TINJAUAN PUSTAKA
Dimana :
∆P = perbedaan tekanan dari titik 1 ke titik 2 (N/m2)
f = faktor friksi
∆L = panjang pipa (m)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
D = diameter (m)
Kerugian tekanan ada dua macam, yaitu major losses dan minor losses. Major losses
merupakan kehilangan tekanan akibat adanya pengaruh gesekan aliran fluida kerja, dimana
losses ini memiliki porsi yang besar. Sedangkan minor losses adalah kerugian tekanan
akibat perubahan arah aliran, perubahan penampang aliran, dan perubahan gesekan akibat
adanya fitting (belokan, percabangan, katup, sambungan, dll.) (Suryawan, 2008).
Menurut Malau (2012), kerugian energi per satuan berat fluida dalam pengairan cairan
dalam sistem perpipaan disebut sebagai kerugian head (head loss).
Head loss mayor, terjadi akibat adanya ke kentalan zat cair dan turbulensi karena
adanya kekasaran dinding batas pipa danakan menimbulkan gaya gesek yang akan
menyebabkan kehilangan energi disepanjang pipa dengan diameter konstan pada
aliran seragam. Kehilangan energy sepanjang satu satuan panjang akan konstan selama
kekasaran dan diameter tidak berubah (Malau 2012).
Menurut Malau (2012), Head loss mayor dapat dihitung dengan menggunakan salah
satu dari dua persamaan berikut:
Persamaan Darcy– Weisbach yaitu:
∆L 𝑣 2
Hf = f ………….................………..….......II-6
2D
Dimana:
Hf = head loss mayor (m)
f = faktor gesekan (diperoleh dari diagram Moody)
D = diameter pipa (m)
ΔL = panjang pipa (m)
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
Head loss minor, kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesoris
lainnya. Misalnya terjadi pada perubahan arah seperti pembelokan (elbow),
bengkokan (bends), pembesaran tampang (expansion), serta pengecilan penampang
(contraction). Kehilangan energi sekunder atau head loss minor ini akan
mengakibatkan adanya tumbukan antara partikel zat cair dan meningkatnya gesekan
karena turbulensi serta tidak seragamnya distribusi kecepatan pada suatu penampang
pipa. Adanya lapisan batas terpisah dari dinding pipa maka akan terjadi olakan atau
pusaran air. Adanya olakan ini akan mengganggu pola aliran laminer sehingga akan
menaikkan tingkat turbulensi (Malau 2012).
Menurut Malau (2012), head loss minor dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagi berikut:
V2
Hm n k ……………….................…..….......II-7
2g
Dimana :
Hm = head loss minor (m)
n = jumlah komponen minor losses
v = kecepatan fluida (m/s)
k = koefisien minor losses (lampiran koefisien minor losses peralatan pipa)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Kerugian head (Head Loss)
Menurut Malau (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kerugian
dalam aliran fluida yaitu:
Kecepatan aliran
Luas penampang saluran
Faktor friksi
Viskositas
Densitas fluida
Sedangkan untuk aliran turbulen nilai faktor gesekan diperoleh dengan menggunakan
diagram moody sebagai fungsi dari angka Reynold (Reynolds Number) dan kekasaran relatif
(Relative Roughness nilainya dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai fungsi dari nominal
diameter pipa dan kekasaran permukaan dalam pipa (ℰ) yang tergantung dari jenis material
pipa (Malau, 2012).
Tabel II.1 Nilai Kekasaran Dinding untuk Berbagai Pipa Komersil
Absolute roughness Absolute roughness
Material
(in x 10-3) (micron or m x 10-6)
Riveted steel 36-360 915-9150
Concrete 12-120 305-3050
Ductile iron 102 2591
Wood stave 3,6-7,2 91-183
Galvanized iron 6 152
Cast iron – asphalt dipped 4.8 122
Cast iron uncoated 10 254
Carbon steel or wrought iron 1,8 45
Stainless steel 1,8 45
Fiberglass 0,2 5
Drawn tubing – glass, brass, plastik 0,06 1,5
Copper 0,06 15
Aluminium 0,06 1,5
PVC 0,06 1,5
Red brass 0,06 1,5
Menurut Geankoplis (1997), akibat adanya gesekan antar fluida dan dinding fluida
dalam aliran fluida, maka akan terjadi kehilangan energy (Head loss)
V2
L………………….........................…........II-8
Fs 4f
2D
Dimana :
Fs = friksi fanning (N/m2)
f = faktor friksi
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
∆L = panjang pipa (m)
D = diameter (m)
Frictional Losses in mechanical energy balance equation
Menurut Geankoplis (1997), friction loss dari gesekan pada pipa lurus (fanning
friction), expansion loss, contraction loss dan kerugian dalam pemasangan sambungan dan
katup semuanya dimasukkan pada persamaan 𝛴F berikut :
2 2 2
∆𝐿 𝑣 2 𝑣1 𝑣2 𝑣1
∑𝐹 = 4𝑓 + 𝐾𝑒𝑥 + 𝐾𝑐 + 𝐾𝑓 ............................II-9
𝐷 2 2 2⍺ 2
𝛴 𝐹 = friksi (N/m2)
f = faktor friksi
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
K = koefisien friction fitting
∆L = panjang pipa (m)
D = diameter (m)
Menurut Geankoplis (1997), jika semua kecepatan V1, V2 dan V2 semuanya sama, dari
persamaan diatas menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu :
∆𝐿 𝑣2
∑𝐹 = (4𝑓 + 𝐾𝑒𝑥 + 𝐾𝑐 + 𝐾𝑓 ) ..................................II-10
𝐷 2
Dimana :
Σ F = friksi (N/m2)
f = faktor friksi
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
K = koefisien friction fitting
∆L = panjang pipa (m)
D = diameter (m)
tambahan dari turbulensi karena vortisitas dan faktor lainnya. Metode untuk memperkirakan
friction loss pada sambungan akan dibahas dibawah ini:
1. Sudden Enlargement losses
Jika penampang pipa membesar secara bertahap, maka kerugian sangat sedikit atau
mungkin tidak terjadi. Jika perubahan itu terjadi secara tiba-tiba, akan menimbulkan
kerugian tambahn karena pusaran dibentuk oleh jet expansi di bagian yang diperbasar
(Geankoplis, 1997).
Keterangan :
ℎ𝑒𝑥 = friction loss (N/m2)
𝐾𝑒𝑥 = koefisien expansion loss (1-A1/A2)2
𝑣1 = kecepatan masuk pada area yang lebih kecil (m/s)
K = koefisien friction fitting
𝑣2 = kecepatan downstream (m/s)
𝛼 = 1 untuk aliran turbulen, ½ untuk aliran laminar
2. Sudden Contaction Losses
Ketika penampang dari pipa mengecil secara tiba-tiba, aliran tidak dapat mengikuti
sekitar sudut yang tajam, dan friction loss bertambah karena terjadi pusaran (Geankoplis,
1997).
Menurut Geankoplis (1997), Friction loss dapat dihitung dengan cara berikut untuk
aliran turbulen :
𝐴 2 𝑣2 𝑣2
ℎ𝑐 = 0.55 (1 − 𝐴 2 ) 2
= 𝐾𝑐 2𝛼2 ..............……...........II-12
21 2𝛼
Keterangan :
ℎ𝑐 = friction loss (N/m2)
𝐴 = 1 untuk aliran turbulen, ½ untul aliran laminer (m2)
𝑣2 = kecepatan rata-rata pada daerah yang lebih kecil atau downstream
𝐾𝑐 = koefisien kontraksi-loss (P1) = 0.55(1-A2/A1)2 untuk english unit bagian kanan
dibagi dengan faktor gc
Dimana:
hf = friction loss coefficient (N/m2)
Kf = koefisien friksi pada fitting (m)
𝑉 = kecepatan aliran (m/s2)
Tabel II.2 Friction Loss Fitting
Frictional Loss,
Frictional Loss,
Equivalent Length of
Type of fitting or valve number of Velocity
Straight Pipe in Pipe
Heads, Kf
Diameters, L/D
Elbow , 450 0,35 17
Elbow , 900 0,75 35
Tee 1 50
Return Bend 1,5 75
Coupling 0,04 2
Union 0,04 2
Wide Open 0,17 9
Half Open 4,5 225
Frictional Loss,
Frictional Loss,
Equivalent Length of
Type of fitting or valve number of Velocity
Straight Pipe in Pipe
Heads, Kf
Diameters, L/D
Wide Open 6 300
Half Open 9,5 475
Angle valve, wide open 2 100
Ball 70 3500
Swing 2 100
Water Meter, disk 7 350
(Geankoplis, 1997)
1 𝜀 5,02 𝜀 13
= −4 𝑙𝑜𝑔 [ 𝐷 − 𝑁𝑅𝑒 𝑙𝑜𝑔 ( 𝐷 + 𝑁𝑅𝑒)] .........................II-14
√𝑓
3,7 3,7
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
2. Wood (1966)
Persamaan ini berlaku untuk NRe>10000 dan 10-5< 𝜀/𝐷<0.04
ε 0,225 ε ε 0,44
f = 0,094 (D) + 0,53 (D) + 88 (D) x NRea ................II-15
𝜀 0,134
𝑎 = −1,62 (𝐷) …………........................II-16
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
1
𝑓= ..................……........II-17
𝜀 5,74
16 [𝑙𝑜𝑔 ( 𝐷 + 𝑁𝑅𝑒 9/10 )]
3,7
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
4. Churchill (1977)
Churchill menyatakan bahwa persamaannya mencakup untuk semua nilai Nre dan 𝜀/𝐷
1
8 12 12 …............................II-18
𝑓 = 8 ((𝑅𝑒) + (𝐴 + 𝐵)−1.5 )
0.9 −1 10
7 𝜀
𝐴 = (2.457𝑙𝑛 ((𝑅𝑒) + 0.27 𝐷) ) …...........................II-19
37530 16
𝐵=( ) …….......................................II-20
𝑅𝑒
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
5. Chen (1979)
Chen juga menyatakan persamaan untuk faktor friksi mencakup semua range dari R
dan k/D
1
𝜀 5,0452 𝜀 1,1098
…..................II-21
5,8506
(−4 𝑥𝑙𝑜𝑔 (0,2698 (𝐷) − 𝑁𝑅𝑒
) 𝑥𝑙𝑜𝑔 (0,3539 (𝐷
) + 𝑁𝑅𝑒 0,8981 ))
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-9
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1
= 4,07log(NRE√f)-0,60 …...............................II-22
√f
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
7. Blasius (1981)
Persamaan diatas berdasarkan 3000 <Nre <10000
0,079
f= …….....................................II-23
NRe0,25
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
8. Zigrang and Sylvester (1982)
Untuk Aliran turbulen yaitu bilangan Reynold lebih dari 4000 sampai 108 dan 𝜀/𝐷
lebih dari 0,00004-0,5
1
𝜀 ……..............................II-24
𝐷 13
(−4∗𝑙𝑜𝑔( 3,7 )+(𝑁𝑅𝑒))
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
9. Haaland (1983)
Persamaan ini berlaku untuk nilai Nre ≤ 2300 dan ≥4000
1
f=
10 0,5
9
6,9 ε …….......................... II-25
(-3,6*log(NRe+ D ) )
3,7
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
10. Manadilli (1997)
Menyatakan persamaan ini berlaku untuk Nre berkisar antara 5235 sampai 108 dan
untuk nilai setiap 𝜀 /D.
1 𝜀 95 96.2
√𝑓
= −2 𝑙𝑜𝑔 (
3.7𝐷
+
𝑁𝑟𝑒 0.983
−
𝑁𝑟𝑒
)…….....................II-26
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
dv z …….......................................................II-27
rz = -
dr
Dimana :
= Viskositas (Pa.s atau kg/m.s)
dVz = differensial velositas (m2/s)
dr = differensial rading
Menurut Geankoplis (1997), nntuk fluida yang beraliran laminer dalam pipa tegangan
pada fluida Newton dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut :
Untuk bilangan Reynold dibawah 2100, maka :
16 16
f= ..………..........…………........II-28
N Re D.v. /
Dimana :
f = faktor friksi
Nre = bilangan Reynold
Menurut Geankoplis (1997), untuk aliran turbulen yaitu bilangan Reynold lebih dari
4000 sampai 108 dan ε/D lebih dari 0,00004 hingga 0,05 dapat dihitung menurut persamaan
ColeBrook-white :
) …………...................II-32
1 Dh 2.51
2 log 10 (
f 3.7 Re f
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
d. Penurunan Tekanan dan Faktor Friksi dalam Aliran Gas
Menurut Geankoplis (1997), persamaan dan metode dibahas untuk aliran turbuent
dalam pipa untuk aliran incompressible. Pipa tersebut juga bisa untuk udara jika density
(atau tekanan) berubah kurang dari 10%. Kemudian density rata – rata, av in kg/m3,
digunakan dan kesalahan yang terjadi akan kurang dari batas ketidaktentuan dalam faktor
friksi f. Untuk gas, persamaan untuk aliran laminer dan turbulent :
4 fLG 2
(P1 – P2)f = ………..............……........II-33
D 2 AV
Dimana :
∆P = perbedaan tekanan dari titik 1 ke titik 2 (N/m2)
f = faktor friksi
∆L = panjang pipa (m)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
G = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
D = diameter (m)
dimana AV = (P1 + P2) / 2. Juga, Nre menggunakan DG/, dimana G adalah kg/m2 dan
konstan berdiri sendiri dari density dan velocity untuk gas.
4 fLG 2 RT
P12 – P2 =
2
(SI) .…….....……...….......II-33
DM
4 fLG 2 RT
P12 – P22 = (English) ………….....….........II-34
gc.DM
Dimana :
∆P = perbedaan tekanan dari titik 1 ke titik 2 (N/m2)
f = faktor friksi
∆L= panjang pipa (m)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
G = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
D = diameter (m)
R = 8314,3 J/kg mol K atau 1545,3 ft. lbf/lb molR
M = berat molekular.
Asal dari persamaan diatas digunakan hanya untuk soal gas dimana tekanan relatif
berubah cukup kecil sehingga perubahan besar dalam velocity tidak dapat diabaikan, karena
penting. Untuk perubahan tekanan diatas sekitar 10%, aliran bertekanan terjadi. Dalam aliran
adiabatic di pipa seragam, velocity di dalam pipa tidak dapat melebihi velocity suara
(Geankoplis, 1997).
N
Gambar II.2 Diagram Moody Fanning Friction Factor
Elbow (E1-E12)
Siku dalam sistem perpipaan digunakan untuk mengubah arah aliran fluida dengan
menyambungkan sebuah pipa dengan pipa yang lain. Siku adalah pipa fitting dipasang
antara dua batang pipa atau tabung untuk memungkinkan perubahan arah, biasanya 90°
atau 45° (Dedy, 2013).
4. Pompa
Pompa yang digunakan dalam laboratorium adalah pompa sentrifugal. Salah satu
jenis pompa pemindah non positip adalah pompa sentrifugal yang prinsip kerjanya
mengubah energi kinetis (kecepatan) cairan menjadi energi potensial (dinamis) melalui
suatu impeller yang berputar dalam casing. Pompa sentrifugal digunakan untuk
memberikan atau menambah kecepatan pada cairan dan merubahnya menjadi tinggi
tekan (head) (Kurniawan, 2011).
∑F = Hf + F
....................................................... ........II.35
Dimana :
∑F = total friksi (N/m2)
F = friksi pipa lurus (N/m2)
Hf = friksi pada fitting (N/m2)
Menurut Geankoplis (1997), setelah itu menghitung pressure drop dengan
menggunakan rumus :
∆P =..................................................
∑F x ρ ........II.36
Dimana :
∆P = pressure drop (N/m2)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
Dimana :
∆P = pressure drop (N/m2)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
h = ketinggian fluida (m)
penelitian. Data yang diambil yaitu tinggi cairan manometer (h) pada manometer segaris,
tinggi Z1, Z2 dan debit air pada water flowmeter. Apabila pemasangan seksi uji yang kedua
telah selesai, maka pengukuran diulangi untuk mendapatkan data-data Δh pada manometer
dan debit pada water flowmeter. Pada masing-masing variasi debit dengan menggunakan
bukaan katup utama dan katup bypass, kita lakukan lagi pencatatan data-data penelitian.
Setelah selesai pengambilan data untuk satu seksi uji dilakukan pengetesan alat untuk seksi
uji yang kedua. Apabila pemasangan seksi uji yang kedua telah selesai, maka akan
didapatkan data-data Δh pada manometer dan debit pada water flowmeter sehingga dapat
ditentukan nilai dari pressure dropnya atau penurunan tekanan fluida yang terjadi.
Dimana :
∆P = perbedaan tekanan dari titik 1 ke titik 2 (N/m2)
∆Z= perbedaan ketinggian fluida dari titik 1 ke titik 2 (m)
h = ketinggian fluida (m)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Dari hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa pada sambungan T keluaran ke
bawah pada sudut 15˚ mengalami peningkatan pressure drop cenderung lebih signifikan
daripada peningkatan pressure drop pada sudut 30˚, 45˚, 60˚, dan 75˚. Dikarenakan semakin
besar kemiringan saluran dari posisi horizontal/bidang datar, maka gaya gravitasi yang
mempengaruhi pressure drop juga semakin besar, sehingga pada sudut 15˚ lebih besar
melawan gravitasi dibanding sudut 30˚, 45˚, 60˚, dan 75˚. Pressure drop pada sudut 75˚
lebih besar daripada sudut 60˚,45˚, 30˚, 15˚. Sedangkan pressure drop pada sambungan T
sudut 15˚ keluaran ke atas lebih besar, hal ini membuktikan gravitasi membantu aliran
sehingga pressure drop kecil. Hal ini dikarenakan dengan sudut variasi kemiringan
sambungan T menyebabkan ketinggian elevasi pada sudut 15˚ sampai 75˚ mengalami
perbedaan. Elevasi 15˚= 0.018m, 30˚= 0.033m, 45˚= 0.045m, 60˚= 0.053m dan 75˚=
0.055m. Sehingga dimana perbedaan elevasi lebih tinggi menghasilkan pressure drop lebih
tinggi dibandingkan dengan perbedaan elevasi yang rendah. semakin tinggi perbedaan
elevasi maka akan semakin besar pressure drop dari fluida yang dihasilkan.