Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


II.1.1 Pengertian Pressure Drop
Pressure drop merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan penurunan
tekanan dari satu titik didalam sistem (misalnya aliran didalam pipa) ke titik yang lain yang
mempunyai tekanan lebih rendah. Pressure drop juga merupakan hasil dari gaya-gaya friksi
terhadap fluida yang mengalir didalam pipa, yang disebabkan oleh tahanan fluida untuk
mengalir (Geankoplis, 1997).
Penurunan Tekanan meningkat sebanding dengan gaya geser gesekan dalam jaringan
pipa. Sebuah jaringan pipa berisi peringkat kekasaran relatif tinggi serta alat kelengkapan
pipa banyak dan sendi, tabung konvergensi, divergensi. Ternyata, kekasaran permukaan dan
sifat fisik lainnya akan mempengaruhi penurunan tekanan. Aliran kecepatan tinggi atau
cairan yang tinggi mengakibatkan viskositas dalam penurunan tekanan yang lebih besar di
bagian pipa atau katup atau siku. Kecepatan yang rendah akan menghasilkan yang lebih
rendah atau tidak ada pressure drop (Anshori, 2013).
Pressure Drop merupakan hasil dari gaya-gaya terhadap fluida yang mengalir di dalam
pipa, yang disebabkan oleh tahanan fluida yang mengalir (Geankoplis, 1997).

Gambar II.1 Penurunan Tekanan yang Terjadi pada Pipa


Menurut Geankoplis (1997), gambar diatas berdasarkan prinsip bernouli :

Δ E dalam + Δ E kinetik + Δ E Potensial +ΔE tekan = 0


Menurut Geankoplis (1997), persamaan pressure drop atau pressure loss karena friksi
menurut Hagen Poiseuille untuk aliran laminer di dalam pipa horizontal adalah sebagai
berikut :

Tekanan pada pipa 1 : P1 = ρgh1 + P0 ………………................……........II-1

Tekanan pada pipa 2 : P2 = ρgh2 + P0 …………................…………........II-2

Sehingga diperoleh persamaan:


∆P = ρg∆h ,.......................…………….........II-3
Dimana :
∆P = perbedaan tekanan dari titik 1 ke titik 2 (N/m2)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
g = gravitasi (m/s2)
∆h = ketinggian fluida h1 dan h2 (m)
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pressure Drop


Pada aliran satu fase, pressure drop dipengaruhi oleh Reynold number yang
merupakan fungsi dari viskositas, berat jenis fluida dan diameter pipa (Adiwibowo, 2010).
Menurut Adiwibowo (2010), adapun hal-hal yang mempengaruhi pressure drop (P)
antara lain adalah :
1. Diameter pipa (D)
Semakin besar diameter pipa, maka semakin kecil penurunan tekanannya (pressure drop-
nya).
2. Berat molekul fluida yang mengalir (M)
Semakin besar berat molekul fluida yang mengalir, maka semakin kecil presure drop-nya
3. Faktor friksi (f)
Semakin besar faktor friksinya, maka semakin besar pula pressure drop-nya (P).
4. Panjang pipa (L)
Semakin besar panjang suatu pipa, maka semakin besar pula pressure drop-nya.
5. Suhu aliran (T)
Semakin besar suhu suatu aliran, maka semakin besar pula pressure drop-nya.
6. Velositas massa aliran (G)
Semakin besar velositas massa aliran suatu aliran fluida, maka semakin besar pula
pressure drop-nya.
Menurut Geankoplis (1997), hal ini sesuai dengan rumus :

∆L ρ v
∆P = 4f
............…..…..............................................………........II-4
2D

Dimana :
∆P = perbedaan tekanan dari titik 1 ke titik 2 (N/m2)
f = faktor friksi
∆L = panjang pipa (m)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
D = diameter (m)

II.1.3 Pengertian Friksi


Gaya gesek atau friksi adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau arah
kecenderungan benda akan bergerak. Gaya gesek muncul apabila dua buah benda
bersentuhan. Gaya gesek antara dua buah benda padat misalnya adalah gaya gesek statis dan
kinetis, sedangkan gaya antara benda padat dan cairan serta gas adalah gaya stokes
(Darmanto, 2012).

II.1.3.1 Friksi Pada Pipa Lurus


Penurununa tekanan terjadi karena adanya kehilangan atau kerugian tekanan.

II-2 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kerugian tekanan ada dua macam, yaitu major losses dan minor losses. Major losses
merupakan kehilangan tekanan akibat adanya pengaruh gesekan aliran fluida kerja, dimana
losses ini memiliki porsi yang besar. Sedangkan minor losses adalah kerugian tekanan
akibat perubahan arah aliran, perubahan penampang aliran, dan perubahan gesekan akibat
adanya fitting (belokan, percabangan, katup, sambungan, dll.) (Suryawan, 2008).
Menurut Malau (2012), kerugian energi per satuan berat fluida dalam pengairan cairan
dalam sistem perpipaan disebut sebagai kerugian head (head loss).
 Head loss mayor, terjadi akibat adanya ke kentalan zat cair dan turbulensi karena
adanya kekasaran dinding batas pipa danakan menimbulkan gaya gesek yang akan
menyebabkan kehilangan energi disepanjang pipa dengan diameter konstan pada
aliran seragam. Kehilangan energy sepanjang satu satuan panjang akan konstan selama
kekasaran dan diameter tidak berubah (Malau 2012).
Menurut Malau (2012), Head loss mayor dapat dihitung dengan menggunakan salah
satu dari dua persamaan berikut:
Persamaan Darcy– Weisbach yaitu:

∆L 𝑣 2
Hf = f ………….................………..….......II-6
2D

Dimana:
Hf = head loss mayor (m)
f = faktor gesekan (diperoleh dari diagram Moody)
D = diameter pipa (m)
ΔL = panjang pipa (m)
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
 Head loss minor, kehilangan energi akibat perubahan penampang dan aksesoris
lainnya. Misalnya terjadi pada perubahan arah seperti pembelokan (elbow),
bengkokan (bends), pembesaran tampang (expansion), serta pengecilan penampang
(contraction). Kehilangan energi sekunder atau head loss minor ini akan
mengakibatkan adanya tumbukan antara partikel zat cair dan meningkatnya gesekan
karena turbulensi serta tidak seragamnya distribusi kecepatan pada suatu penampang
pipa. Adanya lapisan batas terpisah dari dinding pipa maka akan terjadi olakan atau
pusaran air. Adanya olakan ini akan mengganggu pola aliran laminer sehingga akan
menaikkan tingkat turbulensi (Malau 2012).
Menurut Malau (2012), head loss minor dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagi berikut:

V2
Hm   n k ……………….................…..….......II-7
2g

Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-3


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dimana :
Hm = head loss minor (m)
n = jumlah komponen minor losses
v = kecepatan fluida (m/s)
k = koefisien minor losses (lampiran koefisien minor losses peralatan pipa)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
 Kerugian head (Head Loss)
Menurut Malau (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kerugian
dalam aliran fluida yaitu:
 Kecepatan aliran
 Luas penampang saluran
 Faktor friksi
 Viskositas
 Densitas fluida
Sedangkan untuk aliran turbulen nilai faktor gesekan diperoleh dengan menggunakan
diagram moody sebagai fungsi dari angka Reynold (Reynolds Number) dan kekasaran relatif
(Relative Roughness nilainya dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai fungsi dari nominal
diameter pipa dan kekasaran permukaan dalam pipa (ℰ) yang tergantung dari jenis material
pipa (Malau, 2012).
Tabel II.1 Nilai Kekasaran Dinding untuk Berbagai Pipa Komersil
Absolute roughness Absolute roughness
Material
(in x 10-3) (micron or m x 10-6)
Riveted steel 36-360 915-9150
Concrete 12-120 305-3050
Ductile iron 102 2591
Wood stave 3,6-7,2 91-183
Galvanized iron 6 152
Cast iron – asphalt dipped 4.8 122
Cast iron uncoated 10 254
Carbon steel or wrought iron 1,8 45
Stainless steel 1,8 45
Fiberglass 0,2 5
Drawn tubing – glass, brass, plastik 0,06 1,5
Copper 0,06 15
Aluminium 0,06 1,5
PVC 0,06 1,5
Red brass 0,06 1,5
Menurut Geankoplis (1997), akibat adanya gesekan antar fluida dan dinding fluida
dalam aliran fluida, maka akan terjadi kehilangan energy (Head loss)

II-4 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V2
L………………….........................…........II-8
Fs  4f
2D

Dimana :
Fs = friksi fanning (N/m2)
f = faktor friksi
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
∆L = panjang pipa (m)
D = diameter (m)
Frictional Losses in mechanical energy balance equation
Menurut Geankoplis (1997), friction loss dari gesekan pada pipa lurus (fanning
friction), expansion loss, contraction loss dan kerugian dalam pemasangan sambungan dan
katup semuanya dimasukkan pada persamaan 𝛴F berikut :

2 2 2
∆𝐿 𝑣 2 𝑣1 𝑣2 𝑣1
∑𝐹 = 4𝑓 + 𝐾𝑒𝑥 + 𝐾𝑐 + 𝐾𝑓 ............................II-9
𝐷 2 2 2⍺ 2

𝛴 𝐹 = friksi (N/m2)
f = faktor friksi
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
K = koefisien friction fitting
∆L = panjang pipa (m)
D = diameter (m)
Menurut Geankoplis (1997), jika semua kecepatan V1, V2 dan V2 semuanya sama, dari
persamaan diatas menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu :

∆𝐿 𝑣2
∑𝐹 = (4𝑓 + 𝐾𝑒𝑥 + 𝐾𝑐 + 𝐾𝑓 ) ..................................II-10
𝐷 2
Dimana :
Σ F = friksi (N/m2)
f = faktor friksi
v = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
K = koefisien friction fitting
∆L = panjang pipa (m)
D = diameter (m)

II.1.3.2 Friction loss pada Ekspansi, kontraksi, dan pipa sambungan


Menurut Geankoplis (1997), gesekan pada dinding pipa yang mengalir melalui pipa
lurus dihitung dengan menggunakan faktor friksi. Namun jika kecepatan fluida mengalami
perubahan arah dan besar, maka akan terjadi penambahan friction loss. Hal ini terjadi karena

Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-5


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

tambahan dari turbulensi karena vortisitas dan faktor lainnya. Metode untuk memperkirakan
friction loss pada sambungan akan dibahas dibawah ini:
1. Sudden Enlargement losses
Jika penampang pipa membesar secara bertahap, maka kerugian sangat sedikit atau
mungkin tidak terjadi. Jika perubahan itu terjadi secara tiba-tiba, akan menimbulkan
kerugian tambahn karena pusaran dibentuk oleh jet expansi di bagian yang diperbasar
(Geankoplis, 1997).

Gambar II.2 Gambar Friksi Sudden Enlargement Losses


Menurut Geankoplis (1997), Friction loss dapat dihitung dengan cara berikut untuk
aliran turbulen :
(𝑣1 −𝑣2 )2 𝐴1 2 𝑣12 𝑣12
ℎ𝑒𝑥 = = (1 − ) = 𝐾𝑒𝑥 ....….................II-11
2𝛼 𝐴2 2𝛼 2𝛼

Keterangan :
ℎ𝑒𝑥 = friction loss (N/m2)
𝐾𝑒𝑥 = koefisien expansion loss (1-A1/A2)2
𝑣1 = kecepatan masuk pada area yang lebih kecil (m/s)
K = koefisien friction fitting
𝑣2 = kecepatan downstream (m/s)
𝛼 = 1 untuk aliran turbulen, ½ untuk aliran laminar
2. Sudden Contaction Losses
Ketika penampang dari pipa mengecil secara tiba-tiba, aliran tidak dapat mengikuti
sekitar sudut yang tajam, dan friction loss bertambah karena terjadi pusaran (Geankoplis,
1997).

Gambar II.3 Gambar Friksi Sudden Contraction Losses

II-6 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Geankoplis (1997), Friction loss dapat dihitung dengan cara berikut untuk
aliran turbulen :

𝐴 2 𝑣2 𝑣2
ℎ𝑐 = 0.55 (1 − 𝐴 2 ) 2
= 𝐾𝑐 2𝛼2 ..............……...........II-12
21 2𝛼

Keterangan :
ℎ𝑐 = friction loss (N/m2)
𝐴 = 1 untuk aliran turbulen, ½ untul aliran laminer (m2)
𝑣2 = kecepatan rata-rata pada daerah yang lebih kecil atau downstream
𝐾𝑐 = koefisien kontraksi-loss (P1) = 0.55(1-A2/A1)2 untuk english unit bagian kanan
dibagi dengan faktor gc

II.1.3.3 Losses in Fitting and valves


Menurut Geankoplis (1997), sambungan pipa dan katup juga mengganggu jalur aliran
dalam pipa yang menyebabkan friction loss bertambah. Dalam sebuah pipa pendek dengan
banyak sambungan, friction loss akan lebih besar daripada pipa lurus. Friction loss untuk
sambungan dan katup diberikan sebagai berikut :
Menurut Geankoplis (1997), Friction loss dapat dihitung dengan cara berikut untuk
aliran turbulen :
𝑣12
ℎ𝑓 = 𝐾𝑓 ...……...........................................II-13
2

Dimana:
hf = friction loss coefficient (N/m2)
Kf = koefisien friksi pada fitting (m)
𝑉 = kecepatan aliran (m/s2)
Tabel II.2 Friction Loss Fitting
Frictional Loss,
Frictional Loss,
Equivalent Length of
Type of fitting or valve number of Velocity
Straight Pipe in Pipe
Heads, Kf
Diameters, L/D
Elbow , 450 0,35 17
Elbow , 900 0,75 35
Tee 1 50
Return Bend 1,5 75
Coupling 0,04 2
Union 0,04 2
Wide Open 0,17 9
Half Open 4,5 225

Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-7


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Frictional Loss,
Frictional Loss,
Equivalent Length of
Type of fitting or valve number of Velocity
Straight Pipe in Pipe
Heads, Kf
Diameters, L/D
Wide Open 6 300
Half Open 9,5 475
Angle valve, wide open 2 100
Ball 70 3500
Swing 2 100
Water Meter, disk 7 350
(Geankoplis, 1997)

II.1.4 Macam-Macam Rumus Faktor Friksi


Menurut Ghanbari (2011), Berikut merupakan beberapa rumus faktor faktor friksi
yang mengacu pada Fanning:
1. Colebrook-white (1939)
Persamaan ini berlaku untuk Nre> 4000.

1 𝜀 5,02 𝜀 13
= −4 𝑙𝑜𝑔 [ 𝐷 − 𝑁𝑅𝑒 𝑙𝑜𝑔 ( 𝐷 + 𝑁𝑅𝑒)] .........................II-14
√𝑓
3,7 3,7

Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
2. Wood (1966)
Persamaan ini berlaku untuk NRe>10000 dan 10-5< 𝜀/𝐷<0.04

ε 0,225 ε ε 0,44
f = 0,094 (D) + 0,53 (D) + 88 (D) x NRea ................II-15

𝜀 0,134
𝑎 = −1,62 (𝐷) …………........................II-16
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇

II-8 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Swamee and Jain (1976)


Swamee dan jain mengusulkan persamaan yang mencakup rentang Nre dari 5000
sampai 107 dan hasil dari 𝜀/𝐷 diantara 0.00004 dan 0.05.

1
𝑓= ..................……........II-17
𝜀 5,74
16 [𝑙𝑜𝑔 ( 𝐷 + 𝑁𝑅𝑒 9/10 )]
3,7

Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
4. Churchill (1977)
Churchill menyatakan bahwa persamaannya mencakup untuk semua nilai Nre dan 𝜀/𝐷
1
8 12 12 …............................II-18
𝑓 = 8 ((𝑅𝑒) + (𝐴 + 𝐵)−1.5 )

0.9 −1 10
7 𝜀
𝐴 = (2.457𝑙𝑛 ((𝑅𝑒) + 0.27 𝐷) ) …...........................II-19

37530 16
𝐵=( ) …….......................................II-20
𝑅𝑒
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
5. Chen (1979)
Chen juga menyatakan persamaan untuk faktor friksi mencakup semua range dari R
dan k/D

1
𝜀 5,0452 𝜀 1,1098
…..................II-21
5,8506
(−4 𝑥𝑙𝑜𝑔 (0,2698 (𝐷) − 𝑁𝑅𝑒
) 𝑥𝑙𝑜𝑔 (0,3539 (𝐷
) + 𝑁𝑅𝑒 0,8981 ))

Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-9
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

6. Von Karman (1979)

1
= 4,07log(NRE√f)-0,60 …...............................II-22
√f

Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
7. Blasius (1981)
Persamaan diatas berdasarkan 3000 <Nre <10000

0,079
f= …….....................................II-23
NRe0,25
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
8. Zigrang and Sylvester (1982)
Untuk Aliran turbulen yaitu bilangan Reynold lebih dari 4000 sampai 108 dan 𝜀/𝐷
lebih dari 0,00004-0,5
1
𝜀 ……..............................II-24
𝐷 13
(−4∗𝑙𝑜𝑔( 3,7 )+(𝑁𝑅𝑒))

Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
9. Haaland (1983)
Persamaan ini berlaku untuk nilai Nre ≤ 2300 dan ≥4000

1
f=
10 0,5
9
6,9 ε …….......................... II-25
(-3,6*log(NRe+ D ) )
3,7

II-10 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
10. Manadilli (1997)
Menyatakan persamaan ini berlaku untuk Nre berkisar antara 5235 sampai 108 dan
untuk nilai setiap 𝜀 /D.

1 𝜀 95 96.2
√𝑓
= −2 𝑙𝑜𝑔 (
3.7𝐷
+
𝑁𝑟𝑒 0.983

𝑁𝑟𝑒
)…….....................II-26

Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇

II.1.5 Perhitungan Friksi pada Aliran Laminer, Transisi dan Turbulen


a. Aliran Laminer
Menurut Geankoplis (1997), aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan -
lapisan, atau lamina - lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran
laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam kecendrungan terjadinya gerakan
relatif antara lapisan. Sehingga untuk fluida yang beraliran laminer dalam pipa tegangan
pada fluida Newton dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

dv z …….......................................................II-27
rz = -
dr
Dimana :
 = Viskositas (Pa.s atau kg/m.s)
dVz = differensial velositas (m2/s)
dr = differensial rading
Menurut Geankoplis (1997), nntuk fluida yang beraliran laminer dalam pipa tegangan
pada fluida Newton dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut :
Untuk bilangan Reynold dibawah 2100, maka :

16 16
f=  ..………..........…………........II-28
N Re D.v. / 

Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-11


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bilangan reynold di atas 4000, maka :

f = 0,184 ……………..................……....... II-29


(Nre)0,2
Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
ρ = densitas (kg/m3)
 = Viskositas (Pa.s atau kg/m.s)
v = kecepatan (m/s2)
Nre = bilangan Reynold
b. Aliran Transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen.
Adanya aliran transisi terjadi karena kecepatan meningkat dalam sistem tersebut. Kecepatan
dalam pipa sangat bergantung pada geometri dan pada kekasaran pipa. Hal ini perlu
diketahui bahwa tidak ada aliran transisi yang stabil, saat bilangan Reynold berada
antara 2000 – 4000 aliran akan berubah cepat dari laminer ke turbulen (Geankoplis, 1997).
Menurut Geankoplis (1997), untuk bilangan reynold diatas 2100 dan dibawah 4000,
maka faktor friksi dihitung dengan menggunakan persamaan :

56,8 x10 10 Re 2


ftrans  …….............…...........II-30
4
Dimana :
f = faktor friksi
Nre = bilangan Reynold
c. Aliran Turbulen
Pada aliran turbulen seperti aliran laminer, faktor friksi juga tergantung pada bilangan
reynold. Bagaimanapun, tidak mungkin untuk diprediksi secara teori faktor friksi Fanning
untuk aliran turbulen seperti yang dilakukan pada aliran laminer. Faktor friksi harus
ditemukan dengan melakukan percobaan dan itu tidak hanya tergantung pada bilangan
Reynold tetapi juga pada kekasaran permukaan pipa (Geankoplis, 1997).
Menurut Geankoplis (1997), untuk aliran turbulen yaitu bilangan Reynold diatas 4000
sampai 105 dapat dihitung menurut persamaan Blasius :

𝑓 = 0.079 𝑅𝑒 −0.25 ……..............….................II-31

Dimana :
f = faktor friksi
Nre = bilangan Reynold

II-12 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Geankoplis (1997), untuk aliran turbulen yaitu bilangan Reynold lebih dari
4000 sampai 108 dan ε/D lebih dari 0,00004 hingga 0,05 dapat dihitung menurut persamaan
ColeBrook-white :

) …………...................II-32
1 Dh 2.51
 2 log 10 ( 
f 3.7 Re f

Dimana :
f = faktor friksi
D = diameter pipa (m)
𝜀 = kekerasan pipa (m)
𝐷𝑥𝑉𝑥𝜌
Nre = bilangan Reynold ( )
𝜇
d. Penurunan Tekanan dan Faktor Friksi dalam Aliran Gas
Menurut Geankoplis (1997), persamaan dan metode dibahas untuk aliran turbuent
dalam pipa untuk aliran incompressible. Pipa tersebut juga bisa untuk udara jika density
(atau tekanan) berubah kurang dari 10%. Kemudian density rata – rata, av in kg/m3,
digunakan dan kesalahan yang terjadi akan kurang dari batas ketidaktentuan dalam faktor
friksi f. Untuk gas, persamaan untuk aliran laminer dan turbulent :

4 fLG 2
(P1 – P2)f = ………..............……........II-33
D 2  AV

Dimana :
∆P = perbedaan tekanan dari titik 1 ke titik 2 (N/m2)
f = faktor friksi
∆L = panjang pipa (m)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
G = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
D = diameter (m)
dimana AV = (P1 + P2) / 2. Juga, Nre menggunakan DG/, dimana G adalah kg/m2 dan
konstan berdiri sendiri dari density dan velocity untuk gas.

4 fLG 2 RT
P12 – P2 =
2
(SI) .…….....……...….......II-33
DM

4 fLG 2 RT
P12 – P22 = (English) ………….....….........II-34
gc.DM

Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-13


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dimana :
∆P = perbedaan tekanan dari titik 1 ke titik 2 (N/m2)
f = faktor friksi
∆L= panjang pipa (m)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
G = kecepatan aliran fluida dalam pipa (m/s)
D = diameter (m)
R = 8314,3 J/kg mol K atau 1545,3 ft. lbf/lb molR
M = berat molekular.
Asal dari persamaan diatas digunakan hanya untuk soal gas dimana tekanan relatif
berubah cukup kecil sehingga perubahan besar dalam velocity tidak dapat diabaikan, karena
penting. Untuk perubahan tekanan diatas sekitar 10%, aliran bertekanan terjadi. Dalam aliran
adiabatic di pipa seragam, velocity di dalam pipa tidak dapat melebihi velocity suara
(Geankoplis, 1997).

II.1.6 Diagram Moody


Selain menggunakan beberapa rumus diatas, masih ada satu cara untuk menentukan
friksi dari suatu aliran pipa yaitu menggunakan diagram moody. Diagram Moody
memberikan faktor gesekan pipa. Faktor ini dapat ditentukan oleh bilangan Reynold dan
kekasaran relatif dari Pipa, bila pipa semakin kasar, maka kemungkinan turbulent akan
semakin besar (Hasnan, 2012).
Grafik plot Reynolds nomor (Re), dalam hal dua kelompok berdimensi lebih: faktor
gesekan, yang merupakan perlawanan terhadap mengalir per satuan luas permukaan pipa
sehubungan dengan densitas fluida dan kecepatan, dan faktor kekasaran ε/D yang mewakili
panjang atau tinggi dari proyeksi permukaan relatif terhadap diameter pipa (Lieberman, 1999).
Diagram Moody telah digunakan untuk memperkirakan kerugian gesekan dalam pipa
halus dan kasar sejak pertama kali diusulkan pada tahun 1944. Eksperimen terbaru di
Princeton di sepenuhnya dikembangkan aliran pipa turbulen telah menunjukkan bahwa
banyak asumsi yang dibuat dalam menurunkan panduan ini rekayasa tidak benar. Secara
khusus, sebuah studi rinci tentang profil kecepatan dalam pipa halus pada angka Reynolds
yang sangat tinggi telah menyebabkan korelasi ditingkatkan untuk faktor gesekan pipa halus,
dan pemeriksaan yang cermat terhadap perilaku untuk permukaan kasar menunjukkan
kekurangan dari korelasi faktor gesekan digunakan oleh Moody untuk permukaan
transitionally kasar (J.Smith, 1997).

II-14 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N
Gambar II.2 Diagram Moody Fanning Friction Factor

II.1.7 Hubungan Kekasaran Pipa dengan Friksi


Friksi mengakibatkan kelajuan sebuah objek berkurang.Besarnya hambatan aliran
karena gesekan sangat bergantung dari kekasaran dinding pipa.Dari hasil percobaan
diketahui bahwa makin kasar dinding pipa makin besar terjadinya penurunan atau
kehilangan tekanan aliran.Jenis gesekan ini dikenal dengan gesekan aliran dan besarnya
tahanan itu sendiri diukur dengan koefisien gesekan (Adbinagar, 2007).

II.1.8 Deskripsi Alat di dalam Laboratorium

Gambar II.5 Alat Pressure Drop di Laboratorium


Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-15
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Manometer (M1 – M12)


Manometer adalah alat ukur tekanan dan manometer tertua adalah manometer kolom
cairan. Alat ukur ini sangat sederhana, pengamatan dapat dilakukan langsung dan cukup
teliti pada beberapa daerah pengukuran. Manometer kolom cairan biasanya digunakan
untuk pengukuran tekanan yang tidak terlalu tinggi (mendekati tekanan atmosfir)
(Rahayu, 2009).
2. Fitting
 Tee (T1-T20)
Sambungan tee merupakan sambungan yang seringkali ditemukan dalam suatu
sistem perpipaan. Pada umumnya sambungan ini berfungsi mengalirkan aliran fluida
menuju dua arah yang berbeda dalam satu siklus tertentu yang dipasang secara parallel
(Anshori, 2013).

Gambar II.4 Fitting Tee


 Globe Valve (Gv1 – Gv8)
Globe valve ini pada umumnya sama dengan gate valve namun valve ini harga
pressure drop-nya tinggi dan direkomendasikan untuk pengaturan aliran fluida (McCabe,
1993).

Gambar II.7 Globe Valve


 Union (U1-U15)
Salah satu jenis sambungan pipa, biasanya digunakan sebagai sambungan akhir
untuk menghubungkan pipa satu dengan lainnya dalam suatu rangkaian instalasi pipa
(Dedy, 2013).

Gambar II.8 Union

II-16 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

 Elbow (E1-E12)
Siku dalam sistem perpipaan digunakan untuk mengubah arah aliran fluida dengan
menyambungkan sebuah pipa dengan pipa yang lain. Siku adalah pipa fitting dipasang
antara dua batang pipa atau tabung untuk memungkinkan perubahan arah, biasanya 90°
atau 45° (Dedy, 2013).

Gambar II.10 Elbow 900


3. Pipa PVC
Pipa PVC (Poly Vinyl chloride) adalah pipa yang terbuat dari Vinyl yaitu semacam
plastik. Pipa PVC memiliki sifat yang tahan lama, tidak berkarat, kuat, ringan, tahan
terhadap zat kimia, murah harganya dan mudah instalasinya (Dedy, 2013).

Gambar II.11 Pipa PVC

4. Pompa
Pompa yang digunakan dalam laboratorium adalah pompa sentrifugal. Salah satu
jenis pompa pemindah non positip adalah pompa sentrifugal yang prinsip kerjanya
mengubah energi kinetis (kecepatan) cairan menjadi energi potensial (dinamis) melalui
suatu impeller yang berputar dalam casing. Pompa sentrifugal digunakan untuk
memberikan atau menambah kecepatan pada cairan dan merubahnya menjadi tinggi
tekan (head) (Kurniawan, 2011).

Gambar II.12 Pompa Sentrifugal


Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-17
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1.9 Perhitungan Pressure Drop


II.1.9.1 Perhitungan Pressure Drop secara Teoritis
Menurut Geankoplis (1997), untuk perhitungan ∆P secara teoritis digunakan 3 jenis
metode yang berbeda yaitu dengan menghitung faktor friksi dengan menggunakan
persamaan Fanning Chen, Churciil dan dengan diagram Moody. Sehingga setelah
mendapatkan faktor friksi, menghitung gaya Friksi yang berada di pipa lurus, pada fitting
dan valve.
Menurut Geankoplis (1997), setelah itu menjumlah seluruh gaya Friksi yang terjadi
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

∑F = Hf + F
....................................................... ........II.35

Dimana :
∑F = total friksi (N/m2)
F = friksi pipa lurus (N/m2)
Hf = friksi pada fitting (N/m2)
Menurut Geankoplis (1997), setelah itu menghitung pressure drop dengan
menggunakan rumus :
∆P =..................................................
∑F x ρ ........II.36

Dimana :
∆P = pressure drop (N/m2)
ρ = densitas fluida (kg/m3)

II.1.9.2 Perhitungan Pressure Drop Praktikum


Menurut Geankoplis (2013), untuk perhitungan Pressure Drop yang diperoleh dari
hasil praktikum yaitu diperoleh nilai h yang selanjutnya diperoleh dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
∆P = ρ.................................................
×g ×h ........II.37

Dimana :
∆P = pressure drop (N/m2)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
h = ketinggian fluida (m)

II-18 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.2 Aplikasi Industri


Eksperimental Karakteristik Pressure Drop Pada Sambungan T (Tee) Untuk Posisi
Frontal Dengan Variasi Kemiringan Untuk Sistem Perpipaan
Latif Anshori dan Priyo Heru Adiwibowo
2013
Sistem perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini. Pipa
lazim digunakan untuk menyalurkan fluida yang memiliki tekanan, temperatur, serta sifat
fisik dan kimia yang dapat mengakibatkan efek negatif serius pada kesehatan dan lingkungan
jika sampai terlepas ke udara bebas. Fluida adalah zat cair yang bisa mengalir menempati
ruangan, mempunyai partikel yang mudah bergerak dan berubah bentuk tanpa pemisahan
massa. Sambungan-sambungan pada pipa dapat berupa sambungan penampang tetap,
sambungan penampang berubah, belokan (elbow) atau sambungan bentuk T (Tee).
Salah satu gangguan atau hambatan yang sering terjadi dan tidak dapat diabaikan
pada aliran air yang menggunakan pipa adalah kehilangan tekanan akibat gesekan,
perubahan penampang dan pada tikungan atau pada sambungan-sambungan yang ada dalam
sistem perpipaan yang pada akhirnya akan mengganggu aliran normal fluida.
Dalam perencanaan suatu sistem aliran, sulit dihindari adanya suatu sambungan,
salah satunya sambungan T (tee). Adanya sambungan T (tee) dalam suatu saluran akan
menyebabkan terjadinya kehilangan energi dan penurunan tekanan pada aliran. Hal tersebut
dikarenakan oleh perubahan arah aliran fluida yang melalui saluran tersebut. Besar kecilnya
kehilangan energi dan penurunan tekanan yang terjadi pada aliran yang melalui sambungan
T (tee) tersebut dipengaruhi oleh posisi sambungan T (tee) yang dipasang. Penurunan
Tekanan meningkat sebanding dengan gaya geser gesekan dalam jaringan pipa.
Sebuah jaringan pipa berisi peringkat kekasaran relatif tinggi serta alat kelengkapan
pipa banyak dan sendi, tabung konvergensi, divergensi. Ternyata, kekasaran permukaan dan
sifat fisik lainnya akan mempengaruhi penurunan tekanan. Aliran kecepatan tinggi atau
cairan yang tinggi mengakibatkan viskositas fluida dalam penurunan tekanan fluida yang
lebih besar di bagian pipa atau katup atau siku yang menjadi lebih besar dari sebelumnya.
Pressure drop adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penurunan
tekanan dari satu titik di dalam pipa atau aliaran air. "Penurunan Tekanan" adalah hasil dari
gaya gesek pada fluida seperti yang mengalir melalui tabung. Gaya gesek disebabkan oleh
resistensi atau gaya yang melawan aliran. Faktor utama yang mempengaruhi resistensi
terhadap aliran suatu fluida adalah kecepatan fluida melalui pipa dan viskositas fluida.
Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu metode yang dilakukan
dengan cara melakukan suatu eksperimen guna mendapatkan suatu data kongkrit yang
dibutuhkan, dengan variabel bebas adalah variasi sudut kemiringan posisi T (tee). Analisa
data dalam penelitian ini adalah dengan teknik statistik deskriptif yaitu teknik yang
digunakan .Pada tahap awal, dilakukan persiapan. Pada tahap ini dilakukan uji coba dan
kalibrasi terhadap alat ukur. Setelah selesai, dilakukan pemasangan seksi uji pada instalasi
alat penelitian yang dihubungkan dengan manometer segaris dan water flowmeter. Setelah
itu pompa dihidupkan. Setelah aliran terlihat stabil, kemudian dilakukan pencatatan data
Laboratorium Operasi Teknik Kimia I II-19
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

penelitian. Data yang diambil yaitu tinggi cairan manometer (h) pada manometer segaris,
tinggi Z1, Z2 dan debit air pada water flowmeter. Apabila pemasangan seksi uji yang kedua
telah selesai, maka pengukuran diulangi untuk mendapatkan data-data Δh pada manometer
dan debit pada water flowmeter. Pada masing-masing variasi debit dengan menggunakan
bukaan katup utama dan katup bypass, kita lakukan lagi pencatatan data-data penelitian.
Setelah selesai pengambilan data untuk satu seksi uji dilakukan pengetesan alat untuk seksi
uji yang kedua. Apabila pemasangan seksi uji yang kedua telah selesai, maka akan
didapatkan data-data Δh pada manometer dan debit pada water flowmeter sehingga dapat
ditentukan nilai dari pressure dropnya atau penurunan tekanan fluida yang terjadi.

∆P1-2 = [∆Z + (h1 – h2) x ρ x g .............................. ........II.38

Dimana :
∆P = perbedaan tekanan dari titik 1 ke titik 2 (N/m2)
∆Z= perbedaan ketinggian fluida dari titik 1 ke titik 2 (m)
h = ketinggian fluida (m)
ρ = densitas fluida (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Dari hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa pada sambungan T keluaran ke
bawah pada sudut 15˚ mengalami peningkatan pressure drop cenderung lebih signifikan
daripada peningkatan pressure drop pada sudut 30˚, 45˚, 60˚, dan 75˚. Dikarenakan semakin
besar kemiringan saluran dari posisi horizontal/bidang datar, maka gaya gravitasi yang
mempengaruhi pressure drop juga semakin besar, sehingga pada sudut 15˚ lebih besar
melawan gravitasi dibanding sudut 30˚, 45˚, 60˚, dan 75˚. Pressure drop pada sudut 75˚
lebih besar daripada sudut 60˚,45˚, 30˚, 15˚. Sedangkan pressure drop pada sambungan T
sudut 15˚ keluaran ke atas lebih besar, hal ini membuktikan gravitasi membantu aliran
sehingga pressure drop kecil. Hal ini dikarenakan dengan sudut variasi kemiringan
sambungan T menyebabkan ketinggian elevasi pada sudut 15˚ sampai 75˚ mengalami
perbedaan. Elevasi 15˚= 0.018m, 30˚= 0.033m, 45˚= 0.045m, 60˚= 0.053m dan 75˚=
0.055m. Sehingga dimana perbedaan elevasi lebih tinggi menghasilkan pressure drop lebih
tinggi dibandingkan dengan perbedaan elevasi yang rendah. semakin tinggi perbedaan
elevasi maka akan semakin besar pressure drop dari fluida yang dihasilkan.

II-20 Laboratorium Transportasi Fluida


Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI - ITS

Anda mungkin juga menyukai