatakan dengan persamaan berikut:

𝑞 = ℎ. 𝐴𝑠. (𝑇𝑠 − 𝑇∞)


Keterangan:
h = Koefisien perpindahan panas konveksi
As = Luas permukaan perpindahan kalor
Ts = Suhu pada plat
T∞ = Suhu larutan amonia
q = Laju perpindahan panas

3.2 Sisi Absorben (Sisi Aliran Dalam)


Berbeda dengan aliran luar yang tidak memiliki batasan luar, pada aliran
dalam seperti halnya yang terjadi di dalam pipa, adalah suatu kondisi dimana
fluida tersebut dibatasi oleh permukaan sehingga lapisan batas tidak dapat
berkembang secara bebas seperti halnya pada sisi aliran luar. Pada absorber fluida,
yang ada di dalam pipa adalah air pendingin. Laju perpindahan panas sisi aliran
dalam atau sisi absorben dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

𝑞 = 𝑚. 𝐶𝑝. (𝑇𝑜 − 𝑇𝑖)

Keterangan:
m = Laju aliran massa air
Cp = Koefisien thermal bahan
ΔT = Beda temperatur
q = Laju perpindahan panas
Alat penukar kalor dalam berbagai kasus dibuat dengan susunan tabung
bersirip (finned tube) untuk membuang kalor dari fluida panas, namun dalam
pembahasan nilai-nlai parameter penting untuk perhitungan laju perpindahan
panas, tidak membahas mengenai efektifitas sirip atau fin melainkan hanya
membahas mengenai perpindahan panas pada tabung atau tube-nya saja sehingga
persamaan yang dibahas adalah tentang tube dengan perhitungan menggunakan
persamaan konveksi yang secara umum digunakan pada penukar kalor pipa ganda
(double pipe) ataupun tabung pipa (shell and tube). Biasanya salah satu fluida
dalam penukar panas mengalir dalam pipa, sedang fluida yang lain mengalir
dalam ruang annulus sebuah pipa yang lebih besar atau dalam ruang sebuah shell
yang memuat banyak pipa. Perpindahan panas yang berlangung secara radial
terhadap pipa, antara lain fluida di dalam pipa dengan permukaan dinding pipa di
sisi dalam dimana panas berpindah secara konveksi, kemudian panas menjalar
secara konduksi melalui logam dinding pipa, sedangkan diluar pipa terjadi lagi
konveksi.
Nilai laju perpindahan panas dalam alat penukar kalor dapat dihitung
berdasarkan teori perpindahan panas secara konveksi. Selain laju perpindahan
panas, parameter penting yang mempengaruhi efektifitas suatu alat penukar kalor
adalah nilai koefisien perpindahan panasnya. Besarnya koefisien perpindahan
panas secara konveksi dapat diperkirakan dari persamaan-persamaan empiris,
berbeda dengan konveksi di luar pipa, yang mana dalam mencari persamaan
empiris ini harus diperhatikan:
1) Sifat fluida
2) Sifat aliran
3) Jenis perpindahan panas (pemanasan atau pendinginan)
4) Letak pipa.

Anda mungkin juga menyukai